MAKALAH Ikatan Ionik
MAKALAH Ikatan Ionik
IKATAN IONIK
Tugas ini dibuat untuk Mata Kuliah :
IKATAN KIMIA
Oleh :
1. Tirani Dwi Pratiwi (4311416043)
2. Rani Rahma Wati (4311416057)
3. Isti Maylinda (4311416058)
4. Reffy Ika Fitria (4311416061)
5. Ekvan Candra Aji Saputra (4311416069)
6. Wiranda Marupa Munthe (4311416054)
7. Rahmad Hadi Syafra Demora (4311416065)
Dosen:
Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si
Halaman Judul
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ikatan Ionik
2.2 Pembentukan Ikatan Ionik
2.3 Susunan Senyawa Ionik
2.4 Jari-jari Ionik dan Rasio Jari-jari Ionik
2.5 Sifat-sifat Senyawa Ionik
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Gaya apakah yang mempertahankan atom-atom dalam kristal agar tetap bersatu
? Gayaelektrostatik tarik-menarik antara muatan negatif elektron dan muatan positif inti
atomadalah yang menjadi penyebab timbulnya gaya pemersatu (kohesi) dalam zat
padat.Sementara itu gaya magnet sangat kecil pengaruhnya pada kohesi, dan gaya
gravitasi bahkandapat diabaikan efeknya. Di pihak lain, adanyainteraksi pertukaran,
sepeti gayavan der waalsdan lkatan kovalen memberikan sumbangan yang berarti pada
kohesi kristal.
Harga Δ yang hampir konstan, memberi petunjuk, bahwa jari – jari ion dapat
dianggap tetap ion – ion merupakan bola dan ion – ion tersebut saling
bersinggungan
Bila ion – ion dalam kristal, berbentuk bola, maka jarak antarion – ion adalahd
= r++ r–( r+adalah jari –jari kation, dan r– adalah jari – jari anion).Bila jari- jari
salah satu ion diketahui, maka jari – jari ion yang lain dapat dihitung karena
harga d yaitu jarak antar ion-ion dapat ditentukan secara eksperimen.
Dari eksperimen dengan sinar- X dapat diketahui susunan ion positif dan ion
negatif pada kristal LiBr dan KBr, Jari – jari ion Li+ yang mempunyai susunan
elektron 1s2 lebih kecil dari jari- jari ion Br–dengan susunan elektron
1s2 2s 22p 6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p2. Karena itu susunan ion dalam kristal LiBr
sangat ditentukan oleh ukuran jari – jari ion Br-. Jari – jari ion Br- adalah ½ x
jarak d yang diperoleh pada eksperimen. Bila jarak antara inti K+ dan inti Br-
juga dietahui dari eksperimen yaitu b, maka jari – jari ion K+ dapat dihitung
yaitu b – ½ d.
Dengan cara yang sama, dapat diperoleh jari – jari berbagai ion seperti pada
tabel ini
Dari harga jari – jari ion pada tabel dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk ion yang isoelektrik, jari – jari ion akan berkurang bila muatan
inti bertambah, misalnya rMg2+< r Na+< rF–< rO2-
2. Untuk ion – ion pada golongan yang sama jari – jari ion bertambah bila
masa atomnya bertambah, misalnya rF–< rCl–< rBr–< rI–
3. Untuk unsur yang dapat membentuk dua macam atau lebih ion positif,
makin besar muatan positif, makin kecil jari – jarinya. Misalnya : rFe3+< rF2+
4. Untuk unsur transisi, ion – ion yang bermuatan sama Ti2+à Ni2+,
bertambahnya nomor atom tidak banak mempengaruhi ukuran jari – jarinya,
karena penambahan muatan inti dan penambahan elektron pada orbital 3d
saling mengimbangi.
Pada tahun 1927, Pauling menentukan harga jari –jari ion yang sekarang
dipergunakan , dengan metode semiempiris, yaitu dengan anggapan bahwa ion
– ion dengan susunan elektron yang sama (isoelektronik) seperti ion K+ dan
ion Cl–, jari – jarinya berbanding terbalik dengan muatan efektifnya.
Sebagai contoh dapat dilihat pada kristal KCl. Tetapan saring untuk ion K+ dan
ion Cl–yang isoelektronik adalah 10,87 e ( e= muatan elektron ). Muatan inti
efektif ion K+adalah ( 19 – 10,87 ) e = 8,13e dan untuk ion Cl– adalh ( 17 –
10,87 ) = 6,13 e.
Jari – jari ion pada tabel yang ditentukan dengan cara Pauling diperoleh
dengan anggapan bahwa ion – ion beripa bola yang satu sama lain
bersinggungan. Bagaimanappun, susunan elektron yang mengelilingi inti
sebenarnya adalah diffuse, sehingga sukar ditentukan batas orbital, dan 2 ion
yang sangat berdekatan akan saling tumpang tindih sehingga terjadi deformasi
kristal, artinya dalam kristal yang berbeda bentuknya deformasi ion – ion juga
berbeda. Harga ion –ion yang bermuatan tunggal.
Jari – jari ion harus sedemikian rupa sehingga jari – jari kristal dari sepasang
ion positif dan ion negatif yang bersinggungan di dalam kristalnya sama
dengan jarak kesetimbangan anatarion. Jarak kesetimbangan ion tersebut
tergantung pada konfigurasi elektron dalam ion, susunan kristal dan angka
banding jari – jari ion positif dan ion negatif.
Untuk jari – jari yang bervalensi ganda atau jari – jari kristal, diperlukan faktor
koreksi. Jari – jari kristal pada umumnya lebih kecil dari jari – jari ion, karena
muatan ion yang lebih besar menyebabkan gaya tarik antarion juga menjadi
lebih besar. Bilangan koordinasi yang berbeda juga menyebabkan berubahnya
besar jari – jari ion.
Dalam satu golongan pada SPUdari atas ke bawah, jari – jari ion bertambah
secara teratur, karena muatan inti positif diimbangi oleh efek saringan. Jari –
jari ion negatif lebih besar dari jari – jari ion positif yang isoelektronik, karena
bertambahnya tarikan inti pada ion positif.
Untuk deret isoelektronik Na+, Mg2+ , Al3+, jari – jari kristalnya makin kecil
karena bertambahnya muatan positif inti yang dapat menarik elektron lebih
dekat ke inti.
Besarnya ukuran rongga oktahedral dalam sebuah kisi kemas rapat ion dapat
ditentukan. Suatu kation yang menempati tepat sebesar oktahedral, bagian
aksialnya akan membentuk bujur sangkar dengan panjang diagonal sebesar
2r+ + 2r–. Dengan demikian, dalam segiriga siku – siku sama kaki ABC
berlaku hubungan sebagai berikut :
Rasio ini ( ~ 0,414 ) akan memnatasi sifat “kestabilan” kation dalam ringga
oktahedral untuk menjaga agar anion – anion dan anion – kation tetap tepat
bersinggungan. Kation dengan ukuran lebih kecil tentu akan memilih rongga
tetrahedral yang lebih kecil daripada rongga oktahedral, dan kation yang lebuh
besar akan memilih rongga kubus sederhana.
Senyawa BeS mempunyai rasio jari – jari .Dengan demikian dapat diramalkan
bahwa Be mempunyai bilangan koordinasi empat karena cocok menempati
ruang tetrahedral dan kenyataanya memang BeS mengadopsi struktur wurtzit.
Demikian juga dengan cara yang sama dapat diramalkan bahwa ion Na+akan
memeilih menempati rongaga- rongga oktahedral dalam kemas-rapat kisi
anion Cl– , sehingga membentuk kristal NaCl dengan bilangan koordinasi
enam, karena . Tetapi , dengan kation yang lebih besar seperti Cs+ , struktur
CsCl tidak lagi mengadopsi bilangan koordinasi enam seperti NaCl ,
melainkan mengadopsi bentuk kubus sederhana dengan bilangan koordinasi 8
karena .
Dalam senyawa yang mempunyai jumlah anion tidak sama dengan jumlah
kation, misalnya SrF2, TiO2, Li2O, Rb2S, penerapan rasio jari – jari terhadap
dugaan bilangan koordinasi tidak begitu mudah. Dalam hal ini caraterbaik
dengan memepertimbangkan dua macam perhitungan rasio jari – jari seperti
contoh SrF2 berikut :
Oleh karena jumlah anion F– harus dua kali jumlah kation Sr2+, maka
sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali bilangan koordinasi
anion F. Kesesuaian bilangan koordinasi dengan stoikiometri ini menyebabkan
SrF2 mengadopsi struktur flourit dengan kation Sr2+ mempunyai bilangan
koordinasi 8 (maksimum ) dan anion F–mempunyai bilangan koordinasi 4.
Catatan : Aplikasi rasio jari – jari ini sesungguhnya sangat terbatas dan harus
hati – hati, khususnya bila ikatan kovalen menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan.
Penerapan hubungan rasio jari – jari terhadap bangun geometri pada berbagai
contoh di atas memang cukup instruksif. Namun rasio jari – jari hanalah
merupakan sebuah petunjuk saja yang sesungguhnya sangat terbatas
pemakaiannya dan perlu hati – hati khususnya jika ikatan kovalen menjadi
faktor yang perlu dipertimbangkan. Walaupun banyak senyawa ionik benar –
benar mengadopsi bangunan geometri sesuai dengan ramalan, ada banyak
perkecualian yang ekstrem ( tabel 1.2 )
Senyawa r + / r– Kemasan – duga Kemasan- nyata
Kimia bukanlah subjek yang sederhana, dan dalam senyawa yang sangat ionik
sekalipun sesungguhnya terdapat sifat kovalen parsial walaupun hanya
berderajat rendah; semakin berkurang derajt ioniknyasemakin bertambah
derajt kovalensinya, dan dalam keadaan demikian ini model bola keras bagi
suatu ion dalam berbagai senyawa tidal lagi tepat. Sebagai contoh, raksa ( II )
sulfida, HgS, mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai senyawa dengan jaringan kovalen seperti intan dan
silikon dioksida. Tingginya sifat kovalensi ini memungkinkan pemilihan
geometri tetrahedron- struktur ZnS, sebagaimana sering dijumpai bagi senywa
Hg (II).
Sifat kovalen parsial juga terdapat dalam litium iodida (ion iodida mudah
terpolarisasi). Pemilihan bangun geometri-struktur NaCl pada senyawa ini
sunggguh tidak masuk akal jika alasannya didasarkan pada harga standar jari –
jariioniknya. Ion Li+ terlalu kecil ukurannya dalam rongga oktahedral anion
iodida sehingga akan mengakibatkan posisi kation tidak fit ( pas) tetapi
bergejolak terus – menerus. Studi struktur kristal menunjukkan bahwa rapatan
elektron litium tidak berupa bola (sferis) melainkan mencuat keluar ke arah
keenam atom iodin disekelilingnya; oleh karena itu, litium iodida tidak dapat
dipertimbangkan sebagai senyawa yang benar – benar ionik, dan diduga
mengandung 30% karakter kovalen.
Selain itu ditemukan bukti bahwa perbedaan energi antara kemasan geometri
sering sangat kecil. Sebagai contoh rubidium klorida, RbCl, umumnya
mengadopsi geometri struktur –NaCl yaitu kubus pusat muka, dan bukan
struktur-CsCl yaitu kubus sederhana sebagaimana diramalkna. Namun,
kristalisasi dibawah tekanan dapat menghasilkan geometri struktur-CsCl. Jadi
perbedaan energi pengemasan antara kedua bangun geometri tentulah sangat
penting.
Akhirnya, perlu diingat bahwa nilai jari – jari ionik tidaklah tetap dari lingkungan-
tetangganya yang satu ke yang lain. Sebagai contoh, ion Cs+ mempunyai jari – jari
ionik sebesar 181 pm hanya ketika ion ini dikelilingi oleh enam anion tetangga , dan
dengan delapan anion tetangga seperti dalam CsCl, Cs+ mempunyai jari – jari ionik
seedikit lebih besar, 188 pm. Untuk ion – ion berukuran besar, perrbedaan ini bukanlah
merupakan faktor utama, tetapi untuk ion – ion berukaran kecil perbedaanya sangat
signifikan. Litium, dalam lingkungan koordinasi empat, mempunyai jari – jari 73 pm,
tetapi dalam lingkungan koordinasi enam, Li+ mempunyai jari – jari 90 pm.
Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor atom atom(
dari kiri ke kanan ) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi,
perubahan atom menjadi ion mengakibatkan perubahan yang kompratif besar
pada ukurannya. Pembentukan ion logam ( kation ) dari atomnya biasanya
melibatkan pelepasan semua elektron valensi, sehingga ukuran kation akan
menjadi jauh lebih kecil ketimbang ukuran atom induknya. Sebagai contoh ,
jari – jari atom natrium adalah 186 pm, tetapi jari – jari ionnya, Na+, hanya 116
pm. Dengan demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik.
Volume bola ( atom / ion ),adalah V = r3 , maka penyusutan jari – jari kation
tersebut mengakibatkan penyusutan volume menjadi kira- kira hanya volume
induknya. Untuk anion berlaku sebaliknya. Ukuran anion negatif lebih besar
ketimbang atom induknya.
2.5.3 Kecenderungan Pada Titik Leleh
Ikatan ionic adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion dengan ion-ion
berlawanan muatan di sekelilingnya dalam kisi Kristal. Proses pelelehan
melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-menarik tersebut dan mengizinkan
ion-ion dapat bergerak bebas dalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi
senyawa ionic menyarankan bahwa ikatan ionic tentunya sangat kuat. Semakin
kecil ukuran ion berarti semakin terpusat muatannya sehingga semakin kuat
pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin tinggi titki lelehnya. Hal
ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF,KCl,KBr, dan KI,
yang secara berurutan mempunyai titik leleh 857,772,735, dan 685oC.
2.5.4 Polarisasi dan Kovalensi
Sebagian besar penggabungan logam dan nonlogam mempunyai karakter
senyawa ionik, namun terdapat beberapa kekecualian. Kekecualian ini terjadi
apabila electron terluar dari anion tertarik begitu kuatnyakarah kation sehingga
mengakibatkan terbentuknya ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu,
artinya rapatan anion terdistorsi kearah kation. Distorsi (penyimpangan) dari
bentuk ideal anion ini, yaitu spherical (bentuk bola), disebut polarisasi.
Semakin besar sifat polarisasi anion semakin besar derajat iatan kovalensinya.
Aturan yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah
srbagai berikut.
1. Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin besar
mempuyai daya mempolarisasi semakin kuat.
2. Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin besar
akan semakin mudah terpolarisasi.
3. Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi
elektronik gas mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.
Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dalam rapatan muatanya.
Rapatan muatan adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan dengan
muatan proton dalam satuan coulomb,C) persatuan volume, sehingga:=
(dengan n = muatan ion , = muatan proton dalam satuan coulomb, dan r = jari-
jari ion).Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari ion
116 pm (1.16 x 10-7mm), maka rapatan muatanya adalah:Rapatan muatan, =
=24 C mm-3.
Dengan cara yang sama rapatan muatan ion alumunium dapat dihitung yaitu
sebesar 364 C mm-3. Dengan rapatan muatan yang jauh lebih besar ion
alumunium (Al3+) mempunyai daya mempolarisasi (terhadap anion) yang lebih
kuat dibandingkan dngan daya mempolarisasi ion natrium, sehingga dengan
anion yang sama senyawa alumunium lebih bersifat kovalen dibandingkan
dengan senyawa natrium.
Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionic dari sifat
kovalen suatu spesies adalah dengan membandingkan titik lelehnya. Senyawa
ionik (dan juga senyawa ovalen jaringan) cenderung mempunyai titik leleh
tinggi, tetapi senyawa kovalen sederhana mempunyai titik leleh rendah.
Sebagai contoh, senawa AlF3 dan AlI3mempunyai titik leleh yang sangat
berbeda yaitu masing-masing 1290 dan 190oC. ion fluoride mempunyai jari-
jari ionic 117 pm, jauh lebih kecil dari pada jari-jari ionic iodide, 206 pm. Dari
data ini ukuran volume anion iodide kira-kira adalah 5 ½ (atau 2063/ 1173) kali
ukuran volume ion fluorida. Tingginya titik leleh alumunium fluoride
mengindikasikan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik. Ini berarti bahwa ion
fluoride yang ukurannya kecil tidak akan mudah terpolarisasi oleh ion
Al3+ sekalipun muatan positifnya besar. Sebaliknya karena besarnya ukuran
ion iodide maka rapatan elektronnya mudah dipolarisasi oleh ion Al3+,
sehingga senyawa AlI3 yang terbentuk lebih bersifat kovalen dengan titik leleh
yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (685oC),
dan KF (857oC).
Oleh karena jari-jari ionic dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya,
maka besarnya muatan kation sering merupakan petunjuk yang baik untuk
menentukan derajat kovalen spesies ( sederhana) yang bersangkutan. Kation
dengan muatan +1, dan +2, biasanya mendominasi sifat ionic, sedangkan
kation dengan muatan +3 membentuk senyawa ionic hanya dengan anion yang
sukar terpolarisasi seperti ion fluoride. Kation dengan muatan teoritik +4 atau
lebih sesungguhnyatidak dikenal sebagai ion, dan senyawanya sering dianggap
sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen. Sebagai contoh, MnO
mempunyai titik leleh 1785oC tetapi Mn2O7 berupa cairan pada temperatur
kamar. Hasil penelitian menunjukan bahwa Mn (II) membentuk kisi Kristal
ionic dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk molekul kovalen dalam Mn2O7.
Menurut perhitungan, rapatan muatan ion Mn7+ (jika ada) adalah 1240 C mm-
3
dan ion Mn2+adalah 84 C mm-3. Rapatan muatan positif ion Mn7+ sangat
tinggi, dan ukuran ion lebih kecil dibandingkan dengan ion Mn2+, sehingga
mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan
akibatnya terbentuknya senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan titik
lelehnya yang rendah.
Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfide antara natrium (I)
dengan tembaga(I). kation natrium dan tembaga keduanya mempunyai jari-jari
yang hampir sama. Oksida maupun sulfide dari natrium bersifat ionic,larur,
dan bereaksi dengana air, tetapi oksida dan sulfida tembaga (I) tidak larut
dalam air. Menurut aturan fajans yang ketiga, kation Cu(I)dengan konfigurasi
electron bukan gas mulia mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat
hingga mempunyai kecenderugngan lebih kovalen. Hal ini parallel denga
besarnya perbedaan elektronegativitas yaitu 2,5 untuk natrium oksida yang
ber, dan arti lebih bersifat ionic 1,5, untuk tembaga (I) oksida yang berarti
lebih bersifat kovalen.