Anda di halaman 1dari 10

Laporan Tugas Biomodeling

Auto Correlation dan Cross Correlation

Disusun oleh :
Muhammad Yogie Nugroho
07311540000022

Dosen Pengajar :
Dr. Achmad Arifin, ST., MEng
Fauzan Arrofiqi, S.T, M.T.
Nada Fitrieyatul Hikmah, S.T., M.T.

Departemen Teknik Biomedik


Fakultas Teknologi Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2018
1.Dasar Teori

Korelasi adalah suatu metode untuk mencari derajat kesamaan dari dua buah sinyal. Terdapat dua jenis
korelasi yaitu auto correlation dan cross correlation. Auto correlation adalah jenis korelasi untuk mencari
kesamaan suatu sinyal dengan proyeksi dirinya, sedangkan cross correlation adalah jenis korelasi untuk
mencari kesamaan suatu sinyal dengan sinyal lain. Rumus yang digunakan untuk mengevaluasi cross
correlation adalah sebagai berikut,

𝑟𝑥𝑦 (𝑙 ) = ∑ 𝑥 (𝑛)𝑦(𝑛 − 1)
𝑛=−∞

dengan l merepresentasikan timelag dan n adalah sampel. Sedangkan untuk auto korelasi rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut,

𝑟𝑥𝑥 (𝑙 ) = ∑ 𝑥 (𝑛)𝑥(𝑛 − 1)
𝑛=−∞

Sehingga dari sini untuk l=0 maka terjadi yang namanya perfect correlation, hasil yang diperoleh pada saat
l=0 ini adalah hasil maksimum dibandingkan dengan l lain yang hasilnya cenderung menerun seiring
dengan bertambahnya l. Properties lain pada auto correlation adalah besarnya energi dari suatu sinyal
x(n) merupakan nilai hasil auto correlation pada l=0
∞ ∞

𝑟𝑥𝑥 (0) = ∑ 𝑥 (𝑛)𝑥 (𝑛) = ∑ |𝑥(𝑛)|2 = 𝐸𝑥


𝑛=−∞ 𝑛=−∞

Penggunaan praktis auto correlation

Auto correlation dapat digunakan untuk mendeteksi periodisitas (power signal) dari suatu sinyal dalam
sinyal yang terdapat noise. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut,

Apabila w(n) adalah sinyal whitenoise maka rww akan memiliki nilai pada timelag atau l 0 saja sementara
untuk timelag lain nilainya terdistribusi pada mean 0 dengan deviasi tertentu. kemudian untuk rxw dan rwx
nilai hampir 0 karena otomatis tidak memiliki kesamaan. Sehingga nilai dari r xy(l) adalah rxx yang
memunculkan puncak untuk setiap periode.
2. Rumusan Masalah

1. Bangkitkan sinyal x[n] dengan frekuensi f0 dan disampling dengan fs sebesar 10*f0 . Tentukan dan
amati auto correlation-nya!
2. Bangkitkan sinyal x[n] dan y[n] = x[n-k] dengan frekuensi f0 dan disampling dengan fs sebesar
10*f0 . k = nilainya bervariasi. Tentukan dan amati Cross correlation-nya !
3. Bangkitkan sinyal x[n] dengan frekuensi f1 dan y[n] dengan frekuensi f2 dimana f2 > f1 dan
disampling dengan f s sebesar 10*f2 . Tentukan dan amati Cross correlationnya !
4. Dengan menggunakan x[n] pada soal nomor satu, tambahkan white noise (random gaussian)
dengan mean = 0 dan standart deviasi = 0.5. Tentukan dan amati auto correlation-nya !
5. Dengan menggunakan x[n] dan y[n] pada soal nomomor dua, tambahkan white noise (random
gaussian) dengan mean = 0 dan standart deviasi = 0.5. Tentukan dan amati Cross correlation-nya!
3. Analisa dan Pembahasan

Dalam laporan ini algoritma auto correlation dan cross correlation diaplikasikan pada bahasa
pemrograman pascal dengan IDE Delphi.

Percobaan pertama

Pada percobaan pertama, dibangkitkan suatu sinyal x(n) dengan frekuensi f0 dan disampling dengan
frekuensi sebesar 10*f0. Hasil dari percobaan pertama ini untuk amplitudo dan frekuensi sinyal yang
berbeda-beda ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 1. Percobaan pertama f = 3 dan amplitudo sinyal = 2

Gambar 2. Percobaan pertama f = 6 dan amplitudo sinyal = 2

Gambar 3. Percobaan pertama f = 9 dan amplitude sinyal = 2

Gambar 4. Percobaan pertama f = 3 dan amplitudo sinyal = 4


Dari gambar 1, 2, dan 3 hasil autokorelasi sinyal berosilasi dari lag 0 hingga mendekati tak hingga dan
untuk frekuensi x(n) yang berbeda terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi sinyal maka frekuensi dari
autokorelasi sinyal tersebut semakin tinggi kemudian diikuti dengan peredaman amplitudo apabila lag (l)
hasil korelasi tersebut mendekati tak hingga. Selanjutnya untuk sinyal dengan frekuensi yang sama namun
dengan amplitudo yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 dan 4, terlihat bahwa semakin
besar amplitudo sinyal maka energi sinyal yaitu pada saat rxx(0) akan semakin besar.

Percobaan kedua

Pada percobaan kedua, sinyal x(n) dan y(n) = x(n-k) dibangkitkan dengan frekuensi f0 dan disampling
dengan frekuensi sebesar f0*10, dimana k adalah konstanta delay. Untuk percobaan kedua ini, hasil yang
didapatkan ditunjukkan olehh gambar berikut.

Gambar 5. Percobaan kedua f0 = 3 , amplitudo sinyal = 1, delay = 0

Gambar 6. Percobaan kedua f0 = 3 , amplitudo sinyal = 1, delay = 10


Gambar 7. Percobaan kedua f0 = 3 , amplitudo sinyal = 1, delay = 20

Dari percobaan kedua ini, untuk gambar 5, 6, 7 dengan delay sinyal yang berbeda didapatkan hasil bahwa
semakin besar delay sinyal maka hasil crosskorelasinya akan semakin menurun diikuti dengan penurunan
energi asli sinyal. Pada gambar 5, hasil dari autokorelasi menunjukkan bahwa energi sinyal x(n) sebesar
70, sementara untuk gambar 6 dan 7 energi sinyal menurun menjadi 70 dan 65. Penurunan tersebut
dikarenakan sinyal yang diberi delay semakin tidak mirip dengan sinyal asli sebelum diberi delay.

Percobaan ketiga

Pada percobaan ketiga, dibangkitkan suatu sinyal x[n] dengan frekuensi f1 dan y[n] dengan frekuensi f2
dimana f2 > f1 dan disampling dengan fs sebesar 10*f2. Berikut adalah hasil dari percobaann ketiga

Gambar 8. Percobaan ketiga, f1=3, a1=a2=1, dan f2=6


Gambar 9. Percobaan ketiga, f1=3, a1=a2=1, dan f2=9

Gambar 10. Percobaan ketiga, f1=3, a1=a2=1, dan f2=12

Gambar 11 . Percobaan ketiga, f1=3, a1=a2=1, dan f2=15


Dari percobaan ketiga ini, untuk sinyal y(n) dengan frekuensi yang lebih besar dari frekuensi x(n) pada
gambar 8,9,10 dan 11, maka hasil crosskorelasinya menyerupai suatu sinyal yang memiliki periode
tertentu. Selain itu dari gambar terlihat juga bahwa semakin besar frekuensi sinyal y(n) maka simpangan
terjauh dari hasil crosskorelasinya semakin menurun.

Percobaan keempat

Pada percobaan keempat, dengan menggunakan x[n] pada percobaan pertama, ditambahkan white noise
(random gaussian) dengan mean = 0 dan standart deviasi = 0.5. Gambar 12 dan 13 adalah hasil yang
diperoleh dari percobaan keempat. Apabila dibandingkan dengan percobaan pertama untuk besar
amplitudo dan frekuensi yang sama maka terdapat penurunan energi yaitu pada saat rxx(0). Selanjutnya
untuk gambar 13 dengan ampiltudo sinyal yang lebih kecil didapatkan bahwa sinyal hasil penambahan
dengan fungsi random Gaussian mulai tidak menyerupai sinyal sinus murni dan hasil auto korelasinya
semakin menurun untuk nilai lag lebih dari 0 tetapi sangat besar pada saat lag bernilai 0. Hal ini sesuai
dengan penurunan rumus berikut.
𝑀−1
1
𝑟𝑥𝑦 (𝑙) = ∑ 𝑥(𝑛)𝑦(𝑛 − 1)
𝑀
𝑛

𝑀−1
1
𝑟𝑥𝑦 (𝑙) = ∑ (𝑥(𝑛) + 𝑤(𝑛))(𝑦(𝑛 − 1) + 𝑤(𝑛 − 1))
𝑀
𝑛

𝑀−1
1
𝑟𝑥𝑦 (𝑙) = ∑ (𝑥(𝑛) + 𝑤(𝑛))(𝑦(𝑛 − 1) + 𝑤(𝑛 − 1))
𝑀
𝑛

𝑀−1
1
𝑟𝑥𝑦 (𝑙) = ∑ 𝑥(𝑛)𝑦(𝑛 − 1) + 𝑥(𝑛)𝑤(𝑛 − 1) + 𝑤(𝑛)𝑦(𝑛 − 1) + 𝑤(𝑛)𝑤(𝑛 − 1)
𝑀
𝑛

𝑟𝑥𝑦 (𝑙) = 𝑟𝑥𝑦 + 𝑟𝑥𝑤 + 𝑟𝑤𝑦 + 𝑟𝑤𝑤

Gambar 12 . Percobaan keempat, f0=3, amplitudo sinyal =2, dan standar deviasi random Gaussian = 0.5

Gambar 13 . Percobaan keempat, f0=3, amplitudo sinyal =1, dan standar deviasi random Gaussian = 0.5
Dalam penurunan rumus tersebut, nilai dari crosskorelasi sinyal dengan noise baik r xw maupun rwx
mendekati 0 karena tidak ada kemiripan, sementara hasil autokorelasi rww hanya bernilai pada lag 0
sehingga apabila nilai standar deviasi dari random Gaussian diperbesar maka nilai cross korelasi r xy selain
pada lag 0 semakin mendekati 0

Percobaan kelima

Pada percobaa kelima, dengan menggunakan x[n] dan y[n] pada percobaan kedua, ditambahkan suatu
sinyal white noise (random gaussian) dengan mean = 0 dan standart deviasi = 0.5. Hasil dari percobaan
kelima ini ditunjukkan oleh gambar 14 dan 15. Dari gambar 14 dan 15 didapatkan bahwa semakin besar
nilai delay maka nilai hasil crosskorelasi rxy semakin kecil, dimana hasil ini sama seperti yang didapatkan
pada percobaan kedua.

Gambar 14 . Percobaan keempat, f0=3, amplitudo sinyal =1, dan standar deviasi random Gaussian = 0.5,
delay =10

Gambar 15 . Percobaan keempat, f0=3, amplitudo sinyal =1, dan standar deviasi random Gaussian = 0.5,
delay =20
4. Kesimpulan

a. Energi maksimum dari suatu sinyal dapat didapatkan dengan mengevaluasi nilai auto korelasi
sinyal tersebut pada timelag atau l=0
b. Dari hasil percobaan, grafik auto korelasi dari sinyal sinus berosialasi dengan nilai maksimum
pada l=0 dan semakin bertambah l maka terjadi atenuasi pada grafik.
c. Dari percobaan pertama, semakin besar nilai amplitudo sinyal maka energi sinyal semakin besar
dan semakin tinggi frekuensi maka hasil autokorelasi juga memiliki frekuensi osilasi yang semakin
tinggi
d. Dari percobaan kedua, semakin besar delay maka hasil crosskorelasi antara sinyal asli dan sinyal
yang diberi delay akan semakin kecil.
e. Dari percobaan ketiga, hasil crosskorelasi antara sinyal yang satu dengan sinyal lain yang memiliki
frekuensi yang lebih tinggi dari sinyal lainnya memiliki bentuk yang menyerupai suatu sinyal
dengan periode tertentu.

Anda mungkin juga menyukai