3
Teknik sampling yang digunakan (DEM). Perhitungan terkait standar resolsi
dalam penelitian yaitu menggunakan citra untuk digunakan sebagi DEM
sistematic sampling. Teknik dibangun berdasarkan Hengl (2006). Standar terbagi
dengan menggunakan grid sebagai acuan menjadi tiga jenis reolusi dan tersajikan
dalam pengambilan sampel pengamatan dalam Tabel 1.1.
geomorfologi.
Tabel 1.1: Rumus Penentuan Resolusi
Teknik penggunaan grid yang Grid
digunakan yaitu dengan step-wise-grid
No. Jenis Resolusi Rumus
survei (Gambar 1.1., Gambar 1.2., dan
Grid/Pixel Perhitungan Besar
Gambar 1.3). Survei dilakukan dengan
Resolusi
ketiga jenis grid, dan setiap grid memiliki
fungsi yang berbeda dalam 1. Coarsest legible ≤SN x 0,0025
mengidentifikasi kondisi geomorfologi. resolution
Grid kasar digunakan untuk 2. Finest legible ≥SN x 0,0001
identifikasi morfologi khususnya yang resolution
berhubungan dengan pembatasan
bentuklahan di DAS Bompon. Grid 3. Recommended =SN x 0,0005
menengah berfungsi unutk identifikasi resolution
morfologi, material, dan proses yang Keterangan: SN= Skala peta yang digunakan
terdpat di DAS Bompon. Penekanan
penggunaan grid menengah digunakan Sumber: Hengl, 2006
untuk identifikasi proses longsor baik Hasil pengukuran atau observasi
potensi dan penyebab terjadi longsor lapangan kondisi geomorfologi DAS
(identifikasi kondisi sekitar longsor). Grid Bompon kemudian disajikan dala bentuk
halus digunakan untuk mendetailkan peta. Peta geomorfologi yang dihasilkan
informasi proses dan material. mencerminkan kondisi geomorfologi
sesungguhnya di DAS Bompon. Besar
skala yang digunakan dalam pemetaan
Tahap Pengolahan Data geomorfologi memiliki skala detail
Pembangunan digital elevation (1:10.000).
model (DEM) dapat dilakukan dengan
memanfaatkan informasi data satelit. Data
satelit yang digunakan adalah
menggunakan DEM Terra SAR.
Karakteristik dari DEM Terra SAR yang
digunakan memiliki resolusi spasial 9 m.
DEM Terra SAR yang digunakan memiliki
karakteristik perekaman menggunakan
airborne sebagai wahana perekamannya.
Data diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) sebagai dasar dalam
pembangunan digital elevation model
4
Gambar 2.1: Peta Survei Geomorfologi 1 Gambar 2.2: Peta Survei Geomorfologi 2 Gambar 2.3: Peta Survei Geomorfologi 3
(grid 335 m x 335 m) (grid 201 m x201 m) (grid 67 m x 67 m)
5
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Demek et al (1978) menjelaskan bahwa
informasi morfologi, genesis dan umur
1. Kondisi Geomorfologi
memiliki karkateristik informasi yang berbeda-
Pengetahuan terkait kondisi beda. Informasi morfologi menjelaskan
geomorfologi telah diungkapkan oleh peneliti deskripsi terkait kondisi morfometri Bumi,
terdahulu berkaitkan dengan morfokronologi, kondisi relief Bumi yang berhubungan dengan
morfoaransemen, morfostruktur, dan kondisi batuan penyusun Bumi serta proses
morfogenesis. Kondisi keadaan suatu wilayah pembentuknya. Informasi batuan penyusun
memberikan pengaruh terhadap perbedaan Bumi dilengkapi dengan informasi umur atau
kondisi geomorfologi. Bemmelen (1949) berhubungan dengan morfokronologi
membagi kondisi geomorfologi pulau Jawa pembentukannya.
menjadi tiga bagian yaitu zona utara (wilayah
Pengamatan kondisi gomorfologi
lipatan), zona tengah (vulkanik), dan zona
dilakukan dapat menggunakan dua teknik
selatan (struktural). Perbedaan kondisi
survei yaitu lapangan dan menggunakan
geomorfologi Pulau Jawa mendasarkan atas
penginderaan jauh. Manfaat dari interpretaasi
perbedaan kondisi morfokronologi,
geomorfologi wilayah dapat digunakan sebagai
morfoaransemen, morfostruktur,
dasar pemetaan bencana dan menjadi dasar
morfokronologi, dan morfogenesis.
dalam arahan manajemen bencana alam di
Pengamatan kondisi geomorfologi yang suatu wilayah. Pengamatan geomorfologi juga
sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dapat diketahui sejarah pembentukan suatu
menghasilkan informasi geomorfologi yang wilayah, dan menjadi sumber informasi untuk
beragam, mulai dari informasi yang bersifat arahan pengembangan suatu wilayah.
regional, semi-detail, dan detail. Keberagaman
2. Interpretasi Citra
tersebut sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Bemmelen (1949), Pannekoek (1949), Pendekatan Interpertasi citra
maupun Zuidam, (1983) melakukan penginderaan jauh atau peta dasar dapat
pengamatan kondisi geomorfologi Indenesia dilakukan untuk berbagai keperluan.
secara umum. Hasil penelitian tersebut Interpertasi citra penginderaan jauh dan peta
digunakan sebagai dasar penelitian dasar tentunya digunakan untuk mempermudah
geomorfologi di Indonesia untuk survei lapangan dan mengetahui kondisi umum
dikembangkan (survei detail maupun untuk suatu wilayah. Hasil intepretasi citra tergantung
kepentingan lainnya). Keinholz et al (1984) dengan tujuan yang akan dicapai seorang
melakukan survei dan pemetaan geomorfologi peneliti. Artinya ketika peneliti akan meneliti
skala detail yang digunakan untuk pemetaan terkait pemetaan geomorfologi detail maka
bencana (Bencana Gunungapi dan Kestabilan harus dilakukan survei lapangan untuk
lereng di Nepal). Hasil yang diperoleh dari melengkapi data analisis. Sehingga tidak bisa
penelitian tersebut yaitu informasi untuk mengandalkan sepenuhnya terhadap hasil
manajemen bencana gunungapi dan bahaya interpretasi citra.
longsor di Nepal. Gustavsson et al (2006)
Jenis citra yang digunakan untuk
melakukan penelitian berkaitan dengan
interpretasi suatu wilayah juga harus
modifikasi dalam simbologi pemetaan
memperhatikan kebutuhan atau tujuan akhir
geomorfologi skala detail. Peta geomorfologi
penelitian. Artinya penggunaan citra tergantung
merupakan bentuk informasi dari hasil survei
apa yang akan ditelti, contohnya penelitian
dan geomorfologi di lapangan.
6
terkait pembatasan bentuklahan lebih baik dengan menggunakan metode grid. Grid
menggunakan citra satelit/foto udara skala tersebut terbagi menjadi tiga kelas (grid kasar,
menengah (seperti Terra SAR, SRTM) . Hal ini grid menengah, dan grid halus). Kombinasi
disebabkan ketika menggunakan citra skala ketiga jenis grid ini diigunakan untuk
tinggi tidak kelihatan batas antar bentuklahan identifikasi morfologi, proses, dan material
(seperti quickbird, geo eye) dan ketika yang terdapat di DAS Bompon.
menggunakan citra skala rendah/kecil kurang
a. Grid Kasar
jelas. Sehingga, penentuan skala citra yang
akan digunakan sebagai sumber awal atau Grid kasar digunakan dalam survei
landasan dalam penelitian penting dan harus geomorfologi di DAS Bompon memiliki
disesuaikan dengan tujuan/maksud yang akan ukuran 335 m x 335 m. Grid kasar ini
dicapai dari penelitian tersebut. merupakan ukuran grid terbesar yang
digunakan dalam survei geomorfologi di DAS
Interpretasi citra digunakan dalam
Bompon. Grid kasar dalam survei geoorfologi
penelitian memberikan informasi dasar
di DAS Bompon digunakan sebagai dasar
berkaitan dengan kondisi DAS Bompon.
dalam mengidentifikasi morfologi di DAS
Interpretasi citra dalam penelitian ini yaitu
Bompon. Ukuran grid yang besar (335 m x 335
menggunakan citra foto udara 1:2000 dan citra
m) digunakan sebagai identifikasi morfologi
Terra SAR. Interpretasi citra foto udara
morfologi secara umum.
digunakan sebagai dasar untuk
menginterpretasi kondisi penggunaan lahan di Identifikasi kondisi morfologi dibagi
DAS Bompon. Peneliti juga menggunakan cira menjadi dua jenis yaitu pra-lapangan dan
Terra SAR untuk identifikasi awal DAS lapangan. Tahap pra-lapangan menggunakan
Bompon khususnya terkait kondisi morfologi interpolasi DEM TerraSAR untuk membatasi
DAS Bompon. Kondisi morfologi dengan kondisi morfologi. Hasil interpretasi citra
melihat citra Terra SAR digunakan sebagia kemudian digunakan sebagai acuan lapangan
penentuan batas bentuklahan secara umum dan dilakukan pengukuran terrestris
sebelum dilakukan pengecekan lapangan. menggunakan grid kasar. Kombinasi
penginderaan jauh dan grid kasar dalam
Interpetasi citra foto udara dan dem
mengetahui morfologi DAS Bompon lebih
Terra SAR memberikan informasi kondisi DAS
efektif karena pertama dengan bantuan
Bompon secara global atau umum. Identifikasi
interpretasi penginderaan jauh peneliti dapat
mendetail dilakukan dengan melakukan survei
mengetahui kondisi/gambaran wilayah kajain.
lapangan berbasis area grid bertingkat.
Sedangkan, survei terrestris menggunakan grid
Identifikasi lapangan berupa pengecekan
kasar akan memvalidasi dan mendetailkan hasil
morfologi, material permukaan, dan proses
interpolasi dengan citra penginderaan jauh.
geomorfologi di DAS Bompon.
Identifikasi morfologi dengan
3. Survei Gemorfologi
menggunakan batasan bentuklahan akan lebih
Survei geomorfologi di DAS Bompon mudah dengan menggunakan ukuran grid yang
dilakukan dengan menggunakan survei terestris besar. Hal ini disebabkan menggunakan grid
dengan metode grid bertingkat (step-wise-grid). ukuran besar dalam membatasi bentuklahan
Survei geomorfologi menggunakan grid dapat melihat secara luas/regional, dibanding
bertingkat digunakan untuk meningkatkan dengan menggunakan grid ukuran lebih kecil
efektifitas dan efisiensi dalam survei terestris akan kesulita untuk membatasi bentuklahan.
7
Hal in disebabkan grid kasar lebih efektif untuk kondisinya cenderung statis, sedangkan proses
menginventaris kondisi morfologi secara mayor geomorfologi menggunakan grid halus untuk
di DAS Bompon. sedangkan grid menengah inventarisasi secara detail di lapangan.
maupun grid halus lebih cocok untuk
b. Grid Menengah
menginterpretasi kondisi morfologi minor di
DAS Bompon yaitu pada proses geomorfologi Grid menengah merupakan tahapan dari
(seperti longsor dan erosi) sehingga diperoleh grid bertingkat yang digunakan untuk
data yang lebih valid. identifikasi kondisi geomorfologi di DAS
Bompon. Besar grid yang digunakan dalam
Identifkasi morfologi memiliki peran
grid menengah adalah 201 m x 201 m. Grid
penting dalam survei geomorfologi. Identifikasi
menengah ini memiliki fungsi yang berbeda
morfologi berarti kita akan mengidentifikasi
dengan jenis grid kasar. Grid ini memiliki
perbedaan relief yang terdapat di suatu wilayah
fungsi untuk mengidentifikasi material.
dan setiap beda relief maka akan diperoleh
Penekanan yang digunakan menggunakan
informasi yang berbeda-beda terkait proses
ukuran grid ini digunakan sebagai penndukung
yang berkembang dan material yang terbentuk
identifikasi proses geomorfologi di DAS
akibat dari proses geomorfologi.
Bompon, khususnya pada kejadian longsor.
Identifikasi kondisi geomorfologi
Proses longsor di DAS Bompon baik
menggunakan grid kasar baik morfologi,
yang terjadi di bagian hulu maupun bagian hilir
material dan proses di lakukan secara umum.
memiliki karakteristik yang berbeda. Grid
Identifikasi menggunakan grid kasar lebih
menengah digunakan sebagai identifikasi
menekankan kepada kondisi geomorfologi
potensi atau penyebab terjadinya longsor baik
yaitu kondisi morfologi. Kondisi morfologi
identifikasi longsor sudah terjadi dan potensi
yang diidentifikasi menggunakan grid kasar ini
akan terjadinya longsor. Grid menengah
menghasilkan batasan bentuklahan yang
memberikan kelebihan untuk identifikasi
terdapat di DAS Bompon. Batasan dari
kondisi tersebut karena ukurannnya tidak besar
morfologi atau bentuklahan akan dapat
(grid kasar) dan terlalu kecil (grid halus),
diketahui wilayah-wilayah yang merupakan
sehingga mudah dalam identifikasi potensi
wilayah erosi, deposisi dan wilayah residu.
longsor serta penyebab yang berada di
Pemilihan ukuran grid untuk identifikasi sekitarnya khusunya mengidentifikasi material
kondisi geomorfologi di DAS Bompon permukaan di DAS Bompon.
berdasarkan tingkat perubahan. Maksudnya
Identifikasi yang dilakukan di lapangan
tingkat perubahan adalah kondisi dimana
dengan menggunakan ukuran grid ini juga
bentukan geomorfologi mudah untuk berubah
memperhatikan kondisi dari morfologi dan
(dinamis) sampai sulit/lama dalam
material. Peran morfologi yang terdapat di
perubahannya (statis). Kondisi morfologi,
DAS Bompon yang berkaitan dengan potensi
material dan proses geomorfologi memiliki
dan penyebab longsor adalah pengolahan dari
karakteristik perubahan yang berebeda. Kondisi
masyarakat berupa pemotongan lereng maupun
morfologi dan material permukaan cenderung
pengolahan lahan. Material permukaann juga
statis/lama berubah, sedangkan proses
memberikan peran terhadp identifikasi
geomorfologi sangat dinamis perubahannya.
penyebab longsor seperti adanya material hasil
Kondisi tersebut membuat pemilihan grid yang
alterasi (bagian hilir) dan endapan dari abu
berbeda untuk inventarisir di lapangan,
vulkanik Gunung Sumbing (bagian hulu).
morfologi menggunakan grid kasar karena
8
Pengaruh jenis material tersebut akan kondisi, maupun morfometrinya), dan kondisi
berdampak terhadap jenis longsor yang terjadi material permukaan yang terdapat di wilayah
di lapangan. Kedua faktor tersebut memberikan tersebut. Contoh kasus dalam pengukuran
dampak yang besar terhadap proses terjadinya proses geomorfologi di DAS Bompon
longsor dan potensi pemicu terjadinya longsor diketahui bahwa luas longsor aktif yang terjadi
di DAS Bompon. di Dusun Kalisari 18.003,4 m2, sedangkan
ukuran grid besar 112.225 m2 (331x331 m)
c. Grid Halus
sedangkan uluran grid halus 4489 m2 (67x67
Grid halus atau merupakan grid dengan m). Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk
ukuran 67 m x 67 m. Ukuran grid halus ini menginventarisir kondisi proses geomorfologi
diperoleh dari ukuran pemetaan terkecil (0,67 lebih efektif menggunakan grid halus agar data
cm x 0,67 cm) dikali skala pemetaan yang yang diperoleh detail karena ukuran grid halus
digunakan (skala pemetaan 1:10.000). lebih cocok dibanding dengan grid kasar
Penggunaan grid halus sebagai identifikasi (sesuai dengan MLA/Mapp Legitable Area).
proses geomorfologi di DAS Bompon. Proses
Identifikasi menggunakan grid halus ini juga
geomorfologi mudah untuk berubah atau
mengidentifikasi kondisi goemorfologi yang
dinamis karena pengaruh alam maupun
diakibatkan oleh pengaruh manusia. Pengaruh
manusia. Kondisi ini membuat grid halus cocok
manusia dalam pengolahan lahan
untuk identifikasi proses geomorfologi.
mempengaruhi terjadinya proses erosi, longsor
Penyebab lain grid halus digunakan sebagai
dan bahkan dapat memicu kedua proses
identifikasi proses geomorfologi adalah factor
tersebut. Pengoolahan lahan yang dilakukan
map legitable are (MLA). Artinya luasan dari
masyarakat yang diidentifikasi dengan grid
proses geomorfologi di DAS Bompon berupa
halus ini seperti pemotongan lereng,
area (longsor, erosi guly, maupun erosi parit)
penanaman tanaman pemicu longsor (Pohon
dan titik berupa titik erosi percik, erosi
Sengon dan Bambu), serta penanaman ketela
singkapan akar, sehingga dengan melihat
pohon yang memicu erosi serta longsor di DAS
ukuran dari proses geomorfologi tersebut lebih
Bompon.
cocok menggunakan grid halus.
Informasi yang ditekankan dengan
Grid halus memiliki spesifikasi yang
menggunakan grid halus dilakukan pada
berbeda dengan grid kasar maupun grid
proses-proses yang terjadi di DAS Bompon.
menengah. Perbedaan ketiganya berada pad
Proses erosi maupun longsor yang dominan di
ukuran grid yang digunakan untuk survei
DAS Bompon diidentifikasi lebih mendalam
geomorfologi di lapangan. Survei geomorfologi
menggunakan grid halus dengan
di lapangan (DAS Bompon) memang
mengidentifikasi baik morfometri, material
menekankan pada informasi morfologi, proses
permukaan, dan penyebabnya. Kondisi Morfologi
dan material permukaan yang terjadi. Akan
di DAS Bompon
tetapi, dengan menggunakan spesifikasi
fleksibel grid ini ketiga informasi geomorfologi DAS Bompon yang memiliki luas 300
tersebut memiliki perbedaan dalam hal ha memiliki kondisi morfologi yang beragam.
identifikasi. Identifikas pada grid halus Kondisi dari wilayah hulu, tengah, dan hilir
digunakan untuk mendeteksi informasi DAS Bompon di dominasi oleh lereng yang
geomorfologi berkaitan denga proses dan memiliki kemiringan rata-rata >15%. Kondisi
material. Proses tersebut seperti erosi (percik, dapat membagi DAS Bompon menjadi 6
lembar, alur, dan gully), longsor (jenisnya, (enam) bentuklahan yang ada di DAS Bompon.
9
Pembagian berdasarkan kondisi kelerengan Sumbing, Pegunungan Menoreh Tua
atau topografi di DAS Bompon. Pembagian merupakan wilayah yang dulunya lautan lalu
terdiri dari dataran koluvial, lereng kaki terangkat.
perbukitan, lereng bawah perbukitan, lereng
Kondisi material tanah yang menyusun
tengah perbukitan, lereng atas perbukitan, dan
di DAS Bompon merupakan hasil dari
puncak bukit.
pelapukan material Gunung Sumbing Tua,
Kondisi bentuklahan tersebar di seluruh Gunung Sumbing Muda, dan material dari
wilayah DAS Bompon. Setiap bagian Pegunungan Menoreh. Jenis material yang
bentuklahan hampir semua dimanfaatkan oleh dihasilkan dari ketiga sumber terdiri dari
masyarakat baik sebagai kebun maupun sebagai material tuff pasiran sebagai hasil dari material
permukiman penduduk. Permukiman Gunung Sumbing Tua dan Gunung Sumbing
masyarakat biasanya dibangun pada lereng kaki Muda. Material dari Pegunungan Menoreh
perbukitan maupun lereng bawah perbukian. tersusun atas batuan breksi andesit yang
Akan tetapi, masyarakat ada yang melakukan teralterasi. Suplai atau distribusi dari material-
pemotongan lereng untuk membangun rumah, material tidak merata di semua bagian DAS
sehingga berbahaya karena dapat memicu Bompon. Material-material menyusun bagian-
terjadinya longsor. Pembangunan permukiman bagian tertentu seperti hanya dibagian hulu,
pada bagian lereng tengah atau lereng atas tengah maupun hilir DAS Bompon.
perbukitan dapat menimbulkan beban terhadap
Bagian hulu DAS Bompon yang
lereng, sehingga ketika lereng tidak stabil akan
dikontrol oleh material dari Gunung Sumbing
terjadi longsor pada bagian lereng.
Tua dan Gunung Sumbing Muda. Material
salah satunya berupa material abu vulkanik
baik dari material sumbing maupun dari
material vulkanik Tmoa. Material abu vulkanik
membuat karateristik material tanah di DAS
Bompon khusunya di wilayah hulu tebal.
Kandungan dari mineral yang ada di dalam
material vulkanik membuat kondisi material
tanah memiliki kandungan bahan organik (BO)
Gambar 3.1: a) Lereng atas yang ditanami
yang tinggi. Material penyusun berupa material
ketela pohon dan b) Pemotongan lereng untuk
rumah. b) abu vulkanik, maka kandungan lempung yang
a)
menyusun di wilayah hulu sedikit.
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015) Karakteristik material di wilayah hulu
4. Kondisi Material yang Menyusun DAS membuat kondisi agregat tanahnya kuat.
Bompon Agregat tanah yang kuat disebabkan dengan
kandungan bahan organik tinggi dan
DAS Bompon yang berada diantara
kandungan lempung yang rendah, sehingga
Gunung Sumbing dan Pegunungan Menoreh
membentuk agregat tanah yang kuat atau tidak
Tua. Kedua gunung memiliki peran besar
mudah lepas.
terhadap kondisi maupun jenis material yang
berada di DAS Bompon. Gunung Sumbing Bagian hilir DAS Bompon sampai
merupakan gunung vulkanik yang dorman dan bagian tengah dipengaruhi oleh material dari
materialnya letusan terdahulu terendapkan di Pegunungan Menoreh. Material dari
DAS Bompon. Berbeda dengan Gunung Pegunungan Menoreh berupa breksi andesit
10
yang teralterasi. Proses pelapukan dari dalam lapisan tanah permukaan akan mengalami
(alterasi) membuat pengaruh besar terhadap pecah-pecah, dan ketika musim penghujan
kondisi material dan berdampak kepada proses akan banyak aliran permukaan karena sudah
yang terjadi di DAS Bompon bagian hilir. jenuh/tidak bisa menyerap air lebih banyak.
Proses alterasi pada breksi andesit membuat
kandungan tekstur tanah dominasi lempung.
Kondisi berbeda dengan bagian hulu DAS
Bompon yang di dominasi oleh material
vulkanik dengan kandungan bahan organik
tinggi. Kandungan lempung yang tinggi di
wilayah hilir DAS Bompon membuat dampak a)
kepada kembang kerut lapisan tanah yang
terjadi pada saat musim kemarau maupun
musim penghujan. Pengaruh dari material yang
di dominasi oleh lempung membuat tanah
menjadi labil dan terjadi longsor.
13
informasi yang diperoleh dari hasil
interpretasi, sehingga besar skala citra/peta
dasar harus disesuaikan dengan tujuan dan
informasi yang akan diperoleh dari
interpretasi citra,
15