2. Panjang standar
Panjang standar atau bentang jembatan ialah 60 m (dari center - center
elastomerik), dengan interval bentang 10m. Sedangkan panjang bottom chord = 5
m dan diberi vertical bracing setiap 5m yaitu jarak antar titik buhul. Sehingga
panjang dari ujung-ujung bentang ialah 60±0,8 m.
3. Pembebanan:
Adapun kriteria perencanaan mengikuti referensi peraturan yang dikeluarkan
oleh Direktoral Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yaitu antara lain
peraturan SNI 1725-2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan dan SNI 2833-
2008 tentang Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan yang
meliputi penentuan koefisien dasar gempa C =0,23 dan faktor daktilitas R=2.5 dan
tanah S=1.5 serta Z = 6 pada wilayah gempa 1 dengan nilai PGA sebesar 0.368 g
dengan periode ulang 500 tahun. Sedangkan untuk perencanaan jembatan
terhadap fatik mengikuti kurva fatik S-N untuk umur lelah berdasarkan LHR yang
dikeluarkan oleh AASHTO. Demikian juga untuk pembebanan yang lain telah
dijelaskan secara panjang lebar pada bagian sebelumnya.
3.1.4 Sandaran
Pipa sandaran berupa pipa baja yang digalvanisasi yang berdiameter 2.5 inch
(diameter luar 76,3mm) dari material standar mutu A120 /medium /JIS 3452 atau
ekivalen yaitu dengan tegangan leleh Fy minimum 235 MPa. Sandaran ini dikaitkan
pada batang-batang diagonal dengan tinggi 400 dan 600mm di atas kerb dengan
menggunakan klem yang dibuat pada sayap batang diagonal. Baut-baut yang
digunakan berdiameter 16mm grade 4.6 sesuai dengan standar ASTM A307 atau
ekivalen.
3.1.5 Sambungan
Semua sambungan baut direncanakan berdasarkan kekuatan sambungan
geser kritis (slip critical) yang diperiksa dengan kekuatan sambungan secara tumpu
(bearing type). Untuk baut, mur dan washer menggunakan mutu HSFG (high
strength friction grip) H8.8/F10.T atau setara. Semua baut wajib dikencangkan
dengan metode TC (tensioned control) untuk menjamin nilai pretension yang tetap.
Untuk sambungan pelat-balok dilengkapi dengan penghubung geser atau
shear connector tipe otomatis (stud welds) antara concrete slab dan cross girder.
Penyambungan bagian-bagian baja dilakukan dengan menggunakan baut
galvanized mutu tinggi sesuai standar ASTM A325M-93 grade 8.8 atau ekivalen
dengan variasi diameter 16mm dan 24 mm. Baut direncanakan berdasarkan
perhitungan dengan kekuatan sambungan kuat geser (friction) dengan faktor
gesekan sebesar 0.3. Sambungan ujung lantai (expansion joint) terdiri dari
protection angle dengan karet pengisi (rubber sealant).
3.1.6 Komponen lain-lain dan cadangan
1. Baut, mur dan ring disediakan cadangan sebesar 5 % dari jumlah total
2. Bantalan disediakan dengan cadangan 10% komponen untuk setiap tipe
jembatan
3. Disediakan zinc-rich paint untuk perbaikan permukaan yang cacat sejumlah 0.1
liter dan thinner sebanyak 0.05 liter untuk setiap ton komponen jembatan.
4. Untuk elastomeric bearing atau rubber pad yang utama (vertical) menggunakan
spesifikasi Hardness (Shore “A”) = IRHD 60 ±5, sedangkan elastomeric lateral dan
longitudinal menggunakan Hardness (Shore “A”) = IRHD 60 ± 5. Semua
elastomeric bearing harus dipasang setelah lantai beton selesai dicor dan telah
mencapai kekuatan karakteristik minimum.
5. Surface Treatment: Semua komponen jembatan dan baut-baut dilapisi dengan
metode hot deep galvanized sesuai ASTM A123/A123M-00 dan ASTM
A153/A153M-98.
6. Deck Protection Angle: Sambungan ujung lantai berupa protecion angle yang
dicor ke ujung lantai beton pada kedua ujung lantai dan pada abutment atau
kepala pier (4 buah per jembatan).
Setiap bentang jembatan dilengkapi 1 set toolkit yang dikemas dalam kotak
kuat yang terdiri dari:
Item Kuantitas
Torque Wrench 2
Double ring wrench 4
Combination Wrench 8
Hammer 2
Drifts 7
Double ended tubular wrench 4
Socket 10
Pipe wrench 2
Measuring tape 1
Wire brush 2
Toolbox 1
Shear connector stud welder 1
Hydraulics jack:
- Capacity 150 ton (min)
Per 2 bentang ada 1
- Stroke 150 mm (min)
Jembatan rangka baja bentang 60 m lebar efektif 7,0 m tinggi bebas 5,30 m
ini menggunakan profil baja sebagai berikut:
6. Surface Treatment
Semua komponen jembatan dan baut-baut dilapisi dengan metode hot deep
galvanized sesuai ASTM A123/A123M-00 dan ASTM A153/A153M-98.
3.2.1 Pembebanan
A. Beban Tetap
- Berat sendiri : dihitung otomatis oleh STAAD.Pro v8i 2007
Ditambah 20 % yang meliputi gusset plate, baut, nut, ring, embedded plate,
steel sheet deck, shear connector
- Berat Lantai Beton Bertulang : dihitung otomatis oleh STAAD.Pro v8i 2007
- Berat Trotoar : 510 kg/m2
Untuk jembatan bentang 60m, maka beban mati tambahan (super imposed
dead load) dari aspal ialah sebesar (0.05) .2240 kg/m2.
Gambar 3.2 Beban BTR dan beban BGT jembatan rangka Warren
b. Beban rem
beban rem untuk jembatan bentang 60m adalah
i) 0.25 . 225 = 56.25 kN
ii) 0.05 . (500+(6.885).60.(7))= 169.6 kN
Sehingga diambil yang terbesar 169.6 kN
MTR = 169.6 kN . 1.8 =305.3 kNm = 30530 kgm
b. Beban Gempa
Untuk beban gempa horisontal seperti berikut,
Apabila nilai K diasumsikan 2.105 kN/m atau 20000 ton/m, dan berat sendiri
jembatan W= 540.79 t
maka nilai T diperkirakan sebesar
( )√ = 0.33
( )
Diambil nilai A=0.368 untuk wilayah 1, nilai R=2.5 , nilai S=1.5 untuk tanah lembek,
untuk nilai T=0.33, maka nilai Z yang sesuai adalah 6, sehingga nilai Cplastis = A.R.S/Z =
0.35.(2.5).1.5/6 = 0.23 dan sesuai dengan grafik pada Gambar 2.9 (b).
Sehingga dapat dihitung nilai beban gempa EQ sebagai berikut:
= 0.23/2.5.(540.79) = 49.76 ton dan dibagi 48 titik nodal menjadi 1036.67 ton/titik nodal
Gambar 3.4 Render geometri koordinat struktur 3D pada jembatan rangka Warren
3.2.4 Beban mati otomatis dan beban hidup “D” (BTR dan BGT)
Beban lalu lintas yang digunakan yaitu berupa beban terbagi rata (T TD 1),
beban garis (TTD 2. Skema pembebanannya yaitu selebar jembatan menerima
gaya sebesar 6,75 kPa.
Adapun Gambar 3.5 menunjukkan pemodelan struktur jembatan, dan
penomoran titik nodal serta penomoran elemen batang, sedangkan Gambar 3.6
menunjukkan beban mati yang dihitung secara otomatis oleh program STAAD.Pro
v8i 2007 dan pembebanan hidup beban D yaitu beban q dan beban P ditunjukkan
oleh Gambar 3.7.
Gambar 3.6. Beban mati (MS) dihitung secara otomatis oleh STAAD.Pro v8i 2007
Gambar 3.7. Beban hidup (TD) BTR, TTD 1 = 688.5 kg/m2 dan BGT,TTD 2 = 4900 kg/m
Sedangkan Gambar 3.8 sampai dengan Gambar 3.10 berturut-turut
menunjukkan beban mati tambahan (MA) untuk trotoir dan aspal, beban rem (TB)
dan beban pejalan kaki (TP).
Gambar 3.8. Beban mati tambahan (MA) untuk trotoir sebesar 300 kg/m 2 dan
perkerasan aspal sebesar 112 kg/m2
Gambar 3.9. Beban rem (TB) dinyatakan dalam bentuk momen sebesar 30530 kg.m
dan gaya tekan yang bekerja di lantai sebesar 94.22 kg/titik nodal
Gambar 3.10. Beban pejalan kaki (TP) dibebankan pada trotoir sebesar 510 kg/m 2
Sedangkan Gambar 3.11 sampai dengan Gambar 3.13 berturut-turut
menunjukkan beban gesekan elastomer (TP), beban temperatur seragam (EUn)
dan beban gesekan pada elastomer (BF).
Gambar 3.11. Beban gesekan pada perletakan elastomer (BF) dibebankan salah satu
ujung tumpuan sebesar 2.150 ton yang setara dengan reaksi horisontal.
Gambar 3.12. Beban temperatur seragam (EUN) sejumlah 6 buah . 30 kg yang setara
dengan deformasi arah X sebesar 0.0252 m akibat perubahan suhu.
Gambar 3.13. Beban temperatur gradien (TG) sejumlah 22 buah . 10 kg yang setara
dengan deformasi arah Y sebesar 0.000468 m akibat perubahan suhu.
Sedangkan Gambar 3.14 dan Gambar 3.15 berturut-turut menunjukkan
beban angin pada kendaraan (EWL) serta beban angin pada struktur (EWS) dan
beban angin vertikal (EWV) yang bekerja untuk kombinasi KUAT-3 dan LAYAN-4.
Gambar 3.14. Beban angin pada kendaraan (EWL) sebesar 87.6 kN/m menjadi beban
terpusat PEW pada lantai kendaraan sebesar 5005.72 kg yang dibagi 120
titik nodal menjadi 41.72 kg/titik nodal.
Gambar 3.15. a) Beban angin pada struktur (EWS) sebesar 7346.1 kg/titik nodal (tekan)
dan 3673 kg/titik nodal (hisap) b) beban angin vertikal arah ke atas (EWV)
sebesar 9.6.10-4 MPa . 9m = 864 kg/m
Sedangkan Gambar 3.16 menunjukkan beban gempa pada struktur (EQ)
yang terbagi menjadi 48 titik nodal.
Gambar 3.16. Beban gempa horisontal (EQ) sebesar 1036.67 kg/titik nodal
Biru = 25 kN
Hijau = 112.5 kN
Beban roda tengah pas pada tumpuan, berikutnya disusul dengan kendaraan di
depannya dengan gandar belakang berjarak 6 m dari gandar depan kendaraan di
belakangnya, begitu seterusnya sampai dengan jembatan padat dengan kendaraan.
Biru = 25 kN
Hijau = 112.5 kN
Beban roda tengah yang berjarak 3 m dari tumpuan dan disusul kendaraan di
depannya dengan gandar belakang berjarak 6 m dari gandar depan kendaraan di
belakangnya, begitu seterusnya sampai dengan jembatan padat dengan kendaraan.
Biru = 25 kN
Hijau = 112.5 kN
Beban roda gandar tengah berada 1 m dari tumpuan dan disusul oleh
kendaraan berikutnya dengan jarak masing-masing kendaraan 6 m dan begitu
seterusnya sampai dengan jembatan padat dengan kendaraan.
Biru = 25 kN
Hijau = 112.5 kN
Gambar 3.21 Peta percepatan puncak di batuan dasar (PGA) untuk probabilitas
terlampaui 7% dalam 75 tahun (gempa 1000 tahun)
Sumber: RSNI 2833-2013
Gambar 3.22 Peta respons spektra percepatan 0.2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk
probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun (gempa 1000 tahun)
Sumber: RSNI 2833-2013
Karena struktur bangunan atas tidak terlalu rentan terhadap gempa yang
disebabkan oleh tumpuan rol serta adanya elastomer, stopper, dan berbagai
perangkat peredam gempa, maka riwayat waktu yang dipakai tidak terlalu besar
yaitu gempa tahun 1952, Hollywood Storage P.E. pada derajat 0o.
Berikut hasil mode 1 dari gempa tersebut digambarkan pada Gambar 3.26
dengan periode alami mode-1 sebesar 16.75 detik.
Sedangkan rentang tegangan pada GMT dan GMU ada pada Gambar 3.34
dan Gambar 3.35.
Gambar 3.34. Rentang tegangan (stress range) GMT antara beban fatik
ditambah beban mati (MS & MA) dengan beban MS & MA saja
Gambar 3.35. Rentang tegangan (stress range) GMT antara beban fatik
ditambah beban mati (MS & MA) dengan beban MS & MA saja
Gambar 3.36. Rentang tegangan (stress range) GMU antara beban fatik
ditambah beban mati (MS & MA) dengan beban MS & MA saja
Gambar 3.38. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P1 =5.98
Gambar 3.39. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P2 =6.65
Gambar 3.40. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P3 =7.52
Gambar 3.41. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P4 =8.48
Gambar 3.42. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P5 =8.96
Gambar 3.43. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P6 =9.75
Gambar 3.44. Faktor beban tekuk kritis pada mode buckling P7 =10.14
Faktor beban tekuk BLF (buckling load factor) atau lambda c adalah sebuah
indikator keamanan terhadap bahaya tekuk atau merupakan sebuah rasio antara
beban tekuk kritis terhadap beban yang sedang diberikan. Apabila lambda c > 1,
maka suatu sistem pada rasio tersebut dikatakan aman.
(3-1)
Tabel 3.9 mengenai interpretasi nilai faktor tekuk kritis BLF (Buckling Load
Factor) atau lambda c memberi ilustrasi apa yang terjadi terkait nilai BLF atau
c. Karena tekuk seringkali memberikan hasil yang buruk atau bahkan kehancuran
yang fatal, maka seharusnya digunakan faktor keamanan FS (factor of safety) untuk
beban tekuk. Sehingga nilai BLF atau c akan menjadi faktor keamanan, misalnya c
= 5.98, artinya rasio Pcr/Pu adalah 5.98, artinya FS sekitar 5.98.
Tabel 3.9 Interpretasi dari faktor beban tekuk kritis BLF atau c
Nilai Status Tekuk Catatan
Beban Pu kurang dari
c > 1 Tekuk diprediksi tidak terjadi
estimasi beban kritis Pcr
Beban Pu persis sama dengan beban
c = 1 Diprediksi terjadi tekuk
kritis Pcr, tekuk mulai terjadi
Beban Pu melampaui beban kritis Pcr,
c < 1 Diprediksi terjadi tekuk
tekuk akan terjadi
Tekuk diprediksi ada
-1 < c < 0 Tekuk diprediksi mungkin terjadi
apabila arah beban dibalik
Tekuk diprediksi mulai ada,
c = - 1 Tekuk diprediksi mungkin terjadi
apabila arah beban dibalik
Beban Pu kurang dari estimasi beban
c < - 1 Tekuk diprediksi tidak terjadi
kritis Pcr meskipun arah beban dibalik
Gambar 3.45 Kontur deformasi lendutan pada kombinasi KUAT-1 = 0.214m dikurangi
camber sebesar 0.011 m < lendutan ijin = L/600 = 0.1 m, OK !
Gambar 3.46 Besarnya gaya aksial Fx terbesar pada batang tekan no. 1077 (BSA-3
sampai BSA-8) sebesar 1240.64 ton pada kombinasi KUAT-1
Dalam Gambar 3.46 sampai dengan Gambar 3.50, gaya dalam terlihat
dominan pada kombinasi KUAT-1 baik tekan Fx, geser Fy dan Fz serta momen
lentur sumbu lemah My.
Gambar 3.47 Besarnya gaya geser/lintang Fy terbesar pada batang lentur no. 930
(GMT-1 sampai GMT-11) sebesar 80.87 ton pada kombinasi KUAT-1
Gambar 3.48 Besarnya gaya geser/lintang Fz terbesar pada batang lentur no. 107
(GMU-1 sampai GMU-2) sebesar 289.23 ton pada kombinasi KUAT-3
Gambar 3.49 Besarnya momen lentur sumbu lemah My terbesar pada batang lentur
no. 119 (semua GMU dan semua GMT) sebesar 1740.39 kNm pada
kombinasi KUAT-1
Gambar 3.50 Besarnya momen lentur sumbu kuat Mz terbesar pada batang lentur no.
176 (semua GMU dan semua GMT) sebesar 2236.67 kNm pada kombinasi
KUAT-1
Gambar 3.51 Besarnya tegangan total pada batang lentur no. 1050) sebesar 429.26
MPa pada kombinasi KUAT-1
Adapun hasil perhitungan batang tekan, batang tarik, batang lentur dan pelat
dituangkan dalam bagian selanjutnya.
Dalam Gambar 3.46 sampai dengan Gambar 3.51, gaya dalam aksial tekan
dan tarik Fx pada beberapa kombinasi pembebanan. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan kapasitas tekan nominal Pn yang telah diperkecil dengan
faktor reduksi , yang Pu tersebut harus lebih kecil dari . Pn sebagaimana konsep
LRFD pada umumnya.
Kontrol batang BSB 1-12 dan BSD 4, 9 profil WF 400.400.13.21 terhadap tarik
Kontrol batang vertikal BSV 1-11 dan BSD 6-7 profil WF 400.200.8.13 terhadap tarik
Gambar 3.60 Elemen pelat lantai jembatan yang menahan momen lentur melintang My
Jadi pelat lantai menggunakan D13 – 100 atau wire mesh M12-150 untuk tulangan
melintang.
Kontrol pelat lantai jembatan terhadap terhadap lentur Mx
Gambar 3.61 Elemen pelat lantai jembatan yang menahan momen lentur melintang Mx
Jadi pelat lantai menggunakan D13 – 100 atau wire mesh M12-150 untuk tulangan
memanjang.
Kontrol pelat lantai jembatan terhadap terhadap tarik arah memanjang
Gambar 3.62 Elemen pelat lantai jembatan menahan tegangan tarik memanjang Sx
Jadi selain menggunakan D13 – 100 atau wire mesh M12-150 untuk penulangan
memanjang dan melintang, pelat lantai juga memerlukan tambahan penulangan tarik
D16 - 200 untuk tulangan memanjang jembatan.
Tabel 3.19 Sifat-sifat karet untuk elastomer
Perencanaan Elastomer
Gambar 3.47 Hasil desain elastomeric bearing pad berdimensi 50.60.7,2 cm
Untuk elastomeric pada bagian longitudinal seismic buffer dan lateral stopper
menggunakan dimensi seperti yang tampak pada Gambar 3.48.