Anda di halaman 1dari 150

Menghadapi Resistensi

Kumpulan Tulisan

Milton H. Erickson

Penerjemah:
A.S. Laksana

TranceFormasi
Diterbitkan pertama kali dalam bentuk eBook tahun 2010
“And my voice goes everywhere with you … changes into the
voice of your parents, your neighbors, your friends, your
schoolmates, your playmates, your teachers … and the voices
of the wind, and of the rain. And I want you to find yourself
sitting in the school room, a little girl feeling happy about
something, something that happened a long time ago, that
you forgot a long time ago.”

2
Daftar Isi
4
Upaya Menggelindingkan “Bola Salju” Erickson: Sebuah Pengantar

8
Deep Hypnosis dan Beberapa Teknik Induksinya

49
Penanganan Depresi Histeris Akut dengan Metode Regresi ke Fase
Kanak-Kanak

75
Teknik Hipnosis untuk Pasien Resisten

116
Beberapa Pengalaman Otohipnotik Milton H. Erickson

149
Tentang Milton Erickson

3
Upaya Menggelindingkan “Bola
Salju” Erickson
SEBUAH PENGANTAR

A.S. Laksana

ilton Hyland Erickson adalah nama paling terkemuka dalam sejarah


hipnoterapi modern. Ia memelopori pendekatan hipnotik tak langsung. Ia
piawai dalam berkomunikasi di dua atau beberapa level kesadaran
(multiple level of communication). Ia menakjubkan dalam caranya menghadapi
simptom apa pun, memanfaatkan perilaku simptomatik pasiennya, dan
mewujudkan hasil terapetik yang memuaskan.
Sampai saat ini, ketika kita membicarakan terapi singkat (brief therapy),
Erickson adalah orang nomor satu di bidang itu. Banyak terapis terkemuka
sekarang ini semula adalah orang-orang yang belajar padanya. Ia adalah rujukan
pertama saat ini dalam lapangan hipnoterapi. Dalam banyak kasus, Erickson
sering menjadi tempat terakhir ketika yang lain gagal. Ia tidak hanya penuh akal
dalam bertarung melawan simptom, tetapi ia juga telaten dalam menghadapi
pasien maupun subjeknya. Dan ia selalu berhasil membantu kliennya menemukan
bagaimana cara terbaik melihat masalah dan menyelesaikannya dengan seluruh
sumberdaya (resource) yang ada pada diri klien.
Banyak contoh penanganannya, dalam spektrum sangat luas, yang akan
membuat kita berdecak kagum. Kita akan menemukan pada dirinya sosok yang
penuh akal dalam menghadapi simptom serumit apa pun, yang banyak terapis lain
mungkin sudah angkat tangan menghadapinya. Ia enteng sekali menghadapi
pasien rumah sakit jiwa yang meraa dirinya Tuhan; demikian pula ketika ia

4
menghadapi pasien sangat sulit yang merasa dirinya tak punya usus dan lambung.
Itu semua sama entengnya dengan ia menghadapi seorang remaja yang jerawat di
mukanya tak kunjung sembuh.
Bagaimana orang ini bisa menyembuhkan apa saja?
O, ia sangat memahami manusia dan perilakunya.
Ia bicara dalam cara yang kadang terdengar ganjil. Dalam percakapan, ia
sering mengembalikan segala sesuatu ke lawan bicaranya. Kita lihat penggalan
dialog antara Erickson dan Ernest Rossi di bawah ini. Rossi menggali
pengalaman-pengalaman hipnotik Erickson dan mereka terlibat dalam percakapan
yang mengasyikkan (lihat: Beberapa Pengalaman Otohipnosis Milton
Erickson). Bagian ini adalah ketika pembicaraan memasuki pengalaman Erickson
memasuki “kekosongan” dalam otohipnosisnya.
“Kau spontan mengalami visi itu?” tanya Rossi.
“Itu pengalaman paling ganjil yang bisa kaulakukan!” jawab Erickson.
“Sesuatu paling ganjil yang bisa kaulakukan?”
“Ya, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu!”
Gaya semacam ini mengingatkan saya pada cara Johan Cruyff, legenda total
football Belanda, menyampaikan pernyataan-pernyataannya. Cruyff juga selalu
seperti itu. Salah satu pernyataannya yang terkenal, “Orang-orang Italia tak akan
pernah menang terhadapmu, tetapi kau bisa kalah oleh mereka.” Yah, anda tahu,
keduanya sama-sama menakjubkan di bidang masing-masing.
Selain menghipnotis dan menyembuhkan orang hampir setiap hari (sepanjang
hidupnya ia telah menghipnotis lebih dari 30 ribu orang), Milton Erickson juga
sangat produktif menulis. Ia telah menulis lebih dari 300 makalah profesional.
Gairahnya untuk terus mendalami perilaku manusia dan menggali berbagai
kemungkinan yang bisa dicapai dengan hipnosis nyaris tak tertandingi baik oleh
orang-orang sebelum maupun sesudah dia.
Sekarang, banyak pendekatan dalam hipnosis yang dikembangkan oleh para
hipnotis mutakhir berakar dari teknik hipnosis Erickson. Indirect Hypnosis yang
dikembangkannya telah menumbuhkan berbagai cabang dan ranting: kita

5
mengenal Conversational Hypnosis, Secret Hypnosis, Covert Hypnosis (Hipnosis
Terselubung) dan sebagainya. Pendekatan Utilisasi yang dipraktekkannya, yang
berangkat dari pandangan Erickson tentang kesembuhan, telah menyumbang
prinsip-prinsip penting dalam asumsi-asumsi dasar Neuro Linguistic
Programming (NLP) yang dipelopori oleh John Grinder dan Richard Bandler, di
antaranya:
• Semua orang memiliki sumber-sumber yang memadai dalam dirinya
sendiri guna mengubah diri ke arah yang lebih positif.
• Manusia memiliki dua tingkatan komunikasi, yakni sadar dan bawah
sadar.
• Menghormati cara orang lain membentuk dunianya.
• Tidak ada pasien yang resisten, hanya terapis yang kurang fleksibel.
• Orang-orang melakukan hal terbaik sebatas sumber-sumber yang mereka
ketahui.
• Makna komunikasi adalah pada respons yang anda peroleh, dan
sebagainya.
Menimbang reputasi dan segala kebesarannya di bidang terapi singkat yang
ia geluti, saya pikir banyak manfaatnya untuk menghadirkan pemikiran-pemikiran
Erickson ke hadapan khalayak pembaca berbahasa Indonesia yang menaruh minat
pada hipnosis. Ia terlalu penting untuk kita abaikan. Ia terlalu menarik untuk kita
lewatkan. Dunia hipnosis berutang banyak padanya karena pendekatan yang ia
tawarkan, juga pandangan-pandangannya, telah memberikan sumbangan penting
untuk meluruskan kesalahkaprahan dan menghindarkan orang dari takhyul-
takhyul di seputar wilayah ini.
Akhirnya, sebuah pengakuan, pemilihan terhadap empat tulisan panjang yang
saya terjemahkan ini tidaklah didasari oleh pertimbangan bahwa mereka yang
paling berkualitas dibandingkan tulisan-tulisan Erickson lainnya atau keempat
tulisan ini adalah karya paling penting Erickson. Pemilihan pada keempat tulisan
ini lebih didasari oleh pertimbangan bahwa keempat tulisan ini cukup
memudahkan kita memahami Erickson dan bagaimana pandangannya tentang

6
hipnosis dan juga bagaimana ia bekerja menjalankan terapinya.
Pekerjaan yang lebih serius saya kira diperlukan di waktu-waktu mendatang
sehingga kita bisa menghadirkan pemikiran Erickson secara lebih utuh. Jika kita
menempatkan upaya penerjemahan ini pada posisi terbaiknya, saya kira ini
hanyalah sebuah langkah sangat kecil untuk “menghadirkan Erickson” ke dalam
bahasa Indonesia. Apes-apesnya, sekarang kita bisa membaca secuil karya Milton
Erickson dalam bahasa Indonesia. Tentang hal ini, saya suka pada perumpamaan
yang digunakan olehnya mengenai setiap upaya penanganan yang ia jalankan:
Erickson menyebut sesi terapinya sebagai sekadar upaya untuk
“menggelindingkan bola salju di puncak gunung”. Saya ingin meminjam
perumpamaan itu untuk buku ini, yakni “sekadar menggelindingkan bola salju”—
dan mungkin bahkan bukan bola, sebab ia hanya sebesar kerikil. Tetapi,
bagaimanapun, kerikil salju itu kini telah digelindingkan, dan saya ingin melihat
ia meluncur ke bawah dan makin membesar ketika tiba di kaki gunung.***

7
Deep Hypnosis dan Beberapa
Teknik Induksinya
Milton H. Erickson

Tulisan ini dimuat dalam buku Experimental Hypnosis, Leslie M. LeCron


(editor). New York, Macmillan, 1952, hal. 70-114.

Pertimbangan umum
roblem utama dalam semua pekerjaan hipnotik adalah induksi untuk
menghasilkan trance yang memuaskan. Terutama ini berlaku dalam setiap
pekerjaan berbasis deep hypnosis. Bahkan untuk menginduksi trance
ringan dan mempertahankan keajekannya pun sering merupakan hal yang sulit.
Dengan subjek yang berbeda kita belum tentu bisa mencapai tingkat hipnosis
yang sama. Tetapi hal serupa juga akan terjadi dengan subjek yang sama pada
kesempatan berbeda. Ini tak terhindarkan karena hipnosis bergantung kepada
hubungan antar dan intrapersonal. Hubungan semacam ini tidak ajek dan selalu
berubah-ubah sejalan dengan reaksi personal terhadap setiap perkembangan
hipnosis. Tambahan lagi, setiap manusia adalah unik. Pola spontanitas dan
perilaku responsifnya sangat berbeda-beda tergantung waktu, situasi, tujuan, dan
pribadi-pribadi yang terlibat.
Secara statistik, rata-rata orang bisa didorong untuk mewujudkan perilaku
hipnosis, tetapi rata-rata ini tidak mewakili performa masing-masing subjek.
Karenanya angka rata-rata itu tidak bisa digunakan untuk menilai baik performa

8
individu maupun fenomena hipnotik tertentu. Untuk menentukan tingkat
kedalaman trance dan respons hipnotik, kita harus mempertimbangkan tidak
hanya respons rata-rata tetapi juga pelbagai penyimpangan rata-rata yang
mungkin ditampilkan oleh individu. Sebagai contoh, katalepsi (kekakuan otot)
adalah bentuk standar perilaku hipnosis. Ia muncul biasanya dalam keadaan
trance ringan dan tetap berlangsung dalam keadaan deep trance. Namun,
berdasarkan pengalaman, beberapa subjek mungkin tidak pernah secara spontan
mengembangkan katalepsi sebagai fenomena tunggal, baik dalam trance ringan
maupun mendalam. Beberapa orang mungkin bisa mewujudkannya dalam tingkat
hipnosis yang lebih ringan, beberapa dalam trance yang sangat dalam, dan
beberapa yang lain dalam peralihan antara trance ringan dan trance yang lebih
dalam. Bahkan, yang lebih membingungkan, ada subjek-subjek yang
memunculkannya hanya ketika ia dikaitkan dengan perilaku hipnosis lain,
misalnya amnesia.
Untuk mengatasi kesulitan ini orang berupaya mengembangkan teknik
khusus untuk menginduksi trance—kadang tanpa memperhatikan sifat individual
perilaku hipnotik. Salah satu yang paling absurd dari temuan ini adalah
munculnya kecenderungan untuk melihat hipnosis sebagai teknik baku untuk
mengendalikan orang lain sehingga lahirlah ide merekam skrip hipnosis. Ini
dilakukan dengan asumsi bahwa sugesti yang sama akan menghasilkan efek yang
sama pada subjek yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Ini benar-benar
mengabaikan individualitas subjek, perbedaan kemampuan setiap orang untuk
menyerap dan merespons, dan perbedaan sikap, kerangka rujukan, dan tujuan
yang ingin dicapai dengan hipnosis. Ada pengabaian terhadap pentingnya
hubungan antarpersonal dan ketidakpedulian pada fakta menyangkut proses
intrapsikis dan intrapersonal dalam diri subjek. Alangkah absurdnya gagasan
tentang standardisasi dalam hipnosis. Pemahaman terhadap keragaman perilaku
manusia dan ketepatan penanganannya seharusnya menjadi dasar bagi semua
teknik hipnosis.

9
Dalam kesulitan mengembangkan teknik umum untuk menginduksi trance
dan memunculkan perilaku hipnotik, maka terjadilah penggunaan-penggunaan
prosedur hipnosis tradisional yang dilandasi kekeliruan pandangan. “Mata elang”,
“bola kristal”, dan alat-alat bantu lain dianggap sebagai sumber kekuatan
misterius. Seolah-olah alat-alat itu yang mengendalikan perilaku subjek,
menciptakan kelelahan dan reaksi-reaksi serupa, dan karenanya merupakan
perangkat mutlak dalam hipnosis: bola kristal diletakkan pada jarak tertentu dari
mata, cermin berputar, metronom, dan lampu yang berkedip-kedip sering
merupakan perangkat yang harus ada. Hasilnya, faktor-faktor eksternal itu justru
menjadi pusat perhatian dan subjek merespons itu semua.
Sekalipun menatap bola kristal mungkin bisa membuat subjek kelelahan dan
tidur, tetapi itu bukanlah bagian esensial dari trance hipnotik. Banyak subjek yang
dilatih oleh hipnotis mahir untuk memasuki trance dengan menatap lekat-lekat
bola kristal dari jarak tertentu dan diletakkan sedikit di atas mata mereka.
Hasilnya, tanpa bola kristal mereka akan sulit dihipnotis. Eksperimen pribadi
dengan subjek-subjek “bola kristal” ini mengungkapkan bahwa cara ampuh untuk
menginduksi mereka adalah dengan meminta mereka membayangkan sedang
menatap bola kristal. Prosedur ini akan membuat mereka cepat memasuki trance.
Pengulangan prosedur ini oleh kawan-kawan memberikan hasil yang serupa.
Ketika mereka kembali menggunakan bola kristal sungguhan, induksi justru
menjadi lebih lama dan subjek tidak benar-benar memasuki kondisi trance.
Sejumlah eksperimen lain terhadap subjek-subjek yang terbiasa dengan
pendulum, atau mendengarkan musik lembut, atau metronom membuktikan
bahwa alat bantu imajiner akan lebih efektif ketimbang alat bantu yang
sebenarnya. Temuan yang sama diperoleh dengan subjek-subjek yang sebelumnya
tidak pernah berurusan dengan hipnosis. Beberapa mahasiswa kedokteran dibagi
menjadi dua kelompok: yang pertama betul-betul menatap bola kristal, yang
kedua mencoba membayangkan bola kristal. Kelompok kedua lebih cepat
memasuki trance. Eksperimen diulangi dengan metronom. Kelompok kedua kini
diminta mendengarkan metronom sesungguhnya, dan kelompok pertama diminta

10
membayangkan mendengarkan metronom. Sekali lagi alat bantu imajiner terbukti
lebih efektif. Sejumlah variasi mendatangkan hasil yang sama. Penggunaan alat
bantu khayalan memungkinkan bagi subjek untuk memanfaatkan kemampuan
aktualnya ketimbang disibukkan oleh kehadiran alat-alat tak-esensial.
Penggunaan khayalan dalam induksi trance hampir selalu mendorong
perkembangan perilaku hipnotik yang sama atau lebih kompleks. Pengakuan dari
beberapa subjek yang menguatkan temuan ini mungkin bisa diringkaskan sebagai
berikut: “Ketika saya mendengarkan metronom imajiner, ia menjadi cepat dan
melambat, menjadi lebih keras atau samar-samar saat aku memasuki trance, dan
aku sekadar mengikutinya. Dengan metronom sungguhan, ia memperdengarkan
tempo yang konstan, dan ia mengembalikan saya ke kenyataan ketimbang
membawa saya memasuki trance. Metronom imajiner bisa berubah dan selalu
sesuai dengan apa yang kupikirkan dan kurasakan, tetapi metronom sungguhan
memaksa saya menyesuaikan diri.”
Hal yang sama kita temukan dalam kerja eksperimental dan klinis untuk
menginduksi halusinasi hipnotik. Contohnya, seorang pasien yang sangat gelisah
terhadap identitas pribadinya diinduksi untuk membayangkan sejumlah bola
kristal di mana ia bisa mengkhayalkan serangkaian pengalaman hidup, membuat
perbandingan objektif dan subjektif, dan membangun kesinambungan dalam
pengalaman hidupnya dari satu khayalan ke khayalan berikutnya. Dengan bola
kristal sungguhan, pengalaman yang dikhayalkan menjadi terbatas secara fisik;
perubahan dan peralihan peristiwa-peristiwa sangat kurang memuaskan.
Pertimbangan penting berikutnya adalah waktu. Secara tradisional, kekuatan
mistik tatapan mata dianggap sudah cukup untuk menginduksi hipnosis.
Kesalahkaprahan ini tidak pernah benar-benar tersingkirkan, karena dalam
literatur-literatur kita menemukan bahwa dua sampai lima menit sudah cukup
untuk membawa subjek ke kondisi hipnosis. Dengan menelan obat, para penulis
ini juga akan mendapatkan pengaruh dalam sekejap. Mengharapkan hasil seketika
dari kata-kata yang diujarkan menunjukkan pemahaman ngawur yang
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Sialnya, banyak buku didasarkan pada

11
keyakinan kacau tentang kehebatan sugesti hipnosis dan, sangat berorientasi pada
waktu, mereka gagal untuk melihat perilaku responsif subjek hipnotik. Subjek
hipnosis sering diharapkan, dalam sekejap, mereorientasi diri sepenuhnya secara
psikologis dan fisiologis, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumit yang
mustahil dilakukan dalam keadaan non-hipnotik.
Waktu yang dibutuhkan oleh subjek untuk memasuki trance sangatlah
bervariasi. Dan itu tergantung pada tipe perilaku masing-masing terhadap orang
lain dan tergantung juga pada kerangka referensinya saat ini. Subjek-subjek yang
bisa dengan mudah mengembangkan halusinasi visual mungkin memerlukan
waktu lebih lama untuk mengembangkan halusinasi auditoris. Mood tertentu bisa
mendorong atau menghambat respons hipnotik. Pertimbangan-pertimbangan
insidental bisa mempengaruhi perkembangan fenomena hipnotik yang biasanya
mudah terjadi pada subjek.
Subjek-subjek tertentu bisa mengembangkan deep trance dalam tempo
singkat dan mampu mewujudkan fenomena hipnotik yang sangat kompleks.
Subjek-subjek semacam ini ketika diberi instruksi untuk, misalnya,
mengembangkan halusinasi negatif terhadap kehadiran orang lain, mereka akan
berperilaku seolah orang-orang itu tidak ada. Jika subjek-subjek itu diberi waktu
cukup untuk menyusun ulang proses neuro- dan psiko-fisiologis, halusinasi
negatif akan bisa dipertahankan.
Masalah berikutnya adalah soal ketenteraman yang diperlukan untuk
menginduksi trance. Ketenteraman ini juga sering diterima begitu saja sebagai
kriteria sah dari performa trance selanjutnya. Pengalaman dengan banyak subjek
semacam itu mengungkapkan kecenderungan umum bahwa mereka, dengan
berbagai alasan, akan cenderung kembali ke keadaan trance ringan atau ke proses
mental pikiran sadar ketika diberi tugas-tugas hipnotik yang rumit. Maka tidaklah
semestinya ketenteraman dan kecepatan induksi trance disalahartikan sebagai
indikasi valid dari kemampuan subjek untuk mempertahankan keadaan trance.
Ada subjek yang mudah dihipnotis, bisa mengembangkan beragam perilaku
hipnotik yang rumit, namun gagal memahami hal yang sepele. Contoh, seorang

12
subjek hebat yang mampu mempertunjukkan perilaku hipnotik yang sangat
kompleks ternyata mengalami kesulitan dalam orientasi fisikal. Seluruh studi
eksperimental dengannya harus dilakukan di ruang percobaan; atau hipnosis harus
dijalankan “seolah-olah” berada di ruang percobaan. Dan ruang percobaan khayali
bisa sama memuaskannya dengan ruang percobaan yang sesungguhnya. Subjek
lain yang mudah dihipnotis tidak bisa mengembangkan keadaan disosiasi jika ia
tidak diminta membayangkan dirinya di suatu tempat (yang lebih ia sukai di
rumah sedang membaca buku). Saat itu dilakukan, ia mampu menjalankan
perilaku disosiatif. Dengan kedua subjek itu, upaya yang terburu-buru dalam
membangun situasi rumah atau ruang percobaan akan menghasilkan kegagalan
respons hipnotik, sekalipun ia dengan mudah bisa memasuki trance.
Kekeliruan anggapan dan pengabaian terhadap waktu sebagai faktor penting
dalam hipnosis, juga kecerobohan dalam memahami kebutuhan individual subjek,
menyebabkan banyak kontradiksi dalam studi hipnotik. Pengalaman pribadi
sepanjang lebih dari 35 tahun dengan lebih dari 3.500 subjek hipnotik
menegaskan pentingnya individualitas subjek dan penghargaan terhadap waktu.
Salah satu subjek saya yang sangat cakap membutuhkan waktu kurang dari 30
detik untuk memasuki trance dan ia menampilkan perilaku-perilaku hipnotik yang
valid dan konsisten. Subjek kedua yang juga sangat kompeten membutuhkan 300
jam untuk mendapatkan penjelasan sistematis terlebih dulu sebelum ia bisa
diinduksi. Setelah itu, hanya dibutuhkan 20-30 menit untuk membawanya ke
situasi trance dan menampilkan perilaku hipnotik yang valid.
Biasanya sekitar 4 sampai 8 jam adalah waktu yang cukup untuk
menginduksi subjek yang baru pertama kali dihipnotis. Kemudian, karena induksi
trance (trance induction) dan pemanfaatan trance (trance utilization) adalah dua
hal yang berbeda, maka untuk membuat subjek menampilkan perilaku tertentu
sebagaimana yang direncanakan dalam pekerjaan hipnotik, kita mestinya
memberi waktu yang memadai sesuai kapasitas mereka untuk belajar dan
merespons. Misalnya, katalepsi biasanya muncul dalam beberapa saat, tetapi

13
anestesia atau analgesia yang diperlukan untuk persalinan mungkin memerlukan
waktu berjam-jam dalam beberapa periode latihan.
Waktu yang dibutuhkan oleh subjek dan beragamnya pengalaman hipnotik
pada tiap subjek adalah faktor penting dalam riset hipnotik. Pengalaman pribadi
saya, dan juga para kolega, menunjukkan bahwa semakin luas dan beragam
pengalaman subjek hipnotik, semakin efektif subjek bisa berfungsi dalam
masalah-masalah yang rumit. Saya lebih suka melakukan riset dengan subjek
yang memiliki pengalaman hipnotik berulang-ulang dalam jangka waktu lama dan
yang tergerak untuk mewujudkan beragam fenomena hipnotik. Jika subjek kurang
berpengalaman, kita harus melakukan pelatihan sistematis dalam berbagai bentuk
perilaku hipnotik. Dalam melatih anestesia untuk tujuan medis, kita mungkin bisa
mengajari subjek melakukan penulisan otomatis dan halusinasi visual negatif
sebagai landasan awal. Latihan pertama diajarkan sebagai fondasi untuk disosiasi
pada bagian tubuh tertentu dan yang kedua sebagai alat instruksi untuk tidak
merespons stimuli. Pelatihan semacam itu mungkin tampak tidak relevan, tetapi
berdasarkan pengalaman prosedur itu sangat efektif dalam memanfaatkan
sepenuhnya kapabilitas subjek. Dan, bagaimanapun, tujuan yang hendak dicapai
sering jauh lebih penting ketimbang logika prosedur.
Apa yang baru disampaikan di atas adalah latar belakang umum. Sekarang
kita akan masuk ke pembahasan yang lebih spesifik mengenai deep trance dan
induksinya, tetapi tanpa upaya mendeskripsikan prosedur dan teknik tertentu.
Keberagaman subjek, individualitas kebutuhan mereka, perbedaan waktu dan
situasi yang mereka perlukan, keunikan setiap pribadi, dan apa yang ingin dicapai
dalam pekerjaan hipnotik adalah hal-hal yang tidak memungkinkan kita
menerapkan prosedur yang kaku. Paling banter sebuah prosedur kaku hanya bisa
diterapkan untuk mencapai hasil tertentu. Selebihnya, karena prosedur itu sendiri
yang diutamakan, besar kemungkinan ia akan gagal mendapatkan hasil alami. Hal
ini akan tampak lebih jelas ketika kita memahami bahwa induksi trance hanyalah
langkah awal bagi pemanfaatan trance. Yang disebut belakangan itu tidak
tergantung pada prosedur yang diterapkan, tetapi pada perkembangan perilaku

14
yang muncul setelah induksi dan pada keadaan trance itu sendiri. Tidak peduli
betapa ampuhnya sebuah prosedur tertentu dalam menginduksi trance,
perkembangan fenomena hipnotik dan reaksi psikologis terhadapnya akan
memperlihatkan sejumlah variabel yang tidak mungkin bisa dikendalikan oleh
prosedur kaku itu. Sebagai analogi: Sebuah pembedahan tentu saja mensyaratkan
terwujudnya anestesia, tetapi pembedahan itu sendiri dan hasilnya adalah proses
berbeda—yang baru berlangsung setelah difasilitasi oleh anestesia.

Penjelasan tentang Deep Hypnosis


Sebelum mulai membahas induksi deep trance, saya ingin menjelaskan deep
hypnosis itu sendiri. Namun harus dipahami bahwa sebuah penjelasan, seakurat
dan selengkap apa pun, tidak akan pernah menggantikan pengalaman nyata atau
bisa berlaku bagi semua subjek. Tidak pernah ada daftar fenomena hipnosis yang
sama pada tiap satuan level hipnosis. Ada subjek yang memasuki light trance
dengan memperlihatkan perilaku yang lazimnya berkaitan dengan deep trance.
Yang lainnya mengembangkan deep trance dengan perilaku yang khas pada light
trance. Subjek yang dalam light trance mengembangkan perilaku yang biasa
muncul dalam deep trance mungkin akan kehilangan perilaku yang sama ketika ia
benar-benar memasuki deep trance. Misalnya, subjek yang dengan mudah
mengembangkan amnesia dalam kondisi light trance mungkin akan gagal
mengembangkan amnesia dalam keadaan deep trance. Alasan bagi anomali ini
terletak sepenuhnya pada perbedaan orientasi psikologis seseorang, yang
bertentangan dalam dua keadaan trance tersebut. Pada tingkat light trance masih
ada keterlibatan pikiran sadar dalam skala tertentu. Pada tingkat yang lebih dalam,
segala respons terjadi di tingkat bawah sadar.
Dalam deep trance subjek bertindak mengikuti pola bawah sadar dan
memberikan respons yang berbeda dari pola sadarnya. Sering muncul kesulitan
dengan subjek yang baru pertama kali mengalami hipnosis dan mengalami deep
trance. Dalam light trance ia lebih mudah bicara, tetapi dalam deep trance di
mana bawah sadarnya langsung berfungsi, ia sering tidak bisa bicara tanpa

15
kembali ke tingkat sadar. Sepanjang hidupnya percakapan selalu terjadi di tingkat
sadar; ia tidak memahami bahwa pembicaraan bisa dilakukan di tingkat bawah
sadar. Subjek sering harus diajari untuk memahami kemampuan mereka untuk
melakukan itu, baik di tingkat sadar atau di tingkat bawah sadar. Dengan alasan
inilah saya sering menekankan perlunya menyisihkan waktu empat sampai
delapan jam dalam menginduksi trance dan melatih subjek agar sepenuhnya
berfungsi sebelum melakukan terapi atau eksperimen hipnosis.
Hasil yang tidak memuaskan dalam kerja-kerja eksperimental yang
mensyaratkan percakapan dalam keadaan deep hypnosis sering terjadi karena
subjek terdorong untuk kembali ke kondisi trance yang lebih ringan untuk bicara,
tanpa diketahui oleh sang pelaku eksperimen. Namun membimbing subjek untuk
tetap mempertahankan deep trance dan berbicara serta menjalankan instruksi-
instruksi sebagaimana yang biasa dilakukan di level sadar adalah urusan yang
relatif mudah. Subjek yang kelihatannya tidak bisa melakukan percakapan di
tingkat deep trance bisa diajari penulisan otomatis (automatic writing), membaca
dalam hati tulisan itu, dan menggerak-gerakkan mulutnya tanpa bunyi saat ia
membaca. Selanjutnya, menjadi relatif simpel untuk mengubah aktivitas motor
dengan menulis dan berkecumik menjadi benar-benar bicara. Dengan sedikit
latihan, percakapan menjadi mungkin dilakukan di tingkat bawah sadar.
Situasi ini serupa dengan jenis-jenis fenomena hipnotik lainnya: Sakit adalah
pengalaman sadar, karena itu analgesia atau anestesia acapkali perlu diajarkan
dalam cara yang serupa itu. Hal yang sama mungkin berlaku untuk halusinasi,
regresi, amnesia, atau fenomena hipnotik lainnya. Beberapa subjek menghendaki
instruksi yang lengkap dan detail; yang lainnya bisa dengan sendirinya
mentransfer pelajaran di satu bidang untuk digunakan mengatasi masalah lain.
Uraian di atas adalah pengantar tentang ciri-ciri alamiah deep trance: Deep
Hypnosis adalah tingkat hipnosis yang memungkinkan subjek berfungsi secara
tepat dan langsung di level bawah sadar tanpa campur tangan pikiran sadar.
Subjek dalam kondisi deep trance bertindak mengikuti pemahaman bawah sadar,
terbebas dari respons pikiran sadar; mereka berperilaku mengikuti realitas yang

16
ada dalam situasi hipnotik yang digerakkan oleh pikiran bawah sadar. Konsepsi,
ingatan, dan ide-ide membangun dunia nyata selagi mereka dalam keadaan deep
trance. Realitas eksternal yang mengelilingi mereka hanya relevan sejauh ia
dimanfaatkan dalam situasi hipnotik. Karenanya, di tingkat deep hypnosis, realitas
eksternal tidak benar-benar merupakan materi objektif kongkret yang memiliki
makna. Subjek bisa menulis secara otomatis di kertas dan membaca apa yang
telah ia tulis. Ia juga bisa berhalusinasi sama baiknya tentang kertas, pensil, dan
tindakan motorik menulis dan kemudian membaca “tulisan” itu. Dalam light
trance atau dalam keadaan sadar, pensil dan kertas adalah objek-objek yang
memiliki makna dan makna itu mengikuti kehendak individu. Sementara dalam
deep trance, benda-benda hanya memiliki makna sejauh ia berkaitan dengan
pengalaman subjektif seseorang.
Realitas deep trance haruslah sejalan dengan kebutuhan dan struktur dasar
kepribadian. Dengan begitu, orang-orang yang sangat neurotik bisa dibebaskan
dari perilaku neurotiknya dalam keadaan deep trance, yakni ketika proses
reedukasi terapetik harus diberi landasan yang sejalan dengan kepribadian dasar.
Lapisan neurotik ini, betapapun tebalnya, tidak mendistorsi inti kepribadian,
meskipun ia mungkin tertutup atau lumpuh oleh manifestasi neurotiknya. Dengan
demikian, upaya apa pun untuk memaksakan sugesti, jika sugesti itu tidak sejalan
dengan kepribadian dasar, yang terjadi adalah penolakan, meskipun subjek saat
itu mengalami deep trance. Anda mutlak harus menghormati individualitas
subjek. Penghormatan seperti ini merupakan landasan untuk mengenali dan
membedakan perilaku sadar dan tidak sadar. Hanya pemahaman tentang perilaku
bawah sadar subjek yang memungkinkan bagi seorang hipnotis untuk
menginduksi dan mempertahankan deep trance. Secara konseptual, deep trance
bisa diklasifikasi sebagai (a) somnambulistik dan (b) teler. Yang pertama adalah
jenis trance di mana subjek tampaknya sadar dan bisa melakukan apa saja secara
memadai dalam keadaan hipnotik, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
dalam keadaan sadar. Subjek yang sangat terlatih tidak kesulitan masuk ke

17
kondisi itu, mereka bisa betul-betul menyandarkan diri pada pola respons dan
perilaku bawah sadar.
Satu contoh tentang keadaan ini saya tunjukkan ketika saya membuat seorang
perempuan trance somnambulistik dan memintanya berceramah di depan para
psikiater dan psikolog. Meskipun kebanyakan dari mereka sudah berpengalaman
dengan hipnosis, tak satu pun yang menyangka bahwa perempuan itu dalam
keadaan trance. Namun, jika benar-benar dicermati, orang akan tahu perbedaan
besar antara perilaku sadar dan perilaku trance.
Keadaan teler dicirikan mula-mula dengan respons pasif, yang ditandai
dengan pelambatan secara psikologis maupun fisiologis. Inisiatif dan perilaku
spontan, yang tampak pada trance somnambulistik, tak kelihatan di sini.
Pengujian medis menyimpulkan bahwa keadaan seperti ini nyaris serupa dengan
keadaan di bawah pengaruh narkotika. Saya menggunakannya hanya untuk
kepentingan percobaan perilaku fisiologis dan untuk kepentingan terapetik pada
pasien-pasien yang benar-benar neurotik.

MASALAH-MASALAH INDUKSI DEEP-TRANCE


Saya akan memaparkan sejumlah masalah induksi deep trance melalui
pembahasan umum dengan merinci prosedur yang mungkin digunakan dan tujuan
yang hendak dicapai. Seluruhnya berangkat dari pengalaman saya dan diperkuat
di sana-sini oleh pengalaman dan praktek para mahasiswa dan kolega saya.

Induksi Trance versus Pemanfaatan Trance


Penting untuk memahami bahwa induksi trance dan pemanfaatan trance
adalah hal yang berbeda. Kita sudah menyinggungnya dan pengulangan ini untuk
menegaskan saja. Perbedaan ini semestinya diperhatikan betul baik oleh subjek
maupun hipnotis. Jika tidak, keadaan trance bisa merupakan kesinambungan
belaka dari induksi trance. Hasilnya, aktivitas “trance” akan menjadi sebuah
campuran yang terdiri atas sebagian respons induksi, sebagian elemen perilaku
sadar, dan sebagian perilaku trance sebenarnya.

18
Perbedaan antara Perilaku Trance dan Perilaku Sadar
Yang terbaik untuk membicarakan perbedaan kedua perilaku ini adalah
dengan cara menghubungkannya dengan realitas. Subjek dalam keadaan trance
bisa diminta untuk memperhatikan sebaik-baiknya sebuah kursi sungguhan yang
ada di dekatnya. Ketika kursi itu disingkirkan diam-diam ia tidak akan
terpengaruh. Ia bisa terus berhalusinasi bahwa kursi itu tetap ada di tempatnya,
dan kadang melihat kursi yang dipindahkan itu sebagai kursi lain. Setiap
gambaran dalam benak kemudian memiliki nilai realitas baginya. Dalam keadaan
sadar hal ini tak mungkin. Atau jika subjek mendapati bahwa kursi sudah
dipindahkan, penelitian mungkin bisa mengungkap berlangsungnya suatu
penyesuaian mental dalam diri subjek. Jadi, subjek mungkin mengembangkan
orientasi lain tentang objek itu sehingga baginya kursi itu tetap ada di tempatnya
di sisi timur laut. Namun pengertiannya tentang arah sudah mengalami perubahan
demi menyesuaikan diri dengan situasi yang dibutuhkan.
Contoh lain, halusinasi tentang seseorang, yang menghasilkan dua gambaran
visual, membuat subjek bertanya-tanya mana yang nyata dari kedua sosok itu.
Saya mendapati, dalam berbagai kesempatan dengan para mahasiswa psikologi
dan kedokteran, bahwa dalam keadaan demikian subjek diam-diam
mengharapkan kedua sosok itu melakukan gerakan tertentu. Dan sosok yang
merespons keinginan tak terucapkan itulah yang kemudian dikenali sebagai sosok
tidak nyata. Itulah realitas subjektif yang dimunculkan oleh perilaku hipnotik dan
seorang hipnotis perlu mengenalinya untuk bisa menginduksi dan memanfaatkan
trance. Kegagalan untuk mengenali hal ini kadang membuat hipnotis cepat puas
dan menerima respons-respons yang tidak memadai sebagai manifestasi valid
fenomena hipnotik. Karena itu upaya intensif dan terus-menerus mungkin perlu
dilakukan untuk bisa menghasilkan fenomena hipnotik yang diinginkan.

Orientasi Seluruh Prosedur Hipnotik kepada Subjek


Semua teknik dalam prosedur hipnotik semestinya diorientasikan kepada subjek
dan kebutuhan mereka demi mendapatkan kesediaan mereka untuk sepenuhnya

19
bekerjasama. Perilaku hipnotik yang direncanakan seharusnya hanyalah bagian
dari keseluruhan situasi hipnotik, dan ia mestinya disesuaikan dengan subjek,
bukan sesuatu yang harus dikerjakan oleh subjek. Kebutuhan-kebutuhan ini
skalanya bisa sangat penting hingga tidak penting sama sekali, tetapi dalam situasi
hipnotik apa yang tampaknya tidak berisiko kadang bisa menjadi sangat krusial.
Misalnya, subjek berkali-kali dilibatkan dengan hasil yang tidak memuaskan
dalam sejumlah percobaan dengan bandul di tangan kanan. Ketika saya
memahami bahwa bawah sadarnya menginginkan tangan kiri saya yang
memegang bandul, hasilnya memuaskan. Setelah keberhasilan ini, ia kemudian
juga kooperatif ketika saya menggunakan tangan kanan. Seorang subjek yang
cakap menggunakan kedua tangannya, dalam sebuah eksperimen yang melibatkan
automatic writing and drawing, rupa-rupanya meminta secara bawah sadar untuk
menggunakan kedua tangannya semau dia.
Seorang pasien neurotik tidak sanggup dan tidak berkeinginan mengeluarkan
uang untuk terapi. Tetapi ia tidak ingin mendapatkan penanganan tanpa
membayar. Selanjutnya, ia diinduksi untuk bertindak sebagai subjek volunter
untuk banyak percobaan, dan atas permintaannya tidak ada upaya terapi di
dalamnya. Setelah setahun lebih terlibat dalam percobaan ia secara bawah sadar
memperoleh kesimpulan bahwa keterlibatannya sebagai volunter sejauh ini cukup
baginya sebagai ongkos terapi, yang kemudian saya lakukan sepenuhnya.
Kebutuhan psikologis si subjek, tak peduli sekalipun itu remeh dan tidak relevan,
perlu dipenuhi sebaik mungkin dalam hipnosis. Mengabaikan hal ini akan sering
membawa hasil yang tidak memuaskan, tidak sesuai harapan, dan bahkan
bertentangan. Dalam keadaan ini, keseluruhan situasi hipnotik haruslah dikaji
ulang dari sisi subjek.

Perlunya Melindungi Subjek


Subjek selamanya perlu dilindungi sebagai pribadi yang memiliki hak,
privilese, dan privasi, dan dipahami bahwa ia berada pada posisi yang tampaknya
sangat rentan dalam situasi hipnotik. Secerdas apa pun subjek dan seluas apa pun

20
pengetahuannya, disadari atau tidak akan selalu ada situasi ketidakpastian
menyangkut apa yang akan terjadi atau apa yang akan dikatakan atau dilakukan
oleh hipnotis. Bahkan subjek yang rileks dan tidak punya beban apa pun terhadap
saya sebagai psikiater tetap menunjukkan kebutuhan untuk melindungi diri dan
berjaga-jaga.
Perlindungan ini semestinya diberikan secara tepat kepada subjek baik dalam
keadaan sadar maupun dalam trace. Yang terbaik adalah memberikannya secara
tidak langsung ketika ia sadar dan lebih langsung ketika trance. Contohnya,
seorang gadis 20 tahun bersedia menjadi subjek eksperimen tetapi saya mendapat
laporan bahwa ia rewel, berlidah tajam, dan menyulitkan dalam pekerjaan
hipnotik. Selang beberapa waktu kemudian, ia mulai melaporkan dirinya sendiri,
menjelaskan dengan riang dan agak malu-malu, “Aku biasa jalan dengan Ruth
karena ia benar-benar bermulut tajam sehingga aku tidak akan bertingkah atau
berkata apa pun yang tidak kuinginkan.” Ia kemudian menyampaikan hasratnya
menjalani terapi untuk menyingkirkan perasaan takut yang terus ia tekan.
Eksperimen dan terapi dengan gadis itu berlangsung sama suksesnya.
Dalam bekerja dengan subjek baru, dan ketika berencana menginduksi deep
trance, saya selalu melakukan upaya sistematis untuk menunjukkan kepada
subjek bahwa ia sepenuhnya aman. Caranya relatif simpel dan tampak tidak
masuk akal. Namun, reaksi personal membuatnya efektif. Sebagai contoh,
seorang sarjana psikologi bersedia menjadi subjek dalam sebuah seminar. Agak
susah membawanya ke trance ringan, dan perilakunya menyiratkan bahwa ia
memerlukan kepastian bahwa ia aman. Dengan seolah-olah mengajarkan
penulisan otomatis kepadanya, saya memintanya menulis kalimat yang cukup
menarik dan ia tidak perlu menunjukkan apa yang ia tulis itu sampai nanti topik
penulisan otomatis dibahas. Dengan ragu ia menulis singkat. Saya memintanya
membalik kertas sehingga ia sendiri tidak bisa membaca apa yang ia tulis.
Kemudian saya serahkan kepadanya secarik kertas baru dan memintanya menulis
secara otomatis jawaban sadar dan bawah sadarnya atas pertanyaan, “Apakah kau

21
bersedia membacakan kepadaku apa yang sudah kautulis?” Kedua jawabannya
adalah “ya,” dan secara otomatis ia menambahkan “semua orang.”
Lalu saya menyampaikan sugesti bahwa tidak ada pentingnya membaca
kalimatnya karena itu usaha pertamanya dalam penulisan otomatis. Mungkin lebih
baik ia melipatnya dan menyimpannya di dompet dan beberapa waktu kemudian
membandingkan tulisan tersebut dengan penulisan otomatis yang ia lakukan
selanjutnya. Setelah itu, ia bisa mudah diinduksi memasuki deep trance.
Beberapa waktu kemudian ia menjelaskan, “Aku benar-benar ingin
memasuki trance tetapi aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu. Rasanya
tolol sekali melakukan apa saja di depan banyak orang. Ketika kau memintaku
menulis, tanganku melakukannya dengan enteng menulis, ‘Apakah aku mencintai
Jerry?’ dan kemudian aku menulis bahwa kau atau siapa pun lainnya bisa
membacanya. Tetapi ketika kau memintaku untuk menyimpan kertas itu dan
menjelaskan bahwa itu hanya untuk menguji penulisan tangan, tanpa
mengisyaratkan sama sekali untuk menafsirkan arti tulisan tersebut, saat itu aku
menyadari bahwa tidak ada yang perlu kuragukan. Dan aku juga tahu bahwa aku
bisa menjawab pertanyaanku sendiri nanti dan tidak perlu melakukannya saat itu
juga sambil penasaran apakah aku benar.”
Perilaku seperti itu muncul berkali-kali, dan metode umum untuk menangani
kebutuhan akan perlindungan diri ini terbukti efektif.dalam menjamin kerjasama
bawah sadar untuk menginduksi deep trance.
Prosedur lain yang bisa digunakan adalah meminta subjek dalam keadaan
trance ringan untuk memimpikan pengalaman yang paling menyenangkan,
menikmatinya, dan melupakan saja mimpi itu dan tidak perlu mengingatnya
sampai nanti situasi membutuhkan ingatan atas mimpi itu. Instruksi semacam ini
mempunyai banyak efek ganda: ia memberi subjek perasaan bebas yang sepenuh
aman, namun bisa bersesuaian dengan ide-ide bawah sadar tentang kebebasan dan
kemerdekaan dalam hipnosis. Ia memanfaatikan pengalaman-pengalaman familiar
dalam melupakan dan menekan. Ia memberikan perasaan aman dan percaya diri,
dan ia juga mengandung sugesti post-hipnotik untuk dieksekusi hanya atas

22
keinginan subjek. Ini memberi landasan luas bagi subjek untuk mengembangkan
deep trance.
Bentuk sugesti menyeluruh seperti ini diterapkan secara luas oleh penulis,
karena ia membangkitkan banyak respons hipnotik yang menyenangkan bagi
subjek dan konstruktif bagi hipnotis, dalam cara sepenuhnya melindungi subjek
dan karena itu memperkuat kerjasama.
Prosedur lain adalah membuat sugesti negatif yang meminta subjek dalam
trance ringan untuk menyembunyikan satu item informasi dari hipnotis. Akan
lebih baik jika item ini adalah karakter pribadi yang tidak sepenuhnya dikenal
oleh subjek itu sendiri. Itu bisa saja nama tengahnya, siapa dalam keluarga besar
yang memiliki kemiripan dengannya, atau nama depan kawan masa kecilnya. Jadi
subjek mendapati melalui pengalaman aktual bahwa mereka bukanlah robot,
sehingga mereka bisa nyaman menikmati kerjasama dengan hipnotik, sehingga
mereka bisa sukses dalam menjalankan sugesti hipnotik, dan bahwa perilakunya
sendirilah dan bukan apa yang dilakukan oleh hipnotis yang membawa
keberhasilan. Semua reaksi ini penting dalam menjamin terjadinya deep trance.
Juga, subjek mempelajari secara tidak kritis bahwa, jika mereka berhasil
menjalankan sugesti negatif, yang sebaliknya pasti bisa.
Hal lain yang sering dilupakan untuk melindungi subjek adalah penyampaian
penghargaan atas kerjasama mereka. Perhatian penuh semestinya diberikan pada
kebutuhan manusia untuk berhasil dan kehendak untuk mendapatkan pengakuan
oleh diri sendiri maupun oleh orang lain atas sukses tersebut. Mengabaikan hal ini
bisa berarti kegagalan melindungi subjek sebagai makhluk berperasaan.
Kegegalan semacam ini bisa membahayakan validitas pekerjaan hipnotik, karena
subjek bisa merasa bahwa upaya mereka tidak diapresiasi, dan ini bisa
menghasilkan menurunnya tingkat kerjasama. Dalam pengalaman saya, apresiasi
lebih baik diberikan pertama ketika subjek dalam kondisi trance dan kemudian
ketika ia sadar. Dalam pekerjaan di mana pengungkapan apresiasi tidak bisa
diberikan, subjek bisa menerimanya dalam situasi lain ketika memungkinkan.
Dalam setiap pekerjaan hipnotik, perhatian sungguh-sungguh harus diberikan

23
untuk memberi perlindungan penuh pada ego subjek dengan mempertimbangkan
kebutuhan mereka sebagai pribadi.

Pemanfaatan Seluruh Perilaku Spontan dan Responsif


Subjek Selama Induksi Trance
Sering teknik hipnosis berpusat terutama pada apa yang dilakukan atau
diucapkan oleh hipnotis untuk mewujudkan trance, dengan sedikit perhatian
diarahkan pada apa yang subjek lakukan dan alami. Sebenarnya, perkembangan
kondisi trance adalah sebuah fenomena intrapsikis, tergantung pada proses-proses
internal, dan aktivitas hipnotis hanya ditujukan untuk menciptakan situasi yang
menyenangkan. Sebagai analogi, sebuah inkubator menghadirkan suasana
menyenangkan bagi penetasan telur, tetapi penetasan itu sendiri bermula dari
perkembangan proses kehidupan di dalam telur.
Dalam induksi trance, seorang hipnotis yang tidak berpengalaman sering
mencoba mengarahkan perilaku subjek agar sesuai dengan konsepsinya tentang
bagaimana subjek “seharusnya” berperilaku. Padahal semestinya peran hipnotis
harus semakin mengecil dan peran subjek yang secara konstan semakin
membesar. Sebuah contoh bisa diberikan tentang subjek eksperimen, yang
kemudian digunakan untuk mengajarkan hipnosis kepada mahasiswa kedokteran.
Setelah pembahasan umum tentang hipnosis, subjek tersebut menyatakan
hasratnya untuk secepatnya trance. Sugesti diberikan agar ia memilih kursi dan
posisi yang ia merasa akan sangat nyaman. Ketika gadis itu memilih sendiri
tempat yang nyaman, ia mengatakan ingin merokok. Saya menyodorinya
sebatang, dan ia menyalakan rokok dengan malas, memandang kosong asap yang
mengepul ke atas. Saya mengajaknya membicarakan kesenangan merokok, asap
yang bergulung-gulung naik, perasaan tenteram menyelipkan rokok di bibir,
kepuasan batin saat asyik masyuk mengisap rokok dengan nyaman dan tanpa
keperluan untuk memberi perhatian pada apa yang ada di luar dirinya.
Singkatnya, percakapan ringan berlangsung tentang mengisap dan
menghembuskan, kedua kosakata ini disesuaikan dengan tarikan dan hembusan

24
nafasnya. Pembicaraan lain adalah tentang bagaimana ia bisa secara otomatis
mengangkat rokok dan menyelipkan ke bibir dan kemudian menurunkan
tangannya ke tangan kursi. Pernyataan ini ditepatkan dengan apa yang sedang ia
lakukan. Segera kata-kata “mengisap”, “menghembuskan”, “mengangkat” dan
“menurunkan” memperoleh nilai pengkondisian tanpa ia menyadari karena
sugesti muncul dalam bentuk percakapan ringan. Secara itu juga kata-kata “tidur”,
“mengantuk”, dan “ambang tidur” bersesuaian dengan perilaku kelopak matanya.
Sebelum rokoknya habis, ia memasuki trance ringan. Kemudian kepadanya
disampaikan sugesti bahwa ia bisa terus menikmati rokoknya saat ia tidur
semakin lelap; bahwa saya akan menjaga rokoknya selagi ia tenggelam dalam
tidurnya yang paling lelap; bahwa, saat ia tidur, ia akan terus merasakan sensasi
merokok dan menikmati kepuasan. Ia trance sangat dalam, dan saya melatihnya
untuk memberikan respons sesuai dengan pola perilaku bawah sadarnya.
Setelah itu memperkenalkannya dalam beberapa kesempatan kepada para
mahasiswa kedokteran sebagai subjek yang bisa mereka gunakan dalam praktek
hipnosis. Perilaku gadis itu ketika dengan mereka pada intinya sama dengan
perilakunya ketika dengan saya. Namun permintaannya untuk merokok ditangani
secara beragam oleh para mahasiswa. Beberapa orang secara halus menolak
permintaannya sehingga menunda induksi trance, beberapa ikut merokok
bersamanya, dan beberapa dengan sabar menungguinya sampai selesai merokok.
Baru setelah tidak ada lagi urusan dengan rokok, gadis itu dipersilakan duduk
untuk dihipnotis. Hasilnya, mereka mengalami kegagalan. Pada sesi terakhir
dengan para mahasiswa yang terlibat, saya meminta dua mahasiswa lain secara
terpisah untuk mencoba menghipnotisnya. Keduanya diberi kebebasan untuk
mengikuti cara saya memanfaatkan perilaku subjek. Keduanya berhasil membuat
gadis itu trance mendalam. Kemudian para mahasiswa lain, mengikuti contoh itu
dan berhasil juga.
Kasus ini disampaikan sedikit rinci karena ia menggambarkan begitu jelas
pentingnya hipnotis menyesuaikan teknik apa pun yang ia gunakan dengan
perilaku subjek. Menafsirkan hasrat merokok subjek sebagai penolakan terhadap

25
induksi trance adalah salah besar. Sebaliknya, itu adalah ekspresi keinginan
subjek untuk bekerjasama dalam cara yang sesuai dengan kebutuhannya. Ia justru
perlu dimanfaatkan ketimbang dianggap sebagai penolakan yang harus
disingkirkan atau dihapuskan.
Berkali-kali subjek kelihatan menunjukkan resistensi, dan itu tidak lain
adalah teknik bawah sadar mereka untuk menguji kesediaan hipnotis untuk
memenuhi kebutuhan mereka dan bukan upaya untuk mendesak hipnotis untuk
melakukan segala cara menurut gagasannya sendiri. Begitupun subjek yang
menyediakan diri terlibat sebagai subjek demonstrasi setelah berbagai kegagalan
dengan sejumlah hipnotis sebelumnya. Ketika permintaannya dipenuhi, ia duduk
tegak, dalam posisi menantang di hadapan audiens. Perilaku yang tidak
menyenangkan ini kemudian dihadapi dengan pernyataan ringan dan santai yang
ditujukan kepada audiens bahwa hipnosis tidak harus selalu bergantung kepada
relaksasi atau otomatisme sepenuhnya, tetapi hipnosis bisa diinduksikan pada
subjek yang punya kesediaan jika hipnotis itu sendiri juga punya kesediaan untuk
menerima sepenuhnya perilaku subjek. Subjek merespons itu dengan bangkit dan
menanyakan apakah ia bisa dihipnotis dengan cara berdiri. Pertanyaan
menyelidiknya saya tanggapi dengan sugesti, “Kenapa tidak menunjukkan bahwa
itu bisa?” Serangkaian sugesti menghasilkan deep trance dalam waktu cepat.
Keingintahuan subjek mengungkapkan bahwa ia telah banyak membaca tentang
hipnosis dan menolak keras anggapan bahwa orang yang dihipnotis adalah robot
yang mengikuti perintah saja dan tidak punya kesanggupan mengekspresikan diri.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa mestinya harus diperjelas bahwa perilaku
spontan sepenuhnya sama mungkinnya dengan tindakan responsif dan bahwa
utilisasi hipnosis bisa dijadikan efektif dengan mengakui fakta ini.
Mari dicatat bahwa jawaban, “Kenapa tidak menunjukkan bahwa itu bisa?”
mengandung penerimaan absolut atas perilakunya, meminta komitmen penuhnya
untuk mengalami hipnosis, dan memastikan kerjasamanya dalam mencapai
tujuannya sendiri dan juga tujuan sang hipnotis.

26
Sepanjang demonstrasi ia sering menawarkan sugesti kepada saya tentang
apa yang harus saya instruksikan kepadanya, kadang benar-benar mengganti apa
yang saya tugaskan. Pada kesempatan lain ia sungguh-sungguh pasif. Subjek lain,
seorang sarjana psikologi, mengalami kesulitan besar untuk memasuki deep
trance. Setelah upaya keras beberapa jam, ia akhirnya bertanya malu-malu apakan
ia bisa memberi tahu teknik yang tepat, meskipun ia tidak punya pengalaman
dengan hipnosis. Tawarannya saya terima dengan senang hati, dan ia memberi
nasihat, “Anda bicara terlalu cepat dalam poin itu, anda seharusnya
menyampaikan itu dengan sangat lambat dan tegas dan berulang-ulang.
Sampaikan dengan cepat dan menunggu sejenak dan kemudian ulangi pelan-
pelan, dan sekarang jeda sejenak dan kemudian beri saya istirahat, dan tolong
jangan memakai kata itu.”
Dengan bantuannya, trance yang sangat mendalam bisa diwujudkan dalam
waktu kurang dari 30 menit. Sesudah itu ia sering terlibat dalam banyak pekerjaan
eksperimental dan digunakan untuk mengajar orang lain bagaimana caranya
menginduksi deep trance.
Penerimaan bantuan semacam itu bukanlah pengungkapan ketidaktahuan atau
inkompetensi, itu lebih merupakan pengkuan jujur bahwa deep hipnosis adalah
upaya bersama di mana subjek melakukan sesuatu dan hipnotis mencoba
menstimulasi subjek untuk membuat upaya yang diperlukan. Itu adalah
pengakuan bahwa tidak ada orang yang bisa benar-benar memahami pola
individual dalam belajar dan merespons orang lain. Sementara prosedur ini
bekerja dengan baik pada subjek yang sangat intelek dan begitu tertarik pada
hipnosis, ia juga efektif pada yang lain. Ia membangkitkan kepercayaan, perasaan
percaya diri, dan partisipasi aktif dalam pekerjaan bersama. Lebih dari itu, ia
berguna untuk menghapuskan salah anggapan tentang kekuatan mistik yang
dimiliki seorang hipnotis dan merumuskan secara tidak langsung peran saling
menghargai antara subjek dan hipnotis. Untungnya pengalaman ini terjadi awal
sekali dalam pekerjaan saya dan memberi nilai luar biasa sampai dalam

27
menginduksi hipnosis pada berbagai tingkatan dan dalam memunculkan perilaku
hipnotik yang sangat kompleks.
Orang sering membaca literatur tentang resistensi subjek dan teknik yang
digunakan untuk mengatasinya. Dalam pengalaman saya prosedur paling
memuaskan adalah menerima dan memanfaatkan resistensi dan jenis perilaku apa
saja, karena ketika digunakan secara tepat, itu semua bisa membawa keberhasilan
hipnosis. Ini bisa dilakukan dengan menyampaikan sugesti dalam cara di mana
respons positif maupun negatif, atau bahkan tidak ada respons, semuanya
dianggap sebagai perilaku responsif. Misalnya, kepada subjek resisten yang
enggan mengikuti sugesti hand levitation kita bisa mengatakan, “Segera tangan
kananmu, atau mungkin tangan kirimu, akan terangkat ke atas, atau ia mungkin
menekan ke bawah, atau ia mungkin tidak bergerak sama sekali, tetapi kita akan
sekadar menunggu saja apa yang terjadi. Mungkin mula-mula ibu jari, atau kau
bisa merasakan sesuatu terjadi pada jari kelingkingmu, tetapi hal terpenting di sini
bukanlah tanganmu terangkat ke atas atau menekan ke bawah atau tetap diam.
Lebih dari itu, yang terpenting adalah kemampuanmu untuk merasakan
sepenuhnya perasaan apa pun yang berkembang di tanganmu.
Dengan menyatakan seperti itu, semua kemungkinan tercakup, dan setiap
kemungkinan merupakan perilaku responsif. Maka sebuah situasi sedang
diciptakan di mana subjek bisa mengekspresikan resistensi mereka dalam cara
yang konstruktif dan kooperatif. Manifestasi perlawanan oleh subjek dalam cara
terbaik dimanfaatkan dengan mengembangkan situasi di mana resistensi melayani
sebuah tujuan. Hipnosis tidak bisa ditentang jika tidak ada hipnosis yang
dilakukan. Hipnotis, yang memahami ini, seharusnya bisa mengembangkan
situasi bahwa setiap kesempatan apa pun untuk mewujuudkan resistensi menjadi
bagian dari respons hipnotik dengan menempatkan semua resistensi ke dalam
kemungkinan yang tidak relevan. Subjek yang resistensinya diwujudkan dengan
kegagalan hand levitation bisa diberi sugesti bahwa tangan kanannya akan
terangkat ke atas, tangan kirinya tidak. Demi keberhasilan perlawanannya,
perilaku sebaliknya harus diwujudkan. Hasilnya, subjek mendapati dirinya sendiri

28
merespons sugesti, tetapi demi kepuasannya sendiri. Dalam catatan saya
mengenai penggunaan prosedur ini, kurang dari setengah lusin subjek memahami
bahwa sebuah situasi sedang diciptakan di mana ambivalensi mereka sedang
dipecahkan. Seorang penulis hipnosis secara naif menerapkan prosedur yang sama
di mana ia meminta subjek untuk menolak trance demi upayanya untuk
mendemonstrasikan bahwa orang tidak bisa menolak sugesti hipnotik. Subjek
bersedia membuktikan bahwa mereka siap menerima sugesti untuk membuktikan
bahwa mereka tidak bisa trance. Studi itu membahas secara naif dari perilaku
subjek yang menuruti sugesti untuk tidak trance.
Perilaku apa pun yang dipertunjukkan oleh subjek mestinya diterima dan
dimanfaatkan untuk mengembangkan lebih lanjut perilaku responsif. Setiap upaya
untuk “mengoreksi” atau mengubah perilaku subjek, atau memaksa mereka untuk
melakukan hal-hal yang mereka tidak tertarik melakukannya, akan menjadi
penghambat induksi trance dan tentunya menghambat deep trance. Kenyataan
bahwa seseorang bersedia menjadi subjek hipnotik dan kemudian
mempertontonkan resistensi mengindikasikan sikap ambivalen yang, jika
dipahami, bisa dimanfaatkan untuk melayani baik tujuan subjek maupun hipnotis.
Pemahaman dan pemanfaatan perilaku ini bukan merupakan, sebagaimana saya
katakan, “teknik tak ortodoks,” didasarkan pada “intuisi klinis’. Hal itu
merupakan pengenalan simpel mengenai kondisi yang ada, yang didasarkan pada
penghargaan sepenuhnya kepada subjek sebagai pribadi yang menjalankan
fungsinya.

Mendasarkan Setiap Langkah Maju Induksi Trance pada


Pencapaian Aktual Subjek
Pencapaian-pencapaian ini bisa jadi karena situasi hipnotik, atau semuanya
itu adalah pengalaman subjek sehari-hari. Kesediaan menjadi subjek saja mungkin
adalah hasil dari pergulatan internal seseorang. Duduk nyaman di kursi dan tidak
mempedulikan gangguan eksternal adalah sebuah pencapaian. Tidak adanya
respons terhadap sugesti hand-levitation bukanlah sebuah kegagalan, karena

29
tangan yang tidak bergerak sama sekali itu pun suatu pencapaian. Kesediaan
untuk duduk diam selagi hipnotis bekerja keras menawarkan sejumlah sugesti,
yang tampaknya sia-sia, tetaplah sebuah pencapaian. Masing-masing dari itu
merupakan sebuah bentuk perilaku yang bisa ditegaskan sebagai keberhasilan
awal untuk menuju ke kondisi trance.
Sebagai contoh, seorang Doktor psikologi, yang sangat keras kepala dan
skeptis tentang hipnosis, menantang saya untuk “mencoba mengerahkan sedikit
kecakapanmu” terhadapnya di hadapan saksi mata yang akan membuktikan
kegagalan saya. Namun, perempuan itu menyatakan bahwa jika bisa dibuktikan
kepadanya bahwa ada yang namanya fenomena hipnosis, ia akan menyediakan
dirinya untuk studi apa pun yang mungkin saya rencanakan. Tantangan
perempuan itu dan persyaratannya saya terima. Janjinya untuk menjadi subjek,
jika bisa dipercaya, secara hati-hati dan sungguh-sungguh ditegaskan, karena itu
merupakan perilakunya dan bisa menjadi landasan untuk perilaku trancenya yang
akan datang. Selanjutnya, sebuah teknik sugesti diterapkan yang diyakini pasti
gagal, yang memang begitu. Maka subjek diberi perasaan sukses, tetapi
bercampur dengan penyesalan telah mempermalukan saya.
Penyesalan ini merupakan batu landasan untuk trence di masa datang.
Kemudian sebagai upaya yang tampaknya untuk menyelamatkan muka, saya
memulai pembicaraan tentang aktivitas ideomotor. Setelah beberapa waktu
sugesti tak-langsung mengarahkannya untuk bersedia bekerjasama dalam
eksperimen aktivitas idomotor. Perempuan itu menyatakan, “Jangan coba
meyakinkan saya bahwa aktivitas ideomotor adalah hipnosis, karena saya tahu itu
bukan.” Pernyataan ini saya tanggapi dengan menjelaskan bahwa aktivitas
ideomotor, tak diragukan lagi, bisa terjadi dalam hipnosis bahkan dalam cara
seperti ketika sadar. Maka batu landasan lain dihamparkan untuk aktivitas trance
mendatang. Hand levitation dipilih sebagai contoh ativitas ideomotor, dan
perempuan itu menerimanya, karena ia tidak tahu bahwa saya sering
menggunakan hand-levitation sebagai awal dari prosedur induksi trance.

30
Dengan cara seolah-olah sedang memberi penjelasan panjang lebar,
serangkaian sugesti hand levitation disampaikan. Ia merespons cepat dan riang.
Ini diikuti oleh sugesti bahwa, sebagai awalan untuk pekerjaan eksperimental,
alangkah baiknya jika ia sepenuhnya mengasyikkan diri dengan aspek-aspek
subjektif pengalamannya, dengan mengabaikan seluruh rangsangan eksternal
kecuali suara saya. Maka, landasan lain dihamparkan. Dalam 10 menit ia
mengembangkan trance somnambulistik. Setelah beberapa menit menyampaikan
sugesti yang membangkitkan berbagai respons ideomotornya, saya menyatakan
bahwa ia mungkin ingin mengakhiri dan kembali ke pembicaraan awal. Maka
saya mensugesti agar ia bangun dari trance. Ia setuju dan bangun dengan mudah,
dan saya segera menyambung diskusi awal. Segera trance kedua diinduksikan
dengan prosedur yang sama, diikuti dengan empat trance berikutnya dalam empat
jam.
Selama trance ketiga ia memunculkan fenomena katalepsi. Ini membuat dia
gelisah dan tertekan, tetapi sebelum ia bisa bangun, saya menenteramkan dengan
mengatakan bahwa fenomena itu sebagai “berhentinya aktivitas ideomotor”, dan
ini tidak hanya meyakinkannya tetapi merangsang minatnya lebih lanjut.
Dalam dua trance berikutnya ia bersedia menjalani pengalaman “fenomena
aktivitas ideomotor lainnya yang terkait.” Maka saya memintanya memandang
saksi mata dan kemudian mencatat bahwa, saat perhatiannya kepada orang lain
menyusut dan ia menjadi semakin asyik dengan perilaku ideomotor pada kedua
tangannya, ia akan berhenti melihat orang lain. Dalam cara ini ia diajari
mengembangkan halusinasi negatif dengan meluaskan ketertarikannya dari
aktivitas ideomotor ke penyingkiran perilaku orang lain. Dengan prosedur serupa
ia diajari halusinasi positif dengan memvisualkan secara jelas tangannya yang
terangkat dalam dua posisi berbeda sehingga ia tidak bisa membedakan tangannya
dari citraan visual yang dibuatnya. Ini berhasil, alasan yang tampaknya menarik
saya sampaikan bahwa, saat perhatiannya pada aktivitas ideomotor makin
menyusut, ia akan bergantian antara melihat dan tidak melihat, mendengar dan
tidak mendengar, kehadiran orang lain, bahwa ia bisa membuat gambaran

31
duplikat orang lain, dan bahwa ia bisa melupakan kehadiran orang lain dan
bahkan ide-ide tentang mereka atau benda-benda apa saja. Dengan begini, ia
diinduksi untuk mengalami banyak fenomena hipnosis.
Selanjutnya diikuti tugas yang lebih sulit, yakni menginformasikan
kepadanya bahwa ia terhipnotis. Ini berhasil melalui sugesti, dalam trance
keenam, bahwa ia mengingat perasaan-perasaannya “sepanjang demonstrasi
pertama tentang aktivitas ideomotor.” Saat ia melakukan itu, saya menunjukkan
bahwa keasyik-masyukannya mungkin bisa diperbandingkan dengan keadaan
serupa yang terjadi dalam hipnosis. Maju ke “demonstrasi kedua” sugesti
ditawarkan bahwa perilakunya nyaris mirip trance. Ia kemudian diminta untuk
memvisualkan dirinya sendiri saat ia harus muncul dalam “demonstrasi ketiga”.
Saat ia melakukan itu, ia diminta untuk mengomentari perilaku kataleptiknya,
mengembangkan bunyi-bunyian imajiner tentang apa yang dikatakan kepadanya,
dan untuk memperhatikan respons-respons yang dibuat. Pada waktu ini hipnosis
dinyatakan sebagai kemungkinan tertentu, dan saya memuji kemampuannya
mengembangkan gambaran dalam benak, visual dan auditoris, yang
memungkinkan baginya untuk melihat sedemikian jelas perilakunya. Segera ia
saya minta untuk mempertimbangkan peristiwa keempat. Saat ia melakukannya,
ia ditanya secara ragu-ragu apakah, dalam demonstrasi itu, ia tidak benar-benar
trance. Diyakinkan bahwa ai bisa memahami secara bebas, nyaman, dan dengan
rasa senang karena sejumlah pencapaian, ia menyatakan, “Jadi aku pasti benar-
benar trance sekarang.” Saya setuju dan secepatnya mengingatkannya pada tiap-
tiap sukses yang ia dapatkan dan betapa menakjubkan ia telah bisa memanfaatkan
aktivitas ideomotornya untuk meluaskan lapangan pengalaman personalnya. Ia
selanjutnya diminta untuk merenungi seluruh kejadian sepanjang petang dan
membari saran kepada saya yang ingin ia sampaikan.
Setelah merenung ia meminta saya untuk tidak menceritakan kepadanya,
setelah ia dibangunkan nanti, bahwa ia telah dihipnotis, tetapi agar saya sudi
memberinya waktu untuk menata ulang sikap umumnya terhadap hipnosis dan

32
terhadap saya sebagai salah satu eksponen hipnosis, dan waktu untuk
menggunakan kesalahan pada pemikiranya semula.
Saya setuju, dan kepadanya saya menyampaikan bahwa ia akan dibangunkan
dengan amnesia terhadap pengalaman trance-nya dan dengan perasaan senang
bahwa kami berdua punya ketertarikan pada fenomena ideomotor. Selanjutnya
saya mensugesti bahwa pikiran bawah sadarnya akan sangat senang untuk
menyembunyikan dari pikiran sadarnya fakta bahwa ia sudah dihipnotis, dan
bahwa rahasia ini bisa disampaikan oleh bawah sadarnya kepada saya. Ia diberi
tahu bahwa pikiran bawah sadarnya sanggup dan akan begitu mengatur pikiran
sadarya sehingga ia bisa mempelajari tentang hipnosis dan pengalaman
hipnotiknya dengan cara yang memuaskan dan informatif baginya sebagai
individu. Dengan sugesti post-hipnotik ini subjek tetap diberi pelatihan hipnotik
lebih lanjut tentang dungsi independen pikiran bawah sadar dan pikiran sadar,
perkembangan amnesia hipnotik, pelaksanaan sugesti post-hipnotik. Sebagai
tambahan, ia diberi tahu bahwa pada tingkat trance terdalam, ia sebagai pribadi,
benar-benar terlindungi, bahwa ia sendirilah, dan bukan hipnotis, yang
menentukan dalam induksi trance, dan pemanfaatan salah satu proses perilaku
dapat dibikin sebagai landasan untuk pengembangan bentuk serupa namun lebih
kompleks.
Hasilnya sangat menark. Dua hari kemudian subjek meminta maaf atas
“skeptisimenya yang sembrono” tentang hipnosis dan penghinaannya yang “tanpa
bukti” pada pekerjaan saya. Ia menambahkan bahwa ia sangat senang oleh
kebutuhannya utnuk minta maaf.. Beberapa hari kemudian ia menyediakan diri
sebagai subjek, menyatakan bahwa ia sekarang sungguh tertarik dan akan senang
berpartisipasi dalam studi-studi investigatif dalam hipnosis. Ia membuktikan diri
sebagai subek yang sangat produktif dalam periode setahun.
Contoh panjang ini menggambarkan banyaknya hal yang penting untuk
dipertimbangkan dalam induksi deep trance. Hal kecil seperti “pemahaman
rahasia” antara pikiran bawah sadar subjek dan hipnotis telah berulang kali
terbukti efektif sebagai alat untuk mewujudkan deep trance pada subjek-subjek

33
yang resisten. Berkat hal ini mereka bisa menyadari dan mengekspresikan secara
bebas dan aman resistensi mereka. Pada saat yang sama mereka bisa memiliki
perasaan mendalam bahwa mereka bekerjasama secara penuh, aman, dan efektif.
Kepuasannya karena itu terletak pada fakta bahwa subjek memiliki dorongan
untuk melanjutkan pencapaian yang berhasil, dan resistensi aktif segera hilang,
terselesaikan, atau dimanfaatkan secara konstruktif.
Singkatnya, apa pun perilaku yang dimunculkan oleh subjek, itu semestinya
diterima dan dipandang sebagai sumber potensial untuk mencapai keberhasilan.
Penerimaan atas kebutuhannya agar saya gagal membawa ke aktivitas ideomotor.
Ini dengan cepat menghasilkan banyak fenomena hipnotik yang didasarkan secara
langsung atau tidak langsung pada respons ideomotor dan meningkat dalam
keberhasilan yang menyenangakn baik bagi subjek maupun hipnotis. Sekiranya
hipnotis berupaya keras dengan teknik yang kaku untuk menundukkan subjek,
yang terjadi pastilah kegagalan, sebab perkembangan ke arah trance bukanlah
untuk membuktikan kecakapan hipnotis, melainkan untuk mewujudkan
pengalaman bernilai dan pemahaman subjek.
Banyak materi di atas yang merupakan pemaparan dari prosedur utama yang
diterapkan untuk mewujudkan deep trance. Beberapa prosedur hipnotik yang
biasanya berhasil sekarang akan disarikan. Saya tidak mungkin menjelaskan
secara sangat rinci karena keterbatasan halaman dan karena perubahan konstan
dari satu orientasi ke orientasi lain yang mereka persyaratkan.

Teknik Kebingungan (THE CONFUSION TECHNIQUE)


Salah satu prosedur spesial dalam hipnosis mungkin adalah Teknik
Kebingungan. Ia digunakan secara luas untuk menginduksi fenomena spesifik dan
juga deep trance. Biasanya ia bekerja sempurna pada subjek intelek yang tertarik
pada proses hipnotik, atau dengan mereka yang secara sadar tidak ingin memasuki
trance.
Pada intinya ini tidak lain adalah penyampaian serangkaian sugesti yang
saling bertentangan, yang tentu saja berbeda-beda pada setiap individu. Misalnya,

34
dalam memproduksi hand levitation, sugesti disampaikan agar subjek
mengangkat tangan kanan, dan pada saat yang sama tangan kiri disugesti tidak
bergerak. Selanjutnya, subjek akan segera menyadari bahwa hipnotis melakukan
kekeliruan ketika ia mensugesti agar tangan kiri terangkat dan tangan kanan tidak
bergerak. Saat subjek memaklumi bahwa hipnotis mungkin sedikit selip, dan
menganggapnya hanya kekeliruan kecil yang tidak disengaja, hipnotis mensugesti
agar kedua tangan tidak bergerak, bersamaan dengan sugesti untuk mengangkat
satu tangan dan menekankan tangan lain ke bawah. Ini diikuti lagi dengan sugesti
paling awal yang disampaikan oleh sang hipnotis..
Terkondisi oleh respons awalnya yang kooperatifnya terhadap kekeliruan
hipnotis, maka saat subjek mencoba mengabaikan sedikit kebingungannya, ia
akan mendapati dirinya terperangkap dalam beberapa kemungkinan respons yang
saling bertentangan. Pada saat itulah sugesti positif apa pun akan diterima oleh
subjek sebagai sugesti yang melegakan dan membebaskan diri dari situasi yang
membingungkannya. Pada akhirnya ia menemukan sesuatu yang bisa dipegang
dan direspons secara cepat dan itu memberinya perasaan tenteram.
Atau, ketika berhasil menginduksi levitation, secara sistematis sang hipnotis
bisa membangun situasi kebingungan dengan, misalnya, tangan mana yang
bergerak, yang lebih cepat atau tersendat, yang akan bergerak dengan sentakan-
sentakan, dan yang akan terus bergerak dan kebingungan arah. Situasi akan terus
berkembang seperti itu sampai subjek terbebas dari kebingungan dan
mengembangkan penerimaan penuh pada sugesti yang sangat diharapkan.
Dalam menginduksi amnesia dengan meregresi subjek ke masa lalu, “teknik
kebingungan” sangatlah efektif dan bermanfaat. Kita bisa menggunakan teknik ini
dengan memanfaatkan pengalaman keseharian yang diakrabi oleh setiap orang.
Untuk membawa subjek ke waktu lampau, kita bisa memulainya dengan sugesti
melalui percakapan ringan tentang betapa mudahnya orang kadang-kadang
menjadi kacau tentang hari apa sekarang, untuk lupa apakah pertemuan
dijadwalkan besok dan bukan kemarin, dan mengisi tanggal dengan
mencantumkan tahun lalu dan bukan tahun ini. Saat subjek mengaitkan sugesti-

35
sugesti ini dengan pengalaman nyatanya di waktu lalu, kita bisa menyusulkan
pernyataan seperti: Meskipun sekarang hari Selasa, orang bisa berpikir bahwa
sekarang hari Kamis, tetapi kalaupun sekarang adalah Rabu dan tidak penting
juga apakah sekarang Rabu atau Senin, orang bisa mengingat dengan sangat jelas
pengalaman pekan lalu di hari Senin, yang merupakan pengulangan dari
pengalaman yang terjadi Rabu sebelumnya. Ini, pada gilirannya, mengingatkan
seseorang pada sebuah peristiwa yang terjadi di hari ulang tahun subjek di tahun
1948, dan saat itu ia hanya bisa berspekulasi tetapi tidak tahu sama sekali
mengenai apa yang akan terjadi pada ulang tahunnya di tahun 1949 dan, tentu
saja, apa yang akan terjadi pada ulang tahunnya di tahun 1950, karena semua itu
belum terjadi. Lebih lanjut, karena kesemuanya itu tidak terjadi, maka tidak ada
ingatan apa pun dalam pikirannya di tahun 1948.
Saat subjek menerima sugesti-sugesti ini, ia bisa mengenali makna penting
dari sugesti-sugesti tersebut. Namun, demi mempertahankan pemahamannya, ia
terdorong untuk mencoba berpikir dalam situasi ulang tahun di tahun 1948, dan
untuk bisa melakukan itu, ia harus mengabaikan tahun 1949 dan 1950.
Singkatnya, subjek mulai mengarahkan pikirannya ketika ia mengikuti
serangkaian sugesti yang menyatakan bahwa orang bisa mengingat sesuatu dan
melupakan yang lain; bahwa orang sering melupakan hal-hal yang bisa mereka
ingat tetapi mereka tidak ingin mengingatnya; bahwa kenangan tertentu dari masa
kanak-kanak seringkali lebih jelas ketimbang kenangan dari tahun 1947, 1946,
1945; bahwa sesungguhnya setiap hari mereka melupakan hal-hal yang terjadi
tahun ini, dan juga tahun lalu, atau tahun 1945 atau 1944, dan bahkan lebih
lampau lagi yakni tahun 1942, 41, dan 40. Sementara pada tahun 1935, hanya hal-
hal tertentu yang bisa diingat jelas di tahun itu, namun, seiring waktu, hal-hal itu
menjadi terlupakan.
Sugesti ini juga dikenali sebagai ujaran yang mengandung pengertian yang
bisa diterima, dan setiap upaya subjek untuk memahaminya akan membuatnya
semakin bisa menerima sugesti-sugesti itu. Sebagai tambahan, hipnotis bisa
menawarkan sugesti tentang amnesia, dengan penekanan pada kenangan yang

36
berasal dari masa kanak-kanak, dan proses reorientasi pada usia lebih dini mulai
dibangkitkan.
Sugesti-sugesti ini mula-mula tidak diberikan dalam bentuk perintah atau
instruksi tetapi sebagai pernyataan yang menantang pikiran. Saat subjek mulai
merespons, pelan-pelan kita mensugesti subjek untuk mengingat sejelas-jelasnya
serangkaian pengalaman dari tahun 1935 atau 1930. Ketika ini berhasil, subjek
disodori sugesti untuk melupakan pengalaman tertentu yang baru akan terjadi di
waktu nanti. Sugesti diberikan langsung, namun dengan hati-hati dan tidak
terdeteksi, dan subjek disugesti untuk segera “melupakan banyak hal,
sebagaimana yang terjadi secara alami pada setiap orang, ya banyak hal dari masa
lalu, spekulasi tentang masa depan, selain melupakan pikiran-pikiran, perasaan,
dan kejadian yang tidak penting. Hal-hal yang terjadi saat ini, itulah yang ada dan
bermakna.” Dengan demikian, gagasan awal sudah disugestikan, dan itu
diperlukan oleh subjek tetapi mensyaratkan jenis respons tertentu.
Sugesti-sugesti berikutnya ditawarkan secara tegas, dengan meningkatnya
intensitas, bahwa kejadian-kejadian tertentu dari tahun 1930 akan diingat sangat
jelas sehingga subjek mendapati dirinya mengalami masa pertumbuhan, yakni
sesuatu yang belum sepenuhnya lengkap. Misalnya, subjek terbawa ke peristiwa
ulang tahunnya yang ke-6 dan ia merespons dengan mengalami dirinya duduk di
meja dengan gelisah menunggu apakah ibunya akan menghadiahinya beberapa
potong hot dog. Seorang Doktor yang menjadi subjek saya menunjukkan bahwa ia
terbawa ke masa kanak-kanaknya dan merespons dengan mengalami kembali
peristiwa ia duduk di ruang kelas menunggu tugas sekolah.
Di sinilah kesalahan besar sering dibuat oleh sejumlah hipnotis. Ada asumsi
ceroboh bahwa subjek, saat terbawa ke masa lalunya dalam sesi hipnotik, bisa
melakukan percakapan dengan hipnotis, orang yang secara harfiah tidak pernah
ada dalam masa itu. Namun, dengan pemahaman yang lebih kritis, hipnotis bisa
melakukan transformasi identitas yang diperlukan agar kehadirannya tepat dalam
konteks situasi itu. Seorang doktor perempuan mengalami kembali pengalaman di
ruang kelas, dan itu adalah saat di mana saya tidak ada dalam pengalamannya (ia

37
baru berjumpa dengan saya lebih dari lima belas tahun kemudian). Karena
kehadiran saya di ruang kelas saat itu adalah sebuah anakronisme, yang akan
membuyarkan seluruh reorientasi, maka secara spontan ia mengubah saya
menjadi gurunya. Dengan menanggapinya dalam cara yang tepat sesuai konteks
waktu itu, dalam situasi ruang kelas, dan sebagai Miss Brown, situasi kemudian
menjadi valid, dan masa lalu benar-benar hadir kembali.
Mungkin contoh paling absud dari kecerobohan dalam hal ini adalah yang
kita baca pada laporan panjang lebar oleh seorang psikiater mengenai
percobaannya membawa subjek kembali ke masa lalunya di dalam kandungan, di
mana ia mendapatkan cerita subjektif tentang pengalaman subjek sebagai janin.
Psikiater itu mengabaikan kenyataan bahwa janin dalam kandungan tidak bisa
bicara maupun memahami ujaran. Ia tidak memahami bahwa temuannya itu pada
dasarnya adalah hasil upaya subjek untuk menyenangkan hipnotis yang ceroboh
dan kurang berpikir.
Sudah semestinya hipnotis menyesuaikan kehadirannya ketika subjek
mengalami regresi demi mendapatkan hasil yang valid, dan itu bisa dengan
mudah dilakukan. Pasien dalam sesi terapi saya mengalami regresi ke usia 4
tahun. Informasi yang saya dapatkan tentang pasien itu adalah, di masa itu, ia
terpesona pada jam emas milik tetangganya, dan itu pengalaman yang ia lupakan.
Dalam meregresi subjek tersebut, saat ia masuk ke usia 4 tahun, saya
memperkenalkan jam emas saya secara visual dan tanpa sugesti. Pemahaman saya
terhadap tetangganya secara spontan segera ia terima.
Transformasi sang hipnotis ke sosok orang lain tidaklah aneh dalam kaitan
dengan regresi. Berkali-kali, dalam menginduksi deep trance pada subjek baru,
saya menemui kesulitan sampai saya memahami bahwa, sebagai Dr. Erickson,
saya hanyalah orang asing yang tak ada relevansinya dengan pengalaman subjek
dan bahwa perkembangan deep trance sepenuhnya berlangsung seiring dengan
penerimaan subjek terhadap transformasi identitas saya ke sosok lain. Maka
seorang subjek yang mengharapkan anestesia hipnotik untuk persalinan secara
konsisten mengidentifikasi saya sebagai bekas dosen psikologinya, dan barulah

38
menjelang persalinan saya bisa memahami identitas bekas dosennya. Tanpa
pemahaman itu, subjek akan gagal untuk sungguh-sungguh menerima situasi. Dan
kegagalan itu akan menghasilkan penolakan besar terhadap perkembangan deep
trance dan pelatihan anestesia.
Dalam menginduksi trance dan menghasilkan respons yang valid, hal yang
harus betul-betul dipertimbangkan oleh seorang hipnotis, baik pemula maupun
berpengalaman, adalah pengenalan subjek terhadap dirinya sebagai pribadi,
pemenuhan subjek akan kebutuhannya, dan kepahaman subjek akan berfungsinya
pola bawah sadarnya. Itu tanggung jawab sang hipnotis. Ia harus membuat
semuanya selaras dengan situasi hipnotik sedang dikembangkan oleh subjek.

THE REHEARSAL TECHNIQUE


Jenis lain induksi deep trance mungkin disebut teknik pengulangan (rehearsal
technique). Ini bisa dan sesring digunakan untuk deep hypnosis dan untuk
membangkitkan fenomena individual. Ia bisa menggunakan banyak cara baik
dalam hipnosis ekperimental maupun terapetik, terutama yang terakhir. Ia terdiri
atas beberapa bentuk perilaku yang tampaknya menjanjikan manfaat baik dan
meminta subjek melatihnya berulang-ulang dan kemudian mengulanginya dalam
keseharian.
Maka subjek yang hanya membuat respons kecil terhadap hipnosis tetapi
tampaknya potensial sebagai subjek yang baik mungkin gagal merespons sugesti
penulisan otomatis (automatic writing). Respons sebagian dan tidak pasti inibisa
dianggap sebagai contoh dari keberhasilan nyata. Kemudian serangkaian sugesti
diberikan, yang membawa subjek untuk melatih secara mental apa yang harus
dilakukan untuk meraih sukses tertentu itu. kemudian mereka diminta untuk
latihan secara mental bagaimana itu bisa dilakukan pada kertas kosong, pada
kertas bergaris, dengan pena, pensil, atau crayon. Selanjutnya subjek diminta
untuk melakukan apa yang sudah ia latih secara mental dalam berbagai
kemungkinan dengan peralatan. Ini bisa diikuti dengan latihan dan pengulangan
selanjutnya, yang memperkenalkan variabel-variabel baru berupa kertas khayalan

39
dan alat-alat tulis dan huruf-huruf, kata-kata, dan kalimat-kalimat baru. Saat
prosedur ini diikuti, subjek secara bertahap mengembangkan trance yang semakin
dalam, terutama jika latihan dan pengulangan diterapkan pada bentuk lain
perilaku hipnotik.
Kadang teknik ini bisa diterapkan dalam cara yang sama sekali berbeda.
Misalnya, di depan para mahasiswa kedokteran, saya menjalankan prosedur
amnesia pada subjek relawan yang berharap untuk memasuki trance dan sekaligus
ingin mengecewakan saya. Mahasiswa ini menyampaikan pendapat bahwa ia
sangsi apakah ia bisa mengembangkan amnesia, dan menyatakan bahwa ia sendiri
akan menyodorkan sendiri bukti amnesia, katakanlah pencopotan sepatu
kanannya. Jika ini terjadi, katanya, itu akan membuktikan kepadanya bahwa ia
bisa mengembangkan amnesia.
Ia bisa memasuki trance dengan baik, dan serangkaian instruksi diberikan
kepadanya, secara tegas dan berulang-ulang, bahwa ia melakukan beberapa
tindakan seperti meminta rokok pada salah seorang mahasiswa, meminjam
kacamata, dan sebagainya. Ia juga diberi perintah berulang-ulang untuk
melupakan masing-masing tugas simpel itu. Diselipakan secara tidak kentara ke
dalam sugesti-sugesti itu adalah pernyataan bahwa, setelah dibangunkan,
sementara berdiskusi dengan seisi kelas tentang kehadiran atau ketidakhadiran
amnesia atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya, ia akan melintasi ruangan,
menulis sebuah kalimat di papan tulis, dan membuat tanda tangan, dan terus
melanjutkan diskusi.
Ketika dibangunkan, ia menyatakan bahwa ia ingat apa saja yang dikatakan
kepadanya dan itu yang akan dia lakukan. Pernyataannya ditantang, di mana ia
dengan jengkel menceritakan tugas-tugasnya dan menjalankan semuanya. Tanpa
menghentikan kejengkelannya, ia menulis kalimat dan membubuhkan tanda
tangannya. Setelah ia kembali ke tempat duduknya, perhatiannya terarah ke
tulisan yang ia akui, menegaskan bahwa narasinya membuktikan ingatannya, dan
ia menjulurkan kaki kanannya dengan sepatu yang membuktikan secara jelas
bahwa ia tidak mengalami amnesia. Ia kemudian melanjutkan ucapannya, sambil

40
secara linglung melepas sepatunya. Ini tidak ia sadari sampai seisi kelas diminta
keluar. Ketika memperhatikan sekeliling, ia mengetahui bahwa ia
mengembangkan amnesia dengan tidak mengetahui apa yang terjadi. Para
mahasiswa diminta masuk kelas lagi, dan ia diminta menulis ulang kalimatnya.
Saat ia melakukannya, beberapa sugesti segera membuatnya trance, dan ia
mendemonstrasikan berbagai tindakan yang tidak lazim dalam keseharian.
Maka kepadanya diberikan perintah-perintah panjang dan berulang-ulang
yang tampaknya membuat dia amnesia, tetapi pada kenyataannya ia terus-
menerus berhasil memenuhi kebutuhan pribadinya. Karena itu kegagalan-
kegagalannya merupakan bentuk nyata keberhasilannya, yang bisa benar-benar
membawanya ke keberhasilan-keberhasilan berikutnya, yakni pengembangan
amnesia. Penyisipan yang tidak kentara dalam sugesti menulis membuatnya
terjauhkan dari sugesti-sugesti lain yang lebih penting. Kemudian, saat ia
mencapai keberhasilannya untuk tidak amnesia, pola respons dilengkapi oleh
keberhasilan yang lebih besar dengan membuktikan tidak adanya amnesia, dengan
memamerkan sepatu kanannya. Namun, hal ini tidak memuaskan hasratnya untuk
terus mendapatkan keberhasilan lebih banyak lagi, yakni demonstrasi amnesianya
dengan melepas sepatu, satu hal yang ia pilih sendiri. Ini ia dapatkan dengan
amnesia ganda pada tulisan dan pencopotan sepatu, sebuah sukses lebih besar
ketimbang yang ia harapkan. Kemudian, saat ia mengulangi penulisan, ia
mendapati dirinya kembali ke situasi yang membuatnya sangat puas bisa
menyelesaikannya. Situasi ini membawanya deep trance secara mudah berkat
prosedur latihan atau pengulangan.
Bentuk lain dari teknik ini terbukti bermanfaat juga untuk menginduksi deep
trance dan dalam studi motivasi, asosiasi gagasan, regresi, analisa simbol, represi,
dan pengembangan wawasan. Ia terbukti sebagai prosedur terapetik yang sangat
efektif dan dan terutama dengan meminta subjek dalam keadaan trance
mengulang-ulang sebuah mimpi, atau, yang kurang dianjurkan, sebuah fantasi,
secara konstan dalam bentuk tersamar yang berbeda-beda. Yakni, subjek
mengulangi mimpi spontan atau mimpi yang diinduksikan dengan orang-orang

41
yang berbeda, mungkin dalam latar belakang yang berbeda, tetapi dengan makna
yang sama. Setelah mimpi yang kedua, instruksi yang sama diberikan lagi, dan ini
berlanjut sampai tujuan-tujuan yang dilayani terpenuhi. Sebagai ilustrasi, seorang
pasien lelaki menceritakan mimpi spontan yang dialaminya pada malam
sebelumnya: “Aku sendirian di tengah lapangan rumput. Ada cekungan dan
gundukan di lapangan itu. Aku merasa hangat dan nyaman. Aku sangat
menginginkan sesuatu—entah apa itu. Tetapi aku takut—lumpuh oleh rasa takut.
Aku ngeri. Aku bangun gemetar.” Diulangi lagi, mimpi itu adalah: “Aku berjalan
di lembah kecil. Aku mencari sesuatu yang harus kutemukan, tetapi aku tidak
menginginkannya. Aku tidak tahu apa yang kucari, tetapi aku tahu sesuatu
memaksaku untuk mencarinya, dan aku takut pada apa yang kucari itu, apa pun
itu. Kemudian aku tiba di tepi lembah yang berpagar tembok dan di sana ada
sebatang arus air yang mengalir dari bawah semak-semak lebat. Semak-semak itu
penuh duri tajam. Ia beracun. Ada sesuatu yang mendorongku mendekat, dan aku
menjadi lebih kecil dan kian mengecil dan aku masih merasa takut.”
Pengulangan selanjutnya adalah: “Ini tampaknya berhubungan dengan
sebagian mimpi terakhir. Saat itu musim semi, dan ada batang-batang kayu di
sungai dan semua penebang pohon dan semua lelaki ada di sana. Setiap orang
memiliki satu batang, aku juga. Semua orang lain memiliki batang kayu keras,
tetapi milikku, ketika aku melihatnya, hanyalah tongkat kecil yang lapuk. Aku
berharap tidak seorang pun memperhatikannya dan aku mengakui yang lainnya,
tetapi ketika aku mendapatkannya, itu hanya tongkat kecil seperti sebelumnya.”
Diulangi lagi: “Aku berada di perahu memancing. Setiap orang memancing.
Setiap orang lain mendapatkan ikan besar. Aku memancing dan terus memancing
dan yang kudapatkan hanya ikan kecil yang lemah. Aku tidak menginginkannya,
tetapi aku harus mempertahankannya. Aku merasa sangat tertekan.”
Lagi: “Aku pergi memancing lagi. Ada banyak ikan besar melompat-lompat
di perairan itu, tetapi tangkapanku hanyalah ikan kecil mengenaskan yang akan
terlepas lagi dari mata kailku dan mengapung mati di air. Tetapi aku harus
mendapatkan ikan, maka aku terus memancing dan mendapatkan satu yang

42
tampaknya masih hidup. Maka aku menaruhnya di kantung goni sebab aku tahu
setiap orang akan menaruh ikan mereka di kantung goni. Setiap orang melakukan
itu, dan kantung goni mereka selalu penuh ikan. Tetapi ikanku hilang di kantung
goni, dan kemudian aku melihat kantung goniku sudah benar-benar lapuk dan
berlubang, dan dari sana keluar lumpur dan kotoran, dan ikanku meloncat keluar
dan jatuh ke lumpur, perutnya kembung, dan mati. Dan aku melihat sekeliling dan
aku berada di lapangan rumput yang kuceritakan padamu, dan kantung goni itu
berada di bawah semak berduri dan ikanku yang mengenaskan meloncat ke arus
air yang sudah pernah kuceritakan kepadamu, dan ia tampak seperti tongkat kayu
yang sudah lapuk.”
Serangkaian pengulangan akhirnya menghasilkan berbagai amnesia dan
bloking dan pengakuannya bahwa, pada masa pubertas, dalam keadaan sangat
miskin, ia harus merawat ibunya, yang menolaknya sama sekali sejak ia bayi dan
meninggal karena kanker pada alat kelaminnya. Tambahan lagi, ia bilang untuk
pertama kalinya ia merasa sangat inferior yang disebabkan oleh batang penisnya
kurang bisa tumbuh, kecenderungan homoseksualnya, dan perasaannya bahwa
yang melindunginya dari homoseksualitas adalah “tekanan yang mengerikan dan
paksaan dari masyarakat yang mendorongmu menjadi heteroseksual.”
Contoh ini menggambarkan secara jelas proses-proses bawah sadar: mimpi-
mimpi berikutnya semakin mudah diinstruksikan dan semakin mudah
membangkitkan trance, pada saat yang sama mimpi-mimpi itu semakin
memberinya kebebasan dalam berpikir dan dalam menggunakan simbolisme yang
sedikit muskil.
Patut diingat bahwa jika kita menggunakan prosedur ini untuk hipnosis
eksperimental atau demonstrasi, sebisa mungkin kita menawarkan kepada subjek
mimpi yang melibatkan karakter-karakter menyenangkan. Alternatifnya, kita bisa
saja melakukan penanaman masalah-masalah artifisial, yang dengan demikian
membatasi berkembangnya emosi yang tidak menyenangkan. Namun, jika anda
memilih yang kedua, pekerjaan harus dihentikan jika hipnotis cenderung tidak
punya kemampuan menangani situasi. Jika tidak, luapan kekacauan emosi dan

43
represi aktif mungkin menyebabkan lenyapnya kepercayaan subjek pada hipnotis
dan juga akan menghasilkan tekanan emosional pada subjek.
Variasi lain dari metode pengulangan ini adalah meminta subjek
menggambarkan dirinya sendiri mengerjakan tugas-tugas hipnotik dan kemudian
menambahkan unsur-unsur auditoris dan kinestetik, dan sebagainya. Misalnya,
seorang pasien neurotik mempunyai kesulitan mengembangkan dan
mempertahankan deep trance. Dengan memintanya secara mental melakukan
latihan untuk beberapa kejadian baik dalam sesi penggalian maupun terapetik dan
kemudian membayangkan sejelas mungkin pengalaman-pengalaman tersebut
pada setiap kesempatan, itu sangat memungkinkan untuk membangkitkan dan
mempertahankan deep trance yang memuaskan. Dengan memberinya
“pengantar”, perempuan itu bisa mengembangkan dan mempertahankan trance
sedalam-dalamnya. Setelah mengeksplorasi penyebab-penyebab yang melandasi
masalahnya, langkah berikutnya dalam terapi adalah menguraikan serinci
mungkin, dengan bantuannya, aktivitas apa saja yang akan ia lakukan untuk
membebaskan dirinya dari masa lalu yang telah mendorong terbentuknya pola
perilaku sehari-harinya. Kemudian ia dibawa ke waktu tiga bulan ke depan dan
karena itu bisa disodori cerita yang “mengingatkannya” pada terapi yang
dijalaninya dengan sukses. Kepadanya saya menyampaikan sangat rinci hal-hal
baru yang berlimpah yang bisa dimasukkan ke dalamm prosedur terapetik
terakhir.
Prosedur itu bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi pada gadis ini, yang
sangat kompeten sebagai subjek, terutama di hadapan banyak orang. Maka tidak
mungkin membuatnya trance mendalam atau menginduksinya dalam kesempatan
privat. Dengan memintanya membayangkan sesi itu sebagai sebuah demonstrasi
di depan khalayak di waktu mendatang dan kemudian membawanya ke tanggal
beberapa minggu ke depan, ia bisa melihat fantasinya sebagai keberhasilan nyata
di masa lalu, yang sangat memuaskannya. Segera ia diminta untuk ‘mengulangi”
demonstrasinya di depan sekelompok mahasiswa, yang ia inginkan dan dengan

44
sukses ia kerjakan. Ia tidak lagi mengalami kesulitan bahkan setelah diberi tahu
bahwa saya telah melakukan manipulasi terhadapnya.
Subjek direorientasi dari masa kini ke masa depan, dan diminta mengingat
sesi hipnotik yang berlangsung sukses. Prosedur ini bisa dilakukan dan meminta
subjek untuk “mengingat” keberhasilan sesi hipnotik akan memudahkannya
memasuki deep trance. Dalam terapi, dan juga dalam ekperimen, saya mendapati
prosedur ini sangat efektif, karena ia memungkinkan elaborasi pekerjaan hipnotik
berlangsung dengan persetujuan subjek, yang sesuai dengan kebutuhan dan
kapabilitas bawah sadar. Ia sering memudahkan koreksi kesalahan dan kekhilafan
sebelum itu semua diwujudkan, dan ia memberikan pemahaman tentang
bagaimana mengembangkan teknik yang tepat. Subjek yang ditangani dengan
cara ini sering bisa memberikan sumbangan besar dalam merencanakan prosedur
dn teknik yang tepat dalam eksperimen dan terapi.

Teknik Disosiasi Ganda


Teknik lain yang sering saya lakukan untuk menginduksi deep trance, atau
menggunakannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat kompleks, adalah
induksi halusinasi visual ganda di mana sejumlah hal berbeda tetapi berkaitan
divisualkan. (Banyak subjek bisa diajari “menatap kristal’ dalam trance ringan.)
Satu pasien, yang sangat stres dan putus asa, terpaku ketika menerima sugesti
untuk membayangkan dirinya dalam bola kristal sedang mengalami kejadian
membahagiakan di masa kecilnya, yang sudah ia lupakan, yang kontras dengan
suasana murungnya sekarang. Memanfaatkan respons masokhistiknya terhadap
kejadian ini, bola kristal kedua disugestikan di mana ia bisa meliha, secara
bersamaan dengan yang pertama, sebuah kejadian yang berlangsung di umur yang
lain. Total ada dua belas bola kristal khayalan yang di dalamnya ia bisa melihat
pengalaman masa lalunya yang berbeda-beda.
Prosedur ini tidak terbatas untuk menginduksi perilaku halusinatif. Seorang
musisi, yang tidak responsif terhadap hipnotik langsung, diinduksi untuk
mengingat pengalaman ketika pikirannya tercerap ke dalam alunan musik.” Ini

45
dilanjutkan dengan sugesti untuk mencari pengalaman-pengalamann lain yang
serupa. Segera ia tercerap dalam upayanya untuk mengingat kenangan yang ia
lupakan dan alunan musik menjadi bantuan kinestetik yang memudahkan
pengembangan deep trance. Dengan kata lain, fenomena disosiasi, apakah itu
spontan atau melalui induksi, bisa digunakan dalam cara pengulangan untuk
membangun momentum psikologis yang subjek mudah dan siap mencapainya.

Teknik Post-Hipnotik (POST-HYPNOTIC TECHNIQUES)


Dalam makalah bersama E.M. Erickson, saya menulis tentang trance spontan
yang berkembang sehubungan dengan eksekusi tugas-tugas post-hipnotik. Dalam
menginduksi hipnosis, ringan atau mendalam, seorang hipnotis bisa secara
tersamar memperkenalkan beberapa bentuk sugesti post-hipnotik yang
memungkinkan terjadinya trance spontan. Trance ini bisa dimanfaatkan sebagai
pintu masuk untuk mengembangkan trance baru. Tidak semua subjek responsif
terhadap prosedur ini, tetapi ia sering bermanfaat.
Kadang subjek yang hanya mengalami trance ringan bisa diberi sugesti post-
hipnotik simpel, saat mereka mengembangkan trance spontan dalam
mengeksekusi tindakan post-hipnotik, sugesti bisa diberikan untuk
memperdalamnya. Prosedur ini bisa diulangsi, dan trance ketiga, yang lebih
dalam, bisa dihasilkan, sampai pengulangan yang memadai bisa menghasilkan
deep trance.
Tentang sugesti post-hipnotik yang tidak kentara, saya kadang melakukan
seperti ini: “Setiap kali aku memegang pergelangan tanganmu dn menggerakkan
tanganmu dengan lembut seperti itu (mendemonstrasikannya), itu adalah pertanda
bagimu untuk melakukan sesuatu—mungkin untuk menggerakkan tanganmu yang
satunya, mungkin untuk menganggukkan kepala, mungkin untuk tidur lebih
nyenyak, tetapi setiap kali kau menerima isyarat ini, kau menjadi siap
menjalankan tugasmu.” Diulangi beberapa kali dalam trance pertama, subjek,
dalam pemikirannya saat itu, menerapkan sugesti hanya untuk sesi trance
tersebut. Namun, seminggu kemudian, dalam seting yang tepat, pengulangan

46
isyarat bisa menghasilkan induksi hipnosis secara cepat. Metode ini telah sering
digunakan untuk mempersingkat waktu induksi.
Sementara tindakan post-hipnotik yang harus dieksekusi subjek, yakni
tindakan simpel dan ringan akan lebih baik ketimbang tugas yang jelas-jelas
menantang perhatian: memandang hipnotis menyalakan rokok, memperhatikan
apakah geretan yang dilemparkan ke wastafel jatuh tepat di sana, atau
memperhatikan bahwa buku di meja berada dua inci dari tepi meja, semuanya
jauh lebih baik ketimbang meminta subjek bertepuk tangan ketika kata “pensil”
disebutkan. Semakin enteng tugas hipnotik bisa dijalankan, semakin mudah bagi
subjek untuk beradaptasi. Hal-hal yang ringan dikerjakan akan memudahkan
pemanfaatan perkembangan perilaku ke arah situasi hipnotik total.
Dalam mempersiapkan makalah ini, tujuan saya bukanlah untuk menguraikan
teknik-teknik hipnosis yang spesifik atau eksak. Tulisan ini hanya ingin
menunjukkan bahwa hipnosis mestinya diniatkan untuk menghasilkan situasi di
mana hubungan antarpribadi dan hal-hal yang berkaitan dengan emosi seseorang
dikembangkan secara konstruktif untuk melayani tujuan hipnotis maupun subjek.
Ini tidak bisa dikerjakan dengan mengikuti prosedur yang baku dan kaku, atau
dengan berupaya keras untuk mencapai satu tujuan belaka. Kompleksitas perilaku
manusia dan motivasi yang mendasarinya memerlukan pengetahuan tentang
berbagai faktor yang hadir dalam situasi apa pun yang muncul di antara dua
pribadi yang terlibat dalam urusan bersama. Apa pun bagian yang diperankan oleh
hipnotis, dan yang diperankan oleh subjek, melibatkan sejumlah fungsi besar—
fungsi yang berangkat dari kapabilitas, pengetahuan, dan pengalaman pribadi
mereka. Hipnotis hanya bisa memandu, mengarahkan, mengawasi, dan
menyediakan kesempatan bagi subjek untuk melakukan pekerjaan yang produktif.
Untuk melakukan ini, hipnotis mestilah memahami situasi dan apa yang
diperlukan saat itu, memproteksi subjek sepenuhnya, dan bisa mengetahui kapan
pekerjaan selesai. Ia haruslah menerima dan memanfaatkan perilaku yang
berkembang dan bisa menciptakan peluang dan situasi yang menyenangkan bagi
subjek agar bisa berfungsi secara baik. ***

47
Penanganan Depresi Histeris
Akut dengan Metode Regresi ke
Fase Kanak-Kanak
Milton H. Erickson dan Lawrence S. Kubie

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The Psychoanalytic Quarterly, Oktober,
1941, Vol. X, No. 4.

AWAL MULA PENANGANAN


eorang perempuan 23 tahun dipekerjakan di rumah sakit jiwa selama
beberapa bulan. Selama masa ini ia mengalami peningkatan depresi. Ia
terus menjalankan tugasnya dengan cukup baik selama beberapa minggu
setelah mengalami kejadian yang membuatnya kacau; tetapi seiring waktu ia
menjadi semakin enggan dan asal-asalan dalam pekerjaannya, pelan-pelan
menarik diri, dan menghabiskan waktunya dengan menyendiri di ruangan. Pada
kondisi ini ia makan hanya karena memenuhi permintaan teman sekamarnya,
banyak menangis, sesekali mengungkapkan hasratnya untuk mati, dan menjadi
sungkan dan sulit bicara ketika ditanya masalahnya. Selanjutnya simptom pasien
menjadi begitu akut sehingga keluarga dan teman-temannya mengupayakan
pertolongan psikiater.
Beberapa psikiater menemuinya. Beberapa dari mereka mendiagnosa
kondisinya sebagai fase depresi manic-depressive psychosis. Erickson meyakini
bahwa itu bisa jadi adalah depresi reaktif akut. Bukti selanjutnya, yang akan
disampaikan nanti, menunjukkan bahwa itu gejala khas “depresi histeris”, yakni
sebuah reaksi depresif yang disebabkan oleh episode histeris tertentu.

48
Beberapa konsultan menyatakan kesediaan menangani gadis itu. Tentang hal
ini, keluarga pasien tidak sepakat dan menekankan bahwa yang diperlukan
setidaknya adalah sebuah psikoterapi aktif. Karena itu, diupayakanlah pemberian
dorongan yang simpatik dan persuasif. Pasien menanggapi hal ini dengan
menampakkan penurunan depresi dan kembali bekerja kendati masih enggan dan
asal-asalan; tetapi ia tetap tidak bisa membicarakan masalahnya.
Perbaikan kecil ini cukup menjanjikan untuk penanganan selanjutnya, tetapi
masih belum bisa membuat gadis itu terbebas dari bahaya kambuh lagi ke depresi
berat ingin bunuh diri. Selanjutnya, ia disarankan menjalani penanganan
psikoanalisa. Ia agak tertarik pada gagasan ini. Maka, meskipun tidak lazim
mengupayakan analisis di tengah depresinya, selama sekitar satu bulan ia
didorong untuk melakukan kunjungan harian ke psikiater analitis.
Selama bulan ini, selain fakta bahwa ia merasa lebih baik setiap kali selesai
sesi analisa, sesungguhnya ia mengalami perkembangan yang lambat. Ia tetap
tidak bisa membebaskan diri dari peristiwa yang pernah dialaminya, dan biasanya
ia banyak menyendiri. Sesekali tampak ia berupaya keras menyampaikan sesuatu
atau menangis. Ia sendiri tidak tahu apa yang salah dengan dirinya atau apa yang
telah terjadi padanya. Menjelang sebulan, ia mulai menunjukkan gejala kambuh
lagi ke dalam depresi akut sehingga harus dikerangkeng.
Di luar pengalaman-pengalaman yang mengecilkan hati ini, kepada
keluarganya ditawarkan beberapa metode terapi lain yang bisa dicoba—sebelum
memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Mereka setuju ketika ditawari hipnosis,
maka rencana dibuat tanpa sepengetahuan pasien. Pasien kemudian dirujuk ke Dr.
Erickson. Latar belakang berikut ini dikumpulkan dari sejumlah psikiater, kerabat,
dari lelaki yang terlibat dalam kasus ini, dan beberapa dari pasien sendiri.

RIWAYAT KLINIS
Pasien adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga yang keras, kaku,
dan moralistik. Ibunya, yang menjadi panutan, meninggal ketika gadis itu berusia
13 tahun. Ini menyebabkan ia menjadi lebih suka menyendiri, namun ada salah

49
satu anak tetangga, berusia sebaya, yang menjadi kawan dekatnya. Pertemanan
mereka berlanjut sampai mereka berusia 20 tahun.
Pada saat itu keduanya berkenalan dengan seorang lelaki dan mereka sama-
sama tertarik kepada pemuda itu. Mula-mula si pemuda menunjukkan kedekatan
pada keduanya, namun pelan-pelan ia memperlihatkan ketertarikan pada
temannya dan kemudian mengawininya. Pasien merespons hal ini dengan
kekecewaan besar, tetapi segera bisa mengatasi kekecewaannya dan menunjukkan
dirinya “baik-baik saja”. Ia terus melanjutkan persahabatan dengan keduanya,
mencoba tertarik kepada lelaki-lelaki lain, dan tampaknya bisa melupakan seluruh
perasaannya pada suami temannya itu.
Setahun setelah perkawinan, temannya meninggal karena radang paru-paru.
Kematian temannya ini membuat gadis itu sangat sedih. Tak lama setelah itu, si
lelaki yang kini duda pindah ke daerah lain, dan untuk sementara waktu betul-
betul hilang dari kehidupan pasien. Kira-kira setahun kemudian ia kembali lagi
dan bertemu tidak sengaja dengan pasien. Persahabatan mereka terjalin lagi, dan
mereka mulai sering ketemu.
Pasien menceritakan kepada teman sekamarnya bahwa ia “selalu kepikiran”
lelaki itu dan mengakui bahwa ia sangat mencintainya. Perilakunya saat pulang
dari kencan dengan lelaki itu digambarkan oleh teman sekamarnya dengan istilah
“melambung tinggi”, “riang gembira”, dan “mabuk cinta seolah-olah tidak
menginjak bumi.”
Suatu malam, setelah beberapa bulan kencan, ia pulang lebih awal dan
sendirian. Ia menangis dan roknya kotor oleh muntahan. Ketika ditanya oleh
temannya, pasien menjawab terbata-bata bahwa ia sakit, mual, tak pantas, kotor,
dan murahan. Ia mengatakan bahwa cinta itu menjijikkan dan mengerikan, dan ia
menyatakan tak pantas hidup, tak ingin hidup, dan tak ada gunanya lagi hidup.
Ketika ditanya apakah lelaki itu melakukan sesuatu padanya, ia muntah-
muntah lagi, tersedu-sedu lagi, minta agar ditinggalkan sendirian saja, dan
menolak dibawa ke dokter. Akhirnya ia bisa diredakan dan tidur.

50
Keesokan paginya ia tampak sudah pulih, meskipun sedikit murung. Ia
sarapan, tetapi ketika temannya yang tak tahu kejadian tadi malam menanyakan
apa yang telah terjadi, ia menjadi mual-mual lagi, menyudahi sarapannya, dan
melangkah terhuyung-huyung ke kamarnya. Seharian ia rebahan di kamarnya,
menangis, tidak mau bicara, menolak dokter yang datang untuk memeriksanya,
dan kondisinya sama persis dengan malam sebelumnya.
Hari itu si lelaki mencoba meneleponnya. Ini membuatnya muntah-muntah
lagi; ia menolak menemui lelaki itu. Ia menjelaskan kepada teman sekamarnya
bahwa lelaki itu “oke-oke saja”, tetapi ia sendirilah yang nista, tak pantas,
menjijikkan, dan sakit, dan ia lebih baik bunuh diri ketimbang menemui lelaki itu
lagi. Tak ada penjelasan lain. Setelah itu telepon atau surat dari lelaki itu, atau
bahkan namanya saja, dan apa pun yang bisa mengingatkan hubungan pasien
dengan lelaki itu, sudah akan membuatnya mual-mual, muntah, dan depresi berat.
Kepada seorang psikiater lelaki itu menyampaikan bahwa malam itu mereka
pergi bermobil dan berhenti untuk melihat matahari terbenam. Percakapan mereka
menjadi serius, dan ia menyampaikan cintanya kepada gadis itu dan keinginannya
untuk menjadikan dia istri. Ini hal yang sudah lama ingin ia sampaikan, tetapi ia
tahan dan bahkan ia sembunyikan karena istrinya belum lama meninggal dan ia
tahu kedekatan pasien dengan mendiang istrinya. Ketika ia menyampaikan hal itu,
ia tahu dari ekspresi wajah gadis itu bahwa perasaannya bersambut, dan ia
mencondongkan tubuh untuk menciumnya. Seketika gadis itu mencoba
mendorongnya, muntahannya menyembur deras ke arahnya, dan seketika itu juga
“menjadi histeris”. Ia sesenggukan, menangis, merasa jijik, dan mengeluarkan
kata-kata “kotor”, “tak pantas”, “menjijikkan”. Lelaki itu mengira kata-kata itu
merujuk pada muntahannya. Ia menolak diantar pulang, tak bisa menyampaikan
apa pun kecuali bahwa ia tak akan pernah bisa lagi menemui lelaki itu, dan
menyatakan bahwa tak pantas lagi ia menjalani kehidupan. Kemudian ia
tergopoh-gopoh keluar. Selanjutnya, seluruh upaya teman-temannya maupun
dokter untuk membicarakan kejadian itu hanya memperkuat simptomnya dan
memunculkan gejala-gejala baru.

51
PERSIAPAN UNTUK HIPNOSIS TAK LANGSUNG
Banyak petunjuk dalam cerita ini yang mengisyaratkan kita tidak bisa
menerapkan hipnosis langsung. Pertama-tama, ada fakta bahwa ia menolak setiap
kata atau tindakan yang berkonotasi seksual dengan cara menyemburkan
muntahan, juga dengan cara menjadi depresi berat yang dengan sendirinya
memutus kontaknya dengan orang yang berniat menolongnya. Ia sepenuhnya
menolak lelaki itu sehingga mendengar namanya saja sudah muntah. Reaksinya
terhadap laki-laki sedemikian parah sehingga ia tidak bisa menerima penanganan
dokter laki-laki. Setiap lelaki ia kaitkan dengan lelaki yang melamarnya itu.
Karena itu hipnosis langsung untuk menangani masalah ini tak akan berhasil.
Lebih dari itu ia sudah terbenam sedemikian rupa dalam kondisinya sehingga
tak punya kekuatan untuk bangkit. Ia tidak punya sumberdaya yang diperlukan
untuk melawan kecemaan dan depresinya, dan hanya bisa menjadi semakin parah
dari waktu ke waktu. Ini menyadarkan kita bahwa di fase-fase awal penanganan,
mustahil kita mengharapkan ia kooperatif, baik secara sadar maupun tidak. Kita
harus bekerja tanpa sepengetahuannya, tanpa membangkitkan kecemasannya, dan
jika mungkin tanpa membuatnya menyadari bahwa ia sedang diterapi. Dan yang
terpenting, ia tidak tahu bahwa sang hipnoterapis sedang melakukan sesuatu
terhadapnya. Ia hanya perlu meyakini bahwa semua itu dilakukan untuk orang
lain. Hanya dengan cara ini penanganan bisa dijalankan dengan harapan akan
berhasil. Harus diingat, bahkan penanganan pasif, tanpa kata-kata, dan nyaris
tanpa intervensi analis yang menanganinya, tetap merupakan hal yang sulit
diterima oleh pasien. Hasilnya: setelah sebulan psikoanalisa ia makin terjerumus
ke dalam depresinya.
Karena itu, sesuai rencana, teman sekamarnya akan menyampaikan
kepadanya bahwa untuk beberapa waktu ia akan menjalani hipnoterapi. Dua hari
kemudian psikoanalis menemui gadis itu dan memintanya, sebagai “balas budi”
atas upayanya sebulan membantu pasien, untuk mendampingi teman sekamarnya
dalam sesi hipnotik dengan Dr. Erickson.

52
Permintaan ini diperkuat dengan penjelasan bahwa hanya dia pendamping
yang paling tepat bagi teman sekamarnya yang akan menjalani hipnoterapi.
Hanya ia yang tepat menjadi “perawat pendamping” yang selalu ada ketika
dibutuhkan. Pasien menyetujui tanpa gairah. Kemudian psikoanalis mengatakan
bahwa ia perlu juga memperhatikan bagaimana hipnoterapi dijalankan, karena
mungkin ia sendiri suatu saat ingin mencobanya.
Dengan meminta pasien melakukan sesuatu demi dirinya, analis itu memberi
pasien peran aktif. Dengan menyarankan agar ia memperhatikan secara cermat
karena ia sendiri mungkin ingin mencoba hipnoterapi suatu saat nanti, analis itu
menyingkirkan ancaman “sekarang juga”,. Pada saat yang sama ia mensugesti
bahwa suatu saat nanti ia mungkin mendapati bahwa hipnoterapi bermanfaat
baginya.1)

SESI HIPNOTIK PERTAMA


Di ruangan Erickson, kedua gadis itu duduk di kursi bersebelahan, dan
serangkaian sugesti yang panjang dan membosankan disampaikan kepada teman
sekamar, yang segera mengalami trance. Dengan cara ini pasien sebenarnya diberi
contoh yang efektif. Sugesti diberikan kepada teman sekamar dengan cara begitu
rupa sehingga berlaku juga untuk pasien. Kedua gadis itu duduk bersebelahan di
kursi yang bentuknya sama, dalam sikap yang kurang lebih sama saat menghadapi

1)
Dua poin ini merupakan perhatian khusus para psikoanalis yang terbiasa meminta
pasien mereka untuk menyadari penyakit mereka dan kebutuhan mereka akan
penanganan, dan juga penerimaan hubungan terapetik dengan analis. Meski ini
merupakan basis bagi pekerjaan terapetik dengan pasien-pasien neurosis, namun amatlah
sulit membuat kesepakatan dengan pasien neurosis dan dengan mereka yang bertahun-
tahun mengalami masalah neurotik, juga dengan mereka yang mengidap sakit jiwa.
Analis yang begitu terbiasa dengan metode mereka mungkin menipu diri sendiri dengan
gagasan bahwa kepasifan mereka membawa ketenteraman. Dan mereka bahkan tak
menyadari bahwa pada tingkat tertentu hal itu juga bisa merupakan serangan bagi pasien.
Pendekatan yang dilukiskan di atas adalah sebuah ilustrasi tentang metode yang dalam
situasi tertentu justru bisa melahirkan kesulitan.

53
hipnotis. Juga posisi mereka dirancang agar hipnotis bisa secara diam-diam terus
memperhatikan keduanya. Dengan demikian sangat memungkinkan bagi hipnotis
untuk mensugesti teman sekamar agar menarik dan menghembuskan nafas lebih
panjang, dan itu disesuaikan dengan tarikan dan hembusan nafas pasien. Dengan
mengulangi hal ini beberapa kali, akhirnya sugesti tentang menarik dan
menghembuskan nafas yang diberikan kepada teman sekamar secara otomatis
dijalankan juga oleh pasien. Demikian pula ketika pasien meletakkan tangannya
di paha, teman sekamar disugesti untuk meletakkan tangannya di paha dan
merasakan tangan itu nyaman di sana. Manuver-manuver semacam itu membuat
pasien pelan-pelan makin identik dengan teman sekamarnya, sehingga apa pun
yang disampaikan kepada teman sekamar berlaku juga baginya.
Di sela-sela itu ada manuver-menuver lain. Misalnya, hipnotis
menyampaikan kepada pasien secara enteng, “Kuharap kau terlalu kelelahan
menunggu.” Selanjutnya ketika teman sekamar disugesti untuk menjadi kelelahan,
pasien sendiri merasa makin kelelahan tanpa menyadari bahwa itu karena sugesti
yang disampaikan kepadanya. Pelan-pelan lantas terbuka kesempatan bagi
hipnotis untuk mensugesti teman sekamar, sembari memandang ke arah pasien,
sehingga muncul rangsangan pada diri pasien untuk merespons sugesti tersebut.
Ini kurang lebih sama seperti yang dirasakan oleh siapa saja saat seseorang
memandang dirinya sambil mengajukan pertanyaan atau komentar kepada orang
lain.
Setelah satu setengah jam, pasien mengalami trance.
Beberapa hal dilakukan untuk meyakinkan keterlibatannya dalam trance saat
ini dan selanjutnya nanti dan memastikan bahwa ada peluang untuk menggunakan
penanganan hipnosis di waktu-waktu mendatang. Mula-mula diberitahukan secara
halus kepada pasien bahwa ia dalam keadaan trance. Ia diyakinkan lagi bahwa
hipnotis tidak akan melakukan apa yang tidak ia inginkan dan karena itu tidak
diperlukan pendamping. Ia diberi tahu bahwa ia bisa bangun dari trance sekiranya
hipnotis menyakitinya. Kemudian ia diminta terus tidur semakin lelap selama
beberapa waktu, hanya mendengar dan menyetujui perintah-perintah dari hipnotis

54
yang ia sepakati. Jadi, ia merasa diberi jaminan bahwa ia memiliki pilihan. Perlu
diingat bahwa ia harus merasa dekat dengan hipnotis, dan untuk keperluan
berikutnya ia diharapkan bisa memasuki trance mendalam demi tujuan yang ia
inginkan. Persiapan ini makan waktu, tetapi sangat penting untuk memastikan dan
memudahkan pekerjaan selanjutnya.
Jelas bahwa masalah utama pasien adalah ledakan emosi sehingga setiap
upaya terapetik seharusnya dilakukan dalam cara yang sepenuhnya “aman”,
paling tidak tanpa merangsang munculnya perasaan bersalah atau ketakutan.
“Upaya aman” ini berarti kita harus membuat pasien terhindar dari segala
implikasi yang menyakitkan. Langkah pertama adalah membawa pasien surut ke
masa kanak-kanak tanpa menghadirkan kepedihannya. Oleh karena itu, instruksi
tegas diberikan kepadanya untuk “melupakan sama sekali segala hal”—tidak
menyebut secara spesifik apa yang harus dilupakan. Jadi, pasien dan hipnotis
diam-diam membuat perjanjian bahwa sejumlah hal sebaiknya dilupakan—yaitu,
sebaiknya ditekan. Itu juga mengizinkan pasien untuk menekan sesuatu tanpa
menyebut apa yang ditekan itu. Dalam proses selanjutnya, ini memungkinkan
bagi pasien untuk menekan hal-hal lain yang lebih menyakitkan, karena secara
otomatis ia akan diterapkan untuk segala sesuatu yang lebih mengacaukan.2)
Selanjutnya pasien secara sisematis dibawa pelan-pelan untuk mengalami
disorientasi waktu dan tempat, kemudian diarahkan kembali ke periode tertentu di
masa kecilnya ketika dia berusia antara 10-13. Teknik ini dijelaskan lebih detail
dalam studi mengenai induksi hipnotik terhadap orang yang buta warna dan
induksi terhadap orang tuli (Erickson, 1938, 1939). Mula-mula hipnotis
menggunakan confusion technique dengan membicarakan hari ini, lalu mundur
tahap demi tahap ke situasi minggu, bulan, dan tahun sebelumnya. Kemudian
dilakukan elaborasi yang memperkuat dorongan untuk mengingat kejadian-
2)
Lagi-lagi ini juga berangkat dari teknik analisa, di mana tantangan implisit dan kadang
eksplisit dianggap akan menyingkirkan represi. Kekakuan (rigidity) dalam penerapan
teknik analisa mungkin menjadi penyebab kegagalan terapi psikoanalisa; di sana juga
sering muncul pertentangan antara kepentingan riset dan tujuan terapetik.

55
kejadian tertentu yang tidak spesifik, yang terjadi di tahun-tahun lalu, yang juga
dibiarkan tidak spesifik. Proses ini pelan dan melibatkan lompatan-lompatan dari
satu ide yang membingungkan ke ide lain yang juga membingungkan. Di puncak
kebingungannya, pasien akan mengembangkan kebutuhan besar untuk
mendapatkan kepastian. Karena itu ia akan sangat lega ketika mendapatkan
perintah yang pasti dan bisa dijalankan.
Dalam mereorientasi pasien ke usia antara 10 dan 13, hipnotis menyampaikan
sugesti dalam nada tegas tetapi tetap samar dan tidak pasti maknanya. Sugesti
diberikan kepada pasien seolah-olah bicara kepada orang lain ketimbang langsung
kepadanya. Ia tidak diminta secara langsung unuk mendapatkan sendiri kejadian
paling penting dalam periode tiga tahun itu.
Usia 10-13 dipilih karena saat itu ibunya belum meninggal dan di tahun-
tahun itu ia mengalami menstruasi pertama kali, sebuah titik balik yang sangat
penting bagi kehidupannya dan perkembangan psikoseksualnya. Karena tak ada
informasi detail tentang dirinya pada periode tertentu, maka ia sendirilah yang
harus mendapatkannya dari pengalamannya sendiri.
Ia tidak satu kali pun diminta menyebutkan dan menunjukkan secara spesifik
ke usia berapa ia mengalami regresi dalam trance. Dengan membiarkan dia
menghindari detail spesifik, ia dipaksa melakukan sesuatu yang lebih penting—
katakanlah, menyampaikan secara umum pengalaman keseluruhan pada periode
itu.3)

3)
Regresi ke masa lalu bisa terjadi dalam dua cara. Pertama, “regresi” dalam pengertian
bahwa subjek sebagai orang dewasa meyakini, memahami, mengingat, atau
menggambarkan pengalaman masa lalunya. Dalam “regresi” semacam ini, akan ada
dramatisasi setengah-sadar oleh pemahaman subjek terhadap masa sekarang. Dan ia akan
bersikap sebagaimana yang ia yakini tepat baginya sebagai kanak-kanak di usia yang
disugestikan. “Regresi” tipe lain jauh berbeda. Ia mensyaratkan subjek menghidupkan
kembali pola perilakunya pada umur yang disugestikan. Ini bukan “regresi” yang
menggunakan ingatan masa kini tentang apa yang terjadi di masa lalu. Masa sekarang itu
sendiri seolah-olah lenyap. Konsekuensinya, dalam regresi tipe kedua ini hipnotis dan
situasi hipnotik, dan juga banyak hal lainnya, menjadi anakronisme dan tidak hadir.
Kesulitan-kesulitan lain untuk mempertahankan kondisi hipnotik terhadap situasi ini,
“penghapusan” kehadiran hipnotis menciptakan kesulitan lain lagi. Tidaklah mudah bagi

56
Belakangan dalam trance-nya pasien menunjukkan sikap dan postur kekanak-
kanakan, begitupun jawaban-jawaban enteng yang ia berikan. Ia kemudian diberi
tahu secara tegas, “Kau tahu banyak hal sekarang, hal-hal yang tidak pernah bisa
kaulupakan sampai kapan pun, dan kau akan menyampaikan kepadaku hal-hal itu
sekarang tepat setelah aku menyampaikan kepadamu apa yang kusampaikan.”
Instruksi ini diulang-ulang dengan peringatan agar diikuti, agar dipahami
sepenuhnya, agar dijalankan sebagaimana yang dikatakan. Ia diminta
mengekspresikan dan memperkuat minatnya untuk menjalankan sugesti-sugesti
ini. Ini dilanjutkan sampai ia menunjukkan kesediaan menjalankan instruksi.
Ia diminta menceritakan apa saja yang ia ketahui tentang seks, terutama
berkaitan dengan mensruasi, semuanya dan apa saja yang ia ketahui dan pernah
diberitahukan kepadanya tentang seks sepanjang periode tidak terbatas di masa
kecilnya ini. “Tidak terbatas” karena bagi anak kecil tiga atau empat tahun adalah
rentang waktu yang sangat panjang. Dan di antara banyak pengalaman yang
terjadi di masa itu, ia bebas memilih mana saja yang sangat penting baginya.
Dengan membiarkannya memiilih dari periode tertentu yang panjang, dan itu
adalah periode kritis dalam hidupnya, ia dipaksa memilih kejadian-kejadian yang
penting dan menyakitkan. Dari sinilah prosedur hipnotik secara sistematis
dirancang, dengan harapan bahwa prosedur berikutnya akan bergantung kepada
hasil seluruh manuver persiapan ini.
Pasien menunjukkan reaksi ketakutan atas instruksi ini. Kemudian dalam
suara kekanak-kanakan ia menjawab singkat dan terpatah-patah. Ia

hipnotis untuk membuat percakapan dengan seseorang yang tidak pernah ia temui
sepuluh tahun lalu. Kesulitan ini diatasi dengan cara hipnotis bertransformasi menjadi
seseorang yang dikenal oleh pasien pada periode itu, dengan menyatakan bahwa ia adalah
“seseorang yang kaukenal dan kausukai dan kaupercaya dan dengannya kau sering
berbagi” Biasanya guru, paman, tetangga, atau orang-orang tertentu yang dipilih sendiri
oleh bawah sadar subjek. Transformasi semacam ini memungkinkan bagi hipnotis untuk
mempertahankan kontak dengan subjek di tengah situasi anakronistik yang sudah disebut
di atas. Celakanya, banyak orang merasa bahwa subjek mengalami regresi dengan
menganggap valid “regresi’ tipe pertana yang tidak lebih adalah tuturan masa kini tentang
kejadian masa lalu.

57
menyampaikan aktivitas seksual, meskipun instruksi yang diberikan kepadanya
tidak tercakup aktivitas persetubuhan melainkan tentang menstruasi. Inilah
jawabannya:

Ibuku memberi tahu semua tentang itu. Itu jorok. Anak gadis jangan pernah
membiarkan anak lelaki melakukan apa pun terhadapnya. Jangan pernah.
Tidak baik. Gadis yang baik tidak melakukan itu. Hanya gadis nakal. Itu
akan membuat ibu sakit.4) Gadis nakal menjijikkan. Aku tidak akan
melakukannya. Kau jangan sampai membiarkan mereka menyentuhmu. Kau
akan memendam perasaan jorok. Kau jangan sampai membiarkan mereka
menyentuhmu. Kau akan memendam perasaan jorok. Kau jangan pernah
melakukannya sendiri. Jorok. Ibu bilang jangan pernah, jangan pernah, dan
aku tidak akan melakukannya. Harus hati-hati. Harus baik. Hal buruk terjadi
jika kau tidak hati-hati. Maka kau tak bisa apa-apa lagi. Sudah terlambat.
Aku akan menuruti kata ibu. Ia tidak akan mencintaiku jika aku tidak
menurutinya.

Banyak ucapan yang ia ulang-ulang, yang artinya sama saja. Beberapa hanya
disampaikan sekali atau dua kali. Ia dibiarkan melanjutkan penuturannya sampai
tidak ada hal baru yang disampaikan, kecuali bahwa imbauan moral itu
disampaikan oleh ibunya dalam berbagai kesempatan.
Tak ada upaya mengajukan pertanyaan selagi ia berbicara. Baru ketika
berhenti, kepadanya ditanyakan, “Kenapa ibumu menyampaikan itu semua?”
“Agar aku menjadi gadis yang baik,” jawabnya simpel dan kekank-kanakan.5)

4)
Frase “Itu akan membuat ibu sakit,” mungkin sangat berkaitan dengan kondisi pasien.
Ibu telah melakukan persetubuhan dan meninggal. Temannya, yang merupakan pengganti
itu juga melakukan persetubuhan dan meninggal. Hal yang sama akan terjadi pada pasien.
Ibu sudah mengataakn itu, dan pasti benar. Logika kanak-kanaknya melakukan
identifikasi dan membuat kaitan antara semua keadaan itu.
5)
Ini pemahaman bawah sadar yang sangat penting dan mengakar di dalam diri pasien.
Ibunya terus mengulang-ulang petuahnya dan itu terus muncul berulang-ulang di benak
pasien.. Pengulangan ini, yang merupakan esensi semua perilaku neurotik (Kubie, 1939),
tentunya terjadi karena ada kebutuhan instingtif untuk itu. Ada indikasi dalam kata-kata
pasien bahwa telah terjadi pemberontakan diam-diam terhadap larangan-larangan itu, dan
itulah yang menyebabkan ia selalu dicekam ketakutan.

58
Meski jelas sejak awal bahwa ketergantungan dan kepatuhan pasif pasien
pada perintah ibunya harus dibongkar, namun gambaran kematian ibunya
memainkan peranan penting dalam kehidupannya. Kita tidak bisa mengusik itu
secara frontal. Untuk itu hipnotis mengembangkan strategi untuk menggunakan
sebisa mungkin cara pandang yang identik dengan cara pandang ibunya. Ia mula-
mula mengidentifikasi diri sepenuhnya dengan citra ibunya. Hanya dengan cara
ini ia bisa menyampaikan sesuatu. Karena itu ia mulai dengan mengatakan, “Oke,
kau akan selalu menjadi gadis yang baik.” Kemudian menyesuaikan dengan sikap
ibunya yang keras, kaku, dan moralistik, dan penuh larangan (yang disimpulkan
dari sikap dan kata-kata pasien sendiri), setiap membahas pendapat ibu selalu
disampaikan dengan istilah-istilah yang sama, dan dengan demikian mudah
disetujui olehnya. Sebagai tambahan, pasien diingatkan betul agar berbahagia
karena ibunya telah menyampaikan kepadanya banyak hal penting yang
seharusnya diberikan oleh ibu kepada gadis kecilnya. Akhirnya, ia diperintahkan
agar “ingat telah menceritakan kepadaku hal-hal ini, sebab aku akan memintamu
menceritakannya lagi di lain waktu.”
Pelan-pelan pasien bergeser menggunakan istilah-istilah yang ia gunakan di
waktu sekarang, kembali ke kondisi awal-awal trance. Namun, instruksi pertama
untuk “melupakan apa saja,” tetap menunjukkan pengaruhnya, dan ia diinduksi
agar amnesia terhadap semua kejadian pada saat regresi. Ini berhasil memperhalus
transisi dari kenangan-kenangan masa kecilnya ke keadaan sekarang karena
adanya konflik antara ajaran ibunya di masa kecil dan keadaannya sekarang.
Ia dipersiapkan untuk tahap berikutnya dengan diberi tahu bahwa ia akan
segera dibangunkan dari tidurnya dan kemudian akan diberi beberapa pertanyaan
tentang masa kecilnya yang akan ia jawab secara lengkap. Menanyakan
kepadanya dalam keadaan sadar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks
akan sama belaka dengan mengulangi pengalaman buruknya dengan para
psikiater. Namun dengan mensugesti pada saat ia trance bahwa ia akan menjawab
pertanyaan tentang masa kecilnya, pasien dipersiapkan untuk bersikap pasif

59
terhadap pertanyaan itu dan menyetujuinya tanpa melihat secara sadar
hubungannya dengan masalah-masalah dia saat ini.
Lebih lanjut disampaikan kepadanya bahwa ia tidak akan diberi tahu seperti
apa pertanyaannya sampai ia nanti dibangunkan. Dan pada saat itu ia cukup siap
mendengar bahwa pertanyaan itu adalah mengenai masa kecilnya. Di sini kembali
hipnotis membuat pernyataan-pernyataan umum dan tidak spesifik, demi
membangkitkan kebutuhan emosional subjek untuk fokus pada setiap
perkataannya.
Akhirnya sugesti teknis diberikan kepada pasien untuk memastikan bahwa ia
akan bersedia dihipnotis lagi dan memasuki trance yang sangat dalam. Dan
sekiranya ia menolak trance semacam itu ia akan memberitahukannya kepada
hipnotis pada saat ia trance. Dengan demikian ia bisa memutuskan untuk terus
melanjutkan trance atau tidak. Tujuan sugesti ini adalah melulu untuk memastikan
bahwa pasien mau dihipnotis lagi dengan penuh keyakinan diri bahwa ia bisa
bangun sewaktu-waktu dari trance. Ilusi tentang determinasi diri (self-
determination) memudahkan hipnotis membawa pasien ke dalam trance di waktu-
waktu selanjutnya sampai tujuan terapetik tercapai.
Ketika dibangunkan, pasien menunjukkan ketidaktahuan bahwa ia baru saja
trance. Ia mengeluhkan capek dan secara spontan mengatakan bahwa hipnosis
mungkin bermanfaat baginya, karena ia tampaknya bermanfaat bagi teman
sekamarnya. Dengan sengaja, pernyataan itu tidak ditanggapi. Tetapi ia justru
sekonyong-konyong ditanya, “Bisa kau ceritakan apa saja yang kau bisa ceritakan
menyangkut urusan seks yang mungkin pernah disampaikan oleh ibumu ketika
kau masih seorang gadis kecil?”
Setelah menunjukkan keraguan dan keengganan, pasien mulai mengulangi,
dengan suara rendah dan sikap kaku, cerita yang intinya sama dengan yang sudah
ia sampaikan saat ia trance. Hanya saja sekarang ini ia menyampaikannya dalam
kosa kata dan kalimat orang dewasa dan banyak menyebut-nyebut ibunya. Inilah
inti ceritanya:

60
Ibuku beberapa kali memberi petuah yang sangat lengkap ketika aku mulai
menstruasi. Ibu menegaskan berkali-kali kepadaku bahwa penting bagi
setiap gadis yang baik untuk menjaga diri dari pikiran maupun pengalaman
yang tidak dikehendaki. Ibu membuatku paham bahwa seks bisa menjadi hal
yang menjijikkan, jorok, dan membikin mual. Ibu membuatku memahami
tabiat buruk orang-orang yang larut dalam seks. Aku sangat menghargai
petuah-petuah yang disampaikan oleh ibuku ketika aku masih kecil.

Ia tidak berusaha menyampaikan secara detail dan tampak sekali ia enggan


membahas hal ini. Apa yang ia sampaikan hanyalah menyampaikan ulang petuah-
petuah ibunya tanpa komentar atau keberatan. Hipnotis memberikan
kesepakatannya dan menambahkan bahwa pasien sangat beruntung karena ibunya
sering memberikan petuah kepada putri kecilnya tentang apa yang seharusnya
diketahui dan dipahami oleh setiap gadis kecil di masa kecilnya.
Pertemuan akan dilanjutkan minggu berikutnya, dan ia cepat-cepat disuruh
keluar.
Dalam waktu seminggu setelah itu, menurut laporan teman sekamarnya,
pasien tidak menunjukkan perubahan perilaku sama sekali dan perilaku
depresifnya masih seperti semula.

TRANCE HIPNOTIK KEDUA


Pada pertemuan kedua pasien cepat memasuki trance dan segera diminta
mengingat secara urut semua kejadian dalam sesi sebelumnya. Ia kemudian
diminta mengkaji semua kejadian itu di benaknya, dan kemudian menceritakan
kembali semua itu dalam suara keras dan pelan-pelan saja dan jelas meskipun
tidak perlu terlalu rinci.
Pengkajian di benak segala pengalaman yang selama ini ditekan merupakan
persiapan penting. Itu memastikan bahwa ia bisa mengingat semuanya dan tidak
ada distorsi dalam ingatan-ingatannya atas semua kejadian itu. Ini memfasilitasi
proses perbaikan pada elemen-elemen menyakitkan dalam ingatan pasien.
Akhirnya, ketika ia diminta menceritakan apa yang ada dalam benaknya, ia hanya
menyuarakan apa yang benar-benar ia ingat dan ia pikirkan, tanpa menyampaikan

61
kejadian-kejadian aktual yang menyakitkannya. Ini juga membantu menurunkan
hambatan emosional untuk berkomunikasi dengan terapis.
Saat pasien selesai bercerita, perhatiannya terbawa lagi pada fakta bahwa
ibunya telah memberi petuah berulang-ulang. Kemudian ia ditanya, “Berapa
umurmu ketika ibumu meninggal?” Ia menjawab, “Tiga belas.” Komentar atas
jawaban itu diberikan dengan penuh tekanan, “Sekiranya ibumu hidup lebih lama,
ia tentulah akan menyampaikan lebih banyak petuah lagi; tetapi karena ia
meninggal ketika umumrmu tiga belas, ia tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan
karena itu kau sendiri yang harus menyelesaikannya tanpa kehadiran dia.”
Tanpa memberi kesempatan kepada pasien untuk menerima atau menolak
komentar ini, atau untuk memberikan reaksi apa pun, hipnotis segera mengalihkan
pembicaraan dengan memintanya menceritakan kejadian-kejadian yang
berlangsung ketika ia dibangunkan dari trance-nya kali pertama. Begitu ia
menyelesaikan cerita, perhatiannya terbawa ke kebiasaan ibunya yang suka
mengulang-ulang petuah, dan sekali lagi hipnotis memberikan komentar hati-hati
atas karakter ibunya dalam pekerjaan yang tidak sempat diselesaikan.
Harap diingat bahwa pada pertemuan pertama pasien dibawa regresi ke masa
kecilnya. Dalam regresi ini, ia diminta menceritakan petuah-petuah ibunya yang
berkaitan dengan urusan-urusan seksual. Kemudian melalui serangkaian kondisi
transisional, ia dibangunkan. Dalam keadaan sadar ia kemudian diminta
menceritakan petuah-petuah yang sama, tetapi dalam kondisi lupa (amnesia)
bahwa ia baru saja menyampaikan hal itu kepada hipnotis. Dalam penanganan
kedua pasien segera dihipnotis, dan amnesia pasca-hipnotik atas pengalaman-
pengalaman trance-nya yang pertama tersingkir sehingga ia bia mengingat semua
kejadian dalam trance pertamanya itu. Kemudian ia diminta mengkaji
pembicaraan yang terjadi ketika ia baru dibangunkan dari trance pertama.
Pendeknya, ingatan-ingatan sadarnya terhadap petuah-petuah puritan sang ibu.
Pengkajian dalam situasi trance atas kedua kejadian itu, yakni kejadian ketika ia
trance dan kejadian ketika ia sadar, menciptakan sebuah hubungan langsung

62
antara pandangan-pandangan di masa kecil dan pengaruhnya dan pengalamannya
minggu lalu sebagai orang dewasa.
Pasien kemdian dibawa ke periode yang sama di masa kecilnya. Ia diingatkan
tentang apa yang sudah ia sampaikan sebelumnya dan diminta mengulanginya.
Ketika ia melakukan itu, dalam cara yang bisa dikatakan sama persis dengan
sebelumnya, hipnotis memberikan lagi persetujuan yang sama, tetapi kali ini
dengan penegasan berulang-ulang bahwa petuah-petuah itu diberikan kepadanya
ketika ia kecil. Ketika ia menunjukkan kesan tertentu pada penegasan ini, hipnotis
melanjutkan dengan sugesti bahwa saat ia tumbuh dewasa, ibunya niscaya akan
memberinya petuah lanjutan, karena situasi berubah dan ia sudah besar.
Segera setelah sugesti terakhir ini pasien dibawa kembali dari kondisi
pseudo-kanak-kanak (pseudochildhood) ke kondisi trance normal. Ia diminta
mengulangi cerita yang ia sampaikan ketika sadar. Ia betul-betul diminta agar
tidak mencampuradukkan kata-kata yang ia gunakan ketika sadar dengan kata-
kata yang ia gunakan ketika ia dalam kondisi trance pseudo-kanak-kanak yang
pertama kali, meskipun ide yang ia sampaikan sama persis dan meskipun kedua
cerita itu masih segar dalam benaknya. Permintaan ini memungkinkan pasien
mengingat, dalam kondisi trance normalnya sekarang, peristiwa-peristiwa dari
trance pseudo-kanak-kanak yang baru saja ia alami. Pseudo-kanak-kanak yang
kedua ini sekadar pengulangan dari yang pertama. Namun fakta bahwa ada trance
kedua, ia tidak akan ingat. Alih-alih, dua trance itu akan berbaur menjadi satu
pengalaman.
Sebagaimana sebelumnya, tujuan penanganan kedua ini adalah untuk pelan-
pelan menggabungkan sudut pandang anak-anak dan dewasa. Ke dalam perspektif
anak-anak, sebuah elemen pengharapan dan rasa ingin tahu diperkenalkan melalui
komentar bahwa saat ia tumbuh dewasa, ibunya akan memberikan nasihat
selanjutnya kepadanya. Sekarang situasinya sudah memungkinkan bagi hipnotis
untuk menyampaikan kepada pasien petuah-petuah “ibu” versi dewasa.
Penggabungan dua pengalaman ini demi kepentingan teknis lain. Pertama,
pengulangan adalah hal penting dalam kondisi hipnosis. Tanpa repetisi orang

63
tidak bisa meyakini apa saja yang telah diungkapkan. Hal lain, dengan membuat
subjek mengingat lagi baik versi pertama maupun pengulangannya seolah-olah
keduanya adalah satu kejadian, maka pengalaman tersebut diperkuat. Dan ini
tampaknya memuaskan hasrat subjek untuk menyembunyikan sesuatu. Hipnotis
memberikan kepadanya sesuatu yang tidak penting untuk disembunyikan sebagai
ganti bagi fakta penting yang sudah ia bocorkan.
Saat pasien menyelesaikan tugas ini, perhatiannya terseret lagi ke masa di
mana ia menerima nasihat-nasihat ibunya, pengulangan nasihat-nasihat ini,
ketidaklengkapan nasihat-nasihat itu, tugas yang tak terselesaikan karena
kematian ibunya, dan perlunya bicara kepada anak-anak dalam bahasa sederhana
sebelum ia cukup dewasa untuk memahami bahasa orang dewasa yang lebih
kompleks. Hipnotis menyampaikan ini semua dan memberi tekanan pada masing-
masing poin spesifik tersebut, tetapi selalu dengan istilah seumum mungkin.
Tanpa memberi kesempatan kepada pasien untuk mengembangkan atau
menggali poin-poin ini, hipnotis mensugesti bahwa ia sekarang pada saat yang
tepat untuk mengembangkan pemahamannya berkaitan dengan masalah seksual
yang sudah dimulai oleh ibunya ketika ia kecil tetapi tidak terselesaikan karena
kematian sang ibu. Ia diyakinkan bahwa jalan terbaik baginya adalah memulai
tugas yang tidak terselesaikan ini dengan menduga secara sungguh-sungguh dan
sepenuh hati apa yang akan disampaikan oleh ibunya di antara masa kanak-kanak
dan remaja; dan di antara masa remaja dan dewasa. Saat ia menyepakati sugesti
ini, instruksi tambahan diberikan kepadanya untuk mempertimbangkan semua
aspek intelektual dan emosional, semua hal menyangkut perubahan fisik,
psikologis, dan emosional, perkembangan dan pertumbuhan, dan paling penting
adalah memberikan pertimbangan sepenuhnya pada cita-cita yang paling masuk
akal bagi perempuan dewasa, dan untuk melakukannya selengkap-lengkapnya,
seutuh-utuhnya, sebebas-bebasnya, dan tanpa ada satu pun yang ketinggalan. Juga
untuk menggali setiap gagasan yang sepenuhnya sesuai dengan seluruh fakta
tentang dirinya.

64
Segera setelah instruksi diberikan, pasien diberitahu bahwa saat ia sadar
setelah dibangunkan nanti ia akan mengulangi seluruh cerita yang sudah ia
sampaikan dalam sesi hipnotik ini, sebaiknya dalam urutan kronologis, atau jika
ia suka, dalam bentuk lain yang komprehensif. Setelah itu ia dibangunkan.
Penuturan pasien dalam keadaan sadar sangat ringkas. Intinya, ia mengatakan
pelan-pelan dalam bentuk lampau, “Ibuku mencoba memberiku pemahaman
tentang seks. Ia mencoba menyampaikan itu kepadaku dalam bahasa yang bisa
dipahami oleh anak-anak. Ia menekankan kepadaku keseriusan seks, juga,
pentingnya tidak main-main dengan itu. Jelas sekali ia menyampaikan kepadaku
sebagai kanak-kanak.”
Penuturan ini disampaikan dengan jeda panjang antarkalimat, seolah-olah ia
serius memikirkan sesuatu. Ia menyela ceritanya sendiri beberapa kali dengan
menyampaikan kematian ibunya dan ketidaklengkapan petuah-petuahnya.
Sekiranya usia ibunya lebih panjang, katanya, ia tentu akan menyampaikan lebih
banyak lagi. Berulang-ulang ia mengatakan, seolah kepada diri sendiri, “Aku
penasaran mengenai apa yang akan disampaikan oleh ibu kepadaku sekarang ini.”
Sesi diakhiri dan ia diminta cepat-cepat keluar ruangan. Tidak ada tanggapan
apa pun yang diberikan pada rasa penasarannya. Tak ada nasihat baginya untuk
memandu pasien menemukan pemikiran-pemikiran tertentu dalam spekulasinya
tentang apa yang niscaya akan disampaikan oleh ibunya. Ia hanya diingatkan
untuk kembali lagi pekan depan.
Selama seminggu berikutnya pasien menunjukkan perkembangan penting.
Teman sekamarnya melaporkan: “Ia menangis, tetapi itu tangisan yang berbeda.”
Dan perilaku depresinya tidak ada lagi. Pasien sekarang lebih banyak melamun,
tampak linglung, dan bingung. Sering ia kelihatan merenung dan kadang
bertindak aneh. Hipnotis tidak berupaya melakukan kontak sama sekali dengan
pasien selama seminggu.

65
SESI HIPNOTIK KETIGA
Pada sesi ketiga pasien segera dihipnotis dan diminta mengkaji secara cepat
dalam benaknya semua kejadian dari dua sesi sebelumnya, mengingat segala
pengarahan dan sugesti yang diberikan kepadanya dan respons yang ia buat. Ia
juga diminta memasukkan dalam perenungannya sikap baru yang mungkin ia
kembangkan dan ia bebas memasukkan pemikiran apa saja. Akhirnya ia diminta
menyampaikan secara ringkas pandangan dan kesimpulannya sendiri yang ia
kembangkan saat mengkaji semua pengalamannya itu.
Pelan-pelan dan penuh pertimbangan, tetapi dengan penampilan yang rileks
dan nyaman, pasien menyampaikan peristiwa-peristiwa secara ringkas dan rileks.
Pernyataan terakhirnya ini cukup menunjukkan performanya:

Kau bisa mengatakan bahwa ibuku mencoba menyampaikan hal-hal yang


aku perlu tahu, bahwa ia akan menyampaikan kepadaku bagaimana cara
menjaga diri dengan rasa bahagia, dan bagaimana menghadapi dengan
percaya diri ketika masa itu tiba bagiku—mempunyai suami dan berumah
tangga dan menjadi perempuan yang benar-benar matang.

Pasien diminta mengulangi pendapatnya secara lebih detail, demi


meyakinkan bahwa dari pengalaman masak kanak-kanak hingga masa dewasanya
ia bisa mengembangkan sikap dewasa yang tepat. Saat instruksi ini diulangi
pelan-palan dan penuh kesungguhan, pasien menjadi sangat khusyuk berpikir.
Setelah beberapa saat ia menampakkan ekspresi waspada dan penuh perhatian
seolah-olah menunggu tahap berikutnya.
Istruksi berikutnya diberikan bahwa ketika ia bangun ia akan sepenuhnya
amnesia pada tiga sesi yang telah dijalaninya, termasuk fakta bahwa ia telah
dihipnotis—dengan perkecualian bahwa ia bisa mengingat penuturan pertamanya
yang rapih dan dewasa di saat sadar. Amnesia ini mencakup seluruh pemahaman
baru dan memuaskan yang mulai ia miliki. Lebih jauh ia diberitahu bahwa saat
sadar nanti ia akan diberi pandangan sistematis tentang masalah-masalah seks.
Hipnotis akan mengupas hal ini dari sudut pandangnya, tetapi karena amnesia

66
yang ia kembangkan, pandangan sang hipnotis ini akan tampak baginya sebagai
pemikiran hipotetis dari berbagai kemungkinan yang dibangun oleh hipnotis
setelah mendengarkan tuturannya ketika ia sadar. Ia akan menemukan kebenaran,
makna, dan penerapan yang masuk akal baginya pada ucapan sang hipnotis. Lebih
dari itu, ia mengenali itu semua adalah miliknya, dan karena itu ia memahaminya
dengan kapasitas melampaui apa yang mungkin dipahami oleh sang hipnotis.
Sekilas akan tampak aneh bahwa hipnotis mensugesti pengekangan wawasan
yang merupakan langkah maju dalam prosedur terapetik. Namun itu disampaikan
dengan sejumlah alasan. Pertama, hipnotis sudah menyampaikan secara tersirat
bahwa banyak wawasan afektif akan tetap ada dan menjadi pengetahuan bawah
sadar tanpa mengurangi nilai terapetiknya. Kedua, ia melindungi subjek dari
perasaan galau bahwa ada orang lain tahu hal-hal menyangkut pemahamannya
sekarang tentang dirinya sendiri, yang ia ingin menyimpannya sendiri. Karena itu
penting untuk mensugesti bahwa ia akan memahami jauh lebih banyak ketimbang
sang hipnotis. Ketiga, dengan mengatakan materi itu semata-mata sebagai
pemikiran hipotetis sang hipnotis, pasien diberi kesempatan untuk memperbarui
wawasannya secara bertahap, dalam gerak maju yang pelan-pelan, karena ia perlu
selalu menguji hipotesis ini. Jika materi yang sama disampaikan kepadanya
sebagai fakta yang tak terbantahkan dan tidak bisa dipertanyakan, ia mungkin
mengembangkan lagi represi yang secara spontan akan menghilangkan wawasan
itu. Sekiranya itu terjadi, penanganan harus dilakukan lagi dari awal.
Sebaliknya, ketika represi dalam skala tertentu dilakukan oleh hipnotis, hal
itu tetap bisa dikendalikan, karena sang hipnotis bisa memulihkan lagi apa yang ia
tekan. Karena itu derajat wawasan itu tetap di bawah kendali sepenuhnya sang
hipnotis, sehingga ia bisa kapan saja memberikan wawasan penuh kepada pasien
atau mempersiapkannya lagi untuk kepentingan pasien. Akhirnya, dengan
menghilangkan untuk sementara waktu wawasan baru yang memuaskan, hipnotis
sesungguhnya sedang menanamkan keinginan dan kebutuhan bawah sadar
tertentu atas pengetahuan selanjutnya yang bermanfaat dalam memulihkan penuh-
penuh wawasan itu.

67
Setelah instruksi ini diulang-ulang demi memberinya pemahaman utuh,
pasien kemudian dibangunkan dengan amnesia pada semua kejadian kecuali pada
penuturannya yang rapih dan dewasa yang pernah ia sampaikan pada akhir sesi
terapetik pertama. Dengan mengingatkannya pada penuturan itu, hipnotis bisa
berspekulasi tentang perkembangan pembelajaran seks yang telah diterima pasien.
Hipnotis memberikan pandangannya terhadap apa yang disampaikan oleh pasien
dalam istilah umum yang memungkinkan si pasien menerapkan secara bebas
dalam pengalamannya.
Maka pasein diberi tinjauan umum tentang perkembangan awal dan
berikutnya tentang karakteristik seksual: fenomena menstruasi, tumbuhnya bulu
ketiak dan rambut kemaluan, mengembangnya payudara, membesarnya puting,
pertama kali memakai kutang, kemungkinan adanya anak-anak lelaki yang
mencoleknya. Semuanya itu disampaikan cepat tanpa memberi penekanan pada
yang mana pun. Ini diikuti dengan pembahasan tentang kesantunan, tentang
perasaan pertama yang muncul bersamaan dengan munculnya kesadaran seks,
tentang perasaan erotik yang muncul dengan sendirinya, tentang cinta monyet di
masa remaja, tentang keingintahuan dari mana asalnya bayi. Jadi tanpa data
spesifik, banyak gagasan dan pengalaman-pengalaman tipikal disampaikan.
Setelah ini semua, pernyataan-pernyataan umum disampaikan sebagai spekulasi
tentang apa yang mungkin berkelebat dalam benaknya pada satu waktu atau
kapan pun. Sekali lagi ini disampaikan pelan-pelan dalam istilah umum yang
samar-samar, sehingga pasien bisa membuat penerapan personal yang luas dan
komprehensif atas semua pandangan ini.
Sebentar setelah itu, pasien merespons dengan menunjukkan minat dan
menyampaikan wawasan dan pemahamannya. Ia menyimpulkan secara
sederhana, “Kau tahu, aku bisa memahami apa yang salah dengan diriku, tetapi
aku terburu-buru sekarang dan aku akan menceritakannya kepadamu besok.”
Ini adalah pengakuan pertamanya bahwa ia memiliki masalah, dan alih-alih
mengizinkannya pergi, ia segera dihipnotis lagi dan dengan sungguh-sungguh
diperintahkan untuk memulihkan semua ingatannya tentang pengalaman trance

68
yang akan bermanfaat baginya. Dengan menekankan pada fakta bahwa ingatan-
ingatan tertentu akan berharga dan bermanfaat baginya, pasien terbimbing untuk
melihat semua itu mungkin memang bermanfaat baginya. Hal ini untuk
menghindarkan pasien dari kemungkinan munculnya konfilk batin tentang
ingatan-ingatan itu. Ini membantunya merasa bebas untuk memulihkan semua
ingatan. Pasien diberitahu bahwa ia mestinya merasa bebas untuk meminta
pendapat, saran, dan petunjuk apa pun yang ia inginkan, dan mengikutinya
dengan enteng dan nyaman. Segera setelah pengarahan tersebut, pasien
dibangunkan.
Saat itu juga, tetapi dengan kurang bergairah, ia mengatakan bahwa ia ingin
pergi namun menambahkan bahwa ia lebih dulu ingin menanyakan sesuatu.
Ketika dipersilakan bertanya, pasien meminta hipnotis untuk menyampaikan
pendapat pribadinya tentang, “berciuman, bersentuh-sentuhan, dan berpelukan.”
Sangat hati-hati dan menggunakan kata-kata pasien itu sendiri, hipnotis
menyetujui ketiga hal itu, dengan catatan bahwa itu semua seharusnya dilakukan
dalam cara yang menenteramkan bagi prinsip-prinsip yang dipegang oleh orang
itu sendiri. Hanya dengan cara begitulah orang bisa tenteram berpegang pada
prinsip dasar kepribadiannya. Pasien memikirkan dalam-dalam pernyataan itu dan
kemudian meminta pendapat pribadi hipnotis apakah boleh merasakan dorongan
seksual. Jawaban hati-hati diberikan bahwa dorongan seksual adalah perasaan
yang normal dan esensial bagi setiap manusia dan justru keliru jika itu tidak
muncul pada situasi yang tepat. Ditambahkan juga pernyataan yang ia niscaya
setuju bahwa ibunya sendiri, sekiranya masih hidup, pastilah akan menyampaikan
hal yang sama. Setelah merenungi hal itu, pasien keluar buru-buru.

HASIL TERAPETIK
Hari berikutnya pasien datang lagi untuk menyatakan bahwa ia telah
menghabiskan waktu semalaman bersama lelaki yang melamarnya. Dengan
sangat tersipu-sipu ia menambahkan, “Ciuman sungguh menyenangkan.” Setelah
itu ia buru-buru pergi lagi.

69
Beberapa hari kemudian ia datang sesuai perjanjian dan mengulurkan tangan
kirinya untuk menunjukkan cincin pertunangan. Ia menjelaskan bahwa karena
percakapannya dengan hipnotis pada sesi terapetik terakhir, ia mendapatkan
pemahaman yang sama sekali baru tentang banyak hal, dan bahwa pemahaman
baru ini memungkinkannya menerima emosi cinta dan mengalami dorongan dan
perasaan seksual, dan bahwa ia sekarang benar-benar matang dan siap menjalani
kehidupan sebagai perempuan dewasa. Ia tampaknya tidak berminat membahas
masalah lebih lanjut, kecuali menanyakan apakah ia bisa disediakan waktu
pertemuan dalam beberapa hari mendatang dan menjelaskan bahwa pada waktu
itu ia ingin menerima petunjuk tentang senggama, karena ia akan menikah tak
lama lagi. Ia menambahkan dengan sedikit malu-malu, “Dokter, pada waktu aku
terburu-buru itu.... Dengan tidak membiarkan aku terburu-buru, kau
menyelamatkan keperawananku. Aku ingin segera mendatanginya waktu itu dan
menyerahkan diriku.”
Kadang di waktu-waktu kemudian, ia meminta dibuatkan waktu ketemu
karena ia ingin ketemu. Informasi-informasi kecil diberikan kepadanya, dan
tampak bahwa ia tidak memiliki kecemasan atau kegelisahan tertentu mengenai
apa saja dan secara ringan ia menyatakan keinginannya diberi pengarahan.
Sebentar setelah itu pasien datang untuk melaporkan bahwa ia akan menikah
dalam beberapa hari lagi dan ia menunggu dengan bahagia bulan madunya.
Sekitar setahun kemudian ia datang untuk melaporkan bahwa perkawinannya
berjalan seperti yang ia inginkan, dan ia menanti-nanti kehamilan dengan
perasaan senang. Dua tahun kemudian ia datang lagi dan tampak bahagia bersama
suami dan anaknya.

RINGKASAN DAN DISKUSI


Dengan alasan khusus, penanganan pasien ini harus diberikan secara hati-
hati. Situasi sakitnya membuat pendekatan langung terhadap masalahnya (baik
oleh lelaki maupun perempuan) berbahaya karena pendekatan tersebut akan
meningkatkan kepanikan dan dorongan depresifnya untuk bunuh diri. Ia bisa

70
ditangani, hanya dengan cara seolah-olah masalah itu menyingkir sendiri, bahkan
tanpa ia menyadari bahwa terapi sudah dijalankan, tanpa memahami
perkembangan hubungannya dengan terapis, dan tanpa menyebut-nyebut
pengalaman yang membuatnya mengalami masalah.
Untuk semua alasan itu, penananan dimulai dengan berpura-pura menangani
orang lain dan ia hanya hadir untuk menemani orang itu. Dengan cara ini ia pelan-
pelan masuk ke dalam situasi hipnotik di mana masalahnya kemudian bisa
didekati secara lebih langsung.
Dari sini penanganan berlangsung mulus dengan pendekatan yang
berkebalikan dengan teknik-teknik psikoanalisa. Beberapa poin tampaknya perlu
kita garisbawahi.
Alih-alih bersandar pada kenangan untuk membereskan pengalaman-
pengalaman penting di masa lalu, pasien dalam kondisi hipnotik dibawa kembali
ke periode kritis masa kecilnya. Dalam keadaan ini ia bisa menghidupkan lagi apa
yang secara umum mempengaruhi dirinya, tetapi tanpa masuk ke dalam detail
kejadian-kejadian tertentu. Ini untuk menghindarkannya dari perasaan bersalah
dan ketakutan. Demikian pula, ketimbang menguatkan ingatan sadarnya, pasien
diberi kesempatan untuk melupakan hal-hal yang menyakitkan, tidak hanya
selama sesi hipnotik tetapi juga setelahnya. Izin untuk lupa ini diberikan dengan
menegaskan bahwa apa yang dilupakan secara sadar itu bisa dipulihkan selama
sesi hipnosis jika dibutuhkan untuk kepentingan terapetik, dan efektivitas
terapetik itu akan berlanjut bahkan selama berlangsungnya pelupaan pasca-
hipnotik.
Intervensi hipnotis terhadap kekakuan superego pasien menarik untuk
dibahas dari berbagai sudut pandang. Yang terutama penting dicatat adalah fakta
bahwa intervensi itu dimulai dengan dukungan penuh pada kekakuan pasien (yang
bersumber dari ajaran mendiang ibunya). Hanya melalui “identifikasi diri” dengan
sang ibu, maka hipnotis bisa pelan-pelan menurunkan tingkat kekakuan pasien
dan kemudian masuk ke sistem pertahanan diri yang dikembangkan oleh pasien
dengan merujuk pada pengajaran ibunya. Poin penting lainnya adalah metode

71
yang digunakan oleh hipnotis untuk membantu pasien mengumpulkan dan
menyatukan ide-ide terlebih dulu sebelum mengkomunikasikannya. Ini
tampaknya berguna untuk mengurangi ketakutan pasien terhadap ingatannya
tentang masa lalu. Selain itu, akan lebih mudah bagi pasien untuk menyampaikan
pandangannya, ketika semua itu sudah dikaji lebih dulu dalam benak, ketimbang
jika ia harus menuturkan kejadian tertentu. Metode dua tingkat ini, yakni
mengingat dan mengumpulkan data sebelum mengkomunikasikan sesuatu, jelas
membantu pasien untuk melepaskan diri dari emosi yang melekat pada sebuah
kejadian.
Ada banyak pertanyaan yang menarik kita cari jawabannya. Apakah
ketundukannya pada sosok ibu yang berkuasa itu didasari oleh rasa kasih atau
oleh kengerian dan ketakutan? Apakah ibu yang meninggal dan teman yang
meninggal itu setara? Jika hipnotis mengidentifikasi diri sebagai teman baiknya,
dan bahwa sebagai teman (yang sudah meninggal) ia mendorong dan merestui
hubungannya dengan suaminya (setara dengan mendiang ibunya mengatakan
bahwa ia bisa bercinta dengan ayahnya), apakah pengidentifikasian diri dengan
teman dekat ini bisa membebaskan pasien dari perasaan bersalah dan dari depresi
histerisnya? Dan apa sesungguhnya yang telah menyebabkan kesembuhan?
Apakah hipnotis disamakan dengan ibunya, sehingga bisa menyingkirkan tabu-
tabu yang berasal dari si ibu? Atau apakah pacarnya mula-mula menjadi
perwujudan dari ayahnya sebelum posisi itu diambil alih oleh hipnotis, sehingga
karena lelaki itu bukan lagi perwujudan ayahnya, maka pasien bisa menerima
hubungan cinta dengan lelaki itu tanpa bayang-bayang inses? Secara umum, apa
kontribusi semua fakta masa kecil, yang tentunya menentukan hubungan pasien
dengan orang tuanya dan dengan orang-orang lain?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu akan sangat menarik, baik dari sudut
teoretis maupun dari sudut faktual. Namun fakta bahwa penyembuhan terjadi
begitu cepat, sementara hipnotis tidak banyak melakukan apa pun untuk menguak
berbagai fakta, demikian pula pasien, bagaimanapun memiliki konsekuensi
teoretisnya sendiri. Ia menghadapkan kita pada pertanyaan: jika penyembuhan

72
bisa terjadi melalui pemerolehan wawasan elementer semacam itu, maka apa
sesungguhnya kaitan antara wawasan bawah sadar, wawasan sadar, dan proses
kesembuhan orang dari neurosis?***

Daftar Pustaka
Erickson, M. (1938). A study of clinical and experimental findings on hypnotic
deafness. I. Clinical experimentation and findings. II. Experimental findings
with a conditioned reflex technique. Journal of Genetic Psychology, 19, 127-
150; 151-167.
Erickson, M. (1939). The induction of color blindness by hypnotic suggestion.
Journal of General Psychology, 20, 61-89.
Kubie, L. S. (1939). A critical analysis of the concept of a repetition compulsion.
International Journal of Psychoanalysis, 20, 390-402.

73
Teknik Hipnosis untuk Pasien
Resisten
Milton H. Erickson

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The American Journal of Clinical
Hypnosis, Juli 1964, 7, 8-32.

da banyak tipe pasien sulit dan sebagian menunjukkan sikap bermusuhan,


melawan, resisten, defensif, dan tidak sudi menerima terapi, padahal
untuk itulah mereka datang. Sikap melawan ini merupakan bagian dari
keseluruhan alasan kenapa mereka membutuhkan terapi. Itu adalah manifestasi
sikap neurotik mereka terhadap terapi (yang mereka kehendaki) dan perasaan
galau akan runtuhnya benteng pertahanan diri, dan itu merupakan bagian dari
simptom. Karenanya sikap tersebut harus dihargai dan tidak dipandang sebagai
kesengajaan atau bahkan niat bawah sadar untuk melawan terapis. Resistensi
semacam itu mestinya diterima secara terbuka, bahkan diterima dengan baik,
karena ia adalah bentuk komunikasi yang penting dan vital dari sebagian
persoalan mereka dan sering bisa digunakan sebagai pintu masuk untuk
menyelami mereka. Itu sesuatu yang tidak pasien sadari. Lagipula, mereka
mungkin tertekan secara emosional, karena itu mereka sendiri sering menafsirkan
perilaku mereka sebagai tidak terkendalikan, tidak menyenangkan, dan tidak
kooperatif.

74
Terapis yang memahami hal ini, terutama jika mahir dalam hipnoterapi, bisa
dengan cepat mengubah bentuk-bentuk perilaku yang tampaknya tidak kooperatif
ini menjadi kedekatan, sebuah perasaan dipahami, dan sikap penuh harapan akan
keberhasilan yang mereka dambakan.
Biasanya pasien-pasien seperti ini telah berkonsultasi kepada lebih dari satu
terapis, mengalami kegagalan, dan kesulitan mereka menjadi-jadi. Kenyataan itu
sendiri sudah menunjukkan betapa mereka punya perhatian terhadap masalah
mereka dan ingin mendapatkan peyelesaian. Jika mereka dihargai, jika sikap awal
yang tampaknya tidak bersahabat diterima sebagai simptom dan bukan
perlawanan, hal itu justru sering menjanjikan penyembuhan cepat.
Karena itu terapis bisa membantu pasien untuk mengekspresikan sebebas-
bebasnya perasaan dan sikap menyebalkan mereka, dan memberi komentar yang
tepat untuk memancing mereka mengeluarkan semua perasaan dalam sesi
pertama. Mungkin ini bisa digambarkan melalui contoh ekstrem tentang pasien
yang masuk ke ruanganku dengan pernyataan pembuka yang begitu kasar.
Kusambut kekasarannya dengan mengatakan, “Pasti kau memiliki alasan yang
benar-benar taik untuk menyampaikan hal itu dan bahkan yang lain-lainnya
lagi.” Bagian yang dimiringkan itu adalah perintah untuk lebih mengungkapkan
diri, yang tidak disadari oleh pasien, tetapi itu sangat efektif.
Dengan sangat kasar dan vulgar, dengan kata-kata yang pahit dan penuh
kemarahan, dan dengan cara menyebalkan orang ini menyampaikan kebrengsekan
dan kegagalan terapi-terapi yang ia lakukan berkali-kali dan memakan waktu
lama. Ketika ia berhenti, aku memberikan komentar simpel, “Yah, kau memiliki
alasan yang taik banget untuk mendapatkan terapi dari aku.” (Inilah definisi
kedatangannya yang tidak ia sadari.)
Dalam hal ini, kata-kata yang dimiringkan itu tampak hanya sebagai bagian
dari komentar yang kusampaikan mengikuti model bahasanya. Ia tidak menyadari
bahwa situasi terapetik sedang dirumuskan untuk dirinya, dan ia mengatakan,
“Jangan khawatir, aku tak akan menjadi lebih positif atau menjadi lebih [tak bisa
dituliskan] terhadapmu. Aku akan membayar pekerjaanmu dengan baik, oke? Aku

75
tidak menyukaimu, aku kenal banyak orang yang tidak menyukaimu. Satu-
satunya alasanku kemari adalah karena aku membaca banyak tulisanmu dan
kubayangkan kau bisa menangani anjing yang kasar, suka mencela, dan tidak
kooperatif, yang akan memberikan penolakan terhadap apa pun yang akan
kaulakukan terhadapku. Aku tak bisa apa-apa soal itu, jadi katakan saja padaku
agar keluar dari tempat ini atau suruh aku tutup mulut, dan kau mengerjakan
urusanmu, tetapi jangan coba-coba melakukan psikoanalisa. Aku benci sekali
dengan itu. Hipnotislah aku, hanya saja aku tahu bahwa kau tak bisa melakukan
apa yang sudah kautulis. Jadi, segera lakukan!”
Dengan nada suara ringan dan seulas senyum aku menjawab, “Oke, tutup
mulutmu, duduklah, jaga mulut busukmu agar terus mengatup dan dengarkan; dan
duduklah tegak, aku akan segera melakukan [menggunakan kata-kata si pasien],
tetapi aku akan melakukan dengan lambat atau cepat seenak perutku sendiri.”
Aku menggunakan kata-katanya untuk memenuhi permintaannya, namun aku
menyampaikannya dengan ringan dan dengan suara yang tidak mengandung
kebencian. Di sini aku juga menyodorinya informasi yang sangat penting (dalam
cetak miring) tanpa ia sadari.
Pasien itu duduk dan membelalak diam dan menantangku. Ia tidak menyadari
bahwa ia sesungguhnya telah membawa dirinya sendiri masuk ke dalam situasi
terapetik. Ia malahan menyalahpahami perilakunya sendiri sebagai pembangkang
yang tidak kooperatif. Ketika perhatian dan pemahamannya sudah terpusat, maka
aku menerapkan teknik hipnosis yang bekerja baik selama bertahun-tahun pada
pasien-pasien yang tidak kooperatif, membangkang, dan sulit. Dan aku
melakukannya dengan banyak spekulasi tentang bagaimana mengubah ujaran
mereka sendiri menjadi sugesti vital yang secara efektif membimbing perilaku
mereka, meskipun tanpa mereka ketahui pada saat itu.

Teknik dan Dasar Pertimbangannya


Teknik ini, akan dijelaskan secara rinci nanti, bisa dipendekkan atau
dipanjangkan dengan pengulangan dan elaborasi sesuai kapasitas pasien untuk

76
memahami dan merespons. Sungguh bermanfaat untuk menggunakan bahasa
pasien, sekalipun kasar, tidak sopan, atau bahkan cabul. Namun, dalam
menggunakan itu, aku biasanya segera menghentikan ketidaksopanan bahasa si
pasien, tetapi tetap menggunakan kengawuran tata bahasanya yang mungkin
adalah karakteristik bahasa si pasien. Jadi kekasaran pasien (yang terekspresikan
dalam bahasanya) secara diam-diam tersingkirkan. Selanjutnya, baik si pasien
maupun terapis memasuki wilayah linguistik yang aman dan menyenangkan,
namun tetap familiar bagi si pasien. Pasien tidak tahu dan tidak menyadari
bagaimana ini terjadi, sebab ia diarahkan secara tidak langsung.
Ketika sudah terkumpul informasi yang memadai dari pasien kasar dan
pembangkang itu, dan kita sudah bisa mengukur sikap dan perilaku pahitnya
untuk menyimpulkan tipe kepribadian pasien tersebut, ia bisa dipotong dengan
ujaran pembuka yang mengandung penyataan negatif dan positif. Pernyataan
pembuka itu tampaknya tepat dan relevan, dan ditujukan kepadanya dalam bahasa
yang sangat bisa ia pahami pada saat itu. Namun, dalam pernyataan itu kita
menyusupkan sugesti secara tersamar dan tidak langsung demi mendapatkan
perilaku responsif dan reseptif darinya. Terhadap pasien yang dicontohkan di atas,
aku menyampaikan, “Aku tidak tahu apakah kau akan atau tidak akan memasuki
trance saat kau diminta.” (Orang perlu mencermati baik-baik kalimat ini untuk
memahami semua elemen negatif dan positif, sesuatu yang tidak mungkin
dilakukan ketika kita mendengarnya.)
Dengan kalimat pembuka semacam ini kepada pasien spesial tersebut, teknik
utilisasi bisa diterapkan dengan prosedur yang benar-benar sangat ringan, tidak
gramatikal, dipenuhi dengan sugesti dan instruksi langsung maupun tak-
langsung—tetapi tidak mudah dikenali. Karena itu bagian tersebut akan
dimiringkan agar pembaca mudah mengenalinya. Kalimat dalam tanda kurung
atau paragraf penjelasan dibubuhkan hanya untuk kepentingan pembaca, dan
bukan bagian dari teknik.
“Kau datang untuk terapi, kau meminta hipnosis, dan riwayat masalah yang
kausampaikan membuatku sangat percaya bahwa hipnosis akan menolongmu.

77
Namun, kau menyampaikan begitu yakin bahwa kau adalah subjek hipnotik yang
pembangkang, sehingga orang-orang lain gagal membawamu memasuki trance,
sehingga berbagai teknik seperti tidak ada pengaruhnya, dan itu membuatmu tidak
mempercayai para hipnotis kenamaan dan hipnosis itu sendiri sebagai sarana
terapetik. Kau sudah berterus terang mengungkapkan bahwa aku tidak bisa
membuatmu trance, dan dengan terus terang juga kau menyatakan bahwa kau
diyakini akan menolak semua upaya dengan hipnosis dan bahwa penolakan ini
akan membalikkan kehendakmu yang sungguh-sungguh dan upayamu untuk
bekerjasama.” [Melawan hipnosis berarti orang mengakui keberadaannya, sebab
tidak akan ada perlawanan pada sesuatu yang tidak ada, dan keberadaan
menyiratkan kemungkinannya. Jadi masalahnya lalu bukan pada realitas atau nilai
hipnosis, tetapi pada perlawanannya kepada hipnosis. Karena itu titik pijak untuk
menggunakan hipnosis dibangun, tetapi dengan cara mengarahkan perhatian
orang itu kepada pemahaman atas perlawanannya terhadap hipnosis. Maka
induksi hipnosis dibawakan dengan berbagai teknik yang tidak mungkin ia
ketahui.]
“Karena kau datang untuk terapi dan kau menyampaikan bahwa kau seorang
pasien yang suka meremehkan dan tidak kooperatif, biar kujelaskan beberapa hal
sebelum kita mulai. Jadi aku bisa mendapatkan perhatianmu, duduk saja dengan
kaki menapak di lantai dengan kedua tanganmu di atas paha, jangan biarkan
kedua tanganmu saling bersentuhan.” [Ini lebih untuk mengkomunikasikan
isyarat awal ketimbang tujuan lainnya.]
“Karenanya, sekarang kau bisa duduk tegak selagi aku bicara, perhatikan saja
penindih kertas itu, benda kecil itu. Dengan memperhatikan itu kau bisa
mempertahankan pandangan matamu, dan itu akan membuat kepalamu tak
bergerak dan itu akan membuat telingamu tak bergerak, dan itulah telingamu
yang sedang kuajak bicara. [Ini adalah isyarat pertama disosiasi, pemisahan.]
Tidak, jangan melihatku, lihat penindih kertas itu saja, karena aku ingin telingamu
tak bergerak dan kau menggerakkannya ketika kau melihatku. [Kebanyakan
pasien mula-mula cenderung untuk mengalihkan pandangannya; maka fiksasi

78
mata lebih efektif ketika ia diminta untuk tidak menggerakkan telinganya, dan
jarang kita harus mengulang sampai lebih dari tiga kali untuk permintaan sepele
seperti ini.]
“Sekarang, ketika kau datang ke ruangan ini, kau membawa serta kedua
pikiranmu, yakni bagian depan dan belakang pikiran. [“Pikiran sadar” dan
“pikiran bawah sadar” bisa digunakan, tergantung tingkat pendidikan, dan
pemberitahuan ini menyebabkan disosiasi.] Sekarang, aku benar-benar tidak
peduli apakah kau mendengarku dengan pikiran sadarmu, karena ia tidak
memahami persoalanmu sama sekali, atau kau pergi saja dari sini, karena itu aku
hanya ingin bicara kepada pikiran bawah sadarmu karena ia di sini dan cukup
dekat untuk mendengarku. Jadi kau bisa membiarkan pikiran sadarmu
mendengarkan berisik jalanan atau pesawat yang melintas atau bunyi mesin ketik
di ruang sebelah. Atau kau bisa memikirkan gagasan-gagasan yang menyusup di
pikiran sadarmu, gagasan sistematis, gagasan semrawut, karena yang ingin
kulakukan hanya bicara pada pikiran bawah sadarmu, dan ia akan mendengarku
karena ia berada dalam jangkauan bahkan sekalipun pikiran sadarmu sudah
menjadi bosan [kebosanan menyebabkan ketidaktertarikan, distraksi, bahkan
tidur].
“Jika matamu lelah, akan lebih baik baginya untuk mengatup tetapi pastikan
tetap waspada [sebuah kalimat yang licin sekiranya perlawanan terhadap hipnosis
masih ada], sebuah gambaran mental atau visual yang bagus bersiaga di
pikiranmu [sebuah instruksi yang tak bisa dikenali untuk mengembangkan
kemungkinan ideosensori, yakni munculnya fenomena visual, sementara kata
“bersiaga” meyakinkan perlawanannya terhadap hipnosis.] Nyaman sajalah selagi
aku bicara kepada pikiran bawah sadarmu, karena aku tidak peduli apa yang
dikerjakan oleh pikiran sadarmu. [Ini upaya tak terdeteksi untuk menyingkirkan
perhatian sadar, yang disampaikan segera setelah sugesti untuk nyaman dan
berkomunikasi hanya dengan pikiran bawah sadar.]
“Sekarang, sebelum terapi bisa dijalankan, aku ingin memastikan apakah kau
memahami bahwa masalahmu sungguh tidak disadari olehmu tetapi kau bisa

79
belajar memahami masalah-masalahmu dengan pikiran bawah sadarmu. [Ini
pernyataan tidak langsung bahwa terapi bisa dicapai dan bagaimana ia bisa
dijalankan dengan lebih menekankan pada disosiasi.]
“Setiap orang tahu bahwa orang bisa berkomunikasi verbal [atau “bicara
dengan kata-kata”, jika menghadapi orang dengan tingkat pendidikan rendah] atau
dengan bahasa isyarat. Bahasa isyarat yang paling umum, tentunya, adalah kau
menganggukkan kepalamu ya atau tidak. Setiap orang bisa melakukan itu. Orang
bisa mengisyaratkan ‘kehadirannya’ dengan jari telunjuk, atau melambai “da-daa”
dengan lambaian tangan. Isyarat tangan dari cara pandang tertentu bisa berarti
‘ya, saya ada di sini,’ dan menggoyangkan kepala berarti ‘tidak, tidak ada di sini.’
Dengan kata lain, orang bisa menggunakan kepala, jari, atau tangan untuk
menyampaikan ya atau tidak. Kita semua melakukan itu. Karena itu kau juga bisa.
Kadang ketika kita mendengar seseorang kita mungkin mengangguk atau
menggelengkan kepala tanpa mengetahuinya baik untuk setuju atau tidak setuju.
Akan mudah sekali untuk melakukan itu dengan jari atau tangan.
“Sekarang aku ingin menyampaikan kepada pikiran bawah sadarmu sebuah
pertanyaan yang bisa sekadar dijawab ya atau tidak. Itu pertanyaan yang hanya
pikiran bawah sadarmu bisa menjawabnya. Baik pikiran sadarmu atau pikiran
sadarku, atau, dalam urusan ini, bahkan pikiran bawah sadarku tidak akan tahu
jawabannya. Hanya pikiran bawah sadarmu tahu mana jawaban yang bisa
disampaikan, dan ia harus berpikir apakah jawabannya ya atau tidak. Itu bisa
berupa anggukan atau gelengan kepala, mengangkat jari telunjuk—maksudku
jari telunjuk kanan untuk jawaban ya, jari telunjuk kiri untuk jawaban tidak,
karena itulah yang lazim bagi orang tangan kanan, dan sebaliknya bagi orang
kidal. Atau tangan kanan bisa terangkat atau tangan kiri bisa terangkat. Tetapi
hanya pikiran bawah sadarmu yang tahu apa jawaban yang akan muncul ketika
aku menyampaikan pertanyaan untuk dijawab ya atau tidak. Dan bahkan pikiran
bawah sadarmu tidak akan tahu, ketika pertanyaan diajukan, apakah ia akan akan
menjawab dengan gerakan kepala, atau gerakan jari, dan pikiran bawah
sadarmu harus memikirkan pertanyaan itu dan memutuskan, setelah ia

80
menemukan jawabannya sendiri, hanya begitulah ia akan menjawab. [Seluruh
penjelasan ini pada dasarnya adalah serangkaian sugesti panjang lebar sehingga
respons ideomotor dipersatukan dengan peristiwa tak terhindarkan—yakni subjek
“harus berpikir” dan “memutuskan” tanpa harus ada permintaan sesungguhnya
untuk respons ideomotor. Ada implikasi di sana, dan implikasinya sulit ditolak.]
“Karenanya dalam situasi sulit ini di mana kita menemukan diri sendiri [ini
membangun “kedekatan” dengan pasien], kita harus duduk bersandar dan terus
menunggu [perilaku ikut ambil bagian] pikiran bawah sadarmu memikirkan
pertanyaan, merumuskan jawaban, kemudian memutuskan, apakah dengan
kepala, jari, atau tangan, untuk memunculkan jawaban.” [Ini adalah sugesti dan
instruksi kedua yang disamarkan dalam bentuk penjelasan. Tampaknya subjek
tidak diminta melakukan apa pun, tetapi sebenarnya ia diarahkan secara tidak
langsung untuk pasif dan mengizinkan munculnya respons ideomotor pada
tingkatan bawah sadar dalam bentuk yang telah disugestikan kepadanya sebagai
hasil dari proses mental. Dalam semua prosedur ini ada sugesti tersamar atau tak-
langsung yang diberikan, yakni bahwa pikiran sadar tidak akan mengetahui
aktivitas mental bawah sadar, yang esensinya adalah untuk mengembangkan
trance yang telah dikondisikan.]
“Sebelum aku menyampaikan pertanyaan itu, aku ingin menyarankan dua
kemungkinan. (1) Pikiran sadarmu mungkin ingin tahu jawabannya. (2) Pikiran
bawah sadarmu mungkin tidak ingin kau tahu jawabannya. Menurutku, dan
kupikir kau akan setuju, kau datang kemari untuk terapi demi alasan yang di luar
jangkauan pikiran sadarmu. Karena itu aku berpikir bahwa kita semestinya
mendekati pertanyaan ini dengan cara menempatkannya di pikiran bawah
sadarmu agar ia menjawab dengan sendirinya, dengan demikian kehendak sisi
terdalam bawah sadarmu untuk menyembunyikan jawaban itu atau
mengungkapkannya kepada pikiran sadarmu tetap dijaga dan dihormati dengan
layak. [Ini adalah yang ia inginkan dari orang lain, tetapi ia tidak bisa benar-benar
memahami bahwa ia menginginkan perlakuan yang fair dari dirinya sendiri.]

81
“Sekarang untuk memenuhi keinginanmu, aku akan menyampaikan
pertanyaan ya atau tidak, dan bergembiralah membiarkan pikiran bawah sadarmu
menjawab [ini sugesti langsung yang tidak disadari oleh pasien, didahului oleh
pernyataan tidak langsung], dan kau bisa menyampaikan jawaban itu kepada
pikiran sadarmu atau menyembunyikannya dari pikiran sadarmu, atau apa saja
yang terbaik menurut pikiran bawah sadarmu. Hal yang mendasar, tentunya,
adalah jawaban itu sendiri, bukan urusan menyampaikan atau menyimpan. Ini
karena tindakan menyimpan sesungguhnya hanya tepat untuk nanti, karena hasil-
hasil terapetik yang akan kaucapai [juga sebuah perintah yang tidak dikenali
karena tersamar sebagai penjelasan] akan benar-benar mengungkap jawaban itu
kepadamu pada waktu pikiran bawah sadarmu mempertimbangkan apa yang
tepat dan bermanfaat bagimu. Maka, kau bisa berharap akan mengetahui
jawaban cepat atau lambat, dan keinginan sadarmu, juga keinginan bawah
sadarmu, sedang mencari terapi dan memenuhi kebutuhanmu dalam cara yang
tepat di waktu yang tepat. [Ini sugesti definitif yang disampaikan sebagai
penjelasan dan sangat menekankan sugesti positif.]
“Sekarang, bagaimana pertanyaan ini akan dijawab? Dengan omongan?
Hampir tidak! Itu akan membuatmu bicara dan mendengar. Maka lantas akan
menjadi urusan yang tidak fair dengan pikiran bawah sadarmu jika ia
menginginkan, demi kebaikanmu, untuk menyembunyikan jawaban dari pikiran
sadarmu. Lalu bagaimana? Sederhana sekali dengan gerakan otot yang kau bisa
atau mungkin tidak bisa memperhatikannya, sesuatu yang bisa dilakukan secara
sengaja dan disadari atau dilakukan secara tidak disadari dan tanpa diperhatikan.
Kau bisa menganggukkan kepala atau menggelengkan kepala tanpa
memperhatikannya pada saat kau setuju atau tidak setuju dengan pembicara, atau
mengernyit ketika kaupikir kau sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu di
benakmu. “Apa gerakan otot yang akan terjadi? Aku berpikir akan lebih baik
kalau aku menyebut beberapa kemungkinan [hanya “berpikir” atau “menyebut”,
tampaknya tidak memaksa, memerintah, atau menganjurkan], tetapi sebelum
melakukan itu biar kujelaskan perbedaan antara gerakan otot pikiran sadar dan

82
bawah sadar. [Gerakan otot disebut selagi perhatiannya terpusat; itu manuver
untuk mempertahankan perhatian tersebut demi apa yang nanti akan
diperkenalkan, tetapi sekarang ditunda penyampaiannya. Menyinggung “gerakan
otot” ini adalah langkah pembuka untuk suatu topik, tetapi kita kemudian masuk
ke penjelasan awal.] Respons pikiran sadar tidak bisa disembunyikan darimu. Kau
mengetahuinya seketika. Kau menerimanya dan kau meyakininya, mungkin
dengan enggan. Tidak ada penundaan terhadapnya. Ia muncul dalam pikiranmu
seketika, dan kau membuat respons saat itu juga.
“Pikiran bawah sadar berbeda, karenanya kau tidak tahu seperti apa itu
nantinya. Kau harus menunggunya terjadi, dan secara sadar kau tidak bisa tahu
apakah ia akan ‘ya’ atau ‘tidak’ [Bagaimana gerakan otot bisa ‘ya’ atau ‘tidak’?
Pasien harus mendengarkan sungguh-sungguh untuk mendapatkan penjelasan
yang masuk akal.] Ia tidak harus sesuai dengan jawaban sadar yang tentunya
cocok dengan pemikiran sadarmu. Kau harus menunggu, dan mungkin menunggu
dan menunggu, dan membiarkannya terjadi. Dan itu akan terjadi pada waktunya
dan pada kecepatannya sendiri. [Ini perintah langsung, tetapi terdengar seperti
penjelasan. Dan ia memberi waktu bagi munculnya perilaku di luar kesadaran.
Penting diingat, jangan pernah menyampaikan kepada pasien bahwa jawaban
tidak sadar hampir selalu dicirikan dengan gerakan berulang-ulang. Keberulangan
aktivitas ideomotor akan lebih singkat waktunya jika pikiran bawah sadar
berharap pikiran sadar tahu. Penundaan dan disosiasi menjadi sangat berkurang,
meskipun jawaban tak-sadar itu mungkin tertunda ketika pikiran bawah sadar
menjalani proses merumuskan jawaban dan membuat keputusan untuk
menyampaikan jawaban itu atau tidak kepada pikiran sadar. Jika pasien menutup
matanya secara spontan, hampir bisa dipastikan bahwa jawaban yang ia berikan
akan secara spontan disembunyikan dari pikiran sadarnya. Ketika jawaban
“diberitahukan” kepada pikiran sadar, dan terutama jika jawaban itu bertentangan
dengan pendapat sadarnya, pasien akan memperlihatkan keheranan dan kadang
enggan mengakui bahwa jawaban bawah sadar itu seratus persen benar, dan itu
justru mengintensifkan respons hipnotiknya. Untuk memunculkan respons

83
repetitif berikutnya, kita bisa mengajukan secara enteng pertanyaan seperti,
“Tetapi kau bisa menyembunyikan sebuah jawaban, begitu bukan?” Pertanyaan
seperti itu, tanpa disadari, akan memastikan respons ideomotor berikutnya yang
luput dari perhatian pikiran sadar. Aku punya pasien resisten yang menjawab
pertanyaanku secara sadar dan seketika menggelengkan kepala dengan sungguh-
sungguh. Setelah itu ia terheran-heran pada kelambanan responsku dalam
menyikapi jawabannya. Ia tidak tahu bahwa aku diam-diam menunggu apakah
akan muncul gelengan yang pelan secara berulang-ulang dari kiri ke kanan atau
anggukan dari atas ke bawah. Pasien semacam ini akan bisa membuat gerakan
berulang-ulang, terutama gerakan kepala, yang mungkin berlangsung selama lima
menit tanpa ia menyadari apa yang terjadi. Ketika pasien trance, respons
ideomotor bisa saja berupa gerakan cepat seperti dalam keadaan sadar. Ini adalah
hal lain yang patut dicamkan oleh hipnotis. Namun secara umum ciri-ciri
kataleptik lebih memudahkan kita untuk melihat bahwa pasien dalam keadaan
hipnotik.]
“Sekarang gerakan apa yang akan muncul? Banyak orang menganggukkan
atau menggelengkan kepala untuk ‘ya’ atau ‘tidak’, dan pertanyaan yang akan
kuajukan adalah jenis pertanyaan yang meminta jawaban simpel ‘ya’ atau ‘tidak.’
Aku biasanya, sebagaimana orang-orang lain [frase “aku biasanya” dan “orang-
orang lain” mengindikasikan bahwa lumrahnya tindakan itu bisa dilakukan oleh
kita berdua dan itu merupakan tindakan yang umum bagi semua orang], suka
menggunakan telunjuk kanan untuk mengatakan ‘ya’ dan telunjuk kiri untuk
‘tidak’, tetapi itu sering berkebalikan pada orang-orang kidal. [Tak ada
permintaan yang bersifat memerintah, karena pasien ini resisten dan sugesti ini
memberi kebebasan merespons, meskipun itu kebebasan yang ilusif.] Maka dari
itu sejumlah orang memiliki tangan yang ekspresif dan bisa dengan mudah,
disengaja atau tidak, mengangkat tangan kanan untuk mengisyaratkan ‘ya’ atau
tangan kiri untuk mengisyaratkan ‘tidak’. [“Tangan yang ekspresif” hanyalah
pujian tersirat, tetapi itu sangat berarti bagi narsisisme dalam diri setiap orang.

84
Tentunya tidak terlalu aneh bagi seseorang untuk memberi isyarat dengan
telunjuk atau menegur orang dengan jari atau tangan.]
“Aku tidak tahu apakah pikiran bawah sadarmu menginginkan pikiran
sadarmu melihat suatu objek atau memberi perhatian pada kepalamu atau jari-
jarimu atau tanganmu. Mungkin kau suka melihat kedua tanganmu. Dan jika
matamu mengabur saat kau terus melihat kedua tanganmu sementara kau ingin
melihat tangan mana yang akan bergerak ketika aku menyampaikan pertanyaan
kecil, kekaburan semacam itu bisa dipahami. Itu semata-mata karena tanganmu
dekat sekali denganmu dan kau memperhatikannya lekat-lekat. [Bahkan sekiranya
mata pasien tertutup, paragraf ini bisa digunakan dengan enteng. Pada intinya ia
sangat sugestif untuk sejumlah hal, tetapi tidak kentara. Sesungguhnya tujuan
pokok dari penjelasan yang diulang-ulang ini adalah melulu untuk menawarkan
atau mengulangi berbagai sugesti dan instruksi tanpa kelihatan seperti itu. Juga
sejumlah kemungkinan ditawarkan, terutama dalam bentuk double bind tidak
langsung, yang membuatnya makin sulit melakukan penolakan. Seluruh item
perilaku disugestikan secara enteng sehingga tampaknya pasien mewujudkan
pilihannya sendiri. Namun ia sesungguhnya tidak diminta membuat pilihan yang
benar-benar ia kehendaki. Ia tidak menyadari apa lagi yang dikatakan atau
disiratkan. Kecenderungan pribadi saya adalah gerakan kepala, yang bisa dengan
mudah diterima tanpa disadari, tetapi apa pun jenis gerakan yang dilakukan oleh
pasien, saya segera menyusulnya dengan respons ideomotor jenis kedua dan
mungkin ketiga untuk memperkuat kesediaan pasien untuk merespons. Gerakan
tangan menawarkan keuntungan lain untuk nantinya memunculkan fenomena
lain, yang akan dijelaskan nanti.]
“Sekarang [ketika keinginan pasien menguat] kita tiba pada pertanyaan itu!
Aku tidak perlu tahu apa pilihan gerakan yang hendak kaubuat. Kau memiliki
kepala di atas lehermu dan jari-jari di telapak tanganmu dan kau bisa membiarkan
tanganmu tetap tenang di pahamu atau di lengan kursi. Hal terpenting adalah
menjadi nyaman selagi menunggu jawaban bawah sadarmu. [Dengan demikian
kenyamanan dan jawaban bawah sadar melekat satu sama lain tanpa diketahui,

85
dan pasien secara alami menginginkan kenyamanan. Demikian juga ia dalam
tingkat tertentu ingin tahu mengenai “jawaban bawah sadarnya”. Juga, penjelasan
awal yang tertunda diberikan.] Sekarang kau dalam posisi seperti orang-orang lain
pada umumnya atau dalam semua kemungkinan gerakan [sebuah sugesti otoritatif
yang tersamar]. Karenanya pertanyaan yang kusampaikan itu, juga, tidak benar-
benar penting. Yang penting adalah apa yang bawah sadarmu pikirkan, dan apa
yang ia pikirkan tidak diketahui baik olehmu atau olehku. Tetapi pikiran bawah
sadarmu tahu karena ia memproses pemikirannya sendiri, tetapi tidak selalu
sesuai dengan pemikiran sadarmu.”
“Karena kau memintaku membuatmu trance, aku bisa mengajukan
pertanyaan sesuai permintaanmu, tetapi aku lebih suka mengajukan pertanyaan
ringan [kemungkinan ancaman dari hipnosis dihilangkan]. Karena itu mari kita
[dalam hal ini kami bekerja bersama] ajukan satu pertanyaan yang sangat umum
sehingga bisa dijawab dengan salah satu dari berbagai gerakan yang sudah kita
bicarakan. Sekarang inilah pertanyaan yang aku ingin kau mendengarnya
sungguh-sungguh, dan kemudian menunggunya dengan sabar untuk melihat, atau
mungkin untuk tidak melihat, apa jawaban bawah sadarmu. [Setelah diulur-ulur
cukup lama, perhatian pasien begitu terpusat, dan ia menjadi “terbuka” pada
hasratnya untuk tahu pertanyaan itu, dan hasrat seperti itu harus memiliki basis
penerimaan yang tidak disadari terhadap gagasan bahwa pikiran bawah sadarnya
akan menjawab.] Pertanyaanku adalah [disampaikan dengan pelan, intens, dan
sungguh-sungguh], “Apakah pikiran bawah sadarmu berpikir ia akan mengangkat
tanganmu atau jarimu atau menggerakkan kepalamu?” [Tiga kemungkinan
jawaban, yang pikiran sadar tidak tahu.] Tunggulah dengan sabar, dan ingin tahu,
dan biarkan jawabannya muncul.”

***

Apa yang pasien tidak tahu dan tidak mungkin ia mengetahuinya adalah
bahwa ia dibawa berkomunikasi pada dua level, yang membuatnya terperangkap

86
dalam double atau triple bind. Ia tidak mungkin menolak bahwa pikiran bawah
sadarnya bisa berpikir. Ia tak terhindarkan lagi terpaku pada kata “berpikir”.
Setiap gerakan ideomotor, apakah positif atau negatif, adalah komunikasi
langsung dari pikiran bawah sadarnya (tetapi pikiran sadarnya tidak tahu). Jika
kepalanya menggeleng lambat ‘tidak’, aku bisa memunculkan katalepsi dengan
mengangkat tangannya secara lembut. Respons kataleptik ini juga hipnotik; itu
salah satu fenomena hipnosis. Lalu aku bisa memintanya untuk lebih nyaman, dan
jika matanya terbuka, aku menambahkan, “Mungkin dengan menutup mata,
menarik nafas panjang, dan dengan perasaan senang bahwa pikiran bawah
sadarmu secara bebas telah menyampaikan kepadaku sebagaimana yang ia
inginkan.”
Maka, tanpa sepengetahuannya dan sebelum ia punya waktu untuk
menganalisa fakta, ia telah berkomunikasi di tingkatan bawah sadar. Karenanya
secara harfiah ia memasuki trance, yang bertentangan dengan pengakuan
sadarnya sebelum ini bahwa ia jelas akan menyingkirkan keinginannya sendiri
untuk dihipnotis. Dengan kata lain, resistensinya dipangkas dengan menjadikan
respons hipnotik melekat pada proses pemikirannya melalui diskusi berbagai hal
yang tampaknya nonhipnotik. Pada saat itu keyakinan palsunya bahwa ia tidak
ingin dihipnotis tersingkir oleh pemahaman bawah sadar yang menyenangkan
bahwa ia bisa bekerjasama. Jika ia tahu bahwa ia merespons dengan aktivitas
ideomotor, ia akan tercerap untuk mengenali bahwa pikiran sadarnyalah yang
mengendalikan situasi. Ini menempatkannya pada double bind yang lain, yakni
membiarkan pikiran bawah sadarnya “berbagi” dengan pikiran sadar tentang apa
pun yang ia inginkan. Ini akan membuatnya bersepakat juga untuk membiarkan
pikiran bawah sadarnya menyembunyikan informasi dari pikiran sadar, yang pada
gilirannya akan menyebabkan amnesia hipnotik ketika ia mendapatkan lagi
kesadarannya. Jadi, tanpa kelihatan berupaya membuat trance, aku telah
menginduksi trance kepadanya.
Beruntung bagi kedua pihak, baik hipnotis maupun pasien, bahwa
pemunculan satu fenomena hipnotik sering merupakan teknik induksi trance yang

87
luar biasa, dan bisa digunakan lebih sering untuk keuntungan pasien. Pemahaman
ini datang pertama kali di musim panas 1923 selagi bereksperimen dengan
automatic writing. Aku tercengang ketika saudariku Bertha, yang sebelumnya
tidak pernah dihipnotis atau menyaksikan induksi hipnosis, mengembangkan
trance somnambulistik ketika disugesti agar tangan kanannya yang memegang
pensil di atas kertas bergerak pelan, bertahap, dan akan menjadi gemetar,
bergerak, untuk membuat coretan sekenanya saja sebelum tangan itu menulis
huruf-huruf, kemudian kata-kata yang menyusun kalimat sementara ia menatap
lekat-lekat gagang pintu agar tubuhnya bisa duduk diam. Ia menulis “Anjing
nenek suka makan tulang itu,” dan aku mencari tahu apa yang ia maksudkan.
Jawabannya kudapatkan selagi ia menatap kaku ke pintu, “Lihat! Ia memakan
sepiring tulang dan ia menyukai tulang-tulang itu.”
Pada saat itu aku menyadari bahwa ia sebenarnya tidak diinduksi trance ke
arah itu; ia berhalusinasi secara visual pada apa yang ia tulis, karena anjing nenek
ada di tempat lain. Berkali-kali setelah itu automatic writing digunakan secara
tidak langsung sebagai teknik induksi, tetapi ia menolak karena menulis adalah
keterampilan khusus yang sifatnya sistematik dan karena itu memakan banyak
waktu. Sebuah papan ouija kemudian digunakan, tetapi papan ini, meski agak
efektif untuk menginduksi trance tidak langsung, ditolaknya juga karena
berkonotasi dengan supranatural. Langkah yang lebih masuk akal kemudian
ditempuh dengan memunculkan gerakan simpel yang spontan, cepat, dan tidak
meminta keterampilan khusus. Mula-mula ini dilakukan sebagai modifikasi
automatic writing, modifikasi yang secara spontan dan independen dikembangkan
oleh sejumlah subjek—katakanlah, penggunaan garis vertikal untuk “ya”, garis
horisontal untuk “tidak” dan garis miring untuk “saya tidak tahu” Aku sudah
pernah membahas ini dalam tulisan lain bersama Kubie (Psychoanalytic
Quarterly, Oct. 1939, hal. 471-509). Itu sering efektif sebagai teknik tak
langsung untuk menginduksi trance secara cepat.
Ketika respons ideomotor muncul, ia bisa segera digunakan lagi. Misalnya,
ketika pasien menggelengkan kepala “tidak”, tangan yang mengisyaratkan “ya”

88
bisa diangkat pelan, dan katalepsi spontan akan muncul. Atau jika jari “ya”-nya
membuat respons ideomotor, tangan yang berlawanan diangkat untuk
memunculkan katalepsi. Jika kedua matanya terbuka (kedua mata itu sering
menutup spontan ketika aktivitas ideomotor berlangsung), sugesti simpel bisa
disampaikan bahwa ia bisa meningkatkan kenyamanan fisiknya dengan rileks,
menutup mata, beristirahat tenang, menarik nafas panjang, dan menyadari dengan
penuh kepuasan bahwa pikiran bawah sadarnya bisa berkomunikasi langsung
secara jelas dan ia bebas menyampaikan apa pun yang ingin ia sampaikan;
apakah dengan bahasa isyarat, secara verbal, atau keduanya. Ia didorong untuk
menyadari bahwa ia tidak perlu tergesa-gesa atau terburu-buru, bahwa tujuannya
adalah menyelesaikan secara memuaskan dan tidak terburu-buru, dan bahwa ia
bisa melanjutkan komunikasi bawah sadar selama ia mau. Jadi kata “trance” atau
“hipnosis” dihindari, dan jadinya sejumlah sugesti hipnotik atau post-hipnotik
bisa diberikan dalam bentuk manifestasi ketertarikan yang nyaman bagi pasien,
dalam penjelasan dan penenteraman, yang semuanya disampaikan sedemikian
rupa untuk menciptakan orientasi ke depan dengan menyiratkan batas waktu
untuk mencapati tujuan yang memuaskan itu. (Kata-kata yang dicetak miring,
dalam situasi itu, sesungguhnya adalah double bind) Dengan demikian sebuah
landasan dibangun untuk menciptakan kedekatan dan selanjutnya trance dan
proses terapetik yang cepat. Biasanya ini bisa berlangsung dalam satu jam. Dalam
kasus tertentu saya dipaksa oleh pasien untuk menghabiskan 15 jam, yakni ketika
pasien berkecenderungan mencela dan menggagalkan upaya terapi, namun
kemudian menghasilkan trance yang bagus dan proses terapetik yang cepat.
Tentang pasien yang suka mencela, yang dicontohkan di awal tulisan ini, ia
dibangunkan dari trance dengan pernyataan sepele, seolah-olah tidak ada waktu
intervensi, “Yah, itulah omongan kasar yang baru saja kauberikan padaku.” Jadi
pasien secara halus diarahkan ke waktu di mana ia baru saja bicara kasar
kepadaku dan karena itu ia bangun “secara spontan” dari trance, menunjukkan
kebingungan, mencocokkan arlojinya dengan jam dinding saya, dan kemudian

89
berkata dengan heran, “Aku telah omong kasar kepadamu sekitar 15 menit, tetapi
waktunya berlalu lebih dari satu jam! Apa yang terjadi selebihnya?”
Kujawab, “Jadi kau bicara kasar kepadaku 15-20 menit [sengaja memberi
sedikit perpanjangan dari waktu yang ia sebutkan], dan kemudian kau kehilangan
waktu selebihnya! [Pasien secara tidak langsung diberi tahu bahwa ia bisa
kehilangan waktu.] Yah, itulah memang urusanku, dan sekarang kau tahu bahwa
kau bisa menghilangkan waktu, kau pasti tahu kau bisa menghilangkan hal-hal
yang kau tidak ingin mempertahankannya, dengan cara mudah dan begitu saja.
Jadi, pergilah, datang lagi Jumat depan di waktu yang sama, dan bayarlah gadis
di ruang sebelah.” Aku menggunakan kata-kata pasien itu sendiri yang ia gunakan
di awal terapi. Meskipun kata-kata ini digunakan seperti saat awal, sekarang kata-
kata itu menjadi bagian dari instruksi terapi. Juga, karena ia mengatakan bahwa ia
membayar “bagus” untuk terapi, maka dengan memintanya segera membayar, ia
secara tidak sadar telah menjalankan gagasan yang bisa ia terima dan ia sendiri
sangat menghendakinya.
Ketika ia datang lagi Jumat selanjutnya, ia duduk dan bertanya dengan nada
bingung dan seperti bergumam, “Apakah aku harus menyukaimu?” Implikasi
pertanyaan itu jelas, tekanan dalam suaranya menyiratkan sesuatu, dan karena itu
ia harus diyakinkan tanpa ia mengetahuinya. Setelah itu nada suara yang ia
perdengarkan di pertemuan pertama kembali lagi, dan ia nyaman saja
mengatakan, “Busyet, tidak, kau bajingan tolol, kita punya kerjaan yang harus
dilakukan.” Hembusan nafas lega dan kemudian sikap rileksnya tampak sebagai
jawaban tidak sopan dan tidak profesional (ia membutuhkan bersikap seperti itu),
dan mudah sekali mengarahkan perhatiannya pada tujuan yang ia kehendaki, yang
sengaja dicetak miring, dan membebaskannya dari kegelisahan yang bisa
merupakan ancaman bagi keberlanjutan terapi.
Saat ia rileks aku membuat pernyataan ringan, “Tutup saja matamu, ambil
nafas panjang, dan sekarang mari kita kerjakan yang harus dilakukan.” Pada saat
aku selesai berkata begitu, pasien masuk ke kondisi trance somnambulistik; ia
duduk saja di kursi memasuki trance. Sekiranya terapis tidak ingin pasien

90
mengembangkan trance saat itu juga, dengan mudah ia bisa memintanya duduk di
kursi lain.
Pada sesi keempat (dalam trance) ia bertanya, “Apakah boleh menyukaimu?”
Aku menjawab, “Kali lain kau datang, duduk di kursi dengan sandaran tegak dan
pertanyaan dan jawaban akan datang padamu.”
Pada sesi berikutnya ia duduk “spontan” di kursi bersandaran tegak, menatap
bingung, dan menyatakan, “Busyet, ya, aku bisa melakukan hal taik apa pun yang
aku ingin lakukan.” Aku menjawab, “Pembelajar yang lambat, hah?” Terhadap
hal ini ia menjawab, “Aku beres-beres saja.” Dan bangkit, duduk di kursi
biasanya dan masuk ke kondisi trance. (Ia tidak membutuhkan “omong-kosong”
tentang apa pun lagi untuk mengingatkan apa yang harus ia lakukan. Ia bisa
melakukan “hal taik apa pun” yang “ia ingin lakukan.” Maka ia mengenali reaksi
emosional tertentu, mengakuinya pada diri sendiri, dan kemudian membuangnya
dengan cara “melakukan kerjaannya” tanpa membuang-buang waktu untuk
menganalisis apa pun.)
Terapi berlangsung kurang dari 20 jam, setiap percakapan sangat produktif
dengan “sharing “ yang semakin meningkat. Sepuluh tahun kemudian ia tetap
beres dan menjadi kawan baikku, meskipun kami jarang ketemu.
Teknik yang digambarkan di atas digunakan berkali-kali dalam waktu lama
dengan variasi sedikit-sedikit. Berbagai pasien menyumbang perkembangannya
dengan memberiku kesempatan untuk memperkenalkan sugesti baru; aku
menambahkan beberapa teknik komunikasi tak-langsung dan berbagai jenis
double bind. Seperti disampaikan di atas, pada intinya teknik itu berhasil, dan ia
hanya memerlukan penyesuaian berkaitan dengan tingkat intelektualitas dan
perangai pasien. Dalam menulis makalah ini aku membuka catatan-catatan lama,
dan teknik ini sendiri ditulis mula-mula sebagai item terpisah. Maka untuk
makalah ini ia ditulis ulang dengan disertai penjelasan terhadap teknik tersebut.
Dalam eksperimen berikut, aku tidak membubuhkan penjelasan agar teknik itu
bisa diikuti dengan lebih lancar dan mengalir.

91
Eksperimen Lapangan Pertama
Aku baru selesai menulis makalah ini dan telah memeriksanya pada suatu
malam. Pagi berikutnya terjadi sebuah peristiwa kebetulan. Pasien baru, seorang
lelaki 52 tahun dan pengusaha kaya, datang kepadaku. Ia tersipu-sipu, malu, dan
tampak jelas mengalami tekanan emosional yang berat. Ia dengan serius melihat
izin praktek yang kugantung di dinding, membaca sertifikat dari American Board
of Psychatry and Neurology, mengambil buku Daftar Spesialis Medis dari
sandaran buku, membaca kualifikasiku di sana, mengambil Direktori Psikolog
dan membaca kualifikasiku di sana, melangkah ke rak buku dan mengambil buku
The Practical Applications of Medical and Dental Hypnosis and Time Distortion
in Hypnosis, memperhatikan namaku di sampul buku dan mengatakan, “Jadi kau
mengurusi juga hal beginian!” Aku mengiyakan dengan enteng saja tetapi (untuk
membuatnya lebih terbakar) menambahkan, “Dan semalam aku menyelesaikan
makalah tentang hipnosis, dan aku juga editor pada The American Journal of
Clinical Hypnosis.” Jawabannya adalah, “Ya, aku sudah mendengar banyak
mengenaimu sebagai orang sinting, tetapi aku sedang punya masalah
(memperhatikan bahwa aku mencatat semua pernyataannya, pasien secara
spontan memperlambat bicaranya, tetapi terus-menerus menyampaikan
keluhannya), dan aku perlu pertolongan.
“Dan ini memburuk. Itu bermula sekitar delapan tahun lalu. Aku sedang
menyetir ke tempat kerja dan aku menjadi panik dan memarkir mobil di tepi jalan.
Mungkin setengah jam kemudian aku baru bisa melanjutkan lagi perjalanan ke
kantor. Tidak selalu begitu, tetapi pelan-pelan hal itu makin kerap sampai suatu
hari ia berubah. Aku tidak bisa memarkir mobil di tepi jalan. Aku harus pulang ke
rumah. Kadang itu terjadi dalam perjalanan pulang dari kantor dan aku harus
menyetir balik ke kantor. Setelah satu jam, kadang hanya setengah jam, aku bisa
berangkat ke kantor atau pulang ke rumah tanpa kesulitan. Istriku mencoba
mengantarku agar aku tidak panik. Ia yang membawa mobil dan itu justru
membuat keadaan memburuk. Aku menjadi semakin panik dan memintanya
menambah kecepatan. Aku mencoba naik taksi. Itu gagal juga. Sopir-sopir taksi

92
berpikir aku sakit jiwa karena aku tiba-tiba akan berteriak kepada mereka agar
putar balik dan menyuruh mereka tancap gas pulang ke rumah atau kembali ke
kantor. Sekali aku mencoba naik bis dan kupikir aku akan jadi gila. Sopir bis tidak
mengizinkanku turun dari bis hingga halte berikutnya. Aku hampir mati berlari
pulang ke rumah. Itu tidak terjadi setiap hari pada awalnya, tetapi ia menjadi
makin sering sampai tiga tahun lalu ia mulai terjadi setiap hari sehingga aku
terlambat tiba di kantor dan terlambat pulang ke rumah. Aku harus keluar makan
siang. Aku akan mendapatkan serangan panik untuk pergi atau pulang dari makan
siang.”
Tiga tahun lalu aku melakukan terapi intensif dengan Dr X. Ia terdidik dalam
psikoanalisa selama tiga tahun di klinik Y dan sudah dua tahun berpraktek sendiri.
Aku menemuinya empat atau lima kali seminggu, satu jam tiap pertemuan,
selama dua setengah tahun, tetapi aku selalu harus menghabiskan waktu dua jam
sebelum sesi agar bisa tiba tepat waktu dan dua jam lagi setelah sesi untuk tiba di
rumah. Aku tidak selalu memerlukan waktu sebanyak itu. Aku kadang datang
awal, dan kadang bisa pulang tepat waktu. Tetapi aku terus memburuk. Sekitar
enam bulan lalu psikoanalis itu memberiku obat penenang dosis tinggi karena aku
tidak memperoleh kemajuan, tetapi ia tetap menganalisaku. Analis ini tidak
bekerja bagus. Beberapa obat akan bekerja selama seminggu atau dua minggu,
tetapi kemudian tidak manjur lagi. Beberapa dari obat-obat itu tidak mempan
padaku. Sebut apa saja namanya; aku akan menelannya. Amfetamin! Sedatif!
Juga tambahan waktu untuk analisa. Kemudian sekitar dua bulan lalu aku
mencoba wiski. Aku bisa dibilang tidak pernah minum, tetapi wiski sungguh
membebaskan. Aku bisa minum pagi hari, siang hari di kantor, minum dan pulang
ke rumah dengan perasaan nyaman. Dengan obat penenang yang manjur, aku
tentunya tidak bisa berangkat ke kantor, tetapi yang tidak manjur pun sangat
mengganggu urusan pekerjaanku. Aku harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang lebih mudah. Dalam satu bulan aku punya dua waktu minum wiski setiap
harinya, di pagi hari dan di waktu pulang, dan semuanya oke-oke saja. Kemudian
sekitar sebulan lalu aku harus menggandakan dosisnya, kemudian minum juga di

93
siang hari, kemudian menggandakan dosisnya sebelum pulang. Kemudian aku
mulai minum dengan dosis tiga kali lipat, dengan dosis ekstra yang kutenggak di
tengah perjalanan. Rumahku sekitar 20 menit dari sini. Aku perlu minum tiga kali
untuk sampai kemari. Aku datang lebih awal sehingga aku harus menunggu dua
jam dan minum, dan minum lebih cepat.
“Setelah aku mulai menjalani psikoanalisa aku mendengar dan membaca
tentang hipnosis dan mendengar tentangmu. Psikoanalis itu bicara jujur bahwa
kau sangat sinting dan bahwa hipnosis adalah berbahaya dan tak bermanfaat.
Tetapi sekalipun kau sinting, aku tahu bahwa setidaknya kau punya lisensi medis
dan psikiatris. Dan tak peduli seberapa bahaya dan tak bermanfaat dan seberapa
tololnya hipnosis, ia tidak akan seburuk alkohol. Wiski yang kutenggak setiap
hari kini menjadikanku alkoholik.
“Yah, kau tidak bisa melakukan hal yang lebih buruk dengan hipnosis
ketimbang yang dilakukan alkohol, tetapi di luar itu aku telah mendengar tentang
hipnosis dari psikoanalisku. Semua bahan tertulis yang mencela hipnosis ia
berikan padaku dan aku tahu tidak ada satu pun orang waras yang akan
membiarkan dirinya dihipnotis. Tetapi setidaknya kau bisa mencoba.”
Cerita seperti itu kudengar ketika aku baru saja merampungkan makalah
tentang teknik hipnotik untuk pasien yang tidak kooperatif karena berbagai
alasan. Dan makalah itu masih ada di atas mejaku. Ini memberiku gagasan cepat
untuk bereskperimen. Simpel saja, aku meminta kepada pasien agar
membolehkan aku membaca keras-keras makalah yang baru selesai kutulis, tanpa
memperlihatkan maksud untuk menggunakannya sebagai teknik induksi. Orang
itu dengan sangat terpaksa menyetujui permintaanku tetapi menolak memusatkan
pandangannya pada objek apa pun. Ia terus memandang sekeliling ruangan, tidak
mau menaruh tangannya di paha, tetapi menaruhnya di lengan kursi. Dengan
pelan-pelan dan hati-hati, teknik dibaca nyaris apa adanya, kadang aku membaca
ulang bagian-bagian yang membuat ekspresi wajahnya berubah.
Akhirnya pasien mulai melihat satu tangannya dan kemudian tangan yang
satunya. Akhirnya pandangannya terpaku pada tangan kanan. Telunjuk tangan kiri

94
atau jari “tidak” terangkat sedikit, kemudian jari tengah kiri. Kemudian telunjuk
tangan kanan memunculkan gerakan menyentak dan mulai terangkat berulang-
ulang. Telunjuk kirinya menurun, tetapi jari tengah mengalami katalepsi.
Kepalanya mulai membuat penegasan dengan mengangguk berulang-ulang
sampai ia dihentikan oleh induksi katalepsi di kedua tangannya. Matanya
menutup spontan ketika telunjuk kiri merendah.
Aku membiarkannya tetap trance, dan meneruskan membaca pelan-pelan.
Kutinggalkan ruangan sebentar dan kubiarkan ia melanjutkan trance selama
30 menit berikutnya. Ketika aku masuk lagi, kuperiksa posisi katalepsinya, dan
kemudian kutambahkan sesuatu dalam makalah ini.
Akhirnya pasien kubangunkan dari trance mendalamnya dengan mengulangi
pertanyaan mengenai pembacaan makalah ini. Ia bangun pelahan, mengatur
posisinya, dan mengatakan lagi bahwa hipnosis tidak akan lebih buruk dari
alkohol. Tiba-tiba ia memperhatikan jam dengan reaksi terkejut dan segera
mencocokkan arlojinya dan kemudian arloji saya. Komentarnya adalah, “Aku
masuk setengah jam lalu. Jam dinding dan arloji kita menunjukkan bahwa aku
sudah di sini lebih dari dua jam—hampir dua setengah. Aku harus pergi.”
Ia bergegas keluar, kembali lagi, menjabat tanganku dan menanyakan kapan
ia segera bisa menemuiku lagi. Aku memberinya waktu tiga hari lagi. Kataku,
“Pastikan kau membawa sebotol penuh wiski.” (Ia tidak bisa mengetahui
implikasinya tetapi ia menjawab bahwa ia akan membawa, dan bahwa sekarang
satu botol di sakunya hampir kosong meskipun pagi tadi penuh ketika ia
meninggalkan rumah.) Ia kemudian keluar dari ruang tunggu, kembali lagi, dan
sekali lagi menjabat tanganku, hanya untuk menyatakan bahwa ia lupa
mengatakan sampai jumpa.
Tiga hari kemudian ia masuk ruanganku sambil tersenyum, membuat
pernyataan ringan tentang peristiwa-peristiwa belakangan, duduk nyaman di
kursi, dan memuji penindih kertas di mejaku. Aku menanyakan kepadanya apa
yang terjadi dalam tiga hari belakangan. Ia menjawab lancar, “Yah, aku penasaran
mengenai masalah yang membawaku kepadamu. Aku bicara sengit dan aku

95
ngomong banyak dan kau mencatatnya kata demi kata. Aku mencoba memikirkan
apakah aku harus membayar per kata yang kukeluarkan sehingga kau
menghabiskan waktumu untuk mencatat kata demi kata. Itu membuatku sangat
tersinggung, dan ketika aku tahu bahwa aku berada di tempat ini dua setengah jam
hanya untuk membiarkanmu menuliskan kata demi kata apa saja yang kukatakan,
aku memutuskan bahwa aku akan membayarmu untuk satu jam saja dan
membuatmu meributkan yang selebihnya. Maka ketika kau mengatakan padaku
untuk membawa sebotol penuh wiski di pertemuan berikutnya, aku hanya merasa
sia-sia datang kepadamu dan setengahnya aku tidak ingin kembali lagi. Tetapi
setelah aku di luar, aku menyadari aku merasakan sesuatu yang tidak biasa, yakni
bebas dari tekanan sekalipun aku terlambat datang pada pertemuan bisnis, jadi
aku balik lagi dan mengatakan sampai jumpa. [Pembaca akan mencatat bahwa ini
tidak kronologis betul.] Kemudian aku lupa minum wiski dalam perjalanan ke
pertemuanku, mungkin karena aku tersinggung pada ucapanmu agar membawa
sebotol penuh wiski.
“Kemudian di hari berikutnya, aku tiba di kantor tepat waktu, merasa baik,
mengerjakan urusanku dengan baik, keluar makan siang, dan pulang ke rumah.
Hal yang sama terjadi hari berikutnya lagi. Maka pagi ini aku ingat aku punya
janji ketemu denganmu hari ini. Aku masih marah tentang “sebotol penuh” yang
kauucapkan, tetapi aku mengambil sebotol untuk kubawa. Aku menenggak sedikit
dari botol satunya, tetapi lupa memasukkan botol yang masih penuh ke sakuku.
Kukira kau akan menafsirkannya sebagai sikap perlawanan atau menantang. Tapi
aku berniat membawanya dan benar-benar lupa. Aku datang ke kantor tepat
waktu, bekerja baik seharian, tetapi pada siang hari seorang teman datang tanpa
kuduga dan aku makan siang bersamanya dengan sebotol bir. Kemudian aku
kembali bekerja dan menjaga tetap ingat kapan aku harus kemari. Jadi, kupikir
kau mungkin bisa menolongku jika kau mulai melakukan pekerjaanmu dan tidak
hanya menulis saja semua omonganku. Itulah yang makan banyak waktu kemarin
dulu. Aku tidak memerlukan minum pagi ini, tetapi aku tidak bisa datang padamu
dalam kepura-puraan sehingga aku minum sebotol. Tak ada masalah untuk

96
minum di waktu makan malam, tetapi minum di pagi hari tidak baik.
Bagaimanapun aku tidak merasa keberatan kau menulis apa pun yang kukatakan.”
Kami bercakap-cakap ringan tentang kejadian-kejadian belakangan, dan aku
membuat komentar tak terduga kepadanya, “Yah, kita lihat saja. Kau pernah
menjadi penulis editorial pada koran besar metropolitan, dan editorial bisa
dikatakan merangkum opini massa. Katakan, apakah opini dirangkum dalam
pikiran sadar orang; dan apa definisimu tentang ‘pikiran sadar’ dan ‘pikiran
bawah sadar’?” Ia menjawab, “Kau tak akan melakukan dua setengah tahun
psikoanalisa dengan kesungguhan hati dan kemudian di dicuci otakmu setengah
tahun dengan obat penenang plus analisa, tanpa tahu banyak dan kehilangan
banyak. Apa yang bisa kuberikan padamu adalah definisi umum, sebutlah, pikiran
sadarmu adalah bagian depan pikiranmu dan pikiran bawah sadar adalah bagian
belakang pikiranmu. Tetapi kau mungkin tahu lebih banyak ketimbang aku dan
Dr. X.”
“Dan apakah keduanya akan bisa dipertemukan?” tanyaku.
“Itu pertanyaan aneh,” katanya, “tetapi aku tahu yang kaumaksudkan.
Kupikir pikiran bawah sadar bisa menyampaikan sesuatu kepada pikiran sadar;
tetapi aku tidak berpikir yang sebaliknya, yakni pikiran sadar bisa menyampaikan
sesuatu kepada bawah sadar atau bahkan tahu apa yang ada di dalam pikiran
bawah sadar. Aku menghabiskan banyak waktu untuk mencoba menggali pikiran
bawah sadarku dengan Dr. X dan tidak ada kemajuan sama sekali, bahkan makin
memburuk.”
“Bisakah aku mendiskusikan pikiran sadar dan bawah sadar denganmu suatu
saat?” tanyaku lagi.
“Yah, jika kau terus menulis apa saja yang kukatakan dan apa saja yang
kaukatakan, dan aku mendapatkan peningkatan sementara kau hanya menulis saja
keluhan-keluhanku sebagaimana yang kaulakukan di sesi lalu—omong-omong,
besok siang aku janjian main golf dengan klienku, permainan bagus untuk kali
pertama setelah bertahun-tahun dan tanpa alkohol—yah, lanjutkan pembicaraan
tentang pikiran sadar, bawah sadar, politik, hipnosis, apa saja yang kau mau.”

97
Aku menanyakan kenapa ia menjawab seperti itu. Ia mengatakan, “Yah, ini
sedikit memalukan. Aku 52 tahun dan masih mengalami pergolakan batin seperti
anak kecil, dan perasaan itu adalah sesuatu yang bisa kusebut kepercayaan dan
harapan, persis seperti anak kecil yang meyakini ia akan memiliki mimpi paling
indah tentang pergi ke sirkus. Kedengarannya menggelikan, bukan, tetapi aku
sesungguhnya merasa seperti anak kecil yang bahagia dan dipenuhi harapan yang
meluap-luap.”
Menanggapi itu aku bertanya, “Apakah kau ingat posisi dudukmu di kursi
itu?”
Segera ia merapikan duduknya dari semula bersilang kaki, meletakkan
tangannya di paha, menutup mata, pelan-pelan menundukkan kepala, dan
memasuki trance mendalam dalam waktu singkat.
Waktu selanjutnya dihabiskan untuk memberi “penjelasan tentang pentingnya
penataan ulang pola perilaku untuk besok, hari berikutnya, minggu berikutnya,
tahun berikutnya, secara ringkas, tentang masa depan, demi meraih tujuan hidup
yang diinginkan.” Ini semua secara umum dan samar, tampaknya seperti
penjelasan tetapi sesungguhnya sugesti post-hipnotik, yang maksudnya agar ia
tafsirkan sesuai dengan yang ia perlukan.
Aku membangunkannya dari trance dengan ucapan ringan, “Yah, seperti
itulah kau duduk di kursi itu sebelumnya.” Saat ia bangun dan membuka mata,
aku melihat lekat-lekat ke arah jam. Pasien sekali lagi terkejut mendapati bahwa
waktunya berjalan begitu cepat. Ia meminta ketemu lagi tiga hari, tetapi kemudian
setuju menunggu sampai lima hari. Dalam langkahnya ke ruang resepsionis, ia
berhenti beberapa waktu untuk melihat patung kayu dan mengomentari bahwa ia
ingin segera mewujudkan kerja mematung yang lama sekali ia tunda.
Lima hari kemudian orang itu datang tersenyum, duduk nyaman di kursinya,
dan menunjukkan penampilan siap bercakap-cakap. Aku menanyakan apa yang
terjadi pada akhir pekan dan tiga hari lainnya. Jawabannya, yang disampaikan
dengan pelan dan sabar karena aku mencatatnya, sungguh sangat informatif.

98
“Aku telah bertemu denganmu dua kali. Kau tidak melakukan apa pun
terhadapku atau masalahku, tetapi sesuatu terjadi. Aku mendapat kesulitan dengan
masalahku tiga kali. Aku akan pergi ke kota A untuk makan malam bersama
teman-teman, istriku duduk di jok depan, tetapi aku yang menyetir. Aku merasa
kepanikan yang biasa itu muncul tetapi tidak kubiarkan istriku tahu. Aku sudah
bertahun-tahun tidak menyetir di jalan itu. Terakhir kali melakukannya, aku
mengalami panik di tempat yang sama dengan munculnya kepanikan baru ini.
Pada waktu itu aku menghentikan mobil, pura-pura memeriksa ban, dan kemudian
aku meminta istriku menyetir. Tetapi aku merasa terdorong untuk menyetir lagi
dan kepanikan itu menghilang, entah kapan tepatnya, aku tidak ingat. Kami semua
senang dan aku menyetir kembali tanpa mengingat kepanikan yang nyaris muncul
di tengah jalan. Kemudian siang tadi aku pergi ke hotel di mana aku bertahun-
tahun tidak pernah makan di sana karena panik, dan tepat ketika aku
meninggalkan tempat itu, seorang teman lama datang menyelamiku dan
menyampaikan kepadaku cerita yang panjang dan membosankan dan aku jengkel
sekali padanya—aku ingin kembali ke kantor. Aku hanya jengkel sekali, tidak
panik. Kemudian ketika aku meninggalkan kantor untuk datang kemari, seorang
klien berpapasan denganku di depan pintu dan menyampaikan lelucon, dan aku
marah karena ia memperlambat perjalananku ke tempatmu. Ketika aku dalam
perjalanan, aku sadar bahwa aku hanya mengalami sekali kepanikan kecil yang
bisa kutangani sendiri, dan “dua kemarahan” karena seseorang menghambat
jalanku ke tempat yang kutuju. Sekarang kau seharusnya mengatakan kepadaku
apa yang tengah terjadi. Oya, istriku dan aku minum dua kali sebelum makan
malam. Ia mengatakan dua dua gelas minuman campuran akan sedap rasanya dan
memang begitulah.
“Tetapi apa yang sedang berlangsung? Kau duduk dan menulis apa yang aku
dan kau sendiri katakan. Kau tidak menghipnotisku, kau tidak melakukan
psikoanalisa. Kau bicara denganku tetapi kau tidak menyampaikan hal yang
penting. Aku menduga ketika kau bercakap-cakap kau akan menghipnotisku,
tetapi untuk apa aku tidak tahu. Aku datang kemari membawa masalahku, yang

99
sudah dianalisa tanpa hasil selama dua setengah tahun dan dicuci-otak dengan
obat penenang dan psikoanalisa lagi selama setengah tahun, dan sekarang dalam
dua jam tanpa kau menanganinya tanpa melakukan apa-apa, aku sangat yakin aku
bisa mengatasi masalahku.” Aku menjawab ringan bahwa terapi biasanya
berlangsung dalam diri pasien, bahwa terapis hanyalah katalisator yang
merangsang perubahan. Terhadap jawaban ini ia mengatakan, “Yah, ‘katalisator’
kapan pun kau siap. Jika aku bisa membuang waktu tiga tahun dalam psikoanalisa
dan obat penenang dan hanya menjadi semakin buruk, sementara aku membaik
[perhatikan penggunaan kata ganti orang pertama] dalam dua jam melihatmu
menulis, maka kau bisa meminta waktuku sebanyak yang kauinginkan. Sungguh
menakjubkan bisa pergi ke kantor dan pulang ke rumah dan makan siang lagi; dan
menyenangkan bertemu dengan teman lama di hotel, dan cerita yang disampaikan
kepadaku oleh klien sebenarnya tidaklah terlalu buruk. Kapan aku bisa datang
lagi?”
Aku menginstruksikannya untuk datang seminggu lagi dan membiarkan
pikiran bawah sadarnya membereskan masalah “sebagaimana ia kehendaki”.
Seminggu kemudian ia datang dan bertanya dengan terheran-heran,
“Segalanya oke-oke saja. Aku panik seminggu penuh, tidak buruk, hanya
membingungkan. Semuanya seperti keliru. Aku melakukan pekerjaan rutinku
sebagaimana yang kuinginkan, aku meningkatkan beban kerjaku. Aku bolak-balik
ke kantorku baik-baik saja. Tetapi apa yang terjadi sedikit lucu. Aku mengenakan
sebelah sepatuku dengan nyaman, tetapi ketika aku mengambil yang satunya,
panik itu menyerang kuat-kuat untuk sesaat, kemudian menghilang, dan aku
memakai sepatu itu dengan nyaman. Aku memasukkan mobil ke garasi,
mematikan mesin, keluar dari mobil, mengunci pintu garasi, dan tiba-tiba panik
menyerang, tetapi ketika aku memasukkan kunci kontak ke dalam sakuku, panik
itu hilang. Selanjutnya, setiap mengalami panik aku semakin senang, ia tolol dan
singkat sekali. Aku bahkan tidak memikirkan itu. Lucu sekali bagaimana orang
bisa begitu panik dan menderita sekian lama seperti aku, padahal itu hanya
singkat saja waktunya dan menyenangkan.

100
“Aku penasaran apakah penyebab panik ini bukan istriku yang mudah
meradang terhadapku. Ia selalu ingin agar aku melihat segala sesuatu dari
kacamatanya, dan itu selalu membuatku kalut. Maka aku heran apakah aku
mendapatkan panik karena urusannya dengan istriku. Kau tahu. Kupikir itulah
faktor penyebabnya. Aku curiga jangan-jangan kau membuatku mencabik-cabik
masalah lamaku dan menghamburkannya seperti warna-warni confetti. Dan aku
penasaran sekiranya itu yang kulakukan, yakni mencabik-cabik masalahku dan
menghamburkannya ke udara, kenapa dalam tiga tahun aku tidak pernah bercerita
kepada analisku mengenai istriku. Empat atau lima jam atau lebih dalam
seminggu selama tiga tahun bisa menguras ide apa pun yang ada pada kita.
Kenapa aku menceritakannya padamu? Kau tidak pernah menanyakannya! Oya,
aku main golf dua hari berturut-turut, tanpa minum, tanpa panik. Kemudian dalam
perjalanan kemari aku panik ketika berjalan di tangga pintu depan kantorku.
Karena itu aku pergi ke bar di dekat situ, memesan tiga gelas wiski, membayar,
dan melihat tiga gelas yang disuguhkan padaku. Tak pernah aku melihat benda
yang lebih buruk dari itu dalam hidupku. Maka selagi bartender menatapku dan
gelas minuman yang tak kusentuh sama sekali, aku melangkah keluar tanpa
merasakan panik.
“Sekarang kau sudah menulis sekitar setengah jam apa saja yang kuceritakan
kepadamu, dan jam di sana menunjukkan terlalu cepat setengah jam. Aku berjanji,
lain kali aku melihat jam itu, segalanya berjalan tepat waktu.” (Implikasi dari
ucapan ini jelas.)
Dengan pelan dan murung, aku menjawab, “Kau sepenuhnya benar.” Saat itu
juga matanya menutup, dan ia memasuki deep trance seketika. Ia segera kuminta
untuk meninjau kemajuan yang sudah ia buat dan kemudian catatan tentang tanya
jawab dengannya kubacakan pelan-pelan. Saat ia mendengarkan, kepalanya
mengangguk pelan terus-menerus untuk membenarkan. Setelah tepat satu jam ia
trance, aku mengatakan, “Itulah segala yang kaukatakan, tepat satu jam.” Ia
bangun, menggeliat, menguap, dan bertanya, “Bagaimana minggu depan, waktu
yang sama?” Perjanjian disepakati.

101
Saat ia meninggalkan kantor, ia mengatakan, “Aku sedang membaca (ia
mengeluarkan sebuah buku dari saku jaketnya) buku menarik ini. Apakah kau
ingin membacanya setelah aku selesai?” ia meyakinkan bahwa buku itu sungguh
menyenangkan.
Pertemuan berikutnya sangat mencerahkan. Ketika masuk, ia mengatakan,
“Aku menikmati percakapan-percakapan ini. Aku paham. Selama bertahun-tahun
aku secara tidak sadar membenci istriku dalam satu hal. Ayahnya meninggal
ketika ia bayi, dan ibunya bersumpah akan menjadi ayah bagi si orok. Begitulah.
Dan ibunya tetap seperti itu, dan istriku seperti ibunya.
“Ia mengenakan semua celana panjang di rumah. Punyaku, punya anak
lelakiku juga. Ia benar-benar menunjukkan dirinya seorang lelaki di rumah. Tetapi
kami sangat cocok dalam beberapa hal, dan kami sangat mencintai satu sama lain,
dan ia selalu memutuskan apa-apa yang terbaik. Masalahnya adalah, aku selalu
meminta persetujuannya untuk membuat keputusan yang bagaimanapun akan ia
setujui. Tidak, itu keliru. Aku tidak memerlukan izin, aku hanya akan membuat
keputusan dan ia harus setuju pada keputusan-keputusanku karena keputusanku
benar. Jadi bukan akulah yang harus menyetujui keputusannya. Lucu, aku bahkan
tidak pernah membicarakan hal ini selama tiga tahun dalam penanganan
psikoanalisa; sekarang aku heran kenapa aku menyampaikan kepadamu hal ini
ketika aku bahkan tidak berpikir aku dihipnotis. Dan hari Minggu lalu aku tertawa
sendiri. Istriku mengumumkan bahwa ia akan membawaku dan anak-anak kami
bersenang-senang ke tempat yang kusukai, dan ia tahu itu. Tetapi aku
memutuskan untuk tetap di rumah saja dan aku mengatakan itu kepadanya. Aku
benar-benar senang telah melakukan itu dan aku merasa sangat gembira. Aku
hanya merasa seperti anak kecil yang berhasil menyatakan dirinya.
“Sekarang dengan izinmu aku akan—tidak, aku tidak menginginkan izinmu
karena aku memutuskan untuk melakukan itu dan aku sudah melakukan itu
selama hampir seminggu. Inilah yang kulakukan. Hari pertama aku mengendarai
mobilku, aku mendapatkan serangan panik setelah satu atau dua blok, dan
kemudian melanjutkan ke kantor dengan nyaman. Hari berikutnya aku masih

102
menyetir dan mendapatkan serangan panik sebentar dan terus melanjutkan
menyetir. Hal yang sama terjadi ketika aku pulang. Aku mendapatkan empat atau
lima serangan panik singkat. Kemudian aku akan melanjutkan menyetir. Tetapi
aku tidak akan menghentikan pertemuan denganmu. Sangat bermanfaat bercakap-
cakap denganmu seminggu sekali jika kau tidak keberatan, dan aku akan
membayar ongkosnya.”
Terapi berlanjut dalam cara ini; mula-mula laporan simpel oleh pasien
tentang “perilakunya” dan aku tidak menyelinginya dengan komentarku. Setelah
itu kami melanjutkannya dengan percakapan umum tentang berbagai topik terkait.
Karena itu pasien mengambil alih tanggung jawab untuk melakukan terapi atas
dirinya sendiri, melakukannya dalam caranya sendiri, dan dalam kecepatannya
sendiri.
Ia terus melanjutkan kunjungan mingguannya, kadang untuk sekadar main,
kadang mendiskusikan tingkah remaja anak-anaknya yang masih kecil, bukan
sebagai masalah tetapi sebagai kontras yang menarik dari perilakunya sendiri.
Masalah pribadinya lenyap sejauh kesulitan-kesulitan personalnya diperhatikan.
Bahwa ia bersedia membayar kunjungan mainnya, itu menunjukkan kehendak
bawah sadarnya untuk mendapatkan kepastian tentang keberlanjutan pertemanan
selama waktu tertentu dengan seseorang yang membantunya mendapatkan
kembali rasa kejantanan tanpa memaksanya menyusuri terapi yang panjang,
tergantung pada orang lain, membosankan, dan mensyaratkan ketundukan. Ia,
tanpa sadar, ingin terus melanjutkan hubungan dengan seseorang yang telah
mengembalikan beban tanggung jawab untuk terapi kepada dirinya sendiri dan
bawah sadarnya. Dan, bagaimanapun, pelan-pelan kunjungannya menyusut.
Prosedur terapetik semacam itu telah berkali-kali kulakukan sebelumnya,
tidak persis sama dengan yang di atas, tetapi hampir mirip. Seorang pasien
membuat janji pertemuan, “sehingga aku bisa mengisi kembali bateraiku.” Pasien
lain yang datang hanya untuk melakukan percakapan “ringan”, akhirnya
menghentikan hal ini.

103
Eksperimen Lapangan Kedua
Kesempatan lain yang tak terduga muncul untuk membuktikan teknik di atas.
Pada tahun 1961, seorang gadis 24 tahun mengalami halusinasi visual dan
auditoris tentang karakter penyiksa. Ia mengembangkan berbagai delusi
penyiksaan dan menunjukkan sikap permusuhan pada kedua kakak dan kedua
orangtuanya. Akhirnya gadis ini (ia anak bungsu) harus dirawat di rumah sakit di
mana ia didiagnosa mengidap skizofrenia, tipe paranoid, dengan prognosa yang
meragukan.
Psikoterapi “berorientasi psikodinamis” diterapkan oleh berbagai psikiater
yang terlatih dalam psikoanalisa. Gadis itu, mahasiswa yang sangat cerdas,
mencibir mereka. Ia meragukan konsep-konsep psikoanalisa dan membuat
jengkel para psikoanalis. Selain itu, ia juga membuat marah mereka dan dianggap
oleh mereka sebagai “tidak bisa menerima berbagai upaya psikoterapi.” Terapi
kejutan listrik direkomendasikan tetapi ditolak baik oleh keluarganya maupun
oleh gadis itu sendiri. (Ayahnya, seorang dokter gigi, mengkonsultasikan masalah
ini pada dua psikiater yang menolak penanganan dengan terapi kejutan listrik itu.
Karenanya, entah karena si ayah menolak, atau keduanya menolak, gadis itu
menyatakan, “Aku tidak akan pernah terima otakku disetrum dengan biaya $30
sekali setrum.”)
Aku menanyakan apa yang ia inginkan dari aku. Ia menyatakan, “Keluargaku
berpikir kau bisa menghipnotisku menjadi waras. Astaga, aku benci mereka.
Maka mereka mengeluarkan aku dari rumah sakit dan secara ngawur membawaku
kemari. Sekarang apa tindakan sia-sia yang akan kaulakukan padaku?”
“Sama sekali tak ada, kurasa, sekalipun aku mampu. Aku tidak akan
menganalisamu, aku tidak akan menggali masa lalumu, aku tidak peduli tentang
Oedipus Complex atau fase analmu, aku tidak akan menguji coretanmu, atau
menyuruhmu menafsirkan gambar. Aku akan menunjukkan surat dari ayahmu
(yang intinya ‘Anakku seorang mahasiswi 22 tahun mengalami gangguan mental.
Maukah ke menerimanya untuk terapi?’) dan jawabanku kepadanya (yang intinya

104
‘Aku akan senang menemui anakmu dalam konsultasi.’). Aku tentu saja punya
satu pertanyaan untukmu, apa kuliah utamamu?”
Ia menjawab, “Aku akan mengambil psikologi sebagai matakuliah mayor,
tetapi berbagai hal memburuk sehingga aku mengalihkannya ke Sastra Inggris,
tetapi aku banyak membaca buku-buku psikologi. Dan aku benci sekali dengan
psikoanalisa.”
“Bagus, jadi aku tidak perlu memboroskan waktumu dan waktuku. Lihat,
yang ingin kulakukan adalah mencari tahu apakah kita bisa saling memahami.
Sekarang sabarlah denganku dan biarkan aku melantur. Kau di sini selama dua
jam sesuai jadwal dan sekiranya kau akan menjadi bosan, silakan bosan sebisa-
bisamu.”
Segera ia mengatakan, “Yah, setidaknya kau jujur; banyak psikiater berpikir
mereka menarik.”
Segera kujelaskan bahwa aku akan membaca makalahku (ia menyela, “Kau
memerlukan audiens, begitu bukan?”) dan segera, seperti kasus-kasus
sebelumnya, aku memintanya untuk menapakkan kaki di lantai, menaruh
tangannya di paha, mengarahkan pandangan pada jam, meyakinkan dirinya bahwa
dia hanya “jengkel” pada kebosanan “dan bukan tidur”. (Ia tahu bahwa aku
menggunakan hipnosis, dan penjelasan ini membuatnya tidak berpikir bahwa aku
sedang menggunakan hipnosis.)
Secara sistematis aku menjelaskan teknik yang digunakan hampir apa
adanya. Perbedaannya hanya bahwa aku membacakannya lebih pelan, dan pada
mulanya ada banyak repetisi dengan menggunakan kata-kata berbeda tetapi
dengan arti yang sama. Mula-mula ekspresinya sungguh mencibir, tetapi ia tiba-
tiba menyatakan dengan girang, “Tangan kananku terangkat, aku tidak percaya,
tetapi begitulah dan aku tidak trance. Ajukan pertanyaan lain.”
Aku mengajukan pertanyaan apakah pikiran bawah sadarnya berpikir bahwa
ia bisa berkomunikasi denganku. Dengan terheran-heran ia menyatakan,
“Kepalaku mengangguk ‘ya’ dan aku tidak bisa menghentikannya, tangan
kananku terangkat dan aku tidak bisa menghentikannya, dan telunjuk kananku

105
juga terangkat. Mungkin pikiran bawah sadarku bisa berkomunikasi denganmu,
tetapi buatlah mereka berhenti bergerak.”
“Jika pikiran bawah sadarmu ingin menghentikannya, ia akan melakukan
dengan sendirinya,” jawabku.
Seketika ia berkata, “Oh, semuanya berhenti, jadi sekarang mungkin jika kau
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadaku, aku bisa mengingat beberapa hal
yang menekanku. Maukah kau melanjutkannya?” Matanya tertutup, ia mengalami
trance spontan, kedekatan terbangun sebelum dua jam berakhir, dan gadis itu
sekarang menjadi pasien yang sangat bergairah, kooperatif, dan responsif—
kemajuannya sangat pesat.
Ini eksperimen lapangan spontan dengan sesi-sesi yang dimulai dengan
kalimat pembuka yang kasar. Tak sampai sepuluh jam menjalani terapi,
perkembangan gadis itu membuat keluarganya yakin bahwa ia menjadi lebih baik
ketimbang sebelum-sebelumnya. Ia tertawa dan menyatakan, “Kau tidak bisa
hidup dengan gagasan tumpang-tindih di benakmu, tanpa kau belajar untuk
menatanya, seperti yang kujalani selama ini. Aku ingin terus menjalani terapi dan
terus belajar memahami diriku sendiri.”
Setelah sepuluh jam terapi, ia masuk kuliah dan menyesuaikan jadwal
pertemuan kami seminggu sekali. Ia membicarakan secara objektif dan
memahami manifestasi simptom masa lalunya sebagai kekerasan emosional yang
berlangsung di masa lalu dan biasanya mengakhiri sesi terapi dengan 15-20 menit
trance.

Eksperimen Lapangan Ketiga


Sebelum makalah ini selesai diketik, seorang pasien datang ke kantorku
dengan resistensi yang lain lagi. Ia berjalan mempertahankan sikap kakunya, dan
langkahnya pelan. Sisi kanan wajahnya membeku; ia bicara jelas dan jernih,
dengan hanya sisi kiri mulut yang bergerak. kedipan mata kanannya begitu
terbatas; gerakan-gerakan tangan kanannya tersendat dan ragu-ragu, dan ketika ia

106
menggerakkan tangannya ke sisi kanan wajah, gerakan itu lebih pelan dan sangat
berbeda dibandingkan gerakan tangan kirinya yang bebas dan sangat ekspresif
Aku menanyakan kepadanya, “Berapa lama kau mengalami masalah di
wajahmu itu (trigeminal neuralgia)? Jawablah sesingkat mungkin dan dengan
pelan, karena aku tidak memerlukan sejarah panjang untuk memulai terapi.”
Jawabannya adalah, “Mayo, 1958, disarankan pembedahan, injeksi alkohol,
dibilang tidak ada penanganan, harus terima kondisi ini dan memikulnya
sepanjang hidup (air mata mengalir di pipinya), teman psikiater mengatakan
mungkin kau bisa menolong.”
“Kau bekerja?”
“Tidak, sedang cuti, teman psikiater mengatakan agar menemuimu—
tolonglah.”
“Menginginkan pertolongan?”
“Ya.”
“Tidak lebih cepat dari yang bisa kuberikan?” (Artinya, ia akan menerima
pertolongan dengan tingkat yang menurutku terbaik. Aku tidak berpikir akan
terjadi “mukjizat kesembuhan”.)
“Ya.”
“Boleh aku mulai menanganimu sekarang?’
“Ya, silakan, tetapi tak ada gunanya, semua klinik menyampaikan hal yang
menyakitkan itu. Setiap orang menikmati diri sendiri tetapi aku tidak bisa. Aku
tidak bisa tinggal bersama suamiku, tidak, hanya nyeri, tak ada harapan, dokter
tertawa karena aku mengunjungimu untuk dihipnotis.”
“Ada yang menduga penyebabnya berkaitan dengan mental atau emosional?
“Tidak, psikiater, ahli syaraf, Mayo—semua klinik mengatakan organik,
bukan psikogenik.”
“Dan apa nasihat yang mereka berikan kepadamu?”
“Sabar; pembedahan, alkohol, kemungkinan terakhir.”
“Apakah kaupikir hipnosis akan menolong?”
“Tidak, penyakit organik, hipnosis psikologis.”

107
“Apa yang kaumakan?”
“Cairan.”
“Berapa lama untuk meminum segelas susu?”
“Satu jam, atau lebih.”
“Ada bagian-bagian yang nyeri?”
Dengan sangat hati-hati ia menunjuk pipi, hidung, dan dahinya.
“Jadi kau benar-benar berpikir bahwa hipnosis tidak bekerja! Lalu, kenapa
menemuiku?”
“Tak ada apa pun yang bisa menolong, satu upaya tambahan cuma
mengeluarkan uang sedikit lagi. Setiap orang mengatakan tak ada obatnya. Aku
membaca buku-buku kedokteran.”
Riwayatnya jauh dari memuaskan, tetapi keterusterangan, kejujuran jawaban,
seluruh sikap dan perilakunya menyampaikan segenap kesakitannya—rasa sakit
yang menyiksanya, dan perasaan putus asanya.
Rasa sakitnya di luar kendalinya, dan itu bukan kondisi yang menguntungkan
bagi hipnosis. Ia terkondisikan selama 30-40 dari 60 bulan (seperti yang
kemudian diceritakan) dengan pengalaman sakit yang tak tertahankan, dengan
sesekali ada pengurangan dalam waktu singkat, dan seluruh otoritas medis telah
menyampaikan bahwa kondisinya tidak tersembuhkan. Mereka menasihatinya
“untuk belajar hidup dengan penyakitnya itu dan kemungkinan terakhir hanyalah
pembedahan atau injeksi alkohol.” Ia diberitahu bahwa bahkan pembedahan pun
tidak selalu berhasil, dan residu pembedahan sering mengganggu. Hanya satu
orang, yakni psikiater yang mengenalku, yang menasihatinya untuk mencoba
hipnosis sebagai “pertolongan positif”.
Dengan latar belakang pengetahuannya tentang pembelajaran dan
pengkondisian yang didasarkan pada pengalaman panjang, pendekatan hipnosis
langsung kemungkinan akan gagal. Karena itu teknik untuk pasien resisten
digunakan. Ia kuminta duduk dan melihatku, dan ia melakukannya tanpa
pengharapan. Tidak ada sugesti apa pun yang kutawarkan kecuali pernyataan,

108
yang kusampaikan dengan suara mantap, “Sebelum aku mulai, aku ingin
memberikan penjelasan umum. Kemudian kita bisa mulai.”
Ia mengangguk sangat pelan.
Aku memulai dengan teknik yang kugambarkan di atas, menunjuk pada
naskah yang kutulis untuk kubacakan kata demi kata.
Ia merespons teknik itu dengan sangat mudah, mendemonstrasikan gerakan-
gerakan ideomotor pada kepalanya dan katalepsi tangan.
Aku menambahkan dalam teknik ini pernyataan-pernyataan bahwa riwayat
yang tidak memadai sudah disampaikan, bahwa pikiran bawah sadarnya akan
menelisik sepanjang ingatannya, dan bahwa ia akan menyampaikan dengan
leluasa (“leluasa” mengimplikasikan “kenyamanan”) setiap atau seluruh informasi
yang ia ingin sampaikan. Selanjutnya kusampaikan bahwa semestinya ada
penelusuran cermat oleh pikiran bawah sadarnya tentang segala cara dan sarana
yang memungkinkannya untuk mengendalikan, menggeser, mengubah,
memodifikasi, menafsir-ulang, mengurangi, atau cara lain apa pun yang bisa
dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Aku memberinya sugesti post-hipnotik
sehingga ia akan duduk lagi di kursi yang sama dan menyerahkan diri kepada
pikiran bawah sadarnya untuk memahami kehendakku dan kehendaknya. Ia
menganggukkan kepala pelan-pelan dan terus-menerus.
Ia kubangunkan dari trance dengan mengatakan, “Seperti yang barusan
kukatakan, ‘Sebelum aku mulai, aku ingin memberikan penjelasan umum.
Kemudian kita bisa mulai.’” Kemudian dengan nada suara yang berubah aku
menambahkan, “Apakah kau oke?” Pelan, dalam waktu dua menit, ia membuka
matanya, mengubah posisi duduknya, mengibas-ngibaskan jari-jari tangannya,
merentangkan tangannya, dan kemudian menjawab pertanyaan dengan enak,
sangat berlawanan dengan kesulitan yang ia tunjukkan sebelumnya, “Kurasa itu
sungguh oke.”
Seketika itu, dengan tercengang, ia berseru, “Ya, Tuhan, apa yang terjadi?
Suaraku baik-baik saja dan tidak ada rasa sakit ketika bicara.” Setelah itu ia
dengan hati-hati menutup mulutnya dan pelan-pelan mengencangkan otot pipi.

109
Segera ia membuka mulutnya dan mengatakan, “Tidak, neuralgia itu masih ada
dan masih sesakit sebelumnya, tetapi aku bicara tanpa rasa sakit. Ini lucu. Aku
tidak paham. Sejak mulainya serangan penyakit ini, hampir tidak mungkin untuk
bicara, dan aku tidak bisa merasakan udara di pipi, hidung, dan dahi.” Ia
mengipasi pipi, hidung, dan dahinya, kemudian dengan lembut menyentuh
hidungnya dengan akibat sakit luar biasa.
Ketika rasa sakit itu mereda, ia mengatakan, “Aku tidak akan lagi mencoba
menyentuh dua dua titik yang lain bahkan sekiranya wajahku sudah terasa
berbeda dan aku bisa bicara normal.”
Aku bertanya, “Berapa lama kau di ruangan ini?” Dengan heran ia menjawab,
“Oh, lima menit, paling banter 10 menit, tetapi rasanya tidak sepanjang itu.”
Kuhadapkan jam ke arahnya (jam ini dengan hati-hati kuubah letak hadapnya saat
ia trance). Dengan tercengang ia berseru, “Oh, tidak mungkin. Jam itu
menunjukkan lebih dari satu jam!” Berhenti sejenak, ia melihat arlojinya dan
mengatakan lagi (karena arlojinya dan jam mejaku sesuai), “Tapi, ini tidak
mungkin.” Aku menambahkan kata yang penuh tekanan, “Ya, dalam tanda kutip
itu sangat tidak mungkin, tetapi tidak demikian di ruangan ini.” (Sugesti tak-
langsung dalam kalimat ini jelas bagi pembaca tetapi tidak bagi pasien.)
Aku memberikan waktu ketemu lagi besoknya dan segera menyuruhnya
keluar dari ruangan.
Saat ia memasuki ruanganku, aku bertanya sebelum ia duduk, “Dan
bagaimana kau tidur tadi malam. Apakah kau bermimpi?”
“Tidak, tidak bermimpi, tetapi aku berkali-kali terjaga sepanjang malam, dan
aku menyimpan pikiran lucu bahwa aku bangun untuk istirahat dari tidur atau
apalah.”
Aku mengatakan, “Bawah sadarmu memahami dengan sangat baik dan bisa
bekerja keras, tetapi pertama-tama aku ingin mendengar cerita lengkap darimu
sebelum kita mulai penanganan, maka duduk dan jawab saja pertanyaan-
pertanyaanku.” Penelusuran itu mengungkapkan pengasuhan orangtua yang baik,
masa kanak-kanak yang bahagia, dan kuliah, perkawinan, ekonomi, sosial, dan

110
karir yang menyenangkan. Serangan pertamanya terjadi pada tahun 1958, dan
terus berlangsung selama 18 bulan. Selama waktu itu ia melakukan upaya sia-sia
untuk mencari pertolongan medis atau pembedahan dari klinik-klinik terkemuka,
mendatangi klinik psikiatris untuk menguji apakah ada faktor-faktor mental dan
emosional, dan telah berkonsultasi dengan para ahli syaraf terkemuka. Ia pekerja
sosial di bidang psikiatri dan memiliki kebiasaan bersiul riang ketika bekerja atau
berjalan. Ia sangat disukai oleh para kolega dan menjelaskan bahwa ia diminta
datang kepadaku oleh teman lamaku, tetapi semua orang lainnya berkomentar
miring tentang hipnosis. Terhadap hal itu, ia mengatakan, “Sekadar bertemu
seorang dokter yang menggunakan hipnosis sudah meringankanku. Aku bisa
bicara dengan mudah, dan pagi ini ketika aku minum segelas susu aku
melakukannya kurang dari lima menit. Itu biasanya butuh waktu satu jam atau
lebih. Jadi tidak salah aku datang kemari.”
Aku menjawab, “Aku senang dengan itu.”
Matanya berbinar, dan secara spontan ia mengembangkan deep trance.
Aku tidak akan menguraikan detail sugesti tak langsung yang membuat
pikiran bawah sadarnya bisa melakukan apa yang ia kehendaki. Kalimat-kalimat
parsial, kalimat-kalimat dengan implikasi, double bind, dan mengaitkan sesuatu
pada hal lain yang sepenuhnya tidak berkaitan ketika transkripsinya dibaca.
Secara lisan, aku bisa mengatur intonasi, cengkok, penekanan, jeda, dan berbagai
ragam implikasi, asosiasi, dan double bind yang memungkinkan bagiku untuk
menyodorkan berbagai instruksi terselubung. Misalnya, aku mengatakan bahwa
memecah kacang Brazil dengan gigi di sisi kanan mulut akan benar-benar sakit,
tetapi, astaga, ia bisa lebih baik ketimbang mencoba memecah kacang Brazil atau
kenari dengan giginya, terutama di sisi kanan mulutnya, sebab itu akan sangat
sakit dan itu jauh berbeda dibandingkan makan. Implikasinya sangat halus, yakni
bahwa makan tidak menyakitkan. Yang lainnya adalah, “Sungguh celaka bahwa
gigitan pertama pada steak biasanya akan terasa menyiksa, namun selebihnya
akan enak-enak saja.” Lagi-lagi implikasinya tidak bisa sepenuhnya dikenali,
karena aku segera melanjutkannya dengan tipe sugesti yang lain.

111
Ia kubangunkan dari trance dengan kalimat simpel, “Yah, cukup untuk hari
ini.”
Pelan-pelan ia bangun dan melihat dengan pandangan bertanya kepadaku.
Aku menunjukkan jam. Ia mengatakan, “Tapi aku baru saja duduk di sini dan
menceritakan kepadamu tentang susu, dan [melihat arlojinya] satu jam telah
berlalu! Ke mana ia berlalu?” Dengan enteng, dan sekenanya (sehingga
perempuan itu tidak bisa menebak jawabannya) aku mengatakan, “Oh, waktu
yang hilang telah pergi bergabung dengan rasa sakit yang hilang,” dan ia kuberi
waktu untuk bertemu lagi besoknya dan segera kuminta keluar dari ruangan.
Hari berikutnya ia memasuki ruangan untuk menyatakan, “Aku makan steak
tadi malam dan gigitan pertama betul-betul menyiksa. Tetapi selebihnya sangat
menakjubkan. Kau tak mungkin membayangkan betapa nikmatnya, dan lucunya
adalah ketika aku menyisir rambutku pagi ini, aku terdorong begitu saja untuk
menjambaknya di sana-sini. Itu membuatku tampak tolol, tetapi aku
melakukannya, dan aku melihat perilaku anehku dan aku memperhatikan
tanganku menyentuh dahi kananku. Tidak ada rasa nyeri lagi. Lihat
(mendemonstrasikan), aku bisa menyentuhnya sekarang.”
Pada akhir sesi keempat, rasa sakitnya hilang, dan pada pertemuan kelima ia
mengatakan, “Mungkin aku harus pulang.” Aku menanggapinya dengan guyon,
“Tapi kau belum belajar bagaimana cara menghadapinya jika kambuh!”
Segera matanya berbinar, menutup, ia memasuki deep trance, dan aku
mengatakan, “Selalu terasa nyaman sekali ketika kau berhenti menghantam
jempolmu dengan palu.”
Aku berhenti sebentar, tubuhnya kaku dalam kekejangan menyakitkan yang
datang tiba-tiba, dan kemudian ia cepat rileks kembali, dan ia tersenyum bahagia.
Dengan bercanda, aku mengatakan, “Oh, perlu lebih banyak latihan lagi, latihan
keras memeras keringat, sehingga akan membuatmu benar-benar terlatih.”
(Percandaan sebaiknya tidak dilakukan dalam situasi bahaya atau genting, hanya
ketika hasilnya menyenangkan.) Ia mematuhi apa yang kukatakan, dan keringat
mengucur dari dahinya. Ketika ia akhirnya rileks, aku mengatakan, “Kerja keras

112
mengucurkan keringat di kening—ada kotak tissu di sana, kenapa tidak menyeka
wajahmu.” Melepas kacamatanya, dan masih dalam keadaan trance, ia meraih
kertas tissu dan menyeka wajahnya. Ia mengeringkan pipi kanannya dan
hidungnya dengan cepat seolah-olah tidak ada rasa sakit sama sekali di sisi kanan
wajahnya. Aku tidak memberi perhatian pada itu, tetapi menyampaikan komentar
yang tampaknya tidak relevan, “Kau tahu, sangat menyenangkan bisa melakukan
hal-hal secara benar namun tidak menyadarinya.” Ia benar-benar kelihatan
bingung, tetapi senyum anehnya menunjukkan perasaan puas. (Bawah sadarnya
tidak lagi “menyampaikan” hilangnya pusat rasa sakit di pipi dan hidung.) Ia
kubangunkan dengan kalimat, “Dan ini untuk besok,” sambil menyodorkan kartu
perjanjian, dan segera kuminta keluar.
Ia masuk ruanganku pada perjanjian berikutnya, dan mengatakan, “Semuanya
sudah hilang hari ini. Aku tidak perlu datang, tatapi aku kemari dan aku tidak tahu
kenapa. Yang kutahu adalah bahwa steak rasanya lezat dan aku bisa tidur miring
ke kanan dan semuanya baik-baik saja, tetapi aku tetap kemari.”
“Kau pasti kemari,” jawabku. “Duduk saja dan aku akan memberi tahu
kenapa. Hari ini adalah ‘hari keraguan’ bagimu, sebab setiap orang yang
kehilangan neuralgia begitu cepat berhak merasa ragu. Jadi, tamparlah pipi kirimu
keras-keras.”
Segera ia mengayunkan tamparan, tertawa, dan mengatakan, “Yah, aku
mematuhimu, dan tamparan itu benar-benar bikin nyeri.”
Sambil menguap dan menggeliat aku mengatakan, “Sekarang tampar pipi
kananmu seperti itu.”
Ada keraguan yang diikuti dengan gerak menampar yang cepat, kekuatan
tamparannya berkurang sesaat sebelum menyentuh pipi kanan. Aku mengejeknya,
“Tarik tanganmu, tarik tanganmu, kau ragu, begitu bukan? Tetapi bagaimana
rasanya wajahmu?” Dengan wajah takjub ia menjawab, “Astaga, semuanya baik-
baik saja, pusat kesakitan itu sudah tidak ada dan tidak ada rasa nyeri.”
Kataku, “Bagus. Sekarang lakukan seperti yang kukatakan dan jangan lagi
menarik tanganmu.”

113
Dengan cepat dan kuat ia menampar pipi kanan dan hidungnya dan
mengatakan, “Aku semula ragu tetapi tidak lagi sekarang, bahkan untuk
menampar hidungku .” Dengan penuh pertimbangan ia berhenti sejenak dan
kemudian menghantam dahinya dengan kepalan tangan.
“Yah, inilah akhir keraguan,” katanya. Suaranya terdengar lucu namun sangat
gembira. Dalam sikap yang sama aku mengatakan, “Sungguh mengejutkan
melihat bagaimana orang bisa memiliki pemahaman harfiah untuk memukul
dahinya sendiri.” Ia cepat menjawab, “Jelas karena ada ruangan untuk itu.” Kami
berdua tertawa dan kemudian, dengan sikap yang tiba-tiba menjadi murung, ia
mengatakan dengan nada berat, “Ada satu hal lagi yang aku ingin
menceritakannya padamu.” Matanya berkaca-kaca, ia memasuki deep trance.
Dengan hati-hati dan penuh empati aku memberikan sugesti post-hipnotik, “Kau
suka bersiul, kau menyukai musik, kau menyukai lagu yang indah. Sekarang aku
ingin kau membuat lagu dan melodi dengan menggunakan kata, ‘Aku bisa
memilikimu kapan pun aku menginginkanmu, Tetapi, Sayangku, tidak pernah ada
waktu ketika aku menginginkanmu,’ dan seterusnya dan setiap kali kau
menyiulkan nada itu kau akan tahu, dan aku tidak perlu menjelaskan, karena kau
tahu!” Pelan-pelan dan terus-menerus ia menganggukkan kepala membenarkan.
(Beban pertanggungjawaban ada padanya, ia sendiri yang memberi makna.)
Ia kubangunkan dengan pernyataan simpel, “Waktu benar-benar berlalu
cepat, bukankah begitu?” Seketika ia terbangun dan melihat jam dan mengatakan,
“Aku tidak akan pernah memahaminya.” Sebelum ia melanjutkan, aku
memotongnya dengan pernyataan, “Yah, apa yang sudah terjadi tak bisa
dibatalkan, maka biarkan masa lalu yang telah mati menguburkan kematiannya.
Beri aku satu lagi hari esok yang baik dan kau akan pulang dengan hari esok
lainnya yang lebih baik, dan hari esok lainnya lagi, dan hari esok lainnya lagi, dan
seluruh hari esok selanjutnya, selamanya lebih baik. Waktunya sama.” (artinya,
pertemuan besok berlangsung pada jam yang sama.) Ia segera keluar ruanganku.
Percakapan terakhir adalah peninjauan sistematik dan menyeluruh oleh
dirinya sendiri selagi dia dalam keadaan trance. Ia merenungkan dalam benaknya

114
semua pencapaian dan aku menyampaikan permintaan halus agar ia meyakini
sepenuhnya bahwa tubuhnya mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan
menjadi “sangat girang ketika orang-orang skeptis mengatakan bahwa sakitmu
sedikit berkurang dan nanti kambuh lagi.” (Aku tahu betul batas akhir pernyataan
skeptis yang melecehkan dan penyakit iatrogenik, yakni penyakit yang muncul
oleh ucapan dokter.) Ia mengabariku setelah kembali ke rumahnya,
menyampaikan bahwa ia benar-benar bebas dari rasa sakit dan juga bahwa
seorang ahli syaraf, yang sengit pada hipnosis, menyampaikan argumen panjang
bahwa kesembuhannya ini akan bersifat sementara dan nanti akan kambuh lagi
(sebuah upaya tak sadar untuk membangkitkan penyakit iatrogenik.) Ia
menceritakan hal ini, menyatakan bahwa penjelasan orang itu membuatnya
merasa “sangat girang”, yang tidak lain adalah kutipan langsung dari sugesti post-
hipnotik yang kuberikan kepadanya.***

115
Beberapa Pengalaman
Otohipnotik Milton H. Erickson
Milton H. Erickson dan Ernest L. Rossi

Tulisan ini diterbitkan pertama kali pada The American Journal of Clinical
Hypnosis, Juli 1977

Otohipnosis dalam Krisis Kehidupan


epanjang empat tahun antara 1970 dan 1974, Erickson menceritakan
pelbagai faktor dan pengalaman pribadi yang mendukung perkembangan
minat, sikap, dan pendekatannya terhadap otohipnosis, trance, dan
psikoterapi. Banyak di antaranya adalah kenangan awal Erickson berhubungan
dengan buta warna, detak jantung yang tidak normal (arrhythmia), buta nada, dan
disleksia yang diidapnya. Pada umur 17 tahun, ketika untuk pertama kalinya
terserang polio, Erickson memiliki pengalaman berikut ini.
Erickson: Saat aku terbaring di tempat tidur sore itu, aku mendengar ketiga
dokter itu mengatakan kepada orang tuaku di ruangan lain bahwa anak mereka
akan meninggal besok pagi. Aku merasa marah sekali ada orang yang mengatakan
kepada seorang ibu bahwa anaknya besok pagi akan mati. Ibuku kemudian masuk
ke kamarku dengan muka tampak sangat tersiksa. Aku memintanya menggeser
lemari kecil dan menghadapkannya ke arah tempat tidurku dengan sudut tertentu.
Ia tidak tahu kenapa, ia pikir aku mengigau. Omonganku sulit. Tetapi dengan

116
sudut itu aku bisa melihat mulut pintu dari cermin di lemari dan dari mulut pintu
itu aku bisa melihat jendela barat di kamar lain. Gila sekali rasanya jika aku mati
besok pagi tanpa melihat matahari terbenam hari ini. Jika aku mampu
menggambar sketsa, aku akan menggambar sketsa matahari terbenam yang
kulihat dari jendela itu.

Rossi: Kemarahan dan keinginanmu untuk melihat matahari terbenam


membuatmu tetap hidup dan mengalahkan prediksi dokter. Tetapi kenapa kau
menyebutnya pengalaman otohipnotik?
E: Aku melihat matahari terbenam, sebuah bulatan merah besar yang
menutupi seluruh permukaan langit. Aku tahu di depan jendela juga ada pohon,
tetapi aku menyingkirkannya.
R: Kau menyingkirkannya? Itu persepsi selektif yang memungkinkanmu
untuk mengatakan bahwa kau berada dalam kesadaran yang berbeda?
E: Ya, aku tidak melakukannya dengan sadar. Aku melihat matahari
terbenam, tetapi aku tidak melihat jeruji pagar dan batu besar yang ada di sana.
Aku menyingkirkan semua hal kecuali matahari terbenam. Setelah aku melihat
matahari terbenam, aku bertanya kepada ayahku kenapa ia menyingkirkan pagar,
pohon, dan batu besar. Aku tidak tahu akulah yang telah menyingkirkannya ketika
aku memusatkan perhatianku sepenuhnya pada matahari terbenam. Kemudian aku
pulih dan menyadari keadaanku, aku penasaran bagaimana aku akan melanjutkan
hidup. Aku sudah menerbitkan makalah dalam jurnal pertanian nasional. “Kenapa
Anak-anak Muda Meninggalkan Pertanian.” Aku tidak lagi punya tenaga untuk
menjadi petani, tetapi mungkin aku bisa menjadi dokter.
R: Apakah menurutmu itu merupakan intensitas pengalaman batin, spirit dan
perasaanmu tertantang, yang membuatmu bertahan hidup untuk melihat matahari
terbenam?
E: Ya, menurutku begitu. Kepada pasien yang memiliki penampilan
mengenaskan, kau bisa mengatakan, “Yah, kau seharusnya berumur panjang
untuk melakukan ini bulan depan.” Dan mereka melakukannya.

117
Memanfaatkan Kesan Nyata Atas Kenangan
R: Bagaimana kau menggunakan otohipnosis untuk mengatasi kelemahan dan
siksaan rasa sakit?
E: Biasanya dibutuhkan sekitar satu jam setelah aku kembali ke kondisi sadar
untuk bebas dari rasa sakit. Jauh lebih mudah ketika aku muda. Aku punya
masalah dengan otot-otot dan sendi-sendiku sekarang.
R: Apa pengalaman pertamamu dalam berurusan dengan otot dan rasa sakit?
Bagaimana kau belajar melakukannya? Apakah ada orang yang melatihmu
melakukan otohipnosis?
E: Aku mempelajarinya sendiri. Aku bisa ingat bagaimana aku membuat
pendekatan yang serupa dengan kita menggunakan mikroskop. Jika kau melihat
melalui mikroskop dan kau ingin menarik sesuatu yang kaulihat dari mikroskop
itu, kedua matamu harus terbuka. Kau melihat dengan satu mata dan menariknya
dengan mata yang lain.
R: Apa urusannya dengan otohipnosis?
E: Kau tidak melihat sesuatu yang lain.
R: Oke, kau hanya melihat apa yang relevan untuk urusanmu dan
menyingkirkan yang lain. Itu adalah aspek persepsi selektif yang
memungkinkanmu mengenali kesadaran yang berbeda. Bagaimana kau mengatasi
rasa sakit pada saat itu?
E: Salah satu upaya pertamaku adalah belajar relaksasi dan membangun
kekuatan. Aku membuat rantai karet sehingga aku bisa menariknya untuk
mengatasi resistensi. Aku melakukannya setiap malam dan juga melakukan
latihan apa saja yang bisa kulakukan. Kemudian aku tahu bahwa aku bisa berjalan
sampai kelelahan dan itu membebaskan diri dari rasa sakit. Pelan-pelan aku
belajar bahwa jika aku bisa berpikir mengenai berjalan dan lelah dan relaksasi,
aku bisa terbebas.
R: Berpikir tentang berjalan dan kelelahan untuk mendapatkan kebebasan
dari rasa sakit?
E: Ya, itu menjadi efektif untuk mengurangi rasa sakit.

118
R: Dalam pengalamanmu menyembuhkan diri sendiri antara usia 17 dan 19,
kau belajar dari pengalamanmu sendiri bahwa kau bisa menggunakan imajinasi
untuk mendapatkan efek yang sama seperti tindakan fisik sungguhan?
E: Lebih merupakan ingatan yang intens ketimbang imajinasi. Kau ingat
bagaimana sesuatu terasa di lidah, kau tahu bagaimana kau mendapatkan sensasi
tertentu di lidahmu dengan peppermint. Di waktu kecil aku biasa memanjat pohon
di kebun luas kemudian melompat dari satu pohon ke pohon lain seperti monyet.
Aku akan mengingat semua gerakan memutar atau salto yang kulakukan demi
menemukan gerak apa yang akan kulakukan sekiranya otot-otot tubuh ini
sempurna.
R: Kau mengaktifkan memori dari masa kanak-kanak demi mempelajari
seberapa besar kau masih bisa mengendalikan otot-ototmu dan bagaimana
memperoleh kendali seperti itu lagi?
E: Ya, menggunakan memori nyata. Pada usia 18 aku mengingat semua
gerakan masa kanak-kanakku untuk mendapatkan kembali koordinasi otot-ototku.
[Erickson kini mengingat bagaimana ia menghabiskan banyak waktu dan upaya
untuk mengingat kesannya tentang berenang, perasaan bagaimana air bergerak
berlawanan dengan gerak tubuhnya, dan sebagainya]
R: Meminta orang untuk mengingat perasaannya atas kenangan mereka, ini
bisa menjadi cara untuk memudahkan otohipnosis. Ini akan mengaktifkan
tanggapan otonom indera kita yang merupakan aspek dari perilaku hipnosis:
bukan imajinasi tetapi kesan atas kenangan.
E: Saat kau melihat Buster Keaton di film sedang meniti tepian bangunan,
kau bisa merasakan ototmu sendiri menegang.
R: Film atau imajinasi murni memberikan sebuah jalur asosiasi kepada kesan
kita atas kenangan, yang kemudian kita alami dalam bentuk tegangan pada otot.

Itu cerita menakjubkan tentang bagaimana ia belajar sendiri mengatasi


masalahnya dengan menggunakan kesan atas kenangan dan belajar lagi untuk
menggunakan otot-ototnya. Dan itulah sumber dari banyak eksperimen Erickson

119
mengenai sifat alami trance (Erickson, 1964, 1967) dan kenyataan hipnosis
(Erickson, Rossi, dan Rossi, 1976). Sebuah film atau buku cerita yang imajinatif
mungkin memfokuskan pengalaman batin seseorang dan memudahkan orang
untuk mengakses kenangan yang memberi kesan tertentu. Namun kenangan itu
sendirilah dan bukan imajinasi yang membangkitkan proses ideomotor dan
ideosensori yang membawa orang masuk lebih dalam ke kondisi trance dan
kemungkinan baru pembelajaran. Apa yang terjadi di usia 6 tahun, yakni
munculnya ledakan cahaya yang membuatnya bisa membedakan angka 3 dan
huruf m, adalah pengalaman spontan Erickson mengenai hubungan antara trance
(altered state) dan pemahaman baru. Pada umur 19 ia mulai benar-benar
memunculkan trance dengan cara mengingat sesuatu untuk mempelajari kembali
otot-ototnya. Ia belum melabeli pengalaman-pengalaman ini dengan sebutan
altered state atau otohipnosis.
Hubungan antara pengalaman-pengalaman masa kecil dan pemahamannya
kemudian tentang trance tampak jelas ketika ia menulis: “Keadaan hipnotik
adalah sebuah pengalaman milik subjek, berasal dari pembelajaran dan
kenangan yang dimiliki oleh subjek, tidak dikenali secara sadar, tetapi mungkin
mewujud dalam keadaan tertentu ketika orang dalam keadaan trance. Karena itu
trance hipnotik hanya milik subjek; operator hanya bisa belajar bagaimana
menyodorkan stimuli dan sugesti untuk membangkitkan perilaku responsif
berdasarkan pengalaman subjek.” (Erickson, 1967). Pandangan bahwa semua
hipnosis adalah otohipnosis dengan demikian mendapatkan dukungannya dalam
pengalaman pribadi dan profesional Erickson. Teknik-teknik induksi hipnotik
mungkin paling baik dipahami sebagai pendekatan yang memberikan kepada
subjek kesempatan untuk masuk lebih dalam dan mengalami pengalaman mental
yang disebut trance. Operator yang bijak kemudian mengembangkan
keterampilan dalam melibatkan secara kreatif pengalaman-pengalaman mental si
subjek ini.

120
Latihan Awal dalam Mimpi dan Aktivitas
Somnambulistik
E: Aku selamanya mengamati. Akan kuceritakan hal sangat egoistis yang
pernah kulakukan. Umurku 20 tahun, semester awal di tahun kedua kuliah, ketika
aku melamar bekerja pada koran lokal, The Daily Cardinal, di Wisconsin. Aku
ingin menulis editorial. Redaktur, Porter Butz, menyambut baik dan mengatakan
bahwa aku bisa memasukkannya ke kotak suratnya setiap pagi dalam
perjalananku ke sekolah. Aku membaca dan mempelajari banyak buku pertanian.
Aku ingin banyak belajar. Lalu muncul sebuah ide ketika teringat olehku
bagaimana aku dulu sering mengoreksi masalah-masalah aritmetika dalam mimpi.
Rencanaku adalah belajar di waktu petang dan berangkat tidur pukul setengah
sebelas malam, di mana aku bisa tidur cepat. Tetapi aku memasang alarm pada
pukul satu dinihari. Kurencanakan untuk bangun pukul satu dan mengetik
editorial dan menindih naskah itu dengan mesin ketik dan kembali tidur. Ketika
aku terbangun keesokan paginya, aku sangat tercengang melihat naskah ketikan
beberapa halaman di bawah mesin ketikku. Aku tidak punya ingatan tentang
bangun dan menulis. Pada setiap kesempatan aku menulis editorial dengan cara
itu.
Aku tidak ingin membaca editorial itu tetapi aku menyimpan salinannya. Aku
akan memasukkan editorial yang tidak kubaca itu ke kotak surat dan setiap pagi
aku akan melihat koran untuk memeriksa apakah ada tulisanku di sana, tetapi aku
tidak mengenalinya. Pada akhir pekan aku mengeluarkan salinan karbon tulisan-
tulisanku. Ada tiga editorial, dan ketiganya dimuat. Semuanya banyak membahas
tentang perguruan tinggi dan hubungannya dengan masyarakat. Aku tidak
mengenali tulisanku sendiri ketika itu tercetak di koran. Aku memerlukan salinan
untuk memastikan bahwa itu memang tulisanku.
R: Kenapa kau memutuskan untuk tidak melihat tulisanmu sendiri pagi
harinya?
E: Aku ingin tahu apakah aku bisa menulis editorial. Jika aku tidak
mengenali kata-kataku sendiri di halaman cetakan, itu akan menyampaikan fakta

121
bahwa ada banyak hal di kepalaku ketimbang yang kuketahui. Kemudian aku
mendapatkan bukti bahwa aku lebih cerdas dari yang kuketahui. Ketika aku ingin
tahu sesuatu, aku ingin hal itu tidak terdistorsi oleh ketidaksempurnaan
pengetahuan orang lain. Teman sekamarku ingin tahu kenapa aku bangun pukul
satu untuk mengetik. Ia mengatakan aku tidak melihat atau mendengarnya sampai
ia mengguncang bahuku. Ia ingin tahu apakah aku berjalan dan mengetik dalam
keadaan tidur. Aku mengatakan mungkin seperti itu. Itu yang sepenuhnya
kupahami waktu itu. Tapi pada tahun ketiga kuliah aku mengikuti seminar Hull
dan mulai mendalami hipnosis.
R: Apakah orang-orang lain bisa menggunakan pendekatan ini untuk
mendapatkan keadaan somnambulistik dan otohipnosis? Orang bisa
mempersiapkan alarm untuk bangun dinihari sehingga ia bisa melakukan aktivitas
yang bisa dilupakan. Apakah ini akan menjadi latihan diri sendiri dalam aktivitas
dissosiatif dan amnesia hipnotis?
E: Ya, dan setelah beberapa saat mereka tidak memerlukan alarm. Aku telah
melatih banyak mahasiswa cara ini.

Otohipnosis dalam Krisis Identitas


E: Aku memiliki pengalaman pahit di tahun-tahun awal sekolah kedokteran.
Aku ditugasi memeriksa dua pasien. Yang pertama adalah lelaki 73 tahun. Ia
gelandangan yang tak menyenangkan, pemabuk, tukang nyolong, hidup dari
sokongan sepanjang hayat. Aku tertarik pada orang ini, maka aku meneliti
riwayatnya dan mempelajari banyak detail. Ia kurasa bisa hidup sampai umur 80
tahun. Kemudian aku menemui pasienku yang lain. Perempuan muda yang sangat
cantik—menawan dan cerdas. Kau akan bahagia bercinta dengannya. Kemudian,
saat aku menatap matanya, aku mengatakan aku lupa tugasku, maka aku minta
maaf dan aku akan kembali secepatnya. Aku pergi ke ruangan dokter dan aku
melihat diagnosa. Gadis ini menderita radang ginjal, dan ia cukup beruntung jika
bisa bertahan hidup sampai tiga bulan ke depan. Di sini aku melihat ketidakadilan
hidup. Sampah berusia 73 tahun yang tak ada gunanya sama sekali. Dan seorang

122
gadis cantik dan menawan yang menawarkan banyak hal. Aku berkata kepada
diriku sendiri, “Kau lebih baik merenungkan itu dan mendapatkan perspektif
tentang kehidupan karena kau akan terus-menerus menghadapi hal-hal seperti ini
sebagai seorang dokter: ketidakadilan hidup.”
R: Apa sisi otohipnotiknya?
E: Aku sendirian di sana. Aku tahu orang-orang lain keluar masuk ruangan
dokter tetapi aku tidak menyadari mereka. Aku melihat sesuatu di masa depan.
R: Bagaimana jelasnya? Apakah matamu terbuka?
E: Mataku terbuka. Aku melihat bayi-bayi yang belum lahir, anak-anak yang
baru tumbuh dan menjadi manusia-manusia dewasa yang kelimpungan di usia 20-
an, 30-an, 40-an. Beberapa hidup sampai umur 80-an dan 90-an dan sosok
mereka, nilai mereka, kehadiran mereka, semuanya muncul di depan mataku.
R: Apakah seperti pseudo-orientasi di waktu yang akan datang? Kau
menghadirkan kehidupan yang akan datang dalam imajinasimu?
E: Ya, kau tidak bisa berpraktek sebagai dokter dan gelisah secara emosional.
Aku harus belajar mendamaikan diriku atas terjadinya ketidakadilan hidup, dalam
kontras antara gadis cantik itu dan kutu busuk 73 tahun.
R: Kapan kau mengetahui bahwa kau berada dalam keadaan hipnotis?
E: Aku tahu aku tercerap ketika aku menulis editorial. Aku sekadar
membiarkan diriku tercerap tetapi tidak berupaya mengujinya. Aku masuk ke
dalam keadaan itu untuk memberi orientasi kepada diriku sendiri demi praktek
kedokteranku kelak.
R: Kau mengatakan kepada dirimu sendiri: “Aku perlu memberi diriku
orientasi untuk praktek kedokteranku mendatang.” Kemudian bawah sadarmu
mengambil alih dan kau mengalami lamunan seperti itu. Jadi ketika kita masuk ke
kondisi otohipnosis, kita memberikan diri kita masalah dan kemudian
membiarkan bawah sadar mengambil alih. Pemikiran-pemikiran datang dan pergi
dengan sendirinya? Apakah mereka kognitif atau citraan?
E: Dua-duanya. Aku akan melihat bayi kecil yang tumbuh menjadi orang
dewasa.

123
Dari cerita ini kita menyaksikan penyembuhan spontan muncul dari lamunan
mendalam atau otohipnosis selama krisis identitas. Ketercerapan yang mendalam
di mana Erickson merumuskannya sebagai trance dihadirkan untuk
menyelesaikan masalah yang tampaknya membuat kesadarannya kewalahan. Ini
adalah ilustrasi lain bagaimana otohipnosis dan pelajaran baru diasosiasikan
dalam perkembangan pribadi Erickson.

Otohipnosis dalam Trance Eksperimental dan


Klinis
E: Dalam melakukan hipnosis eksperimental dengan seorang subjek di
laboratorium aku akan memastikan kami hanya sendirian. Di luar aku dan subjek,
yang ada hanya alat-alat yang kugunakan untuk mencatat perilakunya, dan
perilakuku sendiri.
R: Kau begitu fokus pada pekerjaanmu sehingga yang lain-lain menghilang?
E: Ya, aku menemukan bahwa aku masuk ke kondisi trance bersama
subjekku. Hal selanjutnya yang ingin kupelajari adalah, bisakah aku bekerja sama
baiknya dalam keadaan sadar maupun trance. Dan aku ternyata bisa bekerja sama
baiknya.
R: Apakah kau cenderung masuk ke kondisi otohipnosis ketika kau bekerja
dengan pasien dalam trance?
E: Sekarang ini jika aku ragu mengenai kapasitasku untuk melihat hal-hal
penting, aku masuk ke kondisi trance. Ketika ada isu krusial dengan pasienku dan
aku tidak ingin kehilangan petunjuk sekecil apa pun, aku masuk ke trance.
R: Bagaimana kau membuat dirimu tance?
E: Itu terjadi otomatis karena aku mulai memperhatikan setiap gerakan,
pertanda, atau manifestasi perilaku yang bisa sangat penting. Dan saat aku mulai
bicara ini kepadamu sekarang, pandanganku mulai menyempit dan aku melihat
hanya kau dan kursimu. Itu terjadi otomatis, karena intensitas yang mengerikan,
saat aku melihatmu. Kata “mengerikan” kurasa keliru, tepatnya menyenangkan.

124
R: Itu perhatian terfokus yang serupa dengan ketika orang menatap kristal?
E: Ya.

Erickson sekarang menceritakan pengalaman yang sangat memukau ketika ia


mengalami trance spontan pada sesi terapetik pertamanya dengan psikiater yang
ternama dan agak punya sifat mau menguasai, yang juga seorang hipnoterapis
berpengalaman. Erickson menjelaskan bahwa ia merasa kewalahan dengan
tugasya tetapi melakukan sesi pertama dengan harapan bawah sadarnya akan
membantunya. Ia ingat memulai sesi pertama itu dengan membuat beberapa
catatan. Selanjutnya ia tahu bahwa ia sendirian di ruangan kerjanya; dua jam
berlalu, dan ada satu set catatan terapi dalam map tertutup di atas mejanya. Ia
kemudian tahu bahwa ia pasti dalam keadaan otohipnotik. Erickson menghargai
bawah sadarnya sehingga membiarkan catatan itu tetap tak terbaca di dalam map.
Secara spontah, tanpa benar-benar tahu bagaimana itu terjadi, ia memasuki trance
dalam cara yang sama sepanjang 13 sesi berikutnya. Di tengah sesi ke-14,
psikiater yang menjadi pasiennya tiba-tiba mengenali keadaan Erickson. Ia
kemudian berteriak, “Erickson, kau trance sekarang ini!” Erickson segera
tersadar. Ia tetap sadar sampai sesi berakhir. Penghargaan besar Erickson pada
otonomi bawah sadar tampak pada fakta bahwa ia tidak pernah membaca catatan
yang ia tulis selagi ia dalam keadaan trance otohipnotik selama 14 sesi pertama.
Saya (Ernest Rossi) baru-baru ini melihat kertas-kertas catatan yang sudah
menguning dan yang tercatat di sana tidak lain adalah catatan yang lazim dibuat
oleh terapis.
Pada satu kesempatan di kemudian hari, Erickson membantu Dr. L
mengalami halusinasi visual untuk pertama kalinya dalam trance. Saat Erickson
melihat pintu ke arah ruang tunggu di mana Dr. L berhalusinasi tentang gedung
pertunjukan dan orkestra, Erickson juga mulai mengkhayalkan hal yang sama.
ketiak mereka kemudian membandingkan apa yang mereka lihat, terjadi
perdebatan yang memikat di antara keduanya tentang di mana para anggota
orkestra itu duduk.

125
Dari contoh-contoh ini kita mendapatkan perspektif mengenai rentang
pengalaman otohipnotik Erickson ketika menangani pasiennya. Poin utama dari
semua pengalaman tersebut adalah bahwa ia selalu benar-benar terhubung dengan
pasiennya. Ia tidak pernah berjarak dan lepas kontak dengan pasien. Trance
otohipnotik biasanya datang spontan dan selalu meningkatkan persepsi dan
relasinya dengan pasien. Trance adalah perhatian sangat fokus yang memudahkan
kerja terapetik.

Pikiran Sadar dan Bawah Sadar dalam


Otohipnosis
Dr. H mengunjungi Erickson untuk belajar bagaimana menggunakan
otohipnosis.

E: Kau tidak mengetahui semua hal yang bisa kaulakukan. Gunakan


otohipnosis untuk menggali dan mencari tahu apa yang akan kaudapati, yakni
sesuatu yang kau sendiri belum tahu apa itu.
H: Ada cara yang bisa saya lakukan untuk meningkatkan latihan otohipnosis
saya?
E: Tak ada cara bagi pikiran sadarmu untuk memerintah bawah sadar!
H: Apakah ada cara bagimu untuk secara sadar memerintah bawah sadarku?
E: Aku tidak mau. Dan aku seharusnya tidak melakukan itu, semata-mata
karena kau harus melakukan sesuatu dalam caramu sendiri dan kau tidak tahu
seperti apa caramu itu. Sekarang Nyonya Erickson sedang mengalami otohipnosis
yang sangat dalam, tetapi ia meminta matanya tetap terbuka. Betty Alice suka
duduk dan melepas sepatunya, menutup matanya, dan mengapungkan tangannya
ke muka. Roxie, tak peduli seperti apa posisinya sekarang, suka memejamkan
matanya. Kita semua memiliki pola kita sendiri.
H: Aku akan mencoba trance. Bisakah aku melakukannya sendiri?
E: Kau bisa trance sedalam yang kaukehendaki; satu-satunya yang kau tidak
tahu adalah kapan. Dalam mengajarkan otohipnosis aku mengatakan bahwa

126
bawah sadar akan memilih waktu, tempat, dan situasinya sendiri. Biasanya ia
berlangsung dalam situasi yang jauh lebih baik ketimbang yang kau ketahui
secara sadar. Aku memberikan instruksi semacam itu pada seorang pasien dan ia
masuk ke dalam kondisi otohipnosis beberapa kali. Sekali waktu ia pergi ke kota
dan makan pagi dengan psikolog, naik bis, menemui teman-teman SMA yang
sudah bertahun-tahun tidak ia jumpai, pergi berbelanja dengan psikolog itu—dan
ia tidak tahu bahwa ia dalam keadaan trance. Perempuan itu kembali ke rumah
sakit dan akhirnya bangkit ke depan cermin; ia memasang topinya dan siap pergi.
Kemudian ia memperhatikan bahwa jam menunjukkan pukul empat sore dan sinar
matahari masuk melalui kisi-kisi. Itu menakutkannya.
Ia mengingat-ingat apa yang terjadi pagi hari, ketika ia berdiri di depan
cermin memasang topinya, dan ia tersadar kembali dalam posisi yang sama. Ia
meneleponku dan kemudian datang dan ingin tahu apa yang harus ia lakukan
dengan hal itu. Aku menyarankan bawah sadarnya untuk membuat keputusan. Ia
masuk ke dalam trance dan mengatakan kepadaku apa yang ia ingin lakukan. Ia
ingin mengingat secara berurutan segala hal kecuali barang-barang belanjaannya.
Maka ia mengalami lagi hari itu. Kemudian aku memintanya untuk menebak
barang-barang belanjaannya. Ia menebak bahwa ia membeli semua barang di
daftar belanjaannya. Tetapi ketika ia pulang ke rumah memeriksa barang-barang
belanjaannya, ia mendapati bahwa ia telah membeli semua barang yang dulunya
pernah ia inginkan tetapi sudah ia lupakan.
Di waktu lain, ia mempresentasikan sebuah kasus dalam suatu konferensi
tanpa seorang pun tahu bahwa ia sedang trance. Di waktu lain lagi, ia tampil di
depan anggota perpustakaan dan mendapati dirinya masuk ke situasi trance. Dua
pengunjung tanpa undangan masuk, dan aku tahu ia tidak bisa melihat atau
mendengar mereka. Ketika salah satu dari mereka bertanya, aku tahu bahwa ia
tidak akan bisa mendengarnya, maka aku berdiri dan mengatakan, “Kurasa kau
tidak mendengar pertanyaan Dr. X....” Aku tahu ia akan mendengar suaraku, dan
ketika aku mengatakan “Dr. X” ia bisa melihatnya. Aku juga menyebut nama Dr.
Y sehingga ia bisa melihatnya juga. Ketika pertemuan berakhir, ia berterima kasih

127
kepadaku telah menyadarkannya akan kehadiran kedua orang itu. Ia mengatakan,
“Aku lupa mempersiapkan kemungkinan adanya peserta tanpa undangan.” Setiap
kali kau memasuki trance, persiapkanlah juga semua kemungkinan lain.
R: Pikiran sadar tidak bisa memberi tahu bawah sadar apa yang harus
dilakukan?
E: Begitulah!
R: Maka itulah alasan kenapa orang ingin menggunakan otohipnosis. Mereka
ingin membuat perubahan tertentu dalam diri mereka. Ketika kau menggunakan
otohipnosis untuk menghilangkan rasa sakitmu, kau masuk ke dalam trance dan
bawah sadarmu bekerjasama dengan kehendakmu untuk terbebas dari rasa sakit.
E: Ya.
R: Bawah sadar bisa menjalankan instruksi umum seperti “Hilangkan rasa
sakit.” Tetapi ia tidak mengikuti instruksi spesifik tentang bagaimana cara
melakukannya?
E: Begitulah. Aku berpikir, “Aku suka terbebas dari rasa sakit ini.” Itu cukup!
R: Cukupkah untuk masuk trance dengan memikirkan: “Bagaimana caranya
aku menurunkan berat badan?” “Bagaimana caranya berhenti merokok?”
“Bagaimana caranya belajar lebih efisien?” Inikah cara-cara efektif bagi bawah
sadar? Kau sekadar menyodorkan pertanyaan dan membiarkan bawah sadar
menemukan jawabannya sendiri?
E: Ya. Jadi kenapa kau harus tahu apakah kau berada dalam trance
otohipnosis?
R: Pikiran sadar ingin tahu dan bisa menguji pengalaman.
E: [Erickson memberikan contoh tentang anak kecil yang tidak bisa
mengerjakan tugas aritmetikanya tetapi kemudian menemukan pemecahan dalam
mimpinya atau mendapati pemecahannya begitu saja di pagi hari. Jelas bawah
sadar bekerja untuk menyelesaikan masalah itu selagi pikiran sadar tidur.] Kau
masuk ke dalam kondisi otohipnosis untuk mendapatkan hal tertentu atau
memperoleh pengetahuan tertentu. Kapan kau memerlukan pengetahuan itu?
Kapan kau memiliki persoalan dengan pasien, kau memikirkannya. Kau terus

128
memikirkan di bawah sadarmu bagaimana cara menangani kasus itu. Dua minggu
kemudian ketika pasien itu datang kepadamu, kau mulai berimprovisasi dan
memecahkannya.
R: Kau benar-benar meyakini bawah sadar kreatif!
E: Aku mempercayai tingkatan kesadaran yang berbeda-beda.
R: Jadi kita bisa mengatakan bawah sadar adalah metafora bagi tingkatan lain
kesadaran, sebuah metalevel?
E: Aku bisa menyusuri jalanan dan tidak harus memperhatikan lampu lalu
lintas atau pembatas jalan. Aku bisa memanjat Squaw Peak dan aku tidak harus
memperhatikan setiap undakannya.
R: Itu semua ditangani secara otomatis oleh level lain kesadaran.

Penekanan Erickson pada pemisahan sadar dan bawah sadar dalam


otohipnosis menunjukkan paradoks: kita masuk ke dalam otohipnosis demi
meraih tujuan tertentu yang kita sadari, tetapi pikiran sadar tidak bisa mengatakan
kepada bawah sadar apa yang harus dilakukan. Pikiran sadar bisa mengajukan
pertanyaan umum, tetapi itu bawah sadar sepenuhnya otonom tentang bagaimana
dan kapan mewujudkan hal itu. Contoh-contohnya disertakan di bawah ini:

Otohipnosis untuk Mengatasi Rasa Sakit:


Trance Sebagian
E: Kemarin aku masuk naik ke tempat tidur siang hari. Aku harus mengusir
rasa nyeri di sini [di punggungnya]. Pada saat menuju tempat tidur aku meminta
istriku menyiapkan buah anggur untukku. Hal selanjutnya yang aku tahu adalah
bahwa aku keluar dan makan anggur itu dan bertemu denganmu di ruangan ini
untuk melajutkan pekerjaan kita. Hanya kemudian aku tahu bahwa aku tidak lagi
merasakan nyeri yang menyiksa itu.
R: Apa yang kaulakukan? Apakah kau menggunakan otohipnosis untuk
membebaskan diri dari rasa nyeri itu?

129
E: Aku berbaring di tempat tidur dengan pikiran bahwa aku lebih baik mulai
menggunakan otohipnosis. Tetapi aku tidak tahu bagaimana aku
menggunakannya untuk membebaskan diri dari rasa nyeri.
R: Aku paham, itu adalah trance khusus hanya untuk rasa nyeri itu.
E: Itu trance sebagian.
R: Lanjutkanlah tentang trance sebagian.
E: S, pasien yang kutangani kemarin, mengatakan bahwa kedua tangannya
matirasa. Bagian tubuhnya yang lain tidak, hanya tangannya. Bagaimana kau
menjadikan tanganmu matirasa? Dengan memisahkannya.
R: Dan pemisahan itu terjadi dengan konsepsimu tentang tubuh dan bukan
pemisahan sesungguhnya bagian-bagian syaraf tertentu?
E: Begitulah. Rasa nyeri hanyalah bagian dari pengalaman keseluruhan, maka
kau harus memisahkannya dari pengalaman keseluruhanmu. Rasa nyeri itu begitu
menyiksa ketika aku di kantor ini, maka aku pergi ke tempat tidur dengan niat
untuk mengusir rasa nyeri itu. Kemudian aku lupa tentang niat mengusir itu.
Ketika aku muncul lagi ke tempat ini, aku tiba-tiba menyadari bahwa rasa nyeriku
sudah tidak ada lagi.
R: Antara berbaring di tempat tidur dan kemudian makan anggur, rasa nyeri
itu menghilang? Tetapi kau tidak tahu bagaimana atau kapan tepatnya ia
menghilang?
E: Begitulah. Aku tidak tahu bagaimana atau kapan, tetapi aku sudah tahu ia
akan menyingkir. Dalam menyingkirkan itu kau juga kehilangan kesadaran bahwa
kau merasakan nyeri.
R: Dalam menggunakan otohipnosis kau bisa mengatakan kepada dirimu
sendiri apa yang ingin kaudapatkan tetapi—
E: Kemudian kau menyerahkan semuanya kepada bawah sadarmu.
R: Kau tidak bisa melanjutkannya dengan pertanyaan, “Bagaimana aku akan
menyingkirkan rasa nyeri itu?” atau memikirkan kau bisa menyingkirkannya
secara sadar. Ini sangat penting dalam menggunakan otohipnosis. Kau bisa
menyampaikan kepada dirimu sendiri apa yang ingin kaudapatkan, tetapi kau

130
benar-benar harus menyerahkan sepenuhnya kepada bawah sadar kapan dan
bagaimana itu terwujud. Kau harus puas untuk tidak tahu bagaimana itu akan
tercapai?
E: Yah, begitulah, karena kau tidak bisa tahu bagaimana itu tercapai—tanpa
kesadaranmu.
R: Sejauh kau obsesif memikirkan rasa nyeri, ia akan selalu ada. Kau harus
memisahkan kesadaranmu dari keterikatannya dengan rasa nyeri itu.
E: Kau juga harus memiliki pengalaman bandingan seperti ini. [Erickson di
sini menyampaikan contoh rinci bagaimana ia akan menyiapkan pidato dalam
benaknya selagi ia menyetir mobil menuju konferensi. Ia bisa menyopir melalui
jalanan yang padat dan riuh tanpa ingat sedikit pun nantinya bagaimana ia bisa
tiba di tempat konferensi, karena pikirannya sibuk menyiapkan pidato.]
R: Maka ada disosiasi dalam benakmu: sebagaian mengemudi secara
otomatis dan sebagian yang lain menyiapkan naskah pidato.

Peran klasik disosiasi dan distraksi tampak jelas dalam contoh-contoh ini,
sekalipun Erickson tidak mampu menjelaskan bagaimana dan kapan rasa nyeri itu
menyingkir. Itu proses bawah sadar. Dengan kehebatan dan pengalamannya,
Erickson tetap saja memiliki kesulitan, sebagaimana ditunjukkan berikut ini
melalui komentar istrinya Elizabeth Erickson (EE)

EE: Bawah sadar mungkin lebih tahu ketimbang pikiran sadar, dan harus
dibiarkan menyelesaikan pekerjaannya sendiri tanpa campur tangan pikiran sadar,
tetapi sesungguhnya tidak sesederhana itu, dan ia bisa saja melaju ke arah yang
keliru.

Beberapa pengalaman MHE dengan pengendalian rasa nyeri adalah


pengalaman trial-and-error, dengan banyak error-nya. Misalnya, sering ia
menghabiskan waktu berjam-jam yang melelahkan untuk menyampaikan secara
lisan analisisnya atas sensasi-sensasi, otot demi otot, terus berulang-ulang,

131
meminta seseorang (biasanya saya, Rossi) tidak hanya mendengar, tetapi juga
memberikan perhatian sepenuhnya, tidak peduli bahwa itu sudah dinihari atau
barangkali ada tugas penting yang lain. Ia betul-betul tidak bisa mengingat sesi-
sesi ini, dan aku tetap tidak paham. Aku merasa ini tak ada gunanya, tetapi
mungkin ada juga pelajaran di sana. Mungkin juga tidak. Alasanku
menyampaikan ini ini adalah karena kupikir banyak orang bisa jeri ketika bawah
sadar untuk sementara waktu sesat ke jalan buntu. Pesannya adalah, “Taruh saja
di sana. Akhirnya ia akan membereskannya.”

Distraksi, Pemindahan, dan Reinterpretasi Rasa


Sakit
E: Bagiku tidur fisiologis akan menyebabkan hilangnya keadaan hipnosis.
Karena itulah kau harus menyampaikan kepada pasienmu dalam keadaan trance
sebuah instruksi untuk mempertahankan trance sampai pagi. Dalam tidur
fisiologis (normal), aku melepaskan kerangka berpikir hipnotik. Aku mungkin
bangun dengan rasa nyeri, dan aku harus berpikir tentang relaksasi, keadaan
nyaman, keadaan bugar di mana aku bisa tidur lelap. Itu mungkin akan bertahan
sepanjang malam. Kadang hanya bertahan tak lebih dari dua jam, sehingga aku
terbangun dan harus kembali mengarahkan rasa nyaman. Akhir-akhir ini satu-
satunya cara yang kulakukan untuk mengendalikan rasa sakit adalah duduk di
tempat tidur, menarik kursi ke dekatku, dan menekankan pangkal tenggorokanku
ke sandaran kursi. Itu sangat tidak nyaman. Tetapi itu ketidaknyamanan yang
kuciptakan sendiri.
R: Itu menggantikan rasa nyeri yang datang sendiri?
E: Ya, aku tidur dengan nyenyak sesudahnya; kemudian aku akan bangun
dengan tenggorokan sakit.
R: Ya, ampun! Kenapa kau memilih cara aneh ini yang menyebabkan dirimu
sendiri kesakitan?
E: Rasa sakit yang disengaja bagaimana pun tetap berada di bawah
kendalimu. Dan ketika kau bisa mengendalikan rasa sakitnya, ia tidak semenyiksa

132
rasa sakit yang datang sendiri. Kau tahu bahwa kau bisa membebaskan diri
darinya.
R: Kau memindahkan dan membelokkan rasa sakit itu. Dan kemudian kau
hanya perlu menyingkirkan rasa sakit yang sudah kaupindahkan dan kaubelokkan
itu.
E: Benar! Distraksi, pemindahan, dan reinterpretasi.
R: Reinterpretasi; bisakah kau memberikan contoh bagaimana menggunakan
itu?
E: Oke. Aku memiliki rasa nyeri yang luar biasa di bahu, dan kupikir aku
tidak menyukai rematik ini. Kau bisa menyebutnya sebagai rasa nyeri yang
menusuk-nusuk dan mengiris-iris. Jadi, aku berpikir bagaimana rasanya terkena
kawat membara. Kemudian tiba-tiba terasa sepertinya aku benar-benar terkena
kawat membara. Rasa nyeri rematik berada jauh di bawah permukaan bahuku,
tetapi kini aku memiliki kawat membara yang melintang di permukaan kulit
bahuku.
R: Jadi kau memindahkan rasa nyeri itu dan membuat reinterpretasi
tentangnya?
E: Ya, aku memindahkan perhatianku sehingga aku tetap merasakan nyeri,
tetapi aku tidak merasakannya di sendi-sendiku bahuku.
R: Itu penafsiran ulang yang disengaja, karena itu bisa tertahankan.
E: Ia lebih tertahankan, dan kemudian aku bosan dengannya dan akhirnya
aku melupakannya. Kau bisa merasakan sensasi ini sangat lama. Ketika kau
merasakan pikiranmu kelelahan, kau akhirnya kehilangan sensasi rasa nyeri itu.
Seingatku empat jam lalu aku memiliki sensasi kawat panas di sini. Aku tidak
bisa mengingat kapan aku menyingkirkannya.
R: Jadi kau menggunakan lupa juga.
E: Orang selalu bisa melupakan rasa nyeri. Salah satu yang aku tidak paham
pada para pasien adalah kenapa mereka mempertahankan tekanan dan rasa sakit
mereka.

133
R: Ya, dengan memfokuskan perhatian pada rasa nyeri itu, mereka
mempertahankan itu selamanya.

Memanfaatkan Ingatan Masa Kecil untuk


Mengusir Rasa Sakit
E: Aku membaringkan diriku dalam posisi sangat aneh di tempat tidur
sehingga aku tidak bisa leluasa menyentak. Sentakan pada tangan dan kaki dan
kepalaku membuatku kesakitan karena aku sedang mengalami rasa nyeri yang
menusuk-nusuk dan mengiris-iris. Mulanya hanya sebentar-sebentar. Seluruh
tubuh terasa tidak nyaman. Aku membaringkan diriku telungkup dengan kakiku
terangkat dan menyilang. Tangan kananku di bawah dada, membuatku tak
bergerak. Aku sedang mengembalikan perasaan telungkup dengan tangan di
depanku, kepala tegak dan melihat hamparan rumput luas di masa kanak-kanakku.
Aku bahkan merasa lenganku pendek saat aku kecil. Aku berangkat tidur pada
dasarnya untuk menghidupkan lagi hari-hari masa kecil ketika aku berbaring
telungkup di bukit melihat hamparan padang rumput atau ladang hijau. Semuanya
tampak sangat indah dan sangat menyejukkan dan sangat damai. Atau aku melihat
pepohohan dan hutan atau arus kali yang tenang.
R: Kau masuk ke dalam gambaran internal dari masa kanak-kanakmu ketika
tubuhmu beres dan sangat nyaman. Kau memanfaatkan proses ideomotor dan
ideosensori yang berkaitan dengan kenangan-kenangan di masa itu untuk
meningkatkan kenyamananmu hari ini.
E: Dan ketika aku semata-mata belajar menikmati keindahan alam. Sebuah
keindahan yang diam. Rumput berombak lembut karena angin, tetapi rumput itu
sendiri tidak melakukan upaya untuk menggerakkan diri.
R: Gambaran tentang aktivitas diam itu membawa hubungan tertentu dengan
kedamaian dalam dirimu?
E: Ya, dan itu mengisi keseluruhan benakku. Kemudian ketika aku akhirnya
muncul di sini untuk menemui pasien, aku membiarkan intensitas pengamatanku
mengambil alih sepenuhnya dalam bekerja dengan pasien itu.

134
R: Kau terus mendistraksi dirimu sehingga rasa nyeri tidak punya kesempatan
untuk menyusup ke dalam kesadaranmu. Ketika kau mengisi benakmu dengan
kenangan di masa kanak-kanak, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kau merasa
sedang mengaktifkan kembali proses-proses asosiatif dalam benakmu dan itu
dengan mudah mengusir rasa nyeri tubuhmu sekarang ini?
E: Ya, dari masa kanak-kanak dan dari periode kehidupanku yang tidak
begitu diketahui, masa yang simpel dan biasa-biasa saja. Itu membuatku benar-
benar kembali ke masa lalu (regresi). Aku akan memikirkan ayah dan ibuku
sebagaimana mereka saat itu! Kemudian aku bisa memiliki perasaan-perasaanku
sendiri ketika berbaring di atas bukit di sisi utara lumbung, dan sebagainya.
R: Dan perasaan-perasaan ini mengganti perasaan nyeri yang kaualami hari
ini?
E: Ya, aku bertipe visual, maka aku menggunakan kenangan visual.
[Erickson selanjutnya menjelaskan bagaimana ia mula-mula menggali kenangan
masa kecil pasien untuk menentukan apakah mereka lebih dominan visual atau
auditori. Ia kemudian menggunakan kecenderungan ini dalam sugesti-sugesti
hipnosisnya. Seorang pasien, misalnya, bisa memisahkan dirinya dari rasa sakit
dengan memfokuskan perhatian pada ingatan-ingatannya terhadap suara jangkrik
yang ia sukai di masa kanak-kanak.]

Dokter yang Penuh Luka


R: Kemudian, ketika kau 51 tahun, kau terserang polio lagi. Bagaimana kau
menolong dirimu sendiri?
E: Pada saat itu aku bisa memindahkan segala hal ke bawah sadarku karena
aku tahu aku telah melakukan itu sebelum-sebelumnya. Aku masuk ke situasi
trance dan mengatakan, ‘Bawah sadar, lakukan pekerjaanmu.’ Belajar menulis
dengan tangan kiri pada mulanya begitu sulit. Kali kedua aku terserang polio
tangan kananku lumpuh lagi, dan aku mafhum bahwa aku harus menggunakan
tangan kiriku, yang tidak pernah kugunakan sejak usiaku 19.

135
R: Mengembalikan kesan pada usia 17 sampai 19 benar-benar membantumu
memulihkan fungsi tangan kananmu dan kemampuanmu berjalan. Ketika kau
terserang polio lagi pada usia 51, kau memiliki basis pengalaman ini untuk
kaumasukkan ke bawah sadarmu dalam trance otohipnosis?
E: Pada saat ini (73 tahun) aku telah mencoba berulang-kali menulis dengan
tangan kiri. [Erickson menunjukkan bagaimana ia sekarang menulis dengan
menggenggam pena dengan tangan kanan tetapi tangan kirinya yang lebih kuat
membimbing tangan kanannya yang lemah.] Aku sekarang mempertahankan apa
saja dengan hati-hati segala yang bisa dilakukan oleh tangan kananku, karena
lebih baik bagiku untuk mempertahankan apa pun yang bisa kulakukan selama
mungkin.
R: Aku paham, itulah kenapa aku melihatmu mengupas kentang di dapur.
Kau benar-benar dokter penuh luka yang mencoba menolong orang-orang lain
melalui pengalamanmu menyembuhkan diri sendiri. Ini akan menjadi kisah
hidupmu.

Masalah Ketakutan dalam Otohipnosis:


Pendekatan Naturalistik dalam Otohipnosis.
R: Kemarin siang, setelah bicara denganmu tentang otohipnosis, aku
membiarkan diriku mengalami trance dengan berbaring nyaman dan tidak
memberi pengarahan apa pun; aku ingin mengikuti nasihatmu dan membiarkan
bawah sadarku mengambil alih. Setelah beberapa waktu, aku bermimpi atau
berfantasi seperti mimpi bahwa seseorang dengan hati-hati menarik tubuhku yang
melayang tak bergerak di tepi kolam. Aku merasa agak malu karena aku tidak
mencebur ke air tetapi hanya membaringkan diriku di tempat di mana aku tidak
bisa bergerak. Kemudian aku tiba-tiba menyadari bahwa aku berbaring di sofa
ruang tunggumu dalam keadaan trance dan aku benar-benar tidak bisa
menggerakkan tubuhku. Aku merasa sedikit dicekam ketakutan tetapi kemudian
aku meyakinkan diriku bahwa aku baik-baik saja dan sesungguhnya sedang
mengalami katalepsi tubuh dalam trance yang lebih dalam ketimbang yang

136
pernah kualami sebelumnya. Aku mencoba memberi sugesti yang masuk akal
kepada diriku, terutama gagasan bahwa aku bisa kembali ke kondisi sedalam ini
untuk waktu-waktu mendatang. Tetapi kukira aku sungguh terlalu takut.
Pikiranku terus bergejolak dengan ketakutan yang irasional tentang betapa
mengerikannya jika aku benar-benar tidak bisa lagi bergerak. Setelah satu dua
menit aku memutuskan bahwa aku akan memfokuskan semua perhatianku pada
kelingking tangan kananku dan menggerakkannya pelan untuk menenteramkan
diriku dan sebagai awalan untuk bangun. Aku hanya melakukan itu, tetapi
sekarang aku sedikit malu bahwa setelah bertahun-tahun aku berlatih kepadamu,
aku takut sehingga tidak tahan terhadap trance yang hanya berlangsung satu atau
dua menit saja.
E: Ketakutan itu menghentikanmu dari eksplorasi berikut: ‘Inilah kesempatan
untuk mengenali tubuhku. Bagaimana aku mengenali tubuhku? Aku tahu aku
memiliki jari kelingking. Di sebelahnya adalah jari lain. Jika aku menggerakkan
jari kelingking, aku bisa menggerakkan jari sebelahnya. Dan kemudian aku bisa
menggerakkan semua jariku di tangan itu. Dan aku tahu aku memiliki tangan lain.
Bisakah aku pertama-tama menggerakkan jari kelingking di tangan itu, atau
jempol? Sekarang apa lagi yang mau kulakukan? Bisakah aku memulai dengan
jari kakiku? Apakah aku harus memulai dengan jari kakiku? Apakah pengalaman
inderawiku? Apa lagi yang bisa kugali dalam keadaan ini?’
R: Apa manfaatnya latihan tahap demi tahap ini?
E: Itu memberimu kesempatan untuk mempelajari disosiasi semua bagian
tubuhmu. Jika kau tidak takut, itu akan memberimu kesempatan untuk mulai
memeriksa keadaan otohipnosis.
R: Jadi ketika kau secara alami masuk ke dalam keadaan otohipnosis, kau
mulai bereksperimen dengan itu. Ia bisa menjadi studi tentang disosiasi. Kau bisa
mengembalikan gerakan beberapa jari dan satu tangan dan kemudian membiarkan
mereka (melakukan disosiasi terhadap mereka) saat kau bereksperimen dengan
tangan lain. Kau mengembalikan gerak dan sensasi pada bagian-bagian lain
tubuhmu dan kemudian meninggalkan mereka lagi saat kau bereksperimen

137
dengan bagian-bagian tubuh lainnya. Itu bisa merupakan pelatihan yang
menakjubkan bagi anestesia via disosiasi. Kau juga bisa bereksperimen dengan
mengalihkan segala sensasi dan persepsi: hangat, dingin, warna, suara, dan
sebagainya. Itu pendekatan naturalistik dalam pelatihan otohipnosis?
E: Begitulah! Ketika aku bangun di kamar hotel pada suatu kesempatan
dengan membuka satu mata, aku ingin tahu di mana aku karena aku tidak
mengenali apa pun di ruangan itu. Kupikir, ‘Aku ingin tahu apakah aku bisa
menutup mata ini dan mengenali ruangan dengan mata yang lain.’ Dan aku
berhasil! Kemudian aku menutup mata itu dan membuka mata pertama, dan aku
kembali tidak tahu di mana aku berada.
R: Mengetahui di mana kau berada tergantung pada mata mana yang terbuka.
Itu eksperimen yang sangat menakjubkan dengan disosiasi!
E: Ketika kau masuk ke dalam keadaan ini, lakukanlah eksplorasi dan
nikmatilah!
R: Sungguh luar biasa bahwa kognisi dan kemengertian bisa diasosiasikan
dengan satu mata dan tidak mata yang satunya. Ini bentuk disosiasi yang tidak
lumrah.
E: Kau bisa makan sesuatu dan menyingkirkan seluruh pengetahuanmu
tentang apa yang kaumakan. Dan kemudian kau bisa membiarkan dirimu
menemukan, ‘Oh ya, aku sudah makan ini sebelumnya.’ Kau bisa
mengembangkan amnesia terhadap pengalaman menyantap makanan itu dan
kemudian menemukan sedikit demi sedikit apa yang familiar dengan makanan itu.
Kadang kau mengenalinya melalui tekstur, kadang melalui aroma dan rasanya.
Kau membuat tiap-tiap faktor pengenalan berdiri sendiri-sendiri.
R: Ini sebuah latihan disosiasi dan isolasi penginderaan yang setiap orang
bisa melakukannya dalam keadaan sadar dan kemudian menggunakan
keterampilan ini selagi trance untuk mengembangkannya di waktu-waktu
mendatang.
E: Kau bisa belajar untuk memperpanjang keadaan hipnogogik (kondisi
antara sadar dan tidak menjelang tidur) dan hipnopompik (kondisi bangun tidur

138
ketika belum terlalu sadar betul) dan bereksperimen dengan dirimu sendiri dalam
keadaan ini. Kau bisa terbangun dari mimpi dan kemudian kembali tidur untuk
melanjutkan mimpi itu. [Erickson memberi contoh bagaimana, selagi tidur, ia
bermimpi istrinya mencondongkan tubuh ke arahnya membisikkan kata-kata
manis. Ia kemudian bangun tetapi tetap dengan perasaan halusinasi tentang tubuh
istrinya yang menyandar pada sikunya. Ia tidak bisa lagi melihat atau mendengar
istrinya seperti dalam mimpi, tetapi ia menjadikan pengalaman ini sebuah
eksperimen untuk mempertahankan, menyingkirkan, dan mengalihkan desakan
yang hangat dan menyenangkan dari tubuh istrinya di sikunya. Pelan-pelan
perasaan nyaman oleh desakan tubuh istrinya itu naik ke bahu, dan Erickson
kemudian meluangkan beberapa waktu untuk menikmati kenyamanan di bahunya
ini, membiarkannya pergi dan kemudian mendatangkannya lagi. Kelak, ketika ia
mengalami kesulitan dengan nyeri encok di bahunya, Erickson membiarkan
dirinya masuk ke kondisi otohipnosis untuk merasakan desakan hangat dan
nyaman yang pelan-pelan akan menggantikan rasa nyeri di bahunya. Ini
merupakan contoh nyata bagaimana ia memanfaatkan secara alami proses-proses
psikodinamika dari sebuah mimpi.]
R: Ini semua akan menjadi latihan bagi pikiran sadar untuk lebih toleran
terhadap situasi perbatasan di antara sadar dan tidak sadar. Pelan-pelan ia bisa
mengembangkan keterampilan tertentu dari semua fenomena hipnotik klasik dan
juga kondisi trance lainnya. Pikiran sadar tidak bisa mengendalikan proses tetapi
ia bisa berhubungan dengan bawah sadar secara kreatif. Itu merupakan eksplorasi
dan petulangan menyenangkan, dan bukan tugas yang harus diselesaikan. Pikiran
sadar tidak pernah bisa memastikan hasilnya; ia partner yang menggantungkan
diri. Tetapi sekali pikiran sadar mengembangkan keterampilan tertentu untuk
berhubungan dengan bawah sadar, ia bisa menggunakan keterampilan ini dalam
keadaan darurat untuk mempengaruhi proses perilaku dan persepsi inderawi atau
apa pun.

139
Pengayaan Perilaku dalam Otohipnosis
E: Kenapa melakukan segala sesuatu hanya dengan satu cara? [Erickson
sekarang memberikan sejumlah contoh tentang bagaimana anggota keluarganya
mempelajari segala sesuatu dalam cara-cara berbeda: membaca terbalik, di bawah
air, dan sebagainya.]
R: Dengan otohipnosis kita belajar untuk meningkatkan fleksibilitas kita. Kita
tidak inign membelenggu diri kita pada satu orientasi yang telah mengalami
generalisasi. Kau mengingatkan bahwa otohipnosis bisa digunakan untuk
meningkatkan fleksibilitas dalam perilaku kita, proses persepsi inderawi kita, dan
kognisi kita. Kita bisa mengubah dan, dalam sebagian, menciptakan ulang
pengalaman kita praktis di segala level. Kita sekadar mulai mempelajari
bagaimana melakukan ini. Hipnosis klasik adalah cara yang relatif kasar untuk
membuat kita tercerap ke masa lalu. Dengan otohipnosis kita benar-benar akan
tercerap pada persepsi inderawi dan pengayaan perilaku. Dengan kata lain, trance
diperlukan untuk pembelajaran baru.
Yah, kita membentangkan jalan baru.
R: Trance membantu melumpuhkan program lama dan memberi kita
kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Kita tidak bisa memunculkan
anestesia saat kita menginginkan, misalnya, karena kita tidak tahu bagaimana cara
menyingkirkan orientasi kita yang menekankan pentingnya rasa sakit dan
memberinya tempat utama dalam kesadaran. Tetapi jika kita mengizinkan anak-
anak bereksperimen dengan proses persepsi inderawi mereka dalam cara yang
menyenangkan, mereka bisa dengan mudah mengembangkan keterampilan
dengan anestesia yang bisa sangat bermanfaat ketika mereka membutuhkannya.
Tentunya ini akan menjadi bagian penelitian yang menarik.

Analisis-Diri dan Kenangan dalam


Otohipnosis: Pentingnya Lupa dan Tidak Tahu
E: Jika kau ingin melakukan otohipnosis, lakukan secara privat. Duduklah di
ruangan yang tenang dan tidak perlu menetapkan apa yang akan kaulakukan.

140
Masuk saja ke dalam trance. Bawah sadarmu akan memunculkan apa saja yang
perlu dilakukan. Tetapi kau bisa memutar alarm untuk membangunkanmu karena
kau masih belum tahu bagaimana mengukur waktu dengan bawah sadarmu. Dan
kau bisa merasa nyaman. Dan ingatlah komik strip Mutt and Jeff, di mana Mutt
mencari dompetnya dengan melihat semua sakunya—kecuali satu saku. Sebab
jika dompet itu tidak ada di sana, ia akan mampus. Kau bisa bebas melongok ke
dalam dirimu sendiri dan tak perlu mampus saat kau menemukan sesuatu yang
kau tidak ingin ketahui tentang dirimu sendiri. Kau bisa melupakannya. Kau
benar-benar tidak tahu berapa banyak yang tersimpan di bawah sadarmu.
R: Apakah kau menggunakan otohipnosis untuk masalah memori?
E: Kau bisa masuk ke dalam trance otohipnosis untuk masalah memori.
Mungkin kau ingin mengingat di mana kauletakkan surat itu. Hari ulang tahun
siapa yang terlupakan? Kau bisa mulai dengan hand-levitation, tetapi kau tidak
tahu kapan kau kehilangan pendengaran, penglihatan, dan rasa di tanganmu.
Kemudian secara spontan muncul dalam benakmu memori yang kau cari.
[Erickson memberikan contoh tentang bagaimana ia akan meminta istrinya, yang
sedang membaca, untuk menyebutkan nama-nama beberapa penyair. Perempuan
itu terus membaca dan dalam beberapa menit nama-nama penyair itu muncul di
benaknya. Kolega lainnya memasrahkan urusan memorinya kepada “seorang
lelaki kecil di batok kepalanya” dan dalam beberapa menit ia memberikan
jawaban. Orang-orang lain menggunakan asosiasi sadar dengan mengingat
lingkungan dan fakta di sekitar sesuatu yang ingin dia ingat.]
Bertahun-tahun lalu, setelah memeriksa sebuah rumah dengan pohon kurma
yang tumbuh subur dan menyenangkan bagi keluarga kami, aku tahu aku
memiliki alasan untuk membelinya. Aku tahu ada alasan kuat tetapi aku tidak
tahu itu apa. Aku mencoba menemukannya. Aku membeli rumah itu di bulan
April dan di bulan September tiba-tiba aku terdorong untuk menemukan alasan
kenapa aku membeli rumah itu. Maka aku masuk ke kondisi otohipnosis, tetapi
tidak ada apa pun yang muncul kecuali pemandangan masa kecilku saat pelajaran
membaca pada tahun keempat sekolah dasarku. Aku tahu itu pastilah penting,

141
tetapi kenapa? Pada hari berikutnya aku berada di halaman belakang dan
kemudian aku ingat bahwa aku membuat janji kepada diriku sendiri di kelas
empat. Aku sedang membaca buku geografi dengan ilustrasi seorang bocah lelaki
memanjat pohon kurma. Aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa ketika aku
dewasa aku akan memanjat pohon kurma. Dan aku memanjat pohon itu dan
memetik beberapa buahnya.
R: Memori itu datang dalam dua tahapan?
E: Sepanjang trance aku melihat diriku sebagai bocah kelas empat yang
melihat sebuah buku, tetapi tidak lebih dari itu. Aku mencari alasan dan bukan
identitas. Rupanya aku membeli rumah itu untuk memuaskan keinginan anak
lelaki kelas empat, karena itulah dalam keadaan trance aku melihat anak lelaki itu
duduk di bangkunya. Dan baru pada saat aku duduk di halaman belakang
memandangi kurma itu tiba-tiba semuanya tersingkap.

Contoh ini menggambarkan setidaknya tiga faktor penting dalam memanggil


ingatan dengan otohipnosis. (1) Seringkali ada waktu favorit, semacam prime
time, bagi seseorang untuk masuk ke kondisi otohipnosis ketika ia merasakan
“dorongan” untuk menemukan sesuatu. Dan “dorongan” itu adalah sarana bagi
bawah sadar untuk membiarkan pikiran sadar tahu apa yang tersedia pada saat itu.
(2) Bawah sadar bekerja sangat harfiah. Dalam contoh ini ia memperlihatkan
kepada Erickson “identitas” dirinya sebagai anak kelas empat, tetapi bukan
“alasan” atau kenapa kelas empat. (3) Bagaimanapun, bawah sadar perlu waktu:
antara April dan September ia muncul dengan setengah alasan dan melengkapinya
beberapa hari kemudian ketika sudah tiba waktunya bagi pikiran sadar untuk
menerima seluruh alasan kenapa dengan itu semua. Kesadaran tidak selalu
mengenali kemungkinan-kemungkinan pemanggilan memori semacam ini.
Karena itu sangat diperlukan kesabaran untuk bekerjasama dengan proses dinamis
bawah sadar. Karena pikiran sadar jarang mengenali apa yang terlibat dalam
proses ini, maka kita perlu memberi kebebasan sepenuhnya kepada bawah sadar

142
untuk membereskan masalah. Ketika kita membuat sugesti, ia haruslah sesimpel
mungkin. (Erickson, Rossi, dan Rossi, 1976)

Nirwana atau Otohipnosis sebagai Disosiasi


dari Semua Perangkat Inderawi
Dalam satu kesempatan Erickson sedang melakukan percobaan dengan K
mengenai visi yang dihentikan (Erickson, 1967), di mana perempuan itu
mengalami keberadaan “di tengah suatu tempat yang tak di mana pun” atau “in
the middle of nowhere”. Erickson mengingatnya sebagai berikut:
E: Aku di halaman belakang setahun lalu di musim panas, bertanya-tanya apa
pengalaman paling ganjil yang kumiliki. Saat aku bingung tentang itu, aku
mencermati bahwa aku duduk di suatu nowhere. Aku sebuah objek di sebuah
ruang.
K: O, kau mengalaminya? Di suatu tempat yang bukan di mana pun?
E: Aku hanya objek di sebuah ruang. Tak ada bangunan yang bisa kulihat
garis bentuknya. Aku tidak bisa melihat kursi di mana aku duduk; bahkan aku
tidak merasakannya.
R: Kau spontan mengalami visi itu?
E: Itu pengalaman paling ganjil yang bisa kaulakukan!
R: Sesuatu paling ganjil yang bisa kaulakukan?
E: Ya, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu!
R: Itu terjadi begitu saja kepadamu saat kau bertanya-tanya tentang apa yang
bisa kau lakukan?
E: Ya.
R: Sebuah tanggapan bawah sadar?
E: Dan itulah tanggapan penuh bawah sadarku.
R: Aku paham, kau tidak bisa lebih ganjil dari itu.
E: Apa lagi peristiwa lebih ganjil yang bisa terjadi?
K: Kau melayang begitu saja atau sekadar mengalami kekosongan?

143
E: Hanya ada aku dan dengan sendirinya sebuah kekosongan. Tidak ada
bangunan, bumi, bintang, matahari.
K: Emosi apa yang kau alami? Apakah kau—ingin tahu atau takut atau ngeri?
E: Ini salah satu pengalaman yang paling menyenangkan. Kenyamanan luar
biasa. Aku tahu bahwa aku melakukan sesuatu yang ganjil. Dan aku benar-benar
melakukannya! Dan kau tahu betapa senangnya melakukan apa yang ingin
kaulakukan? Di dalam bintang-bintang, planet-planet, pantai. Aku tidak bisa
merasakan gaya berat. Aku tidak merasakan bumi. Tidak peduli seberapa dalam
aku menghentakkan kakiku, aku tidak merasakan apa pun.
R: Kedengarannya seperti pengalaman spontan tentang nirwana atau samadhi
sebagaimana yang dituturkan oleh pendeta India tentang “kekosongan”. Kau
merasa seperti itu?
E: Ya. Pengalaman sangat ganjil untuk menolak semua stimuli yang
berkaitan dengan realitas.
R: Itulah yang selalu dilatih oleh para yogi India.
E: Ya, sekadar menolak rangsangan dari objek-objek nyata.
K: Kau mendapati itu menyenangkan?
E: Ketika aku bisa melakukan sesuatu, aku selalu mendapati itu
menyenangkan.

Pembahasan
Dari kenangan-kenangan awalnya dan pengalaman-pengalaman spontannya
dengan trance atau altered state, Erickson mematangan sikap ingin tahunya
tentang relativitas pengalaman manusia. Masalah kesehatannya sendiri memaksa
dia mengenali perbedaan-perbedaan dalam fungsi persepsi inderawi tiap orang.
Motivasi untuk studi awalnya dalam hipnosis dengan Clark Hull di tahun 1923
karena itu datang dari sumber-sumber dan pengalaman-pengalaman hidupnya
yang sangat personal.
Pengalaman otohipnotiknya yang pertama berlangsung di seputar proses
pembelajaran; yakni berupa momen kreatif penemuan wawasan di mana ia

144
akhirnya melihat perbedaan antara angka 3 dan huruf m di dalam ledakan cahaya
yang menyilaukan. Dalam pengalaman-pengalaman masa kecilnya kita melihat
permulaan sebuah pola yang menunjukkan hubungan antara trance dan
pembelajaran baru. Dalam hal ini ia sosok orisinal dalam sejarah hipnosis; ia
memasuki wilayah ini dari sumber-sumber personalnya, yakni kesulitannya dalam
pembelajaran dan berubahnya cara berfungsi persepsi inderawi. Sementara secara
tradisional orang memasuki wilayah ini karena ketertarikan pada psikopatologi.
Dari pengalaman masa kanak-kanaknya, datanglah pemahaman tentang
otohipnosis atau trance sebagai kondisi lain di mana persepsi inderawi atau proses
kognitif bisa melelahkan pikiran sadar sehingga realitas sehari-hari atau orientasi
terhadap realitas (yang sudah mengalami generalisasi) bisa singkirkan,
dilemahkan, atau dilumpuhkan.
Dalam pengalamannya memulihkan diri sendiri dengan mengingat kenangan
inderawi tentang bagaimana otot-ototnya bergerak, kita menyaksikan ia
menemukan secara bertahap prinsip-prinsip dasar hipnosis. Mengingat kenangan
inderawi merangsang proses-proses ideomotor dan ideosensori yang bisa menjadi
basis untuk mempelajari kembali fungsi-fungsi yang hilang karena sakit. Dari sini
jugalah bermula pendekatan utilisasi Erickson untuk menginduksi trance dan
menggali serta memaksimalkan potensi perilaku dalam terapi organik dan
masalah-masalah psikologis. Ia mengatakan, “Pelan-pelan aku belajar bahwa jika
aku bisa berpikir mengenai berjalan dan lelah dan relaksasi, aku bisa terbebas
[dari rasa nyeri]. Di sini ia menemukan untuk dirinya sendiri bagaimana relaksasi
dan pemusatan perhatian pada realitas mental bisa menggantikan aspek-aspek
menyakitkan dari orientasi sehari-hari atas realitas.
Penekanan Erickson pada kenangan inderawi ketimbang imajinasi
mengingatkan kita kepada konsep dasar Bernheim (1957) tentang sugesti sebagai
peningkatan proses-proses ideomotor dan ideosensori. Di sana ada “transformasi
bawah sadar dari pikiran ke dalam gerakan ... sensasi, atau ke dalam kesan
inderawi.” Bernheim memberi contoh tentang bagaimana proses-proses
ideodinamika semacam itu bekerja dengan membangkitkan “kesan-kenangan”

145
dalam diri subjek, yang kemudian dialami kembali sebagai fenomena hipnotik
melalui sugesti. Penggunaan serangkaian kesan kenangan dan pengetahuan yang
didapat sepanjang pengalaman adalah basis dari teori utilisasi dalam sugesti
hipnotik Erickson (Erickson and Rossi, 1976). Pemanfaatan pengetahuan yang
dimiliki pasien dalam respons hipnotik didiskusikan oleh Weitzenhoffer (1953)
dan baru-baru ini dirumuskan kembali secara ekperimental (Johnson and Barber,
1976). Riset lanjutan akan sangat diperlukan untuk melihat kontribusi relatif
pemanfaatan serangkaian kenangan dan pengetahuan pasien dibandingkan dengan
penggunaan imajinasi murni (Sheehan, 1972) dalam respons hipnotik. Kita
berasumsi bahwa aspek-aspek tertentu induksi trance dan deepening adalah
fungsi imajinasi, tetapi respons ideodinamika tertentu lebih berbasis pada fungsi
pengetahuan dan kenangan yang dimiliki oleh pasien dan bisa dimanfaatkan untuk
memunculkan fenomena hipnotik.
Kondisi somnambulistik Erickson saat menulis editorial adalah sumber
personal yang lain dalam pemahamannya terhadap trance. Amnesia terhadap apa
saja yang dilakukan dalam keadaan somnambulistik selanjutnya menjadi kriteria
penting bagi kerja-kerja berbasis deep trance dan sejumlah bentuk hipnoterapi
(Erickson dan Rossi, 1974). Pengalaman somnambulistik personal ini juga
menjadi dasar untuk melatih orang lain melalui “pendekatan naturalistik” untuk
mengalami otohipnosis.
Erickson suka menegaskan bahwa pikiran sadar tidak tahu bagaimana
melakukan otohipnosis; pikiran sadar hanya bisa mempersiapkan situasi agar itu
terjadi. Kesulitan besar dalam mempelajari otohipnosis terletak pada hasrat
pikiran sadar untuk mengendalikan prosesnya. Padahal seharusnya ia menyingkir
dan menyerahkan semuanya kepada bawah sadar. Paradoks otohipnosis terdapat
pada fakta bahwa kita memasuki trance karena niatan untuk mengendalikan
setidaknya mengubah aspek-aspek tertentu pada perilaku yang biasanya otonom
atau tidak kita sadari. Tetapi, kata Erickson, pikiran sadar tidak bisa
mengendalikan bawah sadar. Paradoks ini diselesaikan dengan (1)
mempersiapkan diri kita sendiri untuk mengalami trance dengan cara, misalnya,

146
menyediakan waktu di mana kita bisa nyaman dan tidak terganggu, kemudian
membiarkan bawah sadar membawa kita semau dia. (2) Namun, sekali pikiran
sadar mengenali bahwa trance sudah dicapai (dengan munculnya perubahan
spontan dalam proses-proses inderawi, perseptif, motorik, atau kognitif), ia bisa
memulai eksperimen terhadap perubahan-perubahan itu dengan meningkatkan
dan menguranginya, mentransformasikannya dengan berbagai cara,
mengalihkannya, dan sebagainya. Dalam cara ini pikiran sadar ikut serta dalam
pola baru pembelajaran: bagaimana mengenali dan menolerir perubahan cara
berfungsi dan akhirnya bahkan memodifikasi dan mengendalikan perubahan itu.
Kemampuan para praktisi yoga dan tradisi-tradisi spiritual lainnya untuk
mengubah dan mentransformasikan pengalaman batin mereka memberi kita
contoh mengenai apa yang mungkin dicapai melalui trance dan kesadaran kita
terhadap fungsi-fungsi psikologis.
Dengan otohipnosis kita bisa mengeksplorasi dan memaksimalkan potensi.
Eksplorasi ini bisa ditingkatka dengan memberi kesempatan dan penghargaan
kepada potensi bawah sadar dan potensi pembelajaran baru yang bisa dicapai.
Pikiran sadar tidak permah bisa memastikan apa yang akan dialami, tetapi ia bisa
belajar berinteraksi secara konstruktif dengan apa pun pola baru yang disediakan
oleh bawah sadar.
Kesulitan besar dalam pembelajaran baru ini adalah munculnya ketakutan,
ketika pola lama diinterupsi dan dibentuk ulang. Erickson mengembangkan
pendekatannya melalui cara trial and error, dan kita tahu dari komentar istrinya
bahwa itu merupakan upaya sangat keras yang bisa mengarah ke jalan buntu di
mana bawah sadar, atau interaksi kreatif antara pikiran sadar dan bawah sadar
tidak pernah terwujud. Waktu yang panjang dan upaya yang sangat keras dengan
hasil yang tidak memadai bisa membuat orang takut. Kerena itu sangatlah bijak
untuk mendapatkan pengalaman otohipnotik di bawah bimbingan orang yang
berpengalaman. Ini bisa dilakukan dalam psikoterapi, workshop, atau program-
program eksperimental di mana perkembangan dicatat dan bimbingan diberikan
(Fromm, 1973, 1974).***

147
Daftar Pustaka
Bernheim. H. (1895). Suggestive Therapeutics. New York: Putnam.
Erickson, M. (1959). Further techniques of hypnosis-utilization techniques.
American Journal of Clinical Hypnosis, 2, 3-21.
Erickson, M. (1964). Initial experiments investigating the nature of hypnosis.
American Journal of Clinical Hypnosis, 7, 152-162.
Erickson, M. (1967). Further experimental investigations of hypnosis: Hypnotic
and nonhypnotic realities. American Journal of Clinical Hypnosis, 10, 87-135.
Erickson, M., and Rossi, E. (1974). Varieties of hypnotic amnesia. American
Journal of Clinical Hypnosis, 16,225-239.
Erickson, M., Rossi, E., & Rossi, S. (1976). Hypnotic Realities. New York:
Irvington.
Fromm, E. (1973). Similarities and Differences Between Self-Hypnosis and
Heterhypnosis. Presidential Address, American Psychological Association.
Fromm, E. (1974). An Idiosyncronic Long-term Study of Self-Hypnosis. Paper
presented at the American Psychological Association Convention.
Johnson, R., and Barber, T. (1976). Hypnotic suggestions for blister formation:
subjective and physiological effects. American Journal of Clinical Hypnosis,
18, 172-181.
Rossi, E. (1972). Dreams and the Growth of Personality: Expanding Awareness
in Psychotherapy. New York: Pergamon.
Rossi, E. (1973). Psychological shocks and creative moments in psychotherapy.
American Journal of Clinical Hypnosis, 16, 9-22.
Sheehan, P. (1972). Hypnosis and the manifestations of imagination. In E.
Fromm, & R. Shor (Eds.), Hypnosis: Research developments and
perspectives. New York: Aldine-Atherton.
Shor, R. (1959). Hypnosis and the concept of the generalized reality orientation.
American Journal of Psychotherapy, 13, 582-602.
Weitzenhoffer, A. (1953). Hypnotism: An Objective Study in Suggestibility. New
York: Wiley.

148
Dr. Milton H. Erickson, MD
Lahir: Aurum, Nevada, 5 Desember 1901.
Meninggal: Phoenix, Arizona, Selasa 25 Maret 1980.

Beberapa Catatan:
• Serangan polio pertama: Agustus 1919, pada usia 17 tahun, oleh dokter divonis
akan segera meninggal.
• Serangan polio kedua: tahun 1952, pada usia 52 tahun, membuatnya
menjalankan hipnosis di atas kursi roda.
• Buta warna, buta nada, dan disleksia
• Karya tulis: menerbitkan lebih dari 300 makalah profesional.
• Praktek: menghipnotis lebih dari 30.000 orang.

Penanganan Paling Lama


• Kasus ‘February Man’ dari Michigan memerlukan waktu lebih dari 2 tahun.
Dalam penanganan ini, Erickson bahkan menghadirkan sosok fiktif ke dalam
dunia subjektif pasiennya, semata-mata karena pasiennya tidak memiliki
pengalaman (sumberdaya eksperiensial) yang dibutuhkan untuk mengatasi
masalahnya. “February Man” adalah sebutan untuk sosok fiktif yang diciptakan
oleh Erickson, yang hadir menemui pasien di bulan Februari sebagai “sahabat
ayahnya” untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada pasien yang dibawa
regresi ke masa kecilnya.

Penanganan Jangka Pendek


• Di tahun 1970-an, ia terkenal dengan penanganan singkat, bahkan sering sangat
singkat..
• Tahun 1973 ia membereskan masalah anak 8 tahun yang menghentak-hentakkan
kaki hanya dalam 2 jam.
• Berbagai kasus hanya memerlukan waktu 1 sampai 2 jam dengan teknik “shock”
yang ia gunakan.

Kesembuhan
• Menurut Erickson, kesembuhan bukanlah akibat dari sugesti langsung,
melainkan hasil reasosiasi pasien terhadap pengalamannya. Dalam upayanya
mengatasi kelumpuhannya sendiri dan pelbagai hambatan fisik lain, ia
mendapatkan sesuatu yang penting bahwa setiap sumberdaya eksperiensial
bermanfaat untuk menciptakan perubahan. Dari sinilah muncul pandangannya
bahwa kesembuhan adalah membuat segala sumberdaya eksperiensial bisa
dijangkau ketika mereka dibutuhkan.

149
Kutipan:
• “Bicaralah kepada klien dengan bahasa mereka.”
• “Pijakkan satu kakimu di dunia klien dan satu kaki yang lain tetap di duniamu.”
• “Tingkatkan, perkaya, dan perkuat setiap individu dalam cara masing-masing
yang unik dan personal.”

150

Anda mungkin juga menyukai