Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hoarseness atau suara serak menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika
mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas suara.Suaranya terdengar lemah,
terengah- engah, kasar dan serak.
Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara. Produksi
suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi (suara)
dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status emosianal
setiap individu.
Dalam dunia medis, dikenal istilah Disfonia yaitu merupakan istilah umum untuk setiap
gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik
yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit melainkan merupakan gejala
penyakit atau kelainan pada laring.
Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu suara
terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia),
hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada
(diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau
intensitas tertentu.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan
serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan
disfonia.
Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar, seimbang, dinamis
dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi. Tekanan udara subglotis dari paru,
yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada, dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan
oleh pembukaan dan penutupan yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh gabungan
kerja antara tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada terutama
ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara1. Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan
dilengkapi dengan kualitas yang khas (resonansi) saat melalui jalur supraglotis, khususnya
faring. Gangguan pada sistem ini dapat menimbulkan gangguan suara1. Di Negara-negara barat,
1
sekitar 1/3 pekerja memerlukan suara untuk pekerjaan mereka2. Gangguan suara diperkirakan
terjadi pada satu persen rakyat Amerika Serikat1. Di Inggris, sekitar 50.000 pasien THT (Telinga
Hidung Tenggorok) per tahunnya datang dengan masalah suara2. Setiap keadaan yang
menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita
suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

1.2. Tujuan
1) Mengetahui anatomi laring
2) Mengetahui penyebab suara serak
3) Mengetahui cara mendiagnosis penyakit dengan gejala suara serak serta mentatalaksanai
dengan benar

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI
Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk
menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan, laring, dan traktus
vokalis supraglotis.
Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara spontan
dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut, diafragma
yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara, udara yang terpompa menghasilkan
perbedaan takanan melalui celah glottis yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli.
Mengikuti inhalasi, otot dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang
tetap melalui glottis.12
Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang mendukung
sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan mengahasilkan volume suara yang
lebih keras. Lemahnya otot dinding perut, penyakit pada paru atau sebab umum lain
dapat mempengaruhi pengaturan kapasitas sistem pernapasan yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas dari suara yang dihasilkan.12
Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri dari
beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita suara. Laring
merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas
segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas
laring adalah aditus laring, batas bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan
kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang
rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan
lidah, mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-
otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka
mulut dan membantu menggerakan lidah.2,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid,
kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tyroid. Kartilago krikoid

3
dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago
krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi
krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut artikulasi
krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago
aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam
lipatan ariepiglotik, dan kartilago triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
2,3

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid


(anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid
posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid
medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang
menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot-otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak
di atas tulang hioid (suprahioid) dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,
4
m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. Otot-
otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang
infrahioid berfungsi menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid
lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-
otot ini terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior,
adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. 2,3

Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus laringeus,
batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya
adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya
adalah membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago
krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid transversus dan lamina kartilago
krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita
suara palsu). 2,3

Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5 posisi pita
suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi ringan dan abduksi

5
penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di garis tengah, pada posisi paramedian
pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi
abduksi ringan pembukaan pita suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-kira 18-
19 mm. 2,3

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis, sedangkan antara
plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi
rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum
laring adalah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut
daerah supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran
dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan
terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak
kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring
yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).2 Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita
suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya setengahnya.
Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan bagian kartilago terlibat
dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara akan berefek pada proses bersuara dan
atau pernapasan, tergantung lokasi kelainannya. 12

Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting


karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati traktus vokalis
supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti
lidah, bibir, palatum dan dinding faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai
articulator dan resonator.2 Perubahan pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding
faring, lidah, palatum, bibir dan laring akan merubah dari produksi kualitas suara.12

Persarafan laring. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.


laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik
dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid, memberikan sensasi pada
mukosa laring di bawah pita suara.2

6
Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di sebelah
medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri menjadi 2
cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada
permukaan luar m. konstriktor faring inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus
internus tertutup oleh m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus
membrane hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.2

Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang
dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a. subklavia kanan di bawahnya,
sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di
antara cabang-cabang a. tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid
akan sampai pada permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus
anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus
posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan
anastomose dengan n. laringis superior ramus internus.2

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a. laringis
inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid superior. Arteri laringis
superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membrana tirohioid bersama-
sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membrana ini
untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis,
untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang
dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. 2,3

Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid
superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membrane itu sebagai
sapai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui
membrane krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
7
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan
inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. 2,3

Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Di sini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan
superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan
bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan
kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar
supraklavikular. 2,3,4

2.2. FISIOLOGI

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emos serta
fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 3,4,5

1. Fungsi Proteksi
Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan
jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan
aditus laring ialah karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot
ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi
m. tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi sebagai
sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi otot-otot ekstrinsik. Selain itu
dengan reflek batuk, benda asing yang telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan
keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat
dikeluarkan.

2. Fungsi Respirasi
Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior
berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke
lateral, sehingga rima glotis terbuka.

8
3. Fungsi Sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakebronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah
tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan


Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus
laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
ke dalam laring.

5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi


Seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.

Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi
rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka
m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis
akan menentukan tinggi rendahnya nada

2.3. PROSES PEMBENTUKAN SUARA


Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya mempengaruhi
kualitas suara yang dihasilkan.7

1. Sistem produksi suara


Larynx (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta memiliki sepasang pita
suara yang akan saling menjauh saat inspirasi dan mendekat saat ekspirasi. Pita suara
dapat saling mendekat dan menjauh sehingga dapat mengatur jumlah udara yang
melewatinya. Frekuensi getaran yang melalui pita suara dapat berubah secara cepat
oleh karena otot di sekitar pita suara dan tekanan udara saat bernafas, sehingga timbul
nada pada suara yang diproduksi. Pharynx dan cavum oris keduanya bertindak
sebagai resonator.
9
Suara yang dihasilkan merupakan hasil koordinasi dari lidah, rahang bawah, palatum
mole. Proses ini dinamakan artikulasi.
2. Pusat kontrol suara
Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan kembali rangsang
dari berbagai tempat yang berbeda seperti diafragma, otot-otot dinding dada,
abdomen, larynx, pharynx, cavum oris, palatum mole dan rahang bawah serta
mengkoordinasi seluruh bagian tersebut
3. Neuron penghubung
Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak menuju otot-otot
penghasil suara adalah n. laryngeus, yang merupakan cabang langsung dari N.
Vagus.7

Gambar 7. Pita suara saat menarik nafas dalam, posisi respirasi

Gambar 8. Pita suara tertutup, posisi fonasi

10
Gambar 9. Pita suara terbuka, terdapat celah sempit antara bagian interkartiloago, posisi
berbisik

3. DEFINISI

Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika


mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara tersebut
mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. atau terjadi perubahan volume atau
pitch (tinggi rendah suara)
Suara serak bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit
Istilah hoarseness atau suara serak sendiri dapat merefleksikan kelainan
(abnormalitas) yang letaknya bisa di berbagai tempat di sepanjang saluran vokalis, mulai
dari rongga mulut hingga paru. Meski idealnya istilah hoarseness lebih baik ditujukan
untuk disfungsi laring akibat vibrasi pita suara yang abnormal

2.4. FAKTOR RISIKO


 Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih

 Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring

 Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya


karsinomaLaring ).
11
 Menghisap ganja

 Penyalahgunaan obat-obatan

 Refluks gastroesofagus

 Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal :


guru,aktor, penyanyi

 Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama

 Minum alkohol, kopi berlebihan

 Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar

 Berbicara saat makan

 Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan

 Kebiasaan berbisik

 Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara

2.5. ETIOLOGI

 Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita suara
yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx. Setiap keadaan
yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan kedua pita
suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

 Walaupun hanya merupakan gejala, tetapi prosesnya berlangsung lama


(kronik) dan dapat merupakan tanda awal penyakit serius di daerah tenggorok,
khususnya laring.

 Penyebabnya dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otot-otot


laring, kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi kriko
aritenoid, dll.

12
 Ada satu keadaan disebut disfonia ventrikular, yaitu keadaan plika
ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya sebagai
akibat pemakaian suara yang terus menerus pada pasien dengan laringitis akut.
Inilah pentingnya istirahat berbicara (vokal rest) pada pasien, laringitis akut,
disamping pemberian obat-obatan.

 Berikut ini beberapa penyebab suara serak :

o Peradangan laring (laringitis) baik akut maupun kronis.

 Pada Laringitis akut

 Radang akut laring pada umumnya merupakan


kelajutan dari infeksi saluran nafas seperti influenza atau common
cold. Penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang
lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik.

 Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum,


seperti demam,dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara
parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika
menalan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Selain itu
terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak
kental.

 Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien


dengan laringitis akut dapat diakibatkan oleh penggunaan kekuatan
aduksi yang besar atau tekanan untuk mengimbangi penutupan
yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis akut.
Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal
dan mengurangi produsi suara. Pada akhirnya menunda
kembalinya fonasi normal.

 Pada laringitis kronis

13
 Beberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang
biasanya akibat paparan dari iritan (zat yang bisa mengiritasi)
seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis
kronis, infeksi ragi (akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah)
serta terpapar asap atau gas yang mengandung zat kimia.

 Dalam keadaan laryngitis, pita suara mengalami


peradangan sehingga tekanan yang diperlukan untuk memproduksi
suara meningkat. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
memproduksi tekanan yang adekuat. Udara yang melewati pita
suara yang mengalami peradangan ini justru menyebabkan suara
yang dihasilkan menjadi parau. Bahkan pada beberapa kasus suara
dapat menjadi lemah atau bahkan tak terdengar.

 Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara,


getaran yang dihasilkan semakin cepat. Semakin cepat getaran
suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan pada pita
suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara
sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.

o Nodul pita suara dan polip pita suara

 Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan


suara dalam waktu yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan
sebagainya. Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang disertai
batuk.

 Pada mereka yang memang menggunakan suara secara


berlebihan, seperti, penyanyi profesional, guru, dosen, atau mereka yang
sering berbicara dan menggunakan suara berlebihan dapat terjadi
pembengkakan pita suara yang disebut sebagai nodul pita suara atau polip
pita suara.

o Kista pita Suara

14
 Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi
kelenjar liur minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut,
faktor iritasi kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan
sebagai faktor predisposisi.

 Kista terletak di dalam lamina propria superfisialis,


menempel pada membran basal epitel atau ligamentum vokalis.
Ukurannya biasanya tidak besar sehingga jarang menyebabkan sumbatan
jalan nafas atas. Gejala utamanya adalah parau.

o Merokok dan mengkonsumsi alkohol

 Merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi


laring, dapat menyebabkan peradangan dan penebalan pita suara

o Gastroesophageal reflux disease (GERD)

 GERD adalah suatu kelainan dimana asamlambung naik


kembali melalui esophagus dan tenggorokan, sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada laring.

 Biasanya, suara mulai memburuk di pagi hari dan


meningkat sepanjang hari. Penderita juga mengalami gejala lain seperti
tenggorokan terasa nyeri dan kering, rasa panas di pipi, sensasi yang
menyumbat, dan batuk kronis.

o Menggunakan suara secara berlebihan

 Kondisi ini paling sering terjadi pada orang yang


pekerjaannya selalu berbicara dan penyanyi. Menyalahgunakan suara
secara berlebihan bisa menimbulkan gangguan pada pita suara seperti
menyebabkan kista atau perdarahan. Biasanya terjadi jika sering berbicara
dengan keras, teriak atau terlalu banyak berbicara

o Kelumpuhan pita suara atau paralisis pita suara

15
 Kelumpuhan pita suara adalah terganggunya pergerakan
pita suara karena disfungsi saraf otot-otot laring hal ini merupakan gejala
suatu penyakit dan bukan merupakan suatu diagnosis. Paralisis pita suara
terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka
ataupun menutup dengan semestinya

 Penyebabnya bisa karena Trauma bedah iatrogenik pada


vagus atau n. laringeus rekuren, Invasi malignan pada vagus atau
n.laringeus rekuren dapat terjadi akibat tumor, Kerusakan pada saraf yang
mempersarafi daerah laring, idiopatik dan karena kondisi neurologik
tertentu seperti stroke, tumor otak, maupun multiple sclerosis

 Gejala kelumpuhan pita suara yang didapat adalah suara


parau, stridor atau bahkan kesulitan menelan tergantung pada
penyebabnya.

 Proses terjadinya yaitu Pada daerah laring, secara anatomis


terdapat nervus vagus dan cabangnya yaitu nervus laringeus rekurens yang
mempersarafi pita suara. Jika terjadi penekanan maupun kerusakan
terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis pita suara, di mana pita
suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita
suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah satu atau kedua pita
suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal.

o Alergi

 Secara klinis, meskipun tidak ada perubahan yang jelas


dalam laring karena alergi, ada beberapa perubahan di tenggorokan dan
hidung, yang mempengaruhi suara.

 Alergi menyebabkan pembengkakan jaringan hidung, yang


dapat mengubah suara. Selain itu, alergi dapat meningkatkan drainase
hidung dan menyebabkan kliring tenggorokan sering, yang dapat

16
mengiritasi pita suara. Oleh karena itu penting untuk memasukkan alergi
sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi pasien dengan suara serak.

o Kelainan Kongenital

 Laringomalasia

 Merupakan penyebab tersering suara parau saat


bernafas pada bayi baru lahir.

 Laringeal webs

 Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang


sebagian menutup jalanudara. 75 % selaput ini terletak diantara
pita suara, tetapi selaput ini jugadapat terletak diatas atau dibawah
pita suara.

 Cri du chat syndrome dan Down sindrome

 Merupakan suatu kelainan genetik pada bayi saat


lahir yang bermanifestasi klinis berupa suara parau atau stridor saat
bernafas

o Papilloma laring

 Gejala awal penyakit ini adalah suara serak dan karena


sering terjadi pada anak, biasanya disertai dengan tangis yang lemah.
Papiloma dapat membesar kadang-kadang dapat menyebabkan sumbatan
jalan nafas yang memngakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan
trakeostomi

 Untuk papiloma laring dapat di baca disini

o Trauma

 Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa


menyebabkan suara parau.

17
 Fraktur pada laring dimana Trauma langsung pada laring
dapat menyebakan fraktur kartilago laringyang menyebabkan lokal
hematoma atau mengenai saraf.

 Benda asing yaitu Benda asing yang termakan oleh anak-


anak bisa masuk ke laring dan menyebabkan suara parau dan kesulitan
bernafas

o Hemangioma

 merupakan tumor jinak pembuluh darah, mungkin timbul


pada daerah jalan nafas dan menyebabkan suara parau atau lebih sering
stridor.

o Limphagioma ( higroma kistik)

 merupakan tumor pembuluh limfa. Sering timbul didaerah


kepala dan leher dan dapat mengenai pada jalan nafas yang menyebabkan
stridor atau suara serak.

o Keratosis laring

 Gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah


suara serak yang persisten. Sesak nafas dan stridor tidak selalu ditemukan.
Selain itu ada rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa rasa sakit dan
disfagia.

 Pada keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan


lapisan sel dengangambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat
yang sering mengalami pertandukan adalah pita suara dan fossa
interaritenoid.

o Keganasan atau kanker laring (pita suara)

 Gejala utama karsinoma laring adalah suara serak yang


merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena

18
ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar
kecilnya celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara,
kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.

 Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara


baik disebabkan ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid,
dan kadang-kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara
menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari
biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau
paralisis komplit.

 Hubungan antara suara serak dengan tumor laring


tergantung dari letak tumornya. Apabila tumbuh di pita suara asli, maka
serak merupakan gejala dini dan menetap. Pada tumor subglotik dan
supraglotik, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama
sekali

o Beberapa penakit sistemik juga dapat menyebabkan suara serak


antara lain Hipotirodisme, Multiple, sklerosis, Rematoid artritis, Penyakit
Parkinson, Lupus sistemik, Wagener's granulomatosis, Miasenia Gravis,
Sarkoidosis, Amiloidosis.

2.6. GEJALA KLINIS


 Suara serak biasanya memberikan kualitas suara yang parau dan kasar,
meskipun juga dapat menyebabkan perubahan dalam pitch atau volume suara. Para
kecepatan onset dan gejala terkait,akan tergantung pada penyebab yang mendasarinya
yang menyebabkan suara serak

 Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang


tergantung intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat dirasakan
sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.

 Gejala klinis yang umum, antara lain :

19
o Rasa gatal di tenggorokan

o Perasaan adanya benda asing di tenggorokan

o Suara tercekat di tenggorokan

o Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih

o Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak

o Nyeri dan sulit menelan

o Batuk

 Gejala klinis spesifik timbul berkaitan dengan etiologi yang mendasari :

o Laringitis akut

 Selain suara serak, penderita juga bisanya di sertai gejala


lain seperti demam, dedar (malaise), nyeri menelan atau berbicara, batuk,
disamping gangguan suara. Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring
dengan gejala stridor serta cekungan di suprasternal, epigastrium dan sela
iga.

o Laringitis kronis

 Gejala klinis yang nampak pada laringitis kronis selain


Suara parau yang menetap, juga rasa tersangkut di tenggorok sehingga
sering mendehem tanpa sekret, kadang juga terdapat sakit tenggorokan.

o Kanker laring

 Gejala yang timbul selain suara serak yang biasanya


menetap adalah nyeri tenggorokan. nyeri leher, batuk darah. bunyi
pernafasan yang abnormal, bengkak/benjolan ditenggorokan, nyeri ketika
bicara atau menelan, rasa terbakar di tenggorokan saat menelan cairan

20
panas, dyspnea, lemah, berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfe
dan nafas yang bau

o Nodul pita suara

 Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan


suara dalam waktu yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan
sebagainya.

 Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang


disertai batuk.

 Pada awalnya pasien mengeluhkan suara pecah pada nada


tinggi dan gagal dalam mempertahankan nada. Selanjutnya pasien
menderita serak yang digambarkan sebagai suara parau, yang timbul pada
nada tinggi, terkadang disertai dengan batuk. Nada rendah terkena
belakangan karena nodul tidak berada pada posisi yang sesuai ketika nada
dihasilkan. Kelelahan suara biasanya cepat terjadi sebelum suara serak
menjadi jelas dan menetap.

 Jika nodul cukup besar, gangguan bernafas adalah


gambaran yang paling umum

o Polip pita suara

 Pada polip pita suara biasanya disebabkan oleh penggunaan


suara yang terlampau lama, reaksi menahun pada laring, menghirup iritan

 Gejala klinis yang nampak pada polip pita suara selain


suara serak yang menetap, juga mungkin menunjukkan gejala seperti
ketidaknyamanan pada saat ucapan dan ketidaknyamanan ditenggorokan.

o Kista pada laring

 Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi


kelenjar liur minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut,

21
faktor iritasi kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan
sebagai faktor predisposisi. Kista terletak di dalam lamina propria
superfisialis, menempel pada membran basal epitel atau ligamentum
vokalis. Ukurannya biasanya tidak besar sehingga jarang menyebabkan
sumbatan jalan nafas atas.

 Gejala utamanya adalah parau, kadang kala disertai rasa


sakit di leher akibat penekanan pada tenggorokan dan Kesulitan menelan.

o Papiloma laring

 Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan


besarnya tumor. Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan
suara.

 Suara serak merupakan gejala dini dan keluhan yang paling


sering dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita suara.
Papilloma laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan
sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak. Timbulnya
sesak merupakan suatu tanda bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas
bagian atas

o Paralisis pita suara

 Paralisis otot laring dapat disebabkan gangguan persarafan,


baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama
dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral maupun bilateral.

 Selain suara parau, dapat juga di jumpai gejala klinis yang


lainnya, seperti gangguan respirasi dan stridor, anestesi yang
menyebabkan inhalasi makanan dan sekresi faring yang merangsang batuk
dan tersedak, suara menjadi lemah.

22
 Kelumpuhan pita suara bisa mempengaruhi proses
berbicara, bernafas dan menelan. Kelumpuhan menyebabkan makanan dan
cairan terhidup ke dalam trakea dan paru-paru.

 Jika hanya 1 pita suara yang lumpuh (kelumpuhan 1 sisi),


maka suara menjadi serak. Biasanya saluran udara tidak tersumbat karena
pita suara yang normal bisa membuka sebagaimana mestinya. Jika kedua
pita suara mengalami kelumpuhan (kelumpuhan 2 sisi), maka kekuatan
suara akan berkurang. Penderita juga mengalami gangguan pernafasan
karena terjadi penyumbatan saluran udara ke trakea.

o Laringomalasia

 Keadaan ini merupakan akibat dari flaksiditas dan


inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik
dan epiglotis. Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala
pada saat baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama
kehidupan secara bertahap berkembang stridor inspiratoar dengan nada
tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan.

 Ini merupakan kelainan kongenital ang di dapat sejak lahir.


Gejala klinis yang di jumpai selain suara serak juga terdapat bising
inspirasi (stridor inspiratoir) dimana stridor saat inspirasi ini terdengar
seperti suara hidung tersumbat, tidak dijumpai sekret hidung, Stridor
cukup kuat sehingga jika meletakkan tangan di dada penderita maka dapat
merasakan getaran dan stridor berkurang saat penderita tidur telungkup
(prone)

o Cri du chatting sindrom

 Cri du chatting sindrom adalah sekelompok gejala yang


disebabkan kehilangan sepotong kromosom nomor 5. Nama sindrom ini
didasarkan pada tangisan bayi, yang bernada tinggi dan suara seperti
kucing.

23
 Ini merupakan kelainan pada kromosom yang di dapat
sejak lahir. Selain ganguan suara seperti suara kucing dan serak, juga di
jumpai keluhan lain seperti berat lahir rendah dan pertumbuhan yang
lambat, selama masa pertumbuhan pun, tubuh penderita kecil dengan
tinggi badan di bawah rata-rata, penderita memiliki otak yang kecil
(mikrochepal) sehingga bentuk kepala juga kecil saat lahir,
keterbelakangan mental (cacat intelektual), masalah perilaku seperti
hiperaktif, agresi, amukan, dan gerakan berulang-ulang, pertumbuhan
badan dan kepala lambat.

 Ciri fisik lain meliputi bentuk wajah bulat dengan pipi


besar, jari-jari yang pendek, dan bentuk kuping yang rendah letaknya

2.7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang. 2,4,8
a. Anamnesis
1. Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa adanya
infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting untuk
mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.
2. Riwayat merokok dan minum alkohol, dimana dapat mengiritasi mukosa mulut
dan laring dan beresiko kanker kepala leher ·
3. Riwayat pekerjaan, pola/ tipe pemakaian suara seperti menyanyi berteriak
4. Riwayat penyalahgunaan suara (voice abuse)
5. Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas
6. Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada apgi
7. hari
8. Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik)
9. Kelainan neurologis
10. Riwayat trauma atau pembedahan
11. Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor

24
·
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial..
Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singer’s node,
polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisis pita suara,
yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lainlain.
2. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom Guillain-
Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1. Laringoskopi fibreoptik.
2. Stroboskopi (videolaryngostroboscopy)
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
3. Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch dan
efisiensi aerodinamik
4. Pemeriksaan darah
Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase inhibitor untuk
pembengkakan pita suara dan diduga angioedema, serta pemeriksaan reseptor
asetilkolin untuk suara parau yang diduga disebabkan miastenia gravis.
5. Kultur hidung dan sputum
6. Foto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan
laringoskopi
7. CT scan dada
8. Ct scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
9. USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita suara

2.8. PENATALAKSANAAN
25
 Pengobatan suara serak sesuai dengan kelainan atau penyakit yang
menjadi etiologinya.

 Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu beberapa
langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan, pencegahan merupakan
hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan untuk minum air setiap beberapa
saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum air akan dapat membaca dengan kualitas
suara yang baik dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi
minum air. Hal yang sama didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara
merupakan salah satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.

 Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan bersuara


juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan tertentu
sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan plikavokalis. Salah
satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari esofagus. Hal ini dapat mempercepat
kelelahan bersuara karena akan mengakibatkan hilangnya lapisan mukus permukaan pita
suara serta terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mencegah refluks
antara lain, pertama menghindari konsumsi kafein dan coklat karena akan mengakibatkan
relaksasi spinkter esofagus. Kedua, hindari makan dan minum pada jam tidur dan
sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah makan baru kemudian tidur atau posisi ditinggikan.
Bila sudah ada gejala refluks mungkin diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam
lambung atau mengurangi produksinya.

 Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan.

o Pertama, terapi suara dengan komponen utama berupa edukasi


dasar anatomi dan fisiologi produksi suara. Pasien harus mengerti hubungan
antara gangguan suara dan penyebabnya sehingga lebih menyadari apa yang boleh
dilakukan dan apa yang dihindari.

o Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan realistis


dibandingkan terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi penggunaan suara
atau istirahat bersuara (vocal rest) pada pasien dengan laringitis akut, disamping

26
pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem jaringan. Perlu juga
mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras suara.

o Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek


teknik penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi
nada dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik
lainnya.

o Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi


oedem jaringandengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid.
Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien dengan
suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis atau
bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi pada
pasien dengan suara parau.

o Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara


parau. Misalnya adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka
tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan faktor
pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara. Pada
beberapa kondisi tertentu suara parau memerlukan terapi yang spesifik.

Penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai berikut.


1. Terapi konservatif dimana Setiap tindakan dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab seperti stres, merokok, dan
alkohol. Minum banyak air putih dapat mencegah tenggorokan dari
kekeringan.Istirahat berbicara selama dua sampai tiga hari.
2. Terapi Wicara aitu Speech therapist memegang peranan penting dalam
memberikan terapi terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh
karena vocal nodule dan kesalahan penggunaan suara.

3. Terapi medikamentosa dengan obat dimana infeksi saluran pernafasan atas


seringkali disebabkan oleh infeksi virus. Tirah baring, pemberian parasetamol
atau larutan aspirin gargle dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika

27
terdapat infeksi bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi
kronik sinus. Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi
untuk mengurangi sekresi asam lambung.

4. Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi


(contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan
dengan fibre optic endoscope dengan anestesi umum. Pembedahan pada penyebab
suara parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain
gagal.

2.9. PENCEGAHAN
 Mengistirahatkan suara dengan cara berbisik atau tidak berbicara

 Mengonsumsi banyak cairan dan istirahat

 Mengevaluasi apakah memiliki infeksi jamur atau tidak, khususnya pada


orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah atau menggunakan inhaler
kortikosteroid untuk asma

 Mengatasi jumlah asam berlebih di perut jika akibat acid reflux

 Belajar teknik bernapas, berbicara dan bernyanyi yang tepat

 Menghindari rokok, asap rokok dan alkohol

 Mengurangi kontak atau paparan iritasi seperti debu atau uap dari zat kimia.

28
BAB III
KESIMPULAN

Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka
merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok. Berbagai dampak yang
mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap kualitas hidup dan kelainan
permanent pada laring. Dampak kualitas hidup terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk
berbicara terus menerus dalam waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi
dengan masyarakat sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor, trauma,
maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi konservatif, terapi suara, terapi
medika mentosa dan terapi operatif.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH. Clinical Practice Guidelines :
Hoarseness(dysphonia). In : Otolaryngology ± Head And Neck Surgery. Vol 141. 2009.
2. Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck
Surgery Vol. 137 No. 6, June 2011.

3. Rubin JS, Scheren SC. Basics Of Voice Production. Otolaryngology Basic


Sciences AndClinical Review. Thieme. New York 2005. p:525-526

4. Sulica L. Voice : Anatomy, Physiology And Clinical Evaluation. Head And


Neck Surgery -Otolaryngology, 4th ed. Lippincott Wiliam Wilkins. 2006. Chap. V.

5. Lalwani AK. Voice Production in : Larynx And Hypopharynx. Current


Diagnosis AndTreatment Otolaryngology Head And Neck Surgery. New York. Chap. VIII
.

6. Hermani B, Kartosoediro S, Hutauruk SM. Disfonia. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Balai Penerbit Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta, 2007. p : 231-236

7. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al, eds. Otolaryngology: Head
and Neck Surgery. 5th ed. St Louis, Mo; Mosby; 2010.

8. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in adults. Am Fam Physician.


2009;80(4)363-370

30

Anda mungkin juga menyukai