Anda di halaman 1dari 96

361.

11
Ind
p

pedoman penyusunan
dokumen akreditasi
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN


DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR
TAHUN 2014
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

362.11
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Bina Upaya Kesehatan
Pedoman penyusunan dokumen akreditasi fasilitas
kesehatan tingkat pertama.--- Jakarta Kementerian
Kesehatan RI. 2014

ISBN 978-602-235-730-8

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES


II. HEALTH FACILITY PLANNING
III. ACCREDITATION
Pedoman Penyusunan
Dokumen Akreditasi
FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN


DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR

TAHUN 2014
a
b
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan Pedoman
Penyusunan Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP). Buku ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk
memberikan acuan dan kemudahan dalam pelaksanaan persiapan
akreditasi baik oleh pendamping maupun pelaksana akreditasi FKTP.
Akreditasi mempersyaratkan adanya pembuktian pelaksanaan
seluruh kegiatan pelayanan melalui dokumentasi dan penelusuran,
karena pada prinsip akreditasi, seluruh kegiatan harus tertulis dan apa
yang tertulis harus dikerjakan dengan sesuai. Buku ini berisi contoh-
contoh dokumen yang dapat digunakan dalam menyusun dokumen
akreditasi.
Pada kesempatan ini perkenanan saya menyampaikan ucapan
terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam
proses penyusunan Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi FKTP.
Semoga dengan digunakannya buku ini dapat mempermudah pembaca
dalam menyiapkan dokumen akreditasi FKTP.

Jakarta, Desember 2014


Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar

drg. Kartini Rustandi, M. Kes

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................. iii

BAB I. Pendahuluan ............................................................. 1

BAB II. Dokumentasi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama ..................................................................... 3

BAB III. Penyusunan Dokumen Akreditasi ............................. 6


A. Kebijakan ............................................................ 6
B. Manual Mutu ..................................................... 8
C. Rencana Lima Tahunan Puskesmas ................ 12
D. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) Tahunan 15
E. Pedoman/Panduan ............................................. 18
F. Penyusunan Kerangka Acuan Program/Kegiatan 21
G. Standar Prosedur Operasional .......................... 25
H. Pengendalian Dokumen dan Rekam Implementasi 41
I. Penataan Dokumen ........................................... 43

BAB IV. Penutup .................................................................... 44

LAMPIRAN

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama merupakan upaya


peningkatan mutu dan kinerja pelayanan yang dilakukan melalui
membangun sistem manajemen mutu, penyelenggaraan upaya
kesehatan masyarakat, dan sistem pelayanan klinis untuk memenuhi
standar akreditasi yang ditetapkan dan peraturan perundangan serta
pedoman yang berlaku.
Untuk membangun dan membakukan sistem manajemen mutu, sistem
pelayanan, perlu disusun pengaturan-pengaturan (regulasi) internal
yang menjadi dasar dalam pelaksanaan upaya kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, baik upaya kesehatan masyarakat
maupun upaya kesehatan perorangan. Regulasi internal tersebut
berupa kebijakan, pedoman, standar prosedur operasional (SPO)
dan dokumen lain disusun berdasarkan peraturan perundangan dan
pedoman-pedoman eksternal yang berlaku. Untuk memudahkan dalam
mempersiapkan regulasi internal tersbut, maka perlu disusun Pedoman
Penyusunan Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Pedoman ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Tersedianya pedoman bagi kepala Puskesmas/Fasiltas
Kesehatan Tingkat Pertama, penanggung jawab dan pelaksana
Upaya Kesehatan di Puskesmas, dan tim mutu dalam menyusun
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam standar akreditasi,
2. Tersedianya pedoman bagi pendamping akreditasi di dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk melakukan pendamping pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama,
3. Tersedianya pedoman bagi surveyor dalam melakukan penilaian
akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama,
4. Tersedianya pedoman penyusunan dokumen untuk pelatihan
akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Pedoman ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman


penyusunan dokumen bagi kepala Fasilitas Kesehatan Tingkat

1
Pertama, penanggung jawab dan pelaksana upaya kesehatan
masyarakat di Puskesmas, baik upaya kesehatan masyarakat maupun
upaya kesehatan perorangan, pendamping tingkat kabupaten/kota,
dan surveior akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Pedoman ini disusun sebagai bahan bagi FKTP untuk menyusun
kelengkapan pedoman tata naskah terkait dengan dokumen-dokumen
yang dipersyaratkan oleh standar akreditasi. Dalam pedoman tata
naskah perlu dimasukkan bagaimana penyusunan kebijakan, standar
prosedur operasional, dengan tata penomorannya.

2
BAB II
DOKUMENTASI AKREDITASI
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan di FKTP serta sistem


penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat di Puskesmas perlu
dibakukan berdasarkan regulasi internal. Regulasi internal ini disusun
dalam bentuk dokumen akreditasi yang harus dipersiapkan oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama mandiri untuk memenuhi standar
akreditasi.
Penyusunan regulasi internal, perlu didukung regulasi eksternal
yang berupa peraturan perundangan dan pedoman-pedoman
yang diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi,
yang merupakan acuan bagi Puskesmas dalam menyelenggarakan
manajemen Puskesmas, upaya kesehatan masyarakat, dan upaya
kesehatan perorangan. Dokumen-dokumen tersebut sebaiknya
ada di Puskesmas/Klinik, dan merupakan dokumen eksternal yang
dikendalikan, meskipun dokumen eksternal tersebut tidak merupakan
persyaratan dalam penilaian akreditasi.
Dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan di Puskesmas dapat
dibedakan sebagai berikut :

1. Dokumen Di Puskesmas

A. Penyelenggaraan manajemen Puskesmas :


1). Kebijakan Kepala Puskesmas/Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama,
2). Rencana Lima Tahunan Puskesmas
3). Pedoman/manual mutu,
4). Pedoman/panduan tehnis yang terkait dengan
manajemen
5). Standar Prosedur Operasional (SPO)

3
6). Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP): Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan (RPK)
7). Kerangka Acuan Kegiatan

B. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat


Puskesmas :
1). Kebijakan Kepala Puskesmas,
2). Pedoman untuk masing-masing upaya kesehatan
masyarakat,
3). Standar Prosedur Operasional (SPO),
4). Rencana Tahunan untuk masing-masing UKM,
5). Kerangka Acuan Kegiatan pada tiap-tiap UKM,

C. Penyelenggaraan pelayanan klinis/upaya kesehatan


perorangan
1). Kebijakan tentang pelayanan klinis,
2). Standar Prosedur Operasional (SPO) klinis,
3). Pedoman Pelayanan Klinis,
4). Kerangka Acuan terkait dengan Program/Kegiatan
Pelayanan Klinis dan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien

2. Dokumen di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Lainnya

Dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan oleh Fasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama lainnya, seperti klinik pratama dan
praktik dokter/dokter gigi mandiri, antara lain adalah:
a. Rencana strategik/rencana lima tahunan
b. Rencana tahunan
c. Kebijakan Kepala Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
d. Pedoman/panduan mutu
e. Standar Prosedur Operasional (SPO)

4
f. Panduan-panduan teknis
g. Kerangka Acuan Kegiatan

Sebagai bukti pelaksanaan kegiatan dan pelayanan Fasilitas Kesehatan


Tingkat Pertama perlu menyiapkan rekam implementasi (bukti tertulis
kegiatan yang dilaksanakan) dan dokumen-dokumen pendukung lain,
seperti foto copy ijazah, sertifikat pelatihan, sertifikat kalibrasi dan
sebagainya.

5
BAB III
PENYUSUNAN DOKUMEN AKREDITASI

A. Kebijakan

Kebijakan adalah peraturan/keputusan yang ditetapkan oleh kepala


FKTP yang merupakan garis besar yang bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab maupun pelaksana.
Berdasarkan kebijakan tersebut, disusun pedoman/panduan dan
standar prosedur operasional (SPO) yang memberikan kejelasan
langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.
Penyusunan peraturan/surat keputusan tersebut harus
didasarkan pada peraturan perundangan, baik Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah,
Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Menteri atau pedoman-
pedoman teknis yang berlaku seperti yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Peraturan/surat keputusan kepala FKTP dapat dituangkan dalam
pasal-pasal dalam keputusan tersebut atau merupakan lampiran
dari peraturan/keputusan.
Format Peraturan/ surat keputusan disusun sebagai berikut:
1. Pembukaan :
a. Judul : Surat Keputusan Kepala …………….…
b. Nomor : ditulis sesuai sistem penomoran surat
keputusan di FKTP,
c. Jabatan pembuat keputusan ditulis simetris, diletakkan
di tengah margin serta ditulis dengan huruf kapital,
d. Konsideran, meliputi:
1) Menimbang : memuat uraian singkat tentang
pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang
dan alasan pembuatan keputusan. Huruf awal kata

6
menimbang ditulis dengan huruf capital diakhiri
dengan tanda baca titik dua ( : ), dan diletakkan di
bagian kiri, konsideran menimbang diawali dengan
penomoran menggunakan huruf kecil abjad dan
dimulai dengan kata bahwa dengan “b” huruf kecil;
2) Mengingat : memuat dasar kewenangan dan
peraturan perundangan yang memerintahkan
pembuat keputusan tersebut. Peraturan
perundangan yang menjadi dasar hukum adalah
peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih
tinggi. Konsideran ini diletakkan di bagian kiri
tegak lurus dengan kata menimbang. Konsideran
yang berupa peraturan perundangan diurutkan
sesuai dengan hirarki tata perundangan diawali
dengan nomor dengan huruf angka 1, 2, dst.
2. Diktum :
a. Diktum “Memutuskan” ditulis simetris di tengah,
seluruhnya dengan huruf capital, serta diletakkan di
tengah margin;
b. Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata
memutuskan disejajarkan ke bawah dengan kata
menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan
ditulis dengan huruf capital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : );
c. Nama keputusan sesuai dengan judul (kepala),
seluruhnya ditulis dengan huruf capital dan diakhiri
dengan tanda baca titik ( . ).
3. Batang Tubuh :
a. Batang tubuh memuat semua substansi keputusan
yang dirumuskan dalam diktum-diktum, misalnya :
KESATU :
KEDUA :
dst

7
b. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan,
perubahan, pembatalan, pencabutan ketentuan, dan
peraturan lainnya, dan
c. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran
peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir
ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan
peraturan/keputusan.
d. Kaki
Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir
substansi peraturan/keputusan yang memuat
penanda tangan penerapan peraturan/keputusan,
pengundangan peraturan/keputusan yang terdiri atas
tempat dan tanggal penetapan, nama jabatan, tanda
tangan pejabat, dan nama lengkap pejabat yang
menanda tangani.
e. Penandatanganan
Peraturan/Keputusan kepala FKTP ditandatangani oleh
kepala FKTP, dituliskan nama tanpa gelar.
f. Lampiran peraturan/keputusan
1). Halaman pertama harus dicantumkan judul dan
nomor peraturan/keputusan
2). Halaman terakhir harus ditanda tangani oleh
Kepala FKTP.
Catatan: Untuk Peraturan pada Batang Tubuh tidak ditulis dalam
diktum tetapi dalam Bab-bab dan Pasal-pasal.

Contoh :
Lampiran 1 : Contoh Surat Keputusan Tentang Kebijakan
Mutu dan Keselamatan Pasien

B. Manual Mutu

Manual Mutu adalah dokumen yang memberi informasi yang


konsisten ke dalam maupun ke luar tentang sistem manajemen

8
mutu. Manual mutu disusun, ditetapkan, dan dipelihara oleh
organisasi, yang meliputi :
1. Pendahuluan berisi :
a. Latar belakang
b. Ruang Lingkup (proses bisnis)
c. Tujuan
d. Pengendalian dokumen
2. Landasan hukum (peraturan/dokumen yang menjadi acuan)
3. Istilah dan definisi
4. Sistem Manajemen Mutu :
a. Persyaratan umum
b. Pengendalian dokumen
c. Pengendalian rekaman
5. Tanggung jawab manajemen :
a. Komitmen manajemen
b. Fokus pada pelanggan
c. Kebijakan mutu
d. Perencanaan Sistem Manajemen Mutu
e. Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi
f. Wakil manajemen mutu
g. Komunikasi internal
6. Tinjauan Manajemen :
a. Umum
b. Masukan tinjauan
c. Luaran tinjauan
7. Manajemen sumber daya :
a. Penyediaan sumber daya
b. Manajemen sumber daya manusia

9
c. Infrastruktur
d. Lingkungan kerja
8. Penyelenggaraan pelayanan :
1) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarkat Puskesmas :
a) Perencanaan Upaya Kesehatan Masyarakat
b) Proses yang berhubungan dengan sasaran:
• Penetapan persyaratan sasaran
• Tinjauan terhadap persyaratan sasaran
• Komunikasi dengan sasaran
c) Pembelian (jika ada)
d) Penyelenggaraan upaya:
• Pengendalian proses penyelenggaraan
upaya
• Validasi proses penyelenggaraan upaya
• Identifikasi dan mampu telusur
• Hak dan kewajiban sasaran
• Pemeliharaan barang milik pelanggan (jika
ada)
• Manajemen risiko dan keselamatan
e) Pengukuran, analisis, dan penyempurnaan :
• Umum
• Pemantauan dan pengukuran:
- Kepuasan pelanggan
- Audit internal
- Pemantauan dan pengukuran proses
- Pemantauan dan pengukuran hasil
layanan
• Pengendalian jika ada hasil yang tidak sesuai
• Analisis data
• Peningkatan berkelanjutan

10
• Tindakan korektif
• Tindakan preventif
2) Pelayanan klinis (Upaya Kesehatan Perseorangan) :
a) Perencanaan Pelayanan Klinis
b) Proses yang berhubungan dengan pelanggan
c) Pembelian/pengadaan barang terkait dengan
pelayanan klinis:
• Proses pembelian
• Verifikasi barang yang dibeli
• Kontrak dengan pihak ketiga
d) Penyelenggaraan pelayanan klinis :
• Pengendalian proses pelayanan klinis
• Validasi proses pelayanan
• Identifikasi dan ketelusuran
• Hak dan kewajiban pasien
• Pemeliharaan barang milik pelanggan
(spesiemen, rekam medis, dsb)
• Manajemen risiko dan keselamatan pasien
9. Pengukuran, analisis, dan penyempurnaan :
• Umum
• Pemantauan dan pengukuran:
- Kepuasan pelanggan
- Audit internal
- Pemantauan dan pengukuran proses
- Pemantauan dan pengukuran hasil layanan
• Pengendalian jika ada hasil yang tidak sesuai
• Analisis data
• Peningkatan berkelanjutan
• Tindakan korektif
• Tindakan preventif

11
10. Penutup
Lampiran (jika ada)
Contoh :
Lampiran 2 : Contoh Template Pedoman Mutu

C. Rencana Lima Tahunan Puskesmas

1. Pendahuluan
Sejalan dengan rencana stratejik Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Puskesmas perlu menyusun rencana
kinerja lima tahunan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan target kinerja yang ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Rencana lima tahunan tersebut harus sesuai dengan visi,
misi, tugas pokok dan fungsi Puskesmas berdasarkan pada
analisis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal.
Dalam menyusun rencana lima tahunan, kepala Puskesmas
bersama seluruh jajaran karyawan yang bertugas di
Puskesmas melakukan analisis situasi yang meliputi analisis
pencapaian kinerja, mencari faktor-faktor yang menjadi
pendorong maupun penghambat kinerja, sehingga dapat
menyusun program kerja lima tahunan yang dijabarkan
dalam kegiatan dan rencana anggaran.

2. Sistematika Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas


Sistematika Rencana Kinerja Lima Tahunan Puskesmas
dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan
A. Keadaan Umum Puskesmas
B. Tujuan penyusunan rencana lima tahunan
C. Indikator dan standar kinerja untuk tiap jenis
pelayanan dan upaya Puskesmas

12
Bab II. Analisis Kinerja
A. Pencapaian Kinerja untuk tiap jenis
pelayanan dan upaya Puskesmas
B. Analisis Kinerja : menganalisis faktor
pendukung dan penghambat pencapaian
kinerja
Bab III. Rencana Pencapaian Kinerja Lima Tahun
A. Program Kerja dan kegiatan : berisi program-
program kerja yang akan dilakukan yang
meliputi antara lain :
1. Program Kerja Pengembangan SDM,
yang dijabarkan dalam kegiatan-
kegiatan, misalnya : pelatihan,
pengusulan penambahan SDM,
seminar, workshop, dsb
2. Program Kerja Pengembangan sarana,
yang dijabarkan dalam kegiatan-
kegiatan, misalnya : pemeliharaan
sarana, pengadaan alat-alat kesehatan,
dsb
3. Program Kerja Pengembangan
Manajemen, dan seterusnya,.
B. Rencana anggaran : yang merupakan
rencana biaya untuk tiap-tiap program kerja
dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan
secara garis besar
Bab IV. Penutup
Lampiran : matriks rencana kinerja lima tahunan
Puskesmas/ Klinik,

3. Langkah-langkah Penyusunan Rencana Kinerja Lima


Tahunan Puskesmas/Klinik :
Adapun tahapan penyusunan rencana lima tahunan
Puskesmas/ Klinik adalah sebagai berikut :

13
a. Membentuk tim penyusunan rencana kinerja lima tahun
yang terdiri dari Kepala Puskesmas bersama dengan
penanggung jawab upaya Puskesmas dan Pelayanan
Klinis.
b. Tim mempelajari rencana stratejik Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, target kinerja lima tahunan yang harus
dicapai oleh Puskesmas
c. Tim mengumpulkan data pencapaian kinerja
d. Tim melakukan analisis kinerja
e. Tim menyusun pentahapan pencapaian indicator kinerja
untuk tiap upaya Puskesmas dengan penjabaran
pencapaian untuk tiap tahun
f. Tim menyusun program kerja dan kegiatan yang akan
dilakukan untuk mencapai target pada tiap-tiap indicator
kinerja
g. Tim menyusun dokumen rencana kinerja lima tahunan
untuk disahkan oleh Kepala Puskesmas
h. Sosialisasi rencana pada seluruh jajaran puskesmas

4. Matriks Rencana Kinerja Lima Tahunan


Panduan dalam mengisi matriks rencana kinerja lima
tahunan:
a. Nomor : diisi dengan nomor urut
b. Pelayanan/Upaya Puskesmas : diisi dengan Pelayanan
Klinis (Upaya Kesehatan Perseorangan), dan
Upaya Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan di
Puskesmas tersebut, misalnya Upaya KIA, Upaya KB,
Upaya PKM, dan seterusnya,
c. Indikator : diisi dengan indikator-indikator yang menjadi
tolok ukur kinerja Upaya/Pelayanan
d. Standar : diisi dengan standar kinerja untuk tiap indicator
e. Pencapaian : diisi dengan pencapaian kinerja tahun
terakhir

14
f. Target pencapaian : diisi dengan target-target yang
akan dicapai pada tiap tahap tahunan
g. Program Kerja : diisi dengan Program Kerja yang
akan dilakukan untuk mencapai target pada tiap tahun
berdasarkan hasil analisis kinerja, misalnya program
kerja pengembangan SDM, program kerja peningkatan
mutu, program kerja pengembangan SDM, program
kerja pengembangan sarana, dsb
h. Kegiatan : merupakan rincian kegiatan untuk tiap
program yang direncanakan, misalnya untuk program
pengembangan SDM, kegiatan Pelatihan Perawat,
Pelatihan Tenaga PKM, dan sebagainya.
i. Volume : diisi dengan volume kegiatan yang
direncanakan untuk tiap tahapan tahunan
j. Harga Satuan : harga satuan untuk tiap kegiatan,
k. Perkiraan Biaya : diisi dengan perkalian antara volume
dengan harga satuan.
5. Penutup.
Panduan ini disusun dengan harapan akan membantu
Kepala Puskesmas dalam menyusun rencana kinerja lima
tahunan, yang kemudian diuraikan dalam rencana tahunan
dalam bentuk Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana
Pencapaian Kegiatan.

D. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) Tahunan


Perencanaan adalah: suatu proses kegiatan secara urut yang
harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya
guna.
Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) diartikan sebagai proses
penyusunan rencana kegiatan Puskesmas pada tahun yang akan

15
datang, dilakukan secara sistematis untuk mengatasi masalah
atau sebagian masalah kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
Perencanaan Puskesmas mencakup semua kegiatan
upaya Puskesmas yang dilakukan di Puskesmas baik wajib,
pengembangan maupun upaya khusus spesifik wilayah/
Puskesmas sebagai rencana Tahunan Puskesmas yang dibiayai
oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah serta
sumber dana lainnya.

1. Mekanisme Perencanan Tingkat Puskesmas


Langkah pertama dalam mekanisme Perencanaan Tingkat
Puskesmas (PTP) adalah: menyusun usulan kegiatan
yang meliputi usulan mencakup semua kegiatan semua
upaya Puskesmas, maupun upaya khusus spesifik wilayah/
Puskesmas.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) memperha-
tikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik secara global,
nasional maupun daerah sesuai dengan hasil kajian data
dan informasi yang tersedia di Puskesmas. Puskesmas perlu
mempertimbangkan masukan dari masyarakat melalui kajian
maupun asupan dari lintas sektoral Puskesmas. Rencana
Usulan Kegiatan harus dilengkapi usulan pembiayaan
untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana dan operasional
Puskesmas. RUK yang disusun merupakan RUK tahun
mendatang (H+1). RUK dibahas di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selanjutnya terangkum dalam usulan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota akan diajukan ke DPRD untuk
memperoleh persetujuan pembiayaan dan dukungan politis.
Secara rinci RUK dijabarkan kedalam rencana pelaksanaan
kegiatan (RPK).
Setelah menapatkan persetujuan, selanjutnya diserahkan ke
Puskesmas melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maka
disusun secara rinci rencana pelaksanaan kegiatan dengan
menyesesuaikan anggaran yang telah turun.

16
2. Tahap penyusunan RUK
a. Tahap persiapan.
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat
dalam proses penyusunan RUK agar memperoleh
kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk
melaksanakan tahap- tahap perencanaan.
b. Tahap analisis situasi.
Tahap ini dimkasudkan untuk memperoleh informasi
mengenai keadaan dan permasalahan yang dihadapi
Puskesmas melalui proses analisis terhadap data
yang dikumpulkan tim yang telah ditunjuk oleh Kepala
Puskesmas. Data- data tersebut mencakup data umum,
data khusun (hasil penilaian kinerja Puskesmas.

3. Tahap penyusunan RUK


Penyusunan RUK memperhatikan hal-hal untuk
mempertahankan kegiatan yang sudah dicapai pada periode
sebelmnya dan memperhatikan program/upaya yang
masih bermasalah, menyusun rencana kegiatan baru yang
disesuaikan dengan kondisi kesehatan diwilayan tersebut
dan kemampuan Puskesmas.
Penyusunan RUK terdiri dua tahap, yaitu :
a. Analisis Masalah dan Kebutuhan Masyarakat
Analisis masalah dan kebutuhan masyarakat dilakukan
melalui kesepakatan tim penyusun dan lintas sektoral
Puskesmas melalui :
1) Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan, melalui analisis
kesehatan masyarakat (community health
analysis)
2) Menetapkan urutan prioritas masalah,
3) Merumuskan masalah,

17
4) Mencari akar penyebab, dapat mepergunakan
diagram sebab akibat, pohon masalah, curah
pendapat, dan alat lain yang dapat digunakan.
b. Penyusunan RUK
Penyusunan RUK meliputi upaya kesehatan upaya
wajib, pengembangan dan upaya khusus setempat
yang meliputi:
1) Kegiatan tahun yang akan datang,
2) Kebutuhan sumber daya,
3) Rekapitulasi rencana usulan kegiatan.
4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan baik upaya kesehatan wajib,
pengembangan maupun khusus setempat dan rencana
inovasi secara bersama-sama, terpadu dan terintegrasi,
dengan langkah-langkah:
a. Mempelajarai alokasi kegiatan,
b. Membandingkan alokasi kegiatan yang disutujui dengan
RUK,
c. Menyusun rancangan awal secara rinci,
d. Mengadakan lokakarya mini,
e. Membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan.
Proses penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas
dengan menggunakan format-format sesuai dengan
Pedomanan Perencanaan Tingkat Puskesmas yang
dikeluarkan Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat, tahun 2006. Adapun format-format
untuk dilihat didalam lampiran buku panduan penyusunan
dokumen ini.

E. Pedoman/Panduan
Pedoman/panduan adalah kumpulan ketentuan dasar yang
memberi arah langkah-langkah yang harus dilakukan. Pedoman
merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan.

18
Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga
dapat diartikan pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan
panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan. Pedoman/ panduan
dapat diterapkan dengan baik dan benar melalui penerapan SPO.
Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman/panduan
maka Puskes menyusun/membuat sistematika buku pedoman/
panduan sesuai kebutuhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman
atau panduan yaitu :
1. Setiap pedoman atau panduan harus dilengkapi dengan
peraturan atau keputusan Kepala Puskesmas untuk
pemberlakuan pedoman/ panduan tersebut.
2. Peraturan Kepala Puskesmas tetap berlaku meskipun terjadi
penggantian Kepala Puskesmas.
3. Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi
minimal setiap 2-3 tahun sekali.
4. Bila Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman/
Panduan untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu, maka
Puskesmas dalam membuat pedoman/panduan wajib
mengacu pada pedoman/panduan yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan.
5. Format baku sistematika pedoman panduan yang lazim
digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum Puskesmas
BAB III Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan
Puskesmas
BAB IV Struktur Organisasi Puskesmas
BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja
BAB VI Uraian Jabatan

19
BAB VII Tata Hubungan Kerja
BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil
BAB IX Kegiatan Orientasi
BAB X Pertemuan/Rapat
BAB XI Pelaporan
1. Laporan Harian
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayanan
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan
Jaga (Rawat Inap)
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA

20
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP

c. Format Panduan Pelayanan Puskesmas


BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATALAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI

Sistematika panduan pelayanan Puskesmas dapat dibuat


sesuai dengan materi/isi panduan. Pedoman/panduan yang
harus dibuat adalah pedoman/panduan minimal yang harus
ada di Puskesmas yang dipersyaratkan sebagai regulasi
yang diminta dalam elemen penilaian.
Bagi Puskesmas yang telah menggunakan e-file tetap harus
mempunyai hardcopy pedoman/panduan yang dikelola
oleh tim akreditasi Puskesmas atau bagian Tata Usaha
Puskesmas.

Contoh :
Lampiran 3 : Contoh Pedoman Pemberdayaan Masyarakat

F. Penyusunan kerangka acuan program/kegiatan.

Kerangka acuan disusun untuk program atau kegiatan yang akan


dilakukan oleh Puskesmas, misalnya : program pengembangan
SDM, program peningkatan mutu Puskesmas dan Keselamatan
Pasien, Program pencegahan bencana, Program pencegahan
kebakaran, Program Imunisasi, dsb. Dalam menyusun kerangka
acuan harus jelas tujuan dan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan dalam mencapai tujuan. Tujuan dibedakan atas tujuan
umum yang merupakan tujuan secara garis besar dari keseluruhan
program/kegiatan, dan tujuan khusus yang merupakan tujuan dari
tiap-tiap kegiatan yang akan dilakukan. Dalam kerangka acuan

21
harus dijelaskan bagaimana cara melaksanakan kegiatan agar
tujuan tercapai, dengan penjadualan yang jelas, dan evaluasi
serta pelaporan.

1. Sistematika/Format Kerangka Acuan Program/Kegiatan


Sistematika atau format kerangka acuan Program/Kegiatan
adalah sebagai berikut :
a. Pendahuluan
b. Latar belakang
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
e. Cara melaksanakan kegiatan
f. Sasaran
g. Jadwal pelaksanaan kegiatan
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
i. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Jika diperlukan, dapat ditambahkan butir-butir lain sesuai
kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi, misalnya
rencana pembiayaan dan anggaran.

Petunjuk Penulisan
a. Pendahuluan
Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang
bersifat umum yang masih terkait dengan upaya/
kegiatan.
b. Latar belakang
Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau
alasan mengapa program tersebut disusun. Sebaiknya
dilengkapi dengan data-data sehingga alasan
diperlukan program tersebut dapat lebih kuat.

22
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan ini adalah merupakan tujuan program/kegiatan.
Tujuan umum adalah tujuan secara garis besarnya,
sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci.
d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-
langkah kegiatan yang harus dilakukan sehingga
tercapainya tujuan Program/kegiatan. Oleh karena itu
antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan.
e. Cara melaksanakan kegiatan
Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk
melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan.
Metode tersebut bisa antara lain dengan membentuk
tim, melakukan rapat, melakukan audit, dan lain-lain.
f. Sasaran
Sasaran program adalah target pertahun yang spesifik
dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan upaya/
kegiatan.
Sasaran Program/kegiatan menunjukkan hasil antara
yang diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu.
Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
Sasaran yang baik harus memenuhi “SMART” yaitu :
1) Specific : sasaran harus menggambarkan
hasil spesifik yang diinginkan, bukan cara
pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah
dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat dijadikan
landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan
yang spesifik.
2) Measurable : sasaran harus terukur dan dapat
dipergunakan untuk memastikan apa dan kapan
pencapaiannya. Akontabilitas harus ditanamkan
kedalam proses perencanaan. Oleh karenanya

23
meetodologi untuk mengukur pencapaian sasaran
(keberhasilan upaya/ kegiatan) harus ditetapkan
sebelum kegiatan yang terkait dengan sasaran
tersebut dilaksanakan.
3) Agressive but Attainable : apabila sasaran harus
dijadikan standar keberhasilan, maka sasaran
harus menantang, namun tidak boleh mengandung
target yang tidak layak.
4) Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus
menspesifikkan hasil yang ingin dicapai. Misalnya:
mengurangi komplain masyarakat terhadap
pelayanan rawat inap sebesar 50%.
5) Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai
dalam waktu yang relatif pendek, mulai dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan
(sebaiknya kurang dari 1 tahun). Kalau ada
Program/kegiatan 5 (lima) tahun dibuat sasaran
antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan
dapat lebih serasi dengan proses anggaran
apabila dibuat sesuai dengan batas-batas tahun
anggaran di Puskesmas.
g. Jadual pelaksanaan kegiatan
Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan
waktu untuk tiap-tiap rincian kegiatan yang akan
dilaksanakan, yang digambarkan dalam bentuk bagan
Gantt.
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan
adalah evaluasi pelaksanaan kegiatan terhadap jadual
yang direncanakan. Jadual tersebut akan dievaluasi
setiap berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu),
sehingga apabila dari evaluasi diketahui ada pergeseran
jadwal atau penyimpangan jadwal, maka dapat segera
diperbaiki sehingga tidak mengganggu Program/
kegiatan secara keseluruhan. Karena itu yang ditulis

24
dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun
waktu berapa lama) evaluasi pelaksanaan kegiatan
dilakukan dan siapa yang melakukan.
Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah
bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan
kegiatan tersebut dan kapan laporan tersebut harus
dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam kerangka acuan
adalah cara bagaimana membuat laporan evaluasi
dan kapan laporan tersebut harus dibuat dan ditujukan
kepada siapa.
h. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan dan yang ditulis
dalam kerangka acuan adalah bagaimana melakukan
pencatatan kegiatan atau membuat dokumentasi
kegiatan.
Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan
program dan kapan laporan harus diserahkan dan
kepada siapa saja laporan tersebut harus diserahkan.
Evaluasi kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan
Program/kegiatan secara menyeluruh. Jadi yang di
tulis didalam kerangka acuan, bagaimana melakukan
evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.
Format kerangka acuan sesuai yang diterapkan di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota masing- masing.

Contoh :
Lampiran 4 : Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien

G. Standar Prosedur Operasional (SPO)


Istilah prosedur ada beberapa pengertian, diantaranya :
1. Standard Operating Procedures (SOP) adalah serangkaian
instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan administrasi pemerintah, (Kepmenpan
No.021 tahun 2008).

25
2. Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi
yang dibuat secara rinci, spesifik dan bersifat instruktif,
yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan spesifik agar dapat mencapai
hasil kerja sesuai persyaratan yang telah ditetapkan (Susilo,
2003).
Langkah didalam penyusunan instruksi kerja sama dengan
penyusunan prosedur, namun ada perbedaan, instruksi
kerja adalah suatu proses yang melibatkan satu bagian/unit/
profesi, sedangkan prosedur adalah suatu proses yang
melibat lebih dari satu bagian/ unit/ profesi. Prinsip dalam
penyusunan prosedur dan instruksi kerja adalah kerjakan
yang ditulis, tulis yang dikerjakan, buktikan dan tindak-lanjut,
serta dapat ditelusur hasilnya.
3. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu
perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan
untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Istilah ini
digunakan di Undang-undang No. 29 Tahun 2004, tentang
Praktik Kedokteran dan Undang-undang No. 44 Tahun 2009,
tentang Rumah Sakit.
Beberapa Istilah Prosedur yang sering digunakan yaitu :
D Prosedur yang telah ditetapkan disingkat Protap,
D Prosedur untuk panduan Kerja (prosedur kerja,
disingkat PK),
D Prosedur untuk melakukan tindakan,
D Prosedur Penatalaksanaan
D Petunjuk pelaksanaan disingkat Juklak,
D Petunjuk pelaksanaan secara tehnis, disingkat Juknis,
D Prosedur untuk melakukan tindakan klinis: protokol
klinis, Algoritma/Clinical Pathway
Walaupun banyak istilah tentang pengertian prosedur agar
tidak menjadikan salah tapsir maka yang dipergunakan
didalam dokumen akreditasi Puskesmas dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama didalam buku panduan ini adalah

26
“Standar Prosedur Operasional (SPO)”. Sedangkan
pengertian SPO adalah : Suatu perangkat instruksi/langkah-
langkah yang di bakukan untuk menyelesaikan proses kerja
rutin tertentu.
a. Tujuan Penyusunan SPO
Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan
efisien, efektif, konsisten/ seragam dan aman, dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui
pemenuhan standar yang berlaku.
b. Manfaat SPO
c. Memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas
d. Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan
e. Memastikan staf Puskesmas memahami bagaimana
melaksanakan pekerjaannya.
Contoh :
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus,
SPO Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kereta
dorong,
f. Format SPO.
1) Format SPO dibakukan agar tidak terjadi banyak
format yang digunakan, contoh pada lampiran,
dan diberlakukan sesuai dengan akreditasi
Puskesmas ini diberlakukan,
2) Format merupakan format minimal, oleh karena
itu format ini dapat diberi tambahan materi/
kolom misalnya, nama penyusun SPO, unit
yang memeriksa SPO. Untuk SPO tindakan
agar memudahkan didalam melihat langkah-
langkahnya dengan bagan alir, persiapan alat
dan bahan dan lain- lain, namun tidak boleh
mengurangi item-tem yang ada di SPO.

27
Format SPO sebagai berikut :
Logo Judul SPO.
No. Dokumen : Ditetapkan Oleh
SPO No. Revisi : Kepala
Nama Tanggal Terbit : Puskesmas…
Organisasi Halaman :
Nama. NIP.

1. Pengertian
2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
5. Prosedur/ Langkah-
langkah
6. Unit terkait

• Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap didalam tabel/
kotak adalah : nama Puskesmas dan logo,
judul SPO, nomor dokumen, tanggal terbit dan
tandatangan Kepala Puskesmas, sedangkan
untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur/
langkah- langkah, dan unit terkait boleh tidak
diberi kotak/ tabel.
g. Petujuk Pengisian SPO
a). Logo yang dipakai adalah logo Pemerintah
kabupaten/kota, nama organisasi adalah nama
Puskesmas, atau logo dan nama dari Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama
b). Kotak Heading : masing-masing kotak
(Puskesmas, judul SPO, No. dokumen, No.revisi,
Halaman, SPO, tanggal terbit, ditetapkan Kepala
Puskesmas) diisi sebagai berikut :
• Heading dan kotaknya dicetak pada setiap
halaman. Pada halaman pertama kotak
heading harus lengkap, untuk halaman-
halaman berikutnya kotak heading dapat
hanya memuat: kotak nama Puskesmas,

28
judul SPO, No.dokumen, No.Revisi dan
halaman.
• Kotak Puskesmas/Klinik diberi nama
Puskesmas dan Logo pemerintah daerah,
atau logo dan nama Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama.
• Judul SPO : diberi Judul /nama SPO sesuai
proses kerjanya
• No. Dokumen : diisi sesuai dengan ketentuan
penomeran yang berlaku di Puskesmas/
FKTP yang bersangkutan, dibuat sistematis
agar ada keseragaman.
• No. Revisi : diisi dengan status revisi, dapat
menggunakan huruf. Contoh : dokumen baru
diberi huruf A, dokumen revisi pertama diberi
huruf B dan seterusnya. Tetapi dapat juga
dengan angka, misalnya untuk dokumen
baru dapat diberi nomor 0, sedangkan
dokumen revisi pertama diberi nomor 1, dan
seterusnya.
• Halaman : diisi nomor halaman dengan
mencantumkan juga total halaman untuk
SPO tersebut. misalnya : halaman pertama
: 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir :
5/5.
• SPO diberi penamaan sesuai ketentuan
(istilah) yang digunakan Puskesmas/FKTP,
misalnya : SPO, Prosedur, prosedur tetap,
petunjuk pelaksanaan, prosedur kerja dan
sebagainya, namun didalam akreditasi
Puskesmas dan FKTP memakai istilah SPO.
• Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal
terbitnya atau tanggal diberlakukannya SPO
tersebut.

29
• Ditetapkan Kepala Pusksmas/FKTP : diberi
tandatangan Kepala Puskesmas/FKTP dan
nama jelasnya.
c). Isi SPO
Isi dari SPO minimal adalah sebagai berikut:
1). Pengertian : yang paling awal diisi judul
SPO adalah, dan berisi penjelasan dan
atau definisi tentang istilah yang mungkin
sulit dipahami atau menyebabkan salah
pengertian/menimbulkan multi persepsi.
2). Tujuan : berisi tujuan pelaksanaan SPO
secara spesifik. Kata kunci : “ Sebagai acuan
penerapan langkah-langkah untuk ……”
3). Kebijakan : berisi kebijakan Kepala
Puskesmas/FKTP yang menjadi dasar
dibuatnya SPO tersebut. Dicantumkan
kebijakan yang mendasari SPO tersebut,
contoh untuk SPO imunisasi pada bayi,
pada kebijakan dituliskan: Keputusan Kepala
Puskesmas No 005/2014 tentang Pelayanan
Imunisasi.
4). Referensi : berisikan dokumen ekternal
sebagai acuan penyusunan SPO, bisa
berbentuk buku, peraturan perundang-
undangan, ataupun bentuk lain sebagai
bahan pustaka,
5). Langkah-langkah prosedur : bagian ini
merupakan bagian utama yang menguraikan
langkah-langkah kegiatan untuk menyelesai-
kan proses kerja tertentu.
6). Unit terkait : berisi unit-unit yang terkait dan
atau prosedur terkait dalam proses kerja
tersebut.

30
Dari keenam isi SPO sebagaimana diuraikan di
atas, dapat ditambahkan antala lain: bagan alir,
dokumen terkait, dsb menyesuaikan dengan
format SPO yang ditentukan oleh Pemerintah
Daerah, yang penting dalam satu organisasi
menggunakan satu format yang seragam.

Diagram Alir/ bagan alir (Flow Chart):


Didalam penyusunan prosedur maupun instruksi
kerja sebaiknya dalam langkah-langkah kegiatan
dilengkapi dengan diagram alir/bagan alir untuk
memudahkan dalam pemahaman langkah-
langkahnya. Adapun bagan alir secara garis besar
dibagi menjadi dua macam, yaitu diagram alir
makro dan diagram alir mikro.
• Diagram alir makro, menunjukkan kegiatan-
kegiatan secara garis besar dari proses yang
ingin kita tingkatkan, hanya mengenal satu
symbol, yaitu simbol balok :

• Diagram alir mikro, menunjukkan rincian


kegiatan-kegiatan dari tiap tahapan diagram
makro, bentuk simbul sebagai berikut:
o Awal kegiatan :

o Akhir kegiatan :

31
o Simbol Keputusan :

Ya
?

tidak

o Penghubung :

o Dokumen :

o Arsip :

d). Tata Cara Pengelolaan SPO :


1) Agar ditetapkan siapa yang mengelola SPO,
2) Pengelola SPO harus mempunyai arsip
seluruh SPO Puskesmas/Klinik,
3) Pengelola SPO agar membuat tata cara
penyusunan, penomoran, distribusi,
penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi
SPO
e). Tata Cara Penyusunan SPO
Hal-hal yang perlu diingat :
1) Siapa yang harus menulis atau menyusun
SPO
2) Bagaimana merencanakan dan mengem-
bangkan SPO
3) Bagaimana SPO dapat dikenali

32
4) Bagaimana memperkenalkan SPO kepada
pelaksana dan unit terkait
5) Bagaimana pengendalian SPO : penomoran,
revisi yang keberapa, dan distribusi kepada
siapa.
6) Syarat penyusunan SPO :
• Identifikasi kebutuhan, yakni
mengidentifikasi apakah kegiatan
yang dilakukan saat ini sudah memiliki
SPO atau belum, dan bila sudah agar
diidentifikasi apakah SPO masih efektif
atau tidak, jika belum apakah kegiatan
tersebut perlu disusun prosedurnya.
• Perlu ditekankan bahwa SPO harus
ditulis oleh mereka yang melakukan
pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja
tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk
oleh Kepala Puskesmas/FKTP hanya
untuk menanggapi dan mengkoreksi
SPO tersebut. Hal tersebut sangatlah
penting, karena komitmen terhadap
pelaksanaan SPO hanya diperoleh
dengan adanya keterlibatan personel/
unit kerja dalam penyusunan SPO.
• SPO harus merupakan flow charting
dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit
kerja agar mencatat proses kegiatan
dan membuat alurnya kemudian Tim
Mutu diminta memberikan tanggapan.
• Di dalam SPO harus dapat dikenali
dengan jelas siapa melakukan apa,
dimana, kapan, dan mengapa.
• SPO jangan menggunakan kalimat
majemuk, subjek, predikat dan objek
harus jelas.

33
• SPO harus menggunakan kalimat
perintah/instruksi dengan bahasa yang
dikenal pemakai.
• SPO harus jelas, ringkas, dan mudah
dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan
pasien maka harus memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan dan
kenyamanan pasien. Untuk SPO
profesi harus mengacu kepada standar
profesi, standar pelayanan, mengikuti
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) kesehatan, dan
memperhatikan aspek keselamatan
pasien.
f). Proses penyusunan SPO
1) SPO disusun dengan menggunakan format
sesuai dengan panduan penyusunan
dokumen akreditasi Puskesmas/FKTP ini.
2) Penyusunan SPO dapat dikoordinir oleh
tim mutu/tim akreditasi Puskesmas/FKTP
dengan mekanisme sebagai berikut :
a) Pelaksana atau unit kerja/ upaya
menyusun SPO dengan melibatkan unit
terkait.
b) SPO yang telah disusun oleh pelaksana
atau unit kerja disampaikan ke tim
mutu/tim akreditasi,
c) Fungsi tim mutu/ tim akreditasi
Puskesmas didalam penyusunan SPO
adalah :
(1) Memberikan tanggapan, mengkoreksi
dan memperbaiki SPO yang telah
disusun oleh pelaksana atau
unit kerja baik dari segi bahasa
maupun penulisan,

34
(2) Mengkoordinir proses pembuatan
SPO sehingga tidak terjadi
duplikasi SPO/tumpang tindih
SPO antar unit,
(3) Melakukan cek ulang terhadap
SPO-SPO yang akan ditanda-
tangani oleh Kepala Puskesmas.
(4) Penyusunan SPO dilakukan
dengan mengidentifikasi kebutuhan
SPO. Untuk SPO pelayanan
dan SPO administrasi, untuk
melakukan identifikasi kebutuhan
SPO bisa dilakukan dengan
menggambarkan proses bisnis
di unit kerja tersebut atau alur
kegiatan dari kerja yang dilakukan
di unit tersebut. Sedangkan untuk
SPO klinis, identifikasi kebutuhan
dilakukan dengan mengetahui pola
penyakit yang sering ditangani di
unit kerja tersebut. Dari identifikasi
kebutuhan SPO dapat diketahui
berapa banyak dan macam SPO
yang harus dibuat/disusun. Untuk
melakukan identifikasi kebutuhan
SPO dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan elemen penilaian
pada standar akreditasi, minimal
SPO-SPO apa saja yang harus
ada. SPO yang dipersyaratkan
di elemen penilaian adalah
SOP minimal yang harus ada di
Puskesmas/FKTP. Sedangkan
identifikasi SPO dengan meng-
gambarkan terlebih dahulu proses
bisnis di unit kerja adalah seluruh

35
SPO secara lengkap yang harus
ada di unit kerja tersebut.
(5) Mengingat SPO merupakan flow
charting dari proses kegiatan maka
untuk memperoleh pengertian
yang jelas bagi subyek, penulisan
SPO adalah dimulai dengan
membuat flow chart dari kegiatan
yang dilaksanakan. Caranya
adalah membuat diagram kotak
sederhana yang menggambarkan
langkah penting dari seluruh
proses.
Setelah dibuatkan diagram
kotak maka diuraikan kegiatan di
masing-masing kotak dan dibuat
alurnya.
(6) Semua SPO harus ditandatangani
oleh Kepala Puskesmas/kepala
Klinik,
(7) Agar SPO dapat dikenali oleh
pelaksana maka perlu dilakukan
sosialisasi SPO-SPO tersebut
dan bila SPO tersebut rumit maka
untuk melaksanakan SPO tersebut
perlu dilakukan pelatihan.
g). Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan
penyusunan SPO
1) Ada komitmen dari Kepala Puskesmas/FKTP
yang terlihat dengan adanya dukungan
fasilitas dan sumber daya.
2) Adanya fasilitator/petugas yang mempunyai
kemampuan dan kemauan untuk menyusun
SPO.

36
3) Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal
yang disusun dan disepakati
4) Adanya pemantauan dan pelaporan
kemajuan penyusunan SPO.
5) Tata cara penomoran SPO.
Penomoran SPO maupun dokumen
lainnya diatur pada kebijakan pengendalian
dokumen, dengan ketentuan:
a) Semua SPO harus diberi nomor,
b) Puskesmas/FKTP agar membuat
kebijakan tentang pemberian nomor
untuk SPO sesuai dengan tata naskah
yang dijadikan pedoman,
c) Pemberian nomor mengikuti tata naskah
Puskesmas/FKTP, atau ketentuan
penomoran yang khusus untuk SPO
(bisa menggunakan garis miring atau
dengan sistem digit). Pemberian nomor
sebaiknya dilakukan secara terpusat.
6) Kode-kode dapat dipergunakan untuk
pemberian nomor, seperti contoh sebagai
berikut:
a) Kode unit kerja : masing-masing unit
kerja di Puskesmas/FKTP mempunyai
kode sendiri-sendiri yang dapat
berbentuk angka atau huruf. Sebagai
contoh pada Program Bab VI, dengan
VI/ SPO/KIAKB, dan lain sebagainya
(namun tergantung didalam pedoman
tata naskah yang berlaku,
b) Nomor urut SPO adalah urutan
nomor SPO di dalam unit kerja upaya
Puskesmas/FKTP.

37
c) Satu SPO dipergunakan oleh lebih dari
satu unit yang berbeda misalnya SPO
rujukan pasien maka diberi kolom unit
terkait/unit pemakai SPO.
7) Tata Cara Penyimpanan SPO
a) Penyimpanan adalah bagaimana SPO
tersebut disimpan.
b) SPO asli (master dokumen/ SPO
yang sudah dinomori dan sudah
ditandatangani) agar disimpan di
sekretariat Tim Akreditasi Puskesmas/
FKTP atau Bagian Tata Usaha
Puskesmas/FKTP, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di organisasi
tersebut tentang tata cara pengarsipan
dokumen yang diatur dalam tata nasakh.
Penyimpanan SPO yang asli harus rapi,
sesuai metode pengarsipan sehingga
mudah dicari kembali bila diperlukan.
c) SPO fotocopy disimpan di masing-
masing unit upaya Puskesmas/FKTP,
dimana SPO tersebut dipergunakan.
Bila SPO tersebut tidak berlaku lagi
atau tidak dipergunakan maka unit kerja
wajib mengembalikan SPO yang sudah
tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim
mutu atau Bagian Tata Usaha sehingga
di unit kerja hanya ada SPO yang masih
berlaku saja. Sekretariat Tim Mutu atau
Bagian Tata Usaha organisasi dapat
memusnahkan fotocopy SPO yang tidak
berlaku tersebut, namun untuk SPO
yang asli agar tetap disimpan, dengan
lama penyimpanan sesuai ketentuan
dalam ketentuan retensi dokumen yang
berlaku di Puskesmas/FKTP.

38
d) SPO di unit upaya Puskesmas/FKTP
harus diletakkan ditempat yang mudah
dilihat, mudah diambil, dan mudah
dibaca oleh pelaksana.
8) Tata Cara Pendistribusian SPO
a) Distribusi adalah kegiatan atau usaha
menyampaikan SPO kepada unit upaya
atau pelaksana yang memerlukan
SPO tersebut agar dapat digunakan
sebagai panduan dalam melaksanakan
kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan
oleh tim mutu atau bagian Tata Usaha
Puskesmas/FKTP sesuai pedoman tata
naskah.
b) Distribusi harus memakai ekspedisi
dan/atau formulir tanda terima.
c) Distribusi SPO bisa hanya untuk unit
kerja tertentu tetapi bisa juga untuk
seluruh unit kerja lainnya.
d) Bagi Puskesmas/Klinik yang sudah
menggunakan e-file maka distribusi
SPO bisa melalui jejaring area local, dan
diatur kewenangan otorisasi disetiap
unit kerja, sehingga unit kerja dapat
mengetahui batas kewenangan dalam
membuka SPO.
9) Evaluasi SPO.
Evaluasi SPO dilakukan terhadap isi maupun
penerapan SPO.
a) Evaluasi penerapan/kepatuhan terhadap
SPO dapat dilakukan dengan meniai
tingkat kepatuhan terhadap langkah-
langkah dalam SPO. Untuk evaluasi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar tilik/check list

39
• Daftar tilik adalah daftar urutan
kerja (actions) yang dikerjakan
secara konsisten, diikuti dalam
pelaksanaan suatu rangkaian
kegiatan, untuk diingat, dikerjakan,
dan diberi tanda (check-mark).
• Daftar tilik merupakan bagian dari
sistem manajemen mutu untuk
mendukung standarisasi suatu
proses pelayanan.
• Daftar tilik tidak dapat digunakan
untuk SPO yang kompleks.
• Daftar tilik digunakan untuk
mendukung, mempermudah
pelaksanaan dan memonitor SPO,
bukan untuk menggantikan SPO
itu sendiri.
(1) Langkah-langkah menyusun daftar tilik
Langkah awal menyusun daftar tilik dengan
melakukan Identifikasi prsedur yang
membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah
pelaksanaan dan monitoringnya
• Gambarkan flow-chart dari prosedur
tersebut,
• Buat daftar kerja yang harus dilakukan,
• Susun urutan kerja yang harus
dilakukan,
• Masukkan dalam daftar tilik sesuai
dengan format tertentu,
• Lakukan uji-coba,
• Lakukan perbaikan daftar tilik,
• Standarisasi daftar tilik.
Daftar tilik untuk mengecek kepatuhan
terhadap SPO dalam langkah-langkah
kegiatan, dengan rumus sebagai berikut.

40
Compliance rate (CR) = Σ Ya x 100 %
Σ Ya+Tidak

(2) Evaluasi isi SPO.


(a) Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai
kebutuhan dan minimal dua tahun sekali
yang dilakukan oleh masing-masing unit
kerja.
(b) Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa
dipergunakan, atau SPO tersebut perlu
diperbaiki/direvisi. Perbaikan/revisi
isi SPO bisa dilakukan sebagian atau
seluruhnya.
(c) Perbaikan/ revisi perlu dilakukan bila :
• Alur SPO sudah tidak sesuai
dengan keadaan yang ada
• Adanya perkembangan Ilmu dan
Teknologi (IPTEK) pelayanan
kesehatan,
• Adanya perubahan organisasi
atau kebijakan baru,
• Adanya perubahan fasilititas
(d) Pergantian kepala Puskesmas, bila SPO
memang masih sesuai/ dipergunakan
maka tidak perlu direvisi.
Contoh :
Lampiran 5 : Contoh SPO Injeksi Intra Muskuler

H. Pengendalian Dokumen dan Rekam Implementasi

1. Pengertian dokumen adalah : Semua dokumen yg harus


disiapkan Puskesmas/FKTP yang merupakan regulasi
internal yang berlaku di Puskesmas/FKTP. Dokumen tersebut

41
disusun disesuaikan dengan persyaratan yang diminta oleh
standar Akreditasi.
2. Rekam implementasi adalah : dokumen yang menjadi bukti
obyektif dari kegiatan yang dilakukan atau hasil yang dicapai
didalam kegiatan Puskesmas/FKTP dalam melaksanakan
regulasi internal atau kegiatan yang direncanakan.
3. Pengendalian dokumen dan rekam implementasi adalah :
sistem penomoran dan sistem penyimpanan dokumen dan
rekam implementasi. Pengendalian dokumen sebagaimana
dipersyaratkan oleh standar akreditasi meliputi :
a. Menyetujui dokumen untuk kecukupan sebelum terbit,
b. Menelaah dan memperbaharui jika diperlukan, dan
persetujuan pemebrlakukan ulang dokumen,
c. Memastikan bahwa perubahan dan status revisi terkini
dari dokumen teridentifikasi,
d. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen
yang dapat diterapkan tersedia ditempat pengguna,
e. Memastikan bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan
segeradapat teridentifikasi,
f. Memastikan bahwa dokumen yang berasal dari luar
organisasi yang ditetapkan oleh organisasi yang penting
untuk perencanaan dan operasional sistem manajemen
mutu diidentifikasi dan distribusinya dikendalikan,
g. Mencegah penggunaan tidak sengaja dokumen
kadaluwarsa dan untuk menerapkan identifikasi yang
sesuai pada dokumen bila disimpan untuk maksud
apapun.

Catatan/rekam implementasi sebagaibukti pelaksanaan kegiatan


juga harus dikendallikan. Organisasi harus menetapkan SPO
terdokumentasi untuk mendefinikan pengendalian yang diperlukan
untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, lama
simpan dan permusnahan. Catatan/rekam implementasi harus

42
dapat terbaca, segera dapat teridentifikasi dan dapat diakses
kembali.
Untuk memperjelas dokumen akreditasi Puskesmas/FKTP
dilengkapi dengan contoh- contoh dokumen sebagai lampiran dari
pedoman ini.

I. Penataan Dokumen.
Untuk memudahkan didalam pencarian dokumen akreditasi
Puskesmas/FKTP di kelompokan berdasarkan masing-masing
bab/kelompok pelayanan/UKM dengan diurutkan setiap urutan
kriteria dan elemen penilaian dan diberikan daftar secara
berurutan.

43
BAB IV
PENUTUP

Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah “TULIS YANG


DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS, BISA DIBUKTIKAN
SERTA DAPAT DITELUSURI DENGAN BUKTINYA”. Namun pada
penerapannya tidaklah semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/
panduan, standar prosedur operasional dan program selain diperlukan
komitmen kepala Puskesmas/FKTP, juga diperlukan staf yang mampu
dan mau menyusun pedoman dokumen akreditasi tersebut. Dengan
tersusunnya Buku Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi
diharapkan dapat membantu FKTP dan fasilitator pendamping
akreditasi dalam menyusun dokumen-dokumen yang dipersyaratkan
oleh standar akreditasi.

44
LAMPIRAN

45
46
LAMPIRAN 1. Contoh Surat Keputusan Tentang Kebijakan Mutu
Dan Keselamatan Pasien

SURAT KEPUTUSAN
KEPALA PUKESMAS ABCD
Nomor : 009/KAPUS/III/2014

TENTANG
KEBIJAKAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS
ABCD

KEPALA PUSKESMAS ABCD

Menimbang : a. bahwa pasien mempunyai hak untuk memperoleh


pelayanan yang bermutu dan aman;
b. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien di PUSKESMAS ABCD
perlu disusun kebijakan mutu dan keselamatan
pasien;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Permenkes No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 128 tahun 2004, tentang Puskesmas;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota;

47
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG


KEBIJAKAN MUTU DAN KESELAMATAN
PUSKESMAS ABCD.
Kesatu : Kebijakan mutu dan keselamatan pasien
Puskesmas ABCD sebagaimana tercantum
dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari surat keputusan ini.
Kedua : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan/
perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : …………………
pada tanggal : 1 April 2014
KEPALA PUSKESMAS ABCD,

Nama

48
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
NOMOR …….
TENTANG : KEBIJAKAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

KEBIJAKAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS


ABCD
1. Kepala Puskesmas dan seluruh penanggung jawab UKP dan
penanggung jawab UKM wajib berpartisipasi dalam program mutu
dan keselamatan pasien mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi.
2. Para pimpinan wajib melakukan kolaborasi dalam pelaksanaan
Program mutu dan keselamatan pasien yang diselenggarakan di
seluruh jajaran puskesmas.
3. Perencanaan mutu disusun oleh seluruh jajaran Puskesmas
ABCD dengan pendekatan multidisiplin, dan dikoordinasikan oleh
Wakil Manajemen Mutu.
4. Perencanaan mutu berisi paling tidak:
a. Area prioritas berdasarkan data dan informasi, baik dari hasil
monitoring dan evaluasi indikator, maupun keluhan pasien/
keluarga/staf dengan mempertimbangan kekritisan, risiko
tinggi dan kecenderungan terjadinya masalah.
b. Salah satu area prioritas adalah sasaran keselamatan pasien
c. Kegiatan-kegiatan pengukuran dan pengendalian mutu dan
keselamatan pasien yang terkoordinasi dari semua unit kerja
dan unit pelayanan.
d. Pengukuran mutu dan keselamatan pasien dilakukan dengan
pemilihan indikator, pengumpulan data, untuk kemudian
dianalisis dan ditindak lanjuti dalam upaya peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
e. Indikator meliputi indikator manajerial, indikatorkinerja UKM,
dan indikator klinis, yang meliputi indikator struktur, proses,
dan outcome.

49
f. Upaya-upaya perbaikan mutu dan keselamatan pasien
melalui standarisasi, perancangan sistem, rancang ulang
sistem untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
g. Penerapan manajemen risiko pada semua lini pelayanan
baik pelayanan klinis maupun penyelenggaraan UKM.
h. Manajemen risiko klinis untuk mencegah terjadinya kejadian
sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera,
dan keadaan potensial cedera.
i. Program dan Kegiatan-kegiatan peningkatan mutu
pelayanan klinis dan keselamatan pasien, termasuk di
dalamnya program peningkatan mutu laboratorium dan
program peningkatan mutu pelayanan obat.
j. Program pelatihan yang terkait dengan peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
k. Rencana pertemuan sosialisasi dan koordinasi untuk
menyampaikan permasalahan, tindak lanjut, dan kemajuan
tindak lanjut yang dilakukan.
l. Rencana monitoring dan evaluasi program mutu dan
keselamatan pasien.
5. Perancangan sistem/proses pelayanan memperhatikan butir-butir
di bawah ini:
a. Konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai
Puskesmas,dan perencanaan Puskesmas,
b. Memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, dan staf,
c. Menggunakan pedoman penyelenggaraan UKM, pedoman
praktik klinis, standar pelayanan klinis, kepustakaan ilmiah
dan berbagai panduan dari profesi maupun panduan dari
Kementerian Kesehatan,
d. Sesuai dengan praktik bisnis yang sehat,
e. Mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko,
f. Dibangun sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan
yang ada di Puskesmas,

50
g. Dibangun berbasis praktik klinis yang baik,
h. Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan yang
terkait,
i. Mengintegrasikan serta menggabungkan berbagai proses
dan sistem pelayanan.
6. Seluruh kegiatan mutu dan keselamatan pasien harus
didokumentasikan.
7. Wakil manajemen mutu wajib melaporkan kegiatan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien kepada Kepala Puskesmas tiap
tribulan.
8. Berdasarkan pertimbangan hasil keluhan pasien/keluarga dan staf,
serta mempertimbangkan kekritisan, risiko tinggi, dan potensial
bermasalah, maka area prioritas yang perlu mendapat perhatian
dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah:
a. Pencapaian 6 sasaran keselamatan pasien.
b. Pelayanan rawat jalan
c. Pelayanan Farmasi
d. Pelayanan Gawat Darurat

51
LAMPIRAN 2. Contoh Template Pedoman Mutu

PEDOMAN/MANUAL MUTU

I. Pendahuluan, yang berisi:


A. Latar belakang:
1. Profil organisasi
a. Gambaran umum organisasi
b. Visi organisasi
c. Misi organisasi
d. Struktur organisasi
e. Motto
f. Tata nilai
2. Kebijakan mutu:
a. Kami jajaran pengelola dan seluruh karyawan
Puskesmas X berkomitmen untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan
pelanggan. Kami berkomitmen untuk memperbaiki
proses pelayanan berdasarkan fakta.
b. Kebijakan teknis dalam perbaikan mutu dan
keselamatan pasien ada pada lampiran pedoman
ini
3. Proses pelayanan (proses bisnis)
a. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat:…..dst
b. Penyelenggaraan Pelayanan Klinis……dst
B. Ruang Lingkup:
Lingkup pedoman mutu ini disusun berdasarkan persyaratan
ISO 9001:2008 dan standar akreditasi pukesmas, yang
meliputi: persyaratan umum system manajemen mutu,
tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya,

52
proses pelayanan yang terdiri dari penyelenggaraan Upaya
Kesehatan Masyarakat, yang meliputi: upaya……..dst, dan
Pelayanan Klinis.
Dalam penyelenggaraan UKM dan pelayanan klinis memperhatikan
keselamatan sasaran/pasien dengan menerapkan manajemen
risiko.
C. Tujuan: Pedoman mutu ini disusun sebagai acuan bagi
Puskesmas dalam membangun system manajemen
mutu baik untuk penyelenggaraan UKM maupun untuk
penyelenggaraan pelayanan klinis
D. Landasan hukum dan acuan:
Landasan hukum yang digunakan dalam menyusun
pedoman mutu ini adalah : (sebutkan peraturan yang terkait
dengan puskesmas)
Acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman mutu ini
adalah: standar akreditasi puskesmas dan persyaratan ISO
9001:2008
E. Istilah dan definisi (urutkan sesuai abjad):
a. Pelanggan
b. Kepuasan pelanggan
c. Pasien
d. Koreksi
e. Tindakan korektif
f. Tindakan preventif
g. Pedoman mutu
h. Dokumen
i. Rekaman
j. Efektivitas
k. Efisiensi
l. Proses
m. Sasaran mutu

53
n. Perencanaan mutu
o. Kebijakan mutu
p. Sarana
q. Prasarana……dsb (sesuai kebutuhan)

II. Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Penyelenggaraan


Pelayanan
A. Persyaratan umum:
Puskesmas X menetapkan, mendokumentasikan, meme-
lihara system manajemen mutu sesuai dengan standar
akreditasi Puskesmas dan standar ISO 9001:2008. Sistem ini
disusun untuk memastikan telah diterapkannya persyaratan
pengendalian terhadap proses-proses penyelenggaraan
pelayanan kepada masyarakat baik penyelenggaraan upaya
puskesmas maupun pelayananan klinis, yang meliputi
kejelasan proses pelayanan dan interaksi proses dalam
penyelenggaraan pelayananan, kejelasan penanggung
jawab, penyediaan sumber daya, penyelenggaraan
pelayanan itu sendiri mulai dari perencanaan yang berdasar
kebutuhan masyarakat/pelanggan, verifikasi terhadap
rencana yang disusun, pelaksanaan pelayanana, dan
verifikasi terhadap proses pelayanan dan hasil-hasil yang
dicapai, monitoring dan evaluasi serta upaya penyempurnaan
yang berkesinambungan.

B. Pengendalian dokumen:
1. Secara umum dokumen-dokumen dalam system
manajemen mutu yang disusun meliputi:
Dokumen level 1 : Kebijakan, dokumen level 2:
pedoman/manual, dokumen level 3: standar prosedur
operasional, dan dokumen level 4: rekaman-rekaman
sebagai catatan sebagai akibat pelaksanaan kebijakan,
pedoman, dan prosedur. (jelaskan bagaimana
pendendalian dokumen di puskesmas: proses

54
penyusunan dokumen, pengesahan, penomoran,
pemberlakukan, distribusi, penyimpanan, pencarian
kembali, proses penarikan dokumen yang kadaluwarsa,
dsb)
2. Pengendalian rekam implementasi (jelaskan bagaimana
pengendalian rekam implementasi di puskesmas)

C. Tanggung jawab manajemen:


1. Komitmen manajemen
Kepala Puskesmas, penanggung jawab manajemen
mutu, penanggung jawab upaya, penanggung jawab
pelayanan klinis, dan seluruh karyawan puskesmas
bertanggung jawab untuk menerapkan seluruh
persyaratan yang ada pada manual mutu ini
2. Fokus pada sasaran/pasien:
Pelayanan yang disediakan oleh puskesmas dilakukan
dengan berfokus pada pelanggan. Pelanggan dilibatkan
mulai dari identifikasi kebutuhan dan harapan pelanggan,
perencanaan penyelenggaraan upaya puskesmas dan
pelayanan klinis, pelaksanaan pelayanan, monitoring
dan evaluasi serta tindak lanjut pelayanan.
3. Kebijakan mutu:
Seluruh karyawan berkomitmen untuk menyeleng-
garakan pelayanan yang berfokus pada pelanggan,
memperhatikan keselamatan pelanggan, dan
melakukan penyempurnaan yang berkelanjutan.
Kebijakan mutu dituangkan dalam surat keputusan
Kepala Puskesmas yang meliputi kebijakan mutu
pelayanan klinis dan kebijakan mutu pelayanan UKM
4. Perencanaan Sistem Manajemen Mutu dan Pencapaian
Sasaran Kinerja/Mutu
Sasaran mutu ditetapkan berdasarkan standar kinerja/
standar pelayanan minimal yang meliputi indicator-
indikator pelayanan klinis, indicator penyelenggaraan

55
upaya puskesmas. Perencanaan disusun dengan
memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan, hak
dan kewajiban pelanggan, serta upaya untuk mencapai
sasaran kinerja yang ditetapkan. Perencanaan mutu
Puskesmas dan keselamatan pasien berisi program-
program kegiatan peningkatan mutu yang meliputi:
a. Penilaian dan peningkatan kinerja baik UKM
maupun UKP
b. Upaya pencapaian enam sasaran keselamatan
pasien
c. Penerapan manajemen risiko pada area prioritas
d. Penilaian kontrak/kerjasama pihak ketiga
e. Pelaporan dan tindak lanjut insiden keselamatan
pasien
f. Peningkatan mutu pelayanan laboratorium
g. Peningkatan mutu pelayanan obat
h. Pendidikan dan pelatihan karyawan tentang mutu
dan keselamatan pasien
5. Tanggung jawab, wewenang (jelaskan tangung jawab
dan wewenang mulai dari Kepala, wakil manajemen
mutu/penanggung jawab mutu, penanggung jawab UKM,
tanggung jawab pelayanan klinis, dan seluruh karyawan
dalam peningkatan mutu
6. Wakil manajemen mutu/Penanggung jawab manajemen
mutu
Kepala Puskesmas menunjuk seorang wakil manajemen
mutu yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir seluruh
kegiatan mutu di Puskesmas:
• Memastikan system manajemen mutu ditetapkan,
diimplementasikan, dan dipelihara
• Melaporkan kepada manajemen kinerja dari system
manajemen mutu dan kinerja pelayanan

56
• Memastikan kesadaran seluruh karyawan terhadap
kebutuhan dan harapan sasaran/pasien
7. Komunikasi internal
Komunikasi internal dilakukan dengan cara workshop
(minilokakarya), pertemuan, diskusi, email, sms, memo dan
media lain yang tepat untuk melakukan komunikasi
8. Tinjauan Manajemen :
a. Umum: Rapat tinjauan manajemen dilakukan minimal
dua kali dalam setahun
b. Masukan tinjauan manajemen meliputi :
• Hasil audit
• Umpan balik pelanggan
• Kinerja proses
• Pencapaian sasaran mutu
• Status tindakan koreksi dan pencegahan yang
dilakukan
• Tindak lanjut tehadap hasil tinjauan manajemen
yang lalu
• Perubahan terhadap Kebijakan mutu
• Perubahan yang perlu dilakukan terhadap system
manajemen mutu/system pelayanan
c. Luaran tinjauan : Hasil yang diharap dari tinjauan
manajemen adalah peningkatan efektivitas system
manajemen mutu, peningkatan pelayanan terkait
dengan persyaratan pelanggan, dan identifikasi
perubahan-perubahan, termasuk penyediaan sumber
daya yang perlu dilakukan

D. Manajemen sumber daya:


1. Penyediaan sumber daya
Kepala puskesmas berkewajiban menyediakan
sumber daya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan

57
pelayanan di puskesmas. Penyediaan sumber daya
meliputi: (baik untuk penyelenggaraan UKM maupun
pelayanan klinis)
2. Manajemen sumber daya manusia
Penyediaan sumber daya manusis, proses rekrutmen,
proses kredensial, proses pelatihan dan peningkatan
kometensi
3. Infrastruktur (jelaskan pengelolaan infrastruktur yang
harus dilakukan)
4. Lingkungan kerja (jelaskan bagaimana upaya
memelihara lingkungan kerja tetap aman, hijau, dan
bersih, serta mengupayakan penghematan)

E. PenyelenggaraanUpaya Kesehatan Masyarakat dan


pelayanan Klinis:
1. Upaya Kesehatan Masyarakat:
a. Perencanaan Upaya Kesehatan Masyarakat,
akses, dan pengukuran kinerja
b. Penyelenggaraan UKM
c. Sasaran Kinerja UKM dan MDGs:
1) Pemantauan dan pengukuran:
a) Kepuasan pelanggan
b) Audit internal
c) Pemantauan dan pengukuran proses
d) Pemantauan dan pengukuran hasil
layanan
2) Pengendalian jika ada hasil yang tidak sesuai
3) Analisis data
4) Peningkatan berkelanjutan
5) Tindakan korektif
6) Tindakan preventif

58
2. Pelayanan klinis:
a. Pelayanan Klinis yang berorientasi pasien
b. Penunjang pelayanan klinis
c. Peningkatan Mutu Pelayanan Klinis dan
Keselamatan Pasien:
1) Penilaian indikator kinerja klinis
2) Pengukuran pencapaian sasaran
keselamatan pasien
3) Pelaporan insiden keselamatan pasien
4) Analisis dan tindak lanjut
5) Penerapan manajemen risiko

III. Penutup
Lampiran (jika ada)

59
LAMPIRAN 3. Contoh Pedoman Pemberdayaan Masyarakat

PEDOMAN
PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan


kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dengan memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Masih tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan
prevalensi gizi kurang pada balita menjadi masalah di Kecamatan
ABCD, yang tidak dapat ditangani sendiri oleh sektor kesehatan,
melainkan perlu ditangani bersama dengan sektor di luar
kesehatan dan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan
sangat penting sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan juga sebagai berikut 1) Dari
hasil kajian ternyata 70% sumber daya pembangunan nasional
berasal kontribusi/partisipasi masyarakat; 2) Pemberdayaan
masyarakat/partisipasi masyarakat berazaskan gotong royong,
merupakan budaya masyarakat Indonesia yang perlu dilestarikan;
3) Perilaku masyarakat merupakan faktor penyebab utama,
terjadinya permasalahan kesehatan, oleh sebab itu masyarakat
sendirilah yang dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan
pendampingan/bimbingan pemerintah; 4) Pemerintah mempunyai
keterbatasan sumber daya dalam mengatasi permasalahan
kesehatan yang semakin kompleks di masyarakat, sedangkan
masyarakat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dapat
dimobilisasi dalam upaya pencegahan di wilayahnya; 5) Potensi

60
yang dimiliki masyarakat diantaranya meliputi community
leadership, community organization, community financing,
community material, community knowledge, community
technology, community decision making process, dalam upaya
peningkatan kesehatan, potensi tersebut perlu dioptimalkan;
6) Upaya pencegahan lebih efektif dan efisien dibanding upaya
pengobatan, dan masyarakat juga mempunyai kemampuan
untuk melakukan upaya pencegahan apabila dilakukan upaya
pemberdayaan masyarakat terutama untuk ber-perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS).
Untuk keberhasilan penyelenggaraan berbagai upaya
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lebih difokuskan
pada: a) meningkatnya perubahan perilaku dan kemandirian
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, b) meningkatnya
kemandirian masyarakat dalam sistem peringatan dini,
penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana,
serta terjadinya wabah/KLB, c) meningkatnya keterpaduan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dengan kegiatan
yang berdampak pada income generating. Disamping itu, upaya
pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari masalah dan
potensi spesifik daerah, oleh karenanya diperlukan pendelegasian
wewenang lebih besar kepada daerah.

B. Tujuan
Meningkatnya upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM) sehingga masyarakat mampu mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi secara mandiri dan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS).

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua pemangku kepentingan
terkait untuk bekerjasama dalam pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di Kecamatan
ABCD

61
D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan dan pembinaan


pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan peran
pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di Kecamatan
ABCD.

E. Batasan Operasional

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi


yang bersifat non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan
dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses
pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok
(klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).
Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan
suatu proses aktif, dimana sasaran/klien dan masyarakat
yang diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi)
dalam kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari konteks
pembangunan kesehatan, partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan dan kemitraan masyarakat dan fasilitator
(pemerintah, LSM) dalam pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kegiatan dan program
kesehatan serta memperoleh manfaat dari keikutsertaannya
dalam rangka membangun kemandirian masyarakat.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan

62
bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas,
lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor
internal dan eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi
secara sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam
proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan oleh
fasilitator pemberdayaan masyarakat. Peran fasilitator pada
awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap
selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu
menyelenggarakan UKBM secara mandiri dan menerapkan
PHBS.
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilaksanakan
dengan prinsip-prinsip:
1. Kesukarelaan, yaitu keterlibatan seseorang dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat tidak boleh berlangsung karena
adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh
kesadaran sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan
memecahkan masalah kehidupan yang dirasakan.
2. Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau
melepaskan diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap
individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3. Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan
melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab,
tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.
4. Partisipatif, yaitu keikutsertaan semua pemangku
kepentingan sejak pengambilan keputusan, perencanan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan
hasil-hasil kegiatannya.

63
5. Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan
dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang
ditinggikan dan tidak ada yang merasa direndahkan.
6. Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak
untuk mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai
pendapat maupun perbedaan di antara sesama pemangku
kepentingan.
7. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan
saling memperdulikan.
8. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu
dan mengembangkan sinergisme.
9. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan
terbuka untuk diawasi oleh siapapun.
10. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap
daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan
sumber daya kesehatan bagi sebesar-besar kemakmuran
masyarakat dan kesinambungan pembangunan kesehatan.

64
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat mulai di Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab UKP, Penanggung jawab UKM, dan seluruh
karyawan. Penanggung jawab UKM Promosi Kesehatan
merupakan koordinator dalam penyelenggaraan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di Kecamatan ABCD.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan
sektor terkait yaitu: Camat, PKK, penanggung jawab KB,
agama, pendidikan, pertanian, dan sektor terkait lainnya dengan
kesepakatan peran masing-masing dalam pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadualan Penanggung jawab UKM, UKP, dan
karyawan puskesmas dikoordinir oleh Penanggung jawab UKM
Promosi Kesehatan sesuai dengan kesepakatan.

C. Jadual Kegiatan
Jadual pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat
disepakati dan disusun bersama dengan sektor terkait dalam
pertemuan lokakarya mini lintas sektor tiap tiga bulan sekali

65
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Koordinasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat
dilakukan oleh Penanggung jawab UKM Promosi Kesehatan yang
menempati ruang C dari gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat
koordinasi dilakukan di aula Puskesmas ABCD yang terletak di
sebelah utara ruang C.

Aula
Aula R
R
Puskesmas Ruang Tunggu
Ruang Tunggu KIA
KIA
Puskesmas

R
R.C Periks
Periks

B. Standar Fasilitas
1. Panduan pemberdayaan masyarakat : 1 buah
2. Panduan PHBS : 1 buah
3. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat : 1 kit
4. Kit audividual, yang terdiri dari :
a. Wireless microphone : 4 buah
b. Speaker: 2 buah
c. LCD projektor

66
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
mencakup:
1. Upaya membangun kesadaran kritis masyarakat dimana
masyarakat diajak untuk berpikir serta menyadari hak dan
kewajibannya di bidang kesehatan. Membangun kesadaran
masyarakat merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian
masyarakat yang dilakukan dengan membahas bersama
tentang harapan mereka, berdasarkan prioritas masalah
kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
2. Perencanaan Partisipatif merupakan proses untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan serta potensi
selanjutnya menerjemahkan tujuan ke dalam kegiatan nyata
dan spesifik yang melibatkan peran aktif masyarakat dalam
perencanaan segala hal dalam kesehatan. Kegiatan ini
dilakukan sendiri oleh masyarakat didampingi oleh fasilitator.
Hal ini, selain dapat menimbulkan rasa percaya akan hasil
perencanaan juga membuat masyarakat mempunyai rasa
memiliki terhadap kegiatan yang dilakukan. Perencanaan
partisipatif ini berbasis pada hasil survei dan pemetaan
mengenai potensi, baik kondisi fisik lingkungan dan sosial
masyarakat, yang digali oleh masyarakat sendiri.
3. Pengorganisasian masyarakat sendiri merupakan proses
yang mengarah pada terbentuknya kader masyarakat yang
bersama masyarakat dan fasilitator berperan aktif dalam
lembaga berbasis masyarakat (Forum Masyarakat Desa)
sebagai representasi masyarakat yang akan berperan
sebagai penggerak masyarakat dalam melakukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.

67
4. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh masyarakat
bersama dengan pengelola pemberdayaan dengan
menggunakan metode dan waktu yang disepakati bersama
secara berkesinambungan untuk mengetahui dan menilai
pencapaian kegiatan yang dijalankan. Hasil evaluasi ini
digunakan sebagai rujukan untuk melakukan kegiatan yang
berkelanjutan.

B. METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BIDANG


KESEHATAN
Dalam upaya mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan diperlukan peran fasilitator, dimana fasilitator
bertanggungjawab dalam mengkomunikasikan inovasi di bidang
kesehatan kepada masyarakat penerima manfaat.
Tujuannya adalah agar penerima manfaat tahu, mau, dan mampu
menerapkan inovasi tersebut demi tercapainya perbaikan mutu
hidupnya di bidang kesehatan. Perlu diingat bahwa keberadaan
masyarakat penerima manfaat sangat beragam dalam hal budaya,
sosial, kebutuhan, motivasi, dan tujuan yang diinginkan.
Mengingat keberadaaan masyarakat penerima manfaat
pemberdayaan yang sangat beragamnya maka metode yang
digunakan dalam pemberdayaan tersebut tidaklah paten dengan
menggunakan suatu metode tertentu saja, bahwa tidak ada
satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Bahkan dalam banyak
kasus penerapan metode dalam suatu kegiatan pemberdayaan
masyarakat harus menggunakan beragam metode sekaligus yang
saling menunjang dan melengkapi. Untuk itu, seorang fasilitator
harus mampu memilih metode yang paling tepat dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan mengkontekstualisasikan inovasi
yang dimiliki ke dalam budaya masyarakat penerima manfaat
untuk tercapainya tujuan pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakannya.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, seorang
fasilitator harus bisa memilih metode yang paling sesuai dan
tepat dengan kebutuhan masyarakat setempat, dalam pemilihan

68
metode tersebut seorang fasilitator harus memperhatikan
beberapa prinsip berikut :
1. Pengembangan untuk berpikir kreatif dimana masyarakat
harus diajak untuk berpikir kreatif, bisa mencari solusi sendiri
atas masalah yang dihadapinya.
2. Tempat yang paling baik adalah ditempat kegiatan penerima
manfaat sehingga tidak banyak menyita waktu kegiatan
rutinnya, fasilitator bisa memahami betul keadaan penerima
manfaat dan penerima manfaat dapat ditunjukkan beberapa
contoh nyata tentang potensi masalah dan peluang yang
dapat ditemukan di lingkungan pekerjaannya sendiri sehingga
penerima manfaat mudah memahami dan mengingatnya.
3. Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya sehingga
kegiatan pemberdayaan akan lebih efisien jika diterapkan
kepada masyarakat khususnya kepada mereka yang
diakui masyarakat setempat sebagai panutan atau tokoh
masyarakat.
4. Menciptakan hubungan yang akrab antara fasilitator dengan
penerima manfaat karena suasana akrab akan memperlancar
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
5. Memberikan suasana untuk terjadinya perubahan agar
terjadi perbaikan mutu dan kualitas hidup baik diri, keluarga
dan masyarakatnya.

Metode yang digunakan dalam upaya pemberdayaan masyarakat


bidang kesehatan di Puskesmas ABCD adalah:
1. Metode Rapid Rural Appraisal (RRA) atau penilaian desa
secara partisipatif
Merupakan teknik penilaian yang relatif terbuka, cepat dan
bersih dibanding dengan teknik kunjungan singkat sebagai
sebuah metode penilaian. RRA menggabungkan beberapa
teknik yang terdiri dari:
(a) review atau telaah data sekunder, termasuk peta
wilayah dan pengamatan lapangan,

69
(b) observasi lapangan secara langsung,
(c) wawancara dengan informan kunci dan lokakarya,
(d) pemetaan dan pembuatan diagram/grafik,
(e) studi kasus, sejarah lokal dan biografi,
(f) pembuatan kuesioner sederhana dan singkat, serta
(g) pembuatan laporan lapangan secara cepat.

2. Metode Participatory Rapid Appraisal (PRA)


Merupakan metode pengkajian pemberdayaan masyarakat
desa yang lebih banyak melibatkan pihak dalam yang terdiri
dari pihak stakeholder (pemangku kepentingan kegiatan)
dengan difasilitasi pihak luar yang berfungsi sebagai
narasumber atau fasilitator. PRA merupakan metode
penilaian keadaan secara partisipatif yang dilakukan pada
tahapan awal perencanaan kegiatan.
Dalam PRA terdapat 5 kegiatan pokok yaitu penjajakan/
pengenalan kebutuhan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan/
pengorganisasian kegiatan, pemantauan kegiatan dan
evaluasi kegiatan.
Adapun langkah-langkah metode PRA meliputi :
1. Penelusuran sejarah desa
2. Pembuatan bagan kecenderungan dan perubahan
3. Penyusunan kalender musim dan profil perubahan
4. Analisis pola penggunaan waktu (jadwal sehari-hari)
5. Observasi langsung terhadap dinamika sosial
6. Transect (penelusuran desa) dan pembuatan gambar
lingkungan (pemetaan prasarana, bangunan, ruangan,
sumber daya alam dan lokasi)
7. Pembuatan diagram kajian lembaga desa
8. Pembuatan bagan alur input-output
9. Bagan hubungan antar pihak (diagram venn)

70
10. Mengkaji mata pencaharian masyarakat
11. Membuat matrik dan peringkat permasalahan yang
dihadapi dan ditemukan masyarakat
12. Wawancara semi-terstruktur atau diskusi kelompok
terarah
13. Analisis pola keputusan
14. Studi kasus atau cerita tentang kehidupan, peta
mobilisasi masyarakat.
15. Pengurutan potensi atau kekayaan
16. Pengorganisasian masalah

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Persiapan
a. Diseminasi informasi pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan tingkat Kecamatan dan pihak lain
yang terkait.
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan tingkat
Kecamatan
2. Perencanaan
a. Merencanakan teknis kegiatan pemberdayaan
masyarakat dengan lintas sektor terkait
b. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang
bersumber dari dana pemberdayaan masyarakat dari
masing-masing sektor untuk kegiatan terintegrasi
3. Pelaksanaan
a. Menetapkan mekanisme koordinasi antar sektor terkait
dengan leading sektor dari Puskesmas (penanggung
jawab Promosi Kesehatan)

71
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan untuk
pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan di tingkat Kecamatan.
5. Melaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan sesuai dengan jadual yang telah disusun kepada
Kecamatan.
4. Monitoring Evaluasi
a. Monitoring pelaksanaan kegiatan pemberdayaan
masyarakat
b. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan
masyarakat.

72
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan


masyarakat direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas
sektor sesuai dengan tahapan kegiatan dan metoda pemberdayaan
yang akan dilaksanakan.

BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan


pemberdayaan perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan
melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko
terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan
dilaksanakan

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan


pemberdayaan perlu diperhatikan keselamatan kerja karyawan
puskesmas dan lintas sektor terkait dengan melakukan identifikasi
risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap harus
dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan

73
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimonitor dan


dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator PHBS
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap
tribulan.

BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas


sektor terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan dengan tetap memperhatikan prinsip
proses pembelajaran dan manfaat.
Keberhasilan kegiatan pemberdayaan masyarakat tergantung pada
komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan
kemandirian masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam
bidang kesehatan.

74
LAMPIRAN 4. Contoh Pedoman Pemberdayaan Masyarakat

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAH KESELAMATAN PASIEN


PUSKESMAS X

I. Pendahuluan
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seluruh unit
pelayanan yang ada dan seluruh karyawan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan yang bermutu dan peduli terhadap
keselamatan pasien, pengunjung, masyarakat, dankaryawan
yang bekerja di rumahsakit.
Program mutu dan keselamatan pasien merupakan program
yang wajib direncanakan, dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi dan
ditindaklanjuti diseluruh jajaran yang ada di Puskesmas X, mulai
dari pemilik, direktur, penanggungjawab pelayanan klinis, dan
seluruh karyawan.
Oleh karena itu perlu disusun program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien …. yang menjadi acuan dalam penyusunan
program-program mutu dan keselamatan pasien di unit kerja
untuk dilaksanakan pada tahun 2015.

II. Latar belakang


A. Puskesmas X terletak di pinggir jalan raya antar dua kota,
dengan kejadian kecelakaan lalu lintas cukup tinggi rata-rata
tiap hari terjadi 2 sampai 3 kasus kecelakaan yang dibawa ke
puskesmas
B. Kejadian kematian ibu di wilayah puskesmas X cukup tinggi,
rata-rata terjadi 3-4 kematian ibu setiap tahun, sementara di
puskesmas Y dan Z pada tahun 2013 dan tahun 2014 tidak
terjadi kematian ibu.
C. Dari monitoring bulan Agustus sd Oktober 2014 dijumpai
kesalahan pemberian obat pada pasien antara 2 sampai 3
kali dalam sebulan.

75
D. Pilihan prioritas:
Berdasarkan data tersebut di atas, maka prioritas peningkatan
mutu klinis dan keselamatan pasien di Puskesmas X adalah:
a. Pelayanan rawat darurat
b. Pelayanan ANC dan pertolongan persalinan
c. Pelayanan obat

III. PENGORGANISASIAN DAN TATA HUBUNGAN KERJA


A. PENGORGANISASIAN :

Pelindung
Ka Puskesmas

Wakil Manjemen
Mutu

Ketua tim PMKP

Pokja
Pokja rajal Pokja ranap Pokja obat
penunjang

B. TATA HUBUNGAN KERJA DAN ALUR PELAPORAN


1. Tata Hubungan Kerja:
Ketua tim PMKP bertugas melakukan koordinasi
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
monitoring kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di Puskesmas X. Penanggung jawab tiap-
tiap pokja melakukan koordinasi pelaksanaan
dan monitoring kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien pada pokja yang menjadi tanggung
jawabnya. Ketua tim PMKP bertanggung jawab
terhadap Wakil Manajemen Mutu dalam pelaksanaan

76
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Wakil Manajemen Mutu bersama dengan tim PMKP
mengadakan rapat koordinasi tiap tiga bulan untuk
memonitor kemajuan dalam pelaksanaan kegiatan dan
mengatasi permasalahan.
2. Pelaporan
Tiap pokja melaporkan kegiatan setiap bulan kepada
ketua tim PMKP dalam bentuk laporan bulanan.
Ketua tim PMKP melaporkan kegiatan PMKP kepada
Kepala Puskesmas dengan tembusan kepada Wakil
Manajemen Mutu tiap bulan.

IV. Tujuan

A. Tujuan umum : meningkatkan mutu dan keselamatan pasien


di Puskesmas ..….

B. Tujuan khusus:
1. Meningkatkan mutu pelayanan klinis
2. Meningkatkan mutu manajemen
3. Meningkatkan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien

77
V. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan


A Penilaian kinerja Memilih dan menetapkan indicator mutu pelayanan
pelayanan klinis klinis, Sasaran Keselamatan Pasien dan menyusun
profil indicator
Menyusun panduan penilaian kinerja pelayanan
klinis
Mencatat data melalui sensus harian
Melaksanakan penilaian kinerja pelayanan klinis
Melakukan analisis kinerja pelayanan klinis
Melaksanakan tindak lanjut hasil analisis kinerja
pelayanan klinis
B Sasaran Membuat panduan system pencatatan dan
Keselamatan Pasien pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP)
Memonitor capaian sasaran keselamatan pasien
Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sentinel,
KTD, dan KNC
Melakukan analisis kejadian KTD dan KNC
Melakukan tindak lanjut
C Manajemen risiko Melaksanakan identifikasi risiko pelayanan obat
Melakukan analisis risiko pelayanan obat
Menyusun rencana tindak lanjut
Melaksanakan tindak lanjut
D Kontak kerja terkait Menyusun panduan seleksi dan evaluasi
pelayanan klinis kontrak/perjanjian kerja
Melaksanakan evaluasi kontrak/perjanjian kerja
E Diklat PMKP Menyusun rencana diklat PMKP
ekternal dan internal Melaksanakan diklat PMKP
Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan diklat
PMKP
F Peningkatan mutu Identifikasi risiko pelayanan lab
pelayanan
laboratorium Analisis risiko dan tindak lanjutnya
Pengendalian bahan berbahaya dan beracun di lab
Pemantauan penggunaan APD di lab
Pelaksanaan pemantapan mutu internal
Pelaksanaan pemantapan mutu eksternal
G Peningkatan mutu Identifikasi risiko pelayanan obat
pelayanan obat Analisis risiko dan tindak lanjutnya
Pemantauan kebersihan penyediaan obat
H Peningkatan mutu Monitoring pelaksanaan prosedur ANC
pelayanan ANC Meningkatkan kemampuan deteksi dini risiko
persalinan
Meningkatkan kemampuan dalam persiapan
rujukan dari rumah, dan dari puskesmas ke rumah
sakit

78
VI. Cara melaksanakan kegiatan dan sasaran

A. Cara melaksanakankegiatan:
Secara umum dalam pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien adalah mengikuti siklus Plan Do Check
Action.

B. Sasaran :
1. Kinerja pelayanan klinis diukur pada semua unit
pelayanan
2. Tercapainya sasaran keselamatan pasien
3. 100 % insiden keselamatan pasien dilaporkan dan
ditindak lanjuti
4. Manajemen risiko diterapkan pada tahun 2015 di
pelayanan laboratorium dan obat
5. Tidak terjadi kematian ibu pada tahun 2015
6. Terlaksananya diklat PMKP sesuai rencana
7. Tidak terjadi kesalahan pemberian obat
8. Tidak terjadi kesalahan pemeriksaan laboratorium

C. RINCIAN KEGIATAN, SASARAN KHUSUS, CARA


MELAKSANAKAN KEGIATAN

79
VII. JADUAL KEGIATAN (GAMBARKAN DALAM BAGAN Gantt
untuk rencana satu tahun)
Cara
No Kegiatan Pokok Sasaran Umum Rincian Kegiatan Sasaran Melaksanakan
Kegiatan
A Penilaian kinerja Kinerja pelayanan Memilih dan menetapkan Tersusun Pertemuan
pelayanan klinis klinis diukur pada indicator mutu pelayanan indikator pembahasan
semua unit klinis, Sasaran pelayanan indikator
pelayanan klinis Keselamatan Pasien dan klinis dan profil
menyusun profil indicator indikator
Menyusunpanduanpenilai Tersusunnya Pertemuan
an kinerja klinis panduan pembahasan
penilaian panduan
kinerja klinis penilaian
kinerja klinis
Mencatat data melalui Terkumpulnya Pencatatan
sensus harian data melalui sensus harian
sensus harian
Melaksanakan penilaian Terkumpulnya Pertemuan
kinerja pelayanan klinis data indikator pembahasan
kinerja capaian
pelayanan indikator
klinis pelayanan
klinis
Melakukan analisis Hasil analisis PDCA
kinerja pelayanan klinis kinerja
pelayanan
klinis
Melaksanakan tindak Laporan PDCA
lanjut hasil analisis pelaksanaan
kinerja pelayanan klinis tindak lanjut
B Sasaran ....dst
Keselamatan
pasien

VIII. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporannya


Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilakukan tiap bulan
sesuai dengan jadual kegiatan, dengan pelaporan hasil-hasil yang
dicapai pada bulan tersebut.

IX. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan


Sensus harian indicator mutu dan pelaporan dilakukan setiap
bulan.
Dilakukan pencatatan dan pelaporan indikator pelayanan klinis
dari tiap unit kerja.

80
Dilakukan pelaporan hasil analisis penilaian kinerja pelayanan
klinis tiap tiga bulan oleh ketua PMKP kepada Kepala Puskesmas,
dan didistribusikan kepada unit-unit terkait untuk ditindak lanjut
Dilakukan pelaporan tahunan hasil analisis penilaian kinerja
pelayanan klinis oleh Ketua PMKP kepada Kepala Puskesmas.

81
LAMPIRAN 5. Contoh SPO Injeksi Intra Muskuler

INJEKSI INTRA MUSKULAIR


No. Kode : SPO/UKP/RJ/01 Ditetapkan Oleh
Terbitan : 01 Kepala Puskesmas
LOGO …………
No. Revisi : 00
SPO
Tgl. Mulai Berlaku : 24/11/2014
Nama……….
Halaman : 1- 3.
NIP:…………….

1. Pengertian a. Injeksi intra muskular adalah: pemberian obat dengan cara memasukkan
obat ke dalam jaringan otot menggunakan spuit injeksi dilakukan pada
otot pangkal lengan atau otot paha bagian luar (yaitu 1/3 tengah paha
sebelah luar)
2. Tujuan Memasukkan sejumlah obat pada jaringan otot agar cepat terserap oleh
tubuh
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.004/2014 tentang pelayanan klinis

4. Referensi Buku Pedoman Perawatan dasar Depkes RI Tahun 2005.


5. Alat dan Bahan 1.Alat :
a. Bak Instrumen Steril,
b. Alat tulis
2. Bahan:
a. Kapas alkohol
b. Obat injeksi
c. Spuit injeksi

6. Langkah- Langkah Bagan Alir

82
1. Petugas mencuci tangan,
2. Petugas menyiapkan alat – alat dan
bahan dalam bak instrumen steril,
3. Petugas Memberi tahu maksud
tindakan kepada pasien
4. Petugas melakukan aspirasi obat
dosis dengan spuit injeksi
5. Petugas Mengatur posisi pasien
6. Petugas memilih area penusukan
yang bebas dari lesi dan peradangan
7. Petugas membersihkan area
penusukan menggunakan kapas
alkohol
8. Petugas membuka tutup jarum
9. Petugas menusukkan jarum ke
daerah penusukan dengan sudut 90
derajat, kira – kira sampai jaringan
otot
10. Petugas meLakukan aspirasi spuit,
11. Petugas mengobservasi ada tidak
darah dalam spuit
12. Jika ada darah tarik kembali jarum
dari kulit,
13. Petugas menekan tempat
penusukan dengan kapas alkohol
14. Petugas mengganti penusukan ke
tempat lain
15. Jika tidak ada darah, masukkan obat
perlahan – lahan hingga habis
16. Petugas mencabut jarum
17. Petugas menekan tempat
penusukan dengan kapas alkohol
18. Petugas memberitahu kepada
pasien bahwa tindakan sudah
selesai
19. Petugas membuang sampah medis
pada tempatnya
20. Petugas mencatat tindakan dalam
rekam medis,
21. Petugas merapikan alat dan bahan,
22. Petugas mencuci tangan.

7. Hal-hal yang perlu Observasi pasien antara 5 sampai dengan 15 menit terhadap reaksi obat.
diperhatikan
8. Unit terkait 1. Klinik Umum
2. Klinik Gigi,
3. Rawat Inap,
5. Immunisasi,
6. Ruang KIA.KB
7. Puskesmas Pembantu
8. Dokumen terkait 1. Rekam Medis
2. Catatan tindakan.

83
TIM PENYUSUN

drg. Kartini Rustandi, M.Kes


dr. H. KM Taufik, MMR
dr. Tjahjono Kuntjoro, MPH, PhD.
dr. Soenoe Joewana, MMR
Djemingin Pamungkas, SKM, MKM
dr. Ganda Raja Partogi S, MKM
Tinexcelly Simamora, SKM
dr. Dewi Irawati, MKM
drg. Naneu Retna Arfani
Ruri Purwandani, Sp
dr. Ernawati Atmaningtyas
dr. Mugi Lestari
dr. Irni Dwi Aprianti
drg. Aditia Putri
drg. Idawati Lina
Indi Susanti, SKM, M. Epid
dr. Muhamad Ilhamy, Sp.OG

84
EDITOR

dr. Tjahjono Kuntjoro, MPH, PhD; dr. H. KM. Taufiq. MMR;


dr. Ganda Raja Partogi, MKM; Ruri Purwandani, SP; dr. Ernawati
Atmaningtyas; drg. Naneu Retna; Restri Rahmawati, S.Sos

KONTRIBUTOR

dr. Sri Hastuti Nainggolan, MPH; Dr. dr. Sutoto, M.Kes; dr. Djoti
Atmodjo, Sp.A, MARS; Ir. Hendrumal Pandjaitan, MSc.; Sundoyo,
SH, MH; drg. Bulan Rachmadi, M.Kes; drg. Haslinda, M.Kes; dr.
Novana Perdana Putri; dr. Eko Budi Priyatno, MARS; dr. Diar Wahyu
Indriarti, MARS; dr. B. Eka Anoegrahi Wahjoeni, M.Kes; drg. Enizar
Nurdin; Drs. Sutanto, MM; Ahmad Eru S, SKp, M.Kep, Sp.Kom;
Ns. Riyanto, M.Kes, S.Kp, M.Kep; drg. Anwarul Amin, MARS; drg.
Sudono, M.Kes; Hazna Halta, SKM, MKM; Rita Utrajani, SKM, MKM;
Endardi, SKM; drg. Roozana Medalia; dr. Nirmala; drg. Rochendah,
M.Kes; drg. Lili Apriliani, M.Kes; dr. Ribut Pantjarohana; dr. Rostina
Soehardi, M.Kes; drg. Nana; drg. Retno Lukitawati, M.Kes; dr. Ida Ayu
Merthawati; dr. Kamal Amirudin, MARS; Uud Cahyono, SH, MARS;
Prapti Widyaningsih, SH; Bayu K, SH; dr. Yayan Gusman; drg. Fara
Rosalina, Feni Melanie, SH; dr. Putu Lohita Rachmawati, MPH; Fitri
Wulandari, SH

SEKRETARIAT

Suparmo, SPd; Drs.Supriyadi; Ikbal Januar; Nanda Agung P.

85
86
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN DASAR


DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR

Gedung Adhyatma
Jl. HR. Rasuna Said Blok. X5 Kav. 4-9 Lt. 5 Blok B Ruang 508 Kuningan - Jakarta Selatan
Telp. 0215201590 Fax. 021-5222430
e-mail : yankesdas@gmail.com
http : www.depkes.go.id

ISBN 978-602-235-730-8

9 786022 357308

Anda mungkin juga menyukai