download-fullpapers-PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN RINOSINUSITIS KRONIK TANPA POLIP NASI PADA ORANG DEWASA JURNAL THT-KL
download-fullpapers-PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN RINOSINUSITIS KRONIK TANPA POLIP NASI PADA ORANG DEWASA JURNAL THT-KL
PENDAHULUAN
Gambar 1. Hubungan antara sinus paranasal dan kavum nasi dan struktur
yang terdapat pada kompleks ostiomeatal meatus medius.12
Sejak tahun 1984 sampai saat 2. Menurut Task Force on
ini telah banyak dikemukakan definisi Rhinosinusitis (TFR) 1996
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi disponsori oleh American
oleh para ahli, masing-masing dengan Academy of Otolaryngology /
kriterianya, antara lain :5,7 Head and Neck Surgery (AAO-
1. Menurut Kennedy tahun 1993 HNS), disebut rinosinusitis
(pada Konferensi Internasional kronik bila rinosinusitis
Penyakit Sinus, Princeton New berlangsung lebih dari dua
Jersey), sinusitis kronik adalah belas minggu dan diagnosa
sinusitis persisten yang tidak dikonfirmasi dengan kompleks
dapat disembuhkan hanya faktor klinis mayor dan minor
dengan terapi medikamentosa, dengan atau tanpa adanya hasil
disertai adanya hiperplasia pada pemeriksaan fisik. Tabel 1
mukosa dan dibuktikan secara menunjukkan faktor klinis
radiografik. Pada orang mayor dan minor yang
dewasa, keluhan dan gejala berkaitan dengan diagnosis
berlangsung persisten selama rinosinusitis kronik. Bila ada
delapan minggu atau terdapat dua atau lebih faktor mayor
empat episode atau lebih atau satu faktor mayor disertai
sinusitis akut rekuren, masing- dua atau lebih faktor minor
masing berlangsung minimal maka kemungkinan besar
sepuluh hari, berkaitan dengan rinosinusitis kronik. Bila hanya
perubahan persisten pada CT- satu faktor mayor atau hanya
scan setelah terapi selama dua faktor minor maka
empat minggu tanpa ada rinosinusitis perlu menjadi
pengaruh infeksi akut diferensial diagnosa.
Tabel 3. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik terdiri dari durasi dan pemeriksaan
fisik. Bila hanya ditemukan gambaran radiologis namun tanpa klinis
lainnya maka diagnosis tidak dapat ditegakkan.2
REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS
(2003 TASK FORCE)
Duration Physical findings (on of the following must be present)
>12 weeks of continuous 1. Discolored nasal discharge, polyps, or polypoid
symptoms (as described by swelling on anterior rhinoscopy (with decongestion) or
1996 Task Force) or nasal endoscopy
physical findings 2. Edema or erythema in middle meatus on nasal
endoscopy
3. Generalized or localized edema, erythema, or
granulation tissue in nasal cavity. If it does not involve
the middle meatus, imaging is required for diagnosis
4. Imaging confirming diagnosis (plain filmsa or
computerized tomography)b
Diagnosis rinosinusitis kronik alergi atau kemungkinan kelainan
tanpa polip nasi (pada dewasa) anatomis rongga hidung dapat
berdasarkan EP3OS 2007 ditegakkan dipertimbangkan dari riwayat penyakit
berdasarkan penilaian subyektif, yang lengkap.18 Informasi lain yang
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan perlu berkaitan dengan keluhan yang
penunjang lainnya.1 Penilaian subyektif dialami penderita mencakup durasi
berdasarkan pada keluhan, berlangsung keluhan, lokasi, faktor yang
lebih dari 12 minggu:1 memperingan atau memperberat serta
1) Buntu hidung, kongesti riwayat pengobatan yang sudah
atau sesak dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala
2) Sekret hidung / post yang dapat diperoleh melalui
nasal drip, umumnya anamnesis dapat dilihat pada tabel 1
mukopurulen pada bagian depan. Menurut EP3OS
3) Nyeri wajah / tekanan, 2007, keluhan subyektif yang dapat
nyeri kepala dan menjadi dasar rinosinusitis kronik
4) Penurunan / hilangnya adalah:
penciuman 1) Obstruksi nasal
Pemeriksaan fisik yang dilakukan Keluhan buntu hidung
mencakup rinoskopi anterior dan pasien biasanya bervariasi
posterior.1 Yang menjadi pembeda dari obstruksi aliran udara
antara kelompok rinosinusitis kronik mekanis sampai dengan
tanpa dan dengan nasal polip adalah sensasi terasa penuh daerah
ditemukannya jaringan polip / jaringan hidung dan sekitarnya
polipoid pada pemeriksaan rinoskopi 2) Sekret / discharge nasal
anterior.Pemeriksaan penunjang yang Dapat berupa anterior atau
dilakukan antara lain endoskopi nasal, posterior nasal drip
sitologi dan bakteriologi nasal, 3) Abnormalitas penciuman
pencitraan (foto polos sinus, Fluktuasi penciuman
transiluminasi, CT-scan dan MRI), berhubungan dengan
pemeriksaan fungsi mukosiliar, rinosinusitis kronik yang
penilaian nasal airway, fungsi mungkin disebabkan karena
penciuman dan pemeriksaan obstruksi mukosa fisura
1
laboratorium. olfaktorius dengan / tanpa
alterasi degeneratif pada
Anamnesis mukosa olfaktorius
Anamnesis yang cermat dan 4) Nyeri / tekanan fasial
teliti sangat diperlukan terutama dalam Lebih nyata dan terlokalisir
menilai gejala-gejala yang ada pada pada pasien dengan
kriteria diatas, mengingat patofisiologi rinosinusitis akut, pada
rinosinusitis kronik yang kompleks. rinosinusitis kronik keluhan
Adanya penyebab infeksi baik bakteri lebih difus dan fluktuatif.
maupun virus, adanya latar belakang
Selain untuk mendapatkan penampakan mukosa sinus.1,13
riwayat penyakit, anamnesis juga dapat Indikasi endoskopi nasal yaitu
digunakan untuk menentukan berat evaluasi bila pengobatan
ringannya keluhan yang dialami konservatif mengalami
penderita. Ini berguna bagi penilaian kegagalan.18 Untuk
kualitas hidup penderita. Ada beberapa rinosinusitis kronik, endoskopi
metode/test yang dapat digunakan nasal mempunyai tingkat
untuk menilai tingkat keparahan sensitivitas sebesar 46 % dan
penyakit yang dialami penderita, spesifisitas 86 %.18
namun lebih sering digunakan bagi Radiologi, merupakan
kepentingan penelitian, antara lain pemeriksaan tambahan yang
dengan SNOT-20 (sinonasal outcome umum dilakukan, meliputi X-
test), CSS (chronic sinusitis survey) foto posisi Water, CT-scan,
dan RSOM-31 (rhinosinusitis outcome MRI dan USG. CT-scan
measure)1,2,11 merupakan modalitas pilihan
dalam menilai proses patologi
Pemeriksaan Fisik dan anatomi sinus, serta untuk
Rinoskopi anterior dengan evaluasi rinosinusitis lanjut bila
cahaya lampu kepala yang pengobatan medikamentosa
adekuat dan kondisi rongga tidak memberikan respon.1,18
hidung yang lapang (sudah Ini mutlak diperlukan pada
diberi topikal dekongestan rinosinusitis kronik yang akan
sebelumnya)1,2,18 Dengan dilakukan pembedahan.1,2,18
rinoskopi anterior dapat dilihat Contoh gambaran CT-scan
kelainan rongga hidung yang rinosinusitis kronik tanpa polip
berkaitan dengan rinosinusitis nasi pada orang dewasa dapat
kronik seperti udem konka, dilihat pada gambar 4.
hiperemi, sekret (nasal drip), Pemeriksaan penunjang lain
krusta, deviasi septum, tumor yang dapat dilakukan antara
atau polip.18 lain:1,2,13,18
Rinoskopi posterior bila 1. Sitologi nasal, biopsi,
diperlukan untuk melihat pungsi aspirasi dan
patologi di belakang rongga bakteriologi
hidung.18 2. Tes alergi
Pemeriksaan Penunjang 3. Tes fungsi mukosiliar :
Transiluminasi, merupakan kliren mukosiliar, frekuensi
pemeriksaan sederhana getar siliar, mikroskop
terutama untuk menilai kondisi elektron dan nitrit oksida
sinus maksila. Pemeriksaan 4. Penilaian aliran udara nasal
dianggap bermakna bila (nasal airflow): nasal
terdapat perbedaan inspiratory peakflow,
transiluminasi antara sinus rinomanometri, rinometri
kanan dan kiri.18 akustik dan rinostereometri
Endoskopi nasal, dapat menilai 5. Tes fungsi olfaktori:
kondisi rongga hidung, adanya threshold testing
sekret, patensi kompleks 6. Laboratorium :
ostiomeatal, ukuran konka nasi, pemeriksaan CRP ( C-
udem disekitar orifisium tuba, reactive protein)
hipertrofi adenoid dan
Gambar 4. CT-scan penampang koronal menunjukkan rinosinusitis kronik
akibat konka bulosa sehingga mengakibatkan penyempitan
KOM.19
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan medikamentosa adalah kembalinya
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi fungsi drainase ostium sinus dengan
pada orang dewasa dibedakan menjadi mengembalikan kondisi normal rongga
dua yaitu penatalaksanaan hidung.20,21
medikamentosa dan pembedahan. Pada Jenis terapi medikamentosa yang
rinosinusitis kronik (tanpa polip nasi), digunakan untuk rinosinusitis kronik
terapi pembedahan mungkin menjadi tanpa polip nasi pada orang dewasa
pilihan yang lebih baik dibanding antara lain:1,2,20,21,22
terapi medikamentosa. Adanya latar 1. Antibiotika, merupakan modalitas
belakang seperti alergi, infeksi dan tambahan pada rinosinusitis kronik
kelainan anatomi rongga hidung mengingat terapi utama adalah
memerlukan terapi yang berlainan pembedahan. Jenis antibiotika yang
juga.20 digunakan adalah antibiotika
spektrum luas antara lain:
Terapi Medikamentosa a. Amoksisilin + asam
Terapi medikamentosa klavulanat
memegang peranan dalam penanganan b. Sefalosporin: cefuroxime,
rinosinusitis kronik yakni berguna cefaclor, cefixime
dalam mengurangi gejala dan keluhan c. Florokuinolon : ciprofloksasin
penderita, membantu dalam diagnosis d. Makrolid : eritromisin,
rinosinusitis kronik (apabila terapi klaritromisin, azitromisin
medikamentosa gagal maka cenderung e. Klindamisin
digolongkan menjadi rinosinusitis f. Metronidazole
kronik) dan membantu memperlancar 2. Antiinflamatori dengan
kesuksesan operasi yang menggunakan kortikosteroid
dilakukan.20,21,22 Pada dasarnya yang topikal atau sistemik.
ingin dicapai melalui terapi
Kortikosteroid a. Kortikosteroid sistemik,
topikal : banyak bermanfaat pada
beklometason, rinosinusitis kronik dengan
flutikason, polip nasi dan rinosinusitis
mometason fungal alergi.
3. Terapi penunjang lainnya meliputi: 3. Sinus frontal:
a. Dekongestan oral/topikal yaitu a. Intranasal, ekstranasal
golongan agonis α-adrenergik b. Frontal sinus septoplasty
b. Antihistamin c. Fronto-etmoidektomi
c. Stabilizer sel mast, sodium 4. Sinus sfenoid :
kromoglikat, sodium a. Trans nasal
nedokromil b. Trans sfenoidal
d. Mukolitik 5. FESS (functional endoscopic sinus
e. Antagonis leukotrien surgery), dipublikasikan pertama
f. Imunoterapi kali oleh Messerklinger tahun
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi 1978. Indikasi tindakan FESS
dengan salin, olahraga, adalah:
avoidance terhadap iritan dan a. Sinusitis (semua sinus
nutrisi yang cukup paranasal) akut rekuren atau
Terapi Pembedahan kronis
Terapi bedah yang dilakukan b. Poliposis nasi
bervariasi dimulai dengan tindakan c. Mukokel sinus paranasal
sederhana dengan peralatan yang d. Mikosis sinus paranasal
sederhana sampai operasi e. Benda asing
menggunakan peralatan canggih f. Osteoma kecil
endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan g. Tumor (terutama jinak, atau
pembedahan yang dilakukan untuk pada beberapa tumor ganas)
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi h. Dekompresi orbita / n.optikus
ialah:1,23 i. Fistula likuor serebrospinalis
1. Sinus maksila: dan meningo ensefalokel
a. Irigasi sinus (antrum lavage) j. Atresia koanae
b. Nasal antrostomi k. Dakriosistorinotomi
c. Operasi Caldwell-Luc l. Kontrol epistaksis
2. Sinus etmoid: m. Tumor pituitari, ANJ, tumor
a. Etmoidektomi intranasal, pada skull base
eksternal dan transantral
KOMPLIKASI
Pada era pra antibiotika, 3.4.Komplikasi oseus/tulang :
komplikasi merupakan hal yang sering Osteomielitis (maksila dan
terjadi dan seringkali membahayakan frontal)
nyawa penderita, namun seiring 3.5.Komplikasi endokranial:
berkembangnya teknologi diagnostik a) Abses epidural / subdural
dan antibiotika, maka hal tersebut b) Abses otak
dapat dihindari.1 Komplikasi c) Meningitis
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi d) Serebritis
dibedakan menjadi komplikasi orbita, e) Trombosis sinus kavernosus
oseus/tulang, endokranial dan 3.6.Komplikasi lain yang sangat
1
komplikasi lainnya. jarang terjadi : abses glandula
3.3.Komplikasi orbita : lakrimalis, perforasi septum
a) Selulitis periorbita nasi, hilangnya lapangan
b) Selulitis orbita pandang, mukokel/mukopiokel,
c) Abses septikemia.
subperiosteal
d) Abses orbita
RINGKASAN lingkungan dan faktor struktural.
Rinosinusitis kronik tanpa polip Diagnosis ditetapkan berdasarkan
nasi pada orang dewasa merupakan kombinasi kriteria obyektif dan
salah satu masalah kesehatan yang subyektif serta ditunjang oleh
sering didapatkan dan memberikan pemeriksaan endoskopi nasal dan CT-
dampak bagi kualitas hidup penderita. scan (bila diperlukan). Modalitas terapi
Patofisiologi rinosinusitis kronik tanpa rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
polip nasi pada orang dewasa bersifat pada orang dewasa dibedakan menjadi
multifaktorial dan faktor predisposisi terapi medikamentosa dan terapi
terjadinya dapat dibedakan menjadi pembedahan.
faktor fisiologik/genetik, faktor
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. 8. Pawankar R, Nonaka M, Yamagishi
European position paper on S, et al. Pathophysiologic
rhinosinusitis and nasal polyps. mechanisms of chronic rhinosinusitis.
Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1- Immunol Allergy Clin N Am, 2004;
139. 24:75-85.
2. Busquets JM, Hwang PH. 9. Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi
Nonpolypoid rhinosinusitis: dan patofisiologi. In Mulyarjo,
Classification, diagnosis and Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, S, JPB Herawati S, eds. Naskah
Newlands SD, eds. Head & Neck lengkap perkembangan terkini
Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol diagnosis dan penatalaksanaan
1. Philadelphia: Lippincott Williams rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF
& Wilkins, 2006; 406-416. THT-KL Univ.Airlangga,2004; 1-16.
3. Jr File. Sinusitis: Epidemiology. In 10. Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis :
Brook I, eds. Sinusitis from diagnosis and management. American
microbiology to management. New Family Physician, 2001; 63:69-74.
York: Taylor & Francis,2006; 1-13. 11. Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis
4. Lund VJ. Impact of chronic pattern of illness. In Hamilos DL,
rhinosinusitis on quality of life and Baroody FM, eds. Chronis
health care expenditure. In Hamilos rhinosinusitis pathogenesis and
DL, Baroody FM, eds. Chronis medical management. New York:
rhinosinusitis pathogenesis and Informa, 2007;1-12.
medical management. New York: 12. Shah DR, Salamone FN, Tami TA.
Informa,2007; 15-21. Acute & chronic rhinosinusitis. In
5. Gosepath J, Mann WJ. Current Lalwani AK, eds. Current diagnosis
concepts in therapy of chronic and treatment in otolaryngology –
rhinosinusitis and nasal polyposis. head and neck surgery. New York:
ORL,2005; 67: 125-136. Mc Graw Hill, 2008; 273-281.
6. NN. Sinusitis termasuk penyakit 13. Hamilos DL. Chronic sinusitis.
mahal. Waspada Online.2007 Current reviews of allergy and
Agustus 9. http://www.waspada.co.id. clinical immunology, 2000; 106: 213-
Accessed at 20th September 2008. 226.
7. Clement PAR. Classification of 14. Jackman AH, Kennedy DW.
rhinosinusitis. In Brook I, eds. Pathophysiology of sinusitis.In Brook
Sinusitis from microbiology to I, eds. Sinusitis from microbiology to
management. New York: Taylor & management. New York: Taylor &
Francis, 2006; 15-34. Francis, 2006;109-129.
15. Ferguson BJ, Johnson JT. Chronic 23. Siswantoro. Tatalaksana bedah pada
sinusitis. In Cummings CW, Flint rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
PW,et al eds. Cummings: Kentjono WA, Harmadji S, JPB
otolaryngology - head & neck Herawati S, eds. Naskah lengkap
surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier perkembangan terkini diagnosis dan
Mosby, 2005; 1-4. penatalaksanaan rinosinusitis.
16. Naclerio RM, Gungor A. Etiologic Surabaya: Dep./SMF THT-KL
factors in inflammatory sinus disease. Univ.Airlangga,2004; 67-74.
In Kennedy DW, Bolger WE,
Zinreich SJ, eds. Diseases of the
sinuses diagnosis and management.
Hamilton: BC Decker Inc, 2001;47-
53.
17. Bernstein JM. Chronic rhinosinusitis
with and without nasal polyposis. In
Brook I, eds. Sinusitis from
microbiology to management. New
York: Taylor & Francis, 2006;371-
398.
18. Mulyarjo. Diagnosis klinik
rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB
Herawati S, eds. Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan rinosinusitis.
Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 17-23.
19. Farina D, Tomenzoli D, et al.
Inflammatory lessions. In Leuven
ALB, Heidelberg KS, eds. Imaging in
treatment planning for sinonasal
diseases. New York : Springer, 2005;
68.
20. Mulyarjo. Terapi medikamentosa
pada rinosinusitis. In Mulyarjo,
Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji
S, JPB Herawati S, eds. Naskah
lengkap perkembangan terkini
diagnosis dan penatalaksanaan
rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF
THT-KL Univ.Airlangga,2004; 59-
65.
21. Clerico DM. Medical treatment of
chronic sinus disease. In Kennedy
DW, Bolger WE, Zinreich SJ, eds.
Diseases of the sinuses diagnosis and
management. Hamilton: BC Decker
Inc,2001;155-165.
22. Chiu AG, Becker DG. Medical
management of chronic
rhinosinusitis. In Brook I, eds.
Sinusitis from microbiology to
management. New York: Taylor &
Francis, 2006; 219-229.