KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA
OLEH:
DISUSUN OLEH :
1. Eric Untario C 111 14 047
2. Fahmi Maulana Ibrahim C 111 14 083
3. Dini Firli Nur C 111 14 089
Pembimbing Residen
dr. Sulasmia
Dosen Pembimbing
dr. Safruddin Amin, Sp.KK (K), MARS, FINSDV
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
II. EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 2
III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS............................................................ 3
IV. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS ...................................................... 7
V. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................... 10
VI. TERAPI DAN EDUKASI.......................................................................... 12
VII. KESIMPULAN .......................................................................................... 13
iii
I. PENDAHULUAN
Jamur Candida spp, terutama C. albicans pada manusia bersifat komensal dan
berubah menjadi patogen pada kondisi daya tahan tubuh pejamu terhadap infeksi
menurun; lokal maupun sistemik. Kandidosis adalah penyakit jamur, yang
disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies C. albicans. Kandidosis dapat juga
disebut sebagai kandidiasis atau moniliasis. Infeksi pada penyakit ini dapat
mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat
menyebabkan kelainan sistemik.1 Kandidiasis adalah sekelompok penyakit kulit
yang bersifat akut dan kronik akibat infeksi jamur, penyebab terbanyak adalah
Candida albicans. Candida adalah spesies yang merupakan penyebab utama dari
infeksi jamur pada orang-orang imunokompromais.2 Tidak terdapat hubungan yang
jelas antara kejadian penyakit ini dengan ras tetapi insiden diduga lebih tinggi di
negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-
daerah yang tergenang air.3
Kata intertrigo berasal dari kata Latin inter = antara dan terere = untuk
menggosok dan mencerminkan gesekan kulit dari kulit ke kulit, untuk menciptakan
maserasi dan iritasi, sehingga gesekan dermatitis atau chaffing. Panas, kelembaban,
dan retensi keringat menghasilkan maserasi dan iritasi. Kelembaban awalnya
berasal dari keringat ekrin yang tidak bisa menguap di daerah intertriginosa karena
sirkulasi udara berkurang mengikuti epidermis mana yang terkikis.4
1
Kandidiasis intertriginosa adalah jenis kandidiasis kutis yang letak lesinya di
daerah lipatan ketiak, genitokrural, intergluteal, lipat payudara, interdigital, dan
umbilicus, serta lipatan kulit dinding perut berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah, dan eritematosa.1
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit kandidosis terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah pasien,
namun transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung dan fomites.1 Prevalensi
penyakit ini tinggi di negara berkembang, diduga banyak terjadi di daerah tropis
dengan kelembaban udara yang tinggi.5 Penelitian yang dilakukan oleh Havlickova
menyebutkan bahwa kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi kandida di China
menempati urutan ketiga (14%) dari infeksi jamur pada kulit, dan di Singapura pada
tahun 2003 dilaporkan bahwa kasus infeksi kandida pada kulit dan kuku menempati
urutan ketiga dan keempat.6
2
kandidiasis kutis dibandingkan laki-laki, dan kelompok umur yang paling banyak
menderita kandidiasis kutis adalah kelompok umur 45–64 tahun.7
Prevalensi relatif C. albicans pada isolat klinis menurun, dan spesies lain seperti
Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida tropicalis, Candida krusei, dan
Candida dubliniensis semakin banyak ditemui sebagai patogen. C. glabrata dan C.
albicans terhitung sekitar 70-80% dari spesies Candida yang ditemukan dari pasien
dengan candidemia atau kandidiasis invasif. Spesies lain dari Candida mendapat
perhatian penting karena resistensi intrinsiknya terhadap terapi antijamur sistemik.
Populasi pasien tertentu lebih rentan terhadap spesies Candida tertentu: adanya C.
parapsilosis harus dipertimbangkan pada pasien rawat inap dan pasien dengan
kateter vaskular atau alat prostetik, sementara Candida tropicalis telah diamati
menyebabkan candidemia pada pasien leukemia dan pada mereka yang telah
menjalani transplantasi sumsum tulang.8
Sumber utama infeksi kandida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien itu
sendiri yang menginfeksi secara oportunistik apabila terjadi gangguan sistem imun
inang yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh secara eksogen, contohnya
pada bayi baru lahir mendapat infeksi kandida dari vagina ibunya atau dari
lingkungan rumah sakit.9 Manifestasi klinis kandidiasis merupakan hasil interaksi
antara kandida, mekanisme pertahanan inang dan faktor pejamu baik endogen
maupun eksogen.10
Kandida adalah jamur dimorfik dimana virulensi jamur ini terjadi apabila ada
perubahan dari sel ragi menjadi pseudohifa dan hifa yang banyak ditemukan saat
3
stadium invasi pada sel-sel epitel. Virulensi C. albicans ditentukan oleh
kemampuan tumbuh pada suhu tertentu, kemampuan untuk mengadakan
perlengketan, kemampuan untuk tumbuh dalam bentuk filamen dan aktivitas enzim
yang dihasilkan. Faktor lain yang dilaporkan adalah tingkat keasaman pada kulit.
Dikatakan bahwa kondisi kulit yang tertutup akan meningkatkan pH sehingga
jamur kandida akan mudah tumbuh.10
4
namun ada laporan bahwa SAP9 dan SAP10 tidak mengeluarkan proteinase.
Sebagai gantinya, mereka digunakan untuk integritas permukaan sel ragi. Protein
Sap juga telah dijelaskan pada C. tropicalis, C. parapsilosis dan C. guillier-mondii.
Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan
sintesis dan aktivitas enzim hidrolitik ekstraselular dan peningkatan potensi patogen
dari ragi, yang menyebabkan tanda klinis kandidiasis berat.11
Selain itu, produksi haemolysin berperan penting dalam virulensi. Protein ini
penting untuk kelangsungan hidup dan berhubungan dengan perolehan besi.
Haemolysin adalah protein yang diproduksi oleh mikroorganisme untuk
menghancurkan sel darah merah. Besi, unsur anorganik, sangat penting untuk
pengembangan mikroorganisme, termasuk ragi, dan kemampuan untuk
mendapatkan unsur ini sangat penting untuk pembentukan proses infeksi.11
Sel ragi menempel pada permukaan sel inang dengan cara adhesi. Kontak ke sel
inang memicu transisi ragi ke hypha dan mengarahkan pertumbuhan melalui
tigmotropisme. Ekspresi invasi memediasi serapan jamur oleh sel inang melalui
endositosis yang diinduksi. Adhesi, kekuatan fisik dan sekresi hidrolase jamur
terjadi untuk memfasilitasi mekanisme invasi kedua, yaitu penetrasi aktif yang
didorong oleh jamur ke sel inang dengan cara menghancurkan barrier. Ikatan sel
ragi ke permukaan abiotik (mis. Kateter) atau sel biotik (sel inang) dapat
menyebabkan pembentukan biofilm dengan sel ragi di bagian bawah dan sel hyphal
di bagian atas biofilm. Plastisitas fenotipik (switching) terjadi untuk mempengaruhi
antigenitas dan pembentukan biofilm C. albicans. Selain faktor virulensi ini,
5
beberapa sifat kebugaran mempengaruhi patogenisitas jamur. Ini termasuk respons
stres yang kuat yang dimediasi oleh heat shock protein (Hsps); auto-induksi
pembentukan hyphal melalui pengambilan asam amino, ekskresi amonia (NH3) dan
alkalinisasi ekstraselular bersamaan; fleksibilitas metabolik dan pengambilan
senyawa yang berbeda sebagai sumber karbon (C) dan nitrogen (N); dan
pengambilan logam essential trace, misalnya besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu)
dan mangan (Mn).12
Faktor predisposisi yang berperan pada infeksi kandida adalah faktor mekanik
berupa trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, kelembaban, maserasi, gigi palsu,
bebat tertutup dan obesitas. Faktor nutrisi antara lain avitaminosis ( vitamin A dan
C), defisiensi besi dan malnutrisi secara umumnya. Perubahan fisiologis tubuh
berupa umur ekstrim (sangat muda atau sangat tua), menstruasi dan kehamilan
(kandidiasis vulvovaginalis). Penyakit sistemik yakni sindrom down,
akrodermatitis enteropatika, penyakit endrokrin (diabetes melitus, penyakit
cushing, hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), gagal ginjal akut
(uremia), keganasan terutama hematolgi (leukemia akut) dan timoma, transplantasi
organ padat (hati, ginjal), immunodefisiensi (AIDS, granulositopenia dan
sebagainya). Iatrogenik contohnya pemasangan kateter, pemberian obat intravena,
rawat inap berkepanjangan, obat-obatan (kortikosteroid, imunosupresif, antibiotika,
kontrasepsi oral, kolkisin, fenilbutason dan kemoterapi).8 Pada umumnya infeksi
kandida dipengaruhi oleh kondisi yang panas dan lembab seperti di daerah lipatan
kulit, daerah tertutup popok bayi maupun di daerah yang iklim tropis atau selama
musim panas. Kondisi lain adalah penggunaan terapi kortikosteroid, antibiotik,
pemakaian kontrasepsi oral, pasien diabetes melitus maupun HIV.10
6
Manifestasi klinis dari kandidiasis intertriginosa adalah pruritus, nyeri tekan.
Lesi awal berupa pustul dengan dasar eritem yang akan mengalami erosi. Batasnya
cukup tegas, berbentuk polisiklik, eritem.2 Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit
berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bulla yang bila pecah akan
memberikan gambaran daerah erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer.1
7
Gambar 2. Kandidiasis kutaneus : papul eritem dengan
sedikit pustul dan skuama, yang berkumpul pada regio
perigenital dan perianal.2
8
gram memperlihatkan bakteri gram positif dengan diameter sekitar 2-5μm.
Kombinasi dari pewarnaan Gomori Methenamine Silver (GMS) dan Congo dapat
membantu untuk menyingkirkan diferensial diagnosis dari infeksi jamur. Candida
memberikan gambaran positif pada pewarnaan GMS dan negatif pada pewarnaan
Congo. Pada pemeriksaan kultur, C. albicans dapat dibedakan dengan bentuk
candida lain yang jarang bersifat pathogen seperti Candida krusei, Candida
stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, dan Candida
guilliermondii. Pada medium Saboraud Glucose Agar memperlihatkan gambaran
pertumbuhan koloni yang berwarna kecoklatan, keabuan dalam waktu kurang lebih
4 hari.13 Dalam medium tersebut dapat pula dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan tersebut disimpan dalam suhu
kamar atau pada suhu 37oC.1
9
Gambar 5. Candida albicans: Pemeriksaan KOH.
Tampak budding yeast dan pseudohifa yang berbentuk
seperti sosis (sausage-like pseudohyphal).2
V. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Iritan
10
Tinea Cruris
11
Dermatitis Seboroik
Topikal
Selain obat topikal yang disebutkan di atas, dapat juga menggunakan obat lainnya
seperti: ketokonazol,oksikonazol (Oxistat 1% krim atau losion), atau ekonazol.15
Sistemik
Edukasi
12
Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain.
Cucihanduk yang kemungkinan terkontaminasi.
Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah
mandi.14
VII. KESIMPULAN
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp
misalnya spesies C. albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku, membran
mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat menyebabkan kelainan sistemik.1
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang
tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang
air.2 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan.1
Sumber utama infeksi kandida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien
itu sendiri yang menginfeksi secara oportunistik apabila terjadi gangguan sistem
imun inang yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh secara eksogen,
contohnya pada bayi baru lahir mendapat infeksi kandida dari vagina ibunya atau
dari lingkungan rumah sakit.8 Manifestasi klinis kandidiasis merupakan hasil
interaksi antara kandida, mekanisme pertahanan inang dan faktor pejamu baik
endogen maupun eksogen.9
Adapun obat yang dapat dipilih untuk terapi kandidiasis intertriginosa: krim
imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol 1%) selama 14-28 hari, bedak nistatin atau
mikonazol, flukonazol 50 mg/hari atau 150 mg/minggu, itrakonazol 100-200
13
mg/hari.14 Prognosis penyakit ini umumnya baik, bergantung pada berat ringannya
faktor predisposisi.1
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi SL (editor). 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VII. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. 2017. Fitzpatrick’s Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. McGraw Hill.
3. Mardila F, Mustikaningsih R, Hadi DP. 2013. Hubungan kandidiasis
intertriginosa dan diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soedarso Pontianak pada Tahun 2012. Jurnal Pendidikan Dokter
Kalbar; 3(1):3.
4. Krishna S, Tophakhane RS, Rathod RM, Bhagwat PV, Kudligi C, Hugar M.
Clinical and Microbiological Study of Intertrigo. Int J Sci Stud.2015;3(4):6‑10.
5. Ramali ML. Kandidiasis kutan dan mukokutan. In: Ervianty E, Suyoso S,
Widaty S, Indriatmi W, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. h. 100-19.
6. Soetojo SDR, Astari L. Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan
Kuku. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2016;28(1):34-41.
7. Seru S, Suling PL, Pandeleke H. Profil kandidiasis kutis di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode 2009-2011 (Skripsi).
Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2013. 1 (1): 561-
65.
8. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. McGraw Hill.
9. Hay RJ, Asbee HR. Mycology. In: Burn T, Breathnoch S, Cox N, Griffith C,
eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell: Science ltd;
2010.p.36.56
10. Adiguna, MS. 2015. Aspek Kronisitas Kandidiasis Mukoktaneus. Banten:
National Symposium and Workshop Skin Infection and Its Complications.
11. Mayer FL, Wilson D, Hube B. 2013. Candida Albicans Pathogenicity
Mechanisms.Virulence 4:2, 119-128.
12. Sardi JCO, Scorzoni L, Bernardi T, Fusco-Almeida AM, Giannini MJSM.
Candida Species: Current Epidemiology, Pathogenicity, Biofilm Formation,
Natural Antifungal Products and New Therapeutic Options. Journal of
Medical Microbiology (2013), 62, 10-24.
13. James WD, Berger TG, Elston DM. 2016. Andrews’ Diseases of The Skin:
Clinical Dermatology. 12th ed. Elsevier.
14. Griffiths CEM, Barker C, Blelker T, Chalmers R, Creamer D. 2016. Rook’s
Textbook of Dermatology. 9th ed. Wiley Blackwell.
15. PERDOSKI. 2017.Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia.
16. Kalra MG, Higgins KE, Kinney BS. 2014. Intertrigo and Secondary Skin
Infections. Am Fam Physician. 2014;89(7):569-573.
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37