Anda di halaman 1dari 5

Dramatisasi Puisi

BALADA SANG PENARI GANDRUNG


Puisi oleh Nadira Andalibtha, naskah oleh Khoirul Umam

PANGGUNG SUNYI. SESOSOK WANITA DENGAN KOSTUM PENARI GANDRUNG NAMPAK MEMATUNG
DI TENGAH PANGGUNG DENGAN GAYA PENARI GANDRUNG YANG HENDAK MULAI MENARI. IALAH
TATIK, SEORANG PENARI GANDRUNG YANG SUDAH SETIA MELESTARIKAN KESENIAN GANDRUNG DE-
NGAN MENJADI PENARI BAHKAN HINGGA IA SUDAH BERKELUARGA DAN PUNYA ANAK DUA.

DI SISI BELAKANG PANGGUNG SESOSOK PUTIH JUGA BERDIRI MEMATUNG. IA MEMANDANG KAGUM
SEKALIGUS IBA PADA TATIK. IALAH GAMBARAN DARI TAKDIR KEHIDUPAN YANG SELAMA PERTUNJUK-
AN BERLANGSUNG AKAN MENDEKLAMASIKAN BAIT-BAIT PUISI PENGANTAR TAKDIR HIDUP TATIK.

MUSIK IRINGAN TARI GANDRUNG MULAI TERDENGAR. TATIK PUN GEMULAI MENGIKUTI IRAMA GEN-
DING. IA MENARIKAN BAGIAN PEMBUKA DARI RANGKAIAN GERAKAN TARI GANDRUNG. TATAP MA-
TANYA TAJAM, SENYUMNYA MENAWAN KHAS PARA PENARI GANDRUNG.

HINGGA IA TIBA DI BAGIAN PENGHORMATAN, MUSIK PENGIRING TARIAN MENDADAK BERUBAH PILU.
TATIK SEOLAH MEMATUNG. RAUT WAJAHNYA PUN TURUT BERUBAH. ADA BEBAN YANG TIBA-TIBA
HINGGAP DI TUBUHNYA. PERLAHAN IA TERDUDUK LESU. OMPROG DAN SELENDANGNYA IA LEPAS.
WAJAHNYA MENATAP LANGIT, MEMANDANG PADA SINGGASANA SANG KUASA, LALU MERAPALKAN
DO’A.

Gemulai gerakanmu

Meliuk-liuk badanmu

Tajam tatapanmu

Mengikuti irama dan gending

TATIK

Ya Tuhan... Tiada yang lebih agung dari Engkau. Tiada yang mampu memberi anugerah seindah Eng-
kau. Terima kasih atas semua kesempatan yang Engkau beri untuk hamba selama mengarungi kehi-
dupan. Terima kasih atas kepercayaan yang Engkau anugerahkan kepada hamba untuk melestarikan
kebudayaan.

Ya Tuhan Yang Mahakaya... Hidup dan rezeki adalah rahasia Engkau yang paling sempurna. Segalanya
tak kan bermula tanpa Engkau beri izin. Maka cukuplah hamba memohon hanya kepada Engkau agar
memberi jalan hidup yang baik bagi hamba, anak-anak hamba, juga suami hamba. Agar kami tak perlu
meminta-meminta kepada manusia yang juga terbatas dayanya. Agar kami tak menjadi penyakit yang
akan disingkirkan oleh nasib. Amin...

1
SEJENAK IA BERHENTI BERDOA, ANAK SULUNGNYA TIBA. SERAGAM SEKOLAH YANG SI SULUNG KENA-
KAN NAMPAK LUSUH. RAUT WAJAHNYA LELAH, SEPERTI MENAHAN LAPAR KARENA TAK BISA JAJAN
DI SEKOLAH. SELAIN ITU, ADA SEDIKIT RAGU DAN TAKUT YANG TENGAH IA SIMPAN. NAMUN APA
DAYA, MAU TAK MAU HARUS IA SAMPAIKAN PULA KEPADA IBUNYA.

SULUNG

Assalamu’alaikum. (mencium tangan Tatik)

TATIK

Wa’alaikum salam. Baru pulang sekolah nak? Bagaimana sekolahnya tadi?

SULUNG

Baik-baik saja bu.

TATIK

Kamu lapar? Ibu ambilkan makan ya. Masih ada lauk tahu sama tempe sisa sarapan tadi pagi.

SULUNG

(hanya tersenyum)

RAGU, TAKUT, NAMUN HARUS DISAMPAIKAN. KETIKA TATIK HENDAK PERGI KE DAPUR MENGAMBIL-
KAN MAKANAN UNTUK SI SULUNG, SI SULUNG MEMBERANIKAN DIRI BERSUARA KEPADA IBUNYA.

SULUNG

(sambil tertunduk ragu) Bu... Maaf, apa boleh saya minta uang lagi? Saya harus beli buku pelajaran
untuk sekolah.

TATIK

(terpaku, resah kembali merayapi tubuhnya) Maafkan ibu nak. Untuk saat ini ibu juga belum punya
uang. Untuk makan besok saja ibu masih belum tahu apa ada yang bisa dipakai untuk beli lauk. Ibu
khawatir besok kita harus puasa jika saja hari ini bapakmu tidak dapat uang. Adikmu juga yang masih
bayi sudah kehabisan susu.

2
(berusaha tersenyum ke anaknya) Tapi ibu janji nanti ibu akan usahakan uangnya supaya kamu bisa
beli buku dan sekolahmu lancar. Kita do’akan saja agar bapakmu hari ini pulang membawa uang.

SI SULUNG HANYA TERSENYUM, SEBUAH SENYUM PENGHIBUR DIRI DARI KENYATAAN KELUARGA ME-
REKA YANG MEMANG KEKURANGAN. IA TAHU IA TAK BISA BANYAK MEMINTA KEPADA IBUNYA YANG
HANYA SEORANG PENARI GANDRUNG DENGAN PENGHASILAN YANG HANYA SESEKALI. JUGA KEPADA
BAPAKNYA YANG HANYA SEORANG BURUH LEPAS. SI SULUNG PUN BERJALAN KE BELAKANG PANG-
GUNG, MEMATUNG DI ANTARA KESEDIHANNYA.

SEMENTARA ITU TATIK MENATAP KE ARAH OMPROG DAN SELENDANG YA IA LEPAS KETIKA BERDO’A
TADI HINGA TANPA SADAR IA MENGELUS PELAN OMPROG DAN SELENDANGNYA, PERTANDA PENUH
TANYA DALAM DIRINYA TENTANG NASIBNYA.

Jauh di lubuk hatimu

Engkau mengeluh

Si sulung waktunya membeli buku

Si ragil kehabisan susu

SENJA TIBA, SANG SUAMI PUN PULANG. LELAH, PASRAH, DAN RASA BERSALAH BERTUMPUKAN DI
WAJAHNYA YANG TAK LAGI MUDA. MESKI DEMIKIAN, KEPULANGANNYA TETAP DISAMBUT TATIK DE-
NGAN SENYUM.

SUAMI

Assalamu’alaikum... Tatik, mas pulang, dik.

TATIK

Wa’alaikum salam... (menyambut sang suami dan mencium tangannya) Mas sudah makan?

SUAMI

Belum, dik. Apa masih ada makanan di rumah?

TATIK

Hanya ada nasi, tahu, dan tempe sisa sarapan tadi pagi mas. Maafkan aku, sudah tidak ada lauk lain
lagi yang bisa aku masak. Uang untuk membeli lauk sudah habis.

3
SUAMI

(semakin merasa bersalah) Mas yang minta maaf dik. Maafkan mas yang sebagai kepala keluarga be-
lum bisa memenuhi kebutuhan hidup kita. Hari ini pun belum ada uang yang bisa mas bawa pulang.

HENING. TATIK TERTUNDUK LESU, SUAMINYA JUGA TAK BISA BERKATA APA-APA. TAKDIR HARI INI
MEMBAWA MEREKA KEMBALI KE KENYATAAN TENTANG TAKDIR YANG TAK SELALU BERPIHAK NA-
MUN HARUS TETAP DITERIMA SECARA SUKARELA.

Senja mengantar pulang

Sang suami datang menjelang

Harapan membawa uang

Tak sangka hanya impian yang datang

TATIK

Lalu esok apa yang harus kita makan, mas? Si ragil juga butuh susu. Dan tadi si sulung bilang ia butuh
membeli buku. Harta kita sudah banyak yang tak tersisa. Tidak ada lagi yang bisa kita jual.

SUAMI

(sedih dan merasa semakin bersalah) Aku tahu, dik. Sudah banyak harta yang kita jual hanya untuk
bertahan dari hari ke hari. Namun inilah takdir yang Tuhan beri ke keluarga kita. Tapi aku juga tak mau
kita jadi peminta-minta. Selama aku masih diberi usia dan tenaga, aku janji akan terus berusaha untuk
keluarga kita.

(melihat dan mengambil omprog juga selendang milik Tatik) Hari ini memang sudah tidak ada lagi
yang bisa kita jual untuk makan besok, kecuali... (ragu, menunjukkan omprog dan selendang kepada
Tatik)

TATIK PAHAM MAKSUD SUAMINYA. NAMUN PEMAHAMANNYA JUSTRU MENGHEMPASKANNYA KE


IRONI PALING DALAM DI DIRINYA. OMPROG DAN SELENDANG ITU SATU-SATUNYA HARTA YANG SE-
LALU IA JAGA SEPENUH HATI SELAMA INI. DUA BENDA YANG SELALU BANGGA IA KENAKAN KETIKA
TURUT MELESTARIKAN BUDAYA LELUHUR.

TATIK

(mengiba, hampir menangis) Tidak, mas, jangan! Aku mohon, jangan jual omprog dan selendangku.
Hanya itu sisa harta yang akan selalu aku jaga. Di antara takdir yang membawa kita ke dalam kesedih-
an, hanya itu takdir yang mampu membuat aku bangga dan bahagia. Takdir yang Tuhan anugerahkan
kepadaku sebagai pelestari tradisi. Sebuah anugerah yang telah mengalir di dalam tulang dan darahku,
juga mekar di dalam jiwa dan ragaku.

4
SUAMI

Aku tahu, dik, aku tahu. Aku pun bangga punya istri sepertimu, yang masih setia mewariskan tradisi
leluhur kita. Yang tak kan pernah mau mengorbankannya hanya demi mengikuti zaman. Yang tak kan
pernah rela menghabisinya hanya demi sesuap makanan.

Aku janji dik, esok aku akan tetap berusaha memenuhi kebutuhan keluarga kita. Untuk hari ini, biar
Tuhan saja yang memutuskan.

SANG SUAMI PUN TAK LAGI BANYAK BERKATA-KATA. IA PASRAH, BERJALAN KE BELAKANG PANG-
GUNG DAN MEMATUNG DALAM KEPASRAHANNYA.

MUSIK SENDU MENGALUN DALAM MENGIRINGI LANGKAH TATIK YANG LESU. IA RAIH OMPROG DAN
SELENDANGNYA, MENGENAKANNYA DENGAN PENUH PENGHORMATAN, LALU PERLAHAN KEMBALI
MENARI DALAM SENDU.

Akulah pelestari tradisi

Tulang dan darahku

Jiwaku dan ragaku

Hanya untukmu

Gandrung

Malam tiba

Gamelan dan gending menggema

Si Tatik gemulai

Lupa si sulung dan si ragil

Lupa jarit dan selendangmu yg lusuh

Gandrung adalah aku

Anda mungkin juga menyukai