ABSTRAK
Salah satu hal penting dalam melakukan assessment struktur bangunan beton adalah menentukan
mutu beton eksisting dari struktur tersebut. SNI 2847:2013 hanya memberikan acuan bagaimana
menentukan syarat penerimaan apakah hasil tes tekan benda uji silinder sesuai dengan mutu beton
rencana, tetapi tidak lebih lanjut bagaimana menentukan mutu beton ekivalen jika ternyata tidak sesuai
dengan mutu beton rencana. Tulisan ini akan membahas bagaimana ACI 318-11 yang menjadi acuan
SNI, menentukan mutu beton ekivalen, yang juga merujuk kepada ACI 214.4R-10 dan ACI 228.1R-03.
Suatu studi kasus mengenai assessment mutu beton suatu bangunan 35 lantai dibahas, dimana
dilakukan juga pengujian non destruktif sebagai pembanding.
KATA KUNCI : Mutu beton ekivalen, pengujian destruktif dan non destruktif, standar pengujian.
PENDAHULUAN
Dengan semakin gencarnya pembangunan di Indonesia, kita dihadapkan pula pada persoalan
kualitas struktur bangunan, terutama jika berkaitan dengan struktur beton bertulang. Kekuatan
dari struktur beton bertulang selain bergantung kepada mutu baja tulangan juga sangat
bergantung kepada mutu beton. Baja tulangan yang diproduksi di pabrik relatif memiliki mutu
yang lebih terjamin dan seragam. Sedangkan beton, yang merupakan campuran berbagai
macam agregat alam dan pada proses pengerjaannya juga sangat tergantung kepada
workmanship para pekerja konstruksi, relatif memiliki mutu yang lebih bervariasi. Beton yang
didesain memiliki mutu sama pun, dapat mempunyai variasi mutu yang cukup besar karena
perbedaan faktor-faktor tersebut.
Untuk menjaga kesesuaian mutu beton pada struktur bangunan dengan mutu beton desain
(fc’), SNI 2847:2103 [1] pada pasal 5.6 mengatur mengenai masalah evaluasi dan penerimaan
beton, dimana disyaratkan bahwa suatu uji kekuatan tekan harus merupakan nilai kekuatan
tekan rata-rata dari paling sedikit dua silinder 150 kali 300 mm yang dibuat dari adukan yang
sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan
fc’.
Permasalahan yang kemudian timbul ialah bahwa mutu beton yang terpasang, tidak selalu
sama dengan mutu beton benda uji silinder, karena adanya pengaruh workmanship dan
faktor-faktor lainnya. Ada kalanya suatu struktur diragukan mutu betonnya, baik karena secara
kasat mata terlihat ataupun karena hasil uji silinder yang tidak masuk kriteria standar. Untuk
ini SNI 2847:2013 [1] pada pasal 5.6.5 mengatur mengenai penyelidikan untuk hasil uji
kekuatan tekan beton yang rendah.
____________________________________________________________________
(1) Staf pengajar Departemen Teknik Sipil FTUI, Direktur PT. Risen Engineering Consultant
(2) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil FTUI, Direktur CV. Lentera Indokonstruksi
(3) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil FTUI
(4) Senior Engineer pada PT. Risen Engineering Consultant
Dalam tulisan ini akan secara khusus membahas mengenai tata cara penyelidikan dan
penentuan mutu beton eksisting, baik untuk struktur yang baru dibangun ataupun struktur
yang sudah lama dibangun dan ingin dilakukan evaluasi. Berturut-turut akan dibahas
mengenai peraturan yang berlaku, tata cara pengambilan benda uji dan proses perhitungan
yang sesuai dengan aturan yang ada. Pembahasan akan mengacu kepada SNI 2847:2013
[1] serta acuan-acuan yang digunakan pada SNI tersebut.
Konversi Kuat Tekan Inti Beton (fcore) ke Kuat Tekan Ekivalen Setempat (fc)
Mengacu kepada ACI 214.4R-10 [4] istilah kuat tekan beton inti disini merupakan terjemahan
dari core strength (fcore) dan kuat tekan ekivalen setempat sebagai terjemahan dari equivalent
in-place strength (fc). Kuat tekan ekivalen setempat, fc, didapat dengan mengalikan kuat tekan
inti beton fcore dengan 4 (empat) faktor yang mempengaruhinya, seperti dapat dilihat pada
persamaan (1).
dimana:
fc = Kuat tekan ekuivalen setempat
Fmc = Faktor koreksi kekuatan dari kondisi kelembaban dari sampel beton inti
Kuat tekan ekivalen setempat atau fc yang dihasilkan disini dipergunakan hanya untuk
perhitungan f’c,eq yang metode perhitungannya akan dibahas pada bagian selanjutnya. fc ini
tidak boleh dipergunakan untuk evaluasi penerimaan mutu beton berdasarkan pasal 5.6.5.4.
SNI 2847:2013 [1], karena fc pada pasal 5.6.5.4 hanya dikoreksi dengan faktor l/d seperti yang
dijelaskan pada Bab 8 ACI 214.4R-10 [4].
Tabel 1. Besar dan ketepatan dari factor koreksi kekuatan untuk mengkonversi kekuatan beton
inti menjadi nilai fc’ ekuivalen berdasarkan ACI 214.4R-10 [4].
Koefisien
Faktor Nilai rata-rata
Keragaman, V, %
Fl Perlakuan standar 2 2
l l
d 1 0.130 f core 2 2.5 2
d d
Direndam air 48 jam 2 2
l l
1 0.117 f core 2 2.5 2
d d
Kering 2 2
l l
1 0.144 f core 2 2.5 2
d d
Fdia 2 inchi (50 mm) 1.06 11.8
4 inchi (100 mm) 1.00 0.0
Faktor koreksi
diameter 6 inchi (150 mm) 0.98 1.8
sampel beton
inti
Fmc Standar 1.00 2.5
Direndam air 48 jam 1.09 2.5
Faktor koreksi
kandungan air Kering 0.96 2.5
Fd 1.06 2.5
Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata dari strength correction factors yang disampaikan oleh
Bartlett and MacGregor (1995) [5] berdasarkan pada data untuk normal-weight concrete
dengan kuat tekan antara 2000 and 13.400 psi (14 dan 92 MPa). Kolom sebelah kanan
menunjukkan koefisien keragaman V yang mengindikasikan ketidakpastian nilai rata-rata.
Sebagai contoh, suatu beton inti yang memiliki diameter core 100 mm with dengan l/d = 2
yang telah direndam 48 jam sebelum diuji memiliki fc = 1.0 × 1.0 × 1.09 × 1.06fcore = 1.16fcore.
Ksc Zsa
2 2
f c', eq f c (2)
dimana:
1 n
fc f ci
n i 1
(3)
n Confidence level
75% 90% 95%
3 2.50 4.26 6.16
4 2.13 3.19 4.16
5 1.96 2.74 3.41
6 1.86 2.49 3.01
8 1.74 2.22 2.58
10 1.67 2.06 2.36
12 1.62 1.97 2.21
15 1.58 1.87 2.07
18 1.54 1.80 1.97
21 1.52 1.75 1.90
24 1.50 1.71 1.85
27 1.49 1.68 1.81
30 1.48 1.66 1.78
35 1.46 1.62 1.73
40 1.44 1.60 1.70
n adalah jumlah benda uji
sc = Standar deviasi dari sampel beton inti dari lapangan, dihitung dengan
persamaan (4)
K = Faktor-K untuk batas toleransi sepihak pada fraktil 10% mengikuti Tabel 2
f fc
2
n
Sc n 1 (4)
ci
i 1
sa = Standar deviasi dari sampel beton inti dari lapangan akibat sifat empiris
faktor koreksi kekuatan, dihitung dengan persamaan (5).
Z = Faktor-Z mengikuti Tabel 3
V
2
Vmc Vd
2 2 2
Sa f c Vl dia
(5)
d
Pada metode ini, terlihat ketergantungan analisis pada jumlah sampel ( n ). Dari (3) terlihat
dengan nilai n semakin besar, maka besarnya fc’ rata-rata semakin kecil. Di sisi lain, pada
penentuan nilai sc , nilai n yang semakin besar akan mengakibatkan koreksi sc yang semakin
kecil, sehingga dalam perhitungan fc’ ekuivalen (persamaan (1)), nilainya bisa lebih besar.
f c', eq C f c (6)
CL
Di mana:
C = Koefisien yang tergantung pada jumlah batch, jumlah anggota, dan jenis
konstruksi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4
Tsc
2
fc CL
fc
n
Zsa
2
(7)
n Confidence level
75% 90% 95%
3 0.82 1.89 2.92
4 0.76 1.64 2.35
5 0.74 1.53 2.13
6 0.73 1.48 2.02
8 0.71 1.41 1.90
10 0.70 1.38 1.83
12 0.70 1.36 1.80
15 0.69 1.34 1.76
18 0.69 1.33 1.74
21 0.69 1.33 1.72
24 0.69 1.32 1.71
30 0.68 1.32 1.70
Faktor Pengali untuk Perhitungan Kuat Tekan Beton Inti Terkoreksi: ASTM VS SNI
Standar ASTM C42/C42M [2] bagian 7.9 mengatur perhitungan kuat tekan beton inti terkoreksi
dengan 1 (satu) buah faktor pengali yang bergantung dari rasio antara panjang dengan
diameter (L/D) benda uji, dimana faktor pengali ini berlaku untuk benda uji beton inti dengan
kondisi L/D ≤ 1.75. Nilai faktor pengali ini identik dengan faktor pengali yang diatur dalam SNI
03-6898-2002 [9] bagian 7.4.2, dimana di dalam SNI faktor pengali ini dilambangkan dengan
C1.
Selain faktor koreksi C1, di dalam SNI 03-6898-2002 [9] bagian 7.4 terdapat dua faktor koreksi
lainnya yang perlu dievaluasi yaitu C0 dan C2.
Faktor koreksi C0 yang diatur dalam SNI 03-6898-2002 [9] bagian 7.4.1 adalah faktor pengali
yang bergantung pada arah pengambilan benda uji beton inti yang terdiri dari arah
pengambilan horizontal untuk struktur kolom atau balok atau dinding geser dengan nilai C0=
1 dan arah pegambilan vertikal untuk struktur pelat dengan nilai C0= 0,92.
Faktor koreksi yang terakhir, faktor koreksi C2 yang diatur dalam SNI 03-6898-2002 [9] bagian
7.4.3 adalah faktor pengali akibat adanya tulangan besi di dalam benda uji beton inti dengan
arah tegak lurus dengan sumbu benda uji. Formula perhitungan koefisien pengali C2 disajikan
pada bagian 3.12 pada SNI 3403:1994. Pada SNI 03-2492-2002 [10] bagian 4.4 diatur bahwa
jumlah tulangan besi di dalam benda uji beton inti maksimal adalah 2 (dua) batang. Di dalam
ASTM C42/C42M [2] tidak memiliki faktor koreksi ini karena pada bagian 5.1.2 ASTM
C42/C42M [2] dinyatakan dengan jelas bahwa benda uji yang mengandung tulangan besi
sebaiknya tidak digunakan dalam pengujian kuat tekan, kuat tarik dan kuat lentur beton.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan jumlah faktor pengali dalam perhitungan kuat
tekan beton inti terkoreksi antara ASTM C42/C42M [2] dengan SNI 03-3403-1994 [8]. Standar
ASTM C42/C42M [2] memiliki 1 (satu) buah faktor koreksi sedangkan SNI 03-3403-1994 [8]
memiliki 3 (tiga) buah faktor koreksi. Sehingga hasil akhir perhitungan kuat tekan beton inti
terkoreksi dengan menggunakan Standar SNI cenderung akan lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan Standar ASTM.
Gambar 2. Tipkal grafik hubungan antara cepat rambat gelombang dengan kuat tekan beton (sumber ACI
228.1R-03 [13])
Tata cara pengambilan data cepat rambat dengan UPV Test diatur dalam ASTM C597
Standard Test Method for Pulse Velocity Through Concrete, sedangkan interpretasi hasil
pengukuran cepat rambat terhadap mutu beton diatur berdasarkan ACI 228.1R-03 In-Place
Methods to Estimate Concrete Strength, khususnya pasal 2.6 mengenai Ultrasonic Pulse
Velocity. Dalam pasal ini dikatakan bahwa hubungan antara kuat tekan dan cepat rambat
adalah nonlinear dan hubungan yang sesungguhnya antara kedua hal ini sangat tergantung
campuran beton itu sendiri. Berarti hubungan antara kuat tekan beton dan cepat rambat dari
masing-masing campuran beton kemungkinan tidak sama. Gambar 2 merupakan contoh yang
diberikan oleh ACI 228.1R-03 untuk korelasi antara kuat tekan beton dengan cepat rambat.
Korelasi ini diperoleh dengan cara melakukan pengukuran cepat rambat pada lokasi core drill
dan memplot hasil crushing test sebagai fungsi dari velocity atau cepat rambat hasil UPV Test.
Dari hasil plot ini kemudian dicari korelasinya dengan menggambarkan trendline-nya.
Ultrasonic Concrete Tomography (UCT) Test
Secara prinsip, UCT Test mirip dengan UPV Test, dimana sama-sama menggunakan prinsip
rambatan gelombang dalam media. Perbedaannya ialah, UPV Test menggunakan gelombang
longitudinal, sedangkan UCT Test menggunakan gelombang transversal atau gelombang
geser (shear wave). Selain itu, jika UPV Test menggunakan hanya 2 sensor, dimana 1 sensor
merupakan transducer dan sensor lainnya merupakan receiver, Alat UCT (Gambar 3)
mempunyai 48 sensor (Gambar 4), dimana ke-48 sensor ini merupakan transducer sekaligus
receiver. Adanya 48 sensor ini otomatis UCT Test memberikan hasil yang lebih representative
(Gambar 5), karena hasil UCT Test menggambarkan kondisi cepat rambat gelombang dalam
3 dimensi. Hasil cepat rambat gelombang yang diberikan oleh UCT Test merupakan rata-rata
dari hasil yang didapat dari array 4 x 12 sensornya.
Secara prinsip interpretasi mutu beton dari UCT Test ini sama dengan interpretasi UPV Test.
Untuk tiap-tiap kasus harus dibuat grafik korelasi antara cepat rambat gelombang geser dan
hasil kuat tekan beton inti. Grafik hasil korelasi ini kemudian dipakai untuk mengestimasi kuat
tekan bagian lainnya yang dilakukan UCT Test.
Adanya 48 sensor memungkinkan pengambilan data hanya dari satu sisi saja dgn jangkauan
yang dapat menembus hingga ketebalan beton maksimum 2 meter. Dengan demikian cepat
rambat yang didapat bukan merupakan hanya cepat rambat pada permukaan saja, tetapi
merupakan cepat rambat rata-rata untuk beton setebal dimensi elemen struktur pada lokasi
pengujian.
Pengamat dalam mengambil data, sering kali menyadari bahwa terdapat data yang memiliki
simpangan besar, sehingga data tersebut haruslah dihilangkan. Di dalam banyak kasus,
penyebab dari simpangan nilai tersebut, dapat diketahui penyebabnya berdasarkan bukti fisik
dari sampel data tersebut. Oleh karena itu perlu diperhatikan juga dalam proses eliminasi
data, metode statistik dapat digunakan untuk menjadi dasar pendukung pembuangan data
“outliers” terutama terhadap sampel data yang tidak dapat diidentifikasi penyebab kondisi
fisiknya.
Kriteria dasar yang digunakan merupakan hasil perhitungan dari nilai kritis dari sampel data
yang diambil kemudian dibandingkan dengan nilai kritis teori random sampling. Namun harus
juga memperhatikan tingkat kepercayaan yang berkisar antara 1% hingga 5%. Perlu
diperhatikan juga, dasar kriteria tersebut diambil dengan asumsi sebaran datanya berupa
distribusi normal.
Metode yang direkomendasikan diambil dari ASTM E 178 [14] akan dijelaskan sebagai
berikut. Data yang diragukan dimisalkan sebagai 𝑥 dimana 𝑛 adalah jumlah data yang
diambil dan Kriteria tes 𝑇 ialah :
𝑇 𝑥 𝑥̅ /𝑠 (8)
Dimana 𝑥̅ adalah nilai rata-rata dari data sebanyak 𝑛 dan 𝑠 adalah simpangan baku dari
populasi data yang diambil dengan perhitungan sebagai berikut:
∑ 𝑥 𝑥̅ ∑ 𝑥 𝑛 ∙ 𝑥̅ ∑ 𝑥 ∑ 𝑥 /𝑛 (9)
𝑠
𝑛 1 𝑛 1 𝑛 1
Prosedur diatas tersebut digunakan untuk nilai data yang diragukan merupakan batas atas,
jika nilai yang diragukan merupakan batas bawah maka kriteria tes 𝑇 𝑥 𝑥̅ /𝑠. Tingkat
kepercayaan yang digunakan bisa diambil dengan batas antara 1% hingga 5% dan
dibandingkan dengan tabel dari ASTM E 178 [14] [15]. Data yang diragukan haruslah
diurutkan terlebih dahulu nilainya 𝑥 𝑥 𝑥 ⋯ 𝑥 .
Tabel 6. One-sided T (nilai kritis) ketika standar deviasi dihitung dari data sampling yang sama
diambil dari ASTM E 178 [14] [15]
* untuk data sampling n lebih dari 25 dapat dilihat di ASTM E 178 [11]
fc' desain
No. Lokasi
(MPa)
1 Lantai 21 ~ 35 35
2 Lantai 8 ~ 20 40
3 Lantai B3 ~ 7 45
Tabel 8. Data crushing test dari 25 sampel coredrill
Tabel 9. Hasil pemeriksaan outliers dari 25 sampel berdasarkan mutu beton rencana
Untuk t-test hasil benda uji 45 MPa, data dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok balok
dan kolom/sw. Kelompok data balok yaitu : 26.03, 35.38, 29.15, 26.60, 42.79, sedangkan
kelompok kolom/sw yaitu : 43.00, 30.33, 36.37, 47.88, 38.31, 35.00, 38.91, 28.86, 35.89,
43.48, 21.54, 17.07. Selanjutnya dihitung mean, variance dan standard deviation dari kedua
kelompok data ini. Hasil perhitungan mean, variance dan standard deviation dapat dilihat pada
Tabel 10.
Selanjutnya dihitung nilai t, yang didapat dari persamaan (10), dimana nilai standard deviation
dari pooled sample, Sp yang digunakan dihitung dari persamaam (11).
Balok Kolom / SW
Mean 31.99 34.72
Variance 50.1929 81.0857
Stand. Dev. 7.0847 9.0048
n 5 12
|𝑥̅ 𝑥̅ |
𝑡
1 1 (10)
𝑆
𝑛 𝑛
𝑛 1 𝑠 𝑛 1 𝑠
𝑆 (11)
𝑛 𝑛 1
Dari hasil perhitungan t, didapat nilai t = 0.6661, dimana nilai t ini kemudian dibanding dengan
critical value, t1 – α/2, yang dapat dilihat pada
Tabel 11. Tabel ini adalah nilai untuk data dengan 15 derajat kebebasan (degree of freedom /
dof), yang umum terdapat pada buku-buku referensi statistik, seperti pada Larsen and Marx
[16]. Nilai derajat kebebasan, dof, dapat dihitung dari persamaan 12.
𝑑𝑜𝑓 𝑛 𝑛 2 (12)
Dari perbandingan nilai t = 0.6661 dengan Tabel 11 di atas, dapat dilihat bahwa t lebih kecil
dari critical value untuk significance level 99.9%. Ini berarti bahwa rata-rata kuat tekan antara
balok dan kolom/SW tidak memiliki perbedaan yang significant , sehingga data-data dari balok
dan kolom/SW dapat digabung untuk mutu fc’=45 MPa pada perhitungan selanjutnya.
Tabel 12. Perhitungan fc’ ekivalen untuk lantai B3 – Lt 7
Menarik untuk dicermati dari hasil rangkuman pada Tabel 15 di atas, khususnya untuk hasil uji
tekan lantai 8-20. Dari 3 hasil tes tekan beton inti, memenuhi syarat nilai rata-rata lebih besar
dari 85% fc’ dan nilai individunya tidak ada yang dibawah 75% fc’. Ini berarti secara aturan
berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 5.6.5.4, mutu beton lantai 8-20 memenuhi persyaratan
mutu fc’ = 40 MPa. Akan tetapi jika dihitung nilai fc’ ekivalennya jauh berada di bawah 40
MPa. Berdasarkan metode 1 hanya sebesar 22.15 MPa dan metode 2 sebesar 30.37 MPa.
Perlu diingat bahwa nilai fc’ ekivalen di atas hanya berdasarkan 3 nilai uji tekan beton inti,
sehingga mutu beton ekivalennya pun akan berada jauh di bawah 40 MPa. Penambahan
jumlah benda uji akan menghasilkan nilai fc’ ekivalen yang lebih tinggi, dengan catatan jika
nilai rata-rata nya dan nilai simpangannya relatif sama.
Pendapat lain yang menghitung mutu beton ekivalen berdasarkan nilai terendah antara nilai
rata-rata dibagi 0.85 (37.83 MPa : 0.85 = 44.51 MPa) dan nilai individu terkecil dibagi 0.75
(33.38 MPa : 0.75 = 44.51 MPa) akan menghasilkan mutu beton ekivalen sebesar 44.51 MPa.
Pendapat ini salah, karena secara statistik tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam evaluasi mutu beton bangunan eksisting, seringkali dijumpai kendala keterbatasan
jumlah benda uji beton inti yang dapat diambil, karena bangunan tetap beroperasi dan atau
berpenghuni. Pengambilan inti beton selain menimbulkan kebisingan, juga memerlukan air
yang akan mengotori area sekitar pengambilan benda uji. Untuk mengatasi hal ini Non
Destructive Test (NDT) dapat menjadi alternative untuk mengevaluasi mutu beton eksisting.
Dalam SNI 2847:2013 [1] maupun ACI 214.4R-10 [4] tidak disebutkan mengenai NDT, akan
tetapi dalam ACI 562-16 [18] pasal 6.4.3.2 dikatakan bahwa NDT dapat diijinkan untuk dipakai
mengevaluasi mutu beton eksisting jika dibuat suatu korelasi yang valid antara hasil kuat
tekan beton inti dengan hasil NDT. Penggunaan NDT saja untuk menentukan mutu beton
sebagai pengganti tes kuat tekan beton inti tidak diijinkan.
Berikut ditampilkan contoh hasil dari non desktruktif test yang menggunakan pembacaan UPV
dan UCT. Pengambilan UPV dilakukan pada lantai B3 - Lt. 7 di area parkir dikarenakan
kemudahan akses dan pengambilan data secara direct juga dimungkinkan. Sementara UCT
dilakukan pada lantai 8 hingga lantai 35 dikarenakan bangunan ini sudah dihuni dan tidak
diijinkan untuk mengakses ruangan-ruangan di dalamnya, maka assessment dilakukan hanya
pada corewall area tangga service sehingga pembacaan dilakukan menggunakan UCT.
Pada Gambar 6 diperlihatkan korelasi antara kecepatan rambat gelombang ultrasonik dari
hasil pembacaan UPV dengan mutu beton hasil crushing test. Berdasarkan grafik korelasi ini,
maka didapatkan mutu beton berdasarkan UPV test pada Tabel 16. Kemudian nilai fc ekivalen
dihitung menggunakan metode 1 dan metode 2 seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 17.
KORELASI CEPAT RAMBAT GELOMBANG UPV VS MUTU BETON
60
50
40
fc (Mpa)
30
R² = 0.535288281020
20
10
0
3200 3400 3600 3800 4000 4200 4400 4600
Velocity (m/s)
Tabel 16. Interpretasi mutu beton berdasarkan pembacaan UPV berdasarkan grafik pada
Gambar 6.
No Lokasi Kecepatan f'c (MPa) f'c desain
rata-rata (m/s) (MPa)
1 Lantai P7, AS 2H / 2-6 3889 34.5 45
2 Lantai P7, AS 2K / 2-7 3540 25.5 45
3 Lantai P7, AS 2P / 2-2 3837 33.0 45
4 Lantai P7, AS 2U / 2-14 3362 21.9 45
5 Lantai P7, AS 2Q / 2-17;2-18 3748 30.6 45
6 Lantai P7, AS 2K / 2-12 3926 35.7 45
7 Lantai P7, AS 2F / 2-17;2-18 3980 37.4 45
8 Lantai P6, AS 2N / 2-6 3713 29.7 45
9 Lantai P6, AS 2G / 2-2 3952 36.5 45
10 Lantai P6, AS 2K / 2-12 3455 23.7 45
11 Lantai P6, AS 2P / 2-17 3704 29.4 45
12 Lantai P6, AS 2U / 2-14 3872 34.0 45
13 Lantai P6, AS 2U / 2-9 3710 29.6 45
14 Lantai P6, AS 2Q / B4 3601 26.9 45
15 Lantai P6, AS BE / B4 3865 33.8 45
16 Lantai P5, AS BE / B4 3778 31.4 45
17 Lantai P5, AS 2P / 2-2 3908 35.1 45
18 Lantai P5, AS 2K / 2-7 3665 28.5 45
19 Lantai P5, AS 2U / 2-9 3595 26.8 45
20 Lantai P5, AS 2U / 2-14 3553 25.8 45
21 Lantai P5, AS 2K / 2-12 3471 24.1 45
22 Lantai P5, AS 2F / 2-17;2-18 3462 23.9 45
23 Lantai P5, AS 2B / 2-14 3593 26.7 45
24 Lantai P5, AS 2B / 2-5 3772 31.2 45
25 Lantai P5, AS 2H / 2-2 3886 34.5 45
No Lokasi Kecepatan f'c (MPa) f'c desain
rata-rata (m/s) (MPa)
26 Lantai P4, AS BE / B4 3961 36.8 45
27 Lantai P4, AS 2Q / B4 3961 36.8 45
28 Lantai P4, AS 2T / 2-1;2-2 3996 37.9 45
29 Lantai P4, AS 2U / 2-10 3234 19.6 45
30 Lantai P4, AS 2T / 2-17;2-18 3656 28.2 45
31 Lantai P4, AS 2Q / 2-17;2-18 3410 22.8 45
32 Lantai P4, AS 2L / 2-12 3194 18.9 45
33 Lantai P4, AS 2F / 2-17;2-18 3738 30.3 45
34 Lantai P4, AS 2B / 2-10 3597 26.8 45
35 Lantai P4, AS 2K / 2-7 3887 34.5 45
36 Lantai P3, AS 2T / 2-17;2-18 3260 20.0 45
37 Lantai P3, AS 2N / 2-13 3997 37.9 45
38 Lantai P3, AS 2P / 2-17 3242 19.7 45
39 Lantai P3, AS 2H / 2-13 3589 26.6 45
40 Lantai P3, AS 2B / 2-5 3462 23.9 45
41 Lantai P3, AS 2G / 2-2 3953 36.5 45
42 Lantai P3, AS 2H / 2-6 3822 32.6 45
43 Lantai P3, AS 2N / 2-6 3951 36.4 45
44 Lantai P3, AS BF / B4 3885 34.4 45
45 Lantai P2, AS 2Q / B4 3701 29.4 45
46 Lantai P2, AS BE / B4 4187 44.7 45
47 Lantai P2, AS 2B / 2-5 3891 34.6 45
48 Lantai P2, AS 2B / 2-10 3839 33.1 45
49 Lantai P2, AS 2G / 2-17 3586 26.6 45
50 Lantai P2, AS 2H / 2-13 3314 21.0 45
51 Lantai P2, AS 2U / 2-9 3462 23.9 45
52 Lantai P2, AS 2P / 2-2 3513 24.9 45
53 Lantai P1, AS BE / B4 3991 37.7 45
54 Lantai P1, AS 2Q / B4 3797 31.9 45
55 Lantai P1, AS 2C / 2-1 3576 26.3 45
56 Lantai P1, AS 2B / 2-5 3846 33.3 45
57 Lantai P1, AS 2B / 2-9 3613 27.2 45
58 Lantai P1, AS 2B / 2-14 3529 25.3 45
59 Lantai P1, AS 2G / 2-2 3810 32.3 45
60 Lantai P1, AS BF / B4 3999 38.0 45
61 Lantai P1, AS 2G / 2-17 3872 34.0 45
62 Lantai P1, AS 2P / 2-17 3403 22.7 45
63 Lantai B1, AS 2K / 2-7 3762 30.9 45
64 Lantai B1, AS 2C / B3 3836 33.0 45
65 Lantai B1, AS 2C / 2-1 3818 32.5 45
66 Lantai B1, AS 2C / 2-1 3829 32.8 45
67 Lantai B1, AS BC / 1-6 3707 29.5 45
68 Lantai B1, AS 2A / 1-7 3983 37.5 45
69 Lantai B1, AS BC / 1-1 3816 32.4 45
70 Lantai B1, AS 1C / 1-1 4018 38.6 45
71 Lantai B1, AS 1C / 1-1 3886 34.5 45
72 Lantai B1, AS BG / 1-1 3726 30.0 45
73 Lantai B2, AS 2H / 2-13 3822 32.6 45
74 Lantai B2, AS 2P / 2-17 3221 19.4 45
75 Lantai B2, AS 2N / 2-13 3389 22.4 45
76 Lantai B2, AS 2F / 2-17;2-18 3884 34.4 45
77 Lantai B2, AS BE / B3 3760 30.9 45
78 Lantai B2, AS 2C / 1-12 3945 36.3 45
79 Lantai B2, AS 2T / 1-10 3939 36.1 45
80 Lantai B2, AS BC / 1-6 3841 33.2 45
81 Lantai B2, AS 2T / 1-3 3920 35.5 45
82 Lantai B2, AS 1C / 1-1;1-2 3968 37.0 45
Tabel 17. Nilai fc’ ekivalen dari pembacaan UPV
fc fc
Hasil Rata‐Rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Hasil Rata‐ Nilai Nilai
fc' desain ekivalen ekivalen
No. Lokasi Crushing Test Crushing Test Crushing Test Rata UPV Maksimum Minimum
(MPa) metode 1 metode 2
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) UPV (MPa) UPV (MPa)
(MPa) (MPa)
1 Lantai B3 ~ 7 45 33.93 47.88 17.06 30.58 44.72 18.93 22.92 25.52
KORELASI AMIRA VS MUTU BETON
80
70
60
50
fc (Mpa)
40
30
20
10
0
R² = 0.510380518313
1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400
Velocity (m/s)
Tabel 18. Interpretasi mutu beton berdasarkan pembacaan UCT berdasarkan grafik pada
Gambar 7
fc fc
Hasil Rata‐Rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Hasil Rata‐ Nilai Nilai
fc' desain ekivalen ekivalen
No. Lokasi Crushing Test Crushing Test Crushing Test Rata UCT Maksimum Minimum
(MPa) metode 1 metode 2
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) UCT (MPa) UCT (MPa)
(MPa) (MPa)
1 Lantai B3 ~ 7 45 33.93 47.88 17.06 27.15 63.30 16.67 16.38 25.59
Pada Gambar 7 diperlihatkan korelasi antara kecepatan rambat gelombang ultrasonik dari
hasil pembacaan UCT dengan mutu beton hasil crushing test. Berdasarkan grafik korelasi ini,
maka didapatkan mutu beton berdasarkan UCT test pada
Tabel 18. Kemudian nilai fc ekivalen dihitung menggunakan metode 1 dan metode 2 seperti
yang dapat dilihat pada
Tabel 19.
Berdasarkan nilai fc’ ekivalen yang diperoleh dari pengujian UPV dan UCT memberikan hasil
fc’ ekivalen maksimum yang mendekati. Jadi bisa disimpulkan bahwa penyelidikan dengan
menggunakan UCT yang mampu dilakukan hanya pada satu sisi dari beton juga dapat
disandingkan dengan UPV. Kemudahan pemeriksaan dari satu sisi dengan UCT, memberikan
nilai tambahan bagi kemudahan assessment pada elemen struktur corewall atau bagian
struktur lain yang tidak bisa dilakukan oleh UPV secara direct.
Berdasarkan dari 3 penyelidikan yaitu hasil tes tekan, UPV dan UCT; hasil tes tekan tetap
memberikan hasil yang lebih dipercaya dikarenakan sudah tertuang dalam peraturan. Perlu
ada sampel beton inti yang cukup untuk memberikan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hasil UPV dan UCT dapat dipergunakan untuk menambah tingkat kepercayaan terhadap hasil
uji tekn beton inti, disamping itu penggunaan NDT dapat mengurangi kerusakan yang
ditimbulkan dari pengambilan sampel beton inti.
KESIMPULAN
Dari uraian tulisan yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan :
1. Secara aturan, assessment mutu beton eksisting harus dilakukan berdasarkan SNI
2847:2013 serta referensi pendukungnya yaitu ACI 214.4R-10 untuk penghitungan mutu
beton ekivalen, serta ASTM E178 untuk penentuan data outliers.
2. Terdapat 3 SNI yang masih berlaku mengenai uji tekan beton inti, yaitu SNI 03-3403-1994,
SNI 03-6898-2002 dan SNI 03-2492-2002, akan tetapi ketiga SNI ini tidak sejalan dengan
SNI 2847:2013, yang hanya mengacu kepada ASTM C42M.
3. Laboratorium pengujian yang melakukan pengambilan dan pengujian benda uji beton inti
sebaiknya dipilih yang sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) khusus
untuk bidang pengujian beton inti, sehingga terjamin keakurasian hasilnya dan dapat
dipertanggung jawabkan secara professional.
4. Jumlah benda uji beton inti sangat berpengaruh terhadap mutu beton ekivalen, terutama
jika deviasi data cukup besar. Jumlah data yang lebih banyak akan menghasilkan nilai
mutu beton ekivalen yang relatif lebih besar, sedangkan jumlah data yang lebih sedikit
akan menghasilkan mutu beton ekivalen yang relatif lebih kecil.
5. Secara aturan mutu beton ekivalen hanya dapat ditentukan berdasarkan hasil uji tekan
beton inti, sedangkan NDT dapat membatu memberikan gambaran yang lebih lengkap
mengenai sebaran data mutu beton pada struktur.
6. Penggunaan Ultrasonic Concrete Tomography (UCT) Test dapat digunakan dan
memberikan hasil yang lebih baik dibanding Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Test, terlebih
jika struktur hanya dapat diakses pada satu sisi saja.
REFERENSI
[1] Badan Standar Nasional, SNI 2847:2013 Persyaratan Beton Struktural untuk
Bangunan Gedung, BSN, 2013.
[2] ASTM, C42/C42M Standard Test Method for Obtaining and Testing Drilled Cores and
Sawed Beams of Concrete, ASTM, 2007, pp. 1-7.
[3] ACI Committee 318, ACI 318M-11: Building Code Requirements for Structural
Concrete (ACI 318M-11) An ACI Standard and Commentary Reported, ACI, 2011.
[4] ACI Committee 214, ACI 214.4R-10: Guide for Obtaining Cores and Interpreting
Compressive Strength Results, ACI, 2010.
[5] F. M. Bartlett and J. G. MacGregor, "Equivalent Specified Concrete Strength from Core
Test Data," Concrete International, vol. 17, no. 3, pp. 52-58, March 1995.
[6] F. M. Bartlett and J. G. Macgregor, "Effect of Core Diameter on Concrete Core
Strengths," Journal ACI Mater, vol. 91, no. 5, p. 460–470, September 1994.
[7] M. G. Natrella, Experimental Statistics : Handbook No. 9. Washington: National Bureau
of Standards, United States Government Printing Office, 1963.
[8] Badan Standar Nasional, SNI 03-3403-1994: Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti
Pemboran, BSN, 1994.
[9] Badan Standar Nasional, SNI 03-6898-2002: Tata Cara Pelaksanaan Pengambilan
dan Pengujian Kuat Tekan Beton Inti, BSN, 2002.
[10] Badan Standar Nasional, SNI 03-2492-2002: Metode Pengambilan dan Pengujian
Beton Inti, BSN, 2002.
[11] Komite Akreditasi Nasional, SNI ISO/IEC 17025:2017 Persyaratan Umum Kompetensi
Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, Komite Akreditasi Nasional, 2017.
[12] Komite Akreditasi Nasional, SNI ISO/IEC 17025:2008 Persyaratan Umum Kompetensi
Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, Komite Akreditasi Nasional, 2008.
[13] ACI Committee 228, ACI 228.1R-03 In-Place Methods to Estimate Concrete Strength,
ACI, 2003.
[14] ASTM, E178 Dealing With Outlying Observations, ASTM, 2016.
[15] F. E. Grubbs and G. Beck, "Extension of Sample Sizes and Percentage Points for
Significance Tests of Outlying Observations," Technometrics, vol. 14, no. 4, p. 847–
854, 1972.
[16] Larsen, R. J., and Marx, M. L., 2006, Introduction to Mathematical Statistics and Its
Applications, fourth edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ, 928 pp.
[17] ASCE 41-17, Seismic Evaluation and Retrofit of Existing Buildings, ASCE, 2017, pp
141-143
[18] ACI Committee 562, ACI 562-16, Code Requirements for Assessment, repair, and
Rehabilitation of Existing Concrete Structures and Commentary, ACI, 2016, pp 38-39