Anda di halaman 1dari 214

SI-5212

DINAMIKA STRUKTUR LANJUT

CATATAN KULIAH

Herlien D. Setio

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi

Kata Pengantar xvii

1 ANALISIS VIBRASI 1
1.1 Vibrasi 7
1.2 Sumber Vibrasi 9
1.3 Analisis Gelombang 9
1.4 Analisis Frekuensi 14
1.5 Mengukur Tingkat Vibrasi 15
1.6 Parameter Vibrasi: Percepatan, Kecepatan dan Perpindahan 17
1.7 Skala Logaritma dan Desibel 21

2 SISTEM DINAMIK 24
2.1 Massa 24
2.2 Pegas 24
2.3 Peredam 28
2.4 Model Matematik 30
2.5 Derajat Kebebasan 30
2.6 Persamaan Gerak 34
2.6.1 Model Matematik Massa-Pegas Satu Derajat Kebebasan 34
2.6.2 Model Matematik Massa-Pegas Banyak Derajat Kebebasan 36
2.6.3 Persamaan Lagrange (Joseph L. C. Lagrange (1736-1813)) 41

3 ANALISIS SISTEM DINAMIK DENGAN SATU DERAJAT


KEBEBASAN 46
3.1 Getaran Bebas 46
3.1.1 Getaran bebas tanpa redaman 46
3.1.2 Getaran bebas dengan redaman 47
3.1.3 Getaran paksa tanpa redaman 51
3.1.4 Getaran paksa dengan redaman 53
3.1.5 Respon akibat gerakan pondasi 60

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio i


3.1.6 Respon pada pondasi 64
3.2 Integrasi Numerik Runge-Kutta 66

4 ANALISIS SISTEM DINAMIK DENGAN DUA DAN BANYAK


DERAJAT KEBEBASAN 67
4.1 Getaran Bebas Tanpa Redaman 68
4.1.1 Kondisi ortogonal nilai eigen 70
4.1.2 Normalisasi mode 71
4.2 Getaran Bebas dengan Redaman Viskus 72
4.2.1 Kondisi ortogonal nilai eigen kompleks 74
4.3 Getaran Paksa 75
4.3.1 Metode Langsung 75
4.3.2 Metode Analisis Modal 78
4.4 Respon Terhadap Gerakan Tumpuan 84
4.5 Kondensasi Dinamik 87
4.6 Integrasi Numerik Runge-Kutta 90
4.7 Peredam Dinamik 91

5 ANALISIS DINAMIK SISTEM KONTINYU 94


5.1 Persamaan Gerak 94
5.1.1 Gerak longitudinal 94
5.1.2 Gerak lentur 95
5.1.3 Gerak torsi 97
5.2 Frekuensi Natural dan Mode 98
5.2.1 Gerak longitudinal 98
5.2.2 Gerak lentur 101
5.3 Analisis Modal 103
5.3.1 Gerak longitudinal 103
5.3.2 Gerak lentur 105

6 ANALISIS DINAMIK SISTEM NON-LINIER 108


6.1 Pemodelan Sistem Non-Linier 109
6.2 Persamaan Duffing 110
6.2.1 Fenomena Lompatan pada Persamaan Duffing 110
6.3 Persamaan Histeresis Bouc-Wen 115
6.4 Solusi Persamaan Dinamik Sistem Non-Linier 119
6.4.1 Metode Runge-Kutta 119
6.4.2 Metode Linierisasi Ekivalen 121

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio ii


6.4.3 Metode Mode Tunggal 122

7 MODEL MATEMATIK ELEMEN HINGGA 128


7.1 Energi Regangan dan Energi Deformasi 129
7.2 Kekakuan Struktur 131
7.2.1 Portal bidang 2D 131
7.2.2 Portal Ruang 3D 136
7.3 Massa Struktur 138
7.3.1 Portal bidang 2D 138
7.3.2 Portal ruang 3D 140
7.4 Redaman Struktur 140
7.5 Koordinat Global 142

8 KONTROL PASIF VIBRASI 147


8.1 Isolator Dasar 148
8.1.1 Pegas Spiral 148
8.1.2 Bantalan Karet 148
8.2 Dasar Teori Sistem Isolasi Getaran 151
8.3 Pemodelan Isolasi dasar 152
8.4 Pengujian 153
8.4.1 Model matematik elemen hingga 156
8.4.2 Identifikasi struktur berdasarkan pengujian eksperimental 157
8.4.3 Hasil Studi dan Pembahasan 161

9 KONTROL AKTIF VIBRASI 165


9.1 Pendahuluan 165
9.2 Strategi Kontrol 166
9.3 Persamaan Keadaan 173
9.4 Algoritma Kontrol 174
9.4.1 Metode Kontrol Optimal 174
9.4.2 Metode Pole Placement 177
9.4.3 Stabilitas pada Sistem Dinamik 179
9.5 Jaringan Saraf Tiruan 180
9.5.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan 180
9.5.2 Latihan jaringan saraf tiruan 181
9.5.3 Kontrol Jaringan Saraf Tiruan 182
9.6 Pengujian 182
9.6.1 Kontrol Struktur dengan Kekakuan Aktif 183

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio iii


9.6.2 Kontrol Struktur dengan Massa Aktif 188

DAFTAR ACUAN 193

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio iv


DAFTAR TABEL

Tabel 1-1 Hubungan nilai Nol-ke-puncak, RMS, dan Rata-rata 17


Tabel 1-2 Jenis Pengukuran, unit dan amplitudo 19

Tabel 6-1 Perilaku konstanta dari persamaan histeresis Bouc-Wen ( > 0) 116
Tabel 6-2 Perilaku konstanta dari persamaan histeresis Bouc-Wen (< 0) 118

Tabel 8-1 Properti bantalan karet 156


Tabel 8-2 Frekuensi natural dan mode getar struktur tanpa isolator dasar
diperoleh berdasarkan model matematik elemen hingga dan model
eksperimental 158
Tabel 8-3 Frekuensi natural dan mode getar dengan isolator dasar 159
Tabel 8-4 Mode-mode getar struktur portal tanpa isolator dasar dan dengan
isolator dasar 160
Tabel 8-5 Perbandingan reduksi respon simpangan struktur tanpa dan dengan
isolator akibat eksitasi percepatan dasar gempa El Centro N-S 161

Tabel 9-1 Matriks massa, kekakuan dan redaman hasil identifikasi pengujian
vibrasi dengan kontrol kekakuan aktif 185
Tabel 9-2 Matriks massa, kekakuan dan redaman hasil identifikasi pengujian
vibrasi struktur dengan kontrol massa aktif 190

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio v


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 Bagan alir pekerjaan analisis vibrasi untuk keperluan desain,
operasi, dan perawatan 5
Gambar 1-2 Bagan alir hubungan antara pembuatan model numerik dengan
model eksperimental 6
Gambar 1-3 Pengukuran vibrasi untuk keperluan perawatan: 7
Gambar 1-4 Kurva vibrasi domain waktu dan frekuensi: 8
Gambar 1-5 Gerak harmonik sinusoidal 10
Gambar 1-6 Hubungan gerak harmonik perpindahan y(t), kecepatan v(t), dan
percepatan a(t), untuk  > 1 11
Gambar 1-7 Gelombang harmonik dalam domain waktu; 13
Gambar 1-8 Gelombang periodik dalam domain frekuensi. 13
Gambar 1-9 Diagram Bode 14
Gambar 1-10 Gelombang vibrasi pada grafik domain waktu: a. gelombang
sinusoidal; b. gelombang acak 16
Gambar 1-11 Hubungan antara gelombang percepatan, kecepatan dan
perpindahan dalam domain waktu 20
Gambar 1-12 Gelombang vibrasi pada grafik domain frekuensi: 21
Gambar 1-13 Gelombang vibrasi pada grafik domain frekuensi dengan
amplitudo dalam skala desibel dan frekuensi dalam skala linier 22

Gambar 2-1 a. Pegas-pegas yang dihubungkan secara paralel; 25


Gambar 2-2 a. Pegas-pegas yang dihubungkan secara seri; 26
Gambar 2-3 Rotor kantilever merupakan sistem dengan satu derajat kebebasan
arah rotasi 31
Gambar 2-4 Sistem dengan satu derajat kebebasan arah translasi horizontal: 32
Gambar 2-5 Sistem dengan satu derajat kebebasan arah translasi vertikal: 33
Gambar 2-6 Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan satu derajat
kebebasan 35
Gambar 2-7 a. Struktur bangunan tiga lantai; 37
Gambar 2-8 a. Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan tiga derajat
kebebasan; 38
Gambar 2-9 a. Struktur bangunan n lantai; 39
Gambar 2-10 a. Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan n derajat
kebebasan; b. Diagram benda bebas dari model massa-pegas a. 40

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio vi


Gambar 2-11 Model massa-pegas dengan tiga derajat kebebasan 43

Gambar 3-1 Model massa-pegas dengan satu derajat kebebasan 46


Gambar 3-2 Amplitudo respon perpindahan model massa-pegas 1 DOF fungsi
frekuensi eksitasi Ω: a. Amplitudo A; b. Amplitudo absolut |A| 52
Gambar 3-3 Amplitudo respon perpindahan dari model massa-pegas 1 DOF: 55
Gambar 3-4 Amplitudo respon perpindahan Rd dan sudut fasa d dari model
massa-pegas 1 DOF 55
Gambar 3-5 Hubungan antara respon perpindahan Rd, kecepatan Rv , dan
percepatan Ra, dan sudut fasa perpindahan d , kecepatan v , dan
percepatan a dalam domain frekuensi dari model massa-pegas 1
DOF 56
Gambar 3-6 Amplitudo respon perpindahan struktur R dan sudut fasa  fungsi
perbandingan frekuensi r 59
Gambar 3-7 Sistem dinamik yang mengalami gerakan pada tumpuannya 60
Gambar 3-8 Transmisibiliti Tr fungsi perbandingan frekuensi r 62

Gambar 4-1 Model massa-pegas dengan dua derajat kebebasan 67


Gambar 4-2 Amplitudo respon perpindahan massa 1 dari model massa-pegas 2
DOF: a. Komponen kosinus A ; b. Komponen sinus B 77
Gambar 4-3 Amplitudo respon perpindahan Rd1 dan sudut fasa d1 massa 1
dari model massa-pegas 2 DOF dalam bentuk diagram Bode 77
Gambar 4-4 Hubungan antara respon perpindahan, kecepatan, dan percepatan
dalam domain frekuensi 78
Gambar 4-5 Perpindahan struktur merupakan jumlah dari perpindahan masing-
masing modenya 78
Gambar 4-6 Model portal dengan beban gempa x g t  84
Gambar 4-7 Model massa-pegas tiga derajat kebebasan dengan beban gempa
x g t  yang bekerja pada tumpuannya 84
Gambar 4-8 Model massa-pegas dengan satu derajat kebebasan dengan
tambahan peredam dinamik. 92

Gambar 5-1 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx 94


Gambar 5-2 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx 95
Gambar 5-3 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx 97

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio vii


Gambar 6-1 Model non-linier dari sistem dengan n derajat kebebasan. 109
Gambar 6-2 a. Solusi dari Persamaan; b. Kurva |U| vs  / n . 113
Gambar 6-3 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing tanpa
redaman (tipe pegas keras). 114
Gambar 6-4 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing tanpa
redaman (tipe pegas lunak) 114
Gambar 6-5 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing dengan
redaman (tipe pegas keras) 115
Gambar 6-6 Grafik kualitatif z terhadap u untuk persamaan Bouc-Wen tipe
lunak. 116
Gambar 6-7 Grafik kualitatif z terhadap u untuk persamaan Bouc-Wen tipe
keras 118
Gambar 6-8 Grafik tipikal amplitudo-respon perpindahan di-i terhadap
frekuensi gaya harmonik untuk suatu amplitudo gaya harmonik P. 127

Gambar 7-1 Pembuatan model matematik elemen hingga dari model fisik
struktur; 129
Gambar 7-2 Balok dengan gerak longitudinal 131
Gambar 7-3 Balok dengan gerak lentur 133
Gambar 7-4 Balok portal bidang 2D 135
Gambar 7-5 Batang portal ruang 3D 136
Gambar 7-6 Sistem koordinat, (a) mengacu pada sistem koordinat lokal, (b)
mengacu pada sistem koordinal global. 142
Gambar 7-7 Komponen vektor dalam koordinat lokal dan global 145
Gambar 7-8 Perakitan kekakuan elemen 146

Gambar 8-1 Pegas spiral: a. beban pada arah aksial, b. beban pada arah
lateral. 148
Gambar 8-2 Beberapa jenis fungsi isolator karet terhadap gaya luar: 149
Gambar 8-3 Deformasi struktur bangunan yang mengalami eksitasi beban
gempa: a. struktur konvensional, b. struktur dengan isolasi dasar. 150
Gambar 8-4 Struktur dengan isolator dasar 151
Gambar 8-5 Model struktur portal: a. Model fisik, b. Dimensi struktur portal
baja. 154
Gambar 8-6 Isolator dasar bantalan karet 155
Gambar 8-7 Model matematik struktur portal tanpa isolator dasar: a. model
matematik elemen hingga, b. model matematik massa-pegas
ekivalen 157

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio viii


Gambar 8-8 Model matematik struktur portal dengan isolator dasar: a. model
matematik elemen hingga, b. model matematik massa-pegas
ekivalen 159
Gambar 8-9 Skema studi eksperimental dengan menggunakan meja getar 160
Gambar 8-10 Percepatan dasar horisontal gempa El Centro N-S. 161
Gambar 8-11 Respon simpangan struktur dengan isolator-1 akibat percepatan
dasar gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3 162
Gambar 8-12 Respon simpangan struktur dengan isolator-2 akibat percepatan
dasar gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3 163
Gambar 8-13 Respon simpangan struktur dengan isolator-3 akibat percepatan
dasar gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3 164

Gambar 9-1 Klasifikasi dari kontrol vibrasi 167


Gambar 9-2 Sistem kontrol aktif struktur; a. Model fisik; b. Model matematik
massa-pegas 171
Gambar 9-3 Klasifikasi kontrol pada struktur 172
Gambar 9-4 Diagram skematik kontrol aktif pada struktur 173
Gambar 9-5 Skema Jaringan Saraf Tiruan 180
Gambar 9-6 Model struktur dengan kontrol kekakuan aktif (a) Model fisik, (b)
Model massa-pegas 183
Gambar 9-7 Model struktur bangunan dua tingkat dengan kekakuan aktif
dipasang pada meja getar. (a) Tampak samping, (b) Tampak atas 184
Gambar 9-8 Percepatan dasar acak 185
Gambar 9-9 Respon percepatan massa 1 akibat eksitasi percepatan dasar acak
dengan kontrol kekakuan aktif 186
Gambar 9-10 Respon percepatan massa 2 akibat eksitasi percepatan dasar acak
dengan kontrol kekakuan aktif 186
Gambar 9-11 Gaya kontrol struktur akibat eksitasi percepatan dasar acak
dengan kontrol kekakuan aktif 186
Gambar 9-12 Catatan percepatan dasar gempa El Centro N-S 187
Gambar 9-13 Respon percepatan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El
Centro N-S dengan kontrol kekakuan aktif 187
Gambar 9-14 Respon percepatan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El
Centro N-S dengan kontrol kekakuan aktif 188
Gambar 9-15 Gaya kontrol akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S
dengan kontrol kekakuan aktif 188
Gambar 9-16 Model struktur dengan kontrol massa aktif. (a) Model fisik, (b)
Model massa-pegas 189

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio ix


Gambar 9-17 Skema pengujian model struktur bangunan dua tingkat dengan
kontrol massa aktif 189
Gambar 9-18 Respon percepatan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El-
Centro N-S dengan kontrol massa aktif 190
Gambar 9-19 Respon percepatan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El-
Centro N-S dengan kontrol massa aktif 191
Gambar 9-20 Respon perpindahan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El-
Centro N-S dengan kontrol massa aktif 191
Gambar 9-21 Respon perpindahan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El-
Centro N-S dengan kontrol massa aktif 191
Gambar 9-22 Gaya kontrol akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S
dengan kontrol massa aktif 191

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio x


Daftar Lambang

Lambang dalam huruf Latin

a Percepatan (m/s2)
c Redaman, konstanta redaman (N/m/s)
cc Redaman kritis
d Perpindahan (m)
f Gaya luar, f(t)
f Frekuensi (Hz)
g Percepatan gravitasi (m/s2)
i Komponen imajiner
im Komponen imaginer
k Kekakuan, konstanta pegas (N/m)
ki Kekakuan modal mode ke i
m Massa (kg)
mi Massa modal mode ke i
m Massa per satuan panjang
q Koordinat umum
re Komponen riil
t Waktu (detik, s)
v Kecepatan
x Simpangan dalam arah x

x Kecepatan dalam arah x

x Percepatan dalam arah x

xg Percepatan dasar (g, m/s2)

A Luas penampang (m2)


A Amplitudo gaya (N)
E Modulus elastisitas, modulus Young (N/m2)
F Amplitudo gaya (N)
Fc Amplitudo gaya kosinus (N)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xi


Fs Amplitudo gaya sinus (N)
G Modulus geser (N/m2)
I Momen inersia (m2)
J Indek performa
T Periode, Energi kinetic (Nm)
U Energi potensial(Nm)
X Amplitudo simpangan (m)
W Kerja (Nm)
W ji Bobot yang berada di antara neuron ke-j pada suatu lapisan dengan neuron ke-i pada
lapisan sebelumnya

Lambang dalam huruf Yunani

 Faktor kesalahan
 Perbandingan redaman
 Pertambahan
 Sudut fasa, sudut rotasi (rad)
 Rasio poison
 Sudut fasa, sudut rotasi
 Nilai eigen berhubungan dengan 2
 Frekuensi angular (rad/s)
n Frekuensi natural (rad/s)

d Frekuensi natural teredam (rad/s)

 Frekuensi eksitasi (rad/s)


 Mode normal
 Matriks mode normal, matriks modal
 Vektor eigen sistem struktur

Lambang untuk matrik

f Vektor gaya eksitasi luar


k Matriks kekakuan modal
m Matriks massa modal

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xii


x Vektor simpangan fungsi waktu t

x Vektor kecepatan fungsi waktu t
x
 Vektor percepatan fungsi waktu t
u Vektor gaya kontrol
v Vektor perpindahan tendon
y Vektor simpangan strukur dalam koordinat modal

y Vektor kecepatan strukur dalam koordinat modal

y Vektor percepatan strukur dalam koordinat modal
z Vektor keadaan
A Matriks ruang keadaan
B Matriks lokasi gaya kontrol pada persamaan ruang keadaan
C Matriks redaman
D Sistem matrik, M-1K
D Matriks lokasi gaya kontrol pada persamaan dinamik
E Matriks lokasi gaya eksitasi luar struktur pada persamaan dinamik
F Vektor amplitudo gaya luar
G Matriks faktor pengali kontrol
H Matriks lokasi gaya kontrol pada persamaan dinamik
I Matriks identitas
K Matriks kekakuan
K Matriks kekakuan koreksi hasil pengujian vibrasi
M Matriks massa
M Matriks massa koreksi hasil pengujian vibrasi
P Matriks Riccati
Q Matriks bobot reduksi respon
R Matriks bobot gaya kontrol
U Vektor gaya kontrol
X Vektor amplitudo simpangan

X Vektor amplitudo kecepatan

X Vektor amplitudo percepatan
Z Vektor keadaan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xiii


W Matriks lokasi gaya eksitasi luar struktur pada persamaan ruang keadaan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xiv


Daftar Istilah

Indonesia - Inggris

Pegas kubik Cubic spring


Pegas keras Hardening spring
Pegas lunak Softening spring
Frekuensi natural Natural frequency
Penghubung Liaison
Perbatasan Interface
Redaman Damping
Massa Mass
Kekakuan Stiffness
Gaya Force
Mode pelengkap statik Attachment modes
Derajat kebebasan Degree of freedom
Mode perpindahan statik Constraint mode
Perbatasan Perbatasan
Benda kaku Rigid-Body
Perbatasan bebas Free-interface
Perbatasan jepit Fixed-interface
Elemen hingga Finite element
Modal Modal
Mode Mode
Simpul Node
Nilai eigen Eigen value
Dalam Internal
Koordinat umum Generalized coordinate
Gaya umum Generalized force
Dalam Intern

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xv


Inggris - Indonesia

Natural frequency Frekuensi natural


Attachment modes Mode pelengkap statik
Constraint mode Mode perpindahan statik
Degree of freedom Derajat kebebasan
Rigid-Body Benda kaku
Free-interface Perbatasan bebas
Fixed-interface Perbatasan jepit
Finite element Elemen hingga
Eigen value Nilai eigen
Intern Dalam
Generalized coordinate Koordinat umum
Generalized force Gaya umum
Modal Modal
Mode Mode
Node Simpul
Damping Redaman
Mass Massa
Stiffness Kekakuan
Force Gaya
Liaison Penghubung
Interface Perbatasan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xvi


KATA PENGANTAR

Dinamika struktur merupakan bagian dan rangkaian dari ilmu mekanika dan vibrasi yang
merupakan bagian penting dari analisis struktur yang mempelajari perilaku struktur
terhadap beban-beban dinamik. Dinamika struktur berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dasar yaitu matematika dan fisika dan telah berkembang
dengan sangat cepat pada awal abad ke-20 sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang numerik, instrumentasi, komputer, dan
informatika. Berkat kemajuan tersebut manusia telah mampu melakukan analisis dinamik
struktur bangunan teknik sipil yang rumit dengan ketepatan yang tinggi untuk
menghasilkan gedung-gedung bertingkat tinggi pencakar langit dan jembatan-jembatan
dengan bentang panjang untuk keperluan infrastruktur kota.

Indonesia adalah negara yang berada dalam daerah rawan gempa dengan intensitas gempa
yang tinggi sehingga perencanaan dan pembangunan infrastruktur tahan gempa merupakan
suatu keharusan. Dengan pertumbuhan ekonomi, keterbatasan lahan, kemajuan teknologi,
dan penemuan material-material baru yang semakin lama semakin ringan dan kuat, maka
dapat dibangun struktur bangunan yang tinggi dan panjang. Hal ini mengakibatkan struktur
bangunan menjadi lebih rumit dan fleksibel sehingga menimbulkan masalah vibrasi yang
dapat menyebabkan terjadinya kegagalan struktur.

Struktur bangunan harus dirancang tahan terhadap perubahan beban-beban dinamik


terutama yang diakibatkan oleh perubahan alam seperti angin, gelombang laut atau gempa
sepanjang umur pelayanan yang direncanakan. Indonesia merupakan daerah rawan gempa
yang dilalui oleh tiga jalur gempa dunia, dimana setiap tahunnya rata-rata terjadi ratusan
gempa dengan besaran lebih besar dari lima skala Richter. Dengan demikian, setiap
bangunan di Indonesia harus direncanakan tahan terhadap beban gempa dan beban-beban
luar dinamik lainnya.

Perlindungan struktur bangunan sipil termasuk isi dan penghuninya merupakan prioritas
utama diantara banyak masalah infrastruktur lainnya dewasa ini. Perlindungan ini mulai
dari keandalan dan kenyamanan operasional sampai kepada kemampuan struktur untuk
tetap bisa bertahan terhadap beban-beban yang diterimanya. Selain itu terdapat juga
struktur bangunan yang sangat sensitif terhadap beban-beban dinamik, seperti ruang
kontrol, ruang pengukuran, bangunan radar, ruang gawat darurat rumah sakit, dan
laboratorium khusus. Gangguan vibrasi pada bangunan tersebut dapat mengakibatkan
gerakan struktur yang tidak dapat ditoleransi yang akan mengakibatkan tidak berfungsinya
peralatan di dalamnya.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xvii


Selama ini struktur bangunan sipil, jembatan, dan bangunan infrastruktur lainnya dibangun
dan dirancang sebagai struktur pasif yang hanya mengandalkan massa dan kekakuannya
untuk menahan beban luar dinamik dan beban statik yang diakibatkan oleh beratnya
sendiri. Karena itu, seringkali keamanan dan keandalan struktur dihubungkan langsung
dengan kekakuan dan kemasifan struktur bangunan tersebut. Rancangan konvensional
yang konservatif akan menghasilkan struktur yang kaku, yang mengakibatkan harga
struktur bangunan menjadi mahal. Selain itu mengandalkan kekakuan dan kemasifan
struktur bangunan saja tidak cukup menjamin bahwa respon struktur yang terjadi akibat
beban-beban dinamik dapat memberikan kenyamanan dan keamanan penggunanya.
Kehancuran infrastruktur yang dahsyat akibat gempa yang terjadi di berbagai tempat di
dunia telah menunjukkan bahwa mencegah bencana ini dengan metode perancangan
struktur yang baru adalah penting dan mendesak.

Penggunaan ilmu dinamika struktur pada bidang teknik sipil telah berkembang seiring
dengan kebutuhan infrastruktur yang besar dan rumit sehingga lebih sensitif terhadap
beban lingkungan seperti gempa, angin, gelombang air laut, dan lain-lainnya. Merancang
struktur bangunan yang mampu beradaptasi terhadap beban-beban lingkungan alam
dinamik untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan bangunan secara keseluruhan
dengan menggunakan analisa dinamika struktur merupakan suatu keharusan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi material bangunan pada permulaan abad
ke-20 hingga sekarang telah menghasilkan penemuan-penemuan material baru yang
semakin lama semakin ringan dan kuat yang memungkinkan manusia membangun struktur
bangunan sipil yang tinggi, panjang, dan ringan. Hal ini telah menimbulkan masalah
dinamika struktur yang serius yang dapat membahayakan dan mengakibatkan kegagalan
struktur bangunan yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada struktur bangunan lama yang
kaku dan masif. Kebutuhan manusia dewasa ini terhadap bangunan yang semakin lama
semakin tinggi dan panjang, mengakibatkan struktur bangunan semakin lama semakin
ringan dan tidak kaku lagi, sehingga struktur bangunan konvensional semakin sukar untuk
dipertahankan lagi, baik dari segi teknologi maupun ekonomi.

Solusi lainnya adalah dengan mengubah perilaku struktur sehingga struktur tersebut dapat
mereduksi gerakan dan tegangan yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan
sistem kontrol pada struktur. Untuk membangun sistem kontrol dinamik pada struktur sipil,
perlu diperhatikan hal-hal yang unik pada struktur tersebut seperti: kompleksitas,
ketidaktentuan baik dari segi struktur maupun bebannya, dan ukuran yang besar.

Dalam hal ini, respon struktur yang berupa perpindahan, kecepatan, dan percepatan yang
terjadi akibat beban luar dinamik dapat dikendalikan dengan menggunakan suatu sistem
kontrol baik yang yang bekerja secara pasif maupun secara aktif dan mampu beradaptasi
terhadap gangguan luar yang bekerja pada struktur tersebut, sehingga karakteristik dan
perilaku dinamik dari konstruksi bangunan dapat diperbaiki dan ditingkatkan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xviii


Struktur sipil pada umumnya memiliki karakteristik redaman kecil yang mungkin tidak
selalu cukup untuk membantu mengurangi getaran akibat pergerakan tanah yang kuat dan
beban dinamik lainnya. Kenyataan ini memacu upaya-upaya untuk meningkatkan
teknologi sistem kontrol aktif dan kontrol pasif untuk mendisipasi energi yang masuk
kedalam struktur baik dibawah kondisi beban layan maupun beban lingkungan dan untuk
menyediakan lebih banyak pertahanan bagi struktur untuk menemukan jalan keluar akibat
eksitasi dinamik tersebut.

Sistem kontrol aktif mampu mengurangi respon struktur yang berlebihan yang diakibatkan
oleh beban-beban luar dinamik seperti angin, gelombang laut atau gempa dan struktur
selalu berusaha berada pada keadaan seimbang sehingga dapat mencapai tingkat
keamanan, kenyamanan, dan keandalan dari struktur sesuai dengan yang disyaratkan oleh
peraturan-peraturan yang berlaku.

Catatan kuliah ini terdiri dari sembilan bab. Pada Bab 1 akan dibahas mengenai masalah
yang berhubungan dengan vibrasi yang merupakan dasar dari ilmu dinamika struktur. Pada
Bab 2 dibahas mengenai sistem dinamik yang akan membahas masalah pembuatan model
matematik dari sistem fisik. Pada Bab 3, 4 dan 5 akan dibahas mengenai karakteristik dan
respon dinamik dari sistem dinamik satu, banyak derajat kebebasan, dan sistem dinamik
kontinyu. Sistem dinamik non-linier dibahas pada Bab 6. Pada Bab 7 dibahas mengenai
pemodelan matematik sistem dinamik berhingga dengan menggunakan metode elemen
hingga. Pada Bab 8 dan 9 akan dibahas mengenai kontrol vibrasi struktur baik untuk sistem
pasif maupun aktif.

Catatan kuliah ini merupakan kumpulan dari catatan-catatan selama penulis memberikan
kuliah dalam mata kuliah dinamika struktur di jurusan Teknik Sipil ITB, penelitian-
penelitian dalam ilmu terkait, perancangan dan perbaikan dinamika struktur bangunan
industri sebagai bagian dari pekerjaan profesional penulis sejak tahun 1981 baik yang
dilakukan di Indonesia maupun di Perancis selama periode 1985-1990.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi atas penulisan
catatan kuliah ini.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio xix


1
ANALISIS VIBRASI

Sejak manusia mulai membuat gedung-gedung bertingkat tinggi sebagai bagian dari
infrasruktur kota-kota besar, dan terutama sejak jembatan bentang panjang diciptakan dan
digunakan sebagai prasarana transportasi, masalah dinamika struktur dan pengurangan
tingkat vibrasi telah menjadi masalah utama para insinyur teknik sipil.

Karena masalah dinamika struktur, isolasi vibrasi, dan teknik pengurangan tingkat vibrasi
telah menjadi bagian integral dari desain struktur bangunan, maka ilmu dinamika struktur
baik analisis mekanika dan teknik pengukuran eksperimental telah berkembang dengan
pesat untuk mendapatkan struktur bangunan yang tinggi, panjang, ekonomis, aman, dan
nyaman pada satu abad terakhir. Sebelumnya, kebutuhan ini sebagian besar telah terpenuhi
untuk struktur bangunan-bangunan yang tidak terlalu tinggi dan pendek dengan
menggunakan struktur bangunan yang kaku dan masif.

Selama waktu 50 tahun terakhir teknologi baru analisis dinamika struktur dan pengukuran
vibrasi telah dikembangkan yang sesuai untuk keperluan struktur bangunan modern,
khususnya untuk struktur bangunan yang tinggi, panjang, dan ringan. Kemajuan ilmu
dinamika struktur yang sangat pesat tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang komputer, analisis numerik, dan instrumentasi. Penggunaan sensor
seperti akselerometer piezoelektrik untuk mengubah gerakan mekanik vibrasi menjadi
gelombang listrik, memungkinkan proses pengukuran dan analisis vibrasi yang akurat
dapat dilakukan dengan menggunakan komputer.

Gerak vibrasi merupakan salah satu jenis perilaku dinamik dari sistem fisik dimana sistem
berosilasi pada posisi kesetimbangannya yang terjadi karena adanya gaya-gaya yang
bekerja pada sistem tersebut. Gerak vibrasi adalah bagian penting dari analisis dinamik
struktur yang merupakan bagian dari ilmu mekanika yang mengacu pada hukum Newton.

Dalam sistem mekanik, vibrasi terjadi karena adanya gaya-gaya luar dinamik yang bekerja
mengeksitasi struktur. Analisis dinamik dilakukan untuk dua tujuan utama, yaitu untuk
keperluan:

1. Perhitungan atau biasa juga disebut dengan istilah teori dilakukan dengan simulasi
numerik untuk melihat karakteristik dan respon dinamik suatu struktur untuk keperluan
desain atau evaluasi dan penilaian suatu desain atau struktur eksisting

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 1


2. Pengujian yang biasa disebut dengan istilah eksperimental dilakukan dengan membuat
serangkaian pengujian dan pengukuran vibrasi struktur untuk:

a. Mengetahui respon dan karakteristik dinamik suatu benda untuk keperluan validasi
parameter dinamik hasil perhitungan yang dilakukan dalam proses desain, seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 1-1.

b. Monitoring kesehatan suatu struktur bangunan dengan mengukur tingkat vibrasi


struktur tersebut dalam keadaan operasi di dalam lingkungan operasinya.

Secara umum penggunaan analisis vibrasi yang dilakukan berdasarkan hasil perhitungan
dan pengujian dapat dilihat pada Gambar 1-2.

Tujuan dari pengujian dinamik adalah untuk memberikan semua kemungkinan yang ada
untuk dapat melihat dan memperkirakan perilaku sistem struktur dalam semua situasi di
mana ia mungkin berada. Pengukuran jenis pertama dilakukan dengan cara mengeksitasi
struktur dengan gaya-gaya luar yang telah diketahui baik besaran maupun sifat-sifatnya
sehingga perilaku dan sifat-sifat dinamik dari suatu struktur dapat diperoleh. Dalam hal ini
cukup dengan mengenal respon sistem dengan memberikan input pada tempat tertentu
untuk kemudian dapat memperkirakan respon dari sistem tersebut dengan segala
kemungkinan inputnya. Kemudian parameter dinamik yang diperoleh dari hasil
pengukuran dan analisis dinamik dapat digunakan pada proses desain selanjutnya. Jenis
pengukuran ini banyak dilakukan pada proses desain dari suatu struktur penting.

Pada percobaan jenis ini diperlukan alat ukur yang mempunyai jumlah kanal minimum dua
buah, yaitu satu untuk mengukur respon dan satu lagi untuk mengukur input.

Jenis pengukuran vibrasi yang kedua dilakukan untuk keperluan monitoring kesehatan
suatu struktur bangunan dengan mengukur tingkat vibrasi struktur tersebut dalam keadaan
operasi pada lingkungan operasinya.

Kemajuan pesat saat ini dalam hal teknologi informasi, komputer, instrumentasi
pengukuran, dan sensor telah meningkatkan kemampuan untuk mengekstrak dan
menganalisis informasi dari data pengukuran vibrasi untuk keperluan diagnostik dalam
perawatan benda-benda bergetar.

Monitoring kondisi adalah penggunaan teknologi maju untuk melihat dan menentukan
kondisi mesin untuk tujuan memprediksi potensi kegagalan. Monitoring kondisi biasanya
digunakan sebagai bagian dari perawatan prediktif yang merupakan perawatan berbasis
kondisi. Monitoring vibrasi dapat dengan mudah digunakan pada berbagai macam
peralatan industri bersama-sama dengan pengamatan parameter lainnya. Dengan
monitoring peralatan yang ada maka dapat direncanakan perbaikan dan perawatan
sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 2


Jenis pengukuran kedua dilakukan untuk keperluan perawatan yang pada awalnya banyak
dilakukan pada domain waktu untuk mengukur tingkat vibrasi dari suatu mesin dalam
keadaan operasi normal: seperti, pengukuran tingkat vibrasi dari rumah bantalan dari
sebuah mesin pada saat ia bekerja atau pengukuran tingkat vibrasi dari suatu struktur
kendaraan ketika kendaraan itu sedang beroperasi. Dalam keadaan ini mesin atau struktur
atau bagian-bagian dari suatu struktur mendapatkan eksitasi dari berbagai jenis gaya luar
secara simultan dan hasil pengukuran yang didapat adalah respon total dari gaya-gaya luar
tersebut. Pekerjaan pengukuran tingkat vibrasi untuk keperluan perawatan yang pada
awalnya banyak dilakukan untuk monitoring kesehatan suatu mesin atau peralatan dapat
juga dilakukan untuk menentukan kesehatan struktur bangunan sipil, khususnya untuk
struktur bangunan baja.

Secara umum jenis dan besaran gaya-gaya luar yang bekerja pada struktur atau mesin tidak
diketahui, yang diketahui hanya tingkat vibrasi dari struktur atau mesin dan informasi yang
didapat dari hasil pengukuran ini relatif lebih terbatas dibandingkan dengan jenis
pengukuran pertama. Jenis pengukuran ini sering dilakukan dalam pekerjaan operasi dan
perawatan untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada bagian dari suatu struktur ketika sedang beroperasi dengan menggunakan data
hasil pengukuran tingkat vibrasi. Pada percobaan jenis ini diperlukan alat ukur yang
mempunyai minimum satu kanal, yaitu untuk mengukur respon vibrasi dari benda yang
diamati.

Data vibrasi dapat ditampilkan dalam domain waktu dan domain frekuensi. Kurva domain
waktu menampilkan kurva gelombang dimana amplitudo vibrasi ditampilkan sebagai
fungsi waktu. Domain frekuensi menampilkan kurva gelombang sebagai fungsi frekuensi.

Hasil yang didapat dari suatu pengukuran vibrasi dapat digunakan untuk keperluan operasi
dan perawatan. Bagan pekerjaan analisis vibrasi untuk keperluan perawatan dapat dilihat
pada Gambar 1-2 yang penggunaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1 Analisis tren yang umumnya dilakukan dalam domain waktu dan beberapa dalam
domain frekuensi.

Analisis tren biasanya dikenal sebagai bagian dari perawatan prediktif, analisis
kemungkinan kegagalan memungkinkan untuk menentukan kesehatan dari suatu benda
yang bergetar.

Data pengukuran vibrasi yang cukup dari suatu struktur bangunan memungkinkan untuk
memperkirakan berapa lama mesin atau peralatan akan dapat beroperasi sebelum
kegagalan total benar-benar terjadi. Informasi ini sangat penting karena memberikan
waktu bagi operator untuk melakukan perencanaan perbaikan struktur bangunan,
sehingga dapat meminimumkan akibat yang terjadi karena rusaknya struktur dan dapat

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 3


menghindari struktur dari kerusakan yang lebih parah lagi yang diakibatkan oleh
terjadinya kegagalan total.

Menampilkan tren vibrasi dapat digunakan untuk menentukan kondisi kesehatan


struktur saat ini dan memprediksi kondisi struktur pada waktu yang akan datang yang
dihitung berdasarkan data pengukuran struktur pada waktu yang lalu. Analisis tren
biasanya dilengkapi dengan tingkat alarm yang dapat memberikan peringatan jika
tingkat vibrasi yang terjadi sudah mencapai tingkat vibrasi alarm yang ditentukan.
Analisis tren umumnya dilakukan dengan menggunakan data vibrasi dalam domain
waktu. Kurva data vibrasi dalam analisis tren diperlihatkan pada Gambar 1-3a.

2 Diagnostik sumber masalah

Diagnostik biasanya dilakukan dalam domain frekuensi untuk mencari sumber-sumber


penyebab terjadinya vibrasi yang berlebihan. Data vibrasi tidak hanya memberikan
informasi yang berhubungan dengan keparahan dari suatu masalah, tetapi juga
mempunyai kemungkinan memberikan informasi kemungkinan sumber masalah.

Analisis kemungkinan terjadinya kegagalan bersifat proaktif meramal ke depan,


sedangkan analisis diagnostik lebih bersifat reaktif yang hanya dilakukan jika masalah
telah terjadi. Sering kali masalah adalah masalah besar sehingga struktur dan
pelengkapnya harus dimatikan untuk alasan keamanan.

Data vibrasi selain digunakan untuk melakukan analisis tren juga dapat digunakan untuk
keperluan diagnostik untuk mencari sumber-sumber penyebab terjadinya vibrasi yang
berlebihan sehingga komponen struktur yang mengalami kerusakan dapat dengan
mudah diduga. Diagnostik dilakukan dengan menggunakan data vibrasi dalam domain
frekuensi untuk mengekstrak frekuensi apa saja yang menyebabkan terjadinya vibrasi
besar beserta amplitudonya, sehingga memungkinkan kita untuk mencari kemungkinan
penyebab kesalahan dan berdasarkan data tersebut dapat memperkirakan komponen apa
saja yang mula-mula akan gagal dan dapat menentukan berapa lama komponen tersebut
akan dapat beroperasi sebelum kegagalan tersebut benar-benar terjadi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 1-3.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 4


ANALISIS VIBRASI STRUKTUR

PERHITUNGAN PENGUJIAN
SIMULASI NUMERIK PENGUKURAN FISIK

DESAIN

 MASSA, M DESAIN PERAWATAN


 KEKAKUAN, K
 REDAMAN, C

KARAKTERISTIK DINAMIK

KARAKTERISTIK DINAMIK  FREKUENSI NATURAL, ~



~
 FREKUENSI NATURAL,   MODE,  ~
 MODE,   REDAMAN, 
 REDAMAN, 
MODIFIKASI

RESPON DINAMIK

 PERPINDAHAN, x ANALISIS TREN DIAGNOSTIK


 KECEPATAN, x

 PERPINDAHAN, x  JENIS KERUSAKAN
 PERCEPATAN, 
x
 KECEPATAN, x  TINGKAT KERUSAKAN
 PERCEPATAN, 
x
TIDAK
STANDAR
SPESIFIKASI

YA x
SELESAI
M, K, C

Gambar 1-1 Bagan alir pekerjaan analisis vibrasi untuk keperluan desain, operasi, dan
perawatan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 5


Exciter

Sensor percepatan

MODEL MATEMATIK MODEL


M, K EKSPERIMENTAL

PROBLEM EIGEN IDENTIFIKASI


~
~ dan 
 dan  

TIDAK YA
SESUAI?

KOREKSI MODEL PARAMETER FISIK


MATEMATIK
~ ~ ~
M, K, C
~ ~
[  dan ]
M = M + M
K = K
C  K   M

Gambar 1-2 Bagan alir hubungan antara pembuatan model numerik dengan model
eksperimental

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 6


Amplitudo
Rusak

Perbaikan dilakukan

Struktur baru
Periode operasi

Waktu
a.
1× rpm
Amplitudo

2× rpm

3× rpm

Frekuensi

b.

Gambar 1-3 Pengukuran vibrasi untuk keperluan perawatan:


a. Domain waktu;
b. Domain frekuensi

1.1 VIBRASI

Sebuah benda dikatakan bervibrasi ketika melakukan gerak berosilasi terhadap titik
acuannya. Jumlah gerak siklus lengkap yang terjadi selama periode satu detik disebut
frekuensi dan diukur dalam satuan hertz (Hz).

Gerak dapat terdiri dari satu komponen gelombang tunggal yang mempunyai frekuensi
tunggal, seperti garpu tala, atau terdiri dari beberapa komponen gelombang secara
bersamaan yang masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda, misalnya gerakan
piston dari motor bakar torak.

Pada prakteknya, gelombang vibrasi terdiri dari banyak gelombang yang terjadi secara
bersamaan sehingga kita tidak bisa dengan mudah melihat berapa besar amplitudo dan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 7


frekuensi dari masing-masing gelombang hanya dari melihat grafik amplitudo fungsi
waktu.

Komponen-komponen gelombang ini dapat dilihat dengan mudah dengan cara


menampilkan gelombang tersebut dalam kurva amplitudo vibrasi fungsi frekuensi seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 1-4. Penguraian gelombang vibrasi ke dalam komponen
frekuensi individu disebut analisis frekuensi, suatu teknik yang dapat dianggap sebagai
landasan diagnostik berdasarkan hasil pengukuran vibrasi. Grafik yang menunjukkan
tingkat vibrasi sebagai fungsi frekuensi disebut kurva vibrasi domain frekuensi.

Amplitudo
Amplitudo

Waktu Frekuensi

a.
Amplitudo

Amplitudo

Waktu Frekuensi

b.
Amplitudo
Amplitudo

Waktu Frekuensi

c.

Gambar 1-4 Kurva vibrasi domain waktu dan frekuensi:


a. Frekuensi tunggal;
b. Dua frekuensi;
c. Frekuensi jamak

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 8


Ketika dilakukan analisis vibrasi suatu sistem dalam domain frekuensi, biasanya
diketemukan sejumlah komponen frekuensi periodik yang menonjol yang secara langsung
berhubungan dengan gerakan fundamental dari berbagai bagian struktur. Oleh karena itu,
dengan melakukan analisis frekuensi, maka dengan mudah dapat dilacak sumber penyebab
vibrasi yang mungkin tidak diinginkan.

1.2 SUMBER VIBRASI

Pada prakteknya sangat sulit untuk menghindari vibrasi. Hal ini terjadi karena efek
dinamik dari toleransi fabrikasi, kontak gesekan di antara bagian-bagian mesin, gaya
tidakseimbangan dari bagian berputar. Sering kali vibrasi kecil yang tidak signifikan dapat
mengeksitasi frekuensi resonansi dari beberapa bagian struktur lainnya dan diperkuat
menjadi sumber vibrasi dan kebisingan yang besar.

Meskipun demikian, kadang-kadang vibrasi mekanik dapat berupa hal-hal yang berguna
dan dibutuhkan dalam pekerjaan. Sebagai contoh, manusia sengaja membuat alat untuk
menghasilkan vibrasi, seperti alat pengaduk, alat bor untuk beton, eksiter, alat pemancang
tiang pondasi, dan bahkan alat vibrasi yang berfungsi sebagai aktuator untuk mengontrol
dan meminimumkan secara aktif vibrasi dari suatu peralatan atau mesin. Alat pembuat
vibrasi digunakan secara luas untuk memberikan tingkat energi vibrasi yang terkontrol
untuk produk dan sub-rakitan di mana diperlukan untuk memeriksa respon fisik atau
fungsional pada produk tersebut dan memastikan ketahanan produk tersebut akibat eksitasi
vibrasi, baik yang terjadi karena alam ataupun karena beban mekanik di lingkungannya.

Suatu persyaratan mendasar dalam semua pekerjaan pengukuran vibrasi, baik untuk
keperluan desain mesin atau peralatan, proses produksi, dan perawatan mesin, adalah
kemampuan untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari vibrasi melalui pengukuran
dan analisis vibrasi.

1.3 ANALISIS GELOMBANG

Gerak Periodik

Gejala fisik yang terjadi berulang-ulang secara teratur menurut waktu disebut osilasi.
Vibrasi mekanik adalah bagian dari disiplin ilmu mekanika yang berhubungan dengan
osilasi dari sistem mekanik seperti perpindahan. Dalam sistem mekanik, vibrasi terjadi
karena ketidaksempurnaan elemen sistem seperti massa tak seimbang, ketidaklurusan
sumbu. Selain itu, sistem yang sempurnapun dapat mengalami vibrasi karena adanya
eksitasi gaya luar dinamik.

Vibrasi mekanik yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan terhadap kenyamanan


dan kerusakan struktur seperti deformasi yang berlebihan yang mengakibatkan tegangan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 9


material yang melebihi tegangan batasnya, kegagalan struktur akibat kelelahan material,
dan mengakibatkan efek lainnya yang tidak diinginkan seperti lepasnya baut, kerusakan
akibat gesekan dan gangguan terhadap kesehatan manusia.

Gerak dari suatu titik yang berulang untuk waktu tertentu T disebut sebagai gerak periodik:

y(t) = y(t + nT), n = 1,2,3, (1-1)

Gerak dari y(t) merupakan sebuah osilasi dengan T adalah waktu yang diperlukan untuk
melakukan gerak satu periode osilasi.

Jumlah gerakan yang terjadi dalam satu periode T disebut sebagai frekuensi f.

1
f  (1-2)
T

Jika satuan T adalah detik, maka f adalah jumlah gerakan yang terjadi dalam satu detik
disebut hertz.

Bentuk gerak periodik sederhana adalah sinusoidal yang disebut sebagai gerak harmonik
seperti pada Gambar 1-5.

y1(t)
Amplitudo

Waktu

Gambar 1-5 Gerak harmonik sinusoidal

Persamaan gerak harmonik pada Gambar 1-5 adalah:

yt   B sin  t (1-3)

dengan B adalah amplitudo gerak, T adalah periode gerak, dan ω adalah frekuensi angular
yang besarnya adalah:

2
  2 f (1-4)
T

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 10


Jika satuan frekuensi f adalah hertz, maka satuan frekuensi angular  adalah radian/detik.

Persamaan gerak harmonik pada Gambar 1-5 hanya ditentukan oleh parameter amplitudo B
dan frekuensi  .

Kecepatan dan percepatan dari gerak harmonik y(t) dari Persamaan (1-3) dapat dihitung
dengan melakukan diferensiasi persamaan perpindahan y(t) terhadap waktu.


vt   y t    B cos t   B sin( t  ) (1-5)
2

dan

a t   yt   2 B sin  t  2 B sin ( t  ) (1-6)

atau

at   yt    2 y (t ) (1-7)

Kecepatan dan percepatan merupakan gelombang harmonik yang mempunyai frekuensi



osilasi yang sama  dengan gerak perpindahan tetapi berbeda fasa sebesar dan  .
2
Hubungan gerak harmonik perpindahan, kecepatan dan percepatan dapat dilihat pada
Gambar 1-6.

2
a (t )  y(t )    B sin  t
Amplitudo

v(t )  y (t )   B cos  t
y(t) = B sin ωt

ω2 B ωB
B

Waktu

Gambar 1-6 Hubungan gerak harmonik perpindahan y(t), kecepatan v(t), dan
percepatan a(t), untuk  > 1

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 11


Persamaan Gerak Umum

Secara umum gerak harmonik dapat ditulis sebagai penjumlahan dari dua buah gerak
harmonik berikut:

yt   A cos  t  B sin  t (1-8)

Persamaan ekivalen dari gerak harmonik Persamaan (1-8) adalah:

yt   R cos ( t  ) (1-9)

atau

y t   R sin ( t   ) (1-10)

dengan

R  A2  B 2 (1-11)

B
  tan 1
A (1-12)

dan

A 
  tan 1   
B, 2 (1-13)

Parameter  atau  adalah fasa yang merupakan perbedaan awal gerak harmonik.

Bentuk gelombang dari Persamaan (1-8) dan (1-9) dapat dilihat pada Gambar 1-7.

Kurva gerak harmonik sinusoidal dengan amplitudo R dan frekuensi  dalam fungsi
waktu t pada Gambar 1-7b disebut sebagai fungsi domain waktu. Selain dalam domain
waktu, fungsi gerak harmonik dapat ditampilkan dalam domain frekuensi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 1-8 yang menggambarkan hubungan antara amplitudo gerak R1
dengan frekuensi  1. Penampilan sejumlah pasangan kurva R dengan fasa  dalam
domain frekuensi  pada Gambar 1-9 disebut diagram Bode.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 12


Amplitudo
T

B A
y1(t) = A cos ω t

Waktu

y2(t) = B sin ω t
a.


Amplitudo

R
y (t) = R cos (ω t - )

Waktu

b.

Gambar 1-7 Gelombang harmonik dalam domain waktu;


a. gelombang y1 t   A cos  t dan y 2 (t )  B sin  t ;
b. gelombang y(t )  A cos  t  B sin  t  R cos ( t  )

Hubungan kurva domain waktu dan kurva domain frekuensi merupakan hubungan timbal
balik. Dengan mengetahui frekuensi dan amplitudo kurva domain waktu maka kurva
domain frekuensi dapat dibuat. Demikian pula dengan mengetahui besarnya amplitudo R,
fasa  dan frekuensi  dari kurva domain frekuensi maka bisa dibentuk kembali kurva
dalam domain waktu.
Ampliudo R

R1

ω1 Frekuensi ω

Gambar 1-8 Gelombang periodik dalam domain frekuensi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 13


Fasa 
1
ω1 Frekuensi ω

Ampitudo R

R1

R1

ω1 Frekuensi ω
Gambar 1-9 Diagram Bode

1.4 ANALISIS FREKUENSI

Pada umumnya gelombang yang terjadi di alam bukanlah merupakan gelombang


sinusoidal murni tetapi merupakan gelombang acak atau semi harmonik. Bentuk
gelombang tersebut sering sangat rumit, sulit untuk dipahami. Walaupun demikian sangat
mungkin untuk menguraikan gelombang acak menjadi beberapa gelombang harmonik
yang membentuk gelombang acak tersebut.

J. Fourier (1768-1830) seorang ahli matematik Perancis menunjukkan bahwa gerak


periodik sembarang adalah gabungan dari beberapa gerak harmonik sinus dan kosinus
yang disebut sebagai deret Fourier.

yt   c0  a1 cos 1t  a 2 cos 2 t  a3 cos 3t  ...  b1 sin 1t  b2 sin 2 t  b3 sin 3t  ...
(1-14)

Dalam bentuk umum, persamaan gerak tersebut dapat ditulis dalam bentuk seri berikut:


yt   c0   an cos nt  bn sin nt
n 1 (1-15)

dengan n = 1, 2, 3, ..

Koefisien c 0 , a n dan b n dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

1 t1 T
c0 
T 
t1
y (t ) dt (1-16)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 14


2 t1 T
T t1
an  y (t ) cos n t dt (1-17)

2 t1 T
T  t1
bn  y (t ) sin n t dt (1-18)

t1 adalah waktu pada saat pengambilan data, T  2 /  adalah waktu getar. c 0 , a n dan bn
merupakan harga rata-rata yang dihitung dari data domain waktu y(t) selama interval
waktu T. Karena data yang diperoleh merupakan data diskrit, maka parameter a0, an, bn,
dapat diperoleh dengan melakukan integrasi numerik yang merupakan penjumlahan harga
dari setiap interval waktu t untuk waktu dari t1 sampai t1+T.

1.5 MENGUKUR TINGKAT VIBRASI

Amplitudo vibrasi yang merupakan karakteristik yang menggambarkan keparahan vibrasi,


dapat dihitung dalam beberapa cara. Pada Gambar 1-10 diperlihatkan hubungan antara
nilai puncak-ke puncak (peak-to peak), nilai nol-ke-puncak (zero-to-peak), nilai rata-rata,
dan nilai RMS dari gelombang sinus.

Nilai puncak-ke-puncak menunjukkan perjalanan gelombang maksimum, suatu kuantitas


yang berguna, misalnya, untuk mengetahui perpindahan vibrasi bagian struktur yang
penting untuk menghitung tegangan maksimum.

Nilai nol-ke-puncak sangat berguna untuk menunjukkan tingkat guncangan durasi pendek
dan lain-lain. Tetapi, seperti dapat dilihat pada Gambar 1-9, nilai puncak hanya
menunjukkan tingkat maksimum telah terjadi, tidak memperhitungkan sejarah dari
gelombang.

Nilai rata-rata mutlak memperhitungkan sejarah waktu gelombang, namun sangat jarang
digunakan untuk kepentingan praktis karena tidak memiliki hubungan langsung dengan
kuantitas fisik yang diperlukan.

Nilai RMS adalah ukuran yang paling relevan dari amplitudo karena memperhitungkan
sejarah waktu gelombang dan memberikan nilai amplitudo yang berhubungan dengan
besaran kandungan energi, dan tentunya kemampuan merusak dari vibrasi yang terjadi.

Pada pembacaan besarnya vibrasi yang merupakan karakteristik pola vibrasi dari sistem,
dapat dilihat nilainya dalam beberapa cara. Korelasi dari nilai vibrasi puncak-ke-puncak
(peak-to-peak), nilai nol-ke-puncak (zero-to-peak), nilai rata-rata, dan nilai akar rata-rata
kuadrat (root mean square/ RMS) dapat dilihat pada Tabel 1-1.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 15


Amplitudo
T

Nol-ke-puncak Rata-rata RMS

Waktu
Puncak-ke-puncak

a.
Amplitudo

Nol-ke-puncak

Rata-rata RMS
Waktu

Puncak-ke-puncak

b.
Gambar 1-10 Gelombang vibrasi pada grafik domain waktu: a. gelombang
sinusoidal; b. gelombang acak

Nilai puncak-ke-puncak (peak-to-peak) merupakan nilai maksimum antara puncak


terendah dan puncak tertinggi dari sebuah gelombang vibrasi. Nilai ini dapat digunakan
untuk analisis kondisi struktur misalnya nilai simpangan maksimum suatu komponen
struktur yang dibatasi oleh tegangan maksimum yang dapat diterima.

Nilai nol-ke-puncak (peak) merupakan parameter yang dibutuhkan dalam indikasi


kerusakan struktur untuk vibrasi dengan durasi waktu yang pendek. Akan tetapi seperti
yang telah diketahui, nilai puncak hanya mengindikasikan nilai maksimum yang timbul,
dan tidak ada perhitungan yang dilakukan pada grafik domain waktu. Nilai ini biasanya
diukur dalam mm/s atau inch/s.

Nilai rata-rata merupakan hasil rata-rata dari data vibrasi domain waktu, akan tetapi nilai
ini memiliki keterbatasan dalam penggunaannya karena nilai ini tidak memiliki hubungan
dengan kondisi fisik sistem yang dianalisis. Nilai rata-rata dapat dihitung berdasarkan
persamaan berikut:

T
nilai rata-rata  1  f (t ) dt (1-19)
T 0

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 16


Nilai akar rata-rata kuadrat (root mean square/ RMS) merupakan nilai paling relevan dari
amplitudo karena nilai ini mengambil dari perhitungan data domain waktu dan menjadikan
nilai amplitudo terkorelasi dengan nilai energi yang merupakan kemampuan destruktif dari
vibrasi. Nilai akar rata-rata kuadrat dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

T
1
RMS 
T0 f 2 (t ) dt (1-20)

Berdasarkan nilai puncak, puncak-ke-puncak, rata-rata, dan akar rata-rata kuadrat dapat
diperoleh korelasi antara nilai-nilai tersebut dengan menggunakan hubungan berikut:

nilai akar rata-rata kuadrat (RMS) = 0,707 nilai nol-ke-puncak (1-21)

nilai rata-rata = 0,637 nilai nol-ke-puncak (1-22)

0,637
nilai rata-rata   nilai akar rata-rata kuadrat (RMS), atau
0,707

nilai rata  rata 0,637



nilai akar rata - rata kuadrat (RMS) 0,707

Tabel 1-1 Hubungan nilai Nol-ke-puncak, RMS, dan Rata-rata

Nol-ke-puncak RMS Rata-rata


Nol-ke-puncak 1 1,4142 1,5699
RMS 0,7071 1 1,1099
Rata-rata 0,637 0,9010 1

1.6 PARAMETER VIBRASI: PERCEPATAN, KECEPATAN DAN PERPINDAHAN

Mengukur Unit

Tingkat keparahan dari suatu masalah vibrasi dapat ditampilkan dalam bentuk amplitudo
baik dalam domain waktu maupun frekuensi. Tiga unit pengukuran berbeda yang dapat
digunakan untuk menampilkan besaran amplitudo vibrasi adalah:

 Percepatan
 Kecepatan
 Perpindahan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 17


Bentuk dan periode vibrasi dari ketiga bentuk pengukuran akan tetap sama, apakah itu
perpindahan, kecepatan atau percepatan. Perbedaan utama adalah bahwa ada perbedaan
fasa antara amplitudo kurva waktu dari tiga parameter seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 1-6.

Perpindahan adalah jarak pergerakan sebuah benda yang berhubungan dengan titik acuan.
Kecepatan adalah perpindahan yang terjadi per satuan waktu. Percepatan adalah perubahan
kecepatan yang terjadi per satuan waktu.

Untuk gelombang dalam domain frekuensi, hubungan antara amplitudo perpindahan,


kecepatan, dan percepatan dapat dilihat pada Gambar 1-11.

Jika fasa diabaikan, seperti yang selalu terjadi ketika membuat pengukuran waktu rata-rata,
maka tingkat kecepatan dapat diperoleh dengan membagi gelombang percepatan dengan
faktor sebanding dengan frekuensi, dan perpindahannya dengan membagi gelombang
percepatan dengan faktor proporsional dengan kuadrat dari frekuensi. Pembagian ini
dilakukan oleh integrator elektronik dalam instrumentasi pengukuran atau secara numerik
dengan menggunakan program komputer.

Pemilihan parameter percepatan, kecepatan, atau perpindahan

Dengan mendeteksi percepatan vibrasi kita tidak terikat pada satu parameter itu saja,
dengan integrator elektronik kita dapat mengkonversi gelombang percepatan menjadi
gelombang kecepatan dan perpindahan. Kebanyakan alat pengukur vibrasi modern telah
dilengkapi untuk mengukur semua ketiga parameter tersebut.

Ketika sebuah pengukuran vibrasi dengan pita frekuensi lebar dilakukan, pemilihan
parameter adalah penting jika gelombang memiliki komponen pada banyak frekuensi.
Pengukuran perpindahan akan memberikan komponen frekuensi rendah yang paling berat
dan sebaliknya pengukuran percepatan akan memberat ke arah komponen frekuensi tinggi.

Pengalaman telah menunjukkan bahwa seluruh nilai RMS dari kecepatan vibrasi yang
diukur dalam rentang 10 sampai 1000 Hz memberikan indikasi terbaik terhadap keparahan
vibrasi itu. Sebuah kemungkinan penjelasan adalah bahwa tingkat kecepatan yang
diberikan berhubungan dengan tingkat energi yang diberikan sehingga vibrasi pada
frekuensi rendah dan tinggi sama-sama diberatkan dari sudut pandang energi vibrasi.
Dalam praktiknya banyak mesin memiliki spektrum kecepatan cukup datar.

Hal ini menguntungkan untuk memilih parameter yang memberikan spektrum frekuensi
paling datar dalam rangka untuk penggunaan terbaik rentang dinamik yang merupakan
perbedaan antara nilai terkecil dan terbesar yang dapat diukur oleh alat pengukur. Untuk
alasan ini parameter kecepatan atau parameter percepatan biasanya dipilih untuk tujuan
analisis frekuensi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 18


Hubungan amplitudo percepatan, kecepatan, dan perpindahan

Tiga jenis pengukuran yang digunakan untuk menampilkan amplitudo berhubungan


langsung satu dengan lainnya. Misalnya sebuah mesin yang mempunyai perpindahan yang
relatif konstan mempunyai kenaikan amplitudo pada kecepatan dan percepatannya ketika
frekuensi meningkat dengan nilai frekuensi dalam rad/s lebih besar dari satu. Gambar 1-11
memberikan gambaran hubungan di antara ketiga jenis pengukuran ketika salah satunya
mempunyai harga yang relatif konstan. Informasi ini bisa membantu dalam menentukan
jenis sensor yang akan digunakan untuk keperluan praktis.

Ketika data diambil dari ketiga jenis unit pengukuran untuk menampilkan amplitudo, maka
dapat dipilih nilai nol-ke-puncak, puncak-ke-puncak, atau RMS. Penggunaan yang paling
umum dalam industri dapat dilihat pada Tabel 1-2.

Tabel 1-2 Jenis Pengukuran, unit dan amplitudo

Jenis Pengukuran Unit Amplitudo


Perpindahan mils (inch/1000) Puncak-ke-puncak
Percepatan g RMS, puncak
Kecepatan inch/s, mm/s RMS

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 19


Percepatan, a = ω2d

Amplitudo
Kecepatan, v = ω d

Perpindahan, d

Frekuensi, ω
a.
Amplitudo

Percepatan, a = ωv

Kecepatan, v
v
Perpindahan, d =

Frekuensi, ω
b.
Amplitudo

Percepatan, a
a
Kecepatan, v =
 a
Perpindahan, d = 2

Frekuensi, ω
c.

Gambar 1-11 Hubungan antara gelombang percepatan, kecepatan dan perpindahan


dalam domain waktu
a. Perpindahan sebagai acuan
b. Kecepaan sebagai acuan
c. Percepatan sebagai acuan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 20


1.7 SKALA LOGARITMA DAN DESIBEL

Nilai dari suatu besaran fisik dari suatu hasil pengukuran dapat ditampilkan dalam skala
linier maupun logaritmik sebagai perbandingan dari suatu nilai q dengan nilai acuan q0.

Menampilkan suatu kumpulan nilai dalam skala logaritmik mempunyai efek memperbesar
nilai yang rendah dan memperkecil nilai yang tinggi pada pada grafik, sehingga
memberikan grafik dengan perbedaan nilai yang relatif sama atas seluruh lebar grafik dan
menjaga ukurannya ke proporsi yang wajar untuk mudah diamati.
Amplitudo (mm/s)

1000
1000

800

600

400

200 100
10

Frekuensi

a.

3
Amplitudo

2
2

1
1

0
Frekuensi
b.

Gambar 1-12 Gelombang vibrasi pada grafik domain frekuensi:


a. Frekuensi dan amplitudo dalam skala linier,
b. Frekuensi dalam skala linier dan amplitudo dalam skala logaritmik

Perbandingan antara skala linier dengan skala logaritma untuk gelombang harmonik
diperlihatkan pada Gambar 1-12a dan Gambar 1-12b. Gelombang harmonik yang
mempunyai perbandingan harga 10, 1000 dan 100 relatif terhadap harga acuan akan
mempunyai harga logaritmik 1, 3 dan 2.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 21


Satuan logaritma dari perbandingan ini yang menggunakan basis logaritma 10 adalah Bel
yang merupakan nama dari penemu telepon Alexander Graham Bell. Karena satuan Bel
pada saat itu dirasakan masih terlalu kecil untuk ditampilkan dalam kertas logaritma, maka
satuan Bel diperbesar dengan perkalian sepuluh (desi) menjadi unit satuan desiBel. Unit
q
desiBel merupakan harga per sepuluh dari Bel, 10 log . Dengan cara yang sama
q0
perbandingan dari dua nilai q1 dan q2 dari suatu besaran fisik dapat menggunakan satuan
desibel. Jika masing-masing harga diekspresikan dalam desibel dengan menggunakan
acuan yang sama q0, maka perbandingan adalah perbedaan dari tingkat desibel. Skala
logaritma sangat berguna pada aplikasi yang menggunakan parameter fisik yang
mempunyai rentang batas dan perbedaan harga yang cukup besar.

Dahulu, data pengukuran vibrasi biasanya diberikan dalam skala desibel untuk menyatakan
besaran tingkat vibrasi. Awalnya skala desibel didefinisikan untuk besaran power pada
listrik. Pada vibrasi sinusoidal dimana puncak kecepatan ditunjukan oleh V dan kecepatan
acuan oleh V0, power yang berhubungan dengan vibrasi adalah proporsional pada
2
V 
kecepatan kuadrat, sehingga tingkat vibrasi dalam skala desibel adalah 10 log   yang
 V0 
V
dapat ditulis dalam bentuk 20 log . Jadi gelombang harmonik yang mempunyai
V0
perbandingan harga 10, 1000 dan 100 relatif terhadap harga acuan akan mempunyai
tingkat desibel 20, 60 dan 40 dB seperti diperlihatkan pada Gambar 1-13.

60
Amplitudo, dB (mm/s)

60

40
40

20
20

0
Frekuensi

Gambar 1-13 Gelombang vibrasi pada grafik domain frekuensi dengan amplitudo
dalam skala desibel dan frekuensi dalam skala linier

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 22


Skala logaritmik juga digunakan untuk amplitudo vibrasi, yang memungkinkan skala
desibel digunakan untuk membantu dalam membandingkan tingkat. Desibel (dB) adalah
perbandingan dari satu nilai terhadap nilai acuan, dan karenanya tidak memiliki dimensi.
Tetapi untuk memberikan informasi tingkat vibrasi absolut, maka nilai tingkat acuan harus
dinyatakan.

Sebagai contoh, kita dapat mengatakan bahwa satu tingkat vibrasi adalah 10 dB lebih besar
dari tingkat lain tanpa penjelasan lebih lanjut, tetapi jika kita ingin mengatakan bahwa
tingkat vibrasi adalah 85 dB kita harus merujuk ini ke tingkat acuan.

Pada saat ini, pada umumnya, standar unit satuan dB tidak lagi digunakan dalam
pengukuran vibrasi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 23


2
SISTEM DINAMIK

Analisis vibrasi berhubungan dengan perilaku sistem dinamik, oleh karena itu perlu
didefinisikan sistem tersebut agar lebih jelas dan lebih tepat. Maksud dari bagian ini adalah
untuk menjelaskan masalah sistem dinamik bila dikenai beban dinamik.

Sebuah sistem dinamik terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

 Massa
 Pegas
 Peredam

2.1 MASSA

Suatu benda mempunyai massa, volume, dan berat tertentu tergantung dari jenis material
dan gravitasi yang bekerja pada benda tersebut.

Semua massa yang ditemukan sehari-hari merupakan berat, tetapi massa dan berat adalah
dua konsep yang berbeda; berat dari suatu massa merupakan hasil dari adanya gravitasi,
dimana massa adalah jati diri dari obyek tersebut. Sedangkan berat adalah gaya yang
dihasilkan karena massa dipercepat oleh gravitasi. Massa sebuah benda tidak berubah
dimanapun ia berada, hanya beratnya saja yang berubah, karena adanya perubahan
gravitasi. Satuan internasional untuk massa adalah kilogram (kg).

2.2 PEGAS

Material yang memiliki sifat pegas merupakan salah satu komponen dari sistem dinamik
yang menopang massa dan berperilaku sebagai pegas dalam model massa-pegas.

Pegas dapat dibayangkan sebagai sebuah gulungan baja yang dapat mendorong atau
menarik melawan sebuah gaya. Kekuatan mendorong atau menarik dari pegas disebut
konstanta pegas dan biasanya dilambangkan secara matematis oleh huruf k. Konstanta
pegas didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan perpindahan
sebesar satu satuan, dan dihitung berdasarkan hubungan berikut:

kx = F

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 24


dengan k, x, dan F berturut-turut adalah konstanta pegas (N/m), perpindahan (m), dan gaya
(N).

Tarikan pada pegas yang diakibatkan oleh gaya tarik disebut sebagai gaya simpan dari
pegas karena energi yang diberikan pada pegas akan dikembalikan sebesar energi yang
diberikan dan dianggap tidak terjadi kehilangan energi.

Dalam praktek, penggunaan pegas dapat dilakukan secara individu atau secara grup yang
merupakan gabungan beberapa pegas yang dirangkai baik secara paralel maupun secara
seri.

Hubungan Pegas Paralel

Pegas gabungan palalel terdiri dari beberapa pegas yang dihubungkan secara paralel,
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2-1. Harga kekakuan pegas gabungan yang
dihubungkan secara paralel dapat dihitung melalui hubungan berikut:
k1
F

k2
x
a.

k1
F1 F1 = k1 x F1
F = kp x
F2 F2 = k2 x F2
k2
x
b.

Gambar 2-1 a. Pegas-pegas yang dihubungkan secara paralel;


b. Diagram benda bebas dari model gabungan pegas paralel a.

Pegas gabungan paralel pada Gambar 2-1 merupakan model massa-pegas satu derajat
kebebasan, sehingga perpindahan dari masing-masing pegas sama dengan perpindahan
pegas gabungan, x. Hubungan kekakuan dan gaya dari pegas 1 dan pegas 2 untuk
perpindahan sebesar x adalah:

k1x = F1 (2-1)

k2x = F2 (2-2)

dan untuk pegas gabungan paralel adalah:

kpx = F (2-3)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 25


dari persamaan kesetimbangan gaya dari diagram benda bebas Gambar 2-1b diperoleh:

F = F1 + F2 (2-4)

Substitusi Persamaan (2-1) – (2-3) pada Persamaan (2-4), diperoleh kekakuan pegas
gabungan:

kp x = k1 x + k2 x

kp x = (k1 + k2) x

kp = k1 + k2 (2-5)

Secara umum, kekakuan pegas gabungan yang terdiri dari n buah pegas yang dihubungkan
secara paralel adalah:

kp = k1 + k2 + k3 +…+ kn (2-6)

n
k p   ki (2-7)
i 1

dengan n adalah jumlah pegas gabungan paralel.

Hubungan Pegas Seri

Pegas gabungan seri terdiri dari beberapa pegas yang dihubungkan secara seri, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2-2. Harga kekakuan pegas gabungan yang dihubungkan secara
seri dapat dihitung melalui hubungan berikut:

k1 k2
F
 
x1 x2
x
a.

F = F 1 = k1 x1 F = F 2 = k2 x1 F = F 2 = k2 x2
F F F
  
k1 x1 k2 x2
x
b.
Gambar 2-2 a. Pegas-pegas yang dihubungkan secara seri;
b. Diagram benda bebas dari model gabungan pegas seri a.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 26


Dari persamaan kesetimbangan gaya dari diagram benda bebas Gambar 2-2b diperoleh
hubungan kekakuan dan perpindahan dari pegas 1 dan pegas 2 untuk gaya sebesar F
adalah:

k1 x1 = F (2-8)

k2 x2 = F (2-9)

dengan k1, k2, x1, x2, dan F berturut-turut adalah konstanta pegas 1, konstanta pegas 2,
perpindahan pegas 1, perpindahan pegas 2 terhadap pegas 1, dan gaya luar.

untuk pegas gabungan seri adalah:

ks x = F (2-10)

dengan perpindahan pegas gabungan, x adalah jumlah perpindahan dari pegas 1, x1 dan
pegas 2, x2 berikut:

x = x1 + x2 (2-11)

Dari Persamaan (2-8) – (2-10) diperoleh perpindahan pegas 1, pegas 2, dan pegas
gabungan sebagai berikut:

F
x1 
k1 (2-12)

F
x2 
k2 (2-13)

F
x (2-14)
ks

Substitusi Persamaan (2-12) – (2-14) pada Persamaan (2-11), diperoleh:

F F F
 
ks k1 k 2

atau

F 1 1
 F(  )
ks k1 k 2

1 1 1
  (2-15)
ks k1 k 2

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 27


Kekakuan pegas gabungan seri ks adalah:

1 k k k  k2
 2  1  1
ks k1 k 2 k1 k 2 k1 k 2

k1 k 2
ks  (2-16)
k1  k 2

Dari Persamaan (2-15) secara umum, kekakuan pegas gabungan seri yang terdiri dari n
buah pegas yang dihubungkan secara seri adalah:

k
1 1

ks i 1 i (2-17)

2.3 PEREDAM

Redaman selalu ada pada semua sistem osilasi yang terjadi karena berbagai mekanisme
yang menyebabkan terjadinya redaman, seperti gesekan internal, tahanan fluida, gesekan
permukaan, dan lain-lain. Gerakan terjadi jika sebuah gaya dikenakan pada sebuah massa.
Tetapi massa tidak akan bergerak selamanya. Sesuatu yang menyerap energi akan
menyebabkan massa tersebut berhenti bergerak.

Proses penyerapan energi disebut redaman dan yang menyebabkan terjadinya redaman
disebut peredam. Ada tiga jenis peredam, yaitu:

 Peredam geser
 Peredam viskos
 Peredam histerisis

Peredam Geser

Peredam geser terjadi jika dua bagian material dari sebuah sistem saling bergeser karena
terjadinya perpindahan satu dan lainnya pada arah yang tidak sama. Jika dua benda
bergesekkan, maka gaya geser akan bekerja pada arah berlawanan dengan arah tarikan
benda. Gaya ini berusaha mencegah benda untuk menggelincir dengan mudah, dan
menyerap sebagian energi gerakan benda. Karena adanya penyerapan energi, maka
temperatur ke dua benda menjadi naik dan menjadi lebih hangat. Gaya geser yang terjadi
antara dua permukaan merupakan hasil kali dari koefisien geser dan beban normal.

Koefisien geser merupakan suatu harga yang konstan yang menyatakan gaya geser yang
diperlukan antara dua permukaan untuk beban normal sebesar satu satuan. Harga koefisien
geser tergantung pada sifat fisik dari kedua permukaan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 28


Pada dua permukaan yang saling bergeser satu sama lain secara berlawanan dengan suatu
beban normal tertentu akan terlihat bahwa semakin besar beban normal yang diberikan
akan semakin besar gaya geser yang diperlukan. Dengan koefisien geser yang konstan
pada temperatur yang konstan, maka hanya beban normal yang akan menimbulkan gaya
geser antara dua permukaan yang berbeda itu. Energi yang hilang akibat redaman geser
adalah berbanding lurus dengan perpindahan yang terjadi.

Dalam industri gaya-gaya geser biasanya sangat kecil, sehingga pengaruh redaman geser
pada vibrasi biasanya tidak berarti. Bantalan digunakan untuk memperkecil gaya geser
yang terjadi dengan menggunakan minyak pelumas. Menggunakan minyak pelumas dapat
mengurangi redaman geser, tetapi memberikan redaman viskos.

Peredam Viskos

Model matematik dari redaman yang paling sederhana adalah model redaman viskos,
dimana besar gaya redaman sebanding dengan kecepatan. Walaupun model matematik
redaman dalam sistem sebenarnya sangat kompleksdibandingkan dengan model redaman
viskos tetapi model ekivalen redaman viskos selain sederhana juga memberikan hasil yang
memuaskan.

Peredam viskos dihasilkan oleh gaya hambatan melawan perpindahan benda melalui fluida
viskos. Peredam vibrasi pada suspensi mobil adalah contoh umum dari sistem peredam
viskos. Istilah viskos secara sederhana berarti memiliki hambatan terhadap aliran. Semakin
kental suatu cairan dan semakin rapat fluida tersebut maka tahanan yang terjadi akan
semakin besar.

Agar obyek berpindah melalui fluida kental, obyek harus mendorong fluida keluar dari
jalannya sehingga dapat berpindah. Karena obyek mendorong melawan fluida, maka fluida
memberikan gaya tahan melawan obyek. Gaya tahan digambarkan oleh empat kuantitas,
yaitu ukuran obyek, ukuran pengangkut fluida, kekentalan fluida dan kecepatan obyek.

Dimensi fisik baik obyek maupun pengangkut fluida keduanya merupakan harga yang
konstan. Kekentalan fluida juga dianggap konstan asalkan tidak menunjukkan fluktuasi
temperatur, karena fluida cenderung mengental, pada temperatur yang lebih rendah.
Sejumlah energi berkurang karena adanya peredam viskos yang merupakan fungsi dari
kecepatan obyek: semakin tinggi kecepatannya, maka semakin besar gaya tahannya. Jika
kecepatannya adalah nol maka gaya tahannya adalah nol.

Banyak proses dalam industri yang merupakan proses yang mempunyai sifat viskos,
seperti pemompaan udara, pemompaan pembuangan. Semua ini merupakan proses viskos
karena proses-proses itu berhubungan dengan fluida. Dan karena viskositas dari fluida
mempunyai kontribusi terhadap gaya hambatan, fluida dalam proses itu akan memberikan
redaman viskos.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 29


Peredam Histerisis

Redaman histerisis disebut juga sebagai redaman struktural, yang terjadi karena adanya
gaya geser dalam suatu zat padat, khususnya logam. Redaman ini terjadi karena adanya
penggelinciran dan pergeseran pada bidang-bidang dalam, ketika benda itu berdeformasi.

Ketika pegas diregangkan, atau ketika poros atau zat padat lainnya melendut, tegangan
dalam terbentuk karena molekul-molekul bergelinciran satu dengan lainnya.
Penggelinciran ini menciptakan gaya geser antara molekul-molekul itu dan gaya geser ini
berlawanan dengan gaya lendutan dan menyebabkan terjadinya redaman. Karena geseran
ini terjadi pada molekul-molekul, sehingga efeknya hampir tidak bisa dicatat. Redaman
histerisis terjadi lebih besar pada sistem yang dibuat dengan pengecoran daripada sistem
dengan pengelasan.

2.4 MODEL MATEMATIK

Model matematik adalah sebuah persamaan matematik yang diharapkan dapat memberikan
informasi yang cukup lengkap mengenai karakteristik dinamik model fisik yang
diwakilinya.

Dalam analisis dinamik, model matematik yang biasa digunakan adalah model matematik
massa-pegas yang menganggap bahwa massa model fisik dimodelkan sebagai sebuah atau
beberapa buah massa m diskrit dan kekakuan dimodelkan sebagai satu atau beberapa
kekakuan k diskrit yang terpusat pada titik-titik tertentu. Model matematik diskrit yang
lebih terdistribusi dengan jumlah derajat kebebasan yang besar disebut sebagai model
elemen-hingga.

2.5 DERAJAT KEBEBASAN

Koordinat bebas yang menggambarkan gerak sistem disebut sebagai derajat kebebasan.
Satu titik pada suatu benda kaku dalam ruang mempunyai enam derajat kebebasan, tiga
perpindahan translasi dan tiga perpindahan rotasi. Sistem kontinyu memiliki titik koordinat
yang tidak terbatas sehingga jumlah derajat kebebasan menjadi tidak terbatas. Pada
umumnya jumlah derajat kebebasan yang tidak terbatas pada sistem kontinyu dapat
dimodelkan menjadi sistem diskrit ekivalen yang mempunyai derajat kebebasan yang
terbatas. Jumlah derajat kebebasan yang diambil menentukan ketelitian perhitungan dan
ditentukan berdasarkan pengalaman praktis.

Pada umumnya suatu sistem mempunyai banyak derajat kebebasan. Studi mengenai
getaran harus dimulai dari sistem yang paling sederhana, yaitu sistem dengan satu derajat
kebebasan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 30


Sistem mekanik dirancang untuk bergerak pada suatu arah tertentu dan tidak bergerak pada
arah yang lain. Sebagai contoh, piston dalam silinder dirancang untuk bergerak hanya naik
dan turun. Ada dua jenis gerakan: rotasi dan translasi.

Rotasi adalah mekanisme berputar, dari suatu benda mengelilingi suatu sumbu putarnya.
Misalnya roda-roda dalam kendaraan, turbin, dan kipas pendingin merupakan contoh-
contoh dari sistem rotasi.

Translasi adalah pergerakan sejajar atau tegak lurus terhadap sumbunya. Misalnya suatu
menara air atau bangunan bertingkat bergerak ke arah horisontal atau vertikal yang terjadi
akibat beban angin atau gempa dan sebuah rotor dengan piringan yang bergerak pada arah
tegak lurus sumbunya akibat beban tak-balans merupakan sistem pergerakan translasi.

Umumnya jumlah variabel yang diperlukan untuk mendefinisikan posisi suatu titik massa
dalam sistem tersebut didefinisikan sebagai jumlah derajat kebebasan sistem.

Suatu rotor kantilever sederhana dengan tumpuan bantalan pada Gambar 2-3 merupakan
contoh dari sistem dengan satu derajat kebebasan. Dengan mengasumsikan bantalan pejal
dan tidak bergerak, posisi piringan pada ujung bebas poros dapat didefinisikan oleh sudut
antara titik acuan pada piringan dengan sebuah titik acuan luar. Sudut putar rotor
merupakan satu-satunya harga yang diperlukan untuk mendefinisikan posisi itu. Karena
itu, sistem ini merupakan sistem yang mempunyai satu derajat kebebasan.

kT

kT 
I 0 
kT
Io

Gambar 2-3 Rotor kantilever merupakan sistem dengan satu derajat kebebasan arah rotasi

Konstanta pegas torsi dari batang dihitung dari hubungan torsi dan peralihan sudut:

TL I PG
 , T  k T  , maka kT 
I PG L

dengan Ip adalah momen kutub jika inersia batang terhadap penampangnya. Persamaan
gerak untuk rotasi  menggunakan hukum Newton untuk rotasi terhadap pusat massa,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 31


J O   T   k T  atau J O   k T   0

Frekuensi natural dapat diperoleh melalui hubungan berikut:

kT I pG
n  
Jo JoL

Contoh pergerakan translasi adalah sebuah struktur kantilever menara air pada Gambar 2-4
yang diasumsikan hanya dapat bergerak secara translasi pada arah horisontal. Gerak
translasi dari bak air pada puncak menara merupakan satu-satunya harga yang diperlukan
untuk mendefinisikan posisi sistem menara air. Sistem ini dapat dianggap sebagai sebuah
sistem dengan satu derajat kebebasan yang bergerak translasi pada arah horisontal.

x
Fx Fx
m
f(t)

L E, I m

x(t)

a. b. c.

Gambar 2-4 Sistem dengan satu derajat kebebasan arah translasi horizontal:
a. Model fisik menara air dengan bak air terletak pada puncak menara;
b. Deformasi struktur ketika mendapat gaya luar pada arah x;
c. Model matematik massa-pegas satu derajat kebebasan ekivalen dari model
fisik menara air

Konstanta pegas k dari model matematik massa-pegas menara air pada arah horisontal
dapat dihitung melalui hubungan berikut:

L3
x  Fx , k  x  Fx , maka k  3EI
3
3EI L

dengan k, E, I, L, x, dan Fx berturut-turut adalah kekakuan pegas model matematik massa-
pegas, modulus elastisitas, momen inersia kolom, panjang kolom, simpangan kolom pada
puncak menara air pada arah x, dan gaya pada puncak menara air pada arah x

Frekuensi natural model massa pegas dapat dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 32


k 3EI
n  
m mL3

dengan m adalah massa model matematik massa-pegas yang merupakan massa ekivalen
dari menara air.

Contoh lain adalah sebuah model rotor sederhana pada Gambar 2-5 yang ditumpu pada dua
buah bantalan kaku sendi dan rol yang diasumsikan hanya dapat bergerak secara translasi
pada arah vertikal. Gerak translasi piringan rotor merupakan satu-satunya harga yang
mendefinisikan posisi rotor. Sistem ini dapat dianggap sebagai sebuah sistem dengan satu
derajat kebebasan yang bergerak translasi pada arah vertikal.

Fy
y

m
EI EI

y

L
a.

Fy

f(t) m y(t)
y

k c

L
b. c.

Gambar 2-5 Sistem dengan satu derajat kebebasan arah translasi vertikal:
a. Sistem dinamik dengan satu derajat kebebasan yang bergerak
translasi pada arah vertikal;
b. Model fisik rotor sederhana dengan massa piringan terletak di tengah
poros;
c. Model matematik massa-pegas1 DOF ekivalen dari model fisik rotor
sederhana

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 33


Massa piringan rotor terletak di tengah rentang poros. Bantalan diasumsikan sebagai
tumpuan kaku sendi dan rol. Konstanta pegas k dari model matematik massa-pegas yang
merupakan kekakuan arah gravitasi batang poros rotor dihitung dari hubungan berikut:

L3
y  Fy , k  y  Fy , maka k  48EI
3
48 EI L

dengan k, E, I, L, y, dan Fy berturut-turut adalah kekakuan pegas model matematik massa-
pegas, modulus elastisitas poros, momen inersia poros, panjang poros, simpangan poros
pada tengah bentang arah y, dan gaya pada tengah poros arah y.

Frekuensi natural model massa pegas dapat dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut:

k 48EI
n  
m mL3

dengan m adalah massa model matematik massa-pegas yang merupakan massa ekivalen
dari massa rotor.

Suatu titik pada sebuah benda yang dapat bergerak secara bebas didalam ruang memiliki
enam derajat kebebasan: tiga kebebasan arah translasi dan tiga kebebasan arah rotasi.
Dalam analisis dinamik, model yang paling sederhana adalah model dengan satu derajat
kebebasan. Untuk sebagian besar sistem dengan banyak derajat kebebasan, analisis
dinamik yang paling banyak diperlukan biasanya terjadi pada beberapa derajat kebebasan
pertamanya.

2.6 PERSAMAAN GERAK

Studi mengenai vibrasi berhubungan dengan gerak osilasi dari suatu sistem dan gaya-gaya
yang berhubungan dengan sistem tersebut. Semua sistem yang memiliki massa dan
kekakuan mempunyai kemampuan untuk melakukan gerak osilasi.

2.6.1 Model Matematik Massa-Pegas Satu Derajat Kebebasan

Model matematik sederhana yang banyak digunakan dalam analisis dinamik adalah model
massa-pegas yang terdiri dari massa m, kekakuan pegas k, redaman c, dan gaya eksitasi f(t)
yang merupakan gaya luar yang bekerja pada struktur.

Persamaan gerak untuk sistem dinamik dengan satu-derajat-kebebasan dapat diperoleh


dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut, yaitu gaya
luar, dan gaya-gaya lainnya yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan pada sistem

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 34


tersebut, seperti: gaya inersia, gaya redaman, dan gaya elastik pegas seperti terlihat pada
Gambar 2-6.

f(t)
k
m
c
x(t)

Gambar 2-6 Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan satu derajat
kebebasan

Sehingga persamaan gerak dapat ditulis sebagai persamaan keseimbangan dari gaya-gaya
tersebut, yaitu:

f I (t )  f D (t )  f S (t )  f (t ) (2-18)

dimana fI(t), fD(t), dan fS(t) berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan f(t)
adalah gaya luar dinamik. Gaya inersia, redaman, dan elastik diperoleh melalui persamaan:

f I (t )  m x(t )

f D (t )  c x (t ) (2-19)

f S (t )  k x(t )

Substitusi Persamaan (2-19) ke dalam Persamaan (2-18), maka persamaan gerak sistem
dengan satu-derajat-kebebasan adalah:

m x(t )  c x (t )  k x(t )  f (t ) (2-20)

dimana m, c, dan k berturut-turut adalah massa, redaman, dan kekakuan struktur.


Sedangkan xt  , xt  , dan x t  adalah percepatan, kecepatan, dan perpindahan fungsi
waktu t. Selanjutnya untuk alasan praktis, fungsi waktu t dari parameter dinamik dapat
tidak ditulis.

Persamaan gerak untuk sistem massa-pegas dengan satu-derajat-kebebasan dengan gaya


luar harmonic f(t) = Fc cos t + Fs sin t adalah:

mx(t )  cx (t )  kx(t )  Fc cos  t  Fs sin  t (2-21)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 35


dengan t, x(t), x (t ) , dan x(t ) berturut-turut adalah waktu, perpindahan, kecepatan, dan
percepatan fungsi waktu. Untuk kemudahan penulisan, selanjutnya fungsi waktu t tidak
ditulis lagi.

2.6.2 Model Matematik Massa-Pegas Banyak Derajat Kebebasan

Model struktur yang lebih rumit seperti struktur bangunan bertingkat banyak memiliki
banyak derajat kebebasan. Pemodelan matematik struktur tersebut dengan menggunakan
model massa-pegas satu derajat kebebasan tidak dapat dilakukan karena tidak mewakili
model struktur yang sebenarnya. Model matematik yang dapat digunakan adalah model
matematik massa-pegas dan model matematik elemen-hingga dengan banyak derajat
kebebasan yang terdiri dari sejumlah massa m, kekakuan pegas k, redaman c, dan gaya
eksitasi luar f(t) yang bekerja pada struktur.

Sebuah model bangunan tinggi bertingkat seperti pada Gambar 2-7 mempunyai kekakuan
balok-lantai yang relatif kaku terhadap kolom-kolomnya, sehingga lantai bergerak secara
kaku dalam arah horizontal membentuk satu derajat kebebasan untuk setiap lantainya.
Kekakuan dari masing-masing tingkat hanya diwakili oleh kekakuan kolom.

Pada Gambar 2-7 diperlihatkan perpindahan dari masing-masing lantai diberi simbol xi,
i = 1,2, ... n, yang merupakan sistem koordinat fisik. Kekakuan dari masing-masing kolom
adalah:

12EI
k
L3

dengan E, I, dan L berturut-turut adalah modulus elastisitas, momen inersia, dan tinggi
kolom struktur.

Pada setiap lantai struktur bangunan, umumnya terdapat lebih dari satu kolom dan dapat
dianggap sebagai pegas yang berhubungan secara paralel, sehingga kekakuan total untuk
masing-masing lantai adalah jumlah kekakuan dari beberapa kolom pada lantai tersebut
adalah:

z 12EI j
ki  
j 1 L3j

dengan z adalah jumlah kolom.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 36


x3
m3 f3
m3
k3(x3-x2)
k3
x2 k3(x3-x2)
m2 f2
m2
k2(x2-x1)
k2
x1 k2(x2-x1)
m1 f1
m1
k1 x1
k1

a. b. c.

Gambar 2-7 a. Struktur bangunan tiga lantai;


b. Deformasi sruktur ketika mengalami gaya luar f;
c. Diagram benda bebas dari model struktur a.

Persamaan kesetimbangan gaya-gaya untuk struktur bangunan tiga lantai adalah:

massa 1: m1 x1  k1 x1  k 2 ( x2  x1 )  f1

massa 2: m2 x2  k 2 ( x2  x1 )  k 3 ( x3  x 2 )  f 2

massa 3: m3 x3  k 3 ( x3  x2 )  k 4 ( x4  x3 )  f 3

dengan mengatur kembali persamaan-persamaan di atas maka diperoleh persamaan gerak


dinamik berikut

m1 x1  (k1  k 2 ) x1  k 2 x2  f1

m2 x2  k 2 x1  (k 2  k 3 ) x 2  k 3 x3  f 2

m3 x3  k 3 x2  (k 3  k 4 ) x3  k 4 x 4  f 3

Persamaan-persamaan di atas dapat dibentuk dalam bentuk matriks berikut:

m1 0 0   x1  c1  c 2  c2 0   x1  k1  k 2  k2 0   x1   f1 (t ) 


0        
 m2 0  x2     c 2 c 2  c3  c3   x 2     k 2 k 2  k3  k 3   x 2    f 2 (t ) (2-22)
 0 0 m3   
 x3   0  c3 c3   
 x 3   0  k3 k 3    
 x3   f 3 (t ) 

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 37


Dalam analisis dinamik struktur sederhana, model fisik biasanya dimodelkan dengan
menggunakan model massa-pegas. Model massa pegas dengan tiga derajat kebebasan
ekivalen dari struktur bangunan tiga lantai dari Gambar 2-7 yang telah ditambah redaman
dapat dilihat pada Gambar 2-8.

f1 f2 f3
k1 k2 k3
m1 m2 m3
c1 c2 c3
x1 x2 x3

a.

f1 f2 f3
c1 x1 c2 ( x2  x1 ) c3 ( x3  x2 )
m1x1 m2x2 m3x3
k1x1 k2 (x2 - x1) k3 (x3 – x2)

x1 x2 x3

b.

Gambar 2-8 a. Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan tiga derajat
kebebasan;
b. Diagram benda bebas dari model massa-pegas a.

Persamaan gerak untuk model massa-pegas dengan banyak derajat kebebasan dapat
dibentuk dengan menjumlahkan gaya-gaya pada diagram benda-bebasnya seperti
diperlihatkan pada Gambar 2-8, adalah:

m1 x1  c1 x1  k1 x1  c 2 x 2  x1   k 2 x 2  x1   f 1 (t )


m 2 x2  c 2  x 2  x1   k 2 x 2  x1   c3 x 3  x 2   k 3 x 3  x 2   f 2 (t ) (2-23)
m3 x3  c3 x 3  x 2   k 3  x3  x 2   f 3 (t )

atau dalam bentuk matriks adalah:

m1 0 0   x1  c1  c 2  c2 0   x1  k1  k 2  k2 0   x1   f1 (t ) 


0        
 m2 0  x2     c 2 c 2  c3  c3   x 2     k 2 k 2  k3  k 3   x 2    f 2 (t )
 0 0 m3   
 x3   0  c3 c3   
 x 3   0  k3 k 3    
 x3   f 3 (t ) 

(2-24)

Untuk penyederhanaan penulisan, selanjutnya bentuk matriks dari Persamaan (2-24) ditulis
dalam bentuk simbol matriks berikut:

Mx  Cx  Kx  f (2-25)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 38


M, C, dan K berturut-turut adalah matriks massa, matriks redaman, dan matriks kekakuan.
x, x , x , dan f adalah vektor perpindahan, kecepatan, percepatan, dan vektor gaya. Simbol
matriks dan vektor selanjutnya ditulis dengan menggunakan huruf tebal.

Secara umum, model matematik struktur bangunan dengan n derajat kebebasan dapat
dihitung dengan menggunakan prosedur yang sama dengan model matematik tiga derajat
kebebasan. Matriks massa, redaman, dan kekakuan dapat dihitung berdasarkan
kesetimbangan gaya-gaya pada diagram benda bebasnya, seperti diperlihatkan pada
Gambar 2-9.
xn
mn fn
mn
kn(xn-xn-1)
kn
xn-1 kn(xn-xn-1)
mn-1 fn-1
mn-1
kn-1
kn-1(xn-1-xn-2)

k4 x3 k4(x4-x3)
m3 f3
m3
k3(x3-x2)
k3
x2 k3(x3-x2)
m2 f2
m2
k2(x2-x1)
k2
x1 k2(x2-x1)
m1 f1
m1
k1 x1
k1

a. b. c.
Gambar 2-9 a. Struktur bangunan n lantai;
b. Deformasi sruktur ketika mengalami gaya luar f;
c. Diagram benda bebas dari model struktur a.

Persamaan kesetimbangan gaya-gaya untuk struktur bangunan n lantai adalah:

massa 1: m1 x1  k1 x1  k 2 ( x2  x1 )  f1

massa 2: m2 x2  k 2 ( x2  x1 )  k 3 ( x3  x 2 )  f 2

massa 3: m3 x3  k 3 ( x3  x2 )  k 4 ( x4  x3 )  f 3

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 39


massa n: mn xn  k n ( x n  xn1 )   f n

dengan mengatur kembali persamaan-persamaan di atas maka diperoleh:

m1 x1  (k1  k 2 ) x1  k 2 x2  f1

m2 x2  k 2 x1  (k 2  k 3 ) x 2  k 3 x3  f 2

m3 x3  k 3 x2  (k 3  k 4 ) x3  k 4 x 4  f 3


mn xn  k n xn1  k n xn  f n

Model massa pegas n derajat kebebasan ekivalen dari struktur bangunan n lantai dari
Gambar 2-9 yang telah ditambah redaman dapat dilihat pada Gambar 2-10.

f1 f2 f3 fn
k1 k2 k3 k4 kn

m1 m2 m3 mn

c1 c2 c3 c4 cn
x1 x2 x3 xn

a.

f1 f2 f3 fn
c1 x1 c2 ( x2  x1 ) c3 ( x3  x2 ) cn ( x n  x n 1 )
m1x1 m2x2 m3x3 mnxn
k1x1 k2 (x2 - x1) k3 (x3 – x2) kn (xn – xn-1)

x1 x2 x3 xn
b.

Gambar 2-10 a. Model massa-pegas dari sistem dinamik dengan n derajat


kebebasan; b. Diagram benda bebas dari model massa-pegas a.

Persamaan umum untuk matriks massa, redaman, dan kekakuan dari model massa-pegas n
derajat kebebasan adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 40


 m1 0 0 . 0 0 0 
 0 m2 0 . 0 0 0 
 
 0 0 m3 . 0 0 0 
 
Mnxn  . . . . 0 0 0 
 0 0 0 0 mn  2 0 0 
 
 0 0 0 0 0 mn 1 0 
 0 0 0 0 0 0 mn 
  (2-26)

 c1  c2  c2 0 . 0 0 0 
 c c2  c3  c3 . 0 0 0 
 2 
 0  c3 c3 . 0 0 0 
 
Cn x n  . . . . 0 0 0 
 0 0 0 0 cn  2  cn 1  cn 1 0 
 
 0 0 0 0  cn 1 cn 1  cn  cn 
 0 0 0 0 0  cn cn 
 
(2-27)

 k1  k 2  k2 0 . 0 0 0 
 k k 2  k3  k3 . 0 0 0 
 2 
 0  k3 k3 . 0 0 0 
 
K nxn  . . . . 0 0 0 
 0 0 0 0 k n  2  k n1  k n 1 0 
 
 0 0 0 0  k n 1 k n 1  k n  kn 
 0 0 0 0 0  kn kn 
 
(2-28)

2.6.3 Persamaan Lagrange (Joseph L. C. Lagrange (1736-1813))

Pada bagian sebelumnya telah dibahas bagaimana membuat model matematik persamaan
gerak dengan menggunakan prinsip kesetimbangan gaya pada sebuah benda bebas dengan
menggunakan metode Newton yang merupakan sebuah pendekatan vektor sederhana untuk
sistem dengan sedikit derajat kebebasan. Keharusan untuk membuat gaya-gaya pada
kondisi batas dan pada diagram benda bebas pada metode ini akan mengalami kesulitan
jika metode ini digunakan untuk sistem dengan derajat kebebasan yang banyak.

Untuk mengatasi masalah ini, maka akan diperkenalkan persamaan Lagrange yang dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan dari metode vektor dan dapat digunakan dengan mudah
untuk sistem dengan banyak derajat kebebasan. Persamaan Lagrange merupakan prosedur
yang sepenuhnya skalar dalam membentuk energi kinetik, potensial, redaman, dan kerja
yang besarannya dinyatakan dalam bentuk koordinat umum.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 41


Lagrange mengembangkan persamaan umum untuk sistem dinamik yang dibentuk dari
kuantitas skalar dari energi kinetik T, energi potensial U, dan kerja W. Persamaan Lagrange
menggunakan koordinat umum yang merupakan koordinat mandiri yang jumlahnya sama
dengan jumlah derajat kebebasan sistem. Persamaan gerak dalam koordinat fisik
diformulakan dalam koordinat umum.

Persamaan Lagrange adalah sebuah prosedur skalar yang menggunakan besaran skalar dari
energi kinetik, energi potential, dan kerja yang dinyatakan dalam koordinat umum berikut:

d  T  T F U
     Qi , i = 1,2, ... , n (2-29)
dt  qi  qi qi qi

dengan i , qi , dan Qi berturut-turut adalah nomor derajat kebebasan, koordinat umum untuk
derajat kebebasan ke-i, dan gaya luar.

Untuk menggunakan persamaan Lagrange pada gerak sistem linier, pertama harus dibentuk
persamaan energi kinetik, redaman, dan energi potensial sistem.

energi kinetik,

1N N
T   mi q i q j (2-30)
2 i 1 j 1

1
T q (t ) T m q (t ) (2-31)
2

T  1 q T (t )Mq (t ) (2-32)
2

energi potensial,

1 n n
U  k jlq j ql
2 j 1 l 1
(2-33)

1
U q(t ) T k q(t ) (2-34)
2

U  1 qT K q (2-35)
2

dan energi redaman,

1 n n
F  crsqr qs
2 r 1 s 1
(2-36)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 42


F  1 q T (t ) c q (t ) (2-37)
2

F  1 q T C q (2-38)
2

Selanjutnya kerja virtual dapat ditulis dalam bentuk:

W  Q T (t )q(t ) (2-39)

q(t) adalah vektor peralihan.

Sebagai ilustrasi, persamaan gerak untuk sistem dengan tiga derajat kebebasan seperti pada
Gambar 2-11 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Lagrange.

f1 f2 f3
k1 k2 k3 k4
m1 m2 m3
c1 c2 c3 c4
x1 x2 x3

Gambar 2-11 Model massa-pegas dengan tiga derajat kebebasan

Energi kinetik, redaman, dan potensial dari sistem massa-pegas tiga derajat kebebasan
dapat dihitung sebagai berikut:

T  12 (m1q12  m2q22  m3q32 ) (2-40)

F  12 (c1q12  c2 (q2  q1)2  c3 (q3  q2 )2  c4q32 ) (2-41)

U  12 (k1q12  k2 (q2  q1)2  k3 (q3  q2 )2  k4q32 ) (2-42)

Dengan menggunakan persamaan Lagrange dari Persamaan (2-43) pada Persamaan


(2-40) - (2-42), maka persamaan gerak, matriks massa, redaman, dan matriks kekakuan
sistem dapat dihitung.

untuk i = 1,

Dari Persamaan (2-40) terlihat bahwa energi kinetik T bukan merupakan fungsi dari
koordinat modal, qi, maka turunan pertama energi kinetik terhadap koordinat modal sama
dengan nol,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 43


T T T
 0,  0 , dan 0
q1 q2 q3

T
 m1q1
q1

d  T 
   m1q1
dt  q1 

F
 c1q1  c2 (q 2  q1 )
q1

dU
 k1q1  k 2 (q2  q1 )
dq1

Persamaan gerak untuk derajat kebebasan pertama dengan gaya luar Q1 adalah f1
berdasarkan Persamaan Lagrange (2-29) adalah:

m1q1  c1q1  c2 (q 2  q1 )  k1q1  k 2 (q2  q1 )  f1 (2-43)

untuk i = 2,

T
 m2 q 2
q 2

d  T 
   m2 q2
dt  q2 

F
 c2 (q 2  q1 )  c3 (q3  q 2 )
q 2

dU
 k 2 (q2  q1 )  k3 (q3  q2 )
dq2

Persamaan gerak untuk derajat kebebasan kedua dengan gaya luar f2 adalah:

m2 q2  c2 (q 2  q1 )  c3 (q 3  q 2 )  k 2 (q 2  q1 )  k 3 (q3  q 2 )  f 2 (2-44)

untuk i = 3,

T
 m3q3
q3

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 44


d  T 
   m3q3
dt  q3 

F
 c3 (q3  q2 )  c4 q3
q3

dU
 k3 (q3  q2 )  k4 q3
dq3

Persamaan gerak untuk derajat kebebasan ketiga dengan gaya luar f3 adalah:

m3 q3  c3 (q 3  q 2 )  c4 q 3  k 3 (q3  q 2 )  k 4 q3  f 3 (2-45)

Penggabungan dari Persamaan (2-43) – (2-45) adalah:

m1q1  c1q1  c2 (q 2  q1 )  k1q1  k 2 (q2  q1 )  f1

m2 q2  c2 (q 2  q1 )  c3 (q 3  q 2 )  k 2 (q 2  q1 )  k 3 (q3  q 2 )  f 2 (2-46)

m3 q3  c3 (q 3  q 2 )  c4 q 3  k 3 (q3  q 2 )  k 4 q3  f 3

dalam bentuk matriks:

m1 0 0   q1  c1  c 2  c2 0   q1  k1  k 2  k2 0   q1   f1 


0        
 m2 0  q2     c 2 c 2  c3  c3  q 2     k 2 k 2  k3  k 3  q 2    f 2 
 0 0 m3   
q3   0  c3 c3  c 4   
q 3   0  k3 k 3  k 4     
q 3   f 3 
(2-47)

Sehingga diperoleh matriks massa, redaman, dan kekakuan sebagai berikut:

m1 0 0
M   0 m2 0 
 0 0 m3 

c1  c2  c2 0 
C    c2 c2  c3  c3 
 0  c3 c3  c4 

k1  k 2  k2 0 
K    k 2 k 2  k3  k 3 
 0  k3 k 3  k 4 

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 45


3
ANALISIS SISTEM DINAMIK
DENGAN SATU DERAJAT
KEBEBASAN

Sistem dinamik dengan satu derajat kebebasan dimodelkan dengan model matematik
massa-pegas yang terdiri dari massa m, kekakuan pegas k, redaman c, dan gaya eksitasi f(t)
yang bekerja pada sistem seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3-1.

f(t)
k
m
c
x(t)
Gambar 3-1 Model massa-pegas dengan satu derajat kebebasan

Persamaan gerak sistem dengan satu-derajat-kebebasan adalah:

m x(t )  c x (t )  k x(t )  f (t ) (3-1)

dimana m, c, dan k berturut-turut adalah massa, redaman, dan kekakuan struktur. Dan xt  ,
x t  , x t  , dan f(t) adalah percepatan, kecepatan, perpindahan, dan gaya eksitasi fungsi
waktu t.

3.1 GETARAN BEBAS

3.1.1 Getaran bebas tanpa redaman

Untuk sistem dinamik model massa-pegas satu derajat kebebasan dengan c dan f(t) = 0,
maka Persamaan (3-1) menjadi:

m x(t )  k x(t )  0 (3-2)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 46


dengan m, k, x(t), dan x t  berturut-turut adalah massa, kekakuan, perpindahan, dan
percepatan.

Jawab dari Persamaan (3-2) adalah suatu fungsi sinusoidal berikut:

x(t )  A cost (3-3)

dengan A dan  berturut-turut adalah amplitudo komponen kosinus dan frekuensi gerak
dari perpindahan x(t).

Kecepatan x dan percepatan x adalah turunan fungsi waktu pertama dan ke dua dari
perpindahan, x dari Persamaan (3-3)

x (t )  A sin t (3-4)

x(t )  2 A cos  t (3-5)

atau

x(t )  2 x(t ) (3-6)

Substitusi Persamaan (3-3) dan (3-5) ke dalam Persamaan (3-2), diperoleh:

 2mA  kA  0

atau

(2 m  k ) A  0 (3-7)

Karena harga A pada Persamaan (3-7) tidak selalu 0, maka harga (2m  k )  0 . Solusi
non-trivial dari Persamaan (3-7) adalah:

k
 (3-8)
m

Untuk sistem dinamik getaran bebas tanpa redaman dengan satu derajat kebebasan, maka
 adalah frekuensi natural sistem. Untuk selanjutnya frekuensi natural dapat disimbolkan
dengan n.

3.1.2 Getaran bebas dengan redaman

Untuk sistem dinamik bebas dengan redaman, Persamaan gerak sistem Persamaan (3-1)
menjadi:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 47


mx  cx  kx  0 (3-9)

Jawab dari Persamaan (3-9) adalah:

x(t )  Ce st (3-10)

x(t )  sCe st (3-11)

x(t )  s 2Cest (3-12)

dengan s = bilangan laplace =  j

j = bilangan imajiner

Substitusikan Persamaan (3-10) - (3-12) ke dalam Persamaan (3-9), maka diperoleh:

(ms 2  cs  k )Ce st  0 (3-13)

Karena nilai C tidak selalu sama dengan nol, maka Persamaan (3-15) akan mempunyai
jawab bila:

ms 2  cs  k  0 (3-14)

Dari Persamaan kuadrat (3-14), dapat dihitung harga s1 dan s2:

2
c  c 
s1, s2       
2
(3-15)
2m  2 m 

Substitusi Persamaan (3-15) ke dalam Persamaan (3-10), didapat persamaan umum


perpindahan berikut:

xt   C1es1t  C2es2t (3-16)

Sistem dengan redaman kritis, c = ccr

Nilai redaman kritis didefinisikan sebagai redaman yang didapat jika harga di dalam akar
pada Persamaan (3-15) sama dengan nol, sehingga Persamaan (3-15) hanya mempunyai
satu harga s.

2
 c 
    0
2
(3-17
 2 m 

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 48


Dari Persamaan (3-17, dengan c = ccr, nilai redaman kritis ccr adalah:

ccr = 2mω (3-18)

Dari Persamaan (3-15) dan (3-17 dengan hubungan Persamaan (3-18), dapat dihitung harga
s, dengan c = ccr:

c ccr
s1  s2    (3-19)
2m 2m

Substitusi Persamaan (3-18) ke dalam Persamaan (3-19), diperoleh:

s1  s2    (3-20)

Dari Persamaan (3-16), maka persamaan umum perpindahan adalah:

c
 cr t
xt   C1  C2 t  e m
2  C1  C2 t e t (3-21)

dengan kondisi awal pada saat t = 0:

x(0)  x0 (3-21)

x (0)  v0 (3-23)

Substitusi kondisi awal Persamaan (3-21) dan (3-23) pada Persamaan (3-21), maka
persamaan umum perpindahan dengan redaman kritis adalah:

xt   x0 1  t   v0 t  e t (3-24)

Sistem dengan redaman dibawah redaman kritis c  ccr

Dalam praktek nilai redaman dari suatu sistem sering dibandingkan dengan nilai redaman
kritis, ccr = 2m. Perbandingan nilai redaman,  didefinisikan sebagai:

c c
  (3-25)
ccr 2m

Jika satuan perbandingan nilai redaman yang digunakan adalah persen, maka nilai redaman
 dari Persamaan (3-25) harus dikali dengan seratus.

Substitusi Persamaan (3-25) ke dalam Persamaan (3-15), maka didapat:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 49


s1, s2    ()2  2 (3-26)

s1, s2    i 2  ()2 (3-27)

atau

s1, s2    iD (3-28)

dengan

D   1  2 (3-29)

D disebut sebagai frekuensi teredam.

Dari Persamaan (3-16), maka persamaan umum perpindahan adalah:

xt   C1 e   t  i D t  C2 e   t  i D t

x(t )  e   t (C1 eiD t  C2 e iD t ) (3-30)

Dengan menggunakan Persamaan Euler

e ix  cos x  i sin x

e ix  cos x  i sin x

Perpindahan x(t) dari Persamaan (3-30), dapat disederhanakan menjadi:

x(t )  e   t ( A cos D t  B sin D t ) (3-31)

Jika diberi kondisi awal x(0) = x0 dan x 0  v0 pada waktu t = 0, maka persamaan umum
dari Persamaan (3-31) adalah:

v0  x0
xt   e  t ( x0 cos Dt  sin Dt ) (3-32)
D

Sistem dengan redaman berlebih c  ccr

Suatu sistem dinamis disebut mempunyai redaman berlebih, jika koefisien redamannya
melebihi koefisien redaman kritis. Hal ini sangat jarang ditemui dalam kondisi normal.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 50


Dalam hal 1, harga dibawah akar dari Persamaan (3-15) mempunyai nilai positif,
sehingga Persamaan (3-27) dapat ditulis dalam bentuk:

s1, s2    ()2  2 (3-33)

atau

s1 , s 2    
ˆ

dengan 
ˆ   2  1

Substitusi Persamaan (3-33) ke dalam Persamaan (3-11), akan didapat persamaan


perpindahan:

x(t )  e   t ( A cosh ˆ t  B sinh ˆ t ) (3-34)

Harga A dan B dapat dihitung dengan memasukkan kondisi awal pada Persamaan (3-34).
Perlu diperhatikan bahwa suatu sistem dinamis dengan koefisien redaman c  ccr , tidak
lagi mempunyai gerakan harmonik.

3.1.3 Getaran paksa tanpa redaman

Dari Persamaan (3-1), persamaan gerak untuk sistem getaran paksa tanpa redaman dengan
gaya harmonik f(t) = F cos t adalah:

mx(t )  kx(t )  F cos t (3-35)

dengan F dan  adalah amplitudo dan frekuensi eksitasi gaya luar.

Jawab dari Persamaan (3-35) dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3-3) –
(3-5) yang merupakan fungsi sinusoidal yang dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi eksitasi gaya luar . Substitusi Persamaan (3-3) – (3-5) ke dalam Persamaan
(3-35), diperoleh:

( 2 m  k ) A cos  t  F cos  t

(  2 m  k ) A  F (3-36)

Amplitudo A adalah:

F F F /k F /k X st
A     (3-37)
k  m 2 m 2 m 2 2  2
k (1  ) 1 1 2 1 ( )
k k  

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 51


k F
dengan   dan Xst adalah simpangan statik =
m k

Substitusi amplitudo kosinus A dari Persamaan (3-37) ke dalam Persamaan (3-2),


persamaan perpindahan x(t) adalah:

X st
x(t )  cos t (3-38)
 2
1 ( )

Harga A dari Persamaan (3-37) fungsi frekuensi eksitasi Ω diperlihatkan pada Gambar 3-
2a. Amplitudo A akan berharga sama dengan simpangan statik Xst ketika frekuensi eksitasi
Ω sama dengan nol, kemudian amplitudo A akan membesar ketika frekuensi eksitasi
diperbesar, menuju tak terhingga pada daerah frekuensi natural n. Setelah melewati
frekuensi natural, maka amplitudo akan menjadi negatif dan menuju nol ketika frekuensi
eksitasi menuju tak terhingga. Untuk kepraktisan penggambaran dan penghematan ruang,
maka amplitudo A dibuat menjadi nilai absolut |A| seperti diperlihatkan pada Gambar 3-2b.
Amplitudo A

|A|

Xst
Frekuensi 
ωn ωn Frekuensi 

a. b.

Gambar 3-2 Amplitudo respon perpindahan model massa-pegas 1 DOF fungsi


frekuensi eksitasi Ω: a. Amplitudo A; b. Amplitudo absolut |A|

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 52


3.1.4 Getaran paksa dengan redaman

Metode langsung

Persamaan gerak untuk sistem getaran paksa dengan redaman dan gaya luar harmonik
f(t) = Fc cos t + Fs sin t adalah:

m x(t )  c x (t )  k x(t )  Fc cos t  Fs sin t (3-39)

Dengan Fc, Fs dan  berturut-turut adalah amplitudo gaya kosinus, sinus, dan frekuensi
gaya eksitasi.

Jawab dari Persamaan (3-39) adalah suatu fungsi sinusoidal berikut:

x(t )  A cos t  B sin  t (3-40)

dengan A, B, dan  berturut-turut adalah amplitudo komponen kosinus, sinus, dan


frekuensi gerak dari perpindahan, x.

Kecepatan, x dan percepatan, x adalah turunan fungsi waktu pertama dan kedua dari
perpindahan, x dari Persamaan (3-3) yang diperoleh dengan cara berikut:

x (t )   A sin  t  B cos t (3-41)

x(t )   2 A cos  t   2 B sin  t (3-42)

atau

x(t )    2 x(t ) (3-43)

Substitusi Persamaan (3-40)-(3-42) ke dalam Persamaan (3-39), lalu dengan memisahkan


bagian sinus dan kosinus, dan menyusunnya kembali ke dalam bentuk matriks maka akan
diperoleh dua persamaan dengan dua anu, A dan B berikut:

 m 2  k c   A   Fc 
      (3-44)
  c  m 2  k   B   Fs 

Persamaan (3-40) adalah persamaan simultan linier, sehingga harga A dan B dapat
diperoleh dengan cara numerik melalui persamaan:

1
 A   m  k c   Fc 
2
     
 B    c  m2  k   Fs  (3-45)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 53


Dari harga A dan B dari Persamaan (3-45) dapat dihitung harga perpindahan, kecepatan,
dan percepatan dari Persamaan (3-40)-(3-42).

Hubungan amplitudo antara perpindahan, kecepatan, dan percepatan dapat diperoleh


melalui persamaan berikut:

perpindahan, x(t)

x(t )  A cost  B sin t ,

x(t )  Rd cos ( t  d ) (3-46)

kecepatan, x t 

x (t )  A sin  t  B cos t ,

x t   Rv cos ( t  θ v )

x t    Rd cos ( t  θ v )
(3-47)

percepatan, xi t 

x(t )   2 A cos  t   2 B sin  t ,

xt   Ra cos ( t  θ a )

xt   2 Rd cos( t  θ a ) (3-48)

dengan

Rd  A2  B2 (3-49)

Rv  (A)2  (B)2   A2  B2  Rd (3-50)

Ra  (2 A)2  (2 B)2  2 A2  B2  2 Rd (3-51)

B 
θ d  tan 1 , θ v  θd  , θa  θd   (3-52)
A 2

Kurva amplitudo perpindahan komponen kosinus A dan sinus B fungsi frekuensi eksitasi 
dari Persamaan (3-45) dengan amplitudo gaya Fc konstan dan Fs sama dengan nol dalam
domain frekuensi dari model massa-pegas 1 DOF diperlihatkan pada Gambar 3-3.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 54


Sedangkan kurva amplitudo perpindahan Rd dan fasa d fungsi frekuensi eksitasi  dari
Persamaan (3-49) dan (3-52) diperlihatkan dalam bentuk diagram Bode pada Gambar 3-4.

Amplitudo A

Frekuensi 
ωn

a
Amplitudo B

ωn Frekuensi 
b
Gambar 3-3 Amplitudo respon perpindahan dari model massa-pegas 1 DOF:
a. komponen kosinus A;
b. komponen sinus B
Fasa d


2
Frekuensi 
0



2
Amplitudo Rd

ωn Frekuensi 
Gambar 3-4 Amplitudo respon perpindahan Rd dan sudut fasa d dari model
massa-pegas 1 DOF

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 55


Hubungan antara respon perpindahan Rd , kecepatan Rv , dan percepatan Ra , sudut fasa
perpindahan d , kecepatan v , dan percepatan a dalam domain frekuensi dari model
massa-pegas 1 DOF dapat dilihat pada Gambar 3-5.

3
Fasa 
2 a

 v
2 d
0
 Frekuensi 

2
Amplitudo R

Ra
Rv
Rd
ωn Frekuensi 

Gambar 3-5 Hubungan antara respon perpindahan Rd, kecepatan Rv , dan


percepatan Ra, dan sudut fasa perpindahan d , kecepatan v , dan
percepatan a dalam domain frekuensi dari model massa-pegas 1
DOF

Metode bilangan kompleks

Cara lain untuk memperoleh jawab dari Persamaan (3-39) dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan bilangan kompleksdari Euler.

mx(t )  cx(t )  kx(t )  Feit (3-53)

Jawab dari Persamaan (3-53) adalah:

xt   Xe i t (3-54)

xt   iXeit (3-55)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 56


xt   2 Xeit (3-56)

dengan i = bilangan imajiner dan X adalah amplitudo perpindahan, x(t). X adalah bilangan
skalar

Substitusi Persamaan (3-54)-(3-56) ke dalam Persamaan (3-53), diperoleh:

  2 mX  i cX  kX  F (3-57)

harga amplitudo X adalah:

F
X
k  m 2  ic (3-58)

Amplitudo X pada Persamaan (3-58) merupakan bilangan komplekss, yang terdiri dari
komponen riil dan komponen imajiner, masing-masing komponen tersebut dapat diperoleh
dengan cara mengalikan penyebut persamaan tersebut dengan konjugatnya, sehingga
didapat:

F k  m 2  ic
X  x
k  m 2  ic k  m 2  ic

 k  m 2  c 
X   i F (3-59)
 (k  m )  (c) (k  m 2 ) 2  (c) 2 
2 2 2

atau

X  X re  iX im (3-58)

dengan komponen riil dan imajiner dari amplitudo X adalah:

 k  m 2 
X re  2
F (3-61)
 (k  m )  (c) 
2 2

  c 
X im   2
F (3-62)
 ( k  m 2 2
)  ( c ) 

Persamaan (3-58) adalah bilangan kompleksyang mempunyai hubungan sebagai berikut:

X re  iX im  R ei (3-63)

dengan R dan  adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 57


R  X re 2  X im 2 (3-64)

X 
  tan 1  im  (3-65)
 X re 

dari Persamaan (3-61) dan (3-62) diperoleh amplitudo R dari Persamaan (3-64) berikut:

F
R (3-66)
(k  m )  (c)
2 2 2

dan

 c 
  tan 1   (3-67)
 k  m2 

dari hasil Persamaan (3-66) dan hubungan Persamaan (3-63), maka harga X dari
Persamaan (3-58) adalah:

Fei
X  (3-68)
(k  m 2 ) 2  (c) 2

Substitusi Persamaan (3-68) ke dalam Persamaan (3-54), maka akan didapat harga x(t)
berikut:

Fei ( t )
xt   (3-69)
(k  m 2 ) 2  (c) 2

Harga x(t) dalam bentuk yang lebih sederhana adalah:

xt  
1
X stei (t  ) (3-70)
(1  r )  (2r )
2 2 2

dengan


r ,

c c
 
2m 2 mk

dan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 58


F
X st 
k

Xst merupakan perpindahan statik dari sistem.

Kurva amplitudo perpindahan R  X re 2  X im 2 dan fasa  dari Persamaan (3-66) dan


(3-67) dengan amplitudo gaya F konstan dalam domain frekuensi dari model massa-pegas
1 DOF dapat dilihat pada Gambar 3-6.

3,0
 0
 = 0,05
2,5  = 0,1
Sudut fasa d (radian)

 = 0,2
2,0  = 0,5
 = 1,0

1,5

1,0

0,5
Frekuensi
0,0
0,5 1,0 1,5 2,5

r

1,5
 0

1,0  = 0,05

0,5  = 0,1
R

 = 0,2
1,0
 = 0,5

- 0,5  = 1,0

0,0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,0
 Frekuensi
r

Gambar 3-6 Amplitudo respon perpindahan struktur R dan sudut fasa  fungsi
perbandingan frekuensi r

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 59


Gambar 3-6 menunjukkan jika massa diberikan gaya eksitasi harmonik dengan frekuensi
rendah dan kemudian diperbesar sampai mendekati frekuensi resonansi, maka respon
dinamik massa akan membesar sampai mendekati frekuensi resonansi. Kemudian jika
frekuensi eksitasi diperbesar melewati frekuensi resonansi, maka respon dinamik massa
akan mengecil menuju nilai nol.

Perubahan amplitudo perpindahan massa ini diikuti pula oleh perubahan fasa dari
perpindahan. Pada frekuensi dibawah frekuensi resonansi, massa bergerak dengan fasa
yang sama dengan fasa gaya eksitasi, kemudian melewati resonansi, fasa respon
perpindahan berubah, sehingga di atas resonansi, perpindahan massa dan gaya eksitasi
mempunyai fasa yang berlawanan.

3.1.5 Respon akibat gerakan pondasi

Respon dinamik dari suatu struktur tidak hanya diakibatkan oleh beban dinamik yang
bekerja pada struktur, tetapi dapat juga disebabkan oleh pergerakan tumpuan struktur,
misalnya struktur yang menerima beban gempa atau beban dinamik lainnya pada
pondasinya.

Xg sin Ωt
f(t)
k
m
c
x(t)

Gambar 3-7 Sistem dinamik yang mengalami gerakan pada tumpuannya

Gaya yang bekerja pada sistem dalam hal ini bukanlah gaya yang bekerja pada massa
secara langsung, tetapi merupakan gaya inersia yang diakibatkan oleh gerakan
tumpuannya.

Perhatikan Gambar 3-7, tumpuan struktur mengalami gerakan harmonik dengan frekuensi
eksitasi  dan amplitudo gerakan Xg

x g t   X g sin t (3-71)

Persamaan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sistem:

mx  c( x  xg )  k ( x  x g )  0 (3-72)

atau

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 60


m x  c x  k x  c x g  k x g (3-73)

Substitusi Persamaan (3-71) ke dalam Persamaan (3-73), didapat:

mx  cx  kx  cX g cos t  kX g sin t (3-74)

Persamaan (3-74) dapat disederhanakan menjadi:

mx  cx  kx  F0 sin t   (3-75)

dengan

F0  X g k 2  (c) 2  X g k 1  (2r ) 2 (3-76)

dan

c
tan    2r (3-77)
k

Persamaan (3-75) adalah persamaan diferensial dari suatu sistem dengan satu derajat
kebebasan dengan gaya luar F0 sin ( t + ) yang identik dengan Persamaan (3-39).

Dan jawab dari Persamaan (3-75) adalah identik dengan Persamaan (3-62).

F0 i (t )
xt  
1
e
(1  r 2 ) 2  (2r ) 2 k
(3-78)

Dari Persamaan (3-76) didapat hubungan:

F0
 X g 1  (2r ) 2 (3-79)
k

Substitusi Persamaan (3-79) ke dalam Persamaan (3-78), didapat:

x 1  (2r ) 2
 ei (t ) (3-80)
Xg (1  r )  (2r )
2 2 2

Perbandingan antara amplitudo gerakan sistem X dengan amplitudo gerakan pondasi Xg


didefinisikan sebagai transmisibiliti Tr:

X 1  (2r ) 2
Tr   (3-81)
Xg (1  r 2 ) 2  (2r ) 2

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 61


Kurva transmisibiliti Tr dapat dilihat pada Gambar 3-8.

3,0
 0
 = 0,05
2,5  = 0,1
Sudut fasa  (radian)

 = 0,2
2,0  = 0,5
 = 1,0

1,5

1,0

0,5
Frekuensi
0,0
0,5 1,0 1,5 2,5

r

1,5
 0
Transmisibiliti Tr = X/Xg

1,0  = 0,05

 = 0,1
0,5
 = 0,5
 = 0,2
1,0  = 1,0

- 0,5

0,0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,0
 Frekuensi
r

Gambar 3-8 Transmisibiliti Tr fungsi perbandingan frekuensi r

Koordinat relatif

Persamaan (3-72) dapat juga diselesaikan dengan menggunakan koordinat relatif antara
koordinat sistem dengan koordinat tumpuannya, yang didefinisikan sebagai z.

z  x  xg (3-82)

dan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 62


x  z  xg (3-83)

Substitusi Persamaan (3-82) dan (3-83) ke dalam Persamaan (3-72) didapat:

mz  cz  kz  mxg (3-84)

Substitusi Persamaan (3-71) ke dalam Persamaan (3-84) didapat:

mz  cz  kz  mX s  2 sin t (3-85)

atau

mz  cz  kz  F0 sin t (3-86)

dengan

F0  mXs2

Persamaan (3-85) adalah persamaan diferensial dari suatu sistem dengan satu derajat
kebebasan dengan gaya luar F0 sin t yang identik dengan Persamaan (3-42).

Jawab dari Persamaan (3-86) adalah:

mX s  2
z t  
1 i (t )
e
(1  r 2 ) 2  (2r ) 2 k (3-87)

atau

2
z (t )
 2 e i (t )
Xs (1  r )  (2r )
2 2 2
(3-88)

atau

Z r2
 (3-89)
Xs (1  r 2 ) 2  (2r ) 2

dengan


r

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 63


3.1.6 Respon pada pondasi

Vibrasi yang ditimbulkan oleh mesin ke pondasi adalah suatu hal yang tidak dapat
dihindari tetapi dapat diperkecil dengan menggunakan pegas yang sesuai yang dapat
berfungsi sebagai peredam vibrasi.

Sistem dengan satu derajat kebebasan yang mengalami beban dinamik F0 sin t seperti
pada Gambar 3-1, mempunyai persamaan gerak:

mx  cx  kx  F0 sin t (3-90)

Jawab dari Persamaan (3-90) adalah:

x  X sin t   (3-91)

dengan

F0
X  k (3-92)
(1  r 2 ) 2  (2r ) 2

dan

 2r 
  tan 1  2 
(3-93)
 (1  r ) 

Gaya-gaya yang disalurkan ke pondasi melalui pegas dan peredam adalah:

f T  cx  kx (3-94)

Substitusi Persamaan (3-92) beserta turunannya ke dalam Persamaan (3-94)

fT  X k sin t    c cost   (3-95)

atau

fT  X k 2  (c)2 sint     (3-96)

atau

fT  X k 2  (c)2 sin t   (3-97)

dengan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 64


 c 
  tan 1    2r (3-98)
 k 

dan

   (3-99)

substitusi Persamaan (3-93) ke dalam Persamaan (3-98), akan didapat:

1  (2r )2
fT  F0 sin t    
(1  r 2 )2  (2r )2
(3-100)

atau

fT  FT sin t     (3-101)

dengan

1  (2r )2
FT  F0 (3-102)
(1  r 2 )2  (2r )2

Transmisibiliti Tr dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara amplitudo gaya yang


diteruskan ke pondasi dengan amplitudo gaya luar yang bekerja pada sistem.

FT 1  (2r )2
Tr   (3-103)
F0 (1  r 2 )2  (2r )2

Dapat diperlihatkan disini bahwa Persamaan (3-94) identik dengan Persamaan (3-74),
sehingga kurva transmisibiliti Tr pada Gambar 3-8 dapat digunakan untuk kedua keadaan
di atas.

dengan menggunakan hubungan fungsi tangen, Persamaan (3-99) menjadi:

tan   tan 
tan   (3-104)
1  tan  tan 

Substitusi Persamaan (3-93) dan (3-98) ke dalam Persamaan (3-104) akan didapat:

2r 3
tan   (3-105)
1  r 2  4 2 r 2

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 65


3.2 INTEGRASI NUMERIK RUNGE-KUTTA

Integrasi numerik dengan menggunakan metode Runge-Kutta banyak digunakan karena


ketepatan dan kemudahannya. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan persamaan
diferensial tingkat satu. Untuk menyelesaikan persamaan dinamik yang merupakan
persamaan diferensial tingkat-dua, persamaan tersebut harus dibuat menjadi persamaan
diferensial tingkat satu.

Persamaan diferensial tingkat dua dari suatu sistem dinamik dengan satu-derajat-kebebasan
dapat ditulis sebagai:

x 
1
 f (t )  cx  kx  g ( x, x, t ) (3-106)
m

Dengan membuat x  y , maka Persamaan (3-106) dapat ditulis menjadi dua persamaan
diferensial tingkat satu:

x  y
(3-107)
y  g ( x, y, t )

Respon struktur sebagai fungsi waktu untuk setiap interval waktu t dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

1
x(t n  t )  x(t n )  t ( y1  2 y2  2 y3  y4 )
6
1
x (t n  t )  x (t n ) + t ( f1  2 f 2  2 f 3  f 4 )
6
1
x(t n )  [ f (t n )  cx (t n )  kx(t n ) ]
m (3-108)

dengan

t1 = ti x1 = xi y1 = yi f1 = g(t1, x1, y1)

t t t
t2 = ti + x2 = xi + y1 y2 = yi + f1 f2 = g(t2, x2, y2)
2 2 2

t t t
t3 = ti + x3 = xi + y2 y3 = yi + f2 f3 = g(t3, x3, y3)
2 2 2

t4 = ti + t x4 = xi + y3 t y4 = yi + f3t f4 = g(t4, x4, y4)

xi dan yi adalah vektor respon awal pada setiap iterasi yang diperoleh dari iterasi
sebelumnya.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 66


4
ANALISIS SISTEM DINAMIK
DENGAN DUA DAN BANYAK
DERAJAT KEBEBASAN

Untuk model matematik untuk struktur yang lebih rumit seperti struktur bangunan
bertingkat banyak memiliki banyak derajat kebebasan dapat digunakan model matematik
elemen-hingga yang solusinya menggunakan metode numerik matriks yang dapat
diselesaikan dengan mudah dengan menggunakan bantuan komputer.

Sistem dinamik dengan dua derajat kebebasan diperlihatkan pada Gambar 4-1.

f1 f2
k1 k2 k3
m1 m2
c1 c2 c3
x1 x2

Gambar 4-1 Model massa-pegas dengan dua derajat kebebasan

Persamaan gerak untuk sistem dengan dua-derajat-kebebasan dapat diperoleh dengan


menggunakan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem baik gaya-
gaya dalam maupun gaya-gaya luar yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan dari sistem
tersebut.

Persamaan gerak untuk sistem dengan dua derajat kebebasan seperti pada Gambar 4-1
adalah:

m1 x1  (c1  c2 ) x1  c2 x 2  (k1  k 2 ) x1  k 2 x2  f1

m2 x2  c2 x 1  (c2  c3 ) x 2  k 2 x 1  (k 2  k3 ) x2  f 2 (4-1)

Dalam bentuk matrik, Persamaan (4-1) menjadi:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 67


m1 0   x1  c1  c2  c2   x1  k1  k2  k2   x1   f1 
 0 m  x     c  
c2   x2    k2
  
k2  k3   x2   f 2 
(4-2)
 2  2   2

Untuk menyederhanakan penulisan, secara umum untuk sistem dinamik dengan banyak
derajat kebebasan, bentuk matriks dan vektor selanjutnya ditulis dengan menggunakan
huruf besar tebal berikut:

Mx  Cx  Kx  f (4-3)

M, C, dan K berturut-turut adalah matriks massa, matriks redaman, dan matriks kekakuan,
dengan dimensi n x n. x, x , x , dan f adalah vektor perpindahan, kecepatan, percepatan,
dan vektor gaya, dengan dimensi n x 1. n adalah jumlah derajat kebebasan.

4.1 GETARAN BEBAS TANPA REDAMAN

Frekuensi natural dan mode getar dari sistem dinamik Persamaan (4-3) diperoleh dengan c
dan f(t) sama dengan 0, sehingga Persamaan (4-3) menjadi:

Mx  Kx  0 (4-4)

Jawab dari Persamaan (4-4) merupakan suatu fungsi periodik yang harmonik dalam
bentuk:

xi t   Ai cos  t (4-5)

Kecepatan, x i dan percepatan, xi adalah turunan fungsi waktu pertama dan ke dua dari
perpindahan, xi dari Persamaan (4-5)

xi t    Ai sin t (4-6)

xi t    2 Ai cost (4-7)

atau

xi t    2 xi t  (4-8)

dengan i =1, 2 adalah derajat kebebasan ke 1 dan 2.  dan Ai adalah frekuensi gerak dan
amplitudo dari perpindahan derajat kebebasan ke i, xi.

Substitusikan Persamaan (4-5) dan (4-7) ke dalam Persamaan (4-4), akan didapat:

 2MA  KA  0 (4-9)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 68


dengan A adalah vektor amplitudo Ai

Kalikan Persamaan (4-4) dengan invers dari matriks kekakuan K1 dan memindahkan ω ke
dalam ruas kanan, maka Persamaan (4-9) menjadi:

1
K 1MA  IA (4-10)
2

atau

D  IA  0 (4-11)

dengan

D  K 1M

1
λ (4-12)
ω2

D disebut matriks dinamik dan I adalah matriks satuan.

Frekuensi natural dan mode getar dari sistem dinamik dari Persamaan (4-11) dapat
diperoleh dengan menggunakan solusi problem eigen.

Untuk mendapatkan solusi non-trivial dari Persamaan (4-11), maka determinan dari
persamaan matriks tersebut harus sama dengan nol.

Jadi:

D  I  0 (4-13)

Persamaan (4-13) dikenal dengan persamaan karakteristik untuk sistem tersebut.


Persamaan ini dapat diperluas menjadi persamaan polinomial dalam  untuk n derajat
kebebasan:

n1 n 2
 n  a1  a2   ...... an  0 (4-14)

Akar-akar dari persamaan karakteristik ini disebut nilai eigen dan frekuensi natural dari
sistem tanpa redaman dapat diperoleh dari hubungan:

 j  1/  j (4-15)

Dengan mensubstitusikan j ke dalam Persamaan (4-11) maka akan didapatkan mode getar
A yang biasa juga disebut sebagai vektor eigen j. Vektor-vektor eigen menggambarkan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 69


pola-pola deformasi dari struktur pada setiap frekuensi naturalnya yang biasa disebut
sebagai mode. Kumpulan dari vektor eigen disebut sebagai matriks modal  = [1 2 3 ...
n].

4.1.1 Kondisi ortogonal nilai eigen

Vektor eigen untuk mode ke j memenuhi persamaan:

K j   j M  j (4-16)

Kalikan Persamaan (4-16) dengan transpos mode getar untuk mode ke k, Tk :

Tk K  j   j Tk M j (4-17)

Dengan cara yang sama seperti pada Persamaan (4-17), kalikan Persamaan (4-16) untuk
mode ke j dengan transpos mode getar ke j, Tj , akan didapat:

Tj Kk  k Tj Mk (4-18)

Jika M dan K adalah matriks simetri, maka akan didapat hubungan:

Tk K j  Tj Kk (4-19)

Tk M j  Tj Mk (4-20)

Dengan mengurangkan Persamaan (4-17) dengan Persamaan (4-18) dan dengan


menggunakan hubungan Persamaan (4-19) dan (4-20), maka didapat:

0  ( j   k )Tj M k (4-21)

Jika harga j  k maka:

Tj M k  0 (4-22)

sehingga dari Persamaan (4-18), dengan mengingat Persamaan (4-22) didapat hubungan:

Tj K k  0 (4-23)

Persamaan (4-22) dan (4-23) menunjukkan sifat ortogonal vektor eigen dari sebuah sistem
dinamik dengan banyak derajat kebebasan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 70


Jika matriks massa M dan matriks kekakuan K dikalikan dengan mode-modenya, maka
akan didapat matrik-matriks ortogonal, dengan suatu konstanta skalar yang tidak sama
dengan nol.

Tj M  j  m j (4-24)

Tj K  j  k j (4-25)

dari Persamaan (4-24) dan (4-25) didapat hubungan:

2j m j  k j (4-26)

kj
j  (4-27)
mj

j = 1,2,3, ... ,n

j adalah frekuensi natural untuk mode ke j dari suatu sistem dinamik dengan banyak
derajat kebebasan. mj dan kj disebut sebagai massa modal dan kekakuan modal.

4.1.2 Normalisasi mode

Harga dari mode getar j adalah harga relatif, elemen-elemen dari mode getar
menunjukkan perbandingan satu perpindahan dengan perpindahan lainnya. Untuk
mendapatkan besarnya harga mode getar yang umum, mode getar yang didapat dari hasil
perhitungan problem eigen harus dinormalisasi.

Ada beberapa cara normalisasi mode getar yang biasa digunakan, antara lain:

 Mode getar untuk setiap modenya dinormalisasi dengan membuat massa umum mi
menjadi satu, T M  = I
 Elemen teratas, terbawah, atau elemen tertentu dari setiap mode getar dibuat sama
dengan satu satuan, elemen-elemen lainnya adalah perbandingan terhadap elemen
teratas, terbawah, atau elemen tertentu tersebut.

Pemilihan normalisasi tergantung kepada kebutuhan dan acuan yang digunakan dalam
analisis dinamik.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 71


4.2 GETARAN BEBAS DENGAN REDAMAN VISKUS

Untuk sistem dinamik bebas dengan redaman, maka Persamaan (4-3) menjadi:

Mx  Cx  Kx  0 (4-28)

Sistem dinamik dengan redaman sembarang dapat dibuat menjadi tidak gandeng dengan
mengubah Persamaan (4-28) menjadi persamaan diferensial tingkat satu. Nilai eigen dan
vektor eigen yang diperoleh adalah bilangan-bilangan komplekss. Tambahkan Persamaan
(4-28) dengan persamaan Mx  Mx = 0, sehingga Persamaan (4-28) dapat ditulis kembali
menjadi:

C M x  K O  x
M    0
O  x O  M x 
(4-29)

atau

Ay  By  0 (4-30)

dengan

 C M
A 
M O 

K O 
B 
O  M 

dan

x
y  (4-31)
x 

Matriks A dan B mempunyai dimensi 2n x 2n, vektor y berdimensi 2n x 1 dan matriks O


adalah matriks nol.

Jawab dari Persamaan (4-30) adalah:

yi (t )  Yiet (4-32)

dan

yi (t )  Yiet (4-33)

dalam bentuk vektor

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 72


y  Ye t (4-34)

y  Yet (4-35)

Substitusi Persamaan (4-34) dan (4-35), sehingga Persamaan (4-30) menjadi:

AY  BY  0 (4-36)

atau dalam bentuk problem eigen dapat ditulis sebagai:

DY  Y (4-37)

1
Dimana   dan D = B1A adalah:

 K 1 C  K 1 M
D  (4-38)
 I O 

dengan I adalah matriks satuan n x n

Bentuk lain dari problem eigen Persamaan (4-37) adalah:

DY  Y (4-39)

dengan D = A1B adalah:

 O I 
D 1 1  (4-40)
 M K  M C

Penyelesaian problem eigen Persamaan (4-37) atau Persamaan (4-39) akan memberikan
nilai eigen kompleks  k dengan konjugatnya *k dan matriks kompleks :

 k   k  ivk (4-41)

*k   k  ivk (4-42)

 * 
Ψ  (4-43)
 ** 

Untuk sistem dengan n derajat kebebasan akan mempunyai 2n nilai eigen beserta
konyugatnya dan 2n x 2n vektor eigen beserta konyugatnya.  adalah matriks kompleks
bujursangkar dan  adalah matriks diagonal nilai eigen.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 73


Dari persamaan getaran bebas dengan satu derajat kebebasan, dapat diperoleh persamaan
nilai eigen dengan redaman untuk mode ke k:

 k   k nk  ink 1   2k (4-44)

Dari Persamaan (4-41) dan Persamaan (4-44) dapat diperoleh parameter dinamik berikut:

dk  nk 1   2k  vk
= frekuensi teredam (4-45)

nk   2k   2k
= frekuensi natural (4-46)

ck k
k  
2 k k mm  2k   2k
= rasio redaman (4-47)

4.2.1 Kondisi ortogonal nilai eigen kompleks

Sifat ortogonal problem eigen memenuhi hubungan berikut:

Ψ Tp AΨ p  a p  pq

(4-48)

Ψ Tp B Ψ p  b p  pq

 pq adalah delta Kronecker, yang didefinisikan sebagai:

 pq  1, jika p  q

 pq  0, jika p  q

Dengan menggunakan matriks dan vektor eigen pada Persamaan (4-43), maka Persamaan
(4-37) menjadi:

AΨ  BΨ (4-49)

Kalikan ruas kiri dan kanan Persamaan (4-49) dengan T, akan didapat:

Ψ T AΨ  Ψ T BΨ (4-50)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 74


Dengan sifat ortogonal Persamaan (4-48) dan Persamaan (4-50), maka matriks diagonal
nilai eigen adalah:

b

a (4-51)

dengan a = T A  dan b = T B .

4.3 GETARAN PAKSA

4.3.1 Metode Langsung

Persamaan (4-3) dapat ditulis dalam bentuk umum berikut:

 m11 m12   x1  c11 c12   x1   k11 k12   x1   Fc1 cost  Fs1 sin t 
m              (4-52)
 21 m22  x2  c21 c22   x2  k21 k22   x2  Fc 2 cost  Fs 2 sin t 

dimana mij, cij, dan kij, berturut-turut adalah elemen matriks massa, redaman, dan
kekakuab. Fci dan Fsi adalah amplitudo gaya kosinus dan amplitudo gaya sinus pada derajat
kebebasan i.

Jawab dari Persamaan (4-52) adalah fungsi periodik sinusoidal:

xi t   Ai cos  t  Bi sin  t (4-53)

Kecepatan, x i dan percepatan xi , adalah turunan fungsi waktu pertama dan ke dua dari
perpindahan, xi dari Persamaan (4-53)

xi t   Ai sin  t  Bi cos  t (4-54)

xi t   2 Ai cos t  2 Bi sin  t (4-55)

Harga Ai dan Bi dihitung dengan melakukan substitusi Persamaan (4-53) – (4-55) ke dalam
Persamaan (4-52), lalu memisahkan bagian sinus dan kosinus, dan menyusunnya kembali
ke dalam bentuk matrik, sehingga sistem dengan dua-derajat-kebebasan dari Persamaan (4-
52) dapat ditulis menjadi empat buah persamaan dengan empat buah anu berikut:

  m11 2  k11  m12 2  k12 c11 c12   A1   Fc1 


    
  m21  k21  m22  k22 c21 c22   A2    Fc 2 
2 2

    
 c11  c12  m11 2  k11  m12  k12   B1   Fs1 
2 (4-56)
 
  c21  c22  m21 2  k21  m22 2  k22  
 B2 
   Fs 2 

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 75


Persamaan (4-56) dapat digunakan untuk sistem dinamik dengan banyak-derajat-kebebasan
yang dapat ditulis secara umum dalam bentuk matriks:

K   2M C  A Fc 
   ,    (4-57)
   C K   2
M  B  Fs 

Vektor A dan B dapat dihitung melalui operasi matriks berikut:

1
A K  2M C  Fc 
    
B    C K  2M Fs 
(4-58)

Dengan menggunakan vektor A dan B yang diperoleh dari Persamaan (4-58), maka
persamaan gerak perpindahan, kecepatan, dan percepatan dari Persamaan (4-53) – (4-55)
untuk derajat kebebasan ke-i dapat diperoleh.

Jika amplitudo R dan fasa  perpindahan dari Persamaan (4-53) ditulis dalam bentuk Rd
dan d maka berdasarkan hubungan dari Persamaan (4-53) – (4-55), seluruh respon
dinamik untuk perpindahan, kecepatan, dan percepatan dari Persamaan (4-53) – (4-55)
adalah:

xi t   Rdi cos ( t  di )


(4-59)

xi t    Rdi cos ( t  θ vi )  Rvi cos ( t  θ vi ) (4-60)

xi t   2 Rdi cos( t  θai )  Rai cos( t  θai ) (4-61)

dengan

Rvi   Rdi
, Rai   Rdi
Rdi  Ai 2  Bi 2 2
, (4-62)

Bi 
θ di  tan 1 , θ vi  θ di  , θ ai  θ di  
Ai 2 (4-63)

Kurva amplitudo perpindahan komponen kosinus A dan B dari massa 1 fungsi frekuensi
eksitasi  dari Persamaan (4-58) dengan amplitudo gaya Fc1 konstan dan Fs1 sama dengan
nol dalam domain frekuensi dari model massa-pegas 2 DOF diperlihatkan pada Gambar 4-
2. Sedangkan kurva amplitudo perpindahan Rd dan fasa d fungsi frekuensi eksitasi  dari
Persamaan (4-62) dan (4-63) diperlihatkan dalam bentuk diagram Bode pada Gambar 4-3.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 76


Amplitudo Ad1
Frekuensi 
0

a
Amplitudo Bd1

ω1 ω2 Frekuensi 
b

Gambar 4-2 Amplitudo respon perpindahan massa 1 dari model massa-pegas 2


DOF: a. Komponen kosinus A ; b. Komponen sinus B
Fasa d1


2

0
Frekuensi 



2
Amplitudo Rd1

ω1 ω2 Frekuensi 

Gambar 4-3 Amplitudo respon perpindahan Rd1 dan sudut fasa d1 massa 1 dari
model massa-pegas 2 DOF dalam bentuk diagram Bode

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 77


Secara umum, hubungan kurva amplitudo perpindahan Rd , kecepatan Rv , dan percepatan
Ra berdasarkan hubungan dari Persamaan (4-59) dan (4-61) dapat dilihat pada Gambar 4-4.

Amplitudo

Percepatan, Ra = 2Rd

Kecepatan, Rv =  Rd

Perpindahan, Rd

Frekuensi 
<1 >1

Gambar 4-4 Hubungan antara respon perpindahan, kecepatan, dan percepatan


dalam domain frekuensi

4.3.2 Metode Analisis Modal

Dapat didefinisikan bahwa perpindahan struktur yang terjadi adalah penjumlahan dari
perpindahan dari masing-masing modenya, seperti diperlihatkan pada Gambar 4-5.

x3 x̂31 x̂ 32 x̂33

x̂21 x̂ 22 x̂23
x2
F cos t
= + +
x̂12
x̂11
x1 x̂13

n
xi   ij q j xˆi1  i1q1 xˆ i 2   i 2 q 2 xˆi 3  i 3q3
j 1

untuk n  3, xi  i1q1  i 2q2  i 3q3

Gambar 4-5 Perpindahan struktur merupakan jumlah dari perpindahan masing-masing


modenya

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 78


Redaman viskus proporsional

Yang dimaksud dengan redaman viskus proporsional pada sistem dengan banyak derajat
kebebasan, adalah bila matriks redaman mempunyai harga yang berbanding linier dengan
matriks kekakuan atau matriks massa, sehingga matriks redaman bila dikalikan dengan
nilai eigen yang diperoleh dari matriks massa dan matriks kekakuan akan menjadi matriks
diagonal sehingga tidak bergandengan satu dan lainnya.

Dengan mengetahui bentuk mode getar struktur ij, dan memanfaatkan hubungan
ortogonal, jawab dari Persamaan (4-3) adalah:

xi  i1 q1  i 2 q2    in qn (4-64)

dalam bentuk matriks untuk sistem dengan tiga derajat kebebasan:

 x1   11 12 13   q1 


    
 x 2    21  22  23  q 2  (4-65)
 x    32  33   
 3   31 q3 

atau secara umum Persamaan (4-65) dapat ditulis dalam bentuk:

n
xi   ij q j (4-66)
j 1

qj adalah koordinat umum atau koordinat modal dan n adalah jumlah mode yang sama
dengan jumlah derajat kebebasan.

Jika hanya beberapa mode saja yang dipergunakan dalam perhitungan koordinat fisik xi ,
maka Persamaan (4-66) menjadi:

s
xi   ij q j (4-67)
j 1

Dengan s adalah jumlah mode yang diambil yang dapat dianggap mewakili jawab yang
mendekati keadaan yang sebenarnya.

Jawab dari Persamaan (4-64) adalah:

xi  X i e it

dan

q j  Q j eit (4-69)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 79


Substitusi Persamaan (4-69) ke dalam Persamaan (4-67) akan didapat:

s
xi   ij Q j ei t (4-70)
j 1

untuk turunan pertama dan kedua dari Persamaan (4-70) diperoleh:

s
xi  i   ij Q j ei t (4-71)
j 1

s
xi   2  ij Q j ei t (4-72)
j 1

Substitusi Persamaan (4-70) – (4-72) ke dalam Persamaan (4-3), dan lakukan perkalian
pada kedua ruas dengan T didapat persamaan:

 2TM  Q eit + i TC  Q eit + TC  Q eit = TF eit

atau

 2TM  Q + i TC  Q + TC  Q = TF (4-73)

dengan  = [i1 i2 i3 ... is] dan s adalah jumlah mode yang diperhitungkan

Dengan memanfaatkan kondisi ortogonal dari vektor eigen , maka Persamaan Matriks (4-
3) s x s yang saling bergandengan berubah menjadi s buah persamaan yang saling terlepas
satu dengan lainnya, sehingga penyelesaiannya merupakan penyelesaian dari s buah
persamaan dengan satu derajat kebebasan.

Persamaan (4-73) dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi:

( 2m + i c + k)Q = f (4-74)

dengan

m   T M, c   T C, k   T K, dan f  T F

m, c, k merupakan matrik-matriks modal, f vektor modal yang besarnya adalah sebesar s x s


dengan s adalah jumlah mode yang diambil.

Koordinat modal untuk mode ke j dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

fj
Qj = (4-75)
 2 m j  k j  ic j

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 80


dengan

m j  Tj M j , c j  Tj C j , k j  Tj K j , f j  Tj F , dan Qj adalah koordinat modal


untuk mode ke j.

Penyelesaian Persamaan (4-75) adalah identik dengan penyelesaian sistem dinamik dengan
satu derajat kebebasan, yang terdiri dari bagian real Qre dan bagian imajiner Qim.

  2m j  k j c j 
Qj =   i  fj (4-76)
 ( m j  k j )  (c j ) ( 2 m j  k j ) 2  (c j ) 2 
2 2 2

dengan komponen riil dan imajiner adalah:

  2m j  k j 
Qre j = 2 j
f
 ( m j  k j )  (c j ) 
2 2

  c j 
Qim j =  2 j
f
 ( m j  k j )  (c j ) 
2 2

Respon Xre dan Xim untuk titik p adalah:

s
X re p    pjQre j (4-77)
j 1

s
X im p    pjQim j (4-78)
j 1

Amplitudo X untuk titik ke p dapat diperoleh melalui hubungan:

X p  X re2 p  X im
2
p (4-79)

Respon struktur lainnya, yaitu kecepatan dan percepatan dapat dihitung dengan
menggunakan hubungan dari Persamaan (4-70) – (4-72).

Fungsi respon frekuensi (FRF)

Fungsi respon frekuensi (FRF) sistem dinamik pada titik p yang mengalami gaya eksitasi
pada titik q dengan frekuensi eksitasi  dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 81


 X p  s   prqr 
G pq ()        (4-80)
 Fq  j 1  m j   k j  ic j  
2

Redaman viskus sembarang

Persamaan Gerak (4-3) dengan gaya luar f adalah:

C M x  K O  x f 
M     
O  x O  M x  0
(4-81)

atau

Ay  By  p (4-82)

dengan

f 
p 
0

Jawab dari Persamaan (4-82) adalah:

s
yi    ij q j (4-83)
j 1

qj adalah koordinat koordinat modal dan s adalah jumlah mode yang diambil, yang dapat
dianggap mewakili jawab yang sebenarnya.

Dari Persamaan (4-83), diketahui

yi  Yi eit (4-84)

dan

q j  Q j eit (4-85)

Substitusi Persamaan (4-85) ke dalam Persamaan (4-83) akan didapat:

s
yi    ij Q j eit (4-86)
j 1

untuk turunan pertama dari Persamaan (4-86) diperoleh:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 82


s
yi  i  ij Q j eit (4-87)
j 1

Substitusi Persamaan (4-86) dan (4-87) ke dalam Persamaan (4-82), dan lakukan perkalian
pada kedua ruas dengan T didapat persamaan:

iψ T A ψQ eit  ψ T Bψψ eit  ψ T Peit (4-88)

atau

(iψ T Aψ  ψ T Bψ )Q  ψ T P (4-89)

Dengan menggunakan kondisi ortogonal dari problem eigen, maka Persamaan Matriks (4-
89) s x s yang saling bergandengan berubah menjadi s buah persamaan yang saling terlepas
satu dengan lainnya, sehingga penyelesaiannya merupakan penyelesaian dari s buah
persamaan dengan satu derajat kebebasan.

Persamaan (4-89) dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi:

ia  bQ  g (4-90)

dengan

a = T A  , b = T B  dan g = T P

a dan b merupakan matrik-matriks modal dengan dimensi s x s, g adalah vektor modal


dengan s adalah jumlah mode yang diambil.

Koordinat modal untuk mode ke r dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

gr
Qr = (4-91)
iar  br

dengan

ar = rT A r , b = rT B r dan f = rT Z dan Qr adalah koordinat modal untuk mode ke r

Fungsi respon frekuensi (FRF)

Fungsi respon frekuensi (FRF) sistem dinamik dengan redaman viskus sembarang pada
titik p yang mengalami gaya eksitasi pada titik q dengan frekuensi eksitasi  dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 83


  N
 Pp    pr  qr  pr  qr 

G pq ()       

 Fq   Ar i   r  Ar i   r
 r 1   



(4-92)

j adalah titik respon dan k adalah titik eksitasi gaya luar dengan frekuensi eksitasi .

4.4 RESPON TERHADAP GERAKAN TUMPUAN

Model struktur portal dengan tiga derajat kebebasan yang mengalami beban gempa xg(t)
pada tumpuannya diperlihatkan pada Gambar 4-6.
x3
z3
3

x2
z2
2

x1
z1
1

xg
g

Gambar 4-6 Model portal dengan beban gempa x g t 

Dengan xi adalah perpindahan absolut dari massa ke i dan perpindahan relatif zi adalah xi
- xg , dimana xg adalah perpindahan tumpuan struktur dari tempat asalnya.

Model matematik massa-pegas yang mewakili model struktur portal pada Gambar 4-6
dapat dilihat pada Gambar 4-7.

f1 f2 f3
k1 k2 k3
m1 m2 m3
c1 c2 c3
xg x1 x2 x3
Gambar 4-7 Model massa-pegas tiga derajat kebebasan dengan beban gempa
x g t  yang bekerja pada tumpuannya

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 84


Persamaan gerak untuk model massa-pegas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4-7
adalah:

m1x1  c1 ( x1  x g )  c2 ( x1  x2 )  k1 ( x1  x g )  k 2 ( x1  x2 )  f1

m2 x2  c2 ( x2  x1 )  c3 ( x2  x3 )  k2 ( x2  x1 )  k3 ( x2  x3 )  f 2 (4-93)

m3 x3  c3 ( x3  x2 )  k3 ( x3  x2 )  f 3

atau

m1x1  (c1  c2 ) x1  c2 x2  (k1  k2 ) x1  k2 x2  f1  c1 x g  k1 xg

m2 x2  c2 x1  (c2  c3 ) x2  c3 x3  k2 x1  (k2  k3 ) x2  k3 x3  f 2

m3 x3  c3 x2  c3 x3  k3 x2  k3 x3  f 3 (4-94)

Dalam bentuk matrik, Persamaan (4-94) menjadi:

m1 0 0   x1  c1  c2  c2 0   x1  k1  k 2  k2 0   x1 


0      
 m2 0  x2     c2 c2  c3  c3   x 2     k 2 k 2  k3  k3   x2  
 0 0 m3   
 x3   0  c3 c3   
 x3   0  k3 k3   
 x3 

 f1  c1 x g  k1 x g 
    (4-95)
 f2    0 
f   
 3  0 

Untuk menyederhanakan penulisan, bentuk matriks dan vektor selanjutnya ditulis dengan
menggunakan huruf besar tebal:

M x  C x  K x  f  f g (4-96)

Jika persamaan eksitasi simpangan pada tumpuan adalah:

xg t   X gc cos  t  X gs sin  t (4-97)

xg t    X gc sin  t   X gs cos  t (4-98)

xg t   2 X gc cost  2 X gs sin t (4-99)

Substitusi Persamaan (4-97) dan (4-98) ke dalam Persamaan (4-95), maka didapat beban
gempa berikut:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 85


c1 x g  k1 x g  (cX gs  kX gc ) cos  t  (cX gc  kX gs ) sin  t (4-100)

Persamaan (4-100) dapat disederhanakan menjadi:

c1 x g  k1 x g  Fgc cos  t  Fgs sin  t (4-101)

dengan

Fpc  cX gs  kXgc

Fps   cX gc  kXgs

Koordinat relatif

Cara lain menghitung respon dinamik adalah dengan menggunakan pendekatan


perpindahan relatif. Perpindahan relatif dari setiap lantai portal terhadap tumpuannya
adalah:

z1 t   x1 t   x g t 

z2 t   x2 t   x g t  (4-102)

z3 t   x3 t   x g t 

Perpindahan absolut dari setiap derajat kebebasan terhadap tumpuannya adalah:

x1 t   z1 t   x g t 

x2 t   z2 t   x g t  (4-103)

x3 t   z3 t   x g t 

Untuk penyederhanaan, selanjutnya fungsi waktu (t) dihilangkan dalam penulisan.


Persamaan gerak untuk model massa-pegas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4-7
adalah:

m1x1  c1 ( x1  x g )  c2 ( x1  x2 )  k1 ( x1  x g )  k 2 ( x1  x2 )  f1

m2 x2  c2 ( x2  x1 )  c3 ( x2  x3 )  k 2 ( x2  x1 )  k3 ( x2  x3 )  f 2 (4-104)

m3 x3  c3 ( x3  x2 )  k3 ( x3  x2 )  f 3

Substitusi Persamaan (4-103) ke dalam Persamaan (4-104) diperoleh:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 86


m1 ( z1  xg )  c1 z1  c2 ( z1  z2 )  k1 z1  k 2 ( z1  z2 )  f1

m2 (z2  xg )  c2 ( z2  z1 )  c3 ( z2  z3 )  k 2 ( z2  z1 )  k3 ( z2  z3 )  f 2

m3 ( z3  zg )  c3 ( z3  z2 )  k3 ( z3  z2 )  f 3

atau

m1z1  (c1  c2 ) z1  c2 z2  (k1  k 2 ) z1  k 2 z2  f1  m1xg

m2 z2  c2 z 1  (c2  c3 ) z2  c3 z3  k 2 z 1  (k 2  k3 ) z2  k3 z3  f 2  m2 xg

m3 z3  c3 z2  c3 z3  k3 z2  k3 z3  f 3  m3 xg (4-105)

Dalam bentuk matrik, Persamaan (4-105) menjadi:

m1 0 0   z1  c1  c2  c2 0   z1  k1  k 2  k2 0   z1 


0      
 m2 0  z2     c2 c2  c3  c3   z2     k 2 k 2  k3  k3   z 2  
 0 0 m3   
 z3   0  c3 c3   
 z3   0  k3 k3   z3 

 f1  m1 0 0  1
   
 f2    0 m2 0  1 xg (4-106)
f  0 m3   
 3  0 1

Untuk menyederhanakan penulisan, bentuk matriks dan vektor selanjutnya ditulis dengan
menggunakan huruf besar tebal:

Mz  C z  K z  f  M1xg (4-107)

dengan M, C, dan K berturut-turut adalah matriks massa, redaman, dan kekakuan. f, 1, dan
xg adalah vektor gaya, vektor dengan elemen 1, dan percepatan gempa pada tumpuan. z ,
z , dan z berturut-turut adalah vektor percepatan, perpindahan dan kecepatan relatif
terhadap tumpuan.

Penggunaan percepatan gempa xg lebih menguntungkan mengingat catatan gempa


biasanya diukur dalam bentuk percepatan.

4.5 KONDENSASI DINAMIK

Untuk menghindari kerumitan perhitungan yang disebabkan oleh derajat kebebasan yang
terlalu banyak, maka dapat dilakukan kondensasi terhadap model matematik elemen
hingga sehingga model matematik akhirnya mempunyai jumlah derajat kebebasan yang

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 87


lebih kecil tetapi tetap memberikan model matematik yang mewakili keadaan fisik yang
sebenarnya.

Prinsip dasar dari kondensasi adalah mendapatkan persamaan nilai eigen dengan dimensi
yang lebih kecil dari sistem asalnya dengan kesalahan seminimal mungkin terutama pada
frekuensi rendah.

Pada tahap pengujian eksperimental, pengukuran hanya dilakukan pada beberapa derajat
kebebasan dari struktur. Pemilihan titik-titik pengukuran dilakukan berdasarkan
kemudahan pengukuran kepentingan analisis dari derajat kebebasan tersebut. Dengan
penentuan titik ukur yang tepat, diharapkan dapat dikumpulkan informasi semaksimal
mungkin dari respon dan karakteristik struktur.

Dengan adanya pembatasan titik pengukuran, maka derajat kebebasan struktur secara
keseluruhan harus dikondensasikan pada titik-titik ukur yang diambil. Pada kondensasi
Guyan ini titik-titik yang tidak diukur tidak diabaikan, melainkan dipadatkan sebagai
fungsi dari deformasi titik yang diukur.

Untuk tujuan ini, dilakukan pembagian derajat kebebasan struktur, menjadi:

 derajat kebebasan utama m (dengan m << n)


 derajat kebebasan sekunder s

dengan n adalah jumlah derajat kebebasan struktur asal

Dengan demikian kita dapat melakukan pembagian vektor perpindahan, matriks kekakuan
dan matriks massa sebagai berikut:

x 
x   m (4-108)
xs 

dengan xm dan xs adalah koordinat yang berhubungan dengan derajat kebebasan utama dan
derajat kebebasan sekunder.

K K ms  M M ms 
K nn   mm M nn   mm
K ss  M ss 
, (4-109)
 K sm  M sm

Derajat kebebasan utama dipilih sedemikian rupa sehingga gaya inersia yang berhubungan
dengan derajat kebebasan sekunder dapat diabaikan.

K K ms  x m  Fm 
K nn   mm      (4-110)
 K sm K ss  nn  x s  n1  Fs  n1

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 88


dengan Fs  0

Gaya inersia Fs dapat diabaikan jika massa yang berhubungan dengan derajat kebebasan
sekunder sangat kecil, sehingga didapatkan hubungan berikut:

K sm x m  K ss x s  0 (4-111)

di mana,

x s  K ss1 K sm x m
(4-112)

Selanjutnya didefinisikan transformasi di bawah ini:

x =  xm (4-113)

dengan

 I   I 
  1  (4-114)
sm   K ss K sm 

Transformasi (4-115) dapat dipakai untuk menyatakan energi kinetik dan energi deformasi
sebagai fungsi dari koordinat umum yang baru, untuk energi kinetik

T  12 q TM q  12 qmT Mmm qm (4-115)

untuk energi deformasi

U  2 q T K q  2 q mT K mm q m
1 1
(4-116)

persamaan Euler-Lagrange dapat ditulis:

d T U
( )  Qm (t )
d t  qm  qm

dengan

Qm   T F (4-117)

Berdasarkan teori osilasi, akan didapatkan persamaan nilai eigen yang terkondensasi
dengan dimensi yang lebih kecil dari sistem asalnya.

K mm x m  2 M mm x m (4-118)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 89


dengan

M mm   T M 
(4-119)

K mm   T K 
(4-120)

atau

K mm  K mm  K TsmK ss1K sm (4-121)

M mm dan K mm adalah matriks massa dan matriks kekakuan yang telah dikondensasi dan
mempunyai derajat kebebasan yang lebih kecil dari model asalnya. Frekuensi natural
sistem terkondensasi dapat diperoleh dengan menggunakan solusi eigen standar.

Persamaan gerak untuk model dinamik dengan banyak derajat kebebasan setelah
dikondensasi menjadi:

Mmm xm  Cmm x m  K mmxm  fm  M mm1 xg (4-122)

Respon dinamik dari Persamaan (4-122) baik untuk jawab stasioner maupun tidak
stasioner dapat diperoleh dengan menggunakan solusi standar.

Untuk kemudahan penulisan, simbol m dan bar dari Persamaan (4-122) dapat dihilangkan.

Kondensasi derajat kebebasan dapat dilakukan dengan baik jika memenuhi syarat-syarat
berikut:

 Derajat kebebasan yang dikondensasi pengaruhnya tidak besar terhadap perilaku


struktur. Biasanya derajat kebebasan pada arah rotasi karena energi kinetik arah rotasi
pada kasus ini lebih kecil dibandingkan dengan energi kinetik derajat kebebasan arah
translasi
 Jumlah derajat kebebasan yang dikondensasi tidak boleh terlalu banyak karena akan
mengurangi ketelitian.

4.6 INTEGRASI NUMERIK RUNGE-KUTTA

Untuk sistem dinamik dengan banyak derajat kebebasan yang mengalami beban sembarang
seperti beban gempa, angin, gelombang laut, beban mesin atau beban dinamik sembarang
lainnya, respon struktur dapat dihitung dengan menggunakan integrasi numerik Runge-
Kutta.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 90


Persamaan diferensial tingkat dua dari suatu sistem dinamik dengan n-derajat-kebebasan
adalah:

X 
  M -1 F(t )  CX 
  KX  G( X, X
 ,t)
(4-123)

Persamaan (4-123) dapat ditulis menjadi dua persamaan diferensial tingkat satu:

 Y
X
  G(X, Y, t )
Y (4-124)

Respon struktur sebagai fungsi waktu untuk setiap interval waktu t dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

1
X(tn  t )  X(tn )  t (Y1  2Y2  2Y3  Y4 )
6
 (t  t )  X 1
 (t ) + t ( G  2G  2G  G )
X n n 1 2 3 4 (4-125)
6
 (t )  M -1[ F(t )  CX
X  (t )  KX (t ) ]
n n n n

dengan

T1  ti X1  Xi Y1  Yi F1  G(T1 , X1, Y1 )

t t t
T2  ti  X2  Xi  Y1 Y2  Yi  F1 F2  G(T2 , X2 , Y2 )
2 2 2

t t t
T3  ti  X3  Xi  Y2 Y3  Yi  F2 F3  G (T3 , X3 , Y3 )
2 2 2

T4  ti  t X 4  Xi  Y3t Y4  Yi  F3t F4  G(T4 , X4 , Y4 )

Xi dan Yi adalah vektor respon awal pada setiap iterasi yang diperoleh dari iterasi
sebelumnya.

4.7 PEREDAM DINAMIK

Getaran yang besar pada struktur atau pada bagian dari suatu struktur dapat dikurangi
dengan menggunakan peredam dinamik yang merupakan tambahan sistem massa-pegas
yang diatur sedemikian rupa besarnya sehingga getaran sistem utama dapat diperkecil.

Teknik ini sangat sederhana dan biasa digunakan untuk mengontrol amplitudo getaran
dalam keadaan resonansi. Sistem satu-derajat kebebasan dengan massa m1 dan kekakuan k1

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 91


mengalami beban dinamik F1 cos  t . Pada sistem tersebut kemudian ditambahkan sistem
massa pegas tambahan dengan massa m2 dan kekakuan k2, maka sistem utama satu derajat
kebebasan berubah menjadi sistem baru dengan dua-derajat kebebasan seperti pada
Gambar 4-8.

x2(t)
m2
sistem tambahan
k2
f1(t) x1(t)
m1
sistem utama
k1

Gambar 4-8 Model massa-pegas dengan satu derajat kebebasan


dengan tambahan peredam dinamik.

Persamaan gerak sistem baru dengan dua-derajat kebebasan adalah:

m1x1  (k1  k2 ) x1  k2 x2  F1 cos  t (4-126)

m2 x2  k2 x1  k2 x2  0

Jawab dari Persamaan (4-126) untuk sistem massa-pegas tanpa redaman adalah:

x1 (t )  X1 cos  t (4-127)

x2 (t )  X 2 cos  t (4-128)

Substitusi Persamaan (4-127) dan (4-128) beserta turunannya pada Persamaan (4-126),
maka harga amplitudo untuk derajat kebebasan satu dan dua adalah:

F1 (k 2  m2  2 )
X1 
(k1  k 2  m1 2 )(k 2  m2  2 )  k 2 2
(4-129)

F1k 2
X2 
(k1  k 2  m1 )(k 2  m2  2 )  k 2 2
2
(4-130)

Agar amplitudo getaran sistem asal minimum,

X1  0 (4-131)

maka, dari Persamaan (4-129) dan Persamaan (4-131) didapat

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 92


k2

m2
(4-132)

Pada prakteknya amplitudo gerak sistem asal dikurangi karena sistem asal mengalami
resonansi, yaitu ketika

k1

m1
(4-133)

Amplitudo gerak sistem asal akan akan nol untuk kondisi:

k1 k2
 
m1 m2
(4-134)

Dari Persamaan (4-130) dengan kondisi Persamaan (4-134) amplitudo gerak sistem
tambahan X 2 adalah:

 F1
X2 
k2 (4-135)

Persamaan (39) menunjukkan bahwa pergerakan dari sistem massa-pegas tambahan X2


mempunyai fasa yang berlawanan dengan fasa sistem massa-pegas utama. Untuk masalah
pemasangan motor, perbedaan fasa bukan merupakan hal yang penting.

Peredam dinamik akan memberikan hasil yang memuaskan bila sistem mengalami eksitasi
dengan frekuensi yang tetap. Pada kenyataannya banyak motor dijalankan dengan
kecepatan operasi yang tetap sehingga frekuensi eksitasi dari gaya tak seimbang yang
merupakan fungsi dari kecepatan operasi besarnya juga tetap. Sehingga usaha untuk
mengurangi amplitudo getaran dengan menggunakan peredam massa pada motor dapat
digunakan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 93


5
ANALISIS DINAMIK SISTEM
KONTINYU

Sistem dinamik kontinyu dapat dianggap sebagai suatu perluasan dari sistem dinamik
dengan n derajat kebebasan menjadi sistem dinamik dengan jumlah derajat kebebasan yang
tidak terhingga. Persamaan-persamaan yang dipergunakan adalah persamaan-persamaan
balok klasik yang telah banyak dipakai pada analisis struktur statik untuk persamaan gerak
longitudinal, lentur dan torsi.

5.1 PERSAMAAN GERAK

5.1.1 Gerak longitudinal

Persamaan diferensial dari suatu batang dapat ditentukan dengan memperhatikan


kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen dx dari suatu batang, seperti
diperlihatkan pada Gambar 5-1.

u
u dx
u x

x
N N
N dx
x
dx

Gambar 5-1 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx

Persamaan kesetimbangan untuk suatu elemen dari suatu batang dengan panjang dx,
adalah:

 2u N
S dx N dx  N  N ex dx (5-1)
t 2
x

atau

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 94


 2u N
S   N ex (5-2)
t 2 x

dengan u, N, Nex, S, E dan  adalah perpindahan arah axial, gaya axial, gaya luar axial
yang bekerja pada batang, luas penampang, modulus elastis dan massa jenis.

Hubungan antara gaya dan perpindahan menurut hukum Hooke adalah:

N u
 (5-3)
S x

Substitusi Persamaan (5-3) kedalam Persamaan (5-2), maka persamaan diferensial parsial
dari Persamaan (5-2) menjadi:

 2u   u 
S   ES   N ex (5-4)
t 2 x  x 

Dengan menganggap bahwa penampang batang adalah konstan, maka Persamaan (5-4)
menjadi:

 2u  2u
S  ES  N ex (5-5)
t 2 x 2

5.1.2 Gerak lentur

Perhatikan kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen dx dari suatu batang,
seperti diperlihatkan pada Gambar 5-2.

v 
y

V
M
M M dx
x
V
V dx
x
dx
x

Gambar 5-2 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx

Persamaan kesetimbangan untuk suatu elemen dari suatu batang dengan panjang dx,
adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 95


 2v V
S dx  V V  dx  Vex dx (5-6)
t 2
x

 2 M
I dx  M  M  dx  Vdx (5-7)
t 2
x

atau

 2v V
S   Vex (5-8)
t 2
x

 2 M
I  V (5-9)
t 2 x

dengan y, , M, V, Vex, I adalah perpindahan pada arah y, perpindahan sudut, momen


lentur, gaya lintang, gaya lintang luar yang bekerja pada batang, dan momen inersia.

Hubungan klasik antara y, , M, V adalah:

 M
 (5-10)
x EI

T y
  (5-11)
aSG x

 2 T
Parameter-parameter I pada Persamaan (5-9) dan (5-10) adalah
dan
t 2 aSG
parameter-parameter sekunder. Seperti untuk batang Euler-Bernoulli maka parameter-
parameter sekunder dapat diabaikan, sehingga Persamaan-persamaan (5-8), (5-9), (5-10)
dan (5-11) menjadi:

 2v V
S   Ves (5-12)
t 2
x

M
0 V (5-13)
x

 M
 (5-14)
x EI

v
 (5-15)
x

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 96


Dengan melakukan eliminasi V, M,  pada Persamaan (5-12), (5-13), (5-14) dan (5-15),
maka persamaan gerak diferensial parsial menjadi:

 2   2 v   2v
EI  S 2  Vex  0 (5-16)
x 2  x 2  t

Untuk balok dengan penampang konstan, maka Persamaan (5-16) dapat ditulis menjadi:

 4v  2v
EI  S  Vex  0 (5-17)
x 4 t 2

5.1.3 Gerak torsi

Perhatikan kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen dx dari suatu batang,
seperti diperlihatkan pada Gambar 5-3.

T
 T dx
x

 
 dx
x
dx

Gambar 5-3 Elemen dari suatu batang dengan panjang dx

Persamaan kesetimbangan untuk suatu elemen dari suatu batang dengan panjang dx,
adalah:

 2 T
I  dx T  dx  T  T  Tex dx (5-18)
t 2 x

atau

 2 T
I   Tex
t 2 x (5-19)

dengan , T, Tex, I, J, G adalah sudut torsi, gaya torsi, gaya torsi luar yang bekerja pada
batang, momen inersia massa terhadap sumbu batang, momen inersia polar, dan modulus
Coulomb atau modulus torsi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 97


Hubungan antara gaya torsi dan sudut torsi adalah:


T  GJ (5-20)
x

Substitusi Persamaan (5-20) kedalam Persamaan (5-19), maka persamaan diferensial


parsial dari Persamaan (5-19) menjadi:

 2    
I   GJ   Tex
t 2 x  x  (5-21)

Dengan menganggap bahwa luas penampang adalah konstan, maka Persamaan (5-21)
menjadi:

 2  2
I  GJ  Tex (5-22)
t 2 x 2

5.2 FREKUENSI NATURAL DAN MODE

5.2.1 Gerak longitudinal

Jawab dari persamaan gerak dapat dianggap sebagai suatu perkalian antara suatu fungsi
yang merupakan fungsi ruang dengan suatu fungsi yang merupakan fungsi waktu:

ux, t   x g t  (5-23)

Substitusi Persamaan (5-23) ke dalam Persamaan (5-5), didapat:

d 2 f (t ) d 2 ( x)
S x   ES f t  0 (5-24)
dt 2 dx 2

Dengan memisah-misahkan variabel-variabel fungsi waktu dan ruang maka didapat:

E 1 d 2 ( x) 1 d 2 f (t )
  2 (5-25)
 x  dx 2 f t  dt 2

Dengan menganggap  2 adalah suatu konstanta, maka Persamaan (5-25) dapat ditulis
kembali menjadi:

d 2 f (t )
2
 2 f t   0 (5-26)
dt

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 98


d 2 ( x) 
 2 x   0 (5-27)
dx 2 E

Persamaan-persamaan (5-26) dan (5-27) mempunyai jawab:

f t   A sin t  B cos t (5-28)

 
 x   C sin  x  D cos  x (5-29)
E E

atau

  
u x, t    A sin t  B cos t  C sin x  D cos  x  (5-30)
 E 

Frekuensi dari  dapat dihitung berdasarkan kondisi-kondisi batas yang ada.

Kondisi ortogonal

Persamaan (5-4) ditulis dalam gerakan bebas:

d  d 
   S
2
 ES (5-31)
dx  dx 

Persamaan (5-31) untuk mode ke i dan ke j adalah:

d  d 
 ES i   i2 S i (5-32)
dx  dx 

d  d 
 ES j    2j S j (5-33)
dx  dx 

Jika panjang batang adalah L, dan kalikan Persamaan (5-32) dengan j dan Persamaan
(5-33) dengan i, maka akan didapat:

L L
d  d i 
  j dx  ES dx dx  i  S i  j dx
2
(5-34)
0 0

L
d  d j  L

 i dx  dx
  dx   j  S i  j dx
2
ES  (5-35)
0  0

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 99


Integrasi Persamaan (5-34) dan (5-35), maka Persamaan (5-34) dan (5-35) menjadi:

d i d j
L L
  ES dx  i  S i  j dx
2
(5-36)
0
dx dx 0

d i d j
L L
  ES dx   2j  S i  j dx (5-37)
0
dx dx 0

Kurangkan Persamaan (5-36) dengan Persamaan (5-37), maka didapat:

  S  dx  0
L
 2j  i2 i j (5-38)
0

Karena j  i, maka:

 S i  j dx  0 (5-39)
0

dan

di d j
L

 ES dx dx
dx  0 (5-40)
0

Kalikan Persamaan (5-32) dengan i dan lakukan integrasi dengan panjang balok dari 0
sampai L, maka didapat:

L L
d  d i 
  i dx  ES dx dx   j  S i dx
2 2
(5-41)
0 0

Frekuensi i didapat:

2
L  d i 
  dx
ES  dx

i2 
0   
ki
(5-42)
L mi
 Si dx
2
0

dengan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 100


L
d  d 
ki   i  ES i dx (5-43)
0
dx  dx 

L
mi   S i2 dx (5-44)
0

5.2.2 Gerak lentur

Seperti dalam gerak longitudinal, jawab dari persamaan gerak lentur dapat dianggap
sebagai:

vx, t   x g t  (5-45)

Substitusi Persamaan (5-45) kedalam Persamaan (5-17),akan didapat:

d 4 ( x) d 2 f t 
ES f t   Sx  0 (5-46)
dx 4 dt 2

Dengan memisah-misahkan variabel-variabel fungsi waktu dan ruang, maka didapat:

EI 1 d 4 x  1 d 2 f t 
   2 (5-47)
S  x  dx 4
f t  dt 2

Dengan menganggap 2 adalah suatu konstanta, maka Persamaan (5-47) dapat ditulis
menjadi:

d 2 f (t )
2
 2 f t   0 (5-48)
dt

d 4 ( x) S 2
4
  x   0 (5-49)
dx EI

Jawab dari Persamaan (5-48) dan (5-49) adalah:

f t   A sin t  B cos t (5-50)

x   C sin x  D cos x  E sinh x  F cosh x (5-51)

Frekuensi  dapat dicari dengan memasukkan kondisi-kondisi batas pada persamaan-


persamaan di atas.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 101


Kondisi ortogonal

Persamaan (5-16) ditulis dalam gerakan bebas:

d 2  d 2  
EI   2 S (5-52)
2 
dx  dx  2 

Persamaan (5-51) untuk mode ke i dan ke j adalah:

d 2  d 2  i 
EI  i2 S i (5-53)
2
dx   2
dx  

d  d  j 
2
EI   2 S (5-54)
dx   j j
 dx 2 

Jika panjang batang adalah L, dan kalikan Persamaan (5-53) dengan j dan Persamaan
(5-54) dengan i, maka akan didapat:

d 2 i d  j
L 2 L

 EI dx 2 dx 2
dx  i2  Si  j dx (5-55)
0 0

d 2 i d  j
L 2 L

 EI dx 2 dx 2
dx  2j  Si  j dx (5-56)
0 0

Dengan cara pengurangan Persamaan (5-55) dengan Persamaan (5-56), maka didapat:

  S  dx  0
L
i2   2j i j (5-57)
0

Karena j  i, maka:

 S i  j dx  0 (5-58)
0

dan

d 2 i d  j
L 2

 EI dx 2 dx 2
dx  0 (5-59)
0

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 102


Frekuensi i didapat:

2
 d 2 i
L 
 
 EI  dx 2  dx
i2 
0   k
 i (5-60)
L mi
 Si dx
2
0

dengan

2
 d 2 i
L 
k i   EI   dx (5-61)
 dx 2 
0  

L
mi  S i2 dx (5-62)
0

5.3 ANALISIS MODAL

Operasi terpenting dalam prosedur analisis modal adalah transformasi koordinat, dari
koordinal fisik ke dalam koordinat modal atau koordinat umum.

Seperti dalam sistem dinamik dengan banyak derajat kebebasan, maka secara umum jawab
koordinat fisik y(x,t) dapat dianggap sebagai penjumlahan dari jawab dalam basis modal
dari masing-masing modenya


yx, t     i x Yi t  (5-63)
i 1

5.3.1 Gerak longitudinal

Persamaan gerak dari suatu balok yang mengalami gerak longitudinal adalah Persamaan
(5-4):

 2u   u 
S   ES   f x, t  (5-64)
t 2 x  x 

Lakukan transformasi koordinat, dari koordinat fisik u(x,t) ke dalam koordinat modal Y(t),
dengan menggunakan hubungan dari Persamaan (5-63):


ux, t    i x Y t  (5-65)
i 1

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 103


Substitusi jawab dari Persamaan (5-65) ke dalam Persamaan (5-64):

 
d  d x  
 mxi x Yi t    ES i Yi t   f x, t  (5-66)
i 1 i 1 dx  dx 

dengan

S  m x 

Kalikan seluruh Persamaan (5-66) dengan n(x) dan lakukan integrasi untuk panjang balok
L.

 L  L d  d i ( x )  L
 Yi (t )  m ( x) i ( x) n ( x) dx   Yi (t )  n ( x)  ES  dx   n ( x) f ( x, t ) dx (5-67)
i 1 0 i 1 0 dx  dx  0

Karena sifat-sifat ortogonal, maka semua mode selain mode ke n akan habis, sehingga
Persamaan (5-67) menjadi:

L L d  d ( x)  L
Yn (t )  m( x)2n ( x)dx  Yn (t )  n ( x)  ES i dx   n ( x) f ( x, t )dx (5-68)
0 0 dx  dx  0

Untuk gerak bebas, maka hubungan antara parameter massa dan parameter kekakuan pada
bagian kiri dari Persamaan (5-68) adalah:

L d 2  d 2 n ( x )  L
 n ( x )  EI  dx  n  n ( x)m( x)dx
2 2
(5-69)
0 dx2  dx 2 
 0

Pada bagian kanan dari Persamaan (5-69) adalah massa modal dari balok pada mode ke n,
yang didefinisikan sebagai Mn.

L
M n   2n ( x) m ( x)dx (5-70)
0

Dalam bentuk yang lebih umum dan mengingat Persamaan (5-69) dan Persamaan (5-70),
maka Persamaan (5-68) dapat ditulis dalam bentuk:

M nYn (t )  2n M nYn (t )  Pn (t ) (5-71)

dengan:

L
Pn t  n ( x) f ( x, t )dx (5-72)
0

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 104


Persamaan (5-71) adalah persamaan modal dengan satu derajat kebebasan dalam pada
mode ke n. Jawab dari perpindahan fisik v(x,t) dapat diperoleh dengan cara melakukan
transformasi koordinat, dari koordinat modal ke koordinat fisik dengan cara melakukan
penjumlahan koordinat-koordinat modalnya seperti pada Persamaan (5-65).

5.3.2 Gerak lentur

Persamaan gerak dari suatu balok yang mengalami lentur seperti pada Persamaan (5-16)
adalah:

 2   2v   2v  2v
EI  S  S  f  x, t  (5-73)
x 2  x 2  x 2 t 2

Lakukan transformasi koordinat, dari koordinat fisik v(x,t) ke dalam koordinat modal Y(t),
dengan menggunakan hubungan berikut:


vx, t    i x Y t  (5-74)
i 1

Substitusi jawab dari Persamaan (5-74) ke dalam Persamaan (5-73):

 
d2  d 2  i ( x) 
 mx i x Yi t    2
  EI
 2
Yi t   f  x, t 
 (5-75)
i 1 i 1 dx  dx 

Kalikan seluruh Persamaan (5-75) dengan n(x) dan lakukan integrasi untuk panjang balok
L.

  d 2  d 2 i ( x ) 
 Yi t  mx i x n x dx   Yi t  n x  dx   n x  f x, t dx
L L L
 EI (5-76)
i 1 0 i 1 0 dx2  dx2  0

Karena sifat-sifat ortogonal, maka semua mode selain mode ke n akan habis, sehingga
Persamaan (5-76) menjadi:

d 2  d 2  n ( x) 
Yn t  mx 2n x dx Yn t  n x  dx   n x  f x, t dx
L L L
 EI (5-77)
0 0 dx2  dx2  0

Untuk gerak bebas, maka hubungan antara parameter massa dan parameter kekakuan pada
bagian kiri dari Persamaan (5-77) adalah:

d 2  d 2  n ( x) 
 n x  dx  2n  2n x mx dx
L L
 EI (5-78)
0 dx 2  dx2  0

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 105


Pada bagian kanan dari Persamaan (5-78) adalah massa modal dari balok pada mode ke n,
yang didefinisikan sebagai Mn.

M n   2n x mx dx


L
(5-79)
0

Dalam bentuk yang lebih umum dan mengingat Persamaan (5-78) dan Persamaan (5-79),
maka Persamaan (5-77) dapat ditulis dalam bentuk:

M nYn t   2n M nYn t   Pn t  (5-80)

dengan:

Pn t    n x  f x, t dx
L
(5-81)
0

Persamaan (5-80) menunjukkan persamaan modal pada mode ke n. Persamaan (5-80) dapat
digunakan untuk menghitung jawab dari setiap mode getaran. Jawab dari perpindahan fisik
v(x,t) dapat diperoleh dengan cara melakukan transformasi koordinat, dari koordinat modal
ke koordinat fisik dengan menggunakan Persamaan (5-74).

Dengan redaman

Persamaan gerak dengan redaman dari Persamaan (5-75) menjadi:

   d2  d 2i x   
 mx i x Yi t    cx i x Yi t    2  cs I x 
   Yi t  
i 1 i 1 i 1 dx  dx 2 
(5-82)
 d2  d 2i x  
 2  EI x 
 Yi t   f x, t 
i 1 dx  dx 2 

Kalikan Persamaan (5-82) dengan n(x), lakukan integrasi dan mengingat kondisi
ortogonal, maka Persamaan (5-82) dapat ditulis menjadi:

 l 
 d2  d 2  i ( x)  
M nYn t    Yi t   n x cx i x  
  c s I x   dx 
 2 2
i 1 0  dx  dx  

2n M nYn t   Pn t  (5-83)

Anggap bahwa harga redaman sebanding dengan massa dan kekakuan

c( x)  a0 m ( x)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 106


(5-84)

c s  a1 E

Substitusi Persamaan (5-84) ke dalam Persamaan (5-83), dan gunakan hubungan ortogonal,
akan didapat:

M nYn (t )  (a0M n  a12n M n )Yn (t )  2n M nYn (t )  Pn (t ) (5-85)

Bagi Persamaan (5-85) dengan massa modal Mn dan gunakan perbandingan redaman n
untuk mode ke n.

a0 a
n   1 n (5-86)
2 n 2

Maka akan didapat persamaan satu derajat kebebasan:

P (t )
Yn (t )  2nnYn (t )  2nYn (t )  n (5-87)
Mn

Persamaan (5-87) dapat digunakan untuk mencari jawab dari setiap mode getaran. Jawab
dari perpindahan fisik v(x,t) dapat diperoleh dengan cara melakukan transformasi
koordinat, dari koordinat modal ke koordinat fisik dengan menggunakan Persamaan (5-74).

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 107


6
ANALISIS DINAMIK SISTEM NON-
LINIER

Sebagian besar material mempunyai sifat non-linier. Pada umumnya dalam desain material
dianggap mempunyai karakteristik linier. Hal ini hanya benar, jika material tersebut
bekerja pada daerah linier atau hampir linier dan belum mencapai daerah non-linier. Jika
material tersebut bekerja di luar daerah linier, maka material harus dimodelkan sebagai
material atau sistem non-linier. Pada bidang teknik sipil, contoh dari sistem ini antara lain,
adalah struktur yang mengalami deformasi yang besar yang biasa disebut sebagai non-
linier geometri, atau karena materialnya mempunyai sifat non-linier yang dikenal sebagai
non-linier histeresis.

Studi pada sistem non-linier jauh lebih kompleks daripada sistem linier. Pada sistem linier,
penyebab dan akibat berkorelasi secara linier, yaitu jika beban dilipatduakan, maka
responnya juga berlipatdua. Sedangkan pada sistem non-linier, hubungan antara penyebab
dan akibat tidak lagi proporsional. Sebagai akibatnya, penanganan sistem non-linier sering
membutuhkan pendekatan yang berbeda. Prosedur analitik untuk penanganan persamaan
diferensial non-linier relatif lebih rumit dibandingkan dengan penanganan persamaan
differential linier, dan membutuhkan studi matematika yang lebih panjang. Solusi eksak
yang diketahui sangatlah sedikit, dan sebagian besar pengetahuan dari sistem non-linier
datang dari solusi pendekatan, baik grafis maupun numerik.

Solusi dari model non-linier dapat diperoleh dengan relatif mudah dengan menggunakan
metode integrasi numerik, seperti metode Runge-Kutta. Hasil dari metode ini adalah dalam
domain waktu, yang menunjukkan keadaan dari suatu titik dari struktur pada saat tertentu.
Kelemahan dari metode ini adalah tidak efektif dan tidak efisien untuk mencari solusi
stasioner karena membutuhkan waktu perhitungan yang cukup lama. Sistem non-linier
yang akan dibahas pada bagian ini adalah sistem non-linier yang mempunyai solusi
stasioner harmonik.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 108


6.1 PEMODELAN SISTEM NON-LINIER

Pemodelan sistem non-linier dapat dilihat pada Gambar 6-1 di bawah ini.

f1 f2 f3 fn
k1 1 k2 2 k3 3 k4 4 kn n

m1 m2 m3 mn

c1 c2 c3 c4 cn
x1 x2 x3 xn
u3 = x3  x2
Gambar 6-1 Model non-linier dari sistem dengan n derajat kebebasan.

Persamaan dinamik untuk sistem non-linier berderajat banyak diberikan sebagai berikut:

 M x  C x   K  x   f x, x    p(t )  (6-1)

dimana x , x , dan x adalah akselerasi, kecepatan, dan perpindahan absolut dan  f ( x, x)
adalah vektor dari restoring forces non-linier. Persamaan dinamik di atas merupakan
persamaan differential non-linier, jika  f ( x, x) tidak sama dengan 0. Jika
 f ( x, x) 0 maka persamaan di atas adalah linier.
Pada sistem non-linier, titik-titik simpul dihubungkan oleh elemen-elemen non-linier yang
perilakunya tergantung pada koordinat relatif antara titik-titik itu. Jadi adalah lebih baik
     
untuk mentransformasikan M , C , dan K dari koordinat absolut ke koordinat relatif
u. Dimana

ui  xi  xi 1 (6-2)

dimana subskrip i menandakan dof ke-i dan subskrip i-1 menandakan dof ke-(i-1), dof
yang bersesuaian pada ujung lain dari elemennya. u i adalah perpindahan relatif dari dof
ke-i terhadap dof ke-(i-1).

Vektor dari perpindahan relatif u didapat dari transformasi linier

 u   B   x 
1
(6- 3)

 
dimana B adalah matriks transformasi koordinat dari sistem koordinat absolut ke sistem
koordinat relatif.

Matriks massa relatif, matriks redaman relatif, dan matriks kekakuan relatif memenuhi
kondisi

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 109


 M~   B  MB
T

 C~   B  C B
T
(6- 4)
 K~   B  K B
T

Oleh transformasi koordinat pada Persamaan (6-1) dan (6-2), Persamaan (6-1) berubah
menjadi:

M~ u  C~ u   K~ u   ~f u, u   ~p(t )  (6- 5)

dimana u , u , dan u adalah akselerasi, kecepatan, dan perpindahan relatif dan  ~f (u, u)
adalah vektor dari restoring forces non-linier yang bisa merupakan beberapa alternatif
fungsi, seperti yang akan dibahas setelah ini.

6.2 PERSAMAAN DUFFING

Duffing membuat studi yang ekstensif mengenai persamaan vibrasi:

mu  cu  ku  u 3  P cos  t (6- 6)

~
dimana f (u , u ) merupakan fungsi perpindahan yaitu .u3 dan ~
p (t ) adalah gaya
harmonik dengan frekuensi  .

Persamaan di atas mempresentasikan sebuah massa pada pegas kubik (cubic spring) yang
dieksitasi secara harmonik. Tanda  melambangkan pegas yang mengeras (hardening
spring) atau pegas yang melunak (softening spring).

6.2.1 Fenomena Lompatan pada Persamaan Duffing

Persamaan (6- 6) dapat ditulis dalam bentuk lain

u  2 n n u  n u  u 3  P cos  t
2
(6- 7)

dimana  n dan  n adalah frekuensi natural dan rasio redaman.

Tanpa Redaman

Mula-mula kita akan memeriksa persamaan yang lebih sederhana dimana tidak ada
redaman.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 110


u  n u  u 3  P cos  t
2
(6-8)

Kita mencari hanya solusi stasioner harmoniknya, dengan metode iterasi (aproksimasi
berurutan). Asumsi solusi disubstitusikan ke dalam persamaan diferensial vibrasi, yang
kemudian diintegrasikan untuk memperoleh solusi dengan akurasi yang lebih tinggi.
Prosedur dapat diulang sebanyak mungkin untuk mendapatkan akurasi yang diinginkan.

Mula-mula diasumsikan

u0  U cos  t (6-9)

kemudian disubstitusi ke dalam Persamaan (6-8) menjadi

3 1 
u   n U cos t  U 3  cos t  cos3 t   P cos  t
2

4 4 
(6-10)
 3  1
    n U  U 3  P  cos  t  U 3 cos3 t
2

 4  4

Dalam mengintegrasi persamaan di atas, konstanta integrasi harus diset sama dengan nol
jika solusi adalah harmonik dengan periode 2/. Dengan mengabaikan suku harmonik
yang lain (higher harmonic) diperoleh solusi dengan akurasi yang lebih tinggi:

1  2 3 
u1   U  U 3  P  cos  t  ...
2  n
(6-11)
  4 

Prosedur di atas dapat diulangi, tetapi saat ini hanya akan diselidiki suatu fenomena pada
persamaan Duffing ini.

Pada momen ini, Duffing mengatakan bahwa jika aproksimasi pertama dan aproksimasi
kedua adalah solusi yang cukup akurat dan masuk akal, maka koefisien-koefisien dari
cost dalam Persamaan (6-9) dan (6-11) harus tidak berbeda jauh. Dengan
mempersamakan koefisien-koefisien tadi, diperoleh

1  2 3 
U  U  U 3  P 
2  n
(6-12)
  4 

kemudian disusun kembali untuk  2 :

3 P
2  n  U 2 
2
(6-13)
4 U

Dari Persamaan (6-13) dapat ditunjukkan bahwa jika parameter non-linier sama dengan
nol, diperoleh solusi eksak untuk sistem linier:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 111


P
U  (6-14)
n   2
2

Untuk   0 dan P = 0 pada Persamaan (6-13), diperoleh persamaan frekuensi untuk


getaran bebas:

2 3 U2
 1  2 (6-15)
n 2 4 n

Untuk   0 dan P  0, adalah menguntungkan untuk menahan  dan P sebagai konstanta


dan memplot U terhadap  /  n . Untuk mengkonstruksi kurva-kurva tersebut untuk  
0 (pegas lunak), Persamaan (6-13) disusun kembali menjadi

3 U3  2  P
 2  1  2  U  2 (6-16)
4 n  n  n

dimana setiap sisi pada persamaan di atas diplot terhadap U, seperti dapat dilihat pada
Gambar 6-2a. Sisi kiri dari persamaan ini adalah persamaan kubik (berderajat tiga),

sedangkan sisi kanan adalah garis lurus dengan gradien 1   2 / n
2
 dan berpotongan
pada  P / n . Untuk  /  n  1 , kedua kurva berpotongan pada tiga titik: 1, 2, dan 3,
2

yang mana juga dapat dilihat pada kurva amplitudo vs rasio frekuensi di Gambar 6-2b.
Sejalan dengan peningkatan  /  n menuju ke satu, titik 2 dan 3 saling mendekati satu
sama lain, sampai hanya satu nilai amplitudo yang memenuhi Persamaan (6-13). Ketika
 /  n  1 dan  /  n  1 , titik-titik yang memenuhi Persamaan (6-13) tersebut adalah titik
4 dan 5.

Kurva pada Gambar 6-2b miring ke arah kiri yang artinya resonansi terjadi pada frekuensi
gaya yang lebih kecil dari pada frekuensi natural liniernya (struktur menjadi lebih fleksibel
ketika amplitudo meningkat).

Jika   0 (pegas keras), maka analisis yang sama akan menghasilkan kurva dengan tipe
yang sama, tetapi miring ke kanan.

Kurva miring ke arah kanan, pada tipe pegas keras, artinya resonansi terjadi pada frekuensi
gaya yang lebih besar daripada frekuensi natural liniernya (struktur menjadi lebih kaku
ketika amplitudo meningkat).

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 112


Gambar 6-2 a. Solusi dari Persamaan; b. Kurva |U| vs  / n .

Pada masalah-masalah yang dimodelkan dengan persamaan Duffing, ditemukan lompatan


tiba-tiba dari amplitudo-respon pada daerah sekitar resonansi. Fenomena lompatan ini
dapat diterangkan sebagai berikut. Untuk tipe pegas keras, dengan peningkatan frekuensi
eksitasi, amplitudo perlahan-lahan meningkat sampai titik 1 pada Gambar 6-3 dicapai.
Kemudian amplitudo tiba-tiba jatuh pada nilai yang jauh lebih rendah pada titik 2, dan
seterusnya menurun mengikuti kurva ke arah kanan. Ketika terjadi penurunan frekuensi
(dari arah yang berlawanan), amplitudo meningkat mengikuti kurva ke arah kiri melewati
titik 2 sampai pada titik 3, kemudian tiba-tiba melompat ke nilai amplitudo yang jauh lebih

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 113


tinggi pada titik 4 dan seterusnya menurun mengikuti kurva ke arah kiri. Daerah yang
diarsir pada kurva amplitudo-respon vs frekuensi eksitasi merupakan daerah yang tidak
stabil; ekstensitas dari ketidakstabilan tergantung pada beberapa faktor antara lain seperti
besarnya redaman yang ada dan laju perubahan dari frekuensi eksitasi.

Gambar 6-3 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing tanpa redaman (tipe
pegas keras).

Sedangkan untuk pegas lunak, terjadi fenomena lompatan yang sama seperti di atas.
Fenomena lompatan pada pegas lunak ini ditunjukkan pada Gambar 6-4.

Gambar 6-4 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing tanpa redaman (tipe
pegas lunak)

Efek dari redaman

Dalam kasus tanpa redaman, kurva amplitudo vs frekuensi mendekati kurva tulang-
punggung (backbone), yang ditunjukkan dengan garis putus-putus, secara asimtotik
(asymptotically). Ini juga berlaku untuk kasus sistem linier, dimana kurva tulang-punggung
adalah garis vertikal pada  / n  1.0 .

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 114


Dengan adanya sejumlah kecil redaman, perilaku dari sistem non-linier ini tidak berbeda
jauh dari sistem tanpa redaman. Perbedaan kecil terjadi pada puncak dari kurva seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 6-5 kurva menjadi menerus, memotong kurva tulang-
punggung, daripada mendekatinya secara asimtotik. Fenomena lompatan juga hadir di sini,
tetapi adanya redaman, umumnya, cenderung mengurangi luas dari daerah yang tidak
stabil.

Gambar 6-5 Fenomena Lompatan pada sistem non-linier Duffing dengan redaman
(tipe pegas keras)

6.3 PERSAMAAN HISTERESIS BOUC-WEN

Persamaan Bouc yang kemudian disempurnakan oleh Wen diberikan sebagai berikut:

  cu  ku  z  ~
mu p (t ) (6-17)

~
dimana f (u , u ) adalah z. Dimana z merupakan fungsi dari perpindahan dan kecepatan
yang diberikan secara implisit:

n 1
z  Au   u z   u z z
n

A  0;   0 (6-18)
 0

A, , , dan n adalah konstanta. Untuk menghasilkan sistem yang stabil A harus positif dan
 harus 0 atau positif. Tingkah laku konstanta di atas akan dijelaskan di bawah ini.

Sistem ini mempunyai dua tipe yang berbeda yaitu jika  > 0 dan jika  < 0.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 115


Sistem Non-Linier Histeresis Tipe Lunak ( > 0)

Dari Persamaan (6-18) untuk  > 0, dapat diplot grafik z vs u, yang secara kualitatif dapat
dilihat pada Gambar 6-6. Persamaan ini mengandung dua variabel yaitu u dan z.
Kombinasi dari positif dan negatif dari dua variabel ini membentuk empat kondisi yang
berbeda yang dapat dijabarkan sebagai empat daerah yang berbeda pada Gambar 6-6.
Keempat kondisi itu dan bagaimana pengaruhnya terhadap kurva pada gambar, dapat lebih
dimengerti lewat Tabel 6-1.

G a y a n o n -lin e a r h y ste re sis vs p e rp in d a h a n

I
Gaya non-linear hysteresis - z

II

IV

III

P erp in d ah an - u

Gambar 6-6 Grafik kualitatif z terhadap u untuk persamaan Bouc-Wen tipe lunak.

Tabel 6-1 Perilaku konstanta dari persamaan histeresis


Bouc-Wen ( > 0)

n 1
Au   u z   u z z
n
Daerah u z

I      

II O
- O
-  

III O
- O
- O
-

IV      O
-

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 116


Pada saat z = 0, z = A u  z = Au, kemiringan awal kurva z vs u adalah A. Sejalan dengan
membesarnya z, suku-suku yang mengandung  dan  (untuk selanjutnya kita sebut suku 
atau suku  saja) membesar dengan kelipatan z pangkat n.

Pada daerah I, suku  dan suku  saling memperkuat untuk mengurangi suku A u yang
positif akibatnya z mengecil dengan laju yang lebih cepat daripada u sehingga kurva yang
menanjak ( u dan z positif) semakin melandai dengan membesarnya z. Tetapi pada daerah
ini z tidak akan menjadi minus, hanya akan mendekati 0.

Pada daerah III, sama seperti pada daerah I, suku  dan suku  saling memperkuat untuk
menambah suku A u yang negatif akibatnya z yang negatif membesar mendekati 0 dengan
laju yang lebih cepat daripada u sehingga kurva yang menurun ( u dan z negatif),
semakin melandai dengan semakin negatifnya z.

Pada daerah II, suku  melemahkan suku  untuk menambah suku A u yang negatif
akibatnya, untuk z yang sama, kurva mengikuti jalan turun yang lebih curam ( z yang lebih
negatif) daripada jalan naiknya. Semakin besar nilai konstanta  relatif terhadap ,
semakin kecil pengaruh pelemahan suku  sehingga kurva menempuh jalan yang semakin
dekat dengan jalan naiknya (dengan kata lain luas di dalam loop histeresis semakin kecil).
Ekstremnya jika  = 0, maka kurva yang turun pada daerah II mengikuti alur yang sama
dengan alur pada waktu naik pada daerah I Sebaliknya, semakin kecil nilai konstanta 
terhadap , semakin jauh dari alur naik, alur turun yang ditempuh oleh kurva (dengan kata
lain luas dari loop histeresis semakin besar). Jika  =  maka kurva turun dengan
kemiringan A karena suku  dan suku  saling menetralkan.

Pada daerah IV, sama seperti pada daerah II, suku  melemahkan suku  untuk
mengurangi suku A u yang positif.

Konstanta n, yaitu pangkat dari z, mempengaruhi cepat-tidaknya kurva mencapai z = 0.


Secara geometri, untuk konstanta A, , dan  yang sama, akan terlihat kurva yang
mempunyai bagian landai (sliding) pada z yang lebih kecil, selain mempunyai belokan
yang lebih patah pada semua daerah.

Sistem Non-Linier Histeresis Tipe Keras ( < 0)

Untuk  < 0, dari Persamaan (6-18) diplot grafik z vs u, yang secara kualitatif dapat dilihat
pada Gambar 6-7 dan pengaruh dari plus-minus variabel u dan z terhadap kurva dapat
dilihat pada Tabel 6-2.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 117


Gaya non-linear hysteresis vs perpindahan

I
Gaya non-linear hysteresis - z

II

IV

III

Perpindahan - u

Gambar 6-7 Grafik kualitatif z terhadap u untuk persamaan Bouc-Wen tipe keras

Tabel 6-2 Perilaku konstanta dari persamaan histeresis


Bouc-Wen (< 0)

n 1
Au   u z   u z z
n
Daerah u z

I O
- -

II O
-     

III O
-     O
-

IV O
-  O
-

Pada saat z = 0, z = A u  z = A.u, kemiringan awal kurva z vs u adalah A. Sejalan dengan


membesarnya z, suku-suku yang mengandung  dan  (untuk selanjutnya kita sebut suku 
atau suku  saja) membesar dengan kelipatan z pangkat n.

Pada daerah I, suku  melemahkan suku  untuk menambah suku A u yang positif
akibatnya, walau untuk  >  atau  <  z membesar/mengecil dengan laju yang lebih

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 118


cepat daripada u sehingga kurva yang menanjak ( u dan z positif) semakin curam/landai
dengan membesarnya z, kecuraman kurva tidak maksimum sebagaimana pada daerah II,
dimana suku  dan  saling membantu mengurangi A u yang minus. Pada daerah I ini, jika
z membesar, ia tidak akan menjadi tidak terhingga, karena z yang membesar akan
mengerem u dengan cepat ke arah u yang 0 atau minus (dengan cepat masuk ke daerah
II). Demikian pula untuk perilaku pada daerah III dan IV sudah mudah dimengerti karena
kesamaan sifatnya dengan daerah I dan II.

Konstanta n, yaitu pangkat dari z, mempengaruhi cepat-tidaknya z membesar/mengecil


(untuk.  >  atau  < ). Secara geometri, untuk konstanta A, , dan  yang sama, pada
daerah I akan terlihat kurva yang mempunyai bagian curam/landai (sliding) pada | u | atau
| z | yang lebih kecil, selain mempunyai belokan yang lebih patah pada semua daerah.

6.4 SOLUSI PERSAMAAN DINAMIK SISTEM NON-LINIER

Di bawah ini akan dibahas metode-metode untuk mendapatkan solusi dari persamaan
dinamik sistem non-linier dengan getaran paksa, baik yang dimodelkan dengan persamaan
Duffing maupun yang dimodelkan dengan persamaan Bouc-Wen.

Yang pertama dan yang paling mudah adalah metode berdasar pada integrasi numerik
seperti metode Runge-Kutta. Metode ini juga yang paling memakan waktu. Khusus untuk
solusi stasioner telah banyak dikembangkan metode lain yang lebih efisien. Di antaranya
adalah metode Linierisasi Ekivalen.

Metode Linierisasi Ekivalen jauh lebih efisien dibanding metode Runge-Kutta dalam
memecahkan solusi stasioner dari persamaan dinamik dimaksud, tetapi untuk sistem
berderajat kebebasan banyak, metode yang berdasar pada metode eksak ini juga memakan
waktu yang relatif lama dibanding metode berikutnya yaitu metode Mode Tunggal.

Keunggulan metode mode tunggal, disamping kesederhanaan matematik dan waktu


komputasi yang cepat untuk sistem dengan banyak derajat kebebasan, juga karena metode
ini bekerja pada basis modal dimana parameter-parameter modal mudah
didapat/diidentifikasi dari ekperimen.

6.4.1 Metode Runge-Kutta

Persamaan Duffing

Untuk sistem non-linier yang dimodelkan dengan persamaan Duffing, sama dengan sistem
linier persamaan dinamiknya dipecah menjadi dua buah persamaan diferensial orde satu,
hanya ditambah satu variabel yaitu z. Yang kemudian dipecahkan dengan metode Runge-

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 119


Kutta-orde-empat untuk dua persamaan diferensial. Penjelasan secara detil dapat dilihat di
bawah ini.

Bentuk umum persamaan dinamik untuk satu derajat kebebasan dapat ditulis sebagai

u 
1
 pt   z  cu  ku   g  u, u, z, t  (6-19)
m

dengan m, c, dan k berturut-turut adalah massa, redaman, dan kekakuan, u beserta turunan
pertama dan keduanya berturut-turut adalah perpindahan, kecepatan, dan percepatan, p(t)
adalah gaya luar, z = u3 adalah gaya non-linier, dan t adalah waktu.

Dengan mendefinisikan

v  u (6-20)

persamaan di atas didekomposisi menjadi

u  v  f ( u, v , z , t )
(6-21)
v 
1
 pt   z  cv  ku   g  u, v, z, t 
m

Persamaan Histeresis Bouc-Wen

Untuk sistem non-linier yang dimodelkan dengan persamaan Bouc-Wen, sama dengan
sistem linier persamaan dinamiknya dipecah menjadi dua buah persamaan diferensial orde
satu, tetapi ditambah satu persamaan diferensial orde satu yaitu fungsi implisit untuk z.
Yang kemudian dipecahkan dengan metode Runge-Kutta orde empat untuk tiga persamaan
diferensial seperti akan dijabarkan secara detil di bawah ini.

Bentuk umum persamaan dinamik untuk satu derajat kebebasan dapat ditulis sebagai

u 
1
 pt   z  cu  ku   g  u, u, z, t  (6-22)
m

dengan m, c, dan k berturut-turut adalah massa, redaman, dan kekakuan, u beserta turunan
pertama dan keduanya berturut-turut adalah perpindahan, kecepatan, dan percepatan, p(t)
adalah gaya luar, z adalah gaya non-linier yang merupakan fungsi dari u dan turunannya,
dan t adalah waktu.

Dengan mendefinisikan

v  u (6-23)

persamaan di atas didekomposisi menjadi

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 120


u  v  f ( u, v , z , t )
(6-24)
v 
1
 pt   z  cv  ku   g  u, v, z, t 
m

yang kemudian ditambah dengan satu persamaan diferensial orde satu yaitu fungsi implisit
dari z:

n 1
z  Av   v z   v z z  h ( u, v , z , t )
n

A  0;   0 (6-25)
 0

6.4.2 Metode Linierisasi Ekivalen

Solusi persamaan diferensial non-linier didapat dengan relatif mudah menggunakan


metode integrasi numerik seperti Runge-Kutta. Tetapi untuk mendapatkan solusi stasioner,
metode Runge-Kutta tidak efisien. Metode Linierisasi Ekivalen, yang didasarkan pada
metode Eksak, mendapatkan solusi stasioner dari persamaan diferensial non-linier dengan
mudah.

Prinsip dari metode ini adalah menukar persamaan diferensial non-linier dengan persamaan
diferensial linier, yang mana rumus analitik yang eksak untuk solusinya diketahui. Sistem
ekivalen linier dari sistem (berdasar pada koordinat relatif) pada Persamaan (6- 5)
diberikan dalam bentuk

 M~ u  C~ u  K~ u  C~ u  K~ u   ~p(t )  (6-26)

~
  ~
 
dimana C  dan K  adalah matriks redaman ekivalen dan matriks kekakuan ekivalen
dalam koordinat relatif.

Dengan mengasumsikan solusi berbentuk periodik, solusi umum dari Persamaan (6-26)
dapat ditulis dalam deret Fourier dalam bentuk

N
ui (t )   ain cos nt  bin sin nt (6-27)
n 1

yang mana dapat diaproksimasi menjadi fungsi harmonik tunggal (single harmonic
function):

ui (t )  ai cos t  bi sin t (6-28)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 121


Matriks  C~  dan  K~  ditentukan dengan meminimalkan selisih  antara sistem non-linier
dan sistim linier ekivalennya Persamaan (6-26) untuk setiap u(t) dimana  adalah selisih
persamaan:


~
 
  f u , u   C u  K  u
~ ~
  (6-29)

Minimalisasi dari  dilakukan berdasar pada kriteria

1 T 2
E ()    dt  minimum
T 0
(6-30)
2
T

Kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk minimalisasi seperti pada Persamaan (6-30) adalah


E (  )  0

cij
(6-31)

E (  )  0

k ij

dimana c ij dan k ij adalah elemen baris-i dan kolom-j dari matriks  C~  dan  K~ .
Berdasarkan (6-30) dan (6-31), c ij dan k ij dapat disusun sebagai

T
0 u f (u , u )dt
cij  T 2
(6-32)
0 u dt

T
 0 u f (u , u )dt
kij  T 2
(6-33)
0 u dt

dimana c ij dan k ij diperoleh untuk setiap langkah kalkulasi dari sistem linier ekivalen.

6.4.3 Metode Mode Tunggal

Metode Linierisasi Ekivalen dapat memecahkan solusi stasioner persamaan diferensial


non-linier dengan relatif mudah untuk sistem yang derajat kebebasannya masih sedikit,
tetapi untuk mendapatkan solusi dari sistem yang berderajat kebebasannya banyak, metode
ini sangat memakan waktu.

Telah dilakukan studi oleh Setio dan Jezequel untuk memperoleh solusi stasioner yang
cepat dan sederhana untuk analisis dinamik struktur besar yang mempunyai perilaku

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 122


nonlinier. Solusinya didasarkan pada analisis modal linier yang sudah dikenal luas. Mode
normal non-linier digunakan untuk mentransformasikan suatu set dengan n persamaan
terkait (coupled) menjadi suatu set dengan n persamaan lepas dalam basis modal. Untuk
kepentingan rekayasa praktis, prosedur ini dapat mengurangi waktu perhitungan secara
signifikan dengan menggunakan hanya beberapa modal.

Konsep mode normal non-linier dari sistem pegas-massa non-linier dipelajari pertama kali
oleh Rosenberg dan dikembangkan kemudian oleh Szemplinska-Stupnicka. Ditunjukkan
bahwa mode dari vibrasi dalam kondisi resonansi sangat mirip dengan mode normal non-
linier dan tidak mirip dengan mode normal linier. Dan ditunjukkan bahwa mode normal
non-linier dapat digunakan sebagai pendekatan solusi untuk sistem besar yang mempunyai
perilaku non-linier.

Dalam analisis dinamik, solusi dari model diperoleh dengan mengasumsikan bahwa semua
parameter yang dibutuhkan diketahui. Pada kenyataannya, dalam situasi-situasi praktis,
sebagian besar dari parameter-parameter yang penting tidak diketahui, khususnya
parameter non-linier, yang sangat sulit ditentukan. Banyak dari prosedur indentifikasi non-
linier yang ada sekarang mempunyai masalah pada kompleksitas matematik, laju
konvergensi, kebutuhan penyimpanan data, dan waktu komputasi yang sangat lama.

Analisis modal non-linier, sebagai pengembangan dari analisis modal standar, dapat
aplikasikan pada prosedur identifikasi parameter modal-non-linier. Prosedur ini dapat
diterapkan pada sistem berderajat kebebasan banyak.

Persamaan dinamik untuk sistem non-linier konservatif otonom tanpa redaman dalam basis
koordinat relatif pada Persamaan (6- 5) dapat ditulis sebagai berikut

 M~ u  K~ u  ~f u, u   0 (6-34)

Analog seperti pada kasus linier, solusi dari persamaan di atas dapat diaproksimasi sebagai
~
kombinasi linier dari n mode normal non-linier  j (Q j ) dan n amplitudo-modal Q j :

 u(t )    ~j (Q j ) y j (t )
n
(6- 35)
j 1

dimana  u(t ) ~
 
adalah vektor kompleksdari perpindahan;  j (Q j ) dan y j adalah mode
normal non-linier dari mode ke-j dan perpindahan dalam koordinat modal ke-j yang akan
dijelaskan di bawah ini.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 123


Mode normal non-linier

Untuk sistem MDOF non-linier dengan redaman yang ringan, solusi stasioner pada kondisi
resonansi dapat dianggap sebagai sebuah mode normal non-linier. Oleh karena itu, sistem
MDOF dalam Persamaan (6-34) direduksi menjadi sistem SDOF yang digambarkan oleh
koordinat-koordinat normal resonansi tunggal (single resonant normal coordinates).
Persamaan (6- 35) dalam koordinat normal menjadi

u(t )  ~ j (Q j ) ~y j (t ) (6-36)

~
 
dengan  j (Q j ) adalah mode normal non-linier dari mode ke-j dan ~y j adalah koordinat
modal dari mode ke-j dalam basis koordinat relatif. Jika gaya eksitasi yang bekerja adalah
periodik, maka respon stasioner pada umumnya akan berbentuk periodik dengan frekuensi
yang sama dengan frekuensi eksitasi  , maka pada   ~ solusi mode normal tunggal j,

dari Persamaan (6-36) menjadi

~
 
~t
{ u(t )}   j (Q j ) .Qj. cos j (6-37)

dimana Q j adalah amplitudo-modal.

Asumsi mode tunggal (single mode) pada kondisi-kondisi resonansi dan asumsi solusi
periodik dalam persoalan non-linier dipakai dan diterima secara luas bahkan untuk sistem-
sistem yang mempunyai tingkat kenon-linieran yang kuat. Frekuensi natural non-linier  ~
j
~
dan mode normal non-linier  j dapat diperoleh dengan memasukkan Persamaan (6-37) ke
dalam Persamaan (6-34) dan mengabaikan semua suku-suku harmonik yang lebih tinggi:

D(Q )~    M~ ~ 


j j j j (6-38)

dimana

D(Q )   K~   K~
j nl (Q j )  (6-39)

dan  K~ nl 
(Q j ) adalah matriks kekakuan non-linier yang merupakan fungsi dari
amplitudo-modal Q j .

Persoalan nilai-eigen pada Persamaan (6-38) bukanlah suatu bentuk standar linier, oleh
karena itu, secara umum tidak dapat dipecahkan melalui solusi nilai-eigen standar.
Persoalan nilai-eigen non-linier pada Persamaan (6-38) hanya dapat dipecahkan melalui
prosedur-prosedur numerik. Ada banyak prosedur-prosedur numerik untuk memecahkan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 124


masalah nilai-eigen non-linier. Yang akan dipakai pada studi ini adalah prosedur Newton-
Raphson.

Persamaan (6-38) dapat disusun kembali menjadi bentuk berikut ini

  K~    K~ nl  ~
(Q j )   j M   ~  g( ,~ ) 
j j j (6-40)

n derajat kebebasan dari Persamaan (6-40) memiliki n+1 elemen-elemen nilai-eigen dan
vektor-eigen yang tidak diketahui, sehingga Persamaan (6-40) tidak dapat digunakan untuk
memperoleh n+1 yang tidak diketahui. Variabel-variabel yang tidak diketahui harus
disusun kembali agar Persamaan (6-40) dapat dipecahkan. Ini dapat diselesaikan dengan
mengeset salah satu elemen dari vektor-eigen dengan nilai satu. Akhirnya, n variabel yang
tidak diketahui dari Persamaan (6-40) dapat diperoleh lewat prosedur Newton-Raphson di
bawah ini:

 s   s G j , ~j   ~



1
. g  j , j (6-41)

dimana

~
1 j  1
~ ~
s T   j  2 j ... nj 

G  j , j 
~
  ~
dg  j ,  j  (6-42)
ds

 ~
G  j , j  
 ~
dg  j ,  j 
i
    
~ ~
  M. j
i1
d j


G  j , j
~
 
 ~
dg  j ,  j    K~  
~ ~
     M~ 
d K nl Q j  .  j
ip 
i
~ ~
d j d j
ip j ip

dengan p = 2,3,…, n dan s adalah vektor dari n tak diketahui dari 1 nilai-eigen dan n-1
elemen vektor-eigen.

Menggunakan nilai sebelumnya dari amplitudo-modal Q j , prosedur iteratif ini akan


konvergen secara cepat. Nilai-nilai frekuensi natural linier dan mode normal linier dapat
digunakan sebagai nilai-nilai awal.

Frekuensi-frekuensi natural non-linier dan mode-mode normal non-linier dari sistem non-
linier diperoleh sebagai fungsi dari amplitudo-modal Q j dengan peningkatan amplitudo-
modal secara progresif:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 125


 
j2 Qj   j
 j Q j    B~ j 
(6-43)

 
dimana B adalah matriks transformasi koordinat,  j Q j    dan ~ Q  adalah mode
j j

normal non-linier dalam basis koordinat absolut dan dalam basis koordinat relatif.

Superposisi modal non-linier

Mengambil analogi untuk kasus linier, maka solusi persamaan gerak non-linier dapat
~
didekati dengan kombinasi linier dari n buah mode-mode normal non-linier  j (Q j ) dan n
buah amplitudo-modal Q j :

 u (t ) 
n ~
 
  j (Q j ) .Q j cos t
j 1
(6-44)

di mana u(t ) adalah vektor perpindahan komplekss, ~ (Q )  dan j j


Q j adalah mode
normal non-linier dan amplitudo modal-non-linier pada mode-j yang didapat mode per
mode, dengan menggunakan prosedur mode non-linier tunggal (single nonlinier mode)
yang disebutkan pada sub-bab sebelum ini.

Dengan memasukkan Persamaan (6-44) ke dalam persamaan dinamik sistem non-linier


(6- 5), dan dengan mengasumsikan bahwa solusinya terkait secara ringan (slightly
coupled), Persamaan (6- 5) yang telah ditransformasi menjadi

~ Q  i c~ Q  k~ Q  ~
 2 m f j (Q j )  ~
pj (6-45)
j j j j j j

dimana

m~  ~
j  j (Q j )   M ~ (Q ) 
T
j j

~
c~ j   j (Q j )   C  ~ (Q ) 
T
j j
~
~
k j   j (Q j )   K  ~ (Q ) 
T
j j (6-46)
~
~
f j (Q j )   j (Q j )  f (Q )  ~ (Q )   K  ~ (Q ) 
T
j j j
T
nl j j

~ ~
p j   j (Q j )   P
T

 
dimana K nl adalah bagian kekakuan non-linier dari sistem.

Amplitudo-modal (komplekss) Q j untuk setiap mode ke-j dari Persamaan (6-45) dapat
diberikan oleh

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 126


Qj 
~ Q   P
j j
T

(6-47)
~
m j   Q      i c~
2
j j
2
j

dimana kekakuan linier dan non-linier dari sistem dalam basis modal dapat diaproksimasi
dengan

~ ~ ~ 2 Q
k j Q j  f j (Q j )  m j j j   (6-48)

Normalisasi mode non-linier

Untuk menyederhanakan utilisasi dari parameter-parameter modal non-linier, maka mode-


   dan amplitudo-modal Q
mode non-linier  j Q j j dinormalisasi secara ortonormal relatif
terhadap matriks massa dengan kondisi

ˆ Qˆ   Mˆ Qˆ  1


j j
T
j j (6-49)

   dan Q̂
dimana ̂ j Q̂ j j adalah mode-mode non-linier dan amplitudo-modal yang sudah
dinormalisasi ortonormal terhadap matriks massa.

Ini dapat dikerjakan dengan menghitung faktor skalar:

 j Q j T  M j Q j  M n (6-50)

lalu menormalisasi mode-mode dan amplitudo-modal dengan

ˆ Qˆ    MQ 


j j
j j

n (6-51)
Qˆ j  Q j M n

Gambar 6-8 Grafik tipikal amplitudo-respon perpindahan di-i terhadap frekuensi gaya
harmonik untuk suatu amplitudo gaya harmonik P.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 127


7
MODEL MATEMATIK ELEMEN
HINGGA

Sebagian besar penyelesaian praktis analisis struktur dalam enjiniring, baik analisis statik
maupun analisis dinamik menggunakan prosedur numerik. Hal ini disebabkan karena
bentuk geometri struktur dan kondisi-kondisi batasnya yang sering sangat kompleksbila
digunakan metode eksak dalam penyelesaiannya. Dalam hal ini metode elemen hingga
adalah prosedur numerik yang sangat efisien dan efektif karena kepraktisannya dalam
penggunaannya.

Dalam pemodelan elemen hingga, struktur didekati dengan suatu konfigurasi elemen-
elemen yang mempunyai dimensi terbatas dimana karakteristiknya telah diketahui dengan
baik yang disebut elemen hingga kemudian dihubungkan satu dengan lainnya melalui
sebuah titik yang diberi nama titik simpul. Berdasarkan pengetahuan mengenai
perpindahan-perpindahan yang terjadi pada suatu titik dari suatu elemen, maka dapat
dihitung energi kinetik dan energi perpindahan sebagai fungsi dari perpindahan-
perpindahan yang terjadi dari suatu titik dalam suatu elemen. Karakteristik struktur
lengkap didapat dengan cara menggabungkan seluruh karakteristik elemen-elemen hingga
tersebut. Ilustrasi pembuatan model elemen hingga dari model fisik portal dan pelat dapat
dilihat pada Gambar 7-1.

Pemilihan jenis elemen yang tepat, sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman
yang berhubungan dengan geometri dan karakteristik dari struktur asalnya. Hal lain yang
harus diingat dalam prosedur elemen hingga adalah ketidakkontinyuan geometri, kondisi-
kondisi batas dan jenis-jenis gaya luar yang bekerja pada struktur.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 128


q1 Pv6 Pv7
M6 M7
q2 Ph6 Ph7
 v7 7
7
6
3 4
q4 Pv3 Pv4 Pv5
M3 M4 M5
Ph3 Ph4 Ph5
   5
3 5 4 6

1 2
Pv1 Pv2
M1 M2
q3 Ph1  1 Ph2  2
a.

i e k
j
y
P1
q P2
i e k
j P2
P2
P2
P2
x P2
P2
P2
P2
P2
P2
P1

b.

Gambar 7-1 Pembuatan model matematik elemen hingga dari model fisik struktur;
a. Struktur portal; b. Struktur pelat

7.1 ENERGI REGANGAN DAN ENERGI DEFORMASI

Energi regangan

Persamaan umum energi perpindahan dari suatu elemen adalah:

1 t
2 
U  d (7-1)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 129


Vektor perpindahan d dari suatu titik dari suatu elemen dengan regangan dinyatakan dalam
hubungan:

dN  (7-2)

B (7-3)

Dalam hal tidak terdapat tegangan awal, maka hubungan antara tegangan dan regangan
dapat dinyatakan:

D  (7-4)

D adalah suatu matriks persegi simetrik, dengan menggunakan Persamaan (7-4) dan (7-3),
maka Persamaan (7-1) menjadi:

 B DBd
1 t
U (7-5)
2 

1

U  t Bt DBd 
2 
 (7-6)

Persamaan (7-6) dapat ditulis dalam bentuk:

1 t
U  k (7-7)
2

dengan

k   B t DBd  (7-8)

k adalah matriks kekakuan dari suatu elemen. Karena matriks D dan matriks BtDB adalah
matriks simetrik, maka matriks kekakuan k adalah juga matriks simetrik.

Energi kinetik

Persamaan umum energi kinetik dari suatu elemen adalah:

1
2 
T V 2 d (7-9)

dengan

V  d (7-10)

Hubungan antara vektor kecepatan dengan  adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 130


V  N (7-11)

Substitusi Persamaan (7-11) ke dalam Persamaan (7-9), didapat:

T
1
2  t N d
 N (7-12)

atau

T
1 t
2
  N Nd

t
(7-13)

Persamaan (7-13) dapat ditulis dalam bentuk:

1 t 
T  m (7-14)
2

dengan

m   N t Nd (7-15)

m adalah matriks massa persegi dan simetrik.

7.2 KEKAKUAN STRUKTUR

7.2.1 Portal bidang 2D

Balok dengan gerak longitudinal

u1 u2
E, , S, L
1 2
x u

Gambar 7-2 Balok dengan gerak longitudinal

Gambar 7-2 memperlihatkan sebuah balok yang mempunyai dua buah titik simpul dan
setiap titiknya mempunyai satu derajat kebebasan. Vektor perpindahan dari titik-titik
simpul adalah:

  u1 , u2 t (7-16)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 131


u1 dan u2 adalah perpindahan pada arah longitudinal dari titik 1 dan titik 2.

Karena balok hanya mempunyai dua buah perpindahan, maka fungsi perpindahan juga
mempunyai dua buah konstanta.

u x   a1  a 2 x (7-17)

Harga-harga a1dan a2 dapat dihitung berdasarkan harga-harga perpindahan u1 dan u2 yang


terjadi pada kedua titik-titik simpulnya

pada x = 0

u1  a1 (7-18)

pada x = L

u 2  a1  a 2 L (7-19)

Dari Persamaan linier (7-18) dan (7-19) dapat dihitung harga-harga konstanta a1 dan a2
sebagai fungsi dari u1 dan u2, sehingga Persamaan (7-17) dapat ditulis menjadi:

 x x  u 
u  x   1  ,   1  (7-20)
 L L u2 

Persamaan (7-20) adalah identik dengan Persamaan (7-2), polinom dari matriks N,
x x
1  , disebut sebagai fungsi bentuk.
L L

Dalam gerak longitudinal, maka matriks D pada Persamaan (7-4) adalah suatu bentuk
skalar E, sehingga Persamaan (7-4) dalam gerak longitudinal pada arah x dapat ditulis
menjadi:

  E (7-21)

Dari persamaan regangan

u
 (7-22)
x

Dari Persamaan (7-22) dan (7-20) didapat

 1 1  u 
    ,  1  (7-23)
 L L u2 

Persamaan (7-23) adalah identik dengan Persamaan (7-3), sehingga harga B adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 132


 1 1
B   ,  (7-24)
 L L

Substitusi Persamaan (7-24) ke dalam Persamaan (7-6)

 1  1 
1  u1   L2   dx u1 
t
 2
U      ES  L
1  u2 
(7-25)
2 u2      1 
  L2 L2  

t
1 ES  u1   1  1  u1 
U    1 1  u  (7-26)
2 L u2    2 

Matriks kekakuan dari sebuah elemen adalah:

ES  1  1
k
L  1 1 
(7-27)

Balok dengan gerak lentur

Elemen balok yang mengalami gerak lentur seperti diperlihatkan pada Gambar 7-3
mempunyai dua buah titik simpul dan setiap titiknya mempunyai dua derajat kebebasan.

y
x
v
1 2 2
1 x
E, , S, I, L v2
v1
z
Gambar 7-3 Balok dengan gerak lentur

Vektor perpindahan dari titik-titik simpul adalah:

  v1, 1 , v2 ,  2 t (7-28)

dengan

v
 (7-29)
x

v1 , 1 , v2 ,  2 adalah perpindahan pada arah transversal dan putaran sudut dari titik 1 dan
titik 2.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 133


Karena balok mempunyai empat buah perpindahan, maka fungsi perpindahan juga
mempunyai empat buah konstanta.

vx  a1  a2 x  a3 x 2  a4 x 3 (7-30)

Dari Persamaan (7-29) dan (7-30), didapat:

x  a2  2a3 x  3a4 x 2 (7-31)

Harga-harga a1, a2, a3, dan a4 dapat dihitung berdasarkan harga-harga perpindahan
v1 , 1 , v2 , dan  2 pada kedua titik-titik simpulnya

pada x = 0

v1  a1
(7-32)
1  a 2

pada x = L

v2  a1  a2 L  a3L2  a4L3
(7-33)
2  a2  2a3L  3a4 L2

Dari Persamaan linier (7-32) dan (7-33) dapat dihitung harga-harga konstan a1, a2, a3, dan
a4 sebagai fungsi dari v1 , 1 , v2 , dan  2 , sehingga Persamaan (7-30) menjadi:

 v1 
 3x 2 2 x3  
2 x 2 x3 3x 2 2 x3 x 2 x3  1 
vx   1  2  3 ; x   2 ; 2  3 ;  2   (7-34)
 L L L L L L L L  v2 

 2 

Persamaan (7-34) adalah identik dengan Persamaan (7-2)

Dalam gerak lentur, maka matriks D pada Persamaan (7-4) adalah suatu bentuk skalar E,
dan tegangan pada Persamaan (7-4) berhubungan dengan regangan berikut:

 2v
  x  y (7-35)
x 2

Dari Persamaan (7-34) dan (7-35) didapat

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 134


 v1 
 
 6 12 x 4 6 x 6 12 x 2 6 x  1 
   y  2  3 ;  2 ; 2  3 ;  2   (7-36)
 L L L L L L L L  v2 

 2 

Dari Persamaan (7-36) maka matriks B dapat diketahui. Substitusi matriks B ke dalam
Persamaan (7-6), maka energi deformasi adalah:

t
 v1   12 6 L  12 6 L   v1 
   6 L 4 L2  6 L 2 L2    
1 EI  1     1 
U   (7-37)
2 L3  v2   12  6 L 12  6 L  v2 
 2   2 
 6 L 2 L  6 L 4 L   2 
2

Matriks kekakuan dari sebuah elemen adalah:

 12 6 L  12 6 L 
 6 L 4 L2  6 L 2 L2 
EI
k 3  (7-38)
L  12  6 L 12  6 L 
 
 6L 2L
2
 6 L 4 L2 

Balok dengan gerak longitudinal dan lentur

Matriks kekakuan yang mengalami gerak longitudinal dan lentur seperti diperlihatkan pada
Gambar 7-4, adalah gabungan antara matriks kekakuan balok dengan gerak longitudinal
pada Persamaan (7-27) dengan matriks kekakuan dengan gerak lentur pada Persamaan
(7-38)
xm
5
4
ym
k
i 6

2 y

j
1
3
x

zm z
Gambar 7-4 Balok portal bidang 2D

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 135


Matriks kekakuan balok dengan gerak longitudinal dan lentur adalah:

 EA EA 
 L 0 0  0 0 
L
 12 EI 6 EI 12 EI 6 EI 
 0 0  
 L3 L2 L3 L2 
 0 6 EI 4 EI
0
6 EI
 2
2 EI 
 L2 L L L 
K   (7-39)
EA EA
  0 0 0 0 
 L L 
 0 
12 EI

6 EI
0
12 EI

6 EI 
 L3 L2 L3 L2 
 6 EI 2 EI 6 EI 4 EI 
 0 0  2 
 L2 L L L 

dimana K adalah matriks kekakuan portal bidang untuk sumbu lokal, E adalah modulus
elastisitas batang, A adalah luas penampang lintang batang, L adalah panjang batang, dan I
adalah momen inersia penampang terhadap sumbu-z.

7.2.2 Portal Ruang 3D

Gambar 7-5 menunjukkan batang prismatis i dari suatu portal ruang, yang titik kumpul
ujung-ujungnya ditandai dengan j dan k. Arah sumbu batang ortogonal dengan titik awal j.
Sumbu xm berhimpit dengan sumbu batang dan positif dalam arah j ke k. Sumbu ym dan
zm adalah sumbu utama batang. Pusat geser dan titik pusat batang dianggap berhimpit,
sehingga puntir dan lenturan batang dapat terjadi secara bebas satu dengan lainnya.

ym

5 11
2 8
4 1 j i k 7 10
xm
3 9
6
12

zm
Gambar 7-5 Batang portal ruang 3D

Matriks kekakuan batang portal ruang 3D untuk sumbu batang diberikan pada Persamaan
(7-40), dimana Iy, Iz berturut-turut momen inersia terhadap sumbu y, dan sumbu z, Jx
adalah konstanta puntir pada arah sumbu x, dan G adalah modulus geser.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 136


 EAx EAx 
 0 0 0 0 0  0 0 0 0 0 
 L L 
 12 EI z
0 0 0
6 EI z
0 
12 EI z
0 0 0
6 EI z 
 L3 L2 L3 L2 
 12 EI y 6 EI y 12 EI y 6 EI y 
 3
0  2
0 0 0  3
0  0 
 L L L L 
 GJ x GJ x 
 0 0 0 0 0  0 0 
L L
 4 EI y 6 EI y 2 EI y 
 0 0 0 0 0 
 L L 2
L 
 4 EI z 6 EI 2 EI z 
 0  2z 0 0 0 
K rl   L L L 
 EAx 
 0 0 0 0 0 
L
 12 EI z 6 EI 
 0 0 0  2z
 L3 L 
 12 EI y 6 EI y 
 simetris 3
0 0 
 L L2 
 GJ x
0 0 
 L 
 4 EI y 
 0 
 L 
 4 EI z 
 L 

(7-40)

 
140 0 0 0 0 0 70 0 0 0 0 0 
 
 156 0 0 0 22L 0 54 0 0 0  13L 
 
 
 156 0 22L 0 0 0 54 0 13L 0 
 140 J x 70 J x 
 0 0 0 0 0 0 0 
 A A 
 
 4L 2
0 0 0  13L 0  3L2 0 
 
 4 L2 0 13L 0 0 0  3L2 
mL  
M crl 
420  140 0 0 0 0 0 


 
 156 0 0 0  22L 
 
 
 simetris 156 0 22L 0 
 140 J x 
 0 0 
 A 
 
 4 L2 0 
 
 4 L2 
 
(7-40a)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 137


7.3 MASSA STRUKTUR

Prosedur yang paling sederhana untuk gaya inersia sistem dinamik adalah dengan
menganggap bahwa massa setiap elemen terkumpul pada koordinat titik simpul, yaitu pada
titik yang mempunyai kemampuan dan kemungkinan untuk dapat berpindah. Untuk sistem
yang mempunyai banyak derajat kebebasan, matriks massa struktur dengan menggunakan
prosedur ini adalah matriks diagonal.

Dengan menggunakan konsep elemen-hingga, massa dari setiap elemen struktur dapat
didistribusikan secara merata sepanjang elemen dari struktur dengan prosedur yang sama
dengan analisis koefisien kekakuan elemen. Karakteristik massa untuk setiap elemen
ditentukan, kemudian elemen-elemen massa ini digabungkan untuk mendapatkan
karakteristik massa dari struktur lengkap.

Analisis dinamik struktur menggunakan massa terkumpul membutuhkan waktu


perhitungan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan metode massa
terdistribusi untuk masalah yang sama. Walaupun demikian, analisis dinamik
menggunakan metode massa terdistribusi memberikan hasil yang lebih mendekati hasil
yang sebenarnya jika dibandingkan dengan metode massa terkumpul untuk jumlah
diskritisasi elemen yang sama.

Sama halnya dengan kekakuan struktur, massa terdistribusi ini juga dianalisis untuk
struktur dua dimensi dan tiga dimensi.

7.3.1 Portal bidang 2D

Gerak longitudinal

Dari Persamaan (7-20), harga N adalah:

 x x
N  1  ,  (7-41)
 L L

Substitusi Persamaan (3-43) ke dalam Persamaan (7-13), didapat:

t L  (1  ) 2
x x x 
1   

u (1  ) u 
T  S  1    L L L dx 1
   (7-42)
2 u2  0  x (1  x ) x
( ) 2  u2 
L L L 
t
1 SL  u1  2 1  u1 
T   1 2 u 
2 6 u2    2  (7-43)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 138


Identik dengan Persamaan (7-14), matriks massa m dari sebuah balok dengan gerak
longitudinal adalah:

SL 2 1
m
6 1 2
(7-44)

Balok dengan gerak lentur

Harga N untuk balok yang mengalami gerak lentur, dari Persamaan (7-34) didapat:

 3x 2 2 x3 2 x 2 x3 3x 2 2 x3 x 2 x3 
N  1  2  3 ; x   2 ; 2  3 ;  2  (7-45)
 L L L L L L L L 

Substitusi Persamaan (7-45) kedalam Persamaan (7-13), akan didapat:

t
 v1   156 22L 54  13L   v1 
   22L  3L2   
 1 
1 SL   1  4 L2 13L
T     (7-46)
2 420  v2   54 13L 156  22L  v2 
  
 2   13L  3L
2
 22L 4 L2    2 

Matriks kekakuan dari sebuah elemen adalah:

 156 22 L 54  13L 
 22 L 4 L2  3L2 
SL  13L
k (7-47)
420  54 13L 156  22 L 
 
 13L  3L  22 L 4 L2 
2

Balok dengan gerak longitudinal dan lentur

Matriks massa yang mengalami gerak longitudinal dan lentur seperti diperlihatkan pada
Gambar 7-4, adalah gabungan antara matriks massa balok dengan gerak longitudinal pada
Persamaan (7-44) dengan matriks massa dengan gerak lentur pada Persamaan (7-47)

Matriks massa terdistribusi untuk portal bidang 2D dalam koordinat batang adalah:

140 0 0 70 0 0 
 
 0 156 22L 0 54  13L 
SL  0 22L 4 L2 0 13L  3L2 
M   (7-48)
420  70 0 0 140 0 0 
 0 54 13L 0 156  22L 
 
 0 - 13L  3L2 0  22L 4 L2 

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 139


dimana M adalah matriks massa terdistribusi portal bidang dalam sumbu lokal, S adalah
massa per satuan panjang, dan L adalah panjang batang.

7.3.2 Portal ruang 3D

Matriks massa terdistribusi portal ruang untuk koordinat batang diberikan pada Persamaan
(7-49), dimana Jx adalah konstanta puntir.

7.4 REDAMAN STRUKTUR

Semua struktur mendisipasi energinya pada saat bergetar. Metode yang biasa digunakan
untuk menghitung disipasi energi dalam dinamika struktur adalah dengan memasukkan
gaya redaman yang besarnya sebanding dengan kecepatan relatif struktur, tetapi dengan
arah yang berlawanan dengan arah gerakan struktur. Jenis peredam ini biasa disebut
sebagai peredam viskos karena efek redaman akan terjadi jika ada gerakan pada fluida
ideal. Energi yang didisipasi biasanya sangat kecil, sehingga analisis dengan mengabaikan
redaman adalah realistik, tetapi bila redaman cukup berarti, pengaruhnya harus
diperhitungkan dalam analisis. Redaman yang muncul pada struktur adalah pengaruh
gesekan, seperti yang terjadi pada hubungan antara elemen, atau geser-dalam di dalam
elemen struktur. Sulit untuk memodelkan redaman secara tepat karena banyak mekanisme
yang mungkin terjadi pada struktur.

Redaman pada struktur biasanya relatif kecil dan secara praktis tidak mempengaruhi
perhitungan frekuensi natural dan bentuk mode struktur. Sehingga pengaruh redaman
diabaikan pada penentuan frekuensi natural dan bentuk mode suatu struktur.

Pada umumnya matriks redaman tidak dapat dibentuk dari matriks redaman setiap elemen,
seperti halnya matriks kekakuan dan massa. Metode superposisi modal efektif digunakan
bila redaman dapat diasumsikan proporsional, yaitu

iT C  j  2 i i ij (7-50)

dimana  adalah matriks mode, C adalah matriks redaman struktur,  i adalah frekuensi
natural mode ke-i,  i adalah perbandingan redaman mode ke-i terhadap redaman kritis,
 ij adalah delta kronecker.

Asumsi Persamaan (7-50) berarti bahwa redaman total struktur adalah jumlah redaman
untuk setiap modenya. Redaman pada satu mode dapat ditentukan, misalnya dengan
memberikan kondisi awal yang sesuai hanya untuk mode tersebut, dan mengukur
amplitudo yang berkurang selama getaran bebas teredam.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 140


Dari Persamaan (7-50) juga dapat dilihat bahwa untuk analisis superposisi modal, untuk
solusi numerik persamaan keseimbangan elemen-hingga menggunakan persamaan
decoupled tidak perlu menghitung matriks redaman C, tetapi hanya matriks kekakuan dan
massa, K dan M.

Seperti diperlihatkan di atas, pengaruh redaman dengan mudah dapat dihitung. Pada
beberapa kasus, diperlukan juga untuk menghitung matriks redaman struktur secara
eksplisit, yang kemudian mensubstitusikannya ke Persamaan (7-50) untuk membentuk
rasio redaman  i .

Rayleigh memperlihatkan bahwa matriks redaman mempunyai bentuk

C  M  K (7-51)

dimana C, M, dan K berturut-turut adalah matriks redaman, massa dan kekakuan struktur,
 dan  adalah konstanta pembanding.

Pada umumnya matriks redaman mempunyai bentuk


C  M  ab M 1K b
(7-52)
b

dimana C, M, dan K berturut-turut adalah matriks redaman, massa dan kekakuan struktur,
b adalah suatu angka pada rentang    b   , dan a adalah suku yang diambil sebanyak
yang diperlukan.

Matriks redaman pada Persamaan (7-51) adalah bentuk khusus dari Persamaan (7-52)
dengan mengambil dua suku, yaitu b=0 dan b=1 pada Persamaan (7-52).

Dari pengalaman-pengalaman diketahui bahwa asumsi redaman proporsional cukup


memadai. Tetapi pada analisis struktur dengan material yang banyak bervariasi, redaman
non-proporsional digunakan. Misalnya dalam analisis masalah interaksi struktur-pondasi,
redaman yang lebih besar diberikan oleh pondasi bila dibandingkan dengan struktur atas.
Kasus lain dari redaman non-proporsional adalah jika redaman terkonsentrasi pada derajat
kebebasan tertentu, misalnya pada pondasi struktur.

Telah disebutkan bahwa redaman struktur absolut adalah suatu nilai yang sulit ditentukan
maupun diperkirakan. Tetapi rasio redaman mode dapat diperkirakan berdasar
pengalaman. Pengalaman menunjukkan bahwa rasio redaman mode struktur pada
umumnya pada rentang 2% sampai 10%, mungkin tidak melebihi 20%. Dengan kata lain,
dengan berdasar ini dan beberapa pertimbangan yang berhubungan dengan tipe struktur
dan material yang digunakan, dapat ditentukan secara numerik nilai rasio redaman mode
getaran.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 141


7.5 KOORDINAT GLOBAL

Matriks kekakuan dan matriks massa dari suatu elemen didapat berdasarkan koordinat
lokal menurut sumbu-sumbu utama dari elemen tersebut dan kemudian dilakukan
tansformasi ke dalam koordinat sistem atau biasa disebut sebagai koordinat global sebelum
dilakukan penggabungan matriks kekakuan dari seluruh elemen-elemen struktur.

Portal bidang 2D

Perhatikan elemen i pada Gambar 7-6, yang membentuk sudut  dengan sumbu koordinat
global x dengan titik-titik simpul 1 dan 2 pada kiri dan kanan elemen tersebut.

Perpindahan pada kedua titik-titik simpulnya dapat ditulis sebagai koordinat-koordinat


D*1 untuk titik simpul 1 dan D*2 untuk titik simpul 2, yang mempunyai arah sejajar
dengan sumbu-sumbu utama elemen tersebut. Dalam sistem koordinal global, vektor-
vektor perpindahan ditulis sebagai koordinat-koordinat D1 untuk titik simpul 1 dan D2
untuk titik simpul 2.
sumbu lokal z
x
{D*1 3*
y
} 1*
ataui {F*1}i
2*
i
6*
Ii, Ei, ai, dan li
{D*2}
4*
iatau {F*2}i
5*

a.
sumbu global z
x
u1  3
D1 i   v1  1
y
 
 1 i
atau {F1}i 2
6 u 2 
4 D2 i   v 2 
 
5  2 i
atau {F2}i
b.

Gambar 7-6 Sistem koordinat, (a) mengacu pada sistem koordinat lokal, (b)
mengacu pada sistem koordinal global.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 142


Hubungan antara perpindahan D*ki dengan Dki adalah:

D   t D 
k
*
i i k i (7-53)

dimana [t] adalah matriks transformasi, D*ki dan Dki adalah perpindahan titik simpul k
untuk elemen i yang mengacu pada koordinat lokal dan koordinat global.

Untuk setiap titik simpul dari elemen i yang mempunyai tiga buah koordinat (u,v,),
matriks transformasi koordinat [t] adalah:

 cos  i sin  i 0
t i   sin  i cos  i 0 (7-54)
 0 0 1

Untuk elemen i, yang mempunyai dua buah titik simpul dengan tiga buah koordinat pada
masing-masing titik simpulnya, maka hubungan antara vektor perpindahan d*i untuk
koordinat lokal dengan di untuk koordinat global adalah:

d   T  d
*
i i i (7-55)

dengan

dT  u1 v1 1 u2 v2  2 
dan matriks transformasi [T]i adalah:

t  0 
T i   i  (7-56)
 0 t i 

atau

 cos  sin  0 0 0 0 
 sin  cos  0 0 0 0 
 
 0 0 1 0 0 0 
T i    (7-57)
 0 0 0 cos  sin  0 
 0 0 0  sin  cos  0 
 
 0 0 0 0 0 1 

Transformasi matriks yang sama juga digunakan untuk melakukan transformasi vektor-
vektor gaya. Matriks massa, redaman dan matriks kekakuan mempunyai harga yang

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 143


berbeda untuk sistem koordinat yang berbeda, tetapi energi kinetik, disipasi dan energi
potensial akan mempunyai harga yang sama pada sistem koordinat yang berbeda.

Energi kinetik, disipasi dan energi potensial pada kedua sistem koordinat secara umum
adalah:

  T
 
T  d * M * d *

  T
 
V  d * C * d * (7-58)

U  d *T K * d *

dimana M*, C* dan K* adalah berturut-turut matriks massa, redaman dan matriks kekakuan
dalam sistem koordinat lokal.

Substitusi Persamaan (7-55) beserta turunannya ke dalam Persamaan (7-58), maka


persamaan energi kinetik, disipasi dan energi potensial dalam sistem koordinat global
adalah:

  T 
T  d
T T

M * T  d

  T  C * T d
V  d
T T
(7-59)

U  d  T  K * T d 
T T

Dari Persamaan (7-58) dan (7-59), transformasi matriks massa, redaman dan matriks
kekakuan dari koordinat lokal ke dalam koordinat global adalah:

M  T  M * T 
T

C  T  C * T 
T
(7-60)

K  T  K * T 
T

Setelah matriks massa, redaman dan matriks kekakuan dalam koordinat global didapat,
maka dapat dilakukan proses penggabungan matriks-matriks tersebut untuk seluruh
elemen-elemen yang membentuk suatu struktur.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 144


Portal ruang 3D

Z
x

y
A

Y
z

Gambar 7-7 Komponen vektor dalam koordinat lokal dan global

Gambar 7-7 memperlihatkan sumbu lokal x, y, dan z, dan sumbu global X, Y, dan Z. Vektor
A dengan komponennya pada X, Y, dan Z. Vektor A ini dengan komponennya mewakili
suatu gaya atau perpindahan pada titik simpul.

Matriks transformasi untuk struktur ruang tiga dimensi ini adalah:

T1 0 0 0 
0 T 0 0
T 1  (7-54)
 0 0 T1 0 
 
 0 0 0 T1 

dimana

cos xX cos xY cos xZ 


T1  cos yX cos yY cos yZ  (7-55)
 cos zX cos zY cos zZ 

cos xX adalah kosinus sudut antara sumbu x dan X, demikian juga untuk kosinus yang
lainnya.

Perakitan elemen

Matriks kekakuan struktur lengkap diperoleh dengan cara merakit seluruh matriks
kekakuan elemen struktur menjadi satu.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 145


wj , pzj wk , pzk
yk , Myk z
yj , Myj

j uk , pxk x
uj , pxj 2 k y

1 3
wl , pzl
yi , Myi wi , pzi

ui , pxi yl , Myl ul , pxl


i l

Gambar 7-8 Perakitan kekakuan elemen

dalam bentuk matriks:

 k 1ii k 1ij 0 0   qi   pi 
    
    
 k 1ji k 1jj  k 2jj k 2jk  q p
 j 
 j
0

     
 0 k 2kj k 2kk  k 3kk k 3kl  q  p 
  k   k 
    
 0 0 3
k lk k ll3  
ql 
 
pl 

atau

Kq = F

dengan

K adalah matriks kekakuan struktur lengkap yang merupakan gabungan dari seluruh
elemen yang membentuk struktur tersebut.

Dari Persamaan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa perakitan matriks kekakuan
elemen dilakukan dengan menambahkan sub-matriks kekakuan titik simpul elemen-elemen
yang mempunyai titik simpul yang sama.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 146


8
KONTROL PASIF VIBRASI

Konsep isolasi dasar telah berkembang dengan pesat dalam disiplin ilmu teknik sipil untuk
struktur bangunan tahan gempa. Beberapa penelitian mengenai isolasi dasar telah
dilakukan sebagai upaya melindungi struktur dari kegagalan dengan mengurangi deformasi
relatif dari elemen-elemen struktur. Isolasi dasar merupakan pilihan yang cukup
menjanjikan untuk desain struktur bangunan tahan gempa. Prinsip dasar isolasi dasar
adalah memisahkan struktur bangunan dari komponen horisontal pergerakan tanah dengan
menyisipkan bahan isolator yang mempunyai kekakuan horisontal yang relatif kecil antara
bangunan bagian atas dengan fondasinya. Teknik ini akan menghasilkan frekuensi natural
dasar struktur yang jauh lebih rendah dari frekuensi struktur konvensional dan frekuensi
dominan gerakan tanah.

Beberapa peneliti telah berusaha mempelajari kinerja dan parameter desain yang paling
menguntungkan untuk sistem isolasi dasar dengan berbagai jenis isolator yang berbeda.
Berbagai perangkat isolasi seperti elastomeric bearing, lead rubber bearing, frictional
sliding bearing juga telah dikembangkan dan digunakan dalam desain bangunan dan
jembatan anti seismik selama 30 tahun terakhir di banyak negara yang mempunyai resiko
tinggi terhadap gempa seperti Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat dan Inggris.

Isolasi getaran struktur bangunan adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi
tingkat getaran yang tidak diinginkan sampai mencapai suatu tingkat getaran yang dapat
diterima, yang meliputi:

 Melakukan usaha-usaha untuk mengurangi eksitasi getaran yang datang dari luar ke
struktur bangunan.
 Melakukan usaha-usaha untuk mengurangi respon getaran struktur yang tidak
diinginkan dengan cara memperbaiki karakter dinamik struktur bangunan dan atau
melakukan isolasi struktur dari sumber eksitasi getaran.

Mengingat usaha mengurangi beban eksitasi getaran yang bersumber dari alam seperti
beban gempa tidak mungkin dilakukan, maka usaha lain yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan isolasi struktur bangunan dari sumber eksitasi getaran dengan
menggunakan isolator bantalan karet yang diletakkan pada dasar struktur bangunan.
Kemudian untuk kemudahan penulisan, isolator bantalan karet disebut sebagai isolator
dasar.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 147


8.1 ISOLATOR DASAR

Isolator yang umum digunakan adalah jenis pegas spiral baja dan isolator karet yang
dipasang baik dalam bentuk individu atau unit isolator yang terdiri dari masing-masing
jenis isolator atau kombinasi dari keduanya.

Jenis dan ukuran isolator dipilih berdasarkan beban yang dapat dipikul, perpindahan
maksimum yang boleh terjadi, kekakuan arah aksial dan lateral, redaman, umur material,
dan ketahanannya terhadap lingkungan seperti temperatur tinggi, oli, air, asam, dan bahan-
bahan merusak lainnya.

Secara umum, tujuan dari penggunaan isolator adalah untuk mendapatkan harga frekuensi
natural dan redaman sistem struktur sesuai dengan nilai yang diinginkan. Frekuensi natural
dari sistem ditentukan oleh massa dan kekakuan sistem yang merupakan kekakuan
gabungan antara struktur bangunan dengan kekakuan isolator. Nilai kekakuan dan redaman
sistem ditentukan dengan melakukan pemilihan jenis isolator yang sesuai dengan nilai
yang diinginkan.

8.1.1 Pegas Spiral

Pegas spiral telah digunakan sejak lama untuk keperluan isolasi getaran. Pegas spiral
memiliki kekakuan pada arah aksial dan lateral yang besarnya akan menentukan harga
frekuensi natural sistem. Pada keadaan kerja normal, perpindahan aksial dari pegas adalah
proporsional dengan beban. Hubungan beban dan perpindahan adalah linier. Pegas spiral
jarang digunakan sebagai isolator dasar struktur bangunan bertingkat karena mempunyai
keterbatasan dalam hal pembuatan.

Bentuk pegas spiral yang biasa digunakan sebagai isolator getaran dapat dilihat pada
Gambar 8-1.
Fz
Fx

x x
z z

a. b.
Gambar 8-1 Pegas spiral: a. beban pada arah aksial, b. beban pada arah
lateral.

8.1.2 Bantalan Karet

Material karet telah digunakan sebagai material isolasi getaran selama lebih dari satu abad.
Perkembangan yang terbesar pada isolator karet terjadi karena penemuan teknik
penggabungan metal dengan karet melalui proses vulkanisasi, sehingga dimungkinkan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 148


membuat unit isolator dengan dimensi dan karakteristik yang diinginkan yang dapat
menerima beban tekan, tarik dan geser. Gambar 8-2 menunjukkan beberapa jenis isolator
karet yang biasa digunakan sebagai bantalan.

Karakteristik bantalan karet sangat tergantung dari jenis material, karet alam atau karet
sintetis, bentuk dan ukuran material yang digunakan. Material karet selain mempunyai
kekakuan juga mempunyai redaman yang cukup penting yang dapat membantu meredam
sebagian energi luar yang masuk ke struktur. Karakteristik kekakuan bantalan karet
umumnya adalah non-linier.

a. b. c. d.

Gambar 8-2 Beberapa jenis fungsi isolator karet terhadap gaya luar:
a. tekan; b. geser; c. tarik; d. lentur.

Konsep isolasi dasar adalah sederhana dan mungkin merupakan solusi yang paling cocok
untuk mengurangi jumlah energi gempa yang masuk ke struktur bangunan. Semakin
sedikit energi gempa masuk ke struktur bangunan berarti semakin sedikit kerusakan
struktur bangunan dan isinya.

Pada saat ini teknik isolasi dasar telah banyak digunakan pada struktur bangunan di daerah
rawan gempa dengan menggunakan bantalan karet untuk mengisolasi struktur bangunan.
Sistem isolasi dasar juga digunakan untuk mengurangi energi untuk meminimumkan
dampak kerusakan struktur bangunan yang terjadi akibat gempa.

Sistem ini akan memisahkan bangungan atau struktur dari komponen horisontal pergerakan
tanah dengan menyisipkan bahan isolator dengan kekakuan horisontal yang relatif kecil
antara bangunan atas dengan fondasinya. Bangunan dengan sistem ini mempunyai
frekuensi natural yang jauh lebih rendah daripada bangunan konvensional dan frekuensi
dominan dari pergerakan tanah. Mode-mode getar pertama bangunan hanya menimbulkan
deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan struktur bagian atas akan berperilaku
sebagai gerakan benda kaku.

Sistem isolator dasar yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan bantalan
elastomer yang terbuat dari karet alam atau karet sintetis yang disebut sebagai neoprene.
Dalam pendekatan ini, struktur bangunan diisolasi dari eksitasi horisontal beban gempa
dengan menggunakan material yang mempunyai kekakuan horisontal yang relatif rendah
dibandingkan dengan kekakuan vertikalnya yang diletakkan di antara struktur atas dan
pondasi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 149


Penggunaan isolator dasar akan menggeser frekuensi natural struktur bangunan ke arah
yang lebih kecil. Kekakuan horisontal isolator harus diatur sedemikian rupa sehingga
frekuensi struktur bangunan jauh lebih rendah dari pada frekuensi dominan gerakan tanah
akibat gempa. Struktur bangunan yang terisolasi akan mengisolasi gerakan struktur dari
mode-mode rendahnya sehingga respon struktur akibat beban gempa akan terjadi pada
mode-mode yang lebih tinggi yang mempunyai bentuk yang lebih kaku sehingga respon
relatif antara lantai bangunan akibat beban gempa akan menjadi lebih kecil.

Sebagai ilustrasi pola deformasi struktur bangunan konvensional dan struktur bangunan
yang menggunakan isolator dasar ketika menerima beban gempa dapat dilihat pada
Gambar 8-3.

Pada Gambar 8-3b terlihat bentuk struktur bangunan yang diberikan isolator dasar
mempunyai bentuk respon dinamik yang lebih kaku dibandingkan dengan struktur
bangunan konvensional pada Gambar 8-3a. Sifat pegas bantalan tidak menyerap energi
gempa, melainkan hanya mengalihkan bentuk deformasi bangunan melalui perhitungan
dinamika struktur. Redaman yang ada dalam bantalan karet sangat bermanfaat untuk
mengurangi respon getaran yang terjadi ketika struktur bangunan mengalami eksitasi
dengan frekuensi eksitasi yang berada di sekitar frekuensi resonansi struktur.

Isolator dasar

eksitasi gempa
eksitasi gempa
a. b.

Gambar 8-3 Deformasi struktur bangunan yang mengalami eksitasi beban


gempa: a. struktur konvensional, b. struktur dengan isolasi
dasar.

Pada gempa kuat, isolator dengan kekakuan horisontal yang relatif kecil, akan
menyebabkan periode natural bangunan lebih besar. Pada periode ini, percepatan gempa
relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Berhubung isolator akan mereduksi percepatan
pada struktur bangunan. Namun, sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan
pada bangunan. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas yang dapat diterima,
sistem isolasi juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mendisipasi energi.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 150


Disamping itu, sistem isolasi juga mempunyai kemampuan untuk kembali pada posisi
semula setelah terjadinya gerakan seismik.Sedangkan pada gempa kecil atau akibat angin
kekakuan horisontal dari sistem isolator harus memadai, agar tidak menimbulkan getaran
yang menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya.

8.2 DASAR TEORI SISTEM ISOLASI GETARAN

Teori ini didasarkan pada sebuah model struktur dengan sistem isolasi linier seperti
ditunjukkan dalam Gambar 8-4. Massa 𝑚 mempresentasikan massa struktur bagian atas
sebuah bangunan dan 𝑚𝑏 adalah massa pada lantai dasar di atas sistem isolasi. Kekakuan
struktur dan redaman dilambangkan dengan 𝑘𝑠 dan 𝑐𝑠 , berturut-turut. Sedangkan kekakuan
dan redaman isolasi dilambangkan dengan 𝑘𝑏 dan 𝑐𝑏 , berturut-turut. Perpindahan absolut
dari kedua massa tersebut didefinisikan oleh 𝑢𝑠 dan 𝑢𝑏 . Perpindahan tanah didefinisikan
sebagai 𝑢𝑔 .

Dengan menerapkan Hukum Newton II pada kedua massa tersebut, didapat persamaan
gerak,

𝑚𝑢𝑠 = −𝑐𝑠 𝑢𝑠 − 𝑢𝑏 − 𝑘𝑠 𝑢𝑠 − 𝑢𝑏 (8-1)

dan

𝑚𝑢𝑠 + 𝑚𝑏 𝑢𝑏 = −𝑐𝑏 𝑢𝑏 − 𝑢𝑔 − 𝑘𝑏 𝑢𝑏 − 𝑢𝑔 (8-2)

dimana 𝑢𝑏 dan 𝑢𝑠 adalah kecepatan absolut pada lantai dasar dan bagian atas struktur,
berturut-turut, sedangkan 𝑢𝑏 dan 𝑢𝑠 adalah percepatan absolut pada kondisi yang sama.

Gambar 8-4 Struktur dengan isolator dasar

Bila Persamaan (8-1) dan (8-2) dinyatakan dalam bentuk perpindahan relatif 𝑣𝑠 dan 𝑣𝑏 ,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 151


𝑣𝑠 = 𝑢𝑠 − 𝑢𝑏 (8-3)

𝑣𝑏 = 𝑢𝑏 − 𝑢𝑔 (8-4)

Dengan melakukan substitusi Persamaan (8-3) dan (8-4) ke Persamaan (8-1) dan (8-2)
menghasilkan,

𝑚𝑣𝑏 + 𝑚𝑣𝑠 + 𝑐𝑠 𝑣𝑠 + 𝑘𝑠 𝑣𝑠 = −𝑚𝑢𝑔 (8-5)

dan,

𝑚 + 𝑚𝑏 𝑣𝑏 + 𝑚𝑣𝑠 + 𝑐𝑏 𝑣𝑏 + 𝑘𝑏 𝑣𝑏 = − 𝑚 + 𝑚𝑏 𝑢𝑔 (8-6)

Persamaan (8-5) dan (8-6) dapat ditulis dalam notasi matriks sebagai,

𝑀 𝑚 𝑣𝑏 𝑐 0 𝑣𝑏 𝑘 0 𝑣𝑏 𝑀 𝑚 1
+ 𝑏 + 𝑏 𝑣𝑠 = − 𝑚 𝑢 (8-7)
𝑚 𝑚 𝑣𝑠 0 𝑐𝑠 𝑣𝑠 0 𝑘𝑠 𝑚 0 𝑔

dimana 𝑀 = 𝑚 + 𝑚𝑏 , oleh karena itu dapat pula ditulis dalam bentuk,

𝐌𝐯 + 𝐂𝐯 + 𝐊𝐯 = −𝐌𝟏𝑢𝑔 (8-8)

Dengan mempertimbangkan properti dari sistem isolasi dan stuktur, dapat diperkirakan
besarnya:

 𝑚𝑏 < 𝑚

𝑘𝑠 𝑘𝑏
 𝜔𝑠 = ≫ 𝜔𝑏 =
𝑚 𝑀

𝜔𝑏 2
 Mendefiniskan besaran, 𝜀 = , dengan asumsi besaran = 10-2
𝜔𝑠
𝑐 𝑐
 Rasio redaman struktur, 𝜉𝑠 = 2𝑚𝑠𝜔 , dan untuk sistem isolasi, 𝜉𝑏 = 2𝑀𝜔
𝑏
𝑠 𝑏

8.3 PEMODELAN ISOLASI DASAR

Properti mekanik yang utama dari isolasi dasar adalah kekakuan horisontalnya yaitu,

𝐺𝐴
𝐾𝐻 = (8-9)
𝑡𝑟

dimana 𝐺 merupakan modulus geser elastomer (dalam hal ini karet), 𝐴 adalah luas
penampang utuh, dan 𝑡𝑟 adalah total ketebalan dari karet.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 152


Perpindahan horisontal maksimum 𝐷 jika dihubungkan dengan regangan geser maksimum
𝛾, diberikan hubungan sebagai,

𝐷
𝛾=𝑡 (8-10)
𝑟

Adapun nilai dari kekakuan vertikal dari isolasi dasar diberikan dengan formula,

𝐸𝑐 𝐴
𝐾𝑉 = (8-11)
𝑡𝑟

dimana 𝐴 merupakan luas penampang bearing (biasanya diambil dari luas penampang
pelat baja tipis diantara karet), 𝑡𝑟 adalah total ketebalan karet pada bantalan, dan 𝐸𝑐 adalah
modulus tekan komposit karet-baja.

Adapun nilai 𝐸𝑐 untuk sebuah lapisan karet dikontrol dengan faktor bentuk 𝑆, yang
didefinisikan sebagai,

𝑙𝑢𝑎𝑠𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑖
𝑆= (8-12)
𝑙𝑢𝑎𝑠𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

Sebagai gambaran, faktor bentuk untuk bantalan karet silinder dengan diameter 𝐷 dan
ketebalan karet 𝑡𝑟 adalah,

𝜋𝐷 2
4 𝐷
𝑆= = 4𝑡 (8-13)
𝜋𝐷 𝑡 𝑟 𝑟

Untuk bantalan karet persegi dengan dimensi 𝑏 𝑥 𝑑 dengan ketebalan karet 𝑡𝑟 , faktor
bentuknya adalah,

𝑏𝑑
𝑆 = 2𝑡 (8-14)
𝑟 𝑏+𝑑

Untuk sebuah bantalan berbentuk silinder, nilai modulus tekan 𝐸𝑐 diberikan,

𝐸𝑐 = 6𝐺𝑆 2 (2-29)

sedangkan untuk sebuah bantalan persegi, nilai modulus tekan 𝐸𝑐 adalah,

𝐸𝑐 = 6,73 𝐺𝑆 2 (2-30)

8.4 PENGUJIAN

Model struktur yang digunakan adalah portal baja tiga dimensi dua tingkat. Dalam
perhitungan parameter fisik dan parameter dinamik, model portal baja diidealisasikan
sebagai sebuah bangunan geser dua dimensi dengan tiga dan empat derajat kebebasan.
Sketsa model dan dimensi struktur yang digunakan diperlihatkan pada Gambar 8-5.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 153


300 mm

550 mm
1700 mm
550 mm
600 mm
z
y

x
450 mm

a. b.

Gambar 8-5 Model struktur portal: a. Model fisik, b. Dimensi struktur portal baja.

Karakteristik mekanik dan dimensi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Struktur Portal Baja

Material struktur portal baja yang digunakan adalah baja A36 dengan modulus elastisitas
E = 2,1 x 10 N/m , berat volume  = 7.850 kg/m , dan properti elemen struktur sebagai
11 2 3

berikut:

 Balok memanjang:
besi pelat,
panjang = 450 mm, lebar = 50 mm, tebal = 5 mm,
berat = 1,960 kg/m,
4 2
luas penampang, Ab = 2,500 x 10 m ,
10 4
momen inersia, Ib = 5,208 x 10 m.

 Balok melintang:
besi siku L 40x40x3,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 154


panjang = 350 mm, lebar = 40 mm, tebal = 3 mm,
berat = 1,830 kg/m,
berat total per balok = 0,6405 kg,
4 2
luas penampang, Ab = 2,336 x 10 m ,
8 4
momen inersia, Ix-x = Iy-y = 3,530 x 10 m .

 Kolom:
besi pelat,
tinggi kolom dasar = 600 mm, tinggi kolom atas = 550 mm,
lebar = 50 mm, tebal = 5 mm,
berat = 1,960 kg/m,
4 2
luas penampang, Ak = 2,500 x 10 m ,
10 4
momen inersia, Ik = 5,208 x 10 m.

Isolator dasar

Isolator berupa bantalan karet yang dipegang oleh dudukan pelat baja seperti diperlihatkan
pada Gambar 8-6.

Gambar 8-6 Isolator dasar bantalan karet

Dimensi dan spesifikasi isolator dasar adalah sebagai berikut:

Dimensi dan mutu dudukan pelat baja:

 Material pelat baja yang digunakan adalah baja A36 dengan modulus elastisitas E = 2,1
x 10 N/m , berat volume  = 7.850 kg/m .
11 2 3

 lebar pelat = 50 mm, panjang = 70 mm, dan tebal = 3 mm.

Dimensi karet:
 lebar = 20 mm, panjang = 50 mm, dan tinggi = 40 mm,
3
 luas penampang tekan, Ar = 1,0 x 10 m
2

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 155


8
 momen inersia y-y, Ir y-y = 3,333 x 10 m
2

Material bantalan karet yang digunakan berdasarkan nilai kekerasannya dibuat menjadi
tiga jenis, yaitu kekerasan lembut, sedang, dan keras, dengan nilai kekerasan 25, 60, dan
60. Nilai kekakuan dari ketiga bantalan karet diperlihatkan pada Tabel 8-1.

Tabel 8-1 Properti bantalan karet

Properti Lembut (1) Sedang (2) Keras (3)


Hardness 25 50 60
G (kg/cm ) 2
4,98 14,13 16,07
Kg(kg/m) 1.243,90 3.532,34 4.017,68

8.4.1 Model matematik elemen hingga

Model matematik struktur portal 3D dibuat dengan menggunakan model matematik elemen
hingga frame 2D dengan setiap titik simpul mempunyai 3 derajat kebebasan pada arah
lateral horizontal, vertikal, dan rotasi.

Struktur portal baja tanpa isolator dasar mempunyai 15 derajat kebebasan yang
disederhanakan menjadi struktur bangunan geser dua dimensi dengan menganggap
simpangan horisontal di setiap lantai sama, perpindahan pada arah vertikal dan rotasional
relatif kecil sehingga dapat dipadatkan. Penyederhanaan model matematik portal frame
menjadi portal bangunan geser dilakukan dengan menggunakan metode kondensasi Guyan
dengan memadatkan derajat kebebasan pada arah vertikal dan rotasi sehingga jumlah
derajat kebebasan struktur portal menjadi 3 derajat kebebasan.

Dengan prosedur yang sama, struktur portal baja dengan isolator dasar mempunyai 20
derajat kebebasan disederhanakan dengan menggunakan metode kondensasi Guyan
menjadi struktur bangunan geser dua dimensi dengan 4 derajat kebebasan.

Pemodelan matematik elemen hingga portal tanpa isolator dasar beserta model massa-
pegas ekivalennya dapat dilihat pada Gambar 8-7. Nomor derajat kebebasan ekivalen dari
model portal dapat dilihat pada model massa-pegas ekivalen pada Gambar 8-7b. Untuk
selanjutnya, istilah derajat kebebasan disingkat menjadi DOF (degree-of-freedom).

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 156


12 14
11 11
7 • 9 8

13 15

5 6
7 9
6 6
5 • 8 6 •
8 10

3 4
2 4
1 1
3 • 7 4
• k1
f1
k2
f2
k3
f3
3 5

1 2 m1 m2 m3
16 16
c1 c2 c3
1 16 2 16
• ••
xg xg u1 u2 u3
eksitasi gempa 16 16 eksitasi gempa

a. b.
Gambar 8-7 Model matematik struktur portal tanpa isolator dasar: a. model
matematik elemen hingga, b. model matematik massa-pegas
ekivalen

8.4.2 Identifikasi struktur berdasarkan pengujian eksperimental

Parameter-parameter struktur yang diperoleh dari perhitungan secara teoritis dengan


menggunakan model matematik elemen hingga harus diuji ketepatannya dengan
melakukan identifikasi karakteristik dinamik dari prototipe model eksperimental.
Pengujian dinamik akan menghasilkan fungsi respon frekuensi yang digunakan untuk
menghitung parameter-parameter dinamik dari model struktur yaitu frekuensi natural, rasio
redaman dan mode getar. Dalam studi eksperimental ini digunakan metode penghalusan
kurva untuk mencari parameter-parameter dinamik model struktur yang digunakan. Hasil
pengujian eksperimental berdasarkan metode penghalusan kurva diperoleh frekuensi
natural, mode getar, dan rasio redaman berikut:

 24,89  - 0.1419 - 0.3257 0.2660 0,0199


   82, 28  rad/ s

Φ  - 0.2743 - 0.0953 - 0.3409
   0,0258
149,88   0,0418
, - 0.3411 0.3493 0.2868 
,

Berdasarkan parameter-parameter dinamik model struktur yang diperoleh dari pengujian


eksperimental dapat dihitung parameter-parameter fisik model struktur yaitu matriks
massa, matriks kekakuan, dan matriks redaman. Matriks massa dan matriks kekakuan
model matematik yang bersesuaian dengan parameter dinamik hasil pengujian diperoleh
dengan melakukan koreksi terhadap matriks massa dan matriks kekakuan yang diperoleh
dari perhitungan secara teoritis dengan menggunakan model matematik elemen hingga.
Matriks redaman diperoleh dengan menggunakan rasio redaman hasil pengujian dan
besarnya diambil secara proporsional terhadap matriks massa dan matriks kekakuan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 157


Parameter-parameter fisik model struktur yang diperoleh dari hasil perhitungan teoritis dan
dari hasil identifikasi eksperimental dapat dilihat pada Tabel 8-2.

Tabel 8-2 Frekuensi natural dan mode getar struktur tanpa isolator dasar
diperoleh berdasarkan model matematik elemen hingga dan model
eksperimental

TANPA ISOLATOR DASAR


Model matematik Hasil idenifikasi Model koreksi

 5,2426 0,5204 - 0,1178  5,1376 0,5089 - 0,1152



M  0,5204 5,2515

0,5973 kg

M  0,5089 5,1488

0,5841 kg
   
- 0,1178 0,5973 3,2585 
 - 0,1152 0,5841 3,1916 

 49536 - 30277 5189 
0,0199  51666 - 31578 5412 

K  - 30277

48431 - 23426 N/m   0,0258

K  - 31578 50514 - 24434 N/m

  0,0418  
 5189 - 23426 18830   5412 - 24434 19640 

 24,12   24,89   24,89 


  79,75  rad/ s   82,28  rad/ s   82,28  rad/ s
145,33 149,88 149,88

- 0.1404 - 0.3224 0.2633  - 0.1419 - 0.3257 0.2660 - 0.1419 - 0.3257 0.2660



Φ  - 0.2715 - 0.0944 - 0.3376
 
Φ  - 0.2743 - 0.0953 - 0.3409
 
  - 0.2743 - 0.0953 - 0.3409

     
- 0.3376 0.3457 0.2839  - 0.3411 0.3493 0.2868  - 0.3411 0.3493 0.2868 

Selanjutnya untuk perhitungan teori, parameter-parameter model struktur yang digunakan


untuk simulasi adalah matriks massa dan matriks kekakuan hasil koreksi yang diperoleh
berdasarkan pengujian eksperimental yang diperlihatkan pada Tabel 8-2.

Pemodelan matematik elemen hingga portal dengan menggunakan isolator dasar beserta
model massa-pegas ekivalennya dapat dilihat pada Gambar 8-8.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 158


12 14
11 11
7 • 9 8 •
13 15

5 6
7 9
6 6
5 • 8 6

8 10

3 4
2 4
1 1 f4 f1 f2 f3
3 • 7 4
• kb k1 k2 k3
3 5
m4 m1 m2 m3
1 2
17 19 cb c1 c3
c2
1 16 2 16
• k • 10 • kh • 20
xg u4 u1 u2 u3
h 18 eksitasi gempa
ky ky
• •
a. b.

Gambar 8-8 Model matematik struktur portal dengan isolator dasar: a. model matematik
elemen hingga, b. model matematik massa-pegas ekivalen

Karakteristik dinamik portal dihitung dengan menggunakan solusi problem eigen standar.
Frekuensi natural beserta mode getar struktur dengan dan tanpa isolator dasar dilihat pada
Tabel 8-2 dan Tabel 8-3.

Tabel 8-3 Frekuensi natural dan mode getar dengan isolator dasar

Jenis isolator Dengan isolator dasar


dasar Frekuensi natural Mode

 2,42   0,38  0.2870 


- 0.5804 - 0.2740 - 0.6608
 3,63  0.5390 
 22,78  - 0.2495 - 0.3100 0.6627
1   f1    Hz Φ1   
93,57 
Lembut (1) rad/ s ,
14,89  0.7918 0.1528 0.4410 - 0.1673 
130,69 20,80  
  0.0097 - 0.7600 0.7965 0.3100 

 2.43   0.39 0.2836 0.6786 - 0.1644 0.6601 


 34.08   5.42  0.5382 0.3114 - 0.3360 - 0.6133

Sedang (2) 2    rad/ s , f 2    Hz Φ2   
104.15 16.58  0.7937 - 0.2388 0.4335 0.1127 
     
131.71 20.96 0.0034 0.6209 0.8199 - 0.4189 

 2.43   0.39  0.2834 0.6930 - 0.1387 0.6576 


 35.51    0.5382 
Keras (3) 3    rad/ s , f3   5.65  Hz Φ3  
0.3208 - 0.3479 - 0.5970

106.30 16.93 0.7938 - 0.2539 0.4340 0.0965 
     
132.03 21.01 0.0030 0.5936 0.8194 - 0.4492 

Mode-mode getar bangunan geser struktur portal tanpa isolator dasar dan dengan isolator
dasar dapat dilihat pada Tabel 8-4.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 159


Tabel 8-4 Mode-mode getar struktur portal tanpa isolator dasar dan dengan isolator
dasar

Jenis Struktur Mode 1 Mode 2 Mode 3 Mode 4

Tanpa isolator
dasar

Dengan isolator
dasar

Dalam studi ini model struktur diberi eksitasi luar berupa percepatan dasar yang
dibangkitkan oleh motor step yang menggerakkan landasan meja getar. Motor step ini
bekerja berdasarkan sinyal analog yang dibangkitkan oleh pembangkit sinyal yang telah
dikonversi sebelumnya oleh perangkat akuisisi data menjadi dua sinyal digital dan satu
sinyal pulsa. Akibat dari percepatan dasar ini, struktur melakukan suatu gerakan osilasi.
Gerakan struktur ini diamati dan diukur besar respon percepatan di tiga titik derajat
kebebasan struktur. Kemudian sinyal respon percepatan yang berupa sinyal analog yang
telah diperkuat oleh perangkat penguat sinyal, diumpankan ke perangkat akuisisi data
untuk diolah. Konfigurasi perangkat keras yang digunakan dalam studi eksperimental
dapat dilihat pada Gambar 8-9.

massa 3 sensor percepatan

penguat sinyal

massa 2

akuisisi data
massa 1

motor eksitasi
isolator dasar

meja getar komputer

pondasi beton

Gambar 8-9 Skema studi eksperimental dengan menggunakan meja getar

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 160


Percepatan dasar yang digunakan dalam studi eksperimental ini adalah percepatan gempa
El Centro N-S yang merupakan pola rekaman percepatan gempa El Centro arah Utara-
Selatan dengan selang waktu 0,04 detik. Gambar grafik percepatan gempa El Centro N-S
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8-10.

Percepatan Dasar Simulasi Gempa El Centro N-S

10
8
Percepatan Dasar (m.s- 2)

6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (Detik)

Gambar 8-10 Percepatan dasar horisontal gempa El Centro N-S.

8.4.3 Hasil Studi dan Pembahasan

Pada studi ini, model struktur diberikan eksitasi percepatan gempa El Centro N-S, masing-
masing untuk struktur tanpa isolator dasar dan struktur dengan isolator dasar jenis isolator-
1 (lembut), isolator-2 (sedang), dan isolator-3 (keras).

Hasil pengujian eksperimental berupa respon simpangan struktur tanpa isolator dasar dan
struktur dengan isolator dasar dalam domain waktu dapat dilihat pada Gambar 8-11 –

Gambar 8-13. Perbandingan performa respon struktur tanpa isolator dan struktur dengan
berbagai jenis isolator dapat dilihat pada Tabel 8-5.

Tabel 8-5 Perbandingan reduksi respon simpangan struktur tanpa dan dengan
isolator akibat eksitasi percepatan dasar gempa El Centro N-S

Respon Simpangan RMS Struktur (10-5 m)


Derajat Tanpa Dengan Isolator Dasar
Kebebasan Isolator Reduksi Reduksi Reduksi
Dasar Isolator-1 Isolator-2 Isolator-3
(%) (%) (%)
DOF-1 6,473 0,971 84,60 2,710 58.13 3,053 52.84
DOF-2 9,420 0,926 90.17 2,523 73.22 2,843 69.82
DOF-3 8,781 0,652 92.57 1,776 79.78 2,001 77.21

Dari Tabel 8-5 dapat dilihat, perbandingan antara respon simpangan struktur tanpa isolator
dan respon simpangan struktur dengan isolator beserta reduksinya. Reduksi simpangan
struktur yang diperoleh dengan menggunakan isolator-1 berkisar antara 84,60 – 92,57%,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 161


dengan isolator-2 berkisar antara 58,13 – 79,78%, dan dengan isolator-3 berkisar antara
52,84 – 77,21%.

a.

b.

c.
Gambar 8-11 Respon simpangan struktur dengan isolator-1 akibat percepatan dasar
gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 162


a.

b.

c.
Gambar 8-12 Respon simpangan struktur dengan isolator-2 akibat percepatan dasar
gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 163


a.

b.

c.

Gambar 8-13 Respon simpangan struktur dengan isolator-3 akibat percepatan dasar
gempa El Centro N-S: a. DOF-1, b. DOF-2, c. DOF-3

Serangkaian tes eksperimental menunjukkan bahwa penggunaan isolator dasar dengan


bantalan karet dapat memberikan pengurangan respon dinamik yang cukup penting.

Penggunaan bantalan karet sebagai isolator dasar sangat menarik karena pembuatannya
yang relatif sederhana dan memiliki karakteristik fisik material yang tidak terpengaruh
oleh waktu dan tahan terhadap perubahan lingkungan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 164


9
KONTROL AKTIF VIBRASI

9.1 PENDAHULUAN

Selama ini bangunan sipil, jembatan, dan bangunan infrastruktur lainnya dibangun dan
dirancang sebagai struktur pasif yang hanya mengandalkan massa dan kekakuannya untuk
menahan beban luar dinamik dan beban statik yang diakibatkan oleh beratnya sendiri.
Karena itu, seringkali keamanan dan keandalan struktur dihubungkan langsung dengan
kekakuan dan kemasifan struktur bangunan tersebut. Rancangan konvensional yang
konservatif akan menghasilkan struktur yang kaku dan masif.

Dengan perkembangan teknologi, penemuan-penemuan material baru yang semakin lama


semakin ringan dan kebutuhan manusia dewasa ini, terhadap bangunan yang makin lama
makin tinggi dan makin panjang, mengakibatkan struktur bangunan semakin lama semakin
tidak kaku lagi, sehingga metode konvensional semakin sukar untuk dipertahankan lagi,
baik dari segi teknologi maupun ekonomi.

Struktur bangunan harus dirancang tahan terhadap perubahan beban-beban dinamik


terutama yang diakibatkan oleh perubahan alam seperti angin, gelombang laut atau gempa
sepanjang umur pelayanan yang direncanakan. Indonesia merupakan daerah rawan gempa
yang dilalui oleh tiga jalur gempa dunia, dimana setiap tahunnya rata-rata terjadi empat
ratus gempa dengan nilai magnitude lebih besar dari lima skala Richter. Dengan demikian,
setiap bangunan di Indonesia harus tahan terhadap beban gempa dan beban-beban luar
dinamik lainnya.

Ketidakkakuan struktur telah menimbulkan banyak masalah vibrasi pada struktur yang
sebelumnya tidak terlalu menjadi perhatian. Sedangkan peraturan dan standar-standar
bangunan menuntut persyaratan keamanan dan kenyamanan yang semakin lama semakin
tinggi, sehingga perlu di-kembangkan suatu konsep perancangan konstruksi bangunan
yang mampu beradaptasi secara aktif terhadap beban-beban dinamik.

Solusi yang umum dilakukan adalah dengan merancang struktur memiliki suatu kekakuan
yang besar dengan tingkat layan sesuai dengan yang diharapkan. Merancang struktur
dengan mengandalkan kekuatan saja tidak cukup menjamin kenyamanan dan keamanan
penggunanya.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 165


Solusi lainnya adalah dengan mengubah perilaku struktur sehingga struktur tersebut dapat
mereduksi gerakan dan tegangan yang terjadi.Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan
sistem kontrol pada struktur. Untuk membangun sistem kontrol dinamik pada struktur sipil,
perlu diperhatikan hal-hal yang unik pada struktur tersebut seperti: kompleksitas,
ketidaktentuan baik dari segi struktur maupun bebannya, dan ukuran yang besar.

Dalam hal ini, respon struktur yang berupa perpindahan, kecepatan, dan percepatan yang
terjadi akibat beban luar dinamik dapat dikendalikan dengan menggunakan suatu sistem
kontrol baik yang yang bekerja secara pasif maupun secara aktif dan mampu beradaptasi
terhadap gangguan luar yang bekerja pada struktur tersebut, sehingga karakteristik dan
perilaku dinamik dari konstruksi bangunan dapat diperbaiki dan ditingkatkan.

Struktur sipil pada umumnya memiliki karakteristik redaman kecil yang mungkin tidak
selalu cukup untuk membantu mengurangi getaran akibat pergerakan tanah yang kuat dan
beban dinamik lainnya. Kenyataan ini memacu upaya-upaya untuk meningkatkan
teknologi sistem kontrol aktif dan kontrol pasif untuk mendisipasi energi yang masuk
kedalam struktur baik dibawah kondisi beban layan maupun beban lingkungan dan untuk
menyediakan lebih banyak pertahanan bagi struktur untuk menemukan jalan keluar akibat
eksitasi dinamik tersebut.

Sistem kontrol aktif mampu mengurangi respon struktur yang berlebihan yang diakibatkan
oleh beban-beban luar dinamik seperti angin, gelombang laut atau gempa dan struktur
selalu berusaha berada pada keadaan seimbang sehingga dapat mencapai tingkat
keamanan, kenyamanan, dan keandalan dari struktur sesuai dengan yang disyaratkan oleh
peraturan-peraturan yang berlaku.

9.2 STRATEGI KONTROL

Tujuan utama dari kontrol vibrasi pada struktur adalah menstabilkan objek struktur yang
dimaksud, reliabilitas metode dan peralatan yang dipakai dalam sistem kontrol ini juga
harus terjamin. Itulah sebabnya lebih sering dipakai sistem peredaman vibrasi dengan
kontrol pasif. Cara ini tidak memerlukan energi luar yang harus dimasukkan dalam sistem,
sehingga terbebas dari resiko-resiko yang dapat membangkitkan keadaan yang tidak stabil.

Namun demikian, karena tidak menggunakan sensor pengukur percepatan yang terjadi
pada struktur, maka cara ini tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
parameter struktur maupun peralatan kontrol yang digunakan. Hal ini dapat di atasi dengan
menggunakan sensor pengukur percepatan struktur, aktuator pembangkit gaya luar dan
kontroler yang mengatur pemberian energi luar. Sistem ini disebut kontrol aktif vibrasi.

Kontrol vibrasi struktur pada dasarnya dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu
tipe pasif, tipe aktif, tipe semi-aktif dan tipe hibrid yang merupakan tipe kombinasi. Untuk

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 166


membangkitkan gaya kontrol yang disalurkan melalui aktuator, maka diperlukan gaya
reaksi pada struktur karena suatu aksi yang diberikan akan diikuti oleh reaksi. Berdasarkan
cara struktur menerima reaksi gaya kontrol, metode kontrol vibrasi dapat dibedakan dalam:

1. Metode dengan reaksi fixed point

2. Metode dengan reaksi massa tambahan

3. Metode dengan reaksi struktur tambahan

Pada studi ini akan dibahas metode kontrol dengan peredam massa tambahan yang
diletakkan pada bagian puncak struktur. Pada sistem kontrol jenis ini dipakai reaksi gaya
inertia berasal dari tambahan massa yang diberi percepatan melalui aktuator. Peredam
massa ini telah banyak dikembangkan dan digunakan karena aktuator yang digunakan
dapat diletakkan di titik-titik tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Massa yang ditambahkan pada struktur yang bertindak sebagai absorber vibrasi dapat
berupa komponen bangunan yang memang diperlukan dalam operasi dan layanan yang
direncanakan. Jadi dalam hal ini penambahan massa yang diperlukan tidak selalu berupa
beban tambahan yang harus dipikul oleh struktur.

Gambar 9-1 menunjukkan skema model beberapa metode kontrol vibrasi untuk struktur
single-degree-of-freedom.

m, k, c: massa, konstanta pegas dan koefisien redaman alat kontrol


A: Aktuator, S: Sensor, Co: Kontroler

Tipe Pasif Tipe Semiaktif Tipe Aktif Tipe Hibrid


Reaksi Fixed Point

M M S M S M S

CO CO CO
K A A K
C S C
S S

m S m S m S
m
MassaTambahan

c CO CO CO
k k c A
c A k
M M
S
M S M S

K K K K

k
Struktur Tambahan

c S c S S A S S S
M m M m M m M A m
c
CO CO CO

K k K k K k K k

Gambar 9-1 Klasifikasi dari kontrol vibrasi

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 167


Metode (1) memungkinkan konstruksi sistem kontrol yang sederhana baik untuk jenis
pasif, semi aktif maupun aktif karena terdapat titik tetap yang dapat dipakai sebagai
mounting point dekat aktuator. Sebagai contoh, sistem isolasi dasar bangunan dan sistem
suspensi aktif kendaraan menggunakan kontrol vibrasi jenis ini. Teknik kontrol vibrasi
untuk mengisolasi struktur dari beban lingkungan yang memakai teknik ini sudah banyak
dilakukan, misalnya pada struktur untuk fasilitas pengukuran presisi ekstra tinggi dengan
peralatan sinar laser, lingkungan mikro-gravitas dan sebagainya.

Metode (2) memakai reaksi gaya inertia dari massa tambahan untuk menghasilkan gaya
kontrol melalui sebuah aktuator. Beberapa jenis peredam massa dinamik dapat dipakai
dengan mudah karena peredam massa tambahan dan aktuator pembangkit gaya yang
dipakai dapat diletakkan pada lokasi-lokasi yang memungkinkan.

Metode (3) memakai gaya kontrol yang dibangkitkan oleh aktuator yang diletakkan antara
struktur utama dan struktur lain yang berdekatan serta paralel dengan struktur utama.
Peralatan kontrol pada jenis ini sangat sederhana karena aktuator dapat diletakkan dengan
mudah pada bagian atas dari dua buah struktur bangunan yang seringkali secara
arsitektural memang dikehendaki.

Kualitas dari sistem kontrol sangat ditentukan oleh jenis aktuator yang digunakan dan
waktu yang dibutuhkan dari mulai pengukuran respon sampai bekerjanya gaya kontrol
pada struktur. Diperlukan strategi kontrol dalam menentukan aktuator dan algoritma
perhitungan gaya kontrol yang akan digunakan agar sistem mampu memberikan kualitas
kontrol yang baik.

Sebuah desain struktur yang aman dapat diyakini jika tiga persyaratan utama dapat
dipenuhi. Pertama adalah tersedianya informasi yang tepat mengenai beban-beban yang
akan bekerja pada struktur. Kedua adalah adanya informasi yang pasti mengenai perilaku
dan kapasitas bahan-bahan bangunan yang digunakan. Yang ketiga adalah penggunaan
metode yang efisien dalam menganalisis dan mendesain bangunan. Dalam kenyataan
persyaratan-persayaratan yang disebutkan di atas sangat sulit untuk dipenuhi secara pasti,
dan untuk memasukkan kuantitas-kuantitas yang tidak dapat ditentukan secara pasti ke
dalam analisis dan desain, maka dipergunakan berbagai faktor keamanan untuk
mengamankan baik beban-beban yang bekerja pada struktur maupun terhadap material dan
kualitas konstruksi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah membawa kita pada
penggunaan konsep probabilistik dan identifikasi struktur untuk menentukan (sampai batas
tertentu) karakteristik struktur dan beban yang diaplikasikan pada struktur. Material baru
telah diperkenalkan yang dicirikan dengan kekuatan semakin tinggi dan perilaku yang
sudah dapat ditentukan secara pasti, misalnya baja mutu tinggi dan beton prategang.
Metode untuk menganalisis dan mendesain struktur telah berkembang secara kontinu,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 168


seperti dengan penggunaan metode elemen hingga. Semua faktor ini memungkinkan para
insinyur untuk mengurangi resiko dalam membangun struktur besar dan fleksibel seperti
bangunan bertingkat tinggi, jembatan bentang panjang, menara pemancar, dan struktur
lepas pantai. Bagaimanapun fleksibilitas yang tinggi dan kapasitas redaman yang rendah
dari struktur-struktur semacam ini telah menimbulkan banyak masalah-masalah baru
seperti:

1. Struktur menjadi rentan terhadap beban-beban dinamis alamiah maupun non-alamiah


yang bersifat non-deterministik seperti beban gempa, beban angin ataupun akibat
aktivitas buatan manusia yang berada disekitar maupun di dalam struktur itu sendiri
yang menimbulkan vibrasi.
2. Struktur mengalami goyangan dan getaran yang ralatif besar pada saat menerima
beban-beban dinamis tersebut, sehingga efek getaran dan goyangan ini dapat
menyebabkan penggunanya merasa tidak nyaman , bahkan merasa ketakutan.
3. Beberapa elemen struktur mudah mengalami kerusakan, seperti dinding yang retak-
retak, atau kolom dan balok yang berdeformasi melebihi batas.

Selama ini permasalahan-permasalahan tersebut selama ini di atasi dengan pendekatan


secara pasif, yaitu dengan menambah kekakuan atau massa struktur dalam bentuk
pembesaran dimensi elemen-elemen struktur. Tetapi banyak kerugian yang timbul dengan
menggunakan cara ini terutama dari segi ekonomis dan arsitektural.

Sebagai contoh: Jembatan Tacoma yang didesain untuk dapat menahan kecepatan angin
yang sifatnya stedi sebesar 100 mph ternyata runtuh oleh angin dengan kecepatan yang
hanya sebesar 42 mph yang bersifat torsional. Jembatan Golden Gate telah sering
mengalami vibrasi yang melampaui batas akibat badai yang melanda dan telah
berulangkali diperkaku diberbagai lokasi. Saat Zetlin & associates (sebuah perusahaan
konsultan struktur di Amerika Serikat) mendesain sebuah tower setinggi 1000 ft dengan
diameter bervariasi antara 90 ft sampai 60 ft, mereka mendapatkan bahwa defleksi
maksimum mencapai 2,5 ft jika terkena beban angin sebesar 150 mph. Supaya defleksi
lateral tadi bisa dikurangi sampai dibawah 1 ft maka berdasarkan perhitungan didapatkan
bahwa element section tower harus diperbesar sampai sekurang-kurangnya dua kali lipat
supaya kekakuan bertambah. Oleh karena itu dapat dengan jelas, tak sedikit dana yang
harus dikeluarkan untuk memperkaku struktur yang fleksibel.

Untuk menghindari pengeluaran yang besar untuk memperkaku struktur yang fleksibel
tetapi tetap masih dalam batas-batas yang aman maka diperkenalkanlah konsep kontrol
struktur dalam dunia teknik sipil modern. Konsep kontrol telah lama digunakan untuk
pesawat terbang, kapal laut, dan struktur luar angkasa, tetapi aplikasinya dalam dunia
teknik sipil baru diperhitungkan baru saja.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 169


Metode baru yang telah dikembangkan adalah membuat struktur yang mampu beradaptasi
dengan beban luar yang diterimanya. Struktur tersebut membutuhkan gaya luar tambahan
yang disebut gaya kontrol untuk mengimbangi beban yang bekerja. Gaya kontrol ini
bertujuan untuk mengontrol respon struktur secara terus-menerus, sehingga struktur tidak
runtuh dalam menerima beban luar. Beberapa macam mekanisme kontrol yang telah
dikembangkan antara lain kontrol pasif, kontrol aktif, dan kontrol semi-aktif

Mekanisme kontrol pasif bekerja hanya dengan memanfaatkan energi potensial dari
struktur untuk membangkitkan gaya kontrol. Mekanisme kontrol pasif sangat terbatas
kemampuannya karena keterbatasan energi potensial yang dimiliki. Mekanisme kontrol
aktif bekerja dengan memberikan energi luar tambahan kepada struktur yang dikontrol.
Karena energi yang digunakan berasal dari luar struktur, maka masalah keterbatasan energi
seperti pada mekanisme kontrol pasif dapat di atasi sehingga mekanisme kontrol aktif
menjadi lebih efektif.

Contoh mekanisme kontrol pasif:

 Sistem isolasi pondasi (isolasi dasar)


 Peredam massa pasif (tuned mass damper)
 Sistem peredam fluida
 Sistem pengaku (Bracing)

Contoh mekanisme kontrol aktif:

 Peredam massa aktif


 Penggerak massa aktif
 Sistem tendon aktif
 Sistem pengaku aktif

Sistem kontrol aktif struktur beserta model matematiknya dapat dilihat pada Gambar 9-2.

Interaksi antara struktur dan mekanisme kontrol dianalisis menggunakan prinsip-prinsip


teori kontrol modern. Sebagian besar teori itu mencakup mekanisme kontrol aktif yang
berkaitan dengan jumlah energi yang dibutuhkan untuk mencapai efek kontrol yang
diinginkan. Salah satu kesulitan penerapan kontrol aktif pada struktur adalah penyediaan
energi luar yang besar untuk mengontrol struktur.

Berdasar teori kontrol modern, mekanisme kontrol dapat pula digolongkan menjadi kontrol
kalang tertutup (closed-loop) dan kontrol kalang terbuka (open-loop). Kontrol kalang
tertutup mengumpan-balikkan kesalahan yang terjadi untuk mereduksi kesalahan sehingga
menghasilkan keluaran yang diinginkan. Dalam kontrol kalang-terbuka, keluaran tidak

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 170


diukur atau dibandingkan dengan masukan, sehingga keluaran tidak berpengaruh terhadap
gaya kontrol.

K
C M


u
M
u(t) K u C
F(t) F(t) F(t)
C
M C M C M
K K K

Gambar 9-2 Sistem kontrol aktif struktur; a. Model fisik; b. Model matematik massa-
pegas

Mekanisme kontrol pasif pada umumnya bekerja sebagai kontrol kalang-tertutup dan
hanya sedikit yang bekerja sebagai kontrol kalang-terbuka. Mekanisme kontrol pasif
membangkitkan gaya kontrol bila struktur diganggu atau responnya melebihi batas
tertentu. Dengan demikian keadaan struktur saat itu adalah satu-satunya faktor yang
memaksa mekanisme kontrol untuk membangkitkan gaya yang dibutuhkan untuk
mengontrol keadaan struktur berikutnya. Namun gaya kontrol yang dapat diberikan
terbatas, tergantung kepada energi potensial yang dimiliki struktur. Contoh kontrol pasif
kalang-terbuka adalah struktur beton prategang (prestressed concrete structure). Gaya
kontrol yang akan diberikan ditentukan terlebih dahulu, dan tidak bergantung pada keadaan
struktur saat itu. Gaya kontrol secara potensial selalu ada tanpa memperhatikan apakah
struktur itu diganggu atau tidak.

Mekanisme kontrol aktif dapat dioperasikan dengan sistem kalang-terbuka maupun kalang-
tertutup. Mekanisme kontrol aktif kalang-terbuka adalah mekanisme di mana gaya kontrol
ditentukan oleh kondisi awal sistem. Ini berarti bahwa gaya kontrol telah diketahui
sebelumnya dari informasi yang diberikan oleh konfigurasi sistem, keadaan awal, dan
gangguan yang diberikan. Keluaran tidak diukur atau dibandingkan dengan masukan,

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 171


sehingga keluaran tidak mempengaruhi besar gaya kontrol. Mekanisme kontrol aktif
kalang-tertutup adalah mekanisme di mana gaya kontrol tergantung pada keadaan sistem
pada saat itu. Kontrol kalang-tertutup mengumpanbalikkan keluaran yang terjadi untuk
mereduksi kesalahan, sehingga menghasilkan besaran keluaran yang sesuai dengan yang
diinginkan.

Struktur mengalami gangguan beban luar dinamik. Respon struktur diukur dengan
menggunakan sensor akselerometer pada beberapa titik yang diinginkan, kemudian sinyal
respon dikirim ke komputer untuk menghitung besarnya gaya kontrol yang diperlukan
berdasarkan algoritma kontrol yang telah ditentukan. Sinyal gaya kontrol kemudian
dikirim ke aktuator untuk menghasilkan gaya kontrol yang diperlukan oleh struktur
sehingga menghasilkan respon struktur yang sesuai dengan yang diinginkan.

Kualitas dari sistem kontrol sangat ditentukan oleh jenis aktuator yang digunakan dan
waktu yang dibutuhkan dari mulai pengukuran respon sampai bekerjanya gaya kontrol
pada struktur. Diperlukan strategi kontrol dalam menentukan aktuator dan algoritma
perhitungan gaya kontrol yang akan digunakan agar sistem mampu memberikan kualitas
kontrol yang baik.

Mekanisme kontrol aktif kalang-tertutup adalah mekanisme yang cocok digunakan dalam
aplikasi teknik sipil, karena ketidaktentuan parameter struktur dan respon akibat beban
yang diterima struktur diumpanbalikkan untuk mereduksi kesalahan.

Klasifikasi kontrol pada struktur yang berhubungan dengan kontrol aktif dan pasif, serta
kalang-terbuka dan tertutup digambarkan pada Gambar 9-3.

Kontrol Struktur

Kontrol Pasif Kontrol Aktif

Kalang-Tertutup Kalang-Terbuka Kalang-Tertutup Kalang-Terbuka

Manual Otomatis Manual Otomatis

Gambar 9-3 Klasifikasi kontrol pada struktur

Sistem kontrol aktif pada struktur mempunyai konfigurasi dasar seperti yang diperlihatkan
secara skematis pada Gambar 9-4. Konfigurasi itu terdiri atas:

1. Sensor-sensor pengukuran untuk mengukur gaya eksitasi luar atau respon struktur atau
keduanya

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 172


2. Perangkat untuk mengolah data pengukuran dan menghitung gaya kontrol yang
diperlukan berdasarkan suatu algoritma kontrol
3. Aktuator untuk menghasilkan gaya kontrol yang diperlukan

Eksitasi Luar Struktur Respon Struktur

Sensor Sensor
Gaya Kontrol
Pengukuran Pengukuran

Aktuator

Perhitungan Gaya
Kontrol

Gambar 9-4 Diagram skematik kontrol aktif pada struktur

9.3 PERSAMAAN KEADAAN

Persamaan gerak suatu sistem dinamik n derajat kebebasan dengan m gaya kontrol adalah:

Mxt Cx t  K xt Dv t   Ef t  (9-1)

Matriks M, C, dan K berturut-turut adalah matriks massa, redaman, dan kekakuan


struktur. Sedangkan D adalah matriks lokasi gaya kontrol dan E = -M adalah matriks
lokasi gaya eksitasi luar. xt , x t , xt , vt , dan f(t) berturut-turut adalah vektor
percepatan, vektor kecepatan, vektor perpindahan, vektor perpindahan massa, dan vektor
percepatan tanah x g t  .

Bentuk ruang keadaan untuk Persamaan (9-1) adalah:

z t   Az t   Bv t   Hf t , z0  z 0 (9-2)

dengan:

xt 
zt    
x t  (9-3)

adalah vektor keadaan dua dimensi,

 O I 
A 1 1  (9-4)
 M K  M C

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 173


adalah matriks keadaan 2n x 2n, dan

 O   O 
B   1  H   1 
M D dan M E (9-5)

adalah matriks lokasi gaya kontrol dan gaya luar dalam ruang keadaan, masing-masing
berdimensi 2n x m dan 2n x r. Dalam Persamaan (3.4) dan (3.5), O dan I menyatakan
matriks nol dan matriks identitas dengan dimensi yang sesuai. Matriks D dan E dalam
Persamaan (3.5) telah didefinisikan sebelumnya.

Setelah persamaan ruang keadaan diperoleh, maka algoritma kontrol yang ada dapat
diterapkan pada sistem struktur yang diamati.

9.4 ALGORITMA KONTROL

Algoritma kontrol sangat menentukan dalam perancangan sistem kontrol aktif. Ada banyak
algoritma kontrol yang telah diteliti dan dikembangkan. Algoritma yang akan dibahas di
sini adalah algoritma pada teori kontrol modern, yaitu: metode kontrol optimal (classical
linier optimal control) dan metode penempatan kutub (pole placement).

9.4.1 Metode Kontrol Optimal

Pada metode ini, vektor gaya kontrol u(t) dipilih sedemikian sehingga suatu performance
index, yang didefinisikan sebagai:

tr

    
J  J1 z t 0 , z t f , t 0 , t f  J 2 z, z , u, u , t dt (9-6)
t0

diminimumkan dengan kendala Persamaan (9-2). Performance index J mempunyai dua


suku. Suku pertama, J1, adalah fungsi penalti tahap awal-akhir, yang hanya bergantung
kepada waktu awal dan akhir dari interval kontrol [t0, tf] dan pada keadaan yang dievaluasi
pada dua waktu tersebut. Suku kedua dari J adalah integral yang dievaluasi dalam interval
kontrol [t0, tf]. J adalah fungsi skalar yang diminimumkan terhadap u(t) dan memenuhi
kendala yang dinyatakan oleh Persamaan (9-2). Kendala lainnya dapat ditambahkan,
misalnya batas-batas posisi dan kecepatan struktur. Kendala tersebut dapat dinyatakan
sebagai:

z b
(9-7)

sebagai kendala tambahan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 174


Bentuk performance index untuk kontrol struktur, biasanya dipilih sebagai bentuk
kuadratik dalam z(t) dan u(t). Dengan menetapkan t0 = 0, performance index ditulis
sebagai:

tf
0
 
J   z T t Qzt   u T t Rut  dt (9-8)

Pada Persamaan (9-8), superscript T menyatakan transpose vektor atau matrik, interval
waktu [0, tf] dibuat lebih lama daripada interval waktu gaya luar, Q adalah matriks definite
positif atau dapat berupa matriks semi-definite positif berdimensi 2n x 2n, dan R adalah
matriks definite positif berdimensi m x m. Matriks Q dan R disebut sebagai matriks bobot
(weighting matrices). Harga Q dan R, diatur sedemikian rupa sehingga dicapai timbal-
balik yang baik antara efektifitas reduksi respon dan konsumsi energi kontrol.

Pemberian nilai yang besar pada Q menunjukkan bahwa reduksi respon diberikan prioritas
di atas gaya kontrol yang dibutuhkan. Sebaliknya bila R relatif besar bila dibandingkan
dengan Q, berarti gaya kontrol lebih mendapat prioritas daripada reduksi respon. Ada
beberapa pendekatan untuk memecahkan masalah kontrol optimal. Pada tulisan ini hanya
akan dibahas pendekatan dengan metode faktor pengali Lagrange. Untuk menyelesaikan
masalah kontrol optimal dengan J yang didefinisikan pada Persamaan (9-8) dan kendala
yang diberikan Persamaan (9-2), skalar Lagrange L dibentuk dengan menggabungkan
kedua persamaan tersebut dengan faktor pengali Lagrange (t) yang bergantung waktu,
yakni:

tf
0
 
L  z T t Qzt   u T t Rut   λT t Azt   But   Hf t   z t  dt (9-9)

Kondisi perlu yang mendefinisikan kontrol optimal dapat ditentukan dengan mengambil
turunan pertama skalar Lagrange terhadap keadaan dan variabel kontrol serta
menetapkannya sama dengan nol. Dengan mengambil turunan pertama Persamaan (9-9)
menghasilkan:

    t f 
δL  λ T t f δz t f  λ T 0δz0    λ T 
0 
H
z
δz 
H 
δu  dt
u 
(9-10)

dengan H adalah fungsi Hamilton yang didefinisikan sebagai integran dari Persamaan
(9-9).

Selanjutnya, z(0) = 0 karena z(0) = z0 adalah suatu konstanta. Dengan mensyaratkan


L = 0, didapatkan:

H
 0, 0  t  t f (9-11)
u

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 175


H
 T  0
z (9-12)

dengan kondisi batas:

 
λT t f  0 (9-13)

Persamaan (9-11) - (9-13) adalah kondisi perlu untuk kontrol optimal. Setelah melakukan
proses penurunan parsial H terhadap u dan z diperoleh:

 
   A T   2Qz ;  t f  0 (9-14)

1
u   R 1B T λ (9-15)
2

Sistem Persamaan (9-2), (9-14), (9-15) memberikan solusi yang optimal untuk z(t), u(t)
dan (t). Persamaan-persamaan itu memberikan masalah nilai batas dua titik karena z(t0)
ditentukan pada t = 0 dan (t) ditentukan pada t = tf.

Pembahasan selanjutnya akan menggunakan anggapan sistem sebagai sistem kalang-


tertutup. Dengan demikian, bila vektor kontrol dinyatakan dengan vektor keadaan,  dapat
dinyatakan sebagai:

λt   Pt zt  (9-16)

Matriks P dapat ditentukan dengan mensubstitusikan Persamaan (9-16) ke Persamaan (9-


2), (9-14), (9-15). Persamaan tersebut akan memenuhi:

P t   Pt A  1P
2
t BR 1BT Pt   A T Pt   2Qzt   Pt Hf t   0,
 
Ptf 0
(9-17)

Bila f(t) = 0, Persamaan (9-17) menjadi:

 
P t   Pt A  12 Pt BR 1B T Pt   A T Pt   2Q  0, P t f  0 (9-18)

Dalam teori kontrol optimal, Persamaan (9-18) disebut sebagai persamaan matriks Riccati
dan P(t) adalah matriks Riccati. Karena P(t) ditentukan pada waktu tf, Persamaan (9-18)
diselesaikan mundur terhadap waktu.

Substitusi Persamaan (9-16) ke Persamaan (9-15) menunjukkan bahwa vektor kontrol u(t)
linier dalam z(t). Hukum kontrol optimal linier adalah:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 176


ut   Gt zt    12 R 1B T Pt zt  (9-19)

dengan Gt    12 R 1B T Pt  adalah faktor pengali (gain) kontrol. Bila z(t) dapat
diperoleh dari pengukuran, u(t) dapat ditentukan dari Persamaan (9-19) dan kontrol dengan
umpan-balik seperti ini akan menghasilkan sistem kalang-tertutup yang stabil.

Matriks Riccati P(t) yang diperoleh dari Persamaan (9-18) sebenarnya tidak menghasilkan
solusi yang optimal, kecuali f(t) tidak terdapat dalam interval kontrol [0, tf]. Dalam aplikasi
struktur, matriks Riccati P(t) menunjukkan nilai yang konstan selama interval kontrol,
mendekati nol dengan cepat begitu mendekati tf. Dengan demikian P(t) dalam banyak
kasus dapat didekati dengan suatu matriks konstan P dan persamaan Riccati (9-18)
menjadi:

PA  12 PBR 1B T P  A T P  2Q  0 (9-20)

Faktor pengali kontrol G(t) juga konstan dengan:

G   12 R 1B T P
(9-21)

dan dapat dihitung setelah karakteristik struktur diketahui dan matriks Q dan R ditentukan.

Dengan mensubstitusikan Persamaan (9-19) ke Persamaan (9-2), perilaku sistem yang


dikontrol optimal menjadi:

z t   A  BG z t   Hf t , z0  z 0 (9-22)

Efek dari kontrol kalang-tertutup adalah memodifikasi struktur sehingga matriks sistem
berubah dari A (sistem kalang-terbuka) menjadi A+BG (sistem kalang-tertutup).

9.4.2 Metode Pole Placement

Tinjau kembali persamaan ruang keadaan (9-2). Gaya kontrol dinyatakan dengan linier
state feedback, yaitu:

ut   Gz t  (9-23)

dengan G adalah matriks faktor pengali kontrol. Sistem kalang-tertutup mempunyai bentuk
seperti yang diperlihatkan Persamaan (9-22), dengan matriks sistem menjadi (A+BG) yang
secara umum berbeda dengan A. Untuk sistem struktur, nilai eigen ini yang dilambangkan
dengan i, berhubungan dengan frekuensi modal i dan rasio redaman i dinyatakan
dalam:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 177


ηi  ξ i ωi  jωi 1  ξ i 2 , j   1 (9-24)

Karena nilai eigen dari sistem kalang-tertutup ini mengontrol perilaku sistem, maka
strategi kontrol yang baik ialah dengan memilih faktor pengali kontrol G sedemikian
sehingga i memiliki nilai sesuai dengan yang diinginkan perancang. Algoritma kontrol
yang dikembangkan berdasarkan prosedur ini dikenal sebagai metode penempatan kutub.
Agar penerapan metode ini berhasil, diperlukan penempatan nilai eigen sistem kalang-
tertutup yang tepat. Oleh karena itu diperlukan pemahaman terhadap perilaku struktur yang
tidak dikontrol.

Dalam desain kontrol menggunakan metode penempatan kutub, terdapat dua hal yang
harus diperhatikan. Hal pertama adalah kemungkinan untuk mendapatkan faktor pengali
umpan balik G sehingga sistem kalang-tertutup matriks (A+BG) memenuhi nilai eigen
yang diinginkan, apabila terdapat sepasang matriks (A,B). Sedangkan hal kedua adalah
menemukan metode yang tepat untuk memperoleh faktor pengali kontrol G.

Agar faktor pengali kontrol G dapat diperoleh maka sistem tersebut harus dapat dikontrol
secara lengkap (completely controllable). Kondisi controllability sistem pada Persamaan
 
(9-2) akan tercapai bila matriks (2n x 2n) berikut: B AB  An1B memiliki rank
sama dengan 2n. Metode untuk mendapatkan faktor pengali kontrol G yang relatif
sederhana akan dijelaskan di bawah ini.

Nilai eigen dari i adalah solusi persamaan karakteristik berikut:

ηI  A  BG  0 (9-25)

yang dapat ditulis sebagai:

 ηI  A  I  ψηG   0 (9-26)

dengan:

ψη  ηI  A1 B (9-27)

Karena  bukan nilai eigen yang sebenarnya dari sistem (kalang-terbuka),

ηI  A  0

maka Persamaan (9-26) memberikan:

Δη  I 2n  ψηG  0 (9-28)

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 178


Dengan menggunakan prinsip determinantal identity, Persamaan (9-28) dapat ditulis dalam
bentuk:

Δη  I m  Gψη  0 (9-29)

Untuk nilai eigen ke-i dari , Persamaan (9-29) dipenuhi bila seluruh elemen sebuah
kolom atau baris pada (i) terdiri dari nol. Dan jika kolom ke-j dipilih dan ej dan j(i)
menyatakan kolom ke-j dari Im dan j(i), maka:

e j  Gψ j η i 

mendefinisikan m persamaan linier. Prosedur yang dijelaskan di atas diulangi untuk setiap
nilai eigen i, i = 1, 2, ..., 2n. Persamaan yang dihasilkan dapat digabungkan menjadi satu
matriks tunggal dalam bentuk:

E  GΨ (9-30)

dengan E dibentuk kolom demi kolom dari vektor ej dan  dibentuk seperti E dari vektor
j(i). Jika nilai eigen i, i = 1, 2, ..., 2n ada dan invers  juga ada, maka matriks faktor
pengali kontrol G dapat dinyatakan sebagai:

G  EΨ 1 (9-31)

Walaupun G dapat dihitung dari persamaan di atas, harus diingat bahwa G tidak unik
karena tergantung pada pemilihan kolom dari (). Namun hasil yang diperoleh akan
memenuhi nilai eigen yang diinginkan.

9.4.3 Stabilitas pada Sistem Dinamik

Sistem dikatakan stabil jika terjadi suatu perubahan kecil pada masukan, kondisi awal, atau
parameter sistem, maka perilaku sistem tidak banyak berubah. Sistem akan stabil jika
masukan yang terbatas diberikan pada sistem akan menghasilkan keluaran yang terbatas
juga.

Tinjau sistem linier tidak bergantung pada waktu dimodelkan dalam persamaan ruang
keadaan sebagai berikut: z  Az  Bu . Stabilitas dari sistem dinamik tersebut dinyatakan
sebagai pembatasan solusi persamaan ruang keadaan sistem dinamiknya.

Kondisi stabilitas pada sistem linier tidak bergantung pada waktu akan tercapai jika dan
hanya jika:

1. Semua nilai eigen dari matriks A mempunyai bagian real yang bernilai negatif

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 179


4. k buah nilai eigen dengan bagian real sama dengan nol mempunyai k buah eigenvektor
yang saling bebas linier

9.5 JARINGAN SARAF TIRUAN

Metode kontrol optimal membutuhkan perhitungan yang rumit sehingga unit pengolah data
memerlukan waktu yang relatif lama untuk menghitung gaya kontrol. Untuk mengatasi hal
ini akan digunakan metode kontrol jaringan saraf tiruan.

9.5.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

Algoritma jaringan saraf yang digunakan adalah jaringan umpan maju. Satu set masukan
a(t) dihubungkan dengan masukan lapisan neuron i dan keluaran u(t) diterima pada lapisan
keluaran neuron k. Beberapa lapisan tersembunyi j dipasang antara lapisan masukan dan
keluaran untuk memperbesar kemampuan belajar jaringan saraf tentang sistem dinamik
yang dilatih. Masing-masing neuron mengirimkan keluarannya ke lapisan di atasnya dan
menerima masukan dari lapisan di bawahnya. Oleh karena itu, keluaran ditentukan dengan
umpan maju, dengan keluaran neuron pada masing-masing lapisan berasal dari keluaran
neuron pada lapisan sebelumnya yang berfungsi sebagai masukan. Arsitektur jaringan saraf
tiruan dapat dilihat pada Gambar 9-5.

LAPIS LAPIS 1 LAPIS 2 LAPIS 3 LAPIS


MASUKAN KELUARAN

a1 (t)

a2 (t)

a1(t - 1) u(t)

a2 (t - 1)

u(t - 1)

Gambar 9-5 Skema Jaringan Saraf Tiruan

Dalam jaringan saraf, semua keluaran O i dari neuron pada setiap lapisan dikalikan dengan
bobot W ji dan hasilnya dijumlahkan untuk mendapatkan masukan netj, di mana:

net j   OiW ji (9-32)


i

Keluaran dari masing-masing neuron diberikan oleh fungsi aktivasi yang bersifat
terdiferensialkan dan monoton naik, sedemikian hingga:

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 180


 
O j  f j net j (9-33)

Nilai bobot W ji ditentukan selama proses latihan dengan meminimumkan jumlah kuadrat
kesalahan err antara target keluaran yang diinginkan tj pada neuron keluaran j dan keluaran
yang dihasilkan O j .

Didefinisikan jumlah kuadrat kesalahan err adalah:

err  0,5  t j  O j 2
j (9-34)

Untuk mendapatkan nilai optimal bobot W ji digunakan metode rambat mundur yang
merupakan metode optimasi berdasarkan momentum dan gradien.

9.5.2 Latihan jaringan saraf tiruan

Masukan jaringan saraf berupa data latihan aj yang diumpan-majukan untuk menghasilkan
keluaran Oj. Keluaran ini kemudian dibandingkan dengan target U j yang diinginkan.
Jumlah kuadrat kesalahan err yang terjadi diminimumkan dengan mengubah bobot W ji
sedemikian rupa sehingga:

W ji   j O j
(9-35)

di mana  adalah konstanta belajar (0<<1), j adalah kesalahan pada neuron j dan Oj
adalah keluaran pada neuron j

Kesalahan j didefinisikan sebagai:

1. Untuk neuron keluaran

   
δ j  t j  O j f 'j net j
(9-36)

2. Untuk neuron lainnya

   
δ j   δk Wkj f j ' net j
k (9-37)

di mana f j ' net j  adalah turunan fungsi aktivasi terhadap masukan netj.

Setelah kesalahan j dihitung untuk lapisan keluaran dengan menggunakan persamaan


(9-36), nilai-nilai bobot yang menghubungkan semua umpan maju ke lapisan keluaran
disesuaikan dengan menggunakan Persamaan (9-36). Persamaan (9-37) digunakan untuk
menghitung j pada lapisan sebelum lapisan keluaran. Proses rambat mundur diteruskan

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 181


dengan prosedur yang sama hingga mencapai lapisan masukan. Perhitungan
diumpanmajukan kembali untuk menentukan kesalahan yang baru pada lapisan keluaran.
Proses latihan dilakukan secara iteratif sampai kesalahan yang dihasilkan berada di bawah
batas kesalahan yang ditentukan.

Setelah tahap latihan selesai, jaringan saraf dapat memodelkan sistem dinamik yang
sebenarnya. Jaringan saraf mempunyai kemampuan yang besar dalam menyelesaikan
masalah sistem dinamik yang rumit maupun non-linier.

9.5.3 Kontrol Jaringan Saraf Tiruan

Algoritma jaringan saraf telah banyak digunakan dalam bidang kontrol untuk
menggantikan bagian perhitungan gaya kontrol yang rumit. Dalam studi ini, jaringan saraf
digunakan untuk menggantikan algoritma kontrol klasik dengan suatu model ekivalen yang
mempunyai fungsi transfer yang sama. Bagian ekivalen ini hanya memerlukan data respon
 sebagai masukan dan gaya kontrol U sebagai keluaran.
percepatan struktur X

Data masukan dan keluaran yang digunakan selama proses latihan diperoleh dari hasil
simulasi numerik dengan menggunakan parameter struktur hasil identifikasi berdasarkan
data hasil pengujian vibrasi.

9.6 PENGUJIAN

Model struktur yang digunakan untuk pengujian adalah portal baja dua tingkat yang
merupakan model struktur bangunan dan diidealisasikan sebagai bangunan geser dua
dimensi dengan dua derajat kebebasan. Portal baja dibuat dari pelat dengan ukuran 35,6 x
2,2 mm2, momen inersia I = 0,1554 x 1011 m4, kerapatan massa  =78,50 103 N/m3 dan
modulus young E = 2,1 x 1011 N/m2. Dengan perletakan jepit di atas meja getar.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan meja getar ukuran 70x90 cm2. Peralatan dan
skema pengujian dapat dilihat pada Gambar 9-6 dan 9-17.

Model struktur mendapat eksitasi gaya luar berupa percepatan dasar xg (t ) yang
dibangkitkan oleh motor step yang menggerakkan landasan meja getar. Motor step bekerja
berdasarkan satu sinyal analog yang dibangkitkan oleh pembangkit sinyal yang telah
dikonversi sebelumnya oleh perangkat akuisisi data menjadi dua sinyal digital dan satu
sinyal pulsa. Akibat dari percepatan dasar ini, struktur melakukan suatu gerakan dinamik.
Gerakan struktur diukur dengan menggunakan akselerometer Bruel & Kjaer 4395.
Kemudian sinyal respon percepatan yang telah diperkuat oleh perangkat penguat sinyal
amplifier Bruel & Kjaer 2525, dikirim ke unit pengolah data (PC) dengan menggunakan
perangkat akuisisi data National Instrument dengan menggunakan program LabView.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 182


Kontrol Jaringan Saraf Tiruan menghitung besarnya sinyal yang harus diberikan kepada
aktuator yang berfungsi sebagai pembangkit gaya kontrol pada struktur.

Pada studi ini akan di gunakan dua jenis sumber gaya kontrol pada struktur, yaitu kontrol
dengan kekakuan aktif dan kontrol dengan massa aktif.

9.6.1 Kontrol Struktur dengan Kekakuan Aktif

Gambar 9-6 menunjukkan model struktur bangunan dengan dua derajat kebebasan yang
mengalami eksitasi percepatan dasar xg (t ) . Gaya kontrol diberikan kepada struktur pada
massa 1 dengan menggunakan sepasang tendon yang digerakan oleh aktuator pada dasar
struktur. Tendon berfungsi sebagai pengaku struktur yang bekerja secara aktif mengurangi
perpindahan relatif horisontal untuk menjaga keamanan struktur dan mengurangi
percepatan absolut struktur untuk menjamin kenyamanan. Skema pengujian lengkap dapat
dilihat pada Gambar 9-7.

x1 (t) k2(x2-x1) m2 x2 xg (t )


m2 c2 x2  x1 

v(t)
kc
Akt k1(x1-xg) m1x1 k2(x2-x1)
uato
Tendon
r
x2 (t)

c1 x1  x g  c2 x2  x1  c1
c2
Aktif  kc cos  v(t)
m1 m2

Aktuator k1 k2

v(t)
xg t 

(a) (b)

Gambar 9-6 Model struktur dengan kontrol kekakuan aktif (a) Model fisik, (b) Model
massa-pegas

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 183


349mm
5
m2 Sensor
percepatan komputer
399mm 6 7
Penguat sinyal Kartu akuisisi data 8
841mm m1
Sensor
1 percepatan
4

2 3
eksitasi

Motor 1 1. Model Struktur


Pondasi 2. Step Motor 1
Beton 3. Aktuator Tendon (step motor 2)
(a) 4. Tendon
5. Sensor Akselerometer
900 mm
6. Amplifier Sensor
7. Kartu Akuisisi Data
Motor
420 mm 8. Komputer Personal (PC)
700 mm
540 mm

Belt Belt
Belt
Base plate Data mentah ke komputer personal (PC)
Ball bearing
Ball bearing
Data hasil perhitungan ke kontrol kekakuan aktif
Pondasi

(b)

Gambar 9-7 Model struktur bangunan dua tingkat dengan kekakuan aktif dipasang pada
meja getar.
(a) Tampak samping, (b) Tampak atas

Identifikasi Model Matematik Struktur

Untuk menjamin agar model matematik struktur yang akan digunakan dalam perhitungan
gaya kontrol sama dengan model fisik yang sebenarnya, maka harus dilakukan koreksi
matriks massa dan matriks kekakuan hasil perhitungan secara teori dengan menggunakan
parameter dinamik hasil pengujian vibrasi. Matriks redaman diperoleh dengan
menggunakan rasio redaman hasil pengujian dan besarnya diambil secara proporsional
terhadap matriks kekakuan. Parameter-parameter fisik model struktur yang diperoleh dari
hasil perhitungan teori maupun identifikasi berdasarkan data pengujian vibrasi dapat dilihat
pada Tabel 9-1.

Untuk menguji keandalan metode kontrol jaringan saraf, dalam studi eksperimental ini
akan digunakan percepatan dasar acak dan percepatan dasar gempa El Centro N-S seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 9-8 dan Gambar 9-12.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 184


Tabel 9-1 Matriks massa, kekakuan dan redaman hasil identifikasi
pengujian vibrasi dengan kontrol kekakuan aktif

Model Teori Model Pengujian Model Koreksi

28.8890 27.0168 27.0168


ω  rad/det ω  rad/det ω  rad/det
78.3193 75.4891 75.4891

 0.6920  0.7727 21.3752 22.7894  21.3752 22.7894 


Φ  Φ  Φ 
 0.7727 0.8488  44.6472  38.169 44.6472  38.169

1.1420 0  1.8894 0.0442


M M
0.7590
kg  kg
 0 0.0442 0.5453

 4262.6861  2456.0059  6385.2064  2364.4296


K  kg / det
2
K  kg / det
2

 2456.0059 2456.0059   2364.4296 1545.4867 

 0.0221  5.4031  1.4549


ξ  C  kg/det
0.0286  1.4549 1.3724 

15
Percepatan Dasar (m.s-2 )

10

-5

-10

-15
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-8 Percepatan dasar acak

Gaya Kontrol

Gaya kontrol dihitung dengan menggunakan model jaringan saraf dengan masukan adalah
respon percepatan struktur dan keluaran adalah gaya kontrol. Data latihan yang digunakan
adalah percepatan struktur sebagai masukan dengan keluaran adalah gaya kontrol yang
dihitung dengan menggunakan metode kontrol optimal. Percepatan dasar yang digunakan
adalah percepatan dasar acak dengan amplitudo absolut maksimum 0,35 g.

Jumlah neuron yang digunakan adalah 50, jumlah lapisan neuron adalah 3 dan fungsi
aktivasi tansigmoid, purelin. Latihan dimulai dengan menetapkan harga bobot Wji dan bias
b secara acak. Konstanta belajar awal adalah 1,10-6, faktor penambahan konstanta belajar
adalah 1,05, faktor pengurangan konstanta belajar adalah 0,7 dan rasio kesalahan
maksimum adalah 1,00. Setelah tahap latihan selesai, maka jaringan saraf siap digunakan
untuk memprediksi gaya kontrol yang akan digunakan pada model eksperimental.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 185


Hasil dan Pembahasan

Pada pengujian yang pertama, struktur diberi percepatan dasar acak selama 25 detik.
Selama 8,75 detik pertama, struktur berada pada kondisi tidak dikontrol. Kemudian gaya
kontrol diaktifkan sampai detik ke-18,69. Selanjutnya gaya kontrol dinonaktifkan sampai
detik ke-25. Grafik respon percepatan struktur pada massa 1 dan massa 2 dapat dilihat pada
Gambar 9-9 dan Gambar 9-10. Dan grafik gaya kontrol yang diperlukan untuk
menghasilkan respon tersebut dapat dilihat pada Gambar 9-11.
Respon Percepatan (m.s -2)

35
25
15
5
-5
-15
-25
Tidak dikontrol Dikontrol Tidak dikontrol
-35
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-9 Respon percepatan massa 1 akibat eksitasi percepatan dasar acak dengan
kontrol kekakuan aktif
Respon Percepatan (m.s -2)

35
25
15
5
-5
-15
-25
Tidak dikontrol Dikontrol Tidak dikontrol
-35
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-10 Respon percepatan massa 2 akibat eksitasi percepatan dasar acak dengan
kontrol kekakuan aktif

50
40
30
Gaya Kontrol (N)

20
10
0
-10
-20
-30
-40
-50
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-11 Gaya kontrol struktur akibat eksitasi percepatan dasar acak dengan kontrol
kekakuan aktif

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 186


Dari Gambar 9-9 dan Gambar 9-10. dapat dilihat perbandingan antara respon percepatan
tidak dikontrol dengan respon percepatan dikontrol yang terjadi akibat kontrol struktur
dengan metode jaringan saraf. Perbandingan nilai akar kuadrat rata-rata rms (root mean
square) dari respon percepatan dikontrol dan respon percepatan tidak dikontrol selama
bekerjanya gaya kontrol berkisar antara 0,53 – 0,58 dengan gaya kontrol maksimum
sebesar 14,9 N.

Pada pengujian yang kedua, struktur diberi percepatan dasar simulasi gempa El Centro N-
S. Model struktur dieksitasi sebanyak dua kali, untuk kondisi tidak dikontrol dan kondisi
dikontrol. Grafik percepatan dasar gempa El Centro N-S dapat dilihat pada Gambar 9-12.
Grafik respon percepatan struktur respon tidak dikontrol dengan respon dikontrol dari
massa 1 dan massa 2 dapat dilihat pada Gambar 9-13 dan Gambar 9-14. Gambar 9-15
memperlihatkan grafik gaya kontrol yang diperlukan untuk menghasilkan respon struktur
dikontrol tersebut.

10
Percepatan Dasar (m.s-2)

8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-12 Catatan percepatan dasar gempa El Centro N-S

20
Respon Percepatan (m.s-2)

15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)
Respon Tidak Dikontrol Respon Dikontrol

Gambar 9-13 Respon percepatan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S
dengan kontrol kekakuan aktif

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 187


Respon Percepatan (m.s-2) 20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)
Respon Tidak Dikontrol Respon Dikontrol

Gambar 9-14 Respon percepatan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S
dengan kontrol kekakuan aktif

40
30
Gaya Kontrol (N)

20
10
0
-10
-20
-30
-40
0 5 10 15 20 25
Waktu (Detik)

Gambar 9-15 Gaya kontrol akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S dengan kontrol
kekakuan aktif

Perbandingan nilai akar kuadrat rata-rata rms (root mean square) dari respon percepatan
dikontrol dan respon percepatan berkisar antara 0,46 – 0,68 dengan gaya kontrol
maksimum sebesar 4,2 N.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode kontrol struktur dengan menggunakan


kontrol kekakuan aktif dengan metode kontrol jaringan saraf mampu mereduksi respon
struktur dengan efektif

9.6.2 Kontrol Struktur dengan Massa Aktif

Gambar 9-16 menunjukkan model struktur dengan kontrol massa aktif yang diletakkan
pada puncak struktur angunan yang bekerja secara aktif mengurangi gerakan horisontal
struktur. Struktur diberikan beban dinamik berupa eksitasi percepatan dasar xg (t ) . Skema
pengujian lengkap dapat dilihat pada Gambar 9-17.

Penambahan massa aktif pada puncak struktur mengubah karakteristik struktur awal, dari
model dinamik dengan dua derajat kebebasan menjadi model dinamik dengan tiga derajat
kebebasan. Kekakuan pada derajat kebebasan ke tiga dianggap relatif sangat besar.
Parameter fisik dan karakteristik dinamik model struktur yang diperoleh dari hasil

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 188


perhitungan teori maupun hasil identifikasi berdasarkan data pengujian vibrasi dapat dilihat
pada Tabel 9-2.

k 3 ( x3  x 2 )
c3 ( x 3  x 2 )
m3
m3 x3

m2 k 2 ( x 2  x1 ) k 3 ( x3  x 2 )
c 2 ( x 2  x1 ) c3 ( x 3  x 2 ) xg (t )
m2 x2

k1 ( x1  x g ) k 2 ( x 2  x1 ) m v(t )
m1
c1 ( x1  x g ) c 2 ( x 2  x1 )
m1x1
c1 c2

m1 m2
k1 k2

xg (t )
(a) (b)

Gambar 9-16 Model struktur dengan kontrol massa aktif. (a) Model fisik, (b) Model massa-pegas

349mm

3 4
8
m2
1. Model Struktur
399mm 2. Step Motor 1
3. Aktuator dan Massa Aktif
841mm 6 4. Sensor Akselerometer
m1
5. Amplifier Sensor
1 6. Kartu Akuisisi Data
7. Komputer Personal (PC)
8. Amplifier Aktuator
2 5 Data mentah ke komputer personal (PC)
7
Data hasil perhitungan ke kontrol massa aktif

Pondasi

Gambar 9-17 Skema pengujian model struktur bangunan dua tingkat dengan kontrol massa aktif

Gaya kontrol yang digunakan adalah gaya kontrol jaringan saraf dengan masukan adalah
respon percepatan struktur dan keluaran adalah gaya kontrol. Data latihan yang digunakan
adalah percepatan struktur sebagai masukan dengan keluaran adalah gaya kontrol yang
dihitung dengan menggunakan metode kontrol optimal dengan beban eksitasi percepatan
dasar acak dengan amplitudo absolut maksimum 0,30 g.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 189


Tabel 9-2 Matriks massa, kekakuan dan redaman hasil identifikasi pengujian
vibrasi struktur dengan kontrol massa aktif

Model Teori Model Pengujian Model Koreksi


 14.66   13.61   13.61 
ω   53.09  rad/det ~   43.46  rad/det
ω ω   43.46  rad/det
 
431.97 458.67 458.67
0.1687  0.7876 0.4985  0.3315 0.7746 0.0044  0.3315 0.7746 0.0044 
Φ  0.1835  0.2666  0.5793 Φ  0.5208  0.2198  0.5249 Φ  0.5208  0.2198  0.5249
~

0.7988 0.2557 0.3403   0.5221  0.2269 0.6130   0.5221  0.2269 0.6130 


1.4087 0 0   1.1342 0.0882  0.1299
M   0 1.6805 0  kg M   0.0882 2.3699 0.3253  kg
 0 0 1.4290  0.1299 0.3253 1.2852 
 4258.41  2453.50 0   2297.34  1840.82 54.40 
K   2453.50 102453.50  10 5  kg / det 2 K   1840.82 164104.76  162209.66 kg / det 2
 0  10 5 10 5   54.40  162209.66 162209.66 

0.02295  0.0782  0.0264  0.0177


~ 
ξ  0.07420 C   0.0265 0.4406  0.4122 kg/det1
 0.0598   0.0176  0.4122 0.4313 

Jumlah neuron yang digunakan adalah 50, jumlah lapisan neuron adalah 3 dan fungsi
aktivasi tansigmoid, purelin. Latihan dimulai dengan menetapkan harga bobot Wji dan bias
b secara acak. Konstanta belajar awal adalah 1,10-6, faktor penambahan konstanta belajar
adalah 1,05, faktor pengurangan konstanta belajar adalah 0,7 dan rasio kesalahan
maksimum adalah 1,00.

Grafik respon percepatan dan perpindahan struktur dalam kondisi tidak dikontrol dan
kondisi dikontrol dari massa 1 dan massa 2 dapat dilihat pada Gambar 9-18 - Gambar 9-21.
Dan grafik gaya kontrol yang diperlukan untuk menghasilkan respon tersebut dapat dilihat
pada Gambar 9-22.

4,000
3,000
Amplitudo (m/s2)

2,000
1,000
0,000
-1,000
-2,000
-3,000
-4,000
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
Waktu (det)
Tidak dikontrol Dikontrol

Gambar 9-18 Respon percepatan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El-Centro N-S
dengan kontrol massa aktif

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 190


Amplitudo (m/s2) 3,000
2,000
1,000
0,000
-1,000
-2,000
-3,000
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
Waktu (det)
Tidak dikontrol Dikontrol

Gambar 9-19 Respon percepatan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El-Centro N-S
dengan kontrol massa aktif
Amplitudo (m)a

0,040
0,020
0,000
-0,020
-0,040
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
Waktu (det)

Tidak dikontrol Dikontrol

Gambar 9-20 Respon perpindahan massa 1 akibat percepatan dasar gempa El-Centro N-S
dengan kontrol massa aktif

0,030
Amplitudo (m)a

0,020
0,010
0,000
-0,010
-0,020
-0,030
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
Waktu (det)
Tidak dikontrol Dikontrol

Gambar 9-21 Respon perpindahan massa 2 akibat percepatan dasar gempa El-Centro N-S
dengan kontrol massa aktif

1,50
Gaya Kontrol (N)

1,00
0,50
0,00
-0,50
-1,00
-1,50
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
Waktu (det)

Gambar 9-22 Gaya kontrol akibat percepatan dasar gempa El Centro N-S dengan kontrol
massa aktif

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 191


Perbandingan nilai akar kuadrat rata-rata rms dari respon struktur dikontrol dan respon
struktur tidak dikontrol berkisar antara 0,3 – 0,46 dengan gaya kontrol maksimum sebesar
1,4 N. Hasil pengujian menunjukkan kontrol struktur dengan menggunakan kontrol massa
aktif dengan metode kontrol jaringan saraf mampu mereduksi respon struktur dengan
efektif

Studi eksperimental kontrol vibrasi struktur dengan menggunakan kontrol kekakuan aktif
dan massa aktif menunjukkan bahwa metode kontrol jaringan saraf mampu memperbaiki
respon dinamik struktur. Dibandingkan dengan metode perhitungan gaya kontrol klasik,
metode kontrol jaringan saraf mampu menyederhanakan dan mengurangi waktu
perhitungan gaya kontrol sehingga ketidakstabilan kontrol yang terjadi akibat adanya
waktu tunda dapat diperkecil.

Kemampuan belajar sistem jaringan saraf membuat kontrol jaringan saraf menjadi lebih
adaptif terhadap perubahan parameter struktur.

Metode ini dengan mudah dapat digunakan dan dikembangkan pada struktur-struktur besar
dan non-linier dengan menggunakan parameter struktur yang diperoleh baik dari hasil
identifikasi di laboratorium maupun identifikasi langsung di lapangan.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 192


DAFTAR PUSTAKA

1. R.W. Clough, J. Penzien, Dynamics of Structures, McGraw-Hill Kogakusha, Limited,


1975.
2. William T. Thomson, Theory of Vibration, Prentice Hall, 1979.
3. J.F. Imbert, Analyse des Structures par Elements Finis, Cepa dues Edition, 1984.
4. Meirovitch, Leonard, “Introduction to Dynamics and Control”, John Wiley & Sons,
New York, 1985.
5. Leipholz, H.H.E., Abdel-Rohman, M., “Control of Structures”,Martinus Nijhoff
Publishers, Dordrecht, 1986.
6. Kelly, J.M., Aseismic Base Isolation: A Review and Bibliography, Soil Dynamics and
Earthquake Engineering, 5, 202–216, 1986.
7. Soong, T.T., “ Active Structural Control: Theory and Practice”, Longman Scientific
and Technical, Harlow, 1990.
8. Buckle, I.G. dan Mayes, R.L., Seismic Isolation: History, Application, and
Performance – A World Overview, Earthquake Spectra, 1990.
9. S.Setio, H.D.Setio and L.Jezequel,”Modal Analysis Of Nonlinear Multi-Degree-Of-
Freedoms Structural”, The International Journal Of Analytical and Experimental
Modal Analysis, 1992.
10. S.Setio, H.D.Setio and L.Jezequel “A Method Of Nonlinier Modal Identification From
Frequency Response Tests”, Journal Of Sound and Vibration, 1992.
11. Setio, Sangriyadi dan Setio, Herlien. D, “International Course on: Structural
Dynamics, Dynamic Load Problems on Structures”, Manual Kursus, Laboratorium
Mekanika Teknik dan Peragaan, Institut Teknologi Bandung, 1996.
12. Ogata, Katsuhiko, “Modern Control Engineering”, Third Edition, Prentice Hall Inc,
1997.
13. Housner, G.W., Bergman, L.A., Caughey, T.K., Chassiakos, A.G., Claus, R.O., Masri,
S.F., Skelton, R.E., Soong, T.T., Spencer, B.F., dan Yao, J.T.P., Structural Control:
Past, Present, and Future, Journal of Engineering Mechanics, 123(9), 1997.
14. Naeim, F. dan Kelly, J.M., Design of Seismic Isolated Structures. From Theory to
Practice, John Wiley & Sons, Inc., Toronto – Canada, 1999.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 193


15. .Setio, Herlien D dan Setio, Sangriyadi, “Rekayasa Gempa SI-426”, Modul
Praktikum, Laboratorium Mekanika Teknik dan Peragaan, Institut Teknologi
Bandung, 1999.
16. Setio, H.D., Halim, Budi S., Gunawan, Tommy, Setio, S., Studi Eksperimental
Kontrol Aktif Struktur dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan, Konferensi
Nasional Rekayasa Kegempaan, Bandung, 1999.
17. Setio, Sangriyadi, “Diktat Kuliah”, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi
Bandung, 1999.
18. Makris, N. dan Chang, S., Effect of Viscous, Viscoplastic and Friction Damping on the
Response of Seismic Isolated Structures, Earthquake Engineering and Structural
Dynamics, 29, 85–107, 2000.
19. Connor, J.J., Introduction to Structural Motion Control, Prentice Hall, Pearson
Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey 07458, 2003.
20. Daniel J. Inman, Vibration with Control, John Willey & Sons, Ltd, 2006.
21. Christopolous, C. dan Filiatrault, A., Principles of Passive Supplemental Damping and
Seismic Isolation, IUSS Press, Pavia – Italy, 2006.
22. Roy R. Craig Jr, Andrew J. Kurdila, Fundamentals of Structural Dynamics, John
Willey & Sons Inc., 2006.
23. Setio, H.D., Smart Structure under Dynamic Loading, Proceeding The Eleventh East
Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction (EASEC – 11),
Taiwan, 2008.
24. Jacques Betbeder, Matibet, Seismic Engineering, John Willey & Sons, Ltd., 2008.
25. Franklin Y. Cheng et al, Smart Structures: Innovative Systems for Seismic Response
Control, CRC Press, 2008.
26. Setio, H.D., Base Isolation of Structures Using Histeretic Non-Linear Passive
Damper, International Conference on Sustainable Infrastructure and Built
Environment in Developing Countries, November, 2-3, 2009, Bandung, West Java,
Indonesia, ISBN 978-979-98278-2-1, 2009.

Dinamika Struktur Lanjut Herlien D. Setio 194

Anda mungkin juga menyukai