Anda di halaman 1dari 32

Oleh

Ibnu Sina
1810029062

Pembimbing
dr. Denny
Rotinsulu, Sp. KJ

Ketergantungan Zat
Psikoaktif
Amfetamin
LAPORAN KASUS

 Identitas Pasien
 Nama : Anggit
 Umur : 18 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Status perkawinan : Belum Menikah
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Pelajar
 Suku : Bugis
 Alamat : Jl Merdeka Samarindaa

 Pasien datang berobat ke IGD RS Atma Husada


Mahakam Samarinda diantar oleh keluarga
pasien.
 Keluhan Utama
 Pasien dibawa untuk rehabilitasi NAPZA
(shabu-shabu)
 Autoanamnesis
 Pasien dibawa oleh keluarga untuk
rehabilitasi NAPZA. Pasien mengkonsumsi
double L daan shabu-shabu sejak 1 tahun
yang lalu. Terakhir pasien mengkonsumsi
Shabu-Shabu adalah 2 hari yang lalu.

 Heteroanamnesis
 Pasien pernah kedapatan oleh sang ayah
mengkonsumsi shabu-shabu. Di rumah pasien
sering mengamuk, membanting barang dan
hampir memukul ibunya jika tidak diberi
uang. Pasien sudah berobat ke poli RSJD
Atma Husada kemarin hari rabu tanggal
18/09/19. Di rumah keluarga mengatakan
pasien tidak mau mengkonsumsi obat yang
diberikan.
Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien mengkonsumsi shabu-shabu sejak


1 tahun yang lalu berawal dari
pemberian teman-teman pasien.
 Pasien tidak pernah mengalami cedera
kepala, tidak ada riwayat malaria, tidak
ada riwayat kejang berulang, tidak ada
riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus.
 Riwayat merokok dan alkohol hingga
sekarang.
genogram
 Riwayat Pribadi
 Pasien tinggal dengan ayah dan ibu sampai
usia 15 tahun. Namun pada saat itu terdapat
masalah keluarga yang membuat ayah ibunya
berceri dan ayahnya menikah lagi dengan
mantan pacarnya terdahulu. Pasien merasa sedih
sehingga mencari pelarian untuk membuatnya
lupa dengan masalah yang dihadapinya. Pasien
kemudian mulai mengonsumsi alkohol dan
merokok. Lama-kelamaan karena pergaulan
yang bebas, pasien mulai menggunakan narkoba
jenis double L dan sabu-sabu.
 STATUS PSIKIATRI

 Kesan Umum : tampak rapi, tegang, tidak
kooperatif
 Kontak : verbal (+), lancar, visual (+)
 Kesadaran: atensi (+), orientasi baik
 Emosi / Afek : labil / afek sesuai
 Proses Berpikir : cepat, koheren, waham (-)
 Intelegensi : baik
 Persepsi : halusinasi visual (-), auditori (-),
ilusi (-)
 Psikomotor: dalam batas normal
 Kemauan : mandiri

 STATUS FISIK

 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran: Compos mentis, GCS E4 V5 M6
 Tekanan Darah : 150/100 mmHg
 Nadi : 110 x/menit
 RR : 22 x/menit
 Sistem Kardiovaskular : tidak didapatkan
kelainan
 Sistem Respiratorik : tidak didapatkan
kelainan
 Sistem Gastrointestinal : tidak didapatkan
kelainan
 Sistem Urogenital : tidak didapatkan kelainan
 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Narkoba.Sampel Urin.
 DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
 Diagnosis Multi Aksial
 Aksis I : F15
 Aksis II : Tidak ada diagnosis.
 Aksis III : Tidak ada diagnosis.
 Aksis IV : Masalah keluarga
 Aksis V : GAF Scale 50-41
 Penatalaksanaan Farmakologi
 Clozapin 2 x 12,5 mg
 Depakote 2 x 250 mg
 Penatalaksanaan Psikoterapi
 Memberi dukungan dan motivasi pada pasien
agar dapat menahan keinginan untuk
menggunakan NAPZA kembali dan mencari
teman yang dapat membawa kepada arah yang
lebih baik dan menjauhi NAPZA.
 Menyarankan kepada pasien untuk menjauhi
teman-teman pasien yang cenderung untuk
mengajak pasien menggunakan NAPZA kembali.
 Memberikan informasi kepada keluarga terhadap
pentingnya dukungan keluarga dalam membantu
kesembuhan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 pada tahun 1932 sebagai inhaler yang


dapat dibeli bebas untuk kongesti hiidung
dan asma
 Di tahun 1937, tablet amphetamine sulfat
diperkenalkan untuk mengobati
narkolepsi, parkinsonisme pascaensefalitis,
depresi dan letargi
Bentuk-bentuk

 dextroamphetamine, metaamphetamine
dan methylphenidate. Obat ini beredar
luas dengan nama crack, sabu-sabu,
ekstasi dan speed.
 Zat yang berhubungan dengan
amfetamin lainnya adalah efedrin dan
propanolamin yang tersedia secara
bebas sebagai dekongestan hidung.
Phenilpropanolamin juga tersedia
sebagai penekan nafsumakan.
Neurofarmakologi

 Amfetamin klasik
 Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA
dan DOM
Diagnosis
 keempat (DSM-IV) menuliskan banyak
gangguan berhubungan amfetamin.
Tetapi menyebutkan criteria diagnostic
hanya untuk intoksikasi amfetamin, putus
amfetamin dan gangguan berhubungan
amfetamin yang tak terspesifikasi
ketempat lain.
Ketergantungan dan
penyalahgunaan

 Ketergantunganamfetamin dapat
menyebabkan penurunan cepat
kemampuan seseorang untuk mengatasi
kewajiban dan ketegangan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan
keluarga.
Intoksikasi

. Gejala intoksikasi amfetamin adalah


hamper menghilang sama sekali setelah
24 jam dan biasanya menghilang secara
lengkap setelah 24 jam.
 Putus Amfetamin
 Keadaan setelah intoksikasi amfetamin
dapat disertai dengan kecemasan,
gemetar, mood disforik, letargi, fatigue,
mimpi menakutkan, nyeri kepala, keringat
banyak, kram otot, kram lambung dan rasa
lapar yang tak pernah kenyang. Gejala
putus biasanya memuncak dua sampai
empat hari dan menghilang dalam satu
minggu. Gejala putus amfetamin yang
paling serius adalah depresi, yang dapat
berat setelah pengguanaan amfetamin
dosis tinggi secara terus-menerus dan yang
dapat disertai usaha bunuh diri
. Kriteria diagnostik DSM-IV untuk putus
amfetamin menyebutkan bahwa suatu
mood disforik dan sejumlah perubahan
fisiolgis adalah diperlukan untuk
mendiagnosis putus amfetamin.
Pengobatan

 Tanda-tanda overdosis
 Jika salah satu dari gejala di bawah ini timbul,
segera cari pertolongan. Membiarkan
seseorang dalam kondisi ini akan berakibat
fatal.
 Muka pucat.
 Ketidaksadaran.
 Denyut nadi lemah.
 Ling-lung.
 Nafas pendek atau sulit bernafas.

 Langkah-langkah yang harus diambil ketika
bantuan datang:
 Ketika bantuan datang, beritahu paramedis
jenis narkoba apa yang menyebabkan
korban mengalami overdosis. Informasi ini
yang dapat menyelamatkan hidup mereka.
 Bersihkan saluran pernafasan (hidung dan
mulut).
 Baringkan korban di sisi paramedis (untuk
mencegah tersedak).
 Periksa pernafasan.
 Periksa denyut jantung.
Penatalaksanaan

 Tindakanemergensi dan suportif


 Dekontaminasi
 Tindakan emergensi dan suportif
 Mempertahankan fungsi pernafasan
 Terapi agitasi: Midazolam 0,05-0,1 mg/Kg IV
 Terapi kejang: Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB IV
 Terapi coma, Awasi suhu, tanda vital dan EKG
minimal selama 6 jam
 Terapi hipertensi: phentolamine atau
nitroprusside
 Terapi tachiaritmia: propanolol atau esmolol
 Terapi hiperthermia: bila gejala ringan terapi
dengan kompres dingin atau sponging bila
suhu lebih dari 40oC
 Gejala psikosa akut sebaiknya diatasi
khlorpromazin atau haloperidol.
 Dekontaminasi
 Dekontaminasi dari saluran cerna setelah
penggunaan amphetamine tergantung
pada jenis obat yang digunakan, jarak
waktu sejak digunakan, jumlah obat dan
tingkat agitasi dari pasien. Pada pasien
yang mempunyai gejala toksik tetapi
keadaan sadar berikan activated
charcoal 30-100 gr pada dewasa dan
pada anak-anak 1-2 gr/kg BB diikuti atau
ditambah dengan pemberian katartik
seperti sorbitol
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai