Batik Tamanan
Batik Tamanan
Batik Tamanan
Keraton Yogyakarta
Seni batik tulis mencapai titik puncak yang tiada taranya di dalam lingkungan
keraton. Lingkungan keraton mempunyai cita rasa keindahan yang tinggi
untuk menggambar pola – pola yang rumit dan indah serta penuh mistik.
Putri-putri keraton umumnya hanya melaksanakan tahapan pertama yaitu
‘menulis’ pola pada kain yaitu ngengrengan, yang kemudian diselesaikna
diluar keraton mengingat pola-pola batik tertentu hanya dapat dipergunakan
oleh golongan keraton. Di keraton Yogyakarta batik mempunyai hubungan
erat dengan adat istiadat dan upacara-upacara keagamaan.
Motif kawung mempunyai falsafah hidup dan mimiliki nilai filosofi yang
sangat tinggi, motif kawung selalu dipakai dan disukai oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono VII, dari masih remaja sebagai abdi dalam sampai naik
tahta, bahakan dipakai untuk bertapa di Pandan Simo Parangtitis, Bantukl,
Yogyakarta. Untuk mengingat sejarah motif kawung dipakai saat bertapa Sri
Sultan Hamengku Buwono VII di desa Pandan Simon, timbul pemikiran
ornamen motif kawung ditambah gambar sumo (harimau) diletakkan
ditengah – tengah motif kawung tersebut.
Ketika ada upacara di keraton semua raja – raja yang bertahta di Yogyakarta
mulai dari Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai dengan Sri Sultan
Hamengku Buwono X duduk di dapur kencono dengan menggunakan kampuk
( kain dengan panjang 5m ) bermotif Parang Barong. Adapun makna filosofi
dari motif parang barong yaitu menunjukan kekuasaan yang diperkuat
dengan bentuk motif yang menyerupai Pedang. Cara membatik motif parang
barong ini tidak boleh salah, dipercaya apabila terjadi kesalahan dalam
membuat batik akan mengakibtkan hilangnya kekuatan gaib. Sedangakan
Barong itu sendiri memiliki arti sesuatu yang besar dan tangguh. Batik dengan
motif parang barong yang digunakan para raja keraton memiliki panjang /
besar dari 15 - 20 cm.
Batik Tamanan Keraton
Yogyakarta
Dalam rangka melestarikan batik yang ada di keraton Yogyakarta maka dari
fihal kerabat Keraton Yogyakarta antara lain ibu Ray Hambarjan, Ibu BRAy
Murdaningrat, Ibu RAy Tejokadiningrat, ibu RAy Tistomo, Ibu RAy Tri Martini
P.S, dan Ibu GBRAy Murdokusumo, sepakat untuk mengadakan pembatikan
kain batik yang bermotif pakem asli dari keraton Yogyakarta. Motif yang
sudah ada nama dan dipatenkan dengan di daftarkan ke DIPENDAH DIY asal
dari keraton Yogyakarta. Setelah itu kami menghadap Gusti Kanjeng Ratu
Hemas untuk meminta paklok atau pertimbangan bahwa kami mempuyai
gagasan untuk melestarikan batik-batik yang pernah dibuat oleh eyang-eyang
kami di keraton Yogyakarta.
Gagasan ini disetujui oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyetujui dan kami
diberi tempat untuk pembatikan itu di Tamanan Keraton Yogyakarta yang
mana tempatnya strategis, berlatar belakang dari nama Batik Tamanan
Keraton Yogyakarta.