AnalisisRealKSA PDF
AnalisisRealKSA PDF
Pesan
Janganlah kesibukan duniamu melalaikan untuk menuntut ilmu Agama,
ingatlah bahwa yang wajib ‘ain bagi kalian adalah menuntut ilmu Agama.
B uku ini ditulis dalam rangka pengadaan buku ajar mata kuliah
Analisis Real I dan II, yang merupakan mata kuliah wajib.
Buku ini berisi materi yang diperuntukan bagi mahasiswa
yang telah mengambil mata Kalkulus I dan Kalkulus II. Topik-topik dalam
buku ini sebenarnya sudah dikenal oleh mahasiswa yang telah mengambil
kedua mata kuliah tersebut. Hanya saja, materi pada buku ini lebih abstrak,
teoritis, dan mendalam. Materi pada buku ini merupakan materi dasar analisis
real. Analisis real merupakan alat yang esensial, baik di dalam berbagai
cabang dari matematika maupun bidang ilmu-ilmu lain, seperti fisika, kimia,
dan ekonomi. Mata kuliah Analisis I adalah gerbang menuju mata kuliah yang
lebih lanjut, baik di dalam maupun di luar jurusan Matematika. Jika mata
kuliah ini dapat dipahami dengan baik maka mahasiswa mempunyai modal
yang sangat berharga untuk memahami mata kuliah lain. Diharapkan, setelah
mempelajari materi pada buku ini, mahasiswa mempunyai kedewasaan
dalam bermatematika, yang meliputi antara lain kemampuan berpikir secara
deduktif, logis, dan runtut, serta memiliki kemampuan menganalisis masalah
dan mengomunikasikan penyelesaiannya secara akurat dan rigorous.
Buku ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang aljabar
himpunan, fungsi, dan induksi matematika. Sebagaimana kita ketahui bahwa
materi pada bab ini adalah materi penunjang pemahaman pada bab-bab
selanjutnya, maka diharapkan para pembaca dan pengajar tidak
mengabaikan penyampaian bab I ini. Bab II membahas tentang himpunan
bilangan real. Di dalamnya, dibicarakan tentang sifat aljabar (lapangan), sifat
terurut, dan sifat kelengkapan dari himpunan bilangan real. Kemudian,
dibahas tentang himpunan bagian dari himpunan bilangan real yang
Buku ini masih dalam proses pengembangan dan tentunya masih jauh
dari sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari
pembaca, demi semakin baiknya buku ini sebagai buku ajar mata kuliah wajib
Analisis I.
Abu Abdillah
PERSEMBAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Aljabar Himpunan ........................................................... 1
1.2 Fungsi ............................................................................... 8
1.3. Induksi Matematika ......................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
P ada bab ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan
mengulang sekilas tentang aljabar himpunan dan fungsi, yang
keduanya merupakan perkakas penting untuk semua cabang matematika.
Pada bagian selanjutnya yakni bagian 1.3 kita akan mengulas mengenai
induksi matematika. Sebagaimana kita ketahui bahwa induksi matematika
berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan asli yang akan sering kita
gunakan pada pembuktian beberapa masalah khusus dalam bab selanjutnya.
Bila A menyatakan suatu himpunan, maka untuk suatu unsur x kita akan
menuliskannya menjadi
x A, ■
x A, ■
A B atau B A , ■
AB ■
x P (x ) ■
x S P (x ) ■
Beberapa himpunan tertentu akan banyak digunakan dalam buku ini, dan
akan kita tuliskan dengan penulisan standar yakni sebagai berikut:
m
Himpunan bilangan rasional Q m, n , n 0
n
1. Himpunan x N x 2 3x 2 0 , menyatakan himpunan bilangan asli yang
y N y 2 x , x N .
Operasi Himpunan
1.1.2. Definisi
A B x x A dan x B ■
A B x x A atau x B ■
1.1.3. Definisi
a) A A A, A A A Idempoten
b) A B B A, A B B A Komutatif
c) A B C A B C , A B C A B C Asosiatif
d) A B C A B A C , A B C A B A C
Distributif.
A A1 A2 ... An
B B1 B2 ... Bn
n
A Aj
j 1
n
B Aj
j 1
A \ B x x A dan x B ■
1.1.6. Teorema
A \ ( B C ) ( A \ B) ( A \ C ) .
Bukti:
A \ (B C ) ( A \ B) ( A \ C )
Akan ditunjukkan A \ ( B C ) ( A \ B ) ( A \ C )
Akan ditunjukkan A \ ( B C ) ( A \ B ) ( A \ C )
Berikut ini kita definisikan produk kartesius yang akan kita gunakan pada
pembahasan tentang fungsi pada bagian selanjutnya.
1.1.7. Definisi
A B a, b a A dan b B ■
Latihan 1.1.
5. Tunjukkan bahwa selisih simetris D pada soal nomor 4, juga diberikan oleh:
D A B \ A B
6. Jika A B tunjukkan B A \ A \ B
n n
10. Mengacu pada soal nomor 9 tunjukkan bahwa E A j E A j , dan
j 1 j 1
n n
E A j E A j .
j 1 j 1
n n n n
E \ A j E \ A j , E \ A j E \ A j
j 1 j 1 j 1 j 1
Catatan bila E \ A j dituliskan dengan C A j , maka kesamaan diatas
mempunyai bentuk
n n n n
C A j C A j , C A j C A j
j 1 j 1 j 1 j 1
Tunjukkan bahwa
C A j C A j , C A j C A j
jJ jJ jJ jJ
A B A B1 A B2
1.2 FUNGSI
Pada bagian ini kita akan membahas gagasan fundamental suatu fungsi
atau pemetaan. Selanjutnya akan kita ketahui bahwa fungsi merupakan suatu
jenis khusus dari himpunan, walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih
bersifat sugesti. Pada bagian terakhir ini kita akan banyak membahas mengenai
jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit lebih abstrak dibandingkan bagian ini.
f x x 2 3x 5
h x x
dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi
x diberikan pula yakni:
x, bila x 0
x
x, bila x 0
Berikut ini adalah definisi yang mungkin saja dapat membuat kita
kehilangan kandungan intuitif dari definisi terdahulu, tetapi kita dapatkan
kejelasan.
Ide dasar pendefinisian berikut ini adalah memikirkan gambar dari suatu
fungsi; yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak
setiap koleksi pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali
unsur pertama dalam pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan
secara tunggal.
1.2.1. Definisi
f : A B
b f a
f1 a, b f a D1
1.2.2. Definisi
f E f x : x E
subhimpunan f 1
H dari A , yang diberikan oleh
f 1
H x A : f x H
Jadi bila diberikan himpunan E A, maka titik y1 B di bayangan langsung
f E jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 E sedemikian
sehingga y1 f x1 . Secara sama bila diberikan H B , titik x 2 A di dalam
bayangan invers f 1
H jika dan hanya jika y f x 2 di H .
1.2.3. Contoh
himpunan E x 0 x 2 adalah himpunan f E y 0 y 4 . Bila
G y 0 y 4 , maka bayangan invers G adalah himpunan
f G x 2 x 2. Jadi f f E E .
1 1
bahwa f 1
G H f 1
G f 1 H
x f 1
G dan x f 1
H , karena itu x f G f H
1 1
bukti
selesai.
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi
1.2.5. Definisi
Fungsi-Fungsi Invers
bukanlah fungsi. Tetapi bila f injektif, maka penukaran ini menghasilkan fungsi
1.2.7. Definisi
f 1 .
1
Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f berelasi dengan f
sebagai berikut: x f 1
y jika dan hanya jika y f x .
1.2.8. Contoh
x
Suatu fungsi f x dengan D f x R x 1 bersifat injektif
x 1
(buktikan f suatu injeksi untuk latihan pembaca). Selanjutnya kita akan peroleh
1.2.9. Definisi
1.2.10. Teorema
Maka f g
1
H g 1 f 1 H g 1 f 1 H .
1.2.11. Teorema
Barisan
1.2.12. Definisi
daripada x n , dan nilainya sering kita sebut suku ke- n barisan tersebut. Barisan
itu sendiri sering dituliskan dengan x n n Ν atau lebih sederhana dengan x n .
nilainya x n n Ν , yang merupakan subhimpunan dari S . Suku barisan harus
range dari barisan tersebut adalah 1,1, memuat dua unsur dari R
Latihan 1.2.
1. Misalkan A B x R 1 x 1 dan subhimpunan R dari R , apakah
f E F f E f F dan f E F f E f F .
f 1
G H f 1
G f 1 H dan f 1
G H f 1
G f 1 H
f 1
f E E . Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak
f f H H .
1
Berikan satu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak
x D f dan f f 1
y y untuk setiap y R f .
f : A B sehingga f : A B , tetapi f : A B
maka P n benar untuk beberapa nilai n , tetapi belum tentu benar untuk yang
(2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan
S Ν bersesuaian dengan kesimpulan bahwa Pn benar untuk semua n Ν .
1.3.3. Contoh
1
1 2 ... k .k k 1
2
Bila kita tambahkan pada kedua ruas dengan k 1 ,maka menjadi:
1
1 2 ... k k 1 .k k 1 k 1
2
1
1 2 ... k k 1 k 1k 1
2
1
1 2 ... k k 1 k 2 k 1
2
1
1 2 ... k k 1 k 1k 2
2
1
1 2 ... k k 1 k 1k 1 1
2
Dari persamaan terakhir kita ketahui bahwa karena P k berimplikasi pada
1
1 2 ... n nn 1 , untuk setiap n Ν
2
11 12.1 1 6
i. Bila n 1 , maka kita mempunyai P 1 : 1 1 , jadi
6 6
P1 benar
ii. Bila P k kita asumsikan benar yakni
k k 12k 1
12 2 2 ... k 2
6
2
Bila kita tambahkan pada kedua ruas dengan k 1 ,maka menjadi:
2 k k 12k 1 2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
2 k 2k 1
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1 k 1
6
2 k 2k 1 6k 6
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
2k 2 k 6k 6
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
2
6
2k 2 7k 6
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
2
6
2k 2 7k 6
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
2
6
2 k 22k 3
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
2 k 1k 1 12k 1 1
12 2 2 ... k 2 k 1
6
a n b n untuk setiap n Ν .
Pertama-tama kita akan melihat untuk n 1 , maka kita ketahui bahwa
pernyataan matematika bernilai benar karena a b adalah faktor dari
a 1
b1 a b .
Selanjutnya asumsikan bahwa pernyataan juga bernilai benar untuk n k ,
a k 1
b k 1 aa k
b k b k a b
a n
b n untuk setiap n Ν
d. Untuk setiap n Ν buktikanlah bahwa ketaksamaan berikut benar
2 n n 1!
2 k 2 , diperoleh:
2 k 1 2.2 k 2k 1! k 2
. k 1! k 2 ! k 1 1!
1 r n 1
1 r r 2 ... r n
1 r
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri. Untuk membuktikan kesamaan
1 r2
diatas, kita misalkan n 1 , maka kita mempunyai 1 r , jadi formula
1 r
diatas benar untuk n 1 . Selanjutnya kita asumsikan benar untuk n k ,
2 k 1 r k 1
sehingga 1 r r ... r benar. Selanjutnya pada kedua ruas
1 r
k 1
kita tambahkan r , sehingga menjadi:
1 r k 1
1 r r 2 ... r k r k 1 r k 1
1 r
1 r k 1 1 r r k 1 1 r k 1 r k 1 r k 2 1 r k 2
1 r r 2 ... r k r k 1
1 r 1 r 1 r 1 r 1 r
2 k k 1 1 r k 11
1 r r ... r r
1 r
Hasil terakhir memiliki arti formula tersebut juga berlaku untuk n k 1 ,
sehingga mengikuti prinsip induksi matematika, maka formula tersebut benar
untuk setiap n Ν .
Pada sekolah menengah kita sudah diajarkan membuktikan kesamaan diatas
tanpa menggunakan induksi matematika yakni:
Misalkan S n 1 r r 2 ... r n , maka rS n r r 2 ... r n r n 1 ,
S n rS n 1 r r 2 ... r n r r 2 ... r n r n1
1 r S n 1 r n1
1 r n1
Sn
1 r
Prinsip induksi matematika memiliki bentuk dalam versi lain yang kadang-
kadang sangat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun
sebenarnya ekivalen dengan versi terdahulu.
maka k 1 S . Maka S Ν .
1 1 1 n
1. ...
1.2 2.3 nn 1 n 1
2
1
2. 1 2 ... n nn 1
3 3 3
2
n 1 nn 1
3. 12 2 2 3 ... 1
2
4. n 3 5n dapat dibagi 6
5. 5 2 n 1 dapat dibagi 8
1 1 1
...
1.3 3.5 2n 12n 1
Dan buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
(dugaan terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut
“Conjecture”)
10. Tentukan suatu formula untuk jumlah n buah bilangan ganjil pertama
1 3 ... 2n 1
1 1 1
15. Buktikan bahwa ... n untuk setiap n Ν .
1 2 n
1
xn 2 xn 1 xn untuk n N . Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4. untuk
2
menunjukkan 1 x n 2 untuk setiap n Ν .
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab 2.1 membahas sifat lapangan dari
R . Sub bab 2.2 menjelaskan sifat terurut dari R , dan di dalamnya dibahas juga
tentang konsep nilai mutlak. Pada sub bab 2.3 didiskusikan tentang sifat
kelengkapan dari R . Pada sub bab ini dibahas mengenai sifat Archimedean dan
sifat kerapatan dari himpunan bilangan rasional. Selanjutnya, sub bab 2.4,
menjelaskan tentang interval, sebagai suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Yang terakhir, sub bab 2.5
membahas tentang representasi desimal dari bilangan real. Pada sub bab ini,
juga dipaparkan bagaimana membuktikan Teorema Cantor dengan
menggunakan konsep representasi desimal dari bilangan real ini. Teorema
Cantor mengatakan bahwa himpunan R merupakan himpunan yang tak
terhitung (uncountable).
Sifat 2.1 (Sifat Aljabar dari R ). Pada himpunan bilangan real R yang
dilengkapi operasi penjumlahan ( ) dan operasi perkalian ( ) berlaku sifat-sifat,
terhadap operasi penjumlahan :
T1. a b b a untuk setiap a, b R
setiap a R
terhadap operasi perkalian :
K1. a b b a untuk setiap a, b R
Teorema 2.2.
a. Jika z, a R dan z a a maka z 0 .
c. a 0 0 untuk setiap a R .
Bukti.
a. Berdasarkan sifat T3, T4, T2, dan hipotesis z a a ,
z z 0 z a a z a a a a 0 .
Teorema 2.3.
a. Jika a, b R , a 0 , dan a b 1 maka b 1/ a .
a b 1/ a b 0 1/ a b 0 ,
Di dalam himpunan bilangan real R dikenal pula operasi lain, yaitu operasi
pengurangan ( ) dan pembagian ( : ). Jika a, b R maka operasi pengurangan
Seperti yang telah disinggung pada pendahuluan bab ini, sifat terurut dari R
berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan
real. Seperti apa kedua konsep tersebut? Di sini, kita akan membahasnya.
Terlebih dahulu kita akan membahas konsep kepositifannya.
Sifat 2.4 (Sifat Kepositifan). Terdapat himpunan bagian tak kosong dari R ,
yang dinamakan himpunan bilangan real positif R , yang memenuhi sifat-sifat :
a. Jika a, b R maka a b R .
b. Jika a, b R maka a b R .
a R , pasti terpenuhi.
Sifat 2.4.c. disebut juga sebagai sifat Trichotomy. Sifat ini mengatakan bahwa R
dibangun oleh tiga buah himpunan yang disjoin. Tiga buah himpunan tersebut
adalah himpunan a : a R yang merupakan himpunan bilangan real negatif,
himpunan 0 , dan himpunan bilangan real positif R . Himpunan a : a R
1
Jika kita mengambil sembarang a 0 maka 2 a 0 dan 0 12 a a . Hal ini
mengandung arti setiap kita mengambil bilangan positif pasti selalu didapat
bilangan positif lain yang lebih kecil daripadanya. Dengan kata lain, tidak terdapat
bilangan positif yang terkecil. Pernyataan ini merupakan maksud dari teorema
berikut ini.
Sebelumnya kita telah dikenalkan dengan bilangan real nonnegatif, yaitu elemen
dari himpunan R 0. Jika a 0 atau a 0 maka jelas bahwa a R 0 .
Definisi 2.8 (Nilai Mutlak). Nilai mutlak dari bilangan real a , dinotasikan dengan
a , didefinisikan dengan
a, a 0
a :
a, a 0.
2 2.
Teorema 2.9.
a. ab a b untuk setiap a, b R .
Bukti.
kata lain, a c . ■
Perhatikan kembali sifat nilai mutlak yang terdapat pada Teorema 2.9. Untuk
2 2
yang bagian a., jika a b maka a a a a . Untuk bagian b., jika c a
maka a a a .
Selanjutnya, kita sampai kepada sifat nilai mutlak yang lain, yang dinamakan
dengan Ketidaksamaan Segitiga. Ketidaksamaan ini mempunyai kegunaan yang
sangat luas di dalam matematika, khususnya di dalam kajian analisis dan aljabar.
kita jumlahkan maka a b a b a b atau a b a b . Bukti untuk
Lebih jauh, sebagai konsekuensi dari Teorema 2.10, kita memiliki akibat berikut
ini.
a b a b a b atau a b a b .
Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana konsep terurut dari R ini diaplikasikan
untuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksamaan.
x x : x 2 . ■
x2 x 2 2 2 x 3 3 x 8
2 0 0.
2x 3 2x 3 2x 3
Yang demikian berarti 3x 8 0 dan 2 x 3 0 , atau 3x 8 0 dan
2 x 3 0 . Untuk kasus yang pertama kita peroleh x 8 / 3 dan x 3 / 2 .
Namun hal itu tidak mungkin terjadi, artinya tidak ada x yang memenuhi. Untuk
kasus yang kedua kita peroleh x 8 / 3 dan x 3 / 2 , atau dengan kata lain
8 / 3 x 3 / 2 . Jadi ketidaksamaan
x2
2
2x 3
memiliki penyelesaian, dan himpunan semua penyelesaiannya adalah
x R : 8 / 3 x 3 / 2 . ■
2 x 1, jika x 1/ 2
2x 1
2 x 1 , jika x 1/ 2.
Penyelesaiannya dibagi menjadi dua kasus, yaitu :
Kasus I, x 1 / 2 .
x R : x 1 / 2 x R : x 2 x R : 1 / 2 x 2 l.
Kasus II, x 1 / 2 .
x R : x 1 / 2 x R : x 3 x R : 3 x 1 / 2.
x R : 3 x 2 . ■
x, jika x 0 x 1, jika x 1
x dan x 1
x, jika x 0 x 1 , jika x 1.
Penyelesaiannya kita bagi menjadi tiga kasus terlebih dahulu, yaitu :
x R : x 3 / 2 x R : x 1 x R : 3 / 2 x 1.
Kasus II, 1 x 0 .
x R : 1 x 0 x R x R : 1 x 0.
Kasus III, x 0 .
x x 1 2. , yaitu x R : 3 / 2 x 1 / 2 . ■
x 3, jika x 3 x 2, jika x 2
x3 dan x2
x 3 , jika x 3. x 2 , jika x 2.
x R : x 3 / 2 x R : x 2 .
Kasus II, 2 x 3 .
Kasus III, x 3 .
x R : x 3 x R : x 5 / 2 .
Pada subbab ini kita akan membahas sifat ketiga dari R , yaitu sifat kelengkapan.
Seperti yang telah dikatakan pada pendahuluan bab ini, sifat kelengkapan
berkaitan dengan konsep supremum atau batas atas terkecil. Untuk itu, kita akan
bahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan batas atas dari suatu
himpunan bilangan real, dan kebalikannya, yaitu batas bawahnya.
Selanjutnya, kita akan memberikan formulasi lain dari definisi supremum dan
infimum pada definisi 2.20. Kita mulai dengan definisi supremum. Elemen a
Teorema 2.21. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika apabila z a maka
terdapat xz X sedemikian sehingga xz z .
Teorema 2.22. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika untuk setiap 0
terdapat x X sedemikian sehingga x a .
Berdasarkan semua penjelasan pada subbab ini, kita mempunyai suatu aksioma
yang sangat esensial. Aksioma inilah yang dimaksud dengan sifat Kelengkapan
dari R , atau biasa juga disebut sifat supremum dari .
atas dari x : x V jika dan hanya jika r adalah batas bawah dari V . Jadi
Kita akan coba cara lain untuk menunjukkan bahwa 1 merupakan supremum dari
S , seperti yang tertulis pada Teorema 2.22. Diberikan 0 . Di sini kita akan
memilih apakah ada s S sedemikian sehingga 1 s (pemilihan s yang
demikian tidaklah unik). Jika kita memilih s 1 / 2 maka kita memperoleh apa
yang kita harapkan, karena jelas bahwa s 1 / 2 1 , atau dengan kata lain
Penyelesaian. Kita klaim terlebih dahulu bahwa inf I , infimum dari I , adalah 0.
Klaim kita benar jika dapat ditunjukkan bahwa :
1. Batas bawah dari I adalah 0, atau 0 x , untuk setiap x I .
2. w 0 , untuk setiap w , batas bawah dari I .
infimum dari I .
Lebih jauh, kita akan melihat bagaimana sifat kelengkapan dari R ini digunakan
untuk menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan asli N tidak mempunyai
sedemikian sehingga nx x .
sedemikian sehingga nx x .
Selain Akibat 2.30, sifat Archimedean memilki konsekuensi lain, seperti yang
dinyatakan pada akibat berikut ini.
ny 1 y n y .
demikian ny 1 y n y . ■
Jika kita memiliki dua buah sembarang bilangan rasional yang berbeda, secara
intuitif kita akan mengatakan bahwa di antara keduanya juga terdapat bilangan
rasional yang lain dan jumlahnya bisa tak berhingga. Dengan kata lain, himpunan
semua bilangan rasional Q adalah himpunan yang rapat. Secara formal,
memang dapat dibuktikan bahwa Q memiliki sifat yang demikian.
Kita juga memiliki fakta lain, yang analog dengan teorema 2.32, untuk himpunan
bilangan-bilangan irasional.
2.4 INTERVAL
Pada subbab ini kita membahas suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Himpunan bagian ini dinamakan
sebagai interval.
a, b : x R : a x b.
Semua jenis interval pada Definisi 2.34 merupakan himpunan yang terbatas dan
memiliki panjang interval yang didefinisikan sebagai b a . Jika a b maka
Selain interval terbatas, terdapat pula interval tak terbatas. Pada interval tak
terbatas ini, kita dikenalkan dengan simbol dan yang berkaitan dengan
ketak terbatasannya.
, a : x R : x a.
b. Interval tutup tak terbatas adalah himpunan a, : x R : x a atau
, a : x R : x a .
Himpunan bilangan real R merupakan himpunan yang tak terbatas dan dapat
dinotasikan dengan , . Perlu diperhatikan bahwa simbol atau
Akibatnya, S a, b .
bukan batas atas dari S . Itu artinya bahwa terdapat y z S sedemikian sehingga
z a, b , maka a, b S .
Kasus II, S adalah himpunan yang terbatas atas tetapi tidak terbatas
bawah.
Karena S terbatas atas, maka S mempunyai supremum. Misalkan supremum
dari S adalah b . Kita memperoleh bahwa x b , untuk setiap x S . Akibatnya,
S , b .
Semua bilangan real dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang disebut sebagai
bentuk desimal. Misalkan x 0,1 . Jika kita membagi interval 0,1 menjadi 10
sub interval yang sama panjangnya, maka x b1 /10, b1 1 /10 untuk suatu
b1 0,1, 2,...,9 . Jika kita membagi lagi interval b1 /10, b1 1 /10 menjadi 10
x b1 /10 b2 /102 , b1 /10 b2 1 /102 untuk suatu b2 0,1, 2,...,9 . Jika
proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan memperoleh barisan bn
dengan 0 bn 9 , untuk semua n N , sedemikian sehingga x memenuhi
b1 b2 b b b b 1
2 ... nn x 1 22 ... n n .
10 10 10 10 10 10
N , b1b2 ...bn ... dengan 0, b1b2 ...bn ... adalah representasi desimal dari x N 0,1 .
Sebagai contoh, kita akan menentukan bentuk desimal dari 1/7. Jika 0,1 dibagi
menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka 1/ 7 1/10, 1 1 /10 . Jika
1/10, 1 1 /10 dibagi menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka
1/ 7 1/10 4 /102 2 /103 ,1/10 4 /102 2 1 /10 3 . Jika proses ini terus
Representasi desimal dari suatu bilangan real adalah unik, kecuali bilangan-
bilangan real berbentuk m /10n dengan m, n dan 1 m 10n . Sebagai
contoh, representasi decimal dari 1/2 adalah 0,4999… atau 0,5000… (Coba
pembaca periksa mengapa yang demikian bisa terjadi). Contoh lain,
1/8=0,124999...=0,125000... .
Dengan menggunakan representasi desimal dari bilangan real ini, kita akan
membuktikan Teorema Cantor yang mengatakan bahwa himpunan semua
bilangan real adalah tak terhitung (uncountable).
Karena setiap elemen di 0,1 dapat dinyatakan dalam bentuk desimal, maka kita
4, jika bnn 5
yn :
5, jika bnn 4.
Jelas bahwa y 0,1 . Berdasarkan pendefinisian yn , jelas bahwa y xn untuk
setiap n N . Selain itu, bentuk y : 0, y1 y2 ... yn ... adalah unik karena yn 0,9
untuk semua n N . Hal itu semua mengandung arti bahwa y 0,1 . Terjadi
Jika n semakin besar maka xn semakin besar, tanpa batas. Tetapi, kalau kita
semakin kecil, menuju angka nol. Barisan bilangan real Y ini dikatakan sebagai
barisan yang mempunyai limit atau barisan yang konvergen. Sedangkan barisan
bilangan real X dikatakan sebagai barisan yang tidak memiliki limit atau barisan
yang tidak konvergen atau divergen.
kecil. Sebaliknya, jika 0 cukup kecil maka xn x yang cukup kecil dapat
Berdasarkan Definisi 3.2, kita bisa mendapatkan fakta bahwa lim xn x jika dan
n
hanya jika untuk setiap 0 , himpunan n N : x n x adalah himpunan
yang berhingga. Bukti fakta ini ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca.
Kemudian pandang barisan bilangan real Y ' 1/ 2,1/ 4,1/ 6,... . Suku-suku pada
Y ' merupakan suku-suku yang menempati urutan genap pada Y . Barisan Y ' ini
disebut sebagai sub barisan dari Y . Berikut ini adalah definisi formal dari sub
barisan.
X ': x nk : k N disebut sebagai sub barisan dari X : x n : n N .
Bagaimana dengan limit sub barisan dari suatu sub barisan ? Teorema berikut
menjelaskan hal ini.
n N berlaku xn x .
Yang demikian berarti sub barisan X ': x nk : k N juga konvergen ke x R . ■
Apakah kebalikan dari Teorema 3.5 berlaku ? Untuk menjawabnya kita lihat
penjelasan berikut ini. Perhatikan bahwa barisan Z ' 1,1,1,...,1,... adalah sub
barisan dari barisan Z 1, 1,1, 1,..., 1
n 1
,... . Barisan Z ' adalah barisan
Bagaimana halnya dengan limit dari suatu barisan bilangan real yang konvergen,
apakah tunggal atau tidak ? Misalkan x dan y adalah limit dari barisan bilangan
x y x xn xn y x xn xn y / 2 / 2
atau x y . Yang demikian berarti bahwa limit dari suatu barisan bilangan real
yang konvergen adalah tunggal.
Teorema 3.6. Limit dari satu barisan bilangan real yang konvergen adalah
tunggal.
Berkaitan dengan sifat keterbatasan barisan bilangan real tersebut kita memiliki
teorema berikut ini.
xn xn x x xn x x 0 x
untuk semua n N 0 .
Berikutnya, pilih M : maks x1 , x2 , x3 ,..., xN 1 , x 0 . Jelas bahwa untuk
0
xn yn x y xn x yn y xn x yn y .
xn yn x y xn x yn y / 2 / 2 .
cxn cx c xn x c / c .
xn yn xy xn yn xn y xn y xy
xn yn xn y xn y xy
xn yn y xn x y
Menurut Teorema 3.7, X adalah barisan yang terbatas. Itu artinya terdapat
bilangan real L0 sehingga xn L untuk setiap n N . Misalkan
xn yn xy xn yn y xn x y M / 2 M M / 2M .
yn y 1/ 2 y . Karena
yn y yn y atau yn y yn y yn y
1 2
maka yn 1/ 2 y atau untuk setiap n N1 .
yn y
1 1 y yn 1
yn y .
yn y yn y yn y
1 1 1 2 1 2
yn y 2 y .
yn y yn y y 2
Berdasarkan Teorema 3.8 dan Teorema 3.9, jika X adalah barisan bilangan real
yang konvergen ke x dan Y adalah barisan bilangan real tak nol yang
konvergen ke y 0 maka barisan bilangan real X / Y juga konvergen ke x / y .
cos n
Contoh 3.11. Kita akan menghitung limit dari barisan 2
: n N . Secara
n
langsung, mungkin kita agak susah untuk menentukan limitnya. Perhatikan
bahwa 1 cos n 1 untuk setiap n N . Karenanya, kita bisa memperoleh
1 cos n 1
2 2 untuk setiap n N .
n2 n n
1 cos n 1
Akibatnya, lim 2
lim 2 lim 2 . Jadi
n n n n n n
cos n cos n
0 lim 2
0 atau lim 2 0 . ■
n n n n
Barisan bilangan real yang terbatas belum tentu konvergen. Sebagai contoh,
adalah barisan bilangan real yang monoton. Barisan bilangan real X konvergen
jika dan hanya jika X terbatas. Lebih jauh,
i) Jika X : x n : n N adalah barisan yang naik dan terbatas atas maka
lim x n supx n : n N .
n
ii) Jika X : x n : n N adalah barisan yang turun dan terbatas bawah maka
Bukti.
i) Karena barisan X terbatas atas, maka, menurut sifat kelengkapan dari R ,
himpunan xn : n N memiliki supremum. Misalkan x supxn : n N .
X adalah barisan naik dan x adalah batas atas dari x n : n N maka kita
mempunyai fakta bahwa
x xK xK 1 xK 2 ... x x .
ii) Karena barisan X terbatas bawah, maka, menurut sifat kelengkapan dari R ,
himpunan x n : n N memiliki infimum. Misalkan x inf x n : n N . Jika
1
suku-sukunya memenuhi hubungan rekursif xn 1 xn 1 dengan x1 0
2
adalah barisan yang konvergen dengan menggunakan Teorema Kekonvergean
Monoton. Akan kita perlihatkan bahwa X : x n : n N adalah barisan yang naik
dan terbatas atas yang dibatas atasi oleh 2. Kedua hal itu akan ditunjukkan
dengan menggunakan induksi matematika.
1 1
maka xk 1 xk 1 1 atau xk 1 xk 2 . Jadi X : xn : n N adalah
2 2
barisan yang naik.
bahwa
1 1 3
xk 2 xk 1 xk 1 2 1 xk 1 .
2 2 2
Berdasarkan pernyataan terakhir, bisa juga kita katakan bahwa xn 2 untuk
adalah barisan yang konvergen, maka, menurut Teorema 3.5, X ' juga
merupakan barisan yang konvergen ke titik yang sama. Misalkan limit barisannya
adalah x . Perhatikan bahwa
Terema 3.15 (Teorema Sub Barisan Monoton). Setiap barisan bilangan real
memiliki sub barisan yang monoton.
Bukti. Misalkan X : x n : n N adalah barian bilangan real. Definisikan
terbesar dari X n1 1 . Jelas bahwa xn1 xn2 dengan n1 n2 . Kita juga bisa
mendapatkan sn3 yang merupakan suku terbesar dari X n2 1 . Jelas pula bahwa
dapatkan
xn xn xn ... xn xn ... dengan n1 n2 n3 ... nk nk 1 ... .
1 2 3 k k 1
sehingga
xn min xn : n n1 , xn xn .
2 1
Misalkan n3 N sedemikian sehingga
xn min xn : n n1 , n n2 , xn xn .
3 1
Misalkan pula n4 N sedemikian sehingga
xn min xn : n n1 , n n2 , n n3 , xn xn .
4 1
Jika proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan mendapatkan
xn xn xn .. xn xn ... dengan n1 n2 n3 ... nk nk 1 ... .
1 2 3 k k 1
Misalkan X ' x nk : k N adalah sub barisan yang monoton dari barisan
Teorema 3.16. Barisan bilangan real yang terbatas memiliki sub barisan yang
konvergen.
1 1 1 1 1 1
2
2 2 2 2 2 .
n m n m n m 2 2
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka barisan bilangan real
1 / n 2
: n N adalah barisan Cauchy. ■
n
X 1 : n N bukanlah barisan Cauchy. Negasi dari definisi barisan
n
Jadi barisan X 1 : n N bukanlah barisan Cauchy. ■
Lema 3.20. Barisan bilangan real Cauchy adalah barisan yang terbatas.
Bukti. Misalkan X x n : n N adalah barisan Cauchy. Yang demikian berarti
Misalkan
M : maks x1 , x 2 ,...., x N 1 , x N .
yang terbatas. ■
Selanjutnya, kita akan melihat bahwa setiap barisan bilangan real Cauchyi
adalah barisan yang konvergen dan setiap barisan bilangan real yang konvergen
adalah barisan Cauchy.
Teorema 3.21. Suatu barisan bilangan real adalah konvergen jika dan hanya jika
barisan itu adalah barisan Cauchy.
Bukti. Kita akan buktikan syarat perlunya terlebih dahulu. Misalkan
X x n : n N adalah barisan yang konvergen. Karenanya, jika diberikan
n, m N berlaku
xn xm xn x x xm xn x x xm / 2 / 2 .
Cauchy.
adalah barisan Cauchy. Itu berarti bahwa jika diberikan 0 maka terdapat
X ' x nk : k N yang konvergen ke x . Yang demikian mengandung arti bahwa
x n x x n x H x H x x n x H x H x / 2 / 2 .
yang konvergen ke x . ■
Coba perhatikan kembali Definisi 3.17, definisi tentang barisan bilangan real
Chauchy. Definisi tersebut ekuivalen dengan pernyataan bahwa suatu barisan
bilangan real divergen jika dan hanya jika barisan tersebut bukanlah barisan
Cauchy. Itu artinya untuk suatu 0 0 tidak terdapat K 0 sedemikian
k N terdapat n, m k berlaku x n x m .
Sekarang pehatikan barisan Z 1, 1,1, 1,..., 1
n 1
,... . Telah ditunjukkan
bahwa barisan ini juga merupakan barisan yang divergen. Suku-suku barisan ini
nilainya berosilasi atau berubah-ubah, secara berselang-seling dan terus-
menerus tanpa henti, antara 1 atau -1. Barisan ini divergen tetapi tidak menuju ke
maupun .
Dari tiga contoh barisan divergen di atas, kita dapat membuat definisi formal
barisan yang divergen.
yang memenuhi
x n y n untuk setiap n N
Maka
a. Jika lim x n maka lim y n .
n n
Bukti.
a. Misalkan M 0 . Karena lim x n , maka terdapat N 0 sehingga untuk
n
Namun demikian, tidaklah selalu kita bisa menjumpai kondisi dua barisan seperti
yang ada pada hipotesis Teorema 3.24, sehingga kita tidak dapat
mengaplikasikan teorema tersebut untuk menunjukkan suatu barisan bilangan
real adalah barisan yang divergen. Teorema di bawah ini, dinamakan sebagai
Teorema Perbandingan Limit, menjelaskan kondisi (yang lebih umum
dibandingkan kondisi pada Teorema 3.24) yang menjadikan suatu barisan
bilangan real dikatakan sebagai barisan divergen.
xn
Bukti. Karena lim L , maka jika diberikan L / 2 terdapat N 0
n yn
s n : x1 x 2 x3 ... x n dengan n N .
Barisan S yang demikian dinamakan sebagai deret tak hingga (atau deret saja)
yang dibangkitkan oleh barisan X : x n : n N . Bilangan s n disebut sebagai
jumlah parsial dari derat tak hingga. Bilangan x n disebut sebagai suku dari deret
tak hingga. Jika lim s n ada maka S dikatakan sebagai deret tak hingga yang
n
konvergen dan limit tersebut disebut sebagai jumlah deret tak hingga S atau
jumlah dari x1 x 2 x3 ... x n ... . Deret tak hingga S dapat pula dinotasikan
dengan
x
n 1
n atau x n .
Jadi jika lim s n ada maka lim s n
n n
x n 1
n . Kemudian, jika lim s n tidak ada maka
n
Perhatikan bahwa
n
1 1 1 1 1
... .
2 n1 2 4 8 16
Akibatnya,
n n n n
1 1 1 1 1 1 1
1
n 1 2
2 n1 2
2
2 n 1 2
2
1.
n 1 2
Dengan demikian,
n
1 1 1 1
...
n 1 2 2 4 8
Adalah deret yang konvergen. ■
geometrik.
2n 1 1 3 5 ...
n 1
Tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk menunjukkan suatu deret tak
hingga adalah deret yang konvergen. Melalui fakta-fakta berikut ini, kita akan
diberikan syarat perlu untuk kekonvergenan deret tak hingga.
Teorema 3.27. Jika deret tak hingga x
n 1
n konvergen maka lim x n 0 .
n
konvergen. Menurut Kriteria Cauchy untuk barisan, kita memperoleh fakta seperti
yang tertuang dalam teorema berikut ini.
Lebih jauh, x n lim s n sups n : n N .
n
n 1
1
Contoh 3.30. Perhatikan deret tak hingga n .
n 1
Kemudian, perhatikan pula
bahwa
1 1 1 1 1
s 2n 1 ... n1 ... n
2 3 4 2 1 2
1 1 1 1 1
1 ... n ... n
2 4 4 2 2
1 1 1
1 ...
2 2 2
n
1 .
2
Berdasarkan hal tersebut, s n : n N adalah barisan tak terbatas. Menurut
1
Teorema 3.29, deret tak hingga n
n 1
divergen. ■
1
Contoh 3.31. Kita akan menunjukkan bahwa deret tak hingga n
n 1
2
konvergen.
Barisan jumlah parsial dari deret tak hingga tersebut adalah barisan yang
monoton naik. Untuk menunjukkan barisan jumlah parsial terbatas, cukup
dengan menunjukkan terdapat sub barisan dari s n : n N , yaitu s nk : k N ,
n2 : 2 2 1 3 maka
s n2 1 1 / 2 2 1 / 3 2 1 2 / 2 2 1 1 / 2 ,
s n3 s n2 1 / 4 2 1 / 5 2 1 / 6 2 1 / 7 2 s n2 4 / 4 2 1 1 / 2 1 / 2 2 .
Secara umum, dengan menggunakan induksi matematika, kita peroleh bahwa
jika nk : 2 k 1 maka
0 s nk 1 1 / 2 1 / 2 ... 1 / 2
2 k 1
.
2 k 1
Karena 1 1 / 2 1 / 2 ... 1 / 2 ... 1 / 1 1 / 2 2 , maka s nk 2 untuk
setiap k N . Akibatnya, sub barisan s nk : k N terbatas. Dengan demikian,
barisan s n : n N terbatas. Menurut Teorema 3.29, deret tak hingga
2
1 / n
n 1
konvergen. ■
Kita juga bisa menentukan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan cara
membandingkan suku ke- k pada deret takhingga tersebut dengan suku ke- k
pada deret tak hingga yang lain.
untuk setiap n K .
a. Jika y n konvergen maka
n 1
x
n 1
n konvergen.
b. Jika xn divergen maka
n 1
y
n 1
n konvergen.
Bukti. Menurut Teorema Cauchy untuk deret tak hingga, jika y
n 1
n konvergen
m n N maka
yj
j n 1
y
j n 1
j .
x
j n 1
j y
j n 1
j .
Menurut Teorema Cauchy untuk deret tak hingga, x
n 1
n konvergen.
n
Contoh 3.33. Kita akan menunjukkan bahwa deret tak hingga n
n 1
3
1
konvergen. Perhatikan bahwa
n 1
3
2 untuk setiap n N .
n 1 n
1
Kita ketahui bahwa deret tak hingga n
n 1
2
konvergen. Menurut Uji
n
Perbandingan, n
n 1
3
1
deret tak hingga yang konvergen. ■
b. Untuk L 0 , jika y
n 1
n konvergen maka x
n 1
n konvergen.
hanya jika y
n 1
n konvergen.
n
Perhatikan kembali deret tak hingga n
n 1
3
1
pada contoh 3.33. Perhatikan
bahwa
lim
n / n3 1
lim
n3
1 0 .
n 1/ n2 n n 3 1
1
Karena deret tak hingga n
n 1
2
konvergen, maka, menurut Uji Perbandingan
n
Limit, deret tak hingga n
n 1
3
1
konvergen.
Ada cara lain, selain menggunakan Teorema 3.29, yaitu dengan menggunakan
suatu uji yang disebut sebagai Uji Kondensasi Cauchy, untuk menunjukkan
2
bahwa deret tak hingga 1 / n dan
n 1
1 / n
n 1
, masing-masing, divergen dan
konvergen, secara berurutan. Bahkan dengan Uji Kondensasi Cauchy kita dapat
p
menunjukkan secara umum bahwa deret-p, 1 / n
n 1
, konvergen jika p 1 dan
divergen jika p 1 .
k
jika deret tak hingga 2
k 1
a 2k konvergen.
n n
Bukti. Perhatikan jumlah parsial s n ak dan t n 2 k a2k . Untuk n 2 k ,
k 1 k 1
s n a1 a 2 a3 a 4 a5 a 6 a 7 ... a 2k ... a 2k 1
a1 2a 2 2 2 a 22 ... 2 k a 2k t k .
Jelas jika 2 k a2k konvergen maka
k 1
a
k 1
k konvergen.
Untuk n 2 k ,
s n a1 a 2 a3 a 4 ... a 2k 1 1 ... a 2k
a1 / 2 a 2 2a 22 ... 2 k 1 a 2k t k / 2 .
k
Seperti halnya di atas, jika a k konvergen maka
k 1
2
k 1
a 2k konvergen. ■
p
deret tak hingga 1 / n
n 1
divergen untuk p 0 . Perhatikan bahwa
2k
2 1 p k dengan p 0 .
k 1 2 k p
k 1
Kita pun dapat menunjukkan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan
membandingkan dua suku pada deret tak hingga tersebut.
sejati.
a. Jika lim a n 1 / a n 1 maka deret tak hingga
n
a
n 1
n konvergen.
b. Jika lim a n 1 / a n 1 maka deret tak hingga
n
a
n 1
n divergen.
c. Jika lim a n 1 / a n 0 maka tidak diperoleh kesimpulan apakah
n
a
n 1
n
a
n 1
n konvergen.
2
Untuk L 1 , perhatikan deret tak hingga 1/ n dan
n 1
1 / n
n 1
. Diperoleh
lim
1 / n 1
1 dan lim
1/ n2 1
1.
n 1/ n n 1/ n2
2
Deret tak hingga 1/ n dan
n 1
1 / n
n 1
adalah deret yang divergen dan konvergen,
Contoh 4.2.
1. Misalkan A = ( 2 , 3 ), tentukan titik timbun A.
Penyelesaian
2 titik timbun A, karena dengan mengambil sebarang δ = ½ , dimana
V1 / 2 (2) (1 12 ,2 12 ) maka V1 / 2 (2) /{2} A . Sehingga dengan mengambil
Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap titik pada interval [2 , 3] merupakan titik
timbun A.
V1 / 2 (1) /{1} B . Jadi 1 bukan titik timbun B. Begitu juga dengan titik
yang lain..
Jadi dapat disimpulkan bahwa B = {1, 2, 3, 4, 5 } tidak mempunyai titik timbun.
Bukti:
() Misal c titik timbun A. Sehingga V 1 (c) memuat sedikitnya satu titik di A yang
n
an A, an c, n N lim (an ) c .
n
Definisi 4.4.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Misalkan L limit
Contoh 4.5
1
1. Misalkan A : n R , f : A R, f ( x) 2 x . Buktikan lim f ( x) 0 .
n x0
Bukti:
Ambil 0 sebarang. Pilih , Sehingga jika 0 x 0 x dan
2
x A berlaku f ( x ) L 2 x 0 2 x 2 x 2 2 .
2
Jadi terbukti lim 2 x 0 .
x0
0, 0 x c , x A berlaku x 2 c 2 .
2 2
Perhatikan bahwa x c ( x c )( x c) x c x c .
Ambil 0 sebarang. Pilih min 1, , Sehingga jika 0 x c
1 2 c
2 2
dan x R berlaku x c x c x c 1 2 c x c
Jadi terbukti lim x 2 c 2 . ■
x c
Teorema 4.6.
Jika f : A R dan c titik timbun A , c R maka f hanya mempunyai satu limit
di titik c.
Selanjutnya akan dibicarakan kaitan antara barisan dengan limit fungsi dan
kriteria kedivergenan.
lim f ( x) L jika dan hanya jika untuk setiap barisan (xn) di A yang konvergen
x c
ke c dimana xn c, n N, f ( xn ) konvergen ke L.
Bukti dari teorema 4.6 dan 4.7 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Bukti:
1
Ambil x n 2 , n . Akan ditunjukkan f ( x n ) konvergen ke 4.
n
4 1
Perhatikan bahwa lim f ( x n ) lim 4 4.
x 2 x 2
n n2
Jadi terbukti bahwa lim x 2 4 . ■
x2
Contoh 4.10.
1
1. Buktikan lim tidak ada di R .
x0 x
Bukti:
1 1
Misalkan f ( x) . Ambil xn ,n N . Tetapi
x n2
1
f ( xn ) n 2 ,sehingga f ( x n ) tidak konvergen karena tidak terbatas
1 2
n
1
di . Jadi terbukti bahwa lim tidak ada di R .
x0 x
Bukti:
(1) n
Ambil xn , n N . Tetapi
n
(1) n
xn n (1) n ,
f ( x n ) sgn( x n ) n
xn (1)
n
sehingga f ( x n ) divergen. ■
Definisi 4.11.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. f dikatakan
terbatas pada lingkungan c jika ada lingkungan dari c, yaitu V (c) dan
Teorema 4.12.
Misalkan A R, f : A R dan f mempunyai limit di c R , maka f terbatas
pada suatu lingkungan dari c.
Definisi 4.13
Misalkan A R , f : A R, g : A R . Definisikan
( f g )( x ) f ( x) g ( x ) ( f g )( x) f ( x ) g ( x ) , ( fg )( x) f ( x) g ( x)
f f ( x)
(bf )( x) bf ( x ), b ( x) , h( x) 0 , x A
h h( x)
Misalkan b .
1. Jika lim f ( x) L dan lim g ( x) M , maka
x c x c
lim ( f g )( x) L M lim ( f g )( x) L M
x c x c
lim ( fg )( x ) LM lim (bf )( x) bL
xc xc
f L
2. Jika h : A R , h( x) 0, x A, lim h( x) H 0 maka lim .
x c h
xc
H
Bukti:
1. Ambil 0 sebarang.
berlaku f ( x) L .
2
Misal lim g ( x) M , artinya 2 0, untuk 0 x c 2 dan x A
x c
berlaku g ( x ) M .
2
Akan ditunjukkan lim ( f g )( x ) L M .
x c
( f g )( x) ( L M ) ( f ( x ) L) ( g ( x) M )
f ( x) L g ( x ) M
2 2
Jadi terbukti lim ( f g )( x ) L M . ■
x c
Contoh 4.15.
x 4 x2 4
Hitung a). lim 2
b ). lim
x 2 3 x 6
x2
x
Jawab.
x 4 lim ( x 4) 6 3
lim 2 x2
x 2
x lim x 2 4 2
x2
x2 4
x 2, lim
x2 3 x 6
1
x2 3
1
3 x 2
1
3
4
lim ( x 2) lim x 2 (2 2) .
3
■
Teorema 4.16.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
lim g ( x ) L .
x c
Contoh 4.18.
1 1
Buktikan bahwa lim cos tidak ada tetapi lim x cos 0 .
x0
x x0
x
Bukti.
1 1
Akan dibuktikan lim cos tidak ada . Misalkan f ( x ) cos .
x0
x x
1
Jadi lim cos tidak ada.
x0
x
1
Akan dibuktikan lim x cos 0 .
x0
x
1
Perhatikan bahwa x x cos x dan lim x 0 lim x maka menurut
x x0 x0
1
teorema apit lim x cos 0 . ■
x0
x
Teorema 4.19.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
Bukti:
L
Misalkan L lim f ( x ) 0 . Pilih 0 , sehingga menurut definisi limit fungsi
xc 2
L
0 0 x c , x A f ( x ) L .
2
L L L
Karena f ( x) L maka f ( x) L atau
2 2 2
L
f ( x) 0, x A V (c), x c . ■
2
1
1. Misalkan D : n N . Tentukan titik timbun D.
n
2. Misalkan A (0,2), f : A R, f ( x ) 3x 5 .
Buktikan lim f ( x ) 5 dan lim f ( x ) 8
x0 x 1
3. Buktikan jika f : A R dan c titik timbun A , c R maka f hanya
mempunyai satu limit di titik c.
1 1
4. Buktikan lim ,c 0.
x cx c
1
(c) lim ( x sgn( x )) (d ) lim sin( 2 ) ( x 0)
x0 x 0 x
8. Misalkan A R , f , g : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Misalkan f
terbatas pada lingkungan dari c dan lim g ( x ) 0 . Buktikan bahwa
x c
lim ( fg )( x) 0 .
x c
9. Berikan contoh fungsi f dan g dimana fungsi f dan g tidak punya limit di titik c,
tetapi f + g dan fg mempunyai limit di titik c.
10. Buktikan teorema 4.15
11. Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Buktikan
Definisi 5.1.
Misalkan A R, f : A R dan c A . f dikatakan kontinu di titik c jika untuk
jika x A V (c ) maka f ( x ) V ( f (c )) .
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan titik c;
1. Jika c A , dimana c titik timbun A, maka dari definisi limit dan definisi fungsi
kontinu dapat disimpulkan bahwa f kontinu di c f (c ) lim f ( x ) .
x c
Dengan kata lain, jika c titik timbun A maka f dikatakan kontinu di titik c jika
memenuhi syarat
f terdefinisi di titik c
lim f ( x ) ada
xc
f (c) lim f ( x)
xc
2. Jika c A , dimana c bukan titik timbun A, maka ada lingkungan V (c) dari c
kontinu di titik c A walaupun c bukan titik timbun A. Titik ini disebut ”titik
terisolasi dari A”.
Definisi 5.2.
Misalkan A R, f : A R Jika B A , f dikatakan kontinu pada B jika f
kontinu di setiap titik pada B.
f ( x ) V ( f (c )) .
2) Untuk 0, 0 x A, x c f ( x ) f (c ) .
Contoh 5.5
1. Misalkan f(x) = 2x. Buktikan f(x) kontinu pada R .
Bukti:
Ambil 0 sebarang dan c R sebarang.
Pilih x c , x D f f ( x) f (c) 2 x 2c 2 x c 2 .
2
Sehingga menurut definisi kekontinuan f(x) kontinu pada R .
1
1) Misalkan g( x ) sin , x 0 . Karena lim g( x ) tidak ada, maka kita
x x 0
1
2) Misalkan f ( x ) x sin , x 0 . Karena f(0) tidak terdefinisi dan f tidak
x
1
kontinu di titik x = 0 tetapi lim x sin 0 , maka kita dapat memperluas
x 0
x
fungsi f(x) menjadi F : R R yang didefinisikan sebagai berikut:
0 ,x 0
F( x ) 1 .
x sin , x 0
x
Sehingga F kontinu di x = 0.
Teorema 5.7.
Misalkan A R , f , g : A R , b R . Misalkan c A dan f dan g kontinu di titik
c,
a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu di titik c.
b) Jika h : A kontinu di c A dan jika h( x ) 0,x A maka f /h
kontinu di titik c.
Bukti:
a). Untuk membuktikan teorema di atas, dibagi menjadi dua kasus :
f (c ) g (c) ( f g )(c)
Akibatnya (f + g) kontinu di titik c. ■
Teorema 5.8.
Misalkan A R , f , g : A R , b R . Misalkan c A dan f dan g kontinu pada
A,
a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu pada A.
b) Jika h : A R kontinu pada A dan jika h( x ) 0,x A maka f /h
kontinu di pada A.
Teorema 5.9.
Misalkan A R, f : A R , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai
f ( x ) f ( x ) , x A .
Bukti teorema 5.8 dan 5.9 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Teorema 5.10.
sebagai ( f )( x) f ( x) , x A
f x 0 f x f c .
c A maka 0 x A, x c f ( x) f c f c .
f ( x) f (c )
f ( x) f (c ) f ( x) f (c ) f ( x ) f (c )
f ( x) f ( c) f ( x) f (c )
f ( x) f ( c) f ( x ) f (c ) f (c )
f ( x) f (c ) f (c ) f ( c)
Pada teorema 5.7 membahas tentang perkalian dua fungsi kontinu adalah
kontinu. Selanjutnya akan dibahas tentang komposisi fungsi kontinu.
Teorema 5.12.
Misal A, B R, f : A R , g : B R , f ( A) B . Misalkan f kontinu pada A
Bukti teorema 5.11 dan 5.12 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Definisi 5.13.
Misal f : A R . f dikatakan terbatas pada A jika M 0 f ( x ) M , x A .
Dari hipotesis di atas diketahui f kontinu pada I, sehingga menurut teorema 5.3
( f ( x nr )) konvergen ke f(x). Menurut teorema suatu barisan konvergen adalah
Definisi 5.15
Misalkan A R, f : A R . f mempunyai maksimum absolut pada A jika ada
1
Karena s* = sup f(I) maka s * , n N bukan batas atas f(I). Sehingga
n
1
xn I s * f ( xn ) s*, n N .
n
1
kontinu di x* maka lim f ( x nr ) f ( x*) sehingga s * f ( x nr ) s*, r .
n nr
1
Karena lim s * s* lim s * maka menurut teorema apit
n
nr n
c ( , ) f (c) 0 .
Bukti dari teorema lokasi akar diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
maka g (a) 0 g (b) . Karena f(x) kontinu pada I maka g(x) juga kontinu
pada I, sehingga menurut teorema lokasi akar
c (a, b), a c b 0 g (c ) f (c ) k .Jadi f(c) = k.
Misalkan b < a dan misalkan h(x) = k - f(x). Karena f (a) k f (b) maka
h(b) 0 h(a) . Karena f(x) kontinu pada I maka h(x) juga kontinu pada I,
sehingga menurut teorema lokasi akar
c (a, b), b c a 0 h(c) k f (c) .Jadi f(c) = k. ■
Akibat 5.19.
Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan f : I R kontinu pada I.
Definisi 5.20.
Misalkan A R , f : A R. f dikatakan kontinu seragam pada A jika untuk
0, ( ) 0 x, u A, x u ( ) f ( x) f (u ) .
Dari definisi kekontinuan fungsi jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A maka
f kontinu di setiap titik dari A. Tetapi jika f kontinu di setiap titik dari A tidak
mengakibatkan f kontinu seragam pada A. Contohnya misalkan
1
g ( x) , A {x R : x 0} . Fungsi g kontinu pada A ( lihat contoh ), tetapi g
x
tidak kontinu seragam pada A karena dengan mengambil
1 1
0 12 , x n , u n lim ( x n u n ) 0 dan
n n 1 n
1
g ( xn ) g (un ) | n (n 1) | 1 2
0 , n R .
Selanjutnya jika f kontinu pada suatu interval tertutup terbatas, sebut I maka f
kontinu seragam pada I.
Pada teorema 5.22 suatu fungsi kontinu akan kontinu seragam jika intervalnya
tertutup dan terbatas. Apabila intrervalnya tidak tertutup dan terbatas akan sulit
menentukan kekontinuan seragam. Untuk itu diperlukan kondisi lain, yaitu
kondisi Lipschitz .
Teorema 5.24.
Jika f : A R dan f fungsi Lipschitz maka f kontinu seragam pada A.
Pilih , sehingga x, u A, f ( x) f (u ) K x u K K .
K K
Jadi f kontinu seragam pada A. ■
Kebalikan dari teorema di atas tidak benar, artinya tidak setiap fungsi kontinu
seragam adalah fungsi Lipschitz. Contohnya, misalkan
Contoh 5.25.
1. Misalkan f(x) = x2 pada A = [0,b] dengan b konstanta positif. Tunjukkan
bahwa f kon tinu seragam.
Jawab:
Ambil x, u [0, b] sebarang. Perhatikan bahwa
f ( x ) f (u ) x 2 u 2 x u x u 2b x u .
xu 1
g ( x ) g (u ) x u xu .
x u 2
Sehingga dengan mengambil K = ½ , g merupakan fungsi Lipschitz. Menurut
teorema 5.24 g kontinu seragam.
Definisi 5.26.
Misalkan f : A R , f dikatakan naik pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x 2 maka
f ( x1 ) f ( x 2 ) .
f dikatakan naik sejati pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x 2 maka
f ( x1 ) f ( x 2 ) .
Misalkan f : A R , f dikatakan turun pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x 2
maka f ( x1 ) f ( x 2 ) .
Teorema 5.27.
Misal I R, f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka
( i ). lim f ( x ) sup{ f ( x ) : x I , x c }
x c
( ii ). lim f ( x ) inf{ f ( x ) : x I , x c }
x c
Bukti:
(i). Ambil 0 sebarang.
Misalkan x I dan x < c. Karena f naik maka f ( x ) f ( c ) . Sehingga
y I dimana y c L f ( y ) L.
f ( x) sup{ f ( x) : x I , x c} untuk 0 c y .
Akibat 5.28.
Misal I R, f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka pernyataan berikut equivalent:
a) f kontinu di c
b) lim f ( x ) f ( c ) lim f ( x )
x c xc
c) sup{ f ( x ) : x I , x c } f ( c ) inf{ f ( x ) : x I , x c }
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal a titik ujung kiri dari I, dan f
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal b titik ujung kanan dari I, dan
0, V (c) x, y A V (c ) f ( x) f ( y ) .
V (c ) x V (c) f ( x ) 0 .
2x ,x Q
4. Misalkan g : R R, g ( x)
x 3 , x R \ Q
Tentukan di titik mana g kontinu.
5. Tentukan di titik mana fungsi berikut kontinu
x 2 2x 1
(a). f ( x ) , x
x2 1
(b).g ( x) x x ,x 0
1 | sin x |
(c).h( x) ,x 0
x
(d ).k ( x ) cos 1 x 2 , x
cR .
7. Misalkan A R, f : A R , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai
pada R .
23. Misalkan A R , f : A R, g : A R, b R . Misalkan c A dan f dan g
kontinu di titik c, buktikan (f + g), f - g, fg, bf kontinu di c dengan
menggunakan definisi fungsi kontinu.
DePree, J., Swartz, C., 1998. Introduction to Real Analysis, John Wiley & Sons,
Inc.
Goldberg, R. R., Methods of Real Analysis Second Edition, John Wiley & Sons.