Anda di halaman 1dari 4

Polimerisasi Fase Gas

Proses polimerisasi fase gas pertama kali dibangun oleh Union Carbide pada tahun 1977, dan dipatenkan dengan
nama Unipol process. Teknologi ini juga dikembangkan oleh British Petroleum Company. Teknologi ini hemat secara
ekonomi, fleksibel, dan memiliki kisaran yang luas dalam penggunaan katalis padat [Kirk Othmer, et al. 1998].

Gambar 1. polimerisasi fasa gas ( Union Carbide)

Proses Unipol menggunakan reaktor fluidized bed dengan bagian untuk berlangsungnya reaksi berbentuk silinder,
dan bagian yang mengembang untuk menurunkan kecepatan gas sehingga memungkinkan entrained particles
polymer jatuh kembali ke dalam unggun (bed). Tinggi reaktor dapat mencapai 25 meter, reaktor beroperasi pada
tekanan 1,5-2,5 MPa (15-25 atm) dengan temperatur 70 sampai 95 oC.

Gas ethylene, comonomer (1-butene) dan hidrogen dimasukkan ke dalam reaktor melalui perforated distribution
plate di bagian bawah reaktor yang sebelumnya telah melewati tahapan pemurnian. Katalis diumpankan ke dalam
reaktor melalui catalyst feeder yang terletak disamping reaktor. Katalis padat yang digunakan adalah katalis
TiCl4 digabungkan dengan Co-catalyst TEAL (Try Ethyl Alumunium) sehingga membentuk katalis Ziegler-Natta.
Partikel katalis tinggal dalam reaktor selama 2.5 sampai 4 jam.

Aliran Gas dari bawah dan katalis dari samping akan membentuk fluidisasi, sehingga diharapkan akan terjadi reaksi
polimerisasi yang akan membentuk resin polyethylene. Pada saat start up digunakan benih resin untuk membantu
mempercepat proses polimerisasi, diharapkan dengan adanya benih resin tersebut proses fluidisasi dapat
berlangsung sempurna.

Mekanisme reaksi pembentukan polyethylene dari ethylene adalah sebagai berikut :

ΔH = Kcal/kg produk

Panas yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi ditransfer ke dalam Cycle Gas Cooler dengan bantuan air pendingin
untuk menjaga kestabilan temperatur di reaktor. Jika diperlukan, sebagian dari aliran Cycle Gas dibuang
ke flare melalui Product Purge Bin untuk menjaga kestabilan tekanan reaktor dapat juga ditambahkan condensing
agent untuk membantu transfer panas di Cooler. Kecepatan Superficial Cycle Gas yang masuk ke dalam reaktor
berkisar antara 0.68-0.72 m/s, kecepatan ini dianggap dapat memfluidisasi resin dengan sempurna untuk membantu
mempercepat proses polimerisasi.
Reaktor dilengkapi dengan dua sistem pengeluaran produk yang dapat bekerja secara bergantian (Cross tie mode)
dalam keadaan normal. Cara kerjanya berdasarkan perbedaan ketinggian unggun di dalam reaktor pada Control Set
Reactor. Karena setiap terbentuk resin polyethylene baru, akan memberikan variabel naiknya ketinggian unggun
hingga ketinggian tertentu. Setelah Level Set mendeteksi ketinggian tertentu yang telah ditetapkan dan ketinggian
tersebut telah mencapai delay time yang telah ditetapkan biasanya selama 5 detik, maka terjadi pengeluaran produk
secara otomatis. Jika Level Set telah dicapai namun delay time belum terpenuhi maka pengeluaran produk tidak
akan terjadi.

Resin polyethylene yang berupa powder (Ø= 500-900 μm, tergantung tipe katalis yang digunakan) dikeluarkan dari
reaktor menuju Pruduct Chamber untuk selanjutnya ditranfer lagi ke Product Blow Tank (PBT), dari PBT di transfer
ke Pruduct Purge Bin (PPB). Keseluruhan sistem pengeluaran sistem kemudian disebut Product Discharge
System (PDS) [Kirk Othmer, et al. 1998].

Pada proses Unipol, reaktor polimerisasi fluidized bed dioperasikan tanpa zona pengurangan kecepatan atau cyclone
untuk memisahkan partikel yang bagus dari gas, ternyata memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan yang pertama
adalah pembentukan lembaran yang curam di dinding atau kerak pada zona transisi dapat dihilangkan. Hasilnya akan
mengurangi shutdown pada reaktor. Keuntungan yang kedua adalah kedalaman dari area bed polimerisasi dapat
divariasikan sehingga output reaktor dapat ditingkatkan dengan kondisi operasi yang bagus pula [US. Patent
4,255,542].

Pada proses polimerisasi fase gas untuk teknologi BP (British Petroleum), katalis Ziegler-
Nattadan metallocene dimasukan dalam reaktor fluidized-bed. Pengendalian terhadap sifat propertis produk, seperti
titik lebur dan densitas dilakukan oleh komposisi gas proses dan kondisi operasi. Reaktor didesain agar
terjadi mixing yang sempurna dan temperatur yang seragam.

Gambar 2. polimerisasi fasa gas (BP process)

Kondisi operasi pada bed adalah, tekanan 20 bar g, dan temperatur antara 75 sampai 100 °C. Partikel polimer
terbentuk di reaktor fluidized bed dimana campuran gas ethylene, comonomer, hydrogen dan nitrogen terfluidiskan.
Partikel polimer yang bagu akan meninggalkan reaktor bersama gas yang tertangkap oleh cyclone, yang merupakan
keunikan dari proses BP, yang akan direcycle kembali kedalam reaktor. Cyclone berfungsi juga untuk mencegah
terkontaminasinya produk pada saat transisi. Gas yang tidak bereaksi didinginkan dan dipisahkan dari berbagai
cairan, dikompes kemudian dikembalikan kedalam reaktor. [Petrochemical Procesess. 2005].
Produk yang dihasilkan memiliki spesifikasi yaitu densitasnya 0,919 g/cm3m, titik leleh 1,0 g/10 menit, dan ketebalan
0,038 mm [Elias, Hans-Georg. 1986]. Polimer berbentuk powder yang kemudian ditambahkan zat addiktif dan
kemudian disimpan dalam storage [Petrochemical Procesess. 2005].

Polimerisasi Larutan

Proses larutan telah dikembangkan oleh beberapa perusahaan meliputi Du Pont, Dow, dan Mitsui untuk membuat
LLDPE. Keuntungannya adalah dapat dengan mudah menangani banyak jenis dari comonomer dan densitas produk
tergantung katalis yang dipakai.

Gambar 3. polimerisasi larutan (Du Pont)

Penjelasan flowsheet proses Du Pont yaitu Ethylene dilarutkan dalam pelarut (diluent) seperti heksana atau
sikloheksana, kemudian dipompakan ke dalam reaktor pada tekanan 10 MPa. Tahapan reaksi merupakan proses
adiabatis dan temperatur reaksinya adalah sekitar 200-300 oC.

Umpan mengandung ethylene sebesar 25 wt% dimana 95% terkonversi menjadi polyethylenedalam reaktor. Waktu
tinggal dalam reaktor selama 2 menit. Katalis yang dipakai yaitu campuran dari VOCl3 dan TiCl4 diaktifasi oleh
kokatalis alkylaluminum, Larutan polyethylene yang meninggalkan reaktor diolah dengan zat deaktifasi dan
kemudian campurannya melewati alumina dimana residu dari katalis yang sudah dideaktifasikan diadsorb. Pelarut
dan comonomer yang tidak bereaksi diuapkan dalam tahap depressurization. Setelah ekstrusi menjadi pellet,
penghilangan pelarut dilakukan dengan melewatkan aliran gas panas melewati tumpukan pellet [Ulman’s
encyclopedia, 1992].

Kelemahan dari proses ini yaitu terdapatnya tahapan penghilangan katalis sehingga memperbesar biaya proses.

Polimerisasi suspensi (slurry Polimeryzation)

Teknologi ini merupakan teknologi yang paling tua dalam pembuatan polyethylene. Philips Petroleum
Company telah mengembangkan proses slurry yang efisien untuk memproduksi LLDPE. Reaktor dibangun
menyerupai “large folder loop” yang mengandung serangkaian pipa dengan diameter 0.5 sampai 1 meter.
Gambar4. polimerisasi suspensi (Phillips Petroleum)

Reaktor berbentuk double loop diisi dengan suatu pelarut ringan (biasanya isobutene), dan mengelilingi loop dengan
kecepatan tinggi secara kontinyu [Kirk Othmer, et al. 1998] . Reaktor double loop bekerja pada tekanan 3,5 MN/m2,
temperatur 85 sampai 100°C, dan waktu tinggal rata-rata adalah 1,5 jam. Katalis chromium/titanium dipakai dalam
teknologi ini [Alagoke, Olabisi: 1997 ]. Katalis disuspensikan oleh pelarut dan diumpankan ke dalam reaktor [Ulman’s
encyclopedia, 1992]. Aliran campuran mengandung ethylene dan comonomer (1-butene, 1-hexene, 1-
oktene, atau 4-methyl-1-pentene), dikombinasikan dengan diluent hasil recycle dan suspensi katalis, diumpankan ke
dalam reaktor. Dalam reaktor tersebut kopolimer etilen membentuk partikel-partikel yang tumbuh berlainan
disekitar partikel katalis [Kirk Othmer, et al. 1998].

Temperatur merupakan variabel operasi yang paling kritis dan harus selalu dikontrol untuk menghindari
terjadinya swelling (pengembangan) dari polimer. Setelah melewati waktu tinggal antara 1.5 sampai 3 jam, resin
mengendap secara singkat dalam tahap pengendapan di tepi bawah loop dan dilepaskan menuju ke flash tank.
Akhirnya pelarut dan monomer yang terpisah masuk ke dalam sistem recovery pelarut untuk pemurnian
dan recycling [Kirk Othmer, et al. 1998].

Anda mungkin juga menyukai