Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI SECTIO CAESARIA


KAMAR OPERASI 01 IBS RSUD DR. MOEWARDI

DISUSUN OLEH :
Amin Diah Rahayu

PELATIHAN KAMAR OPERASI ANGKATAN XXIV


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESARIA
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
B. Etiologi
a. Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus Lama
e) Partus Tak Maju
f) Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi Janin
a) Kelainan Letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b) Gawat Janin
c) Janin Besar
c. Kontra Indikasi
a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.
D. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara
lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih
cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan
bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara
ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture
uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat
melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang
banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup
luka rahim.
e. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
F. Komplikasi
a. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
J. TEKNIK INSTRUMEN PADA OPERASI SECIO SECARIA
PERSIAPAN ALAT
a. Alat-alat steril
a) Instrumen Basic
1. Tangkai Pisau 1 buah.
2. Pinset Chirurgi 2 buah.
3. Pinset Anatomi 1 buah.
4. Klem Bengkok 4 buah.
5. Kocher 2 buah.
6. Ovarium klem 2 buah.
7. Needle Holder 2 buah.
8. Gunting jaringan 1 buah.
9. Gunting Benang 1 buah.
b) Instrumen penunjang
1. Duk klem/ Towel Clips 5 buah.
2. Kom betadin 1 buah.
3. Nierbekken 1 buah.
4. Kom 1 buah.
5. Hak blas 1 buah.
6. Selang suction 1 buah.
7. Kanul suction 1 buah
8. Hand piece atau cutter 1 buah

b. Bahan habis pakai:

1. Dram duk 2 buah.

2. kassa steril 2 paket ( 1 paket berisi 15 helai).


3. Betadin 2 buah

4. Sarung tangan steril secukupnya

5. Benang Chromich no.2 sebanyak 1 pcs.

6. Benang silkam no. 0 sebanyak 1 pcs.

7. Benang Safil atau t-vio no.1 sebanyak 1 pcs.

8. Benang monocin 3/0 sebanyak 1 pcs.

9. Mata pisau No. 20 sebanyak 1 buah

10. Cairan NaCl.

c. Alat tenun yang perlu di siapkan, sebagai berikut:

1. Duk besar 2 buah.

2. Duk kecil 3 buah.

3. Alas meja mayo dan meja instrumen 2 buah.

4. Jas operasi 3-4 buah.

5. Sapu Tangan 3-4 buah.

d. Persiapan pasien
1. Persetujuan operasi
2. Puasa
3. Memasang Volley Chatether
4. Memasang plat diathermi
Setelah Instrumen dan alat habis pakai siap pakai dalam keadaan steril, maka
Instrumentasi membuat instrumen sesuai urutan prioritas, dan meminta bantuan perawat
sirkuler jika ada sesuatu yang perlu disediakan saat habis pakai yang telah disediakan
tidak cukup saat operasi berlangsung, karena ada sesuatu dan lain hal .
Urutan kerja pembedahan Sectio Carsaria. Langkah sistematis sebagai berikut:
1. Pertama-tama, Instrumentasi mencuci tangan steril, kemudian menginstalasi
jas, memasang sarung tangan dan mengatur instrumen di atas meja
instrumen yang telah di alas duk steril.
2. Langkah selanjutnya, asisten (dokter) dan operator (dokter ahli) juga
memasang baju dan sarung tangan dengan cara di pasangkan oleh
Instrumentator.

3. Instrumentator memberikan desinfektan porcep dan 4 helai kassa steril


kepada tangan kanan Assisten/ Operator , serta memberikan betadin yang
ada dalam kom ke arah tangan kiri assisten atau operator.

4. Assisten/ Operator melakukan desinfeksi pada lokasi pembedahan.

5. Kemudian Assisten melakukan drapping, menyelimuti tubuh pasien dengan


duk besar dan duk kecil, yang terbuka hanya lokasi sayatan.

6. Setelah proses draping selesai, Instrumentator memberikan pinset chirurgis


dan gagang pisau pada operator. Dan operator menjepit lokasi sayatan
dengan pinset chirurgis untuk menguji apakah bius sudah berjalan dengan
baik. Jika berjalan dengan baik, maka operator melakukan sayatan hingga
terlihat lapisan putih dan keras, yang disebut juga fasia (jaringan keras yang
melapisi otot perut).

7. Fasia di robek dengan gunting sampai kelihatan otot perut.

8. Kemudian otot perut di kuak oleh 4 tangan, assisten dan operator, hingga
menganga lebar, sampai terlihat lapisan peritoneum, yaitu jaringan tipis
pelindung rongga perut.

9. Instrumentator memberikan gunting pada tangan kanan operator dan pinset


chirurgis pada tangan kirinya, sedangkan assisten mendapatkan pinset
chirurgis. Operator dan assisten menjepit lapisan peritoneum dengan
chirurgis, lalu mengangkat, diantara jepitan lalu di gunting hati-hati agar
usus atau isi dalam perut lainnya tidak kena.
10. Setelah menganga, dinding rahim bagian luar terlihat jelas, Instrumentator
memberikan hak blass pada assisten, dan assisten memasukan serta menarik
ke arah bawah paha pasien, agar leher rahim kelihatan jelas oleh operator.

11. Lalu Instrumentator memberikan pisau pada operator, kemudian operator


menyayat dinding rahim (uterus) hingga kepala atau rambut bayi kelihatan,
jika kehamilan letak kepala.

12. Pada langkah no.11 diatas, ada cara lainnya, operator tidak langsung
menyayat dengan pisau, tapi di gunting perimetrium (dinding luar rahim)
dan di kelupas selebar 2 cm, kemudian baru menggunakan pisau untuk
menyayat miometrium (otot tengah rahim) hingga kepala/ rambut bayi
kelihatan.

13. Setelah kepala bayi kelihatan, operator memasukan lengan pada dinding
rahim yang telah bolong tadi, untuk menarik kepala bayi agar pas untuk di
dorong dan di keluarkan.

14. Setelah bayi keluar dari rahim melalui dinding perut, maka instrumentator
memberikan 2 buah klem lurus dan 1 gunting kepada assisten. Dan, assisten
menjepit tali pusat, di antara 2 jepitan, di tengahnya di potong oleh assisten,
sementara operator membersihkan jalan nafas bayi dengan alat hisap suction
pump.

15. Plasenta dikeluarkan dari rahim pasien oleh operator, sementara itu
Instrumentator memberikan ovarium klem kepada operator, dan operator
menjepit rahim bekas sayatan sebanyak 3-4 lokasi dengan ovarium klem.

16. Sisa-sisa plasenta yang tertinggal dalam rahim dikeruk oleh operator dengan
tangan kiri di alas pakai kassa dilumuri betadin.

17. Setelah bersih, otot rahim, endometrium dan miometrium di satukan kembali
dengan jahitan benang Silkam no. 0. Sedangkan perimetrium dijahit dengan
benang chromich no. 2/0.

18. Setelah merasa aman, dinding rahim tidak lagi berdarah, maka
Instrumentator memberikan Kocher sebanyak 4 buah untuk menjepit
peritoneum, dan memberikan hak blass pada assisten untuk menguak perut
yang menganga, lalu Instrumentator memberikan ovarium klem yang
ujungnya dijepitkan kassa (depper) untuk mengeksplorasi rongga perut, serta
mengeluarkan sisa-sisa darah yang ada dalam rongga perut. Jika sudah
bersih dari sisa-sisa darah, Instrumentator memberikan depper lagi yang
telah di lumuri betadin kepada operator, dan operator mengusapkan depper
betadin pada bekas sayatan dinding rahim.

19. Dan, Instrumentator kembali memberikan benang Chromich no 2/0 yang


telah melekat di ujung Needle holder . Lalu operator menjahit dan
menyatukan lapisan tipis peritoneum.

20. Sementara assisten menjepit fasia dengan Kocher.

21. Instrumentator kembali memberikan Needle holder yang di ujungnya sudah


ada terjepit benang Chromich no. 2 kepada operator, dan operator menjahit
otot perut.

22. Setelah otot perut menyatu, Instrumentator memberikan kepada operator


benang Safil/ T-vio no 1, untuk menjahit dan menyatukan fasia. Setelah
fasia menyatu, operator melanjutkan menjahit sub kutis ( lapisan lemak
bawah kulit) dengan benang yang sama.
23. Setelah sub kutis menyatu oleh jahitan, Instrumentator kembali memberikan
benang terakhir, bernama monocin 3/0 kepada operator untuk menyatukan
kulit, dengan teknik jahitan subkutikuler, kata orang awam jahitan ini kayak
di lem, karena benang jahitan tidak terlihat di permukaan kulit.

24. Sementara itu, assisten sejak proses menjahit memegang gunting.


25. Setelah proses jahitan subkutikuler selesai, luka ditutup dengan plester tahan
udara. Dan pasien dibersihkan serta dirapikan.
26. Pembedahan Sectio Carsaria selesai.
e. Evaluasi
1. Kelengkapan instrument
2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai