Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kosmetik hingga saat ini mulai meningkat, terlebih dengan adanya isu back to
nature serta anggapan masyarakat terkait efektivitas dan keamanan produk herbal
yang dianggap lebih menjamin dengan efek samping yang lebih ringan
dibanding dengan produk sintetis. Hal ini mendorong penilitian tentang efektivitas
tanaman obat terus meningkat dari tahun ke tahun (Gunawan dan Mulyani, 2004).
kimia seperti vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro, asam-asam lemak,
phytate, oksalat (Friday dkk, 2011) karotenoid dan lain sebagainya (Rina, 2014).
Salah satu kandungan dari tanaman ini yaitu senyawa flavonoid. Menurut Friday
dkk, kandungan senyawa golongan flavonoid pada daun randu yaitu sekitar 26,06
± 0,16 mg/g. Senyawa golongan flavonoid telah banyak dikembangkan dan teliti
1
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2
dan lain sebagainya ( Alan dan Miller, 1996; Friday dkk, 2011).
yang telah terbukti secara uji praklinis oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga
tanaman ini dapat dijadikan sebagai bahan baku obat herbal (Pratiwi, 2011;
Elumalai 2012).
Produk herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia.
obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di
Afrika sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer (WHO, 2003). Tren produk herbal yang tengah berkembang dan diminati
dikalangan masyarakat ini merupakan peluang bagi produsen baik industri kecil
merupakan produksi skala besar dan membutuhkan ekstrak yang berjumlah besar
dalam jumlah yang tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan proses optimasi pada
kondisi ekstraksi sehingga dapat menghasilkan senyawa aktif dalam jumlah yang
optimal. Optimasi kondisi ekstraksi ini dilakukan pada beberapa faktor ekstraksi
mempengaruhi tebal lapis batas yang akan mempengaruhi jarak yang harus
ditempuh pelarut untuk menembus dinding sel serbuk dan mencapai kandungan
kimia aktif didalam sel (BPOM RI, 2000). Sedangkan rasio serbuk-solven juga
Metode optimasi seperti single factor experiment atau one factor at a time
(OFAT) terdapat banyak kekurangan karena hanya dapat memantau satu variabel
saja pada satu waktu sedangkan faktor lain dibuat konstan. Disamping itu, metode
ini tidak dapat menunjukkan interaksi antar faktor terhadap variabel respon. Selain
itu jumlah eksperimen yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan jauh lebih banyak sehingga memerlukan waktu dan biaya yang lebih
banyak pula (Sin dkk, 2006). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
(RSM) dengan desain eksperimen Central Composite Design (Anuar dkk, 2013).
Metode RSM merupakan gabungan dari teknik matematika dan statistika yang
optimal dari suatu respon (Nuryanti, 2008). Pendekatan ini dapat mengembangkan
independen dan menggunakan semua data yang di-input dari eksperimen untuk
dibuat suatu persamaan yang dapat memberikan nilai teoritis sebagai output-nya
(Said dkk, 2015). Beberapa contoh penerapan RSM dalam proses ekstraksi yaitu
seperti optimasi faktor ekstraksi senyawa flavonoid yaitu konsentrasi etanol, rasio
Frachetii oleh Pin-yi dkk (2015), optimasi konsentrasi etanol, waktu ekstraksi
dan temperatur ekstraksi pada daun henna dengan parameter fenolik total oleh Ho
ekstraksi pada kacang kedelai dengan kadar polifenolik sebagai respon oleh
B. Rumusan Masalah
flavonoid pada daun randu (Ceiba pentadra Gaertn.) dalam jumlah yang
optimal?
flavonoid pada daun randu (Ceiba pentadra Gaertn.) dalam jumlah yang
optimal?
flavonoid pada daun randu (Ceiba pentadra Gaertn.) dalam jumlah yang
optimal?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
kondisi faktor ekstraksi (komposisi solven, ukuran serbuk dan rasio serbuk-
daun randu. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk diaplikasikan dalam bidang
industri herbal yang membuat dan mengembangkan daun randu sebagai bahan
bakunya.
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 7
E. Tinjauan Pustaka
1. Randu
Kapuk randu berasal dari bagian utara Amerika Selatan, Amerika Tengah,
Karibia, dan Afrika (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001). Randu atau
pohon kapok (C. pentanda) adalah pohon yang banyak tumbuh di daerah rendah
sampai 400 meter dari permukaan laut, di kebun, di tepi jalan, dan di tempat lain
yang berhawa panas (Heyne, 1987 dalam Kumarawati, 1998). Tanaman ini dapat
tumbuh di daerah tropis yang curah hujannya sekitar 1500 - 3000 mm (Heyne,
1987) atau antara 16 0LU sampai 16 0LS termasuk di Indonesia (Pratiwi, 2014).
Pada ketinggian dan iklim yang curah hujannya terlalu tinggi, tanaman ini masih
dapat tumbuh subur serta bertambah tinggi akan tetapi hasil panennya tidak tetap
dan buahnya muda membusuk. Selain itu, tanaman ini juga tahan pada musim
a. Klasifikasi
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Ceiba
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 8
b. Nama lain
Aceh : Panju
Melayu : Kakabu
Makasar : Kau-kau
Madura : Kapo
c. Deskripsi
bulat, hijau kecoklatan serta daun majemuk, membundar sedangkan anak daun
melanset panjang 5-16 cm, lebar 1,5-4,5 cm. Selain itu, kapuk randu (C.
pentandra Gaertn.) dapat tumbuh diberbagai macam kondisi tanah baik dari tanah
berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, tanah aluvial, tanah sedikit asam
sampai netral (Pratiwi, 2012) serta masih dapat tumbuh pada tanah-tanah lempung
liat dan margalit (Heyne, 1987) namun hasilnya sangat sedikit. Kapuk randu (C.
pentandra Gaertn.) dapat juga hidup pada daerah kering dan temperatur di bawah
nol dalam jangka pendek serta peka terhadap kebakaran (Direktorat Pembenihan
d. Kandungan Kimia
vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro seperti Fe, Ca, Mg, Zn, Cu, K, Na,
phytate, oksalat dan lainnya dalam berbagai jumlah (Pratiwi, 2011; Friday dkk,
2011). Berikut tabel daftar kandungan kimia daun randu berdasarkan penelitian
Salah satu kandungan daun randu yaitu senyawa golongan flavonoid. Pada
daun randu sendiri senyawa flavonoid ini dibuktikan memiliki efektivitas sebagai
antiinflamasi (Elumalai, 2012). Senyawa flavonoid yang terdapat pada daun randu
(Lestari, 2008), asam lemak tidak jenuh, senyawa fenolik, karbohidrat, protein,
enzim (Kiran et al., 2011:048), karotenoid, flavonoid, alkaloid dan tanin (Rina,
2014). Ekstrak etanol pada daun mengandung zat bioaktif seperti gula pereduksi,
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 11
poliuronoid, tanin, dan plobatanin (Asare & Oseni, 2012:44 dalam Pratiwi, 2014).
Ekstrak etanol pada kulit batang mengandung zat bioaktif seperti gula
al.,2012:246), dan pentosan yang lebih tinggi nilainya dibandingkan Pinus patula
e. Kegunaan
Tanaman kapok atau randu secara tradisional hanya digunakan sebagai bahan
pembuat atau pengisi kasur, bantal atau selimut (Pratiwi, 2014). Namun, di
diabetes (Asare & Oseni,2012:44 dalam Pratiwi, 2014; Elumalai 2012). Friday
dkk (2011) menyatakan bahwa tanaman randu mengandung berbagai nutrient dan
tanaman ini pada berbagai kondisi seperti Nwachukwu dkk (2008) melaporkan
bahwa ekstrak alkohol dan ekstrak air dari tanaman ini memiliki efektivitas
sebagai antifungi. Selain itu Bairwa dkk (2011) melaporkan bahwa fraksi etil
asetat dari ekstrak metanol kulit kayu randu memiliki efektivitas hepatoprotektor
pada mencit yang diinduksi kerusakan hati dengan parasetamol. Penelitian lain
metanolnya memiliki efektivitas anti ulcer pada mencit yang diinduksi etanol dan
dan hipoglikemia (Aloke dkk, 2011), antidiare (Sule dkk, 2001), antihelmintik
ini dilaporkan memiliki manfaat melawan diabetes tipe II, hipertensi, sakit kepala,
pusing, konstipasi, penyakit mental, deman, peptic ulcer dan lepra serta sebagai
digunakan untuk mengobati batuk (pengencer lendir) dan diare (Pratiwi, 2014)
serta memiliki khasiat untuk menghilangkan bekas luka dan mengobati panas
dalam (Perhutani, 2011). Sari daun yang masih muda digunakan untuk membantu
pertumbuhan rambut dengan cara digosokkan pada kulit kepala kemudian dipijat-
pijat (Kumarawati, 2010). Selain itu, daunnya juga digunakan untuk obat kompres
mata jika lelah atau panas, obat asma, dan peradangan rectum dan usus, disentri
dan radang kandung kemih (Perry,1980:253 dalam pratiwi, 2014; Affandi et al,
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 13
2012). Sedangkan minyak dari biji digunakan untuk obat kudis dan membantu
untuk mengatasi nyeri perut serta serat kapuk digunakan untuk membersihkan
luka bakar (Pratiwi, 2014). Getahnya berkhasiat sebagai astrigent dan untuk
mengobati luka dan radang selaput lendir usus (enteritis) (Affandi et al, 2012).
a. Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan zat atau komponen kimia yang dapat
larut dari suatu bahan (simplisia) dengan menggunaka pelarut yang sesuai
sehingga terpisah dari komponen yang tidak larutnya (BPOM RI, 2013). Pada
proses penyarian ini terjadi pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam
sel, ditarik oleh cairan penyari tertentu sehingga zat aktif terlarut dalam cairan
(pembasahan) dan fase ekstraksi. Fase pecucian atau pembasahan terjadi pada saat
cairan penyari kontak atau bersentuhan dengan simplisia serbuk sehingga pelarut
akan menembus kedalam sel yang mengkerut dan membuat sel menjadi
mengembang serta mudah diekstraksi (Voigt, 1994). Fase kedua yaitu fase
ekstraksi, pada fase ini sel-sel yang telah mengembang mudah untuk ditembus
oleh pelarut sehingga dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam ruang sel juga
menyebabkan protoplasma membengkak dan zat aktif akan terlarut sesuai dengan
rendah. Proses difusi ini akan terus terjadi sampai terjadinya keseimbangan
konsentrasi antara diluar dan didalam sel (Voigt,1994). Metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
1) Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin yaitu ekstraksi yang tidak menggunakan panas dalam
a) Maserasi
ruangan (kamar). (Depkes RI, 2000). Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke rongga sel kemudian melarutkan zat aktif yang terkandung
didalamnya dan oleh karena adanya perbedaan konsentrasi sehingga zat aktif akan
maserat pertama dan seterusnya ( Depkes RI, 2000). Pada maserasi tidak
simplisia terhadap cairan penyari makan semakin banyak hasil yang diperoleh
(Voigth, 1994). Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering dan cairan
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 15
penyari yang direkomendasikan untuk metode ini adalah etanol atau campuran
serta pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika harus dilakukan remaserasi
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
Proses terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
diperoleh ekstrak atau perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
Pada perkolasi, melalui suplai bahan pelarut yang segar, perbedaan konsentrasi
(Voigt, 1995).
simplisia yang keras seperti kulit batang, kulit buah, biji, kayu dan akar. Penyari
yang digunakan umumnya adalah etanol atau campuran etanol-air. Metode ini
tidak memerlukan tahapan penyaringan perkolat, hanya saja kerugian dari metode
ini yaitu waktu yang dibutuhkan lebih lama dan jumlah penyari yang digunakan
2) Cara Panas
a) Refluks
didihnya selama wakrtu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali (Depkes RI, 2000)
b) Sokletasi
yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat yang khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
untuk bahan baku yang tahan terhadap pemanasan dengan meletakkan bahan yang
akan diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) didalam sebuah
c) Infundasi
Merupakan metode ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 900C)
d) Dekok
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 17
e) Digesti
lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu biasanya 40-50 0C (Depkes RI, 2000).
b. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlulakukan
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Macam-
2) Ekstrak kental, sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak
c. Faktor-faktor Ekstraksi
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 18
dkk, 2012).
1) Komposisi solven
Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif dari bahan, dengan
demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih
sebaiknya merupakan pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi dan harus
dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan (Depkes RI,
2000).
Pelarut polar melarutkan zat terlarut atau solut ionik atau zat yang bersifat
polar lainnya, begitu juga dengan pelarut non polar. hal ini disimpulkan dalam
pernyataan like dissolve like (Martin, 2009). Semakin tinggi berat molekul solven,
maka semakin rendah polaritasnya dan akan meyebabkan senyawa lain yang
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 19
memiliki berat molekul hampir sama dengan solven tersebut akan lebih mudah
terekstraksi. Hal ini bisa dihubungkan dengan prinsip like dissolve like.
akan mempengaruhi jenis senyawa aktif yang dilarutkan juga. Kelarutan senyawa
sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut, yaitu oleh dipol momennnya
diketahui sangat kompleks disamping itu, keberadaan analit didalam bahan alam
juga bervariasi dalam beberapa bentuk, ada yang dalam bentuk bebas,
terkonjugasi dengan gula, karbohidrat, protein dan lain sebagainya yang secara
Kombinasi dari dua atau lebih solven dengan perbandingan tertentu akan
menghasilkan tingkat kepolaran yang lebih bervariasi dan lebih selektif dari pada
satu komponen solven saja. Air dan etanol memiliki kelarutan yang hampir sama
Akan tetapi, campuran etanol – air menunjukankan hasil yang lebih efisien untuk
(Spigno dk, 2007). Menurut Spigno (2007), penambahan air dalam jumlah yang
kecil pada pelarut organik akan menyebabkan medium lebih polar dan dapat
Tabel 2. Pelarut dan jenis senyawa yang terlarut didalamnya (Pramono, 2012)
2) Ukuran serbuk
Penyarian perlu memperhatikan sifat fisika dan kimia simplisia atau bahan
yang digunakan serta kandungan zat aktifnya. Simplisia yang lunak dapat dengan
muda ditembus oleh cairan penyari sedangkan simplisia yang keras susah
ditembus oleh cairan penyari dan sebaiknya diserbuk terlebih dahulu sampai halus
batas (TLB). TLB merupakan jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari
untuk mencapai kandungan kimia aktif didalam sel bahan (Pramono, 2012).
Semakin besar TLB, artinya semakin besar ukuran serbuk sehingga semakin tidak
efektif proses penyarian yang terjadi. Sebaliknya, semakin kecil ukuran serbuk
maka luas permukaan area per unit massa serbuk akan semakin besar sehingga
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 21
TLB akan semakin kecil dan efektivitas penyarian juga semakin baik kecuali jika
penyari dan tetap tinggal didalam sel menjadi tertarik keluar sel dan
mengotori sari.
c. Butiran serbuk yang terlalu halus jika terkena cairan penyari dapat
d. Pada bahan berupa biji dan rimpang, jika diekstraksi menggunakan air
Selain itu ukuran partikel yang terlalu halus akan menyulitkan pada saat
penyaringan karena akan membentuk suspesi yang susah dipisahkan (Depkes RI,
1986)
3) Rasio solid-soven
Penentuan rasio solid-solven merupakan salah satu tahap yang penting dalam
proses ekstraksi karena kandungan kimia bahan tidak bisa terekstraksi secara
sempurna jika rasionya terlalu kecil, walaupun jika terlalu tinggi akan
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 22
menyebabkan kenaikan biaya (Du dkk, 2015). Semakin tinggi rasio solid-solven
maka semakin tinggi pula solut yang didapat walaupun penggunaan solven
berdasarkan prinsip transfer massa (Spigno, 2006). Semakin tinggi rasio antara
serbuk dan solven maka semakin tinggi gradien konsentrasi yang tersedia untuk
menarik senyawa aktif dari dalam simplisia sehingga dapat meningkatkan kinetika
penyarian juga semakin baik (Luthria, 2007), akan tetapi rasio solid-liquid ini
penggunaan solven atau campuran solven agar tidak terjadi pemborosan solven
(Luthria, 2007)
maksimum dari proses tersebut. Salah satu metode optimasi yang menggunakan
analisis statistik multivariat yang cukup relevan yaitu metode permukaan respon
methodology (RSM) pertama kali dikenalkan oleh Box dan Wilson (1951) dan
surface dapat digambarkan secara visual melalui response surface plot dan kontur
plot. Melalui plot tersebut dapat diketahui bentuk hubungan antara respon dengan
tersebut membutuhkan biaya dan waktu yang banyak sehingga tidak efektif dan
perlu dilakukan adalah memilih desain eksperimen yang akan digunakan dalam
digunakan jika hubungan variabel menunjukkan fungsi linier atau tidak terjadi
curvature. Akan tetapi jika pendekatan respon tidak menunjukan fungsi linier
maka desain eksperimen yang digunakan yaitu persamaan orde kedua, seperti
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 24
Perbedaan dari beberapa desain eksperimen tersebut terletak pada pemilihan titik
eksperimental, jumlah level faktor, jumlah eksperimen serta blok (Bazerra dkk,
2008).
masing faktor dan interaksi antara masing-masing faktor (Palma, 2016). Apabila
semua faktor yang dipertimbangkan akan dievaluasi, maka persamaan RSM dapat
yang mana adalah respon dan adalah faktor-faktor yang merupakan variabel
orde kedua :
Dimana Y = fungsi respon; β0adalah intersep, β1, β2, dan β3, adalah koefisien
linier;β11, β22, dan β33 adalah koefisien kuadratik dan β12, β13, dan β23 merupakan
random dan terdistribusi secara identik dan saling bebas (Independent Identically
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 25
Nuryanti, 2008).
independen dengan respon permukaan dengan cara mencari titik stasioner. Titik
̂ ̂ ̂
...........................................................................(1)
̂ ̂ .................................................................................................(2)
dengan matriks :
̂ ̂ ̂ ̂
̂ ̂ ̂ ̂
[ ] dan
[̂ ] [̂ ̂ ̂ ]
dinyatakan dengan :
̂
..............................................................................................(3)
̂ ̂ ........................................................................................................(5)
Dengan memasukkan nilai dari titik stasioner ke persamaan (6) dibawah ini,
.............................................................................................................(6)
dari variabel X, X0 merupakan nilai sebenarnya dari titik pusat (centre point)
katakteristik permukaan respon ini digunakan untuk mengetahui apakah jenis titik
stasioner yang didaptkan berupa titik minimum, maksimum atau titik pelana
diidentifikasi dari gambar kontur dan grafik permukaan responnya atau dengan
̂ ̂ ............................................................(7)
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 27
Dimana :
: Variabel independen baru hasil transformasi
Karakteristik dari permukaan respon ditentukan oleh harga λi. Jika nilainya
semua positif maka x0 adalah titik minimum, sedangkan jika semua negatif maka
x0 adalah titik maksimum, jika harganya berbeda tanda diantara harga λi, maka x0
yang mendukung untuk optimasi proses dengan RSM yang merupakan model
orde kedua (kuadratik). CCD memiliki tiga macam titik desain yang berbeda
yang terdiri dari 2 level faktorial design (±1), 2 level star design (titik aksial) yang
berjarak α dari central point serta bertanggung jawab pada efek kuadratik (±α;
│α│≥1) dan 1 level center point. Dengan demikian setiap variabel pada CCD
terdiri dari lima level yaitu –α, -1, 0, +1 dan +α (Leiviskä, 2013). Hubungan
antara nilai kode dan nilai sebenarnya dapat ditunjukkan dari persamaan (6)
Jumlah faktor yang dapat dioptimasi dengan CCD minimal dua faktor dengan
masing-masing terdiri dari lima level. Keuntungan dari CCD yaitu dapat
orde pertama dan orde kedua dari model matematika. Hal ini menjadi kelebihan
sekaligus kekurangan dari CCD karena dengan jumlah level yang lebih banyak
tersebut keakuratan model menjadi lebih tinggi akan tetapi jumlah eksperimen
Gambar 2. Central Composite Design untuk optimasi dua (a) dan tiga (b) variabel (Bazerra,
2008)
Untuk mendapatkan model orde dua yang bagus dalam menghasilkan nilai
prediksi, model harus memiliki nilai variansi yang stabil dan konsisten yang layak
pada titik x. Oleh karena itu, rancangan desain harus rotatableartinya pada semua
titik x jaraknya harus sama terhadap titik pusat sehingga variansi pada nilai
pediksi respon adalah konstan di lingkaran. Desain CCD merupakan desain yang
yang mana kombinasi perlakuan yang diambil yaitu midpoint dari daerah tepi
ruang proses dan pada daerah center (Sundarini, 2015). Box-Behnken Design
nonlinier antara variabel respon dan variabel faktor (Ho dkk, 2009). Sama seperti
eksperimental pada faktorial tiga level dengan efesiensi estimasi orde pertama dan
orde kedua dari model matematika, hanya saja level faktor yang digunakan pada
BBD lebih sedikit dari pada CCD (Bazerre dkk, 2008). BBD merupakan desain
tiga variabel faktor dengan masing-masing variabel faktor terdiri dari tiga level (-
1, 0, +1) (Bazerre dkk, 2008; Anuar dkk, 2013). BBD kompetibel dengan RSM
percontohan, deteksi lack of fit dari model serta menggunakan blok (Pamal dkk,
2016).
BBD memiliki desain yang lebih efiesien karena jumlah eksperimen yang
eksperimen kuadratik lainnya (Anuar dkk, 2013). Selain itu titik eksperimen
terletak pada daerah yang optimum yaitu diantara level rendah dan level tinggi
sehingga tidak terdapat titik pada daerah kubik (Anuar dkk, 2013). Salah satu
kelebihan lain dari metode ini yaitu tidak memasukkan semua faktor yang terletak
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 30
pada daerah sangat rendah maupun daerah limit yang tinggi, sehingga tidak
6. Flavonoid
memiliki struktur dasar C6-C3-C6 dimana bagian C6 adalah cincin benzen yang
dihubungkan dengan tiga atom C yang merupakan rantai alifatik. Cincin diberi
menggunakan angka biasa untuk cincin A dan angka beraksen untuk cincin B
(Markham, 1988).
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 31
heterosiklik dan variasi distribusi gugus hidrofilnya. Variasi oksidasi pada atom
Morris, 2003). Sedangkan yang sering ditemukan dalam tanaman adalah flavon
Perbedaan keduanya yaitu flavonol memiliki gugus hidroksi pada C3. Flavonol
tanaman, kaempferol, dan myricetin. Flavon yang terdiri atas apigenin dan
luteolin, hanya ditemukan pada bahan pangan tertentu, contohnya seledri, lada
sebagai pelindung daun dari efek radiasi sinar ultraviolet dan menekan
jarang dijumpai flavonoid dalam bentuk tunggal biasanya terdapat dalam bentuk
campuran dan jenis yang berbeda. Flavonoid dapat berbentuk terikat pada gula
flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk
struktur (Markham, 1988). Gula juga dapat terikat pada atom karbon flavonoid
dan dalam hal ini gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan
Oleh karena itu, senyawa golongan flavonoid memiliki polaritas yang bervariasi
mulai dari senyawa polar seperti bentuk glikosida flavonoid, semi polar seperti
polimetoksi.
b. Sifat-sifat
aglikon flavonoid relatif kurang polar sehingga lebih larut dalam pelarut yang
kurang polar seperti eter, etil asetat, sedikit dalam alkohol dan tidak larut dalam
cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
asam dan membentuk asam fenolat yang dapat bereaksi dengan basa membentuk
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 34
garam fenolat sehingga pada penambahan NH3 warna berubah menjadi kuning dan
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum sinar
F. Landasan Teori
Salah satu kandungan yang terdapat pada daun randu dan memiliki aktivitas
pada tabel 2. Ditinjau dari tabel 2 bahwa senyawa flavonoid yang bersifat polar
sampai semi polar dapat larut didalam pelarut etanol. Sedangkan senyawa
flavonoid yang polar larut dalam air, sehingga kombinasi antara kedua solven
tersebut akan dapat melarutkan senyawa flavonoid dalam jumlah yang tinggi.
Selain itu, untuk menghasilkan kadar senyawa aktif yang tinggi perlu juga
dilakukan optimasi terhadap faktor ekstraksi lainnya seperti ukuran serbuk san
semakin baik karena tebal lapis batas serbuk semakin rendah sehingga jarak
penyari untuk melarutkan senyawa semakin kecil. Selain itu, rasio serbuk-solven
yang semakin tinggi juga akan menyebabkan efektivitas penyarian semakin baik
karena semakin lama tercapainya kejenuhan sehingga senyawa yang dapat tertarik
ekstraksi pada daun randu bertujuan untuk meningkatkan jumlah ekstrak yang
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 36
diperoleh dengan cara menemukan kondisi ekstraksi yang paling baik untuk
memperoleh kadar ekstrak dalam jumlah yang optimal. Metode optimasi yang
banyak diterapkan pada optimasi proses ekstraksi dan memiliki keakuratan yang
metode ini seperti optimasi waktu ekstraksi, rasio solven dan temperatur ekstraksi
pada Forsythia suspensa dengan respon yaitu kadar forsythoside yang dilakukan
oleh Li dkk (2011), optimasi konsentrasi etanol, waktu ekstraksi dan temperatur
ekstraksi pada daun henna dengan parameter fenolik total (Ho dkk, 2010),
optimasi konstrasi etanol, rasio solid-soven dan kekuatan microwave pada kulit
Physalis alkekengi dengan kadar flavonoid sebagai respon (Pin-yi, 2014) dan
matematika dan statistika yang cukup relevan dalam menentukan titik optimal
level variabel terletak pada daerah sekitar optimum serta dengan kondisi
eksperimen yang terdiri dari kombinasi faktorial, star point dan titik pusat (center
point) disamping lebih efisien karena jumlah eksperimen yang dilakukan lebih
sedikit (Montgomery, 2009; Bazerra dkk, 2008; Anuar dkk, 2013). Optimasi
Optimasi Faktor Ekstraksi (Komposisi Solven, Ukuran Serbuk dan Rasio Serbuk-Solven) pada Daun
Randu
(Ceiba pentandra Gaertn.) Menggunakan Response Surface Methodology
WEDITA DESTRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 37
faktor ekstraksi tersebut dapat menggunakan metode RSM dan desain CCD
dengan bantuan software Design Expert 10.02 seperti yang telah dilakukan
peneliti-peneliti sebelumnya.
G. Hipotesis
2. Semakin kecil ukuran serbuk maka semakin banyak senyawa flavonoid pada
3. Semakin tinggi rasio antara serbuk dan solven maka semakin banyak senyawa