Anda di halaman 1dari 16

PEMETAAN GEOMORFOLOGI DETAIL MENGGUNAKAN TEKNIK STEP-WISE-

GRID DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BOMPON KABUPATEN MAGELANG,


JAWA TENGAH
The DETAILED Geomorphology MAPPING USING The STEP-WISE-GRID Technique IN
BOMPON WATERSHED, Magelang REGENCY, CENTRAL JAVA
Rizal Faozi Malik
rizal.faozi.m@gmail.com
Junun Sartohadi
junun@ugm.ac.id
Intisari
Tujuan dari penelitian ini yaitu i) memahami kondisi geomorfologi secara umum
berdasarkan riset terdahulu, ii) melakukan interpretasi citra sebagai dasar survei, iii)
melakukan pengecekan kondisi geomorfologi berbasis grid bertingkat/step-wise-grid, dan iv)
menyusun informasi geomorfologi ke dalam peta. Metode grid bertingkat (step-wise-grid)
digunakan sebagai survei geomorfologi di DAS Bompon. Survei geomorfologi pada
penelitian ini meliputi identifikasi kondisi morfologi, material permukaan, dan proses
geomorfologi. Besar ukuran grid acuan yang digunakan terdiri dari grid kasar (335 m x 335
m) digunakan identifikasi morfologi, grid menengah (201 m x 201 m) identifikasi material,
dan grid halus (67 m x 67 m) untuk identifikasi proses geomorfologi. Hasil penelitian
menunjukkan metode grid bertingkat dapat mengurangi jumlah titik survei di lapangan
karena setiap grid memiliki spesifikasi yang berbeda dan fokus pada setiap spesifikasi
tersebut.
DAS Bompon terdiri dari tujuh jenis bentuklahan (dataran aluvial, dataran kolovial, lereng
bawah perbukitan, lereng tengah perbukitan, lereng atas perbukitan, dan puncak bukit), tujuh
macam material permukaan yang tersebar dari hulu sampai hilir DAS Bompon. Proses
geomorfologi terdiri dari proses erosi (percik, lembar, parit, alur, dan gully) dan longsor
(longsor aktif/dorman/tereaktifasi serta longsor rotasional/translasional) yang intensif.
Informasi dari kondisi geomorfologi selanjutnya disusun dalam peta geomorfologi (1:10.000)
dan dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil dari survei. Penyajian informasi
geomorfologi kedalam peta ditampilkan menggunakan simbolisasi titik, garis, area,
perbedaan warna, serta bentuk.
Kata kunci : DAS Bompon, Peta Geomorfologi, Survei Geomorfologi,
Step-Wise-GridAbstract
Abstract
This study was aimed at investigating the general geomorphological condition with
respect to the previous research, ii) interpreting the image as the survey basis, iii) conducting
a field check on the geomorphological condition by employing the stepwise grid method, and
iv) developing the geomorphological information into a map. The stepwise grid was
employed as a geomorphological survey in Bompon Watershed. The geomorphological
survey on this study included the identification of morphological condition, surface materials,
and geomorphological process. The referenced grids included a coarse grid (335 m x 335 m)
used for the morphological identification, an intermediate grid (201 m x 201 m) used for the
material identification, and a fine grid (67 m x 67 m) used for the identification of
1
geomorphological process. The results showed that the step-wise-grid method can reduce the
number of survey points in the field for each grid has different specification and and only
compatible for the specifications..
Bompon Watershed consisted of seven different types of landforms (including alluvial
plains, colluvial plains, lower slopes of the hills, middle slopes of the hills, upper slope of the
hills, and peak of the hills), seven types of surface material which spread from the upstream
to the downstream of Bompon Watershed. In addition, the geomorphological process
consisted of intensive erosion (splash, sheet, rill, channel, and gully) and landslides
(active/dormant/reactivated landslides and rotational/translational landslides). Information
from the geomorphological condition was accordingly arranged in a geomorphological map
(1: 10,000) and analyzed descriptively based on the survey results. The geomorphological
information in a map was displayed using the symbolization of points, lines, areas, color
differences, and shapes.
Keywords : Bompon Watershed, Geomorphological Map, Geomorphological Survey, and
Step-Wise-Grid

A. PENDAHULUAN teknik tertentu agar hasil dari inventarisasi


dapat menggambarkan kondisi sebenarnya
DAS Bompon merupakan sub-DAS
di lapangan. Teknik dilakukan dengan
Kodil yang terletak di Kecamatan
survei terrestrial/survei pengamatan
Kuaderan dan Kecamatan Salaman
langsung di lapangan. Pengamatan dibagi
amatanMagelang. Kondisi DAS Bompon
menjadi tiga bagian yaitu sebelum
terkontrol oleh material yang berasal dari
pemetaan (pengolahan titik survei,
Gunung Sumbing Muda dan Pegunungan
pembuatan ceklist), lapangan (inventarisasi
Menoreh. Posisi DAS Bompon sendiri
data), dan pengolahan data/pasca lapangan
berada di wilayah transisi zona Jawa
(Knight et al, 2011).
Bagian Tengah (proses vulkanik) dan zona
Jawa Bagian Selatan (zoan pengangkatan). Kondisi geomorfologi di DAS
Kondisi ini mengakibatkan adanya proses Bompon menarik untuk di teliti lebih
endogen yang mengontrol di DAS detail baik dari morfologi, material dan
Bompon yaitu berupa energi alterasi. proses. Proses penelitian tersebut meliputi
metode dalam survei geomorfologi yang
Proses alterasi mengkibatkan adanya
tepat serta cara dalam menampilkan hasil
proses pelapukan yang terjadi dari dalam
survei kedalam peta. Tujuan dari penelitian
bumi oleh energi panas bumi. Hasilnya
ini yaitu:
proses tersebut mengakibatkan kondisi
tanah di DAS Bompon super tebal. DAS a. memahami kondisi geomorfologi secara
Bompon selain memiliki kondisi tanah umum berdasakan riset-riset terdahulu,
yang tebal juga memiliki lereng yang
b. melakukan interpretasi citra/peta dasar
dominan tersusun dengan kemiringan
>15 % dan menjadi salah satu penyebab untuk membangun kerangka pikir yang
sering terjadi bahaya longsor. sistematis,
Inventarisasi data geomorfologi di
lapangan pada skala detail memerlukan
2
c. melakukan pengecekan lapangan dengan beberapa jenis grid yang
berbasis area grid yang bertingkat, diigunakan dalam survei lapangan. Step-
wise-grid menggunakan grid bertingkat
d. menyusun informasi geomorfologis ke
baik menggunakan jenis grid halus,
dalam peta. menengah dan kasar, sehingga dasar dalam
survei akan tidak mengacu pada satu jenis
Informasi geomorfologi yang grid (Hengl, 2006).
terdapat di lapangan dapat disajikan dalam
bentuk sebuah peta geomorfologi (Barsch B. METODE PENELITIAN
et al, 1979). Informasi yang terdapat dalam Wilayah penelitia dilakukan di DAS
peta geomorfologi memiliki informasi Bompon yang masuk dalam wilayah
berkaitan dengan informasi morfologi, administraasi Kecamatan Salaman dan
morfometri, topografi, material, batas Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
administrasi, jalan dan lainnya. Informasi Luas wilayah DAS Bompon sebesar 300
di lapangan disusun kedalam peta ha. Pemetaan geomorfologii dilakukan
geomorfologi dengan simbologi warna, dengan menggunakan survei
garis, titik maupun poligon yang mewakili langsung/terestris. Metode yang
semua informasi geomorfologi yang digunakan menggunakan sistem grid
berada di lapangan (Gustavsson et al, bertingkat atau step-wise-grid.
2006).
Tahap Pra Lapangan
Tingkat Informasi dalam peta
geomorfoogi berisikan informasi Tahapan pra lapangan digunakan
hidrologi, morfologi, litologi, proses, land untuk mengelola data dalam acuan di
use serta informasi lainnya (tergantung lapangan. Peta acuan lapangan di dasarkan
skala pemetaan) (Setiawan, 2012). pada metode fleksibel grid atau step-wise-
Pengumpulan data untuk berbagai grid yang digunakan. Peta acuan tersebut
informasi yang terdapat dalam pemetaan terdiri dari tiga jenis yang memiliki ukuran
geomorfologi memiliki beberapa teknik. grid yang berbeda dan memiliki fungsi
Teknik dalam pemetaan dilakukan dengan berbeda di lapangan. Pengolahan peta
pengukuran langsung serta dengan survei ini tersaji pada Gambar 1.1, 1.2, dan
penginderaan jauh (foto udara, radar, atau 1.3.
citra satelit) (Church, 2012).

Survei pemetaan geomorfologi Tahap Lapangan


terdiri dari berbagai jenis seperti
menggunakan grid, jalur transect, Tahapan lapangan dilakukan
betuklahan, maupun berdasarkan lereng dengan mengecek kondisi langsung di
(Erener, A and H.S.B. Duzgun, 2011). lapangan. Pengecekan kondisi di lapangan
Metode grid memiliki berbegai jenis yang dilakukan dengan survei geomorfologi
digunakan sebagai dasar survei. Metode meliputi kondisi morfologi, material, dan
grid bebas, fix grid, maupun step-wise- proses yang terjadi di DAS Bompon.
grid. Step-wise-grid merupakan metode Tahap dilakukan survei lapangan dengan
survei menggunakan grid bertingkat acuan titik sampel yang telah dibuat.

3
Teknik sampling yang digunakan (DEM). Perhitungan terkait standar resolsi
dalam penelitian yaitu menggunakan citra untuk digunakan sebagi DEM
sistematic sampling. Teknik dibangun berdasarkan Hengl (2006). Standar terbagi
dengan menggunakan grid sebagai acuan menjadi tiga jenis reolusi dan tersajikan
dalam pengambilan sampel pengamatan dalam Tabel 1.1.
geomorfologi.
Tabel 1.1: Rumus Penentuan Resolusi
Teknik penggunaan grid yang Grid
digunakan yaitu dengan step-wise-grid
No. Jenis Resolusi Rumus
survei (Gambar 1.1., Gambar 1.2., dan
Grid/Pixel Perhitungan Besar
Gambar 1.3). Survei dilakukan dengan
Resolusi
ketiga jenis grid, dan setiap grid memiliki
fungsi yang berbeda dalam 1. Coarsest legible ≤SN x 0,0025
mengidentifikasi kondisi geomorfologi. resolution
Grid kasar digunakan untuk 2. Finest legible ≥SN x 0,0001
identifikasi morfologi khususnya yang resolution
berhubungan dengan pembatasan
bentuklahan di DAS Bompon. Grid 3. Recommended =SN x 0,0005
menengah berfungsi unutk identifikasi resolution
morfologi, material, dan proses yang Keterangan: SN= Skala peta yang digunakan
terdpat di DAS Bompon. Penekanan
penggunaan grid menengah digunakan Sumber: Hengl, 2006
untuk identifikasi proses longsor baik Hasil pengukuran atau observasi
potensi dan penyebab terjadi longsor lapangan kondisi geomorfologi DAS
(identifikasi kondisi sekitar longsor). Grid Bompon kemudian disajikan dala bentuk
halus digunakan untuk mendetailkan peta. Peta geomorfologi yang dihasilkan
informasi proses dan material. mencerminkan kondisi geomorfologi
sesungguhnya di DAS Bompon. Besar
skala yang digunakan dalam pemetaan
Tahap Pengolahan Data geomorfologi memiliki skala detail
Pembangunan digital elevation (1:10.000).
model (DEM) dapat dilakukan dengan
memanfaatkan informasi data satelit. Data
satelit yang digunakan adalah
menggunakan DEM Terra SAR.
Karakteristik dari DEM Terra SAR yang
digunakan memiliki resolusi spasial 9 m.
DEM Terra SAR yang digunakan memiliki
karakteristik perekaman menggunakan
airborne sebagai wahana perekamannya.
Data diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) sebagai dasar dalam
pembangunan digital elevation model
4
Gambar 2.1: Peta Survei Geomorfologi 1 Gambar 2.2: Peta Survei Geomorfologi 2 Gambar 2.3: Peta Survei Geomorfologi 3
(grid 335 m x 335 m) (grid 201 m x201 m) (grid 67 m x 67 m)

5
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Demek et al (1978) menjelaskan bahwa
informasi morfologi, genesis dan umur
1. Kondisi Geomorfologi
memiliki karkateristik informasi yang berbeda-
Pengetahuan terkait kondisi beda. Informasi morfologi menjelaskan
geomorfologi telah diungkapkan oleh peneliti deskripsi terkait kondisi morfometri Bumi,
terdahulu berkaitkan dengan morfokronologi, kondisi relief Bumi yang berhubungan dengan
morfoaransemen, morfostruktur, dan kondisi batuan penyusun Bumi serta proses
morfogenesis. Kondisi keadaan suatu wilayah pembentuknya. Informasi batuan penyusun
memberikan pengaruh terhadap perbedaan Bumi dilengkapi dengan informasi umur atau
kondisi geomorfologi. Bemmelen (1949) berhubungan dengan morfokronologi
membagi kondisi geomorfologi pulau Jawa pembentukannya.
menjadi tiga bagian yaitu zona utara (wilayah
Pengamatan kondisi gomorfologi
lipatan), zona tengah (vulkanik), dan zona
dilakukan dapat menggunakan dua teknik
selatan (struktural). Perbedaan kondisi
survei yaitu lapangan dan menggunakan
geomorfologi Pulau Jawa mendasarkan atas
penginderaan jauh. Manfaat dari interpretaasi
perbedaan kondisi morfokronologi,
geomorfologi wilayah dapat digunakan sebagai
morfoaransemen, morfostruktur,
dasar pemetaan bencana dan menjadi dasar
morfokronologi, dan morfogenesis.
dalam arahan manajemen bencana alam di
Pengamatan kondisi geomorfologi yang suatu wilayah. Pengamatan geomorfologi juga
sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dapat diketahui sejarah pembentukan suatu
menghasilkan informasi geomorfologi yang wilayah, dan menjadi sumber informasi untuk
beragam, mulai dari informasi yang bersifat arahan pengembangan suatu wilayah.
regional, semi-detail, dan detail. Keberagaman
2. Interpretasi Citra
tersebut sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Bemmelen (1949), Pannekoek (1949), Pendekatan Interpertasi citra
maupun Zuidam, (1983) melakukan penginderaan jauh atau peta dasar dapat
pengamatan kondisi geomorfologi Indenesia dilakukan untuk berbagai keperluan.
secara umum. Hasil penelitian tersebut Interpertasi citra penginderaan jauh dan peta
digunakan sebagai dasar penelitian dasar tentunya digunakan untuk mempermudah
geomorfologi di Indonesia untuk survei lapangan dan mengetahui kondisi umum
dikembangkan (survei detail maupun untuk suatu wilayah. Hasil intepretasi citra tergantung
kepentingan lainnya). Keinholz et al (1984) dengan tujuan yang akan dicapai seorang
melakukan survei dan pemetaan geomorfologi peneliti. Artinya ketika peneliti akan meneliti
skala detail yang digunakan untuk pemetaan terkait pemetaan geomorfologi detail maka
bencana (Bencana Gunungapi dan Kestabilan harus dilakukan survei lapangan untuk
lereng di Nepal). Hasil yang diperoleh dari melengkapi data analisis. Sehingga tidak bisa
penelitian tersebut yaitu informasi untuk mengandalkan sepenuhnya terhadap hasil
manajemen bencana gunungapi dan bahaya interpretasi citra.
longsor di Nepal. Gustavsson et al (2006)
Jenis citra yang digunakan untuk
melakukan penelitian berkaitan dengan
interpretasi suatu wilayah juga harus
modifikasi dalam simbologi pemetaan
memperhatikan kebutuhan atau tujuan akhir
geomorfologi skala detail. Peta geomorfologi
penelitian. Artinya penggunaan citra tergantung
merupakan bentuk informasi dari hasil survei
apa yang akan ditelti, contohnya penelitian
dan geomorfologi di lapangan.
6
terkait pembatasan bentuklahan lebih baik dengan menggunakan metode grid. Grid
menggunakan citra satelit/foto udara skala tersebut terbagi menjadi tiga kelas (grid kasar,
menengah (seperti Terra SAR, SRTM) . Hal ini grid menengah, dan grid halus). Kombinasi
disebabkan ketika menggunakan citra skala ketiga jenis grid ini diigunakan untuk
tinggi tidak kelihatan batas antar bentuklahan identifikasi morfologi, proses, dan material
(seperti quickbird, geo eye) dan ketika yang terdapat di DAS Bompon.
menggunakan citra skala rendah/kecil kurang
a. Grid Kasar
jelas. Sehingga, penentuan skala citra yang
akan digunakan sebagai sumber awal atau Grid kasar digunakan dalam survei
landasan dalam penelitian penting dan harus geomorfologi di DAS Bompon memiliki
disesuaikan dengan tujuan/maksud yang akan ukuran 335 m x 335 m. Grid kasar ini
dicapai dari penelitian tersebut. merupakan ukuran grid terbesar yang
digunakan dalam survei geomorfologi di DAS
Interpretasi citra digunakan dalam
Bompon. Grid kasar dalam survei geoorfologi
penelitian memberikan informasi dasar
di DAS Bompon digunakan sebagai dasar
berkaitan dengan kondisi DAS Bompon.
dalam mengidentifikasi morfologi di DAS
Interpretasi citra dalam penelitian ini yaitu
Bompon. Ukuran grid yang besar (335 m x 335
menggunakan citra foto udara 1:2000 dan citra
m) digunakan sebagai identifikasi morfologi
Terra SAR. Interpretasi citra foto udara
morfologi secara umum.
digunakan sebagai dasar untuk
menginterpretasi kondisi penggunaan lahan di Identifikasi kondisi morfologi dibagi
DAS Bompon. Peneliti juga menggunakan cira menjadi dua jenis yaitu pra-lapangan dan
Terra SAR untuk identifikasi awal DAS lapangan. Tahap pra-lapangan menggunakan
Bompon khususnya terkait kondisi morfologi interpolasi DEM TerraSAR untuk membatasi
DAS Bompon. Kondisi morfologi dengan kondisi morfologi. Hasil interpretasi citra
melihat citra Terra SAR digunakan sebagia kemudian digunakan sebagai acuan lapangan
penentuan batas bentuklahan secara umum dan dilakukan pengukuran terrestris
sebelum dilakukan pengecekan lapangan. menggunakan grid kasar. Kombinasi
penginderaan jauh dan grid kasar dalam
Interpetasi citra foto udara dan dem
mengetahui morfologi DAS Bompon lebih
Terra SAR memberikan informasi kondisi DAS
efektif karena pertama dengan bantuan
Bompon secara global atau umum. Identifikasi
interpretasi penginderaan jauh peneliti dapat
mendetail dilakukan dengan melakukan survei
mengetahui kondisi/gambaran wilayah kajain.
lapangan berbasis area grid bertingkat.
Sedangkan, survei terrestris menggunakan grid
Identifikasi lapangan berupa pengecekan
kasar akan memvalidasi dan mendetailkan hasil
morfologi, material permukaan, dan proses
interpolasi dengan citra penginderaan jauh.
geomorfologi di DAS Bompon.
Identifikasi morfologi dengan
3. Survei Gemorfologi
menggunakan batasan bentuklahan akan lebih
Survei geomorfologi di DAS Bompon mudah dengan menggunakan ukuran grid yang
dilakukan dengan menggunakan survei terestris besar. Hal ini disebabkan menggunakan grid
dengan metode grid bertingkat (step-wise-grid). ukuran besar dalam membatasi bentuklahan
Survei geomorfologi menggunakan grid dapat melihat secara luas/regional, dibanding
bertingkat digunakan untuk meningkatkan dengan menggunakan grid ukuran lebih kecil
efektifitas dan efisiensi dalam survei terestris akan kesulita untuk membatasi bentuklahan.
7
Hal in disebabkan grid kasar lebih efektif untuk kondisinya cenderung statis, sedangkan proses
menginventaris kondisi morfologi secara mayor geomorfologi menggunakan grid halus untuk
di DAS Bompon. sedangkan grid menengah inventarisasi secara detail di lapangan.
maupun grid halus lebih cocok untuk
b. Grid Menengah
menginterpretasi kondisi morfologi minor di
DAS Bompon yaitu pada proses geomorfologi Grid menengah merupakan tahapan dari
(seperti longsor dan erosi) sehingga diperoleh grid bertingkat yang digunakan untuk
data yang lebih valid. identifikasi kondisi geomorfologi di DAS
Bompon. Besar grid yang digunakan dalam
Identifkasi morfologi memiliki peran
grid menengah adalah 201 m x 201 m. Grid
penting dalam survei geomorfologi. Identifikasi
menengah ini memiliki fungsi yang berbeda
morfologi berarti kita akan mengidentifikasi
dengan jenis grid kasar. Grid ini memiliki
perbedaan relief yang terdapat di suatu wilayah
fungsi untuk mengidentifikasi material.
dan setiap beda relief maka akan diperoleh
Penekanan yang digunakan menggunakan
informasi yang berbeda-beda terkait proses
ukuran grid ini digunakan sebagai penndukung
yang berkembang dan material yang terbentuk
identifikasi proses geomorfologi di DAS
akibat dari proses geomorfologi.
Bompon, khususnya pada kejadian longsor.
Identifikasi kondisi geomorfologi
Proses longsor di DAS Bompon baik
menggunakan grid kasar baik morfologi,
yang terjadi di bagian hulu maupun bagian hilir
material dan proses di lakukan secara umum.
memiliki karakteristik yang berbeda. Grid
Identifikasi menggunakan grid kasar lebih
menengah digunakan sebagai identifikasi
menekankan kepada kondisi geomorfologi
potensi atau penyebab terjadinya longsor baik
yaitu kondisi morfologi. Kondisi morfologi
identifikasi longsor sudah terjadi dan potensi
yang diidentifikasi menggunakan grid kasar ini
akan terjadinya longsor. Grid menengah
menghasilkan batasan bentuklahan yang
memberikan kelebihan untuk identifikasi
terdapat di DAS Bompon. Batasan dari
kondisi tersebut karena ukurannnya tidak besar
morfologi atau bentuklahan akan dapat
(grid kasar) dan terlalu kecil (grid halus),
diketahui wilayah-wilayah yang merupakan
sehingga mudah dalam identifikasi potensi
wilayah erosi, deposisi dan wilayah residu.
longsor serta penyebab yang berada di
Pemilihan ukuran grid untuk identifikasi sekitarnya khusunya mengidentifikasi material
kondisi geomorfologi di DAS Bompon permukaan di DAS Bompon.
berdasarkan tingkat perubahan. Maksudnya
Identifikasi yang dilakukan di lapangan
tingkat perubahan adalah kondisi dimana
dengan menggunakan ukuran grid ini juga
bentukan geomorfologi mudah untuk berubah
memperhatikan kondisi dari morfologi dan
(dinamis) sampai sulit/lama dalam
material. Peran morfologi yang terdapat di
perubahannya (statis). Kondisi morfologi,
DAS Bompon yang berkaitan dengan potensi
material dan proses geomorfologi memiliki
dan penyebab longsor adalah pengolahan dari
karakteristik perubahan yang berebeda. Kondisi
masyarakat berupa pemotongan lereng maupun
morfologi dan material permukaan cenderung
pengolahan lahan. Material permukaann juga
statis/lama berubah, sedangkan proses
memberikan peran terhadp identifikasi
geomorfologi sangat dinamis perubahannya.
penyebab longsor seperti adanya material hasil
Kondisi tersebut membuat pemilihan grid yang
alterasi (bagian hilir) dan endapan dari abu
berbeda untuk inventarisir di lapangan,
vulkanik Gunung Sumbing (bagian hulu).
morfologi menggunakan grid kasar karena
8
Pengaruh jenis material tersebut akan kondisi, maupun morfometrinya), dan kondisi
berdampak terhadap jenis longsor yang terjadi material permukaan yang terdapat di wilayah
di lapangan. Kedua faktor tersebut memberikan tersebut. Contoh kasus dalam pengukuran
dampak yang besar terhadap proses terjadinya proses geomorfologi di DAS Bompon
longsor dan potensi pemicu terjadinya longsor diketahui bahwa luas longsor aktif yang terjadi
di DAS Bompon. di Dusun Kalisari 18.003,4 m2, sedangkan
ukuran grid besar 112.225 m2 (331x331 m)
c. Grid Halus
sedangkan uluran grid halus 4489 m2 (67x67
Grid halus atau merupakan grid dengan m). Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk
ukuran 67 m x 67 m. Ukuran grid halus ini menginventarisir kondisi proses geomorfologi
diperoleh dari ukuran pemetaan terkecil (0,67 lebih efektif menggunakan grid halus agar data
cm x 0,67 cm) dikali skala pemetaan yang yang diperoleh detail karena ukuran grid halus
digunakan (skala pemetaan 1:10.000). lebih cocok dibanding dengan grid kasar
Penggunaan grid halus sebagai identifikasi (sesuai dengan MLA/Mapp Legitable Area).
proses geomorfologi di DAS Bompon. Proses
Identifikasi menggunakan grid halus ini juga
geomorfologi mudah untuk berubah atau
mengidentifikasi kondisi goemorfologi yang
dinamis karena pengaruh alam maupun
diakibatkan oleh pengaruh manusia. Pengaruh
manusia. Kondisi ini membuat grid halus cocok
manusia dalam pengolahan lahan
untuk identifikasi proses geomorfologi.
mempengaruhi terjadinya proses erosi, longsor
Penyebab lain grid halus digunakan sebagai
dan bahkan dapat memicu kedua proses
identifikasi proses geomorfologi adalah factor
tersebut. Pengoolahan lahan yang dilakukan
map legitable are (MLA). Artinya luasan dari
masyarakat yang diidentifikasi dengan grid
proses geomorfologi di DAS Bompon berupa
halus ini seperti pemotongan lereng,
area (longsor, erosi guly, maupun erosi parit)
penanaman tanaman pemicu longsor (Pohon
dan titik berupa titik erosi percik, erosi
Sengon dan Bambu), serta penanaman ketela
singkapan akar, sehingga dengan melihat
pohon yang memicu erosi serta longsor di DAS
ukuran dari proses geomorfologi tersebut lebih
Bompon.
cocok menggunakan grid halus.
Informasi yang ditekankan dengan
Grid halus memiliki spesifikasi yang
menggunakan grid halus dilakukan pada
berbeda dengan grid kasar maupun grid
proses-proses yang terjadi di DAS Bompon.
menengah. Perbedaan ketiganya berada pad
Proses erosi maupun longsor yang dominan di
ukuran grid yang digunakan untuk survei
DAS Bompon diidentifikasi lebih mendalam
geomorfologi di lapangan. Survei geomorfologi
menggunakan grid halus dengan
di lapangan (DAS Bompon) memang
mengidentifikasi baik morfometri, material
menekankan pada informasi morfologi, proses
permukaan, dan penyebabnya. Kondisi Morfologi
dan material permukaan yang terjadi. Akan
di DAS Bompon
tetapi, dengan menggunakan spesifikasi
fleksibel grid ini ketiga informasi geomorfologi DAS Bompon yang memiliki luas 300
tersebut memiliki perbedaan dalam hal ha memiliki kondisi morfologi yang beragam.
identifikasi. Identifikas pada grid halus Kondisi dari wilayah hulu, tengah, dan hilir
digunakan untuk mendeteksi informasi DAS Bompon di dominasi oleh lereng yang
geomorfologi berkaitan denga proses dan memiliki kemiringan rata-rata >15%. Kondisi
material. Proses tersebut seperti erosi (percik, dapat membagi DAS Bompon menjadi 6
lembar, alur, dan gully), longsor (jenisnya, (enam) bentuklahan yang ada di DAS Bompon.
9
Pembagian berdasarkan kondisi kelerengan Sumbing, Pegunungan Menoreh Tua
atau topografi di DAS Bompon. Pembagian merupakan wilayah yang dulunya lautan lalu
terdiri dari dataran koluvial, lereng kaki terangkat.
perbukitan, lereng bawah perbukitan, lereng
Kondisi material tanah yang menyusun
tengah perbukitan, lereng atas perbukitan, dan
di DAS Bompon merupakan hasil dari
puncak bukit.
pelapukan material Gunung Sumbing Tua,
Kondisi bentuklahan tersebar di seluruh Gunung Sumbing Muda, dan material dari
wilayah DAS Bompon. Setiap bagian Pegunungan Menoreh. Jenis material yang
bentuklahan hampir semua dimanfaatkan oleh dihasilkan dari ketiga sumber terdiri dari
masyarakat baik sebagai kebun maupun sebagai material tuff pasiran sebagai hasil dari material
permukiman penduduk. Permukiman Gunung Sumbing Tua dan Gunung Sumbing
masyarakat biasanya dibangun pada lereng kaki Muda. Material dari Pegunungan Menoreh
perbukitan maupun lereng bawah perbukian. tersusun atas batuan breksi andesit yang
Akan tetapi, masyarakat ada yang melakukan teralterasi. Suplai atau distribusi dari material-
pemotongan lereng untuk membangun rumah, material tidak merata di semua bagian DAS
sehingga berbahaya karena dapat memicu Bompon. Material-material menyusun bagian-
terjadinya longsor. Pembangunan permukiman bagian tertentu seperti hanya dibagian hulu,
pada bagian lereng tengah atau lereng atas tengah maupun hilir DAS Bompon.
perbukitan dapat menimbulkan beban terhadap
Bagian hulu DAS Bompon yang
lereng, sehingga ketika lereng tidak stabil akan
dikontrol oleh material dari Gunung Sumbing
terjadi longsor pada bagian lereng.
Tua dan Gunung Sumbing Muda. Material
salah satunya berupa material abu vulkanik
baik dari material sumbing maupun dari
material vulkanik Tmoa. Material abu vulkanik
membuat karateristik material tanah di DAS
Bompon khusunya di wilayah hulu tebal.
Kandungan dari mineral yang ada di dalam
material vulkanik membuat kondisi material
tanah memiliki kandungan bahan organik (BO)
Gambar 3.1: a) Lereng atas yang ditanami
yang tinggi. Material penyusun berupa material
ketela pohon dan b) Pemotongan lereng untuk
rumah. b) abu vulkanik, maka kandungan lempung yang
a)
menyusun di wilayah hulu sedikit.
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015) Karakteristik material di wilayah hulu
4. Kondisi Material yang Menyusun DAS membuat kondisi agregat tanahnya kuat.
Bompon Agregat tanah yang kuat disebabkan dengan
kandungan bahan organik tinggi dan
DAS Bompon yang berada diantara
kandungan lempung yang rendah, sehingga
Gunung Sumbing dan Pegunungan Menoreh
membentuk agregat tanah yang kuat atau tidak
Tua. Kedua gunung memiliki peran besar
mudah lepas.
terhadap kondisi maupun jenis material yang
berada di DAS Bompon. Gunung Sumbing Bagian hilir DAS Bompon sampai
merupakan gunung vulkanik yang dorman dan bagian tengah dipengaruhi oleh material dari
materialnya letusan terdahulu terendapkan di Pegunungan Menoreh. Material dari
DAS Bompon. Berbeda dengan Gunung Pegunungan Menoreh berupa breksi andesit
10
yang teralterasi. Proses pelapukan dari dalam lapisan tanah permukaan akan mengalami
(alterasi) membuat pengaruh besar terhadap pecah-pecah, dan ketika musim penghujan
kondisi material dan berdampak kepada proses akan banyak aliran permukaan karena sudah
yang terjadi di DAS Bompon bagian hilir. jenuh/tidak bisa menyerap air lebih banyak.
Proses alterasi pada breksi andesit membuat
kandungan tekstur tanah dominasi lempung.
Kondisi berbeda dengan bagian hulu DAS
Bompon yang di dominasi oleh material
vulkanik dengan kandungan bahan organik
tinggi. Kandungan lempung yang tinggi di
wilayah hilir DAS Bompon membuat dampak a)
kepada kembang kerut lapisan tanah yang
terjadi pada saat musim kemarau maupun
musim penghujan. Pengaruh dari material yang
di dominasi oleh lempung membuat tanah
menjadi labil dan terjadi longsor.

5. Kondisi Proses Geomorfologi yang terdapat


b)
di DAS Bompon Gambar 3.2 : a) Menunjukkan Kondisi
Proses geomorfologi terjadi di suatu Tanah yang retak-retak dan Kering serta
wilayah disebabkan oleh berbagai faktor. Baik Kondisi Tanaman Padi yang Puso/Gagal Panen,
b) Pengiriman Bantuan Air Bersih oleh BPBD
yang dipengaruhi oleh alam maupun pengaruh
Kab. Magelang di Desa Wonogiri
dari aktivitas manusia yang mengendalikannya.
Faktor alam yang menyusun pembentukan (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015)
proses geomorfologi di DAS Bompon adalah Kondisi DAS Bompon khususnya
material. Material yang memberntuk DAS berkaitan dengan kondisi kualitas dan kuantitas
Bompon yang unik membuat terjadi tiga proses sumberdaya air memiliki karakteristik yang
yang dominan terjadi di DAS Bompon, unik. Musim penghujan air yang berada di
kekeringan, erosi dan longsor. DAS Bompon memiliki limpahan yang besar
dan bahkan sampai banjir. Kondisi saat musim
- Kekeringan dan Banjir di DAS Bompon
kemarau akan berbeda, karena akan terjadi
Material yang menyusun DAS Bompon kekeringan, dan hanya dibeberapa titik yang
khususnya di wilayah hilir memiliki kandungan masih ada airnya (mata air dan sumur).
lempung yang tinggi. Kandungan lempung
tersebut terbentuk akibat pengaruh proses
alterasi yang mempercepat terbentuknya 0)
lempung di DAS Bompon. Akibat dari
kandungan lempung yang dominan
memberikan dampak terhadap proses kembang
kerut lapisan tanah yang terjadi di musim
a. b.
kemarau dan musim penghujan. Sifat lempung
yang bersifat aquifuge (mampu menyimpan air, Gambar 3.3: a) Menunjukkan
tapi tidak dapat mengalirkan dalam jumlah Rembesan airtanah di zona tekuk lereng saat
besar) menyebabkan ketika musim kemarau
11
musim kemarau, b) Kondisi Debit Puncak di jenis vegetasi, serta aktivitas manusia di
DAS Bompon dalamnya.
(sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015) Material penyusun berupa breksi
Kondisi yang terjadi di DAS Bompon andesit teralterasi di bagian hilir sebelah barat
berbeda jauh dengan teori yang menunjukkan dan tuff pasiran di bagian hulu DAS Bompon
bahwa material dari Gunung Api akan memiliki menjadi sumber perbedaan jenis longsoran
kandungan airtanah yang besar. Kondisi ini yang terjadi. Bagian hilir yang dipengaruhi oleh
berbeda karena jenis material yang terdapat di alterasi (energi endogen) membuat terjadinya
DAS Bompon juga berbeda. Dominasi material longsor jenis rotasional yang. Alterasi terjadi
yang berupa lempung menjadi kontrol utama pada batuan breksi andesit, hasil dari alterasi
terjadinya kekeringan maupun banjir. Pengaruh breksi andesit mengandung lempung. Kondisi
lainnya karena tanah yang berada di DAS dari lempung mempunyai karakteristik yang
Bompon termasuk jenis tanah yang super tebal memiliki batas cair yang tinggi. Kondisi breksi
(>20 m) membuat pengaruh kepada cadang andesit ditumpangi oleh abu vulkanik yang
airtanah yang ada di DAS Bompon. tebal. Kombinasi membuat beban massa tanah
yang besar terhadap tanah. Kondisi lereng yang
- Longsor
ditekan oleh material lempung dan abu
Proses geomorfologi berikutnya yang vulkanik sehingga menekan bidang gelincir
dominan terjadi di DAS Bompon adalah proses yang melengkung, sehingga terjadi longsor
longsor. Longsor yang terjadi di DAS Bompon rotasional.
dominan terjadi di bagian hilir DAS Bompon - Proses Erosi
sampai bagian tengah DAS. Pengaruh
dikontrol oleh material dan proses alterasi yang Kondisi DAS Bompon memiliki
terjadi di bagian hilir sampai tengah DAS perbukitan dengan kemiringan lereng dari 15%.
Bompon. Material yang dominan dari Kondisi menurut klasifikasi Zuidam (1983)
lempungan dan kandungan bahan organik yang memiliki klas curam. Proses berupa
rendah membuat tanah menjadi labil karena denudadional seperti erosi dan longsor sering
agregat tanah yang terbentuk tidak kuat, terjadi di dalamnya. Erosi maupun longsor di
sehingga mudah untuk terjadi longsor. dukung dengan kondisi material yang
Pengaruh lainnya karena pelapukan dari dalam menyusun maupun karakteristik masyarakat
oleh energi hidrotermal atau alterasi. Proses dalam mengelola lahan.
alterasi memberikan pengaruh yang besar,
Erosi merupakan proses yang dominan
karena akan menjadikan tanah akan sangat
yang terjadi di DAS Bompon. Wilayah hulu,
labil. Proses alterasi akan melabilkan tanah
tengah sampai hilir DAS Bompon terjadi erosi
dari dalam, sehingga walaupun di permukaan
baik mulai dari erosi percik, sampai erosi gully.
agregat tanahnya kuat akan tetapi terdapat
Perkembangan erosi percik sampai erosi gully
alterasi di bawahnya maka akan mudah terjadi
terpengaruh oleh kondisi pengelolaan lahan
longsor. Proses longsor yang terjadi di DAS
yang terdapat di DAS Bompon. Kondisi
Bompon terbagi menjadi tiga jenis yaitu
termasuk kerapatan dari vegetasi atau tutupan
longsor aktif, longsor dorman dan longsor yang
kanopi yang terdapat di DAS Bompon. Erosi
teraktifasi kembali. Pembagian ketiga jenis
yang cukup besar sebenaarnya terjadi di bagian
longsor didasarkan terhadap material penyusun,
hulu DAS Bompon yaitu di Desa Kuaderan.
Pengelolaan lahan berupa ketela pohon dengan
12
kemiringan lereng >30% menjadikan wilayah
tingkat erosi tinggi. Material tanah yang
gembur akibat pengelolaan lahan serta
penambahan pupuk membuat material tanah
mudah lepas apabila terjadi hujan. Kondisi
didukung dengan tidak adanya tutupan vegetasi
selain ketela pohon. Gambar 3.4: Simbologi Proses Geomorfologi
Efek yang ditimbulkan oleh erosi di Berupa Longsor
Sumber: Pengolahan Peneliti, 2016
wilayah DAS Bompon terdiri dari dua yaitu in-
site dan off-site. Kedua efek akan saling b. Proses Erosi
mempengaruhi kondisi lingkungan serta Penyajian informasi kedalam sebuah peta
produktiifitas dari tanah itu sendiri sebagai dilakukan dengan menggunakan
media tanam. Efek in-site atau efek yang terjadi simbologi/simbolisasi. Simbol terdiri dari dua
pada lokasi erosi akan berdampak kepada jenis simbol yaitu titik/point dan garis/line.
kesuburan tanah berkurang. Kesuburan tanah Simbol titik digunakan untuk menyajikan
berkurang karena terbawa oleh aliran runoff informasi erosi seperti erosi percik berupa
yang membawa lapisan topsoil, yang pedestal, erosi lembar, erosi kombinasi percik
merupakan lapisan yang memiliki banyak unsur dan aliran (singkapan akar), serta digunakan
hara. Akumulasi lama kelamaan berdampak untuk informasi mataair. Sedangkan
terhadap jumlah produksi yang berkurang. simbolisasi berupa garis digunakan untuk jenis
Kerugian di off-site yaitu adanya pengendapan erosi gully dan parit.
dan sedimentasi yang terjadi di sungai
Bompon. Kondisi dapat mendangkalkan
sungai, sehingga dapat membuat kapasitas
sungai berkurang dan berdampak terhadap
luapan air di Sungai Bompon.
Simbolisasi Peta
a. Proses Longsor
Gambar 3.5: Simbologi Proses Erosi
Simbol longsor berupa simbol area. Simbol
Sumber: Pengolahan oleh Peneliti, 2016
area yang menggambarkan proses longsor
dibedakan berdasarkan warna dan bentuk c. Material
simbol area. Simbol akan menerangkan jenis Simbolisasi untuk tutupan material
longsor serta menandakan apakah masih aktif, dilakukan dengan menggunakan simbol area
dorman tereaktif dan dorman. Gambar 4.15 dan bentuk. Kombinansi simbol area dengan
menunjukkan simbologii proses geomorfologi bentuk akan membedakan antara jenis material
berupa longsor yang berada di DAS Bompon. satu dengan yang lainnya, sehingga mudah
untuk dibaca dan dipahami.

13
informasi yang diperoleh dari hasil
interpretasi, sehingga besar skala citra/peta
dasar harus disesuaikan dengan tujuan dan
informasi yang akan diperoleh dari
interpretasi citra,

c. teknik step-wise-grid memiliki kelebihan


untuk digunakan survei geomorfologi
detail dan setiap grid memiliki spesifikasi
untuk identifikasi kondisi geomorfologi di
Gambar 3.6: Simbolisasi Material di DAS
DAS Bompon. Grid kasar digunakan untuk
Bompon (Sumber: Pengolahan Data oleh
Peneliti, 2016 identifikasi morfologi (bentuklahan), grid
menengah digunakan untuk identifikasi
d. Morfologi material permukaan, dan grid halus
Simbolisasi untuk morfologi digunakan untuk identifikasi proses
menggunakan area, dan warna. Kombinasi geomorfologi. Penentuan spesifikasi setiap
simbol digunakan untuk memperoleh hasil grid mempertimbangkan tingkat
yang baik untuk memberikan informasi. perubahannya (statis/dinamis). Kombinasi
dari ketiga grid tersebut diperoleh data
kondisi geomorfologi yang detail di DAS
Bompon dan mempercepat waktu survei
geomorfologi menggunakan metode grid,

d. informasi geomorfologi dari hasil survei


lapangan disusun kedalam peta
geomorfologi. Informasi berupa morfologi,
proses dan material permukaan
Gambar 3.7: Simbolisasi Informasi geomorfologi disusun dengan simbol titik,
Morfolologi di DAS Bompon (Sumber: garis, area, warna, dan bentuk/polygon.
Pengolahhan Data oleh Peneliti, 2016) Kombinasi simbol tersebut disusun agar
KESIMPULAN dapat dimengerti oleh pembaca dan
dibentuk menjadi satu kesatuan menjadi
Hasil dan pembahasan dari peneitian peta geomorfologi DAS Bompon.
mengenai pemetaan geomorfologi skala detail
menggunakan teknik step-wise-grid di DAS
Bompon, dapat diperoleh kesimpulan:
DAFTAR PUSTAKA
a. penelitian geomorfologi terdahulu
Barsch, D. a. (1979). Geomorphological and
merupakan dasar pemikiran tentang
Ecological Mapping. 3, 361-370.
inventarisasi data geomorfologi dan
sebagai sumber informasi geomorfologi Church, M. (2012). Refocusing
untuk dapat dikembangkan untuk geomorphology: Field work in four
penelitian lebih lanjut, acts. Geomorphology, 200, 184-192.
b. interpretasi citra harus memperhatikan Erener, A and HSB Duzgun. (2011). Landslide
tujuan penelitian dan skala citra yang akan susceptibility assessment: what are the
digunakan. Skala citra mempengaruhi
14
effects of mapping unit and mapping
method? Springer: Enviro Earth.

Gustavsson, M., & Seijmonsbergen, E. K.


(2006, January). A new simbol-and-GIS
based detailed geomorphological
mapping Sistem: Renewal of a
Scientific Discipline for Understanding
Landscape Development.
Geomorphology, 77, 90-111.

Hengl, T. (2006). Finding the Right Pixel Size.


Computers & Geosciencences , 1283-
1298.
Knight, J., & Mitchell, W. A. (2011).
Geomorpfological Field Mapping. In
M. J. Smith, P. Paron, G. a. S., & J. S.
JR (Ed.), Geomorphological Mapping:
Methods and Applications (Vol. 15, pp.
151-187). Elsevier.

Sartohadi, J., & Pratiwi, d. E. (2014a). Bunga


Rampai Penelitian: Pengelolan Bencana
Kegunungapian Kelud pada Perioe
Krisis Erupsi 2014. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Savigiear, R. (1965, Sep). A Technique of


Morphological Mapping. Annals of the
Association of American Geographers,
55, 514-538.

Setiawan, M.A. (2012). Integrated Soil Erotion


Risk Management in the upper

Serayu Watershed, Wonosobo District,


Central
Java,Indonesia.Dissertation.Innsbruck:
Institute of Geography, University of
Innsbruck.

15

Anda mungkin juga menyukai