PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1) Mengetahui anatomi laring
2) Mengetahui penyebab suara serak
3) Mengetahui cara mendiagnosis penyakit dengan gejala suara serak serta mentatalaksanai
dengan benar
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk
menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan, laring, dan traktus
vokalis supraglotis.
Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara spontan
dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut, diafragma
yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara, udara yang terpompa menghasilkan
perbedaan takanan melalui celah glottis yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli.
Mengikuti inhalasi, otot dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang
tetap melalui glottis.12
Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang mendukung
sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan mengahasilkan volume suara yang
lebih keras. Lemahnya otot dinding perut, penyakit pada paru atau sebab umum lain
dapat mempengaruhi pengaturan kapasitas sistem pernapasan yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas dari suara yang dihasilkan.12
Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri dari
beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita suara. Laring
merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas
segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas
laring adalah aditus laring, batas bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan
kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang
rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan
lidah, mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-
otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka
mulut dan membantu menggerakan lidah.2,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid,
kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tyroid. Kartilago krikoid
3
dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago
krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi
krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut artikulasi
krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago
aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam
lipatan ariepiglotik, dan kartilago triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
2,3
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot-otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak
di atas tulang hioid (suprahioid) dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,
4
m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. Otot-
otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang
infrahioid berfungsi menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid
lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-
otot ini terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior,
adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. 2,3
Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus laringeus,
batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya
adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya
adalah membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago
krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid transversus dan lamina kartilago
krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita
suara palsu). 2,3
Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5 posisi pita
suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi ringan dan abduksi
5
penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di garis tengah, pada posisi paramedian
pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi
abduksi ringan pembukaan pita suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-kira 18-
19 mm. 2,3
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis, sedangkan antara
plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi
rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum
laring adalah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut
daerah supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran
dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan
terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak
kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring
yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).2 Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita
suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya setengahnya.
Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan bagian kartilago terlibat
dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara akan berefek pada proses bersuara dan
atau pernapasan, tergantung lokasi kelainannya. 12
6
Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di sebelah
medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri menjadi 2
cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada
permukaan luar m. konstriktor faring inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus
internus tertutup oleh m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus
membrane hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.2
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang
dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a. subklavia kanan di bawahnya,
sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di
antara cabang-cabang a. tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid
akan sampai pada permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus
anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus
posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan
anastomose dengan n. laringis superior ramus internus.2
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a. laringis
inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid superior. Arteri laringis
superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membrana tirohioid bersama-
sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membrana ini
untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis,
untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang
dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. 2,3
Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid
superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membrane itu sebagai
sapai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui
membrane krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
7
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan
inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. 2,3
Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Di sini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan
superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan
bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan
kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar
supraklavikular. 2,3,4
2.2. FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emos serta
fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 3,4,5
1. Fungsi Proteksi
Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan
jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan
aditus laring ialah karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot
ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi
m. tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi sebagai
sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi otot-otot ekstrinsik. Selain itu
dengan reflek batuk, benda asing yang telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan
keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat
dikeluarkan.
2. Fungsi Respirasi
Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior
berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke
lateral, sehingga rima glotis terbuka.
8
3. Fungsi Sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakebronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah
tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi
rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka
m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis
akan menentukan tinggi rendahnya nada
10
Gambar 9. Pita suara terbuka, terdapat celah sempit antara bagian interkartiloago, posisi
berbisik
3. DEFINISI
Penyalahgunaan obat-obatan
Refluks gastroesofagus
Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
Kebiasaan berbisik
2.5. ETIOLOGI
Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita suara
yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx. Setiap keadaan
yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan kedua pita
suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.
12
Ada satu keadaan disebut disfonia ventrikular, yaitu keadaan plika
ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya sebagai
akibat pemakaian suara yang terus menerus pada pasien dengan laringitis akut.
Inilah pentingnya istirahat berbicara (vokal rest) pada pasien, laringitis akut,
disamping pemberian obat-obatan.
13
Beberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang
biasanya akibat paparan dari iritan (zat yang bisa mengiritasi)
seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis
kronis, infeksi ragi (akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah)
serta terpapar asap atau gas yang mengandung zat kimia.
14
Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi
kelenjar liur minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut,
faktor iritasi kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan
sebagai faktor predisposisi.
15
Kelumpuhan pita suara adalah terganggunya pergerakan
pita suara karena disfungsi saraf otot-otot laring hal ini merupakan gejala
suatu penyakit dan bukan merupakan suatu diagnosis. Paralisis pita suara
terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka
ataupun menutup dengan semestinya
o Alergi
16
mengiritasi pita suara. Oleh karena itu penting untuk memasukkan alergi
sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi pasien dengan suara serak.
o Kelainan Kongenital
Laringomalasia
Laringeal webs
o Papilloma laring
o Trauma
17
Fraktur pada laring dimana Trauma langsung pada laring
dapat menyebakan fraktur kartilago laringyang menyebabkan lokal
hematoma atau mengenai saraf.
o Hemangioma
o Keratosis laring
18
ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar
kecilnya celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara,
kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.
19
o Rasa gatal di tenggorokan
o Batuk
o Laringitis akut
o Laringitis kronis
o Kanker laring
20
panas, dyspnea, lemah, berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfe
dan nafas yang bau
21
faktor iritasi kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan
sebagai faktor predisposisi. Kista terletak di dalam lamina propria
superfisialis, menempel pada membran basal epitel atau ligamentum
vokalis. Ukurannya biasanya tidak besar sehingga jarang menyebabkan
sumbatan jalan nafas atas.
o Papiloma laring
22
Kelumpuhan pita suara bisa mempengaruhi proses
berbicara, bernafas dan menelan. Kelumpuhan menyebabkan makanan dan
cairan terhidup ke dalam trakea dan paru-paru.
o Laringomalasia
23
Ini merupakan kelainan pada kromosom yang di dapat
sejak lahir. Selain ganguan suara seperti suara kucing dan serak, juga di
jumpai keluhan lain seperti berat lahir rendah dan pertumbuhan yang
lambat, selama masa pertumbuhan pun, tubuh penderita kecil dengan
tinggi badan di bawah rata-rata, penderita memiliki otak yang kecil
(mikrochepal) sehingga bentuk kepala juga kecil saat lahir,
keterbelakangan mental (cacat intelektual), masalah perilaku seperti
hiperaktif, agresi, amukan, dan gerakan berulang-ulang, pertumbuhan
badan dan kepala lambat.
2.7. DIAGNOSIS
24
·
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial..
Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singer’s node,
polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisis pita suara,
yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lainlain.
2. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom Guillain-
Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler
2.8. PENATALAKSANAAN
25
Pengobatan suara serak sesuai dengan kelainan atau penyakit yang
menjadi etiologinya.
Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu beberapa
langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan, pencegahan merupakan
hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan untuk minum air setiap beberapa
saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum air akan dapat membaca dengan kualitas
suara yang baik dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi
minum air. Hal yang sama didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara
merupakan salah satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.
26
pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem jaringan. Perlu juga
mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras suara.
27
terdapat infeksi bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi
kronik sinus. Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi
untuk mengurangi sekresi asam lambung.
2.9. PENCEGAHAN
Mengistirahatkan suara dengan cara berbisik atau tidak berbicara
Mengurangi kontak atau paparan iritasi seperti debu atau uap dari zat kimia.
28
BAB III
KESIMPULAN
Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka
merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok. Berbagai dampak yang
mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap kualitas hidup dan kelainan
permanent pada laring. Dampak kualitas hidup terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk
berbicara terus menerus dalam waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi
dengan masyarakat sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor, trauma,
maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi konservatif, terapi suara, terapi
medika mentosa dan terapi operatif.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH. Clinical Practice Guidelines :
Hoarseness(dysphonia). In : Otolaryngology ± Head And Neck Surgery. Vol 141. 2009.
2. Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck
Surgery Vol. 137 No. 6, June 2011.
7. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al, eds. Otolaryngology: Head
and Neck Surgery. 5th ed. St Louis, Mo; Mosby; 2010.
30