Afinanisa Iksan-Fst PDF
Afinanisa Iksan-Fst PDF
AFINANISA IKSAN
SKRIPSI
Oleh :
AFINANISA IKSAN
1111096000072
LEMBAGA MANAPUN.
Afinanisa Iksan
1111096000072
ABSTRAK
Afinanisa Iksan. Delignifikasi Serbuk Kayu Jati Putih (Gmelina Arborea Roxb.)
Menggunakan Fungi Phanerochaete chrysosporium yang Diiradiasi Gamma.
Dibimbing oleh Tri Retno Dyah Larasati dan Nurhasni.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan
banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai penguji yang
3. Dra. Tri Retno Dyah Larasati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah
5. Adi Riyadhi, M.Si sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dan
viii
7. Mas Arif, Pak Wardi, dan Pak Edi serta seluruh staff Laboratorium
pelaksanaan penelitian.
8. Ayah, ibu dan kakak serta adik tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat
9. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan ilmu hidup
10. Teman-teman satu lab (Yoan, Uus, Tantri, Nita, Mba Ristie, Meli, Upit, dan
Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional) yang selalu membantu
penulis.
12. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,
masih banyak kekurangan . Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 26
3.2.1. Alat ............................................................................................ 26
3.2.2. Bahan ........................................................................................ 26
3.3. Rancangan Penelitian .......................................................................... 27
3.4. Cara Kerja ........................................................................................... 28
3.4.1. Preparasi Serbuk Kayu Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) .... 28
3.4.2. Preparasi Kultur Fungi Phanerochaete chrysosporium ............ 28
3.4.3. Penentuan Dosis Iradiasi Optimum .......................................... 28
3.4.4. Fermentasi Substrat Kayu Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) 29
3.4.4.1. Solid State Fermentation (SSF) Substrat
Kayu Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) ................ 29
3.4.5. Evaluasi Hari ke 0 dan 21 ........................................................ 30
3.4.5.1. Penentuan Kadar Lignin, Selulosa, & Hemiselulosa .. 30
3.4.5.2. Penentuan Kadar C Organik ....................................... 31
3.4.5.3. Penentuan Total Nitrogen ........................................... 31
3.4.6. Evaluasi Hari ke 0, 7, 14, dan 21 .............................................. 32
3.4.6.1. Uji Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase .................... 32
3.4.6.2. Penentuan Nilai pH .................................................... 33
3.4.6.3. Penentuan Bobot Biiomassa Fungi ............................ 33
3.4.6.4. Penentuan Kadar Air .................................................. 33
3.4.6.5. Penentuan Kadar Bahan Organik dan Abu ................ 34
3.4.7. Analisis Data ............................................................................ 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Orientasi Dosis Optimum Iradiasi Gamma
Fungi Phanerochaete chrysosporium ................................................. 36
4.2. Karakteristik Substrat Kayu Jatih Putih Pra-SSF
(Solid State Fermentation) .................................................................. 40
4.3. Fermentasi Serbuk Kayu Jati Putih Metode SSF
(Solid State Fermentation) .................................................................. 45
4.3.1. Nilai pH ..................................................................................... 47
4.3.2. Bobot Biomassa Mikroba .......................................................... 49
4.3.3. Kadar Air ................................................................................... 50
xi
4.3.4. Kadar Bahan Organik dan Abu ................................................. 51
4.4. Hasil SSF Serbuk Kayu Jati Putih dengan
Phanerochaete chrysosporium selama 21 Hari .................................. 53
4.4.1. Efisiensi Degradasi Lignin dan Peningkatan Kadar Selulosa .... 54
4.4.2. Kadar C Organik ....................................................................... 57
4.4.5. Kadar Total Nitrogen ................................................................ 59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ............................................................................................. 61
5.2. Saran .................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 62
LAMPIRAN .............................................................................................. 70
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kayu, Daun, Bunga, dan Buah Pohon Jati Putih
(Gmelina arborea Roxb.) ....................................................... 7
Gambar 2. Struktur Selulosa ..................................................................... 9
Gambar 10. Substrat Kayu Jati Putih Sebelum dan Setelah Pengeringan 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagran Alir Penelitian ........................................................ 70
xv
BAB I
PENDAHULUAN
yang berkembang pesat di Indonesia pada saat ini adalah industri pulp dan kertas.
Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan
menghasilkan 178 juta ton pulp dan 278 juta ton kertas dan karton, dan
Hanya sekitar 60-70% dalam proses pengolahan kayu dari komoditi kayu
yang diolah menjadi produk, dengan limbah sisa kayu dan serbuk gergajiannya
mencapai kurang lebih 30-40% (Darmaji et al., 1998). Limbah yang dihasilkan
dalam aktifitas industri perkayuan sebagian besar merupakan limbah padat berupa
serpihan kulit kayu, potongan-potongan kayu berukuran kecil (chips wood) dan
yang terbuang saat kayu dipotong dengan gergaji (BPPT, 2012). Salah satu jalan
industri kertas, lignin harus dihilangkan dari kayu karena akan menggangu
terbentuknya pulp dalam pembuatan kertas. Pengaruh lignin dalam proses pulping
maupun mutu pulp dan kertas adalah menyulitkan dalam penggilingan, pulp
1
berkekuatan rendah, sulit diputihkan, dan kertas yang dihasilkan bersifat kaku,
warnanya kuning dan mutunya rendah (Kenneth, 1970). Oleh karena itu,
diperlukan teknik tertentu untuk mendegradasi lignin dari wood chips yang akan
dibuat kertas.
bersifat fisika, kimia, biologi ataupun terpadu dengan teknologi tertentu. Teknik
tertentu misalnya fungi, serangga, dan bakteri dalam proses pembuatan kertas.
memang lebih toleran untuk semua jenis kayu akan tetapi rendemen kertas yang
dihasilkan kecil dan tidak ramah lingkungan. Akan tetapi, biopulping dengan
fungi lebih efektif dan efisien dibandingkan proses kimia lainnya (Kartasamita et
al., 2011). Limbah lignoselulosa yang berlimpah dan belum termanfaatkan dapat
dikonversi menjadi produk akhir yang lebih bernilai secara ekonomi dengan
fermentasi fase padat atau Solid State Fermentation (SSF). Prinsip dasar SSF
adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat basah dengan kadar air rendah
atau berada di dalam pori tanpa adanya pergerakan air bebas (Prabhakar et al.,
2005) namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung
dengan SSF memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metode lain
2
sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas
kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk cokelat (brown rot), pelapuk putih (white rot)
dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan fungi pelapuk ini didasarkan pada
hasil proses pelapukan. Fungi pelapuk putih (white rot) memiliki kemampuan
ligninolitik yang dihasilkan oleh fungi pelapuk putih yaitu Lignin Peroksidase
(LiP), Manganese Peroksidase (MnP) dan Lakase. Ribuan fungi yang diketahui
hingga 30% tergantung dari jenis lignin dan waktu inkubasi (Irawati, 2006).
NaOH, Na2S, H2SO4, Sulfit, Bisulfit, Klorin, Klorin dioksida, dan Peroksida
(Widjaja et al., 2002) dan senyawa alkali (Sudiyani et al., 2010). Penggunaan pre-
treatment kimia merupakan suatu metode yang paling umum digunakan untuk
selulosa menjadi lebih mudah dihidrolisis oleh enzim yang memecah polimer
3
Pemakaian dosis iradiasi dalam bidang mikrobiologi selain untuk tujuan
bermanfaat (Siagian, 1980). Hal ini dikarenakan sinar gamma akan meradiolisis
sel dengan menghasilkan radikal H• dan OH• yang akan bergerak bebas
menyerang apa saja yang terdekat hingga memperoleh kestabilan. Radikal bebas
ini akan memutus DNA fungi secara acak dan jika urutan sequence nukleotida
DNA kembali pada posisi semula atau pada posisi berbeda tetapi bersifat indusif
maka hal ini akan menstimulasi fungi. Iradiasi sinar gamma dosis rendah mampu
Dosis rendah pada radiasi pengion dalam mikroorganisme bertanggung jawab dari
dipercepatnya aktivitas enzim dan jika pada dosis tinggi sel fungi akan rusak dan
0.5 kGy dan pada hasil akhir persentase yang menunjukan aktivitas enzim paling
tinggi berada di dosis 250 Gy iradiasi sinar gamma (Afify et al., 2013).
kimia terhadap percepatan delignifikasi serbuk kayu jati putih (Gmelina arborea
Roxb.).
arborea Roxb.) ?
4
2. Bagaimana potensi pretreatment kimia terhadap percepatan bio-
delignifikasi serbuk kayu jati putih (Gmelina arborea Roxb.) oleh fungi
Phanerochaete chrysosporium ?
diiradiasi gamma.
iradiasi gamma.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gmelina arborea Roxb. adalah salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang
diintroduksi ke Indonesia yang secara umum dikenal dengan nama jati putih, jenis
kadang dijumpai pohon yang berdiameter 140 cm di hutan alam. Kulit halus atau
bersisik dengan warna coklat muda atau abu-abu, ranting halus licin atau berbulu
halus, warna bunga kuning terang mengelompok dalam tandan besar (30-350
bunga per tandan). Daun bersilang, bergerigi atau bercuping, berbentuk jantung
berukuran 10-25 cm x 5-18 cm. Jati putih setelah berumur 5 tahun mulai
mesokorp lunak agak manis. Bijinya keras seperti batu, panjangnya 1,6-2,5 cm
dengan permukaan licin, satu ujung bulat dan ujung lainnya meruncing (Kosasih
6
Gambar 1. Kayu, Daun, Bunga, dan Buah Pohon Jati Putih (Gmelina arborea
Roxb.), (Kosasih dan Danu, 2013).
Sifat fisik dan kimia kayu jati putih adalah warna kayu yang pucat
bervariasi dari kuning jerami sampai dengan putih krem dan dapat berubah
menjadi coklat merah, tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan gubal.
Kayu mudah digergaji dan diserut dengan hasil licin dan mengkilap, serat agak
berpadu bervariasi dari lurus sampai ikal, jumlah serat dalam kayu 64,2% tekstur
agak besar. Berat jenis antara 0,38-0,42 dimana berat jenis ini tidak dipengaruhi
bagian, yaitu:
1. Selulosa
2. Hemiselulosa
7
3. Lignin
4. Ekstraktif
Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu tidak merata.
Sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamela tengah. Zat
berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan, kita ingin
mengambil sebanyak mungkin selulosa dan hemiselulosanya, disisi lain lignin dan
bervariasi untuk setiap spesies. Secara umum, hardwood atau kayu jarum
2.2.1. Selulosa
kayu. Merupakan polimerisasi yang sangat kompleks dari gugus karbohidrat yang
8
mempunyai persen komposisi yang mirip dengan “starch” yaitu glukosa yang
2.2.2. Hemiselulosa
glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan polimer
dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu : glukosa, mannose, galaktosa, xylosa
Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa,
berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk struktur kristal dan serat mikro
seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih
9
Gambar 3. Struktur Hemiselulosa (Dumanauw, 2001).
pentosan atau gula dengan rumus C6H12O6 disebut heksosan. Zat-zat ini terdapat
sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel dan juga sebagai bahan cadangan.
(Dumanauw, 2001).
2.2.3. Lignin
Senyawa organik yang dihasilkan oleh alam terdiri dari senyawa metabolit
utama metabolit sekunder yaitu, terpenoid, fenol, dan alkaloid (Herbert, 1996).
karbon dan hidrogen serta sintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.
2. Fenol, senyawa ini terbuat dari gugus gula sederhana dan memiliki cincin
flavonoid, tannin.
10
3. Alkaloid dan senyawa N lainnya, senyawa yang mengandung nitrogen.
Lignin adalah suatu zat fenolik, terdiri atas susunan tak beraturan dari
berbagai ikatan hidroksi dan metoksi yang tersubstitusi pada satuan-satuan fenil
hidroksisinamil alkohol; p-koumaril alkohol (I), koniferil alkohol (II) dan sinapil
alkohol (III) merupakan senyawa induk (precursor) primer dan merupakan unit
kertas untuk maksud tertentu seperti kertas cetak. Lignin perlu dipisahkan dari
pulp melalui proses pemutihan. Lignin adalah polimer yang sangat kompleks, juga
berat kayu kering. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan
dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-
unit fenil propana. Sifat kimia lignin sangat rumit yang dihubungkan dengan
beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain antara
unit fenilpropan yang tidak mudah dihirolisis oleh karena itu tidak banyak ahli
11
Lignin merupakan polimerisasi dari tiga monomer fenilpropanoid yaitu, 4-
fusi dengan membran plasma atau berbasis partisi membran difusi (Boerjan et al.,
fenoksi oleh H2O2 tergantung kelas III peroksidase (PO) melalui siklus
kimia tertentu. β-O-4, β-5 dan β-β khas G dan S merupakan keterkaitan interunit
12
Gambar 5. Biosintesis Lignin (Ralph et al., 2008).
Sifat-sifat lignin secara umum antara lain tidak larut dalam air, berat
metoksil dan karboksil dan bila didegradasi oleh basa akan membentuk turunan
Lignin merupakan suatu polimer alami yang sukar yang berkaitan dengan
digunakan sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan
berubah.
Zat-zat berat molekul rendah berasal dari golongan senyawa kimia yang
sangat berbeda. Klasifikasi yang dapat dibuat yaitu dengan membaginya menjadi
13
zat organik dan anorganik. Bahan organik lazim disebut ekstraktif, sedangkan
bahan anorganik secara ringkas disebut abu (Fengel dan Wegener, 1995).
Di dalam kayu masih ada beberapa zat organik, yang disebut bagian-
bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah lignin dan selulosa
habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0.2-1% dari berat kayu
(Dumanauw, 2001). Ekstraktif terdiri dari jumlah yang sangat besar dari senyawa-
senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dipandang sebagai
konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-
organik untuk nutrisinya. Apabila hidup dari benda organik mati yang terlarut,
dapat juga menyerbu inang yang hidup, lalu tumbuh dengan subur pada inang
14
Menurut Boyce (1961), pelapukan kayu oleh fungi dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjut. Pelapukan tahap awal, mula-mula
terjadi perubahan warna dan pengerasan pada permukaan kayu. Pada tahap ini,
Hifa dapat juga berkembang pada permukaan kayu atau bagian kayu yang retak.
Miselium bekerja seperti akar tanaman, yaitu menghisap zat makanan. Setelah
tingkat permukaan dilalui, penampilan kayu berubah secara total. Inilah tahap
holoselulosa, namun pilihan utamanya adalah lignin. Klasifikasi fungi ini sebagai
Kelas : Basidiomycetes
Sub kelas : Holobasidiomycetes
Ordo : Aphylophorales
Famili : Certiciaceae
Genus : Phanerochaete
Spesies : P. chrysosporium Burdsall
Phanerochaete chrysosporium adalah fungi pelapuk putih yang dikenal
miselia dan berkembang biak secara aseksual melalui spora atau seksual dengan
(MnP). LiP merupakan katalis utama dalam proses ligninolisis oleh fungi karena
15
mampu memecah unit non fenolik yang menyusun 90 persen struktur lignin
merupakan fase pertumbuhan paling dominan. Selama fase ini fungi paling
membuatnya sangat bermanfaat. Pertama, fungi ini tidak sama dengan beberapa
fungi pelapuk putih lain, dia meninggalkan selulosa pada kayu. Ke dua, fungi ini
memiliki temperatur optimum yang sangat tinggi yaitu 40ºC. Hal ini menunjukkan
Hal ini menarik apabila digunakan dalam kegiatan industri karena berpotensi
untuk mengkonversi material sisa selulosa kayu menjadi bahan bakar biologi
oleh karena itu sistem ligninolitik harus ekstraseluler. Kedua, struktur lignin tidak
memiliki ikatan yang dapat dihidrolisis, oleh karena itu mekanisme degradasi
16
stereoirreguler, enzim ligninolitik harus kurang sepesifik dari pada enzim-enzim
lainnya (Kirk and Cullen, 1998). Perombakan lignin oleh WRF melibatkan
Fungi mendegradasi lignin menjadi produk yang larut dalam air dan CO2.
lignin dan berbagai polutan aromatik selama fase pertumbuhan stationer yang
dipacu oleh kekurangan nutrisi dalam substrat. Fungi ini menghasilkan dua
peroksidase yaitu LiP dan MnP yang berperan penting dalam proses perombakan
lignin. LiP merupakan katalis utama dalam proses ligninolisis oleh fungi karena
mampu memecah unit non fenolik yang menyusun 90 persen struktur lignin
(Srebotnik et al., 1994). LiP dan MnP mempunyai mekanisme yang berbeda
dalam proses lignolisis. MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan
dengan lignin atau melalui perantaraan radikal. LiP mengkatalisis suatu oksidasi
senyawa aromatik non fenolik lignin membentuk radikal kation aril. Disamping
itu, karena LiP merupakan oksidan yang kuat maka enzim ini juga mempunyai
17
2.5. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber
energi. Pada dosis tinggi, radiasi dapat menginduksi terjadinya mutasi karena sel
yang teradiasi akan dibebani oleh tenaga kinetik yang tinggi, sehingga dapat
mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia sel yang pada akhirnya dapat
yaitu radiasi sinar X, sinar gamma, dan tembakan elektron (electron beam).
Iradiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radioaktif yang dihasilkan oleh
kobalt-60 (60Co) dan cesium-137 (137Cs). Panjang gelombang sinar gamma lebih
pendek dari sinar X dan tembakan elektron, sehingga daya tembusnya lebih kuat
biologis bergantung pada total energi yang diabsorpsi dan jenis radiasi pengion.
disebut iradiasi. Iradiasi dengan energi yang tinggi dapat mengadakan reaksi
yaitu radiasi sinar X, sinar gamma, dan tembakan elektron (electron beam).
Iradiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radioaktif yang dihasilkan oleh
kobalt-60 (60Co) dan cesium-137 (137Cs). Panjang gelombang sinar gamma lebih
18
pendek dari sinar X dan tembakan elektron, sehingga daya tembusnya lebih kuat
biologis bergantung pada total energi yang diabsorpsi dan jenis radiasi pengion.
Energi radiasi gamma yang dikeluarkan oleh 60Co cukup besar, yaitu 1,17
menjadi isotop stabil 60Ni (Jatiman., 1986). Seperti pada persamaan berikut.
60 60
27 𝐶𝑜 28 𝑁𝑖 + −10𝛽 + 𝛾
Sinar gamma dosis rendah merupakan iradiasi sinar gamma dengan dosis
kurang dari 1000 Gy (BPOM, 1986). Paparan sinar gamma mampu menembus
jaringan dan mengubah produksi dari sejumlah senyawa bergantung pada dosis
yang diperlukan untuk membunuh serangga adalah dosis di bawah 750 Gy,
sedangkan dosis yang efektif untuk mengendalikan kebusukan pada buah dan
T. Viridie meningkat setelah dipapar sinar gamma dengan dosis 500 Gy. Selain
itu, paparan sinar gamma dengan dosis 250 Gy pada Trichoderma spp. Juga
19
14%. Karbofuran merupakan bahan aktif pada insektisida yang dapat mencemari
2.7. Fermentasi
gliserol dan lain-lain (Volk dan Wheeler, 1993). Menurut Desrosier (1988),
fermentasi adalah suatu oksidasi karbohidrat anaerob dan aerob sebagian dan
semi padat, atau cair. Sedangkan kultur terendam dilakukan dalam medium cair
menggunakan bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi aerasi, labu yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada
produksi makanan.
Jalur biokimia yang terjadi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi
umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal
20
respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi
material padat tanpa adanya air bebas (Cannel et al., 1980). Proses SSF
menghasilkan produk yang lebih baik jika menggunakan fungi. Tidak seperti
mikroorganisme lain, secara khas fungi tumbuh di alam pada media padat seperti
kayu, benih, batang, akar serta bagian kering binatang seperti kulit dan tulang
pada kelembaban yang rendah (Hesseltine, 1977). Tujuan dari SSF adalah untuk
membawa fungi atau mikroba yang telah dikultivasi agar berinteraksi dengan kuat
pada substrat yang tidak larut air serta untuk mencapai konsentrasi nutrisi
enzim ligninolitik pada Solid State Fermentation (SSF) pada jerami gandum. LiP
dan MnP adalah enzim peroksidase ekstraseluler yang menggunakan H2O2 dalam
21
tembaga dengan menggunakan molekul oksigen dalam mendegradasi lignin (Ilmi
dari dampak yang dihasilkan tiap harinya dan tidak mencerminkan kondisi hidup
alami dari WRB. SSF merupakan proses di mana substrat yang tidak larut (padat)
air bebas, pada SSF kadar air yang digunakan rendah yaitu sekitar 50-60%.
2. Ruang yang diperlukan relatif kecil, karena air yang digunakan sedikit.
alaminya.
Akan tetapi, kekurangan pada Solid State Fermentation (SSF) yaitu sulit
dilakukan agitasi dan hilangnya bobot kering selama fermentasi. Upaya mengatasi
kelemahan pada fermentasi ini perlu diperhatikan pengaturan aerasi selama proses
fermentasi. Aerasi berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik dan kadar air
sehingga dapat menjaga kondisi medium mendekati kondisi habitat alami fungi.
sebagai berikut:
1. Kadar air
akhir. Kisaran kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang tinggi akan
22
mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas,
2. pH
3. Waktu Fermentasi
akan semakin menurun dan menuju pada fase decline karena konsentrasi nutrien
2010).
2008).
nm) dan sinar tampak (375-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer
23
media transparan, maka intensitas cahaya yang dipancarkannya sebanding dengan
campuran yang jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk
akan dipantulkan, sebagian diserap, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari
cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi dan berbanding lurus
atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan
1. Sumber energi radiasi, biasa digunakan adalah lampu wolfram (vis) dan lampu
deitrium (UV).
24
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media (Day dan Underwood,
ekstraseluler yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet 310 nm dengan
penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur dalam proses delignifikasi
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber isotop Cobalt-60
dalam chamber IRPASENA 4000A laju dosis 2,1 kGy/jam, cutting mill, autoklaf
gunting, spatula, cawan porselein, alumunium foil dan peralatan gelas lainnya.
3.2.2. Bahan
alkohol, yeast extract, asam sitrat, buffer sitrat pH 5, buffer asetat pH 3, selenium,
26
MnSO4, CuSO4, ZnSO4, KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, (NH4)2SO4, H2SO4,
faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Rancangan ini disebut rancangan acak
untuk melihat perbedaan atau pengaruh antar perlakuan. Faktor pertama yaitu
dosis optimum. Dosis optimum diperoleh dengan cara orientasi dosis pada dosis
0, 200, 400, 600, 800, dan 1000 Gy. Faktor kedua yaitu meliputi kontrol dan
Keterangan :
K1F1 : substrat kontrol inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K2F1 : substrat pretreatment NaOH inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K3F1 : substrat pretreatment H2SO4 inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K1F2 : substrat kontrol inokulum P.chrysosporium 600 Gy
K2F2 : substrat pretreatment NaOH inokulum P.chrysosporium 600 Gy
K3F2 : substrat pretreatment H2SO4 inokulum P.chrysosporium 600 Gy
27
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Preparasi Serbuk Kayu Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) dan
Pretreatment
Kayu jati putih (Gmelina arberoa Roxb.) dikeringkan dan dicacah dengan
chopper mekanis, kemudian dihaluskan dengan cutting mill dan diayak sehingga
diperoleh substrat serbuk kayu jati putih dengan ukuran partikel < 2 mm. Pada
penelitian ini dilakukan perlakuan pendahuluan dengan NaOH dan H2SO4 (dilusi
campuran bahan tersebut diaduk secara merata dan dibiarkan selama 1-2 jam
kemudian dilakukan pencucian sebanyak 2-3 kali dengan air mengalir dan
dikeringkan dalam oven pada 40ºC sampai diperoleh berat yang konstan.
terseleksi yang dipelihara dalam slent dengan media PDA pada 4ºC di Bidang
Industri dan Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan Tenaga Nuklir
Nasional.
dan garam mineral. Setiap liter larutan nutrisi dan garam mineral mengandung
24g PDB, 5g yeast ekstrak, 1g (NH4)2SO4, 0,5g KH2PO4, 0,5g K2HPO4 dan 0,2g
28
MgSO4.7H2O. Semua medium Sub Merged Fermentation (SmF) disterilkan
Phanerochaete chrysosporium dosis 0, 200, 400, 600, 800, dan 1000 Gy dengan
shaker mekanis pada 75 rpm dan suhu ruang 28-32ºC selama 4 hari. Kemudian
diuji aktivitas enzim lignin peroksidase. Strain yang memiliki aktivitas enzim
tertinggi akan digunakan pada fermentasi substrat padat atau Solid State
Fermentation (SSF).
3.4.4.1. Solid State Fermentation (SSF) Substrat Kayu Jati Putih (Gmelina
arborea Roxb.)
dan garam mineral. Setiap liter larutan nutrisi dan garam mineral mengandung 5g
yeast ekstrak, 1g (NH4)2SO4, 0,5g KH2PO4, 0,5g K2HPO4 dan 0,2g MgSO4.7H2O.
dan cairan sekitar 1:6 atau kadar kelembaban sekitar 89,5% (Pensupa et al., 2013).
menambahkan larutan NaOH 1% dan H2SO4 5%. Semua substrat kayu jati putih
dengan pH sekitar 6,5 dan kadar kelembaban sekitar 84% disterilkan dengan
dengan perlakuan pada rancangan penelitian. Inokulasi kultur cair fungi dengan
29
kerapatan masing-masing sekitar 106 spora/mL dilakukan secara aseptik di dalam
laminar air flow. Substrat yang tidak diinokulasi kultur cair fungi digunakan
sebagai kontrol. Semua substrat dalam botol fermentasi ditutup rapat dan
berukuran 250 mL, tambahkan 150 mL akuades atau alkohol benzene (1:2),
kemudian dididihkan (atau direfluk pada 100 ºC dalam water bath selama 1 jam)
masir, endapan dicuci dengan 300 mL air panas, kemudian endapan dalam cawan
masir dikeringkan dalam oven pada 105 ºC selama 24 jam (berat b). Pindahkan
residu (endapan) ke dalam erlenmeyer ukuran 500 mL, tambahkan 150 mL H2SO4
1N, kemudian dididihkan (atau direfluk pada 100 ºC dalam water bath selama 1
dalam oven pada 105 ºC selama 24 jam (berat c). Pindahkan residu (endapan) ke
dalam erlenmeyer ukuran 500 mL, tambahkan 100 mL H2SO4 72%, rendam pada
suhu kamar selama 2-4 jam, tambahkan 150 mL H2SO4 1N, kemudian dididihkan
(atau direfluk pada 100 ºC dalam water bath selama 1 jam) dan didinginkan.
Pemisahan residu (endapan) dilakukan dengan cawan masir, residu dicuci dengan
400 mL akuades, kemudian endapan dalam cawan masir dikeringkan dalam oven
30
pada 105 ºC selama 24 jam (berat d). Residu (endapan) diabukan pada 650 ºC
Perhitungan :
(𝑑 –𝑒)
Kadar lignin = × 100%
𝑎
(𝑐 –𝑑)
Kadar selulosa = × 100%
𝑎
(𝑏 –𝑐)
Kadar hemiselulosa = × 100%
𝑎
Keterangan :
a = berat kering sampel (gram)
b = berat residu pertama (gram)
c = berat residu kedua (gram)
d = berat residu ketiga (gram)
e = berat residu keempat (gram)
dibiarkan sampai dingin. Setelah itu diencerkan sampai 250 mL dengan akuades
dan ditambahkan 6-7 tetes feroin 0.025 M. setelah itu, larutan dititrasi dengan
(𝑁 K2Cr 2O7 x Vol K2Cr 2O7 − (𝑁 FeSO 4 x 𝑉𝑜𝑙 FeSO 4)) x 0.003 x f
% C organik =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝑔𝑟𝑎𝑚 )
Keterangan :
0.003 : valensi Cr yang teroksidasi dalam gram
f : 0.77 (77% C yang dapat teroksidasi)
31
kemudian dipanaskan secara bertahap mulai dari suhu rendah hingga mendidih
sampai tidak ada uap yang terbentuk. Apabila sudah tidak ada uap, larutan
dalam labu ukur 100 mL dan ditepatkan hingga tanda batas. Selanjutnya, larutan
Keterangan :
Fp = faktor pengenceran
filtrat enzim (Volume total = 1 mL). Tabung/cuvet dikocok perlahan agar semua
bahan tercampur. Reaksi aktivitas enzim dilakukan pada suhu 20±1 ºC.
Absorbansi diukur pada waktu 0 dan 10 menit (atau lebih lama) pada panjang
Perhitungan :
∆OD310 x Vtotal (mL) x 109
Aktivitas enzim (U/mL)=
εmax x d x Venzim (mL) x t
Keterangan :
∆OD = selisih absorbansi pada 10 dan 0 menit
Vtotal = 1 mL
Venzim = 0,2 mL
32
εmax = absorpsivitas molar veratryl-alkohol 9300/M.cm
d = tebal bagian dalam kuvet (cm)
t = waktu reaksi aktivitas enzim (menit).
pH meter.
larutan fisiologis NaCl 0,85% kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Filtrat diambil lalu ditaruh ke dalam cawan porselein yang telah
diketahui bobotnya kemudian dioven pada suhu 60oC selama 1 hari untuk
kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Filtrat ditaruh ke dalam cawan porselein
lalu dioven pada suhu 60oC selama 1 hari untuk mengetahui bobot biomassa
fungi.
Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Cawan
kemudian diletakkan ke dalam desikator (15 menit) dan dibiarkan sampai dingin
tersebut. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
33
102-105oC selama 5-6 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan
rumus :
𝑏−𝑐
% kadar air = 𝑏−𝑎 x 100%
Keterangan :
a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan yg diisi dengan sampel (gram)
c = berat cawan yg sudah dikeringkan (gram)
desikator (30 menit) dan ditimbang (berat a). Cawan yang berisi sampel 2-3 gram
(berat b) dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105oC selama 5-6 jam lalu
sampai dingin kemudian ditimbang (berat c). Perhitungan kandungan abu dapat
Keterangan :
a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan dengan sampel (gram)
c = berat cawan dengan sampel yg sudah diabukan (gram)
34
3.4.7. Analisis Data
(ANOVA) pada SPSS versi 20.0 dengan batas kepercayaan sebesar 95% (α= 0,05)
dan uji lanjut Duncan. Pengujian hipotesis didasarkan pada ketetapan H0 dan H1.
35
BAB IV
Dextrose Agar (PDA) untuk dilakukan proses iradiasi. Dalam media padat,
resisten saat diiradiasi dibandingkan pada media cair Potato Dextrose Broth
(PDB).
25
Aktivitas lignin peroksidase (U/mL)
20
15
10
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Dosis iradiasi gamma (Gray)
600 Gray pada medium substrat kayu jati putih dengan aktivitas enzim lignin
peroksidase yaitu sebesar 22,18 U/mL. Hasil uji statistik Duncan memperlihatkan
beda nyata pada dosis 600 Gray dengan dosis lainnya (Lampiran 8). Peningkatan
aktivitas enzim lignin peroksidase (LiP) yang terjadi pada dosis 600 Gray,
36
disebabkan dosis yang diberikan merupakan dosis yang tertinggi yang
menyebabkan fungi mengalami kerusakan sel yang lebih besar sehingga fungi
tersebut memproduksi enzim yang lebih besar, oleh karena itu akan meningkatkan
aktivitas enzimatis (Wahyudi et al., 2005). Selain itu, dosis yang diberikan
fermentasi fase cair selama 4 hari dengan menggunakan media substrat kayu jati
mangan peroksidase (MnP), dan lakase. LiP merupakan enzim yang mengandung
heme dengan potensial redoks yang tinggi yang membutuhkan dua metabolit
utama agar dapat bekerja. Metabolit tersebut adalah hidrogen peroksida (H2O2)
dan veratril alkohol yang digunakan sebagai mediator untuk reaksi redoks. MnP
juga merupakan enzim yang mengandung heme dan menggunakan H2O2 untuk
mekanisme kerjanya sama seperti LiP namun MnP tidak memiliki kemampuan
yang sama untuk mengoksidasi substansi dengan potensial redoks yang lebih
tinggi.
37
Dosis optimum pada Phanerochaete chrysosporium dengan dosis iradiasi 0, 200,
400, 600, 800, dan 1000 Gray dapat dilihat pada Gambar 8. Penggunaan iradiasi
gamma dosis rendah 0 – 1000 Gy karena pada dosis ini merupakan dosis yang
dahulu dioksidasi oleh H2O2, untuk membentuk zat antara. Zat ini selanjutnya
direduksi oleh sebuah elektron dan membentuk zat kedua yang bersifat radikal.
metabolit sekunder yang juga dihasilkan oleh fungi. Ditemukan bahwa beberapa
substrat tertentu yang tidak dapat dioksidasi oleh lignin peroksidase akan
al., 2008). Dikatakan bahwa H2O2 dan veratril alkohol merupakan mediator dalam
gamma meningkat. Hal ini mungkin dasar penjelasan bahwa variasi dosis radiasi
gamma dapat merusak sel DNA, sehingga secara bersamaan dibutuhkan perbaikan
38
1996). Kelangsungan hidup spora Phanerochaete chrysosporium menunjukkan
Interaksi sinar gamma dengan suatu sel akan menghasilkan radikal bebas
atau spesi oksigen reaktif di antaranya adalah radikal superoksida (O-2), radikal
hidroksil (OH·), dan hidrogen peroksida (H2O2) (Salter dan Hewitt, 1992).
Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan
bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap
fagosit dan reaksi katalisa superoksida, hidrogen peroksida dan kelompok oksigen
reaktif (ROS) lainnya pada saat bertemunya bakteri dengan fagosit teraktifasi.
Kelebihan elektron yang terjadi dari rantai transport elektron, misalnya yang ada
menghasilkan superoksida.
komponen sel sehingga memicu terjadinya stres oksidatif. Sebagai akibat dari
39
stress yang ditimbulkan, sel tersebut akan mengembangkan mekanisme proteksi
untuk melawan efek oksigen reaktif dengan menghasilkan enzim yang lebih
bagian terinduksi untuk menghasilkan enzim yang lebih banyak daripada sebelum
diradiasi.
Sebelum dilakukan proses fermentasi fase padat, kayu jati putih (Gmelina
arborea Roxb.) dipreparasi terlebih dahulu dengan perlakuan fisik dan kimia.
Soejono, 1987). Luas permukaan yang lebih besar akan mempermudah aktivitas
serbuk kayu jati putih dengan larutan NaOH 1% dan H2SO4 1% selama 1 jam.
40
C C B
B
A A
(1) (2)
Gambar 10.Substrat Kayu Jati Putih Setelah Pre-Treatment. (1) Substrat sebelum
di oven, A. Tanpa pre-treatment (Kontrol). B. Pre-treatment dengan
H2SO4 1%. C. Pre-treatment dengan NaOH 1%. (2) Substrat setelah
di oven, A. Tanpa pre-treatment (Kontrol). B. Pre-treatment dengan
H2SO4 1%. C. Pre-treatment dengan NaOH 1%.
H2SO4 1%, terjadi perubahan komposisi kimia kayu jati putih akibat proses
degradasi. Hasil analisis karakteristik substrat kayu jati putih (Gmelina arborea
Roxb.) yang digunakan dalam penelitian ini dengan pretreatment dapat dilihat
pada Tabel 3.
Persentase kadar lignin pada sampel K1, K2, dan K3 berturut-turut yaitu
41
terhadap persentase kadar lignin dalam substrat dan perubahan komposisi kimia
kayu lainnya, karena dengan adanya pretreatment kimia terjadi degradasi tahap
awal pada lignin. Dimana penurunan persentase kadar lignin berbanding terbalik
Persentase kadar selulosa pada sampel K1, K2, dan K3 masing-masing yaitu
43,39%, 48,13%, dan 53,40%. Hal ini terlihat bahwa pretreatment menggunakan
kimia menggunakan H2SO4 1%, menunjukkan penurunan kadar lignin yang paling
banyak, yaitu 35,1% pada biomasa serbuk kayu sengon dan 29,3% pada biomasa
ini dapat merusak struktur lignin pada bagian kristalin dan amorf serta
antara ketiga pelarut tersebut yang paling baik digunakan adalah NaOH.
(2013), menyatakan bahwa larutan NaOH dapat menyerang dan merusak struktur
lignin pada bagian kristalin dan amorf serta memisahkan sebagian hemiselulosa.
42
Proses pretreatment pada bahan lignoselulosa perlu dilakukan untuk
sehingga selulosa mudah diakses oleh enzim yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida. Larutnya lignin disebabkan akibat ion OH- dari NaOH akan
memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin sedangkan ion Na+ akan
berikatan dengan lignin membentuk natrium fenolat. Garam fenolat ini bersifat
mudah larut (Dashtban et al., 2009). Pernyataan tersebut didukung oleh Rosdiana
et al. (2013), bahwa lignin dalam larutan NaOH akan membentuk garam fenolat
yang larut dalam air. Apabila garam fenolat terbentuk maka ikatan antara selulosa
dengan lignin akan lepas sehingga diperoleh selulosa dalam keadaan bebas lignin
43
Lignin yang terlarut ditandai dengan warna hitam pada larutan yang
disebut lindi hitam (black liquor). Hasil yang diperoleh yaitu berkuranganya berat
sampel dan terjadinya perubahan fisik serta berubahnya warna serbuk kayu jati
putih. Hal ini dapat diduga bahwa kandungan lignin yang terdapat pada serbuk
kayu jati putih telah hilang dan lepas sehingga didapatkan sampel selulosa yang
lignoselulosa. Asam sulfat pada konsentrasi di bawah 4%, telah banyak menarik
studi karena murah dan efektif. H2SO4 encer telah digunakan untuk memproduksi
furfural dari selulosa materials (Zeitsch, 2000). H2SO4 encer komersial dicampur
dengan biomassa untuk menghidrolisis hemiselulosa ke xilosa dan gula lain dan
kemudian terus memecah xilosa bawah untuk membentuk furfural (Mosier et al.,
2005).
Pretreatment dengan H2SO4 encer dapat mencapai reaksi yang tinggi dan
hidrolisis yang memutuskan ikatan antara lignin dan selulosa, tetapi pemutusan
44
yang bersifat acak menyebabkan kadar lignin yang diperoleh pun tidak
mempunyai pola yang teratur. Pengendapan lignin dalam hidrolisat dengan katalis
menyebabkan terjadinya protonasi gugus eter pada atom Cα dari benzil. Protonasi
oksonium.
Gambar 13. Pretreatment H2SO4 pada Lignin (Arianie dan Idiawati., 2011).
Skema reaksi hidrolisis dengan asam yaitu proton dari asam akan
berinteraksi secara cepat dengan ikatan glikosidik oksigen pada dua unit gula
sehingga akan membentuk asam konjugasi (Xiang et al., 2003). Proses tersebut
glukosa.
4.3. Fermentasi Serbuk Kayu Jati Putih dengan Metode SSF (Solid State
Fermentation)
Fermentasi serbuk kayu jati putih dengan metode SSF (Solid State
selama 21 hari dengan perbandingan substrat dan liquid sesuai atau WHC 1:6.
nutrisi atau Mineral Salts Medium (MSM) memiliki peran penting pada proses
45
fermentasi karena mempengaruhi kestabilan mikroorganisme (Somda et al.,
termasuk pembelahan sel dan proses metabolismenya (Birch dan Walker, 2000).
vitamin yang dibutuhkan sel (Haltrich et al., 1996) sedangkan amonium sulfat
merupakan sumber nitrogen yang selanjutnya digunakan oleh fungi untuk sintesis
asam amino. Yeast extract pada dasarnya berisi asam glutamat yang merupakan
sumber nitrogen. Nitrogen berperan dalam degradasi lignin sebagai bagian dari
media cair Potato Dextrose Broth (PDB). Tujuannya adalah mengadaptasikan sel
terhadap medium fermentasi (serbuk kayu jati putih), sehingga mempersingkat lag
phase (fase adaptasi) dan pertumbuhan fungi akan maksimum dalam waktu yang
4.3.1. Nilai pH
46
8,5
8,0
pH medium fermentasi
7,5
7,0
6,5
6,0 K1F1 K2F1 K3F1
5,5 K1F2 K2F2 K3F2
5,0
0 7 14 21
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 14. Perubahan pH oleh Phanerochaete chrysosporium terhadap Proses
Fermentasi Serbuk Kayu Jati Putih Selama 21 Hari.
Pada hari ke-21 pH yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 21 hari berada
pada kisaran pH 5,5 sampai dengan pH 8,3. Pada hari ke 7 dan 14 nilai pH
kerja enzim. Kondisi pH yang optimum akan membantu enzim untuk mengkatalis
suatu reaksi dengan baik. Enzim tidak dapat bekerja pada pH yang terlalu rendah
chrysosporium menurut Fadilah et al. (2008), ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu penambahan nutrisi dalam medium seperti KH2PO4 ataupun urea dimana
ion H+ dalam urea menyumbang lebih banyak dibanding ion K+ sehingga dengan
47
banyaknya sumbangan ion H+ menyebabkan nilai pH menjadi rendah
Selain itu, jika kadar air tinggi ada kecenderungan pH menjadi turun karena
kelarutan H+ akan menjadi tinggi begitupun sebaliknya jika kadar air rendah
untuk bertukar dengan H+ menjadi lebih besar. Temperatur proses fermentasi juga
mempengaruhi nilai pH. Penelitian ini proses fermentasi dilakukan pada suhu
kamar berkisar 28-32ºC, berbeda jika proses fermentasi dilakukan pada suhu 40ºC
pada suhu ini dapat mendegradasi lebih tinggi sehingga lepasnya ion H+ menjadi
lebih tinggi pula yang menyebabkan pembentukan asam menjadi lebih tinggi.
dengan substratnya. Pada Gambar 15, dapat dilihat bahwa bobot biomassa fungi
optimum pada hari ke 14. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji statistik Duncan
48
25
15
10
medium sehingga pertumbuhan populasi masih sangat sedikit. Fase ini disebut
dengan fase lamban atau lag phase. Setelah lag phase, fungi akan memasuki fase
pertumbuhan logaritma atau eksponensial. Pada fase ini, sel membelah dengan
pengamatan menunjukkan bahwa fase stationer berada pada hari ke-14 di mana
chrysosporium tumbuh dengan baik karena terdapat kecocokan sifat fungi dengan
et al., 2013).
Pada hari ke-21, bobot biomassa fungi mengalami penurunan hampir pada
semua sampel. Hal ini disebabkan karena habisnya nutrisi yang terkandung dalam
49
medium sehingga menyebabkan beberapa sel fungi mati (Pelczar, 2006). Akan
tetapi, bobot biomassa fungi bertambah pada sampel K3F1. Hal ini diduga terjadi
karena terbentuknya sel-sel fungi yang baru akibat adanya glukosa hasil
fermentasi serbuk kayu jati putih yang menjadi sumber energi untuk metabolisme
80
Kadar air (%)
75
70
K1F1 K2F1 K3F1
K1F2 K2F2 K3F2
65
0 7 14 21
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 16. Grafik Perubahan Kadar Air pada Fermentasi Selama 21 Hari.
K3F1 dan K3F2 pada hari ke-0 yang disebabkan oleh pretreatment di awal
fermentasi menggunakan H2SO4 1% (Lampiran 8). Kadar air tertinggi adalah pada
Pada proses fermentasi, kadar air berfungsi untuk proses transport nutrien
50
pada proses fermentasi terjadi perombakan karbohidrat menjadi gula-gula
sederhana yang kemudian diubah menjadi energi dengan hasil sampingan berupa
metabolit, alkohol, asam, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) sehingga akan
meningkatkan kadar air pada bahan kering. Dengan kata lain, kadar air yang
glukosa menjadi CO2 dan H2O semakin tinggi. Pengurangan kadar air yang terjadi
juga dapat disebabkan oleh pemanfaatan air tersebut oleh fungi untuk proses
metabolisme dalam tubuhnya. Fungi dapat tumbuh dengan baik pada kelembaban
kurang lebih 80%, dan pada kondisi lingkungan yang hipotonik cairan dari
lingkungan akan masuk ke dalam sel fungi. Keadaan yang kering dapat
hari ke-21 pada keenam sampel uji, seperti yang terlihat pada Gambar 17.
98
97
96
0 7 14 21
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 17. Peningkatan Kandungan Bahan Organik Substrat.
51
Kandungan bahan organik serbuk kayu jati putih pada hari ke-0 pada
keenam sampel berkisar 97% hingga 98% dan cenderung meningkat setelah
penguraian zat-zat makanan yang sukar larut sehingga kandungan bahan organik
dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno et al. (1980), bahwa
fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari
mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi
kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik
Selama waktu fermentasi, kadar abu serbuk kayu jati putih mengalami
penurunan hingga hari ke-21 fermentasi, dapat dilihat pada Gambar 18. Rataan
kandungan abu sebelum fermentasi keenam sampel berkisar 2,4% hingga 3,3%
dan mengalami perubahan selama proses fermentasi yang berkisar 1,0% hingga
oleh perubahan bahan organik yang terjadi selama proses biokonversi (Haddadin
et al., 2009).
3,5
3,0
2,5
Kadar abu (%)
2,0
1,5
1,0
K1F1 K2F1 K3F1
0,5 K1F2 K2F2 K3F2
0,0
0 7 14 21
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 18. Grafik Penurunan Kadar Abu Proses Fermentasi Selama 21 Hari.
52
Meskipun terlihat jelas penurunan yang terjadi pada kadar abu substrat
selama proses fermentasi, tetapi berdasarkan hasil uji statistik Duncan kandungan
abu pada serbuk kayu jati putih yang difermentasi oleh fungi Phanerochaete
(Lampiran 5). Menurunnya kadar abu dari suatu bahan berhubungan erat dengan
bahwa kadar serat kasar dan kandungan abu mempunyai hubungan yang positif
4.4. Hasil SSF (Solid State Fermentation) Serbuk Kayu Jati Putih dengan
Phanerochaete chrysosporium selama 21 Hari
Proses fermentasi yang dilakukan selama 21 hari dengan metode Solid
sampel serbuk kayu jati putih, dimana proses degradasi lignin menggunakan fungi
sampel.
dapat dilihat rataan kandungan lignin serbuk kayu jati putih pada hari ke-0
serbuk kayu jati sekitar 28%. Perubahan kandungan lignin pada substrat terjadi
keenam sampel.
53
Tabel 4. Efisiensi Degradasi Lignin (%).
Waktu fermentasi
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Hari ke-
Lignin hari ke-0, % 31,28 30,03 27,92 31,28 29,99 27,94
Lignin hari ke-21, % 28,69 23,36 24,20 23,91 24,41 20,77
Efisiensi deg.lignin, % 8,28 22,20 13,34 23,56 18,62 25,65
ini dapat dilihat dari kandungan bahan terlarut, hemiselulosa, selulosa, dan kadar
abu (Lampiran 5). Degradasi lignin merupakan reaksi spontan upaya memenuhi
lignoselulosa ini akan dimanfaatkan oleh fungi untuk pertumbuhan yang berarti
akan menekan proses degradasi lignin dan aktivitas degradasi akan terjadi kembali
jika ketersediaan nutrien dalam media berkurang. Degradasi lignin akan membuka
pendegradasi lignin yaitu pada hari ke-10 dan hari ke-21. Hasil senada dilaporkan
oleh Couto et al. (2001), bahwa terjadi beberapa puncak produksi enzim
54
Tabel 5. Peningkatan Kadar Selulosa (%).
Waktu fermentasi
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Hari ke-
Selulosa hari ke-0, % 43,39 48,13 53,40 43,40 48,07 53,43
Selulosa hari ke-21, % 47,91 54,13 50,20 55,79 50,02 50,68
Peningkatan, % 10,43 12,47 -5,99 28,54 4,05 -5,15
yaitu sampel K3F1 pada hari ke-0 sebesar 53,40% turun pada hari ke-21 menjadi
50,20%, begitu pula pada sampel K3F2 dari 53,43% menjadi 50,68%. Hal inilah
yang menyebabkan persentase peningkatan kadar selulosa pada sampel K3F1 dan
kadar selulosa ini diakibatkan oleh peningkatan produksi enzim pemecah selulosa.
yang dapat dimanfaatkan. Kapang akan memanfaatkan nutrien yang ada, termasuk
dan Suparjo, 2011). Depolimerisasi dan demineralisasi lignin oleh fungi menjadi
55
Proses delignifikasi dengan metode fermentasi fase padat yang dilakukan
substrat.
kadar ekstraktif
4
Kadar Ekstraktif (%)
3
0
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
3,27%. Sedangkan kadar ekstraktif terendah pada sampel K1F2, sampel tanpa
terekstrak oleh pelarut yang digunakan. Begitu pula yang terjadi terhadap
perubahan kadar abu pada sampel (Lampiran 5). Peningkatan kadar abu yang
terjadi setelah proses fermentasi karena munculnya mineral dalam kayu setelah
terserang oleh fungi yang disebabkan oleh hasil metabolik organisme tersebut
(Fengel dan Wagener, 1995). Perubahan kadar zat ekstraktif pada substrat kayu
jati putih diduga karena adanya penguapan zat-zat ekstraktif yang bersifat volatil
pada suhu fermentasi. Selain itu jenis ekstraktif pada kayu jati yang bersifat racun
56
terhadap mikroorganisme, menyebabkan fungi Phanerochaete chrysosporium
tidak tumbuh dengan baik di media serbuk kayu jati (Irawati et al., 2009).
dilihat pada Gambar 20. Karbon organik dalam sampel dioksidasi oleh dikromat
dalam suasana asam. Ion Cr3+ yang terbentuk setara dengan C organik yang
teroksidasi (Allinson, 1973). Zat organik dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam
keadaan asam. Bahan organik akan dioksidasi oleh kalium dikromat menjadi gas
CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium dikromat atau K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen. Reaksi oksidasi zat organik sebagai berikut:
40
35
Kadar C Organik (%)
30
25
20
15
10
5
0
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Berdasarkan hasil uji statistik Duncan, fungi dengan dosis yang berbeda
organik pada proses fermentasi (Lampiran 8). Hasil menunjukkan bahwa kadar C
57
kadar C organik dalam sampel yang tertinggi yaitu sampel K2F2 dengan persen
kadar C organik yang diukur pada hari ke-0 dan hari ke-21 fermentasi. Sedangkan
pada sampel K3F1 persentase perubahan kadar C organik yaitu sebesar -18,43%,
hasil minus pada sampel ini karena perubahan yang terjadi pada fermentasi hari
minus. Peningkatan yang terjadi terhadap kadar C organik ini karena jumlah
karbon yang dihasilkan selama proses fermentasi cukup tinggi. Begitu pula
bentuk senyawa organik. Sumber karbon dibutuhkan untuk keperluan energi dan
Penentuan kadar total nitrogen dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
Kjehdahl. Hasil penegukuran kadar nitrogen dalam sampel substrat kayu jati putih
0,6
Total N, %
0,5
0,4
0,3
0,2
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Gambar 21. Perubahan Total Nitrogen Selama Proses Fermentasi.
58
Hasil menunjukkan bahwa kadar total nitrogen tertinggi pada sampel
substrat dan fungi dengan dosis yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
kadar total nitrogen terjadi karena perubahan unsur nitrogen dari ammonium
sulfat yang ditambahkan pada awal fermentasi menjadi asam amino oleh fungi
disebabkan oleh kenaikan jumlah massa sel fungi. Perubahan kadar total nitrogen
terendah terdapat pada sampel K3F2 sebesar 22,47%. Nitrogen merupakan salah
satu nutrisi yang dibutuhkan oleh fungi untuk pertumbuhannya. Senyawa nitrogen
organik pada umumnya berasal dari protein yang terdiri dari asam-asam amino
yang diuraikan dengan bantuan enzim, sedangkan dalam bentuk anorganik diserap
tidak dapat ditumbuhi miselium fungi, akan tetapi kelebihan nitrogen pada
protein yang ada pada media. Kadar total N ditentukan dengan metode Kjeldahl
melalui 3 tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi (Winarno, 1995). Destruksi
mengubah unsur-unsur organik seperti karbon dan hidrogen menjadi CO2 dan
H2O serta mengubah unsur N pada sampel menjadi ammonium sulfat, (NH4)2SO4.
59
Tahap selanjutnya adalah destilasi. Pada tahap ini, (NH4)2SO4 dipecah
selanjutnya akan ditangkap oleh asam borat yang telah ditambahkan indikator
dengan cara titrasi menggunakan larutan HCl. Jumlah ion borat yang bereaksi
tersebut akan ekivalen dengan jumlah H+ dari HCl sehingga untuk menentukan
kadar N cukup dengan mengetahui berapa ion borat yang bereaksi. Akhir titrasi
dan titik ekuivalen ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi
60
BAB V
5.1. Simpulan
bahwa :
peroksidase optimum pada dosis iradiasi 600 Gray sebesar 22,18 U/mL
5.2. Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dalam
penentuan gugus fungsi dalam molekul yang terdapat pada substrat kayu hasil
61
DAFTAR PUSTAKA
Allison, F.E. 1973. Soil Organic Matter and Its Role In Corp Production. Elsevier
Sci. Pub.Company, New York.
Almasyhuri, Ridwan E., H. Yuniati, and Hermana. 1999. Effect of Fermentation
to Protein Content and Amino Acid of Cassava. PGM., 22: 55-61.
Arianie, L. dan Idiawati, N. 2011. Penentuan Lignin dan Kadar Glukosa dalam
Hidrolisis Organosolv dan Hidrolisis Asam. Sains dan Terapan Kimia, 5(2)
: 140-150.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 1986. Sediaan Galenik, 1-34.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Badan Standar Nasional (BSN). 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. 01-
2891-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta: BSN.
Badan Standar Nasional (BSN). 2008. Pulp dan Kayu - Cara Uji Kadar Lignin -
Metode Klason. 0492: 2008.
Badan Standar Nasional (BSN). 2010. Pupuk NPK Padat. 2803:2010, 1-18.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 2009. Pemuliaan. Badan Tenaga
Nuklir Nasional. http://www.batan.go.id/patir/2009/pemuliaan/htmL.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 2009. Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta
(ID): PPP BATAN
Baharuddin. 2005. Pemanfaatan Serbuk Kayu Jati (Tectona grandis L) yang
Direndam Dalam Air Dingin sebagai Media Tumbuh Jamur Tiram
(Pleorotus comunicipae). Jurnal Perrenial: 2(1). 1-5.
62
Bhargav, S., Panda, B.P., Ali, M., Javed, S. 2008. Solid State Fermentation: An
Overview. Chem, Biochem, Eng Q. 22 (1) 49-70.
Birch, R.M., and Walker, G.M. 2000. Influence of Magnesium Ions on Heat
Shock and Ethanol Stress Responses of Saccharomyces cerevisiae.
Enzymol. Microbiol. Tech. 26:678-687.
Boerjan, W., Ralph, J., and Baucher, M. 2003. Lignin Biosynthesis. Annu Rev
Plant Biol, 54 : 519-546.
Bonnen, A.M., Anton, L.H., and Orth, A.B. 1994. Lignin-degrading Enzymes of
The Commercial Button Mushroom, Agaricus bisporus. Appl. Environ.
Microbiol., 60: 960-965.
Boominathan, K.S., Dass, B., Randall, T.A., and Reddy, C.A. 1990. Nitrogen-
deregulated Mutants of Phanerochaete chrysosporium-a Lignin Degrading
Basidiomycetes. Arch. Microbiol., 153: 521-527.
Boyce, J.S. 1961. Forest Phatology, 3rd ed. McGraw-Hill, New York, 572.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2012. Petunjuk Teknik
Penanganan Limbah Lingkungan Hidup.
www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuPetnisLimbLH/06KAYU.pdf. 159-
168.
Cannel, E., and Moo-Young, M. 1980. Solid-State Fermentation System. Process
Biochemistry, 15 (5) : 2-7.
Couto, S. R., Rättö, M., Domınguez, A., and Sanromán, A. 2001. Strategies for
Improving Ligninolytic Enzyme Activities in Semi-Solid-State Bioreactors.
Process Biochemistry, 36, 995-999.
Dashtban, M., Schraft, H., and Qin, W. 2009. Fungal Bioconversion of
Lignocellulosic Residues; Opportunities & Perspectives. Int Biology
Science, 5: 578–595.
Day, R.A., dan Underwood, A.L, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima,
Penerbit Erlangga, Jakarta, Hal 390.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah:
M.Muljohardjo. UI-Press, Jakarta
Djuarnani, N., Kristian, dan Budi, S. 2008. Cara Cepat Membuat Kompos.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Duff, S.J.B., and Murray. 1996. Biocoversion of Forest Products Industry Waste
Cellulosics to Fuel Ethanol: A Review. Bioresour. Technol.,96:2019-2025.
Dumanauw, J.F. 2001. Mengenal Kayu. Jakarta : PT. Gramedia.
63
Fadilah dan Distantina, S. 2009. Delignifikasi Ampas Batang Aren : Pembanding
Pengaruh Penambahan Glukosa dengan Penambahan Tetes. Ekuilibrium, 8
(2) : 19-25.
Fadilah, Distantina, S., Artati, E.K., dan Jumari, A. 2008. Biodelignifikasi Batang
Jagung dengan Fungi Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium.
Ekuilibrium, 7 (1) : 7-11.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fateta IPB. Bogor.
Fengel, D., and Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi.
Edisi 1. Satrohamidjojo H, penerjemah. Terjemahan dari Wood : Chemistry,
Ultrastructure, Reaction. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Haddadin, M.S.Y., Haddadin, J., Arabiyat, O.I., and Hattar, B. 2009. Biological
Conversion of Olive Pomace Into Compost by Using Trichoderma
harzianum and Phanerochaete chrysosporium. Biores. Technol. 100:4773–
4782
Haltrich, D., Nidetzky, B., Kulbe, K.D., Steiner, W., and Zupancic, S. 1996.
Production of Fungal Xylanases. Biores. Technol., 58: 137-161.
Hamzah, A., Zarin, M.A dan Hamid, A.A. 2012. Optimal Physical and Nutrient
Parameters for Growth of Trichoderma virens. Sains Malaysiana Vol. 41:
1(71-79)
Hatakka, A. 2001. Biodegradation of Lignin. In: Steinbüchel A. (ed.)
Biopolymers. Vol 1: Hofrichter M., Steinbüchel A. (eds.) Lignin, Humic
Substances and Coal. Wiley-VCH, Germany, 129-180.
Herbert, R.B. 1996. Biosintesis Metabolit Sekunder. Alih Bahasa Bambang
Srigandono. Penerbit IKIP Semarang Press. Semarang, 103-123.
Herliyana, E.N. 1997. Potensi Schizophyllum commune dan Phanerochaete
chrysosporium untuk Pemutihan Pulp Kayu Acacia mangium dan Pinus
merkusii. Tesis, Bogor: Program Studi Entomologi/Fitopatologi Program
Pascasarjana IPB
Hesseltine, C.W. 1977. Solid State Fermentation. Part I. Process Biochem. 12:
24–27.
Hilakore, M.A. 2008. Peningkatan Kualitas Nutrisi Putak Melalui Fermentasi
Campuran Trichoderma reesei dan Aspergillus niger sebagai Pakan
Ruminansia. Tesis. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Holmgren, A., Brunow, G., Henriksson, G., Zhang, L., and Ralph, J. 2006. Non-
enzymatic Reduction of Quinone Methides During Oxidative Coupling of
64
Monolignols: implications for the origin of benzyl structures in lignins. Org
Biomol Chem, 4 : 3456-3461.
Howard, R.L., Abotsi, E., Jansen, E.L., and Howard, S. 2003. Lignocellulose
Biotechnology : Issue of Bioconversion and Enzyme Production. African of
Biotechnology, 2 (12) : 602-619.
Ilmi, I.M., dan Kuswytasari, N.D. 2013. Aktifitas Enzim Lignin Peroksidase oleh
Gliomastix sp. T3.7 pada Limbah Bonggol Jagung dengan Berbagai pH dan
Suhu. Sains dan Seni Pomits, 2 (1) : 2337-3520.
Indriani, D.O., Sriherfyna, F.H., and Wardani, A.K. 2015. Invertase of Aspergillus
niger with Solid State Fermentation Method and The Application in
Industry. Pangan dan Agroindustri, 3 (4) : 1405-1411.
Irawati, D. 2006. Pemanfaatan Serbuk Kayu untuk Produksi Etanol [tesis]. Bogor:
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Irawati, D., Azwar, N.R., Syafii, W., dan Artika, I.M. 2009. Pemanfaatan Serbuk
Kayu untuk Produksi Etanol dengan Perlakuan Pendahuluan Delignifikasi
Menggunakan Fungi Phanerochaete chrysosporium. Ilmu Kehutanan, 3 (1).
Jatiman, S. dan Soetrisnanto, A.Y. 1986. Buku Pengetahuan Nuklir. Jakarta:
Karunika UT.
65
Kristina, Sari, E.R., dan Novia. 2012. Alkaline Pretreatment dan Proses Simultan
Sakarifikasi Fermentasi untuk Produksi Etanol dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Jurnal Teknik Kimia, 18 (3).
Kusumaningati, M.A., Nurhatia, S., dan Muhibbudin, A. 2013. Pengaruh
Konsentrasi Inokulum Bakteri Zymomonas mobilis dan Lama Fermentasi
pada Produksi Etanol dari Sampah Sayur dan Buah Pasar Wonokromo
Surabaya. Sains dan Seni Pomits, 2 (2) : 2337-3250.
Lydia, A., Sjarief, S.H., Sutarmi, A., dan Sudrajad, D. 1994. Pengaruh Kapang
Iradiasi untuk Produksi Glukosa dari Tepung sagu. Majalah BATAN. 27: 3–
4, 25–34.
Mitcham, E. J. 1999. Innovations in Quarantine. In S. Ben-Yehoshua [ed.],
Environmentally Friendly Technologies for Agricultural Produce Quality.
Taylor & Francis, Boca Raton, FL., 113-131.
Mosier, N., Wyman, C.E., Dale, B.E., Elander, R.T., Lee, Y.Y., Holtzapple, M.,
and Ladisch, M. 2005. Features of Promising Technologies for Pretreatment
of Lignocellulosic Biomass. Biores. Technol, 96:673–686.
Mulder, M.M., Pureveen, J.B.M., and Boon, J.J. 1991. An Analytical Pyrolysis
Mass Spectrometric Study of Eucryphia Cordifolia Wood Decayed by
White-Rot and Brown-Rot Fungi. Anal. Appl. Pyrolisis, 19:175-191.
Murni, R. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan.
Laboratorium Makanan Ternak. Jambi: Universitas Jambi [Online].
Mutreja, R., Das, D.G., and Goyal, A. 2011. Bioconversion of Agricultural Waste
to Ethanol by SSF Using Recombinant Cellulase from Clostridium
thermocellum. Enzyme research. [DOI:10.4061/2011/340279].
Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan
Phanerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi.
Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
AGRINAK. Vol . 01 No. 1: 1–10
Ortega, N.O., Nitschke, M., Mouad, A.M., Landgraf, M.D., Rezende, M.O.O.,
Seleghim, M.H.R., Sette, L. D. and Porto, A.L.M. 2011. Isolation of
Brazilian Marine Fungi Capable of Growing on DDD Pesticide.
Biodegradation, 22(1): 43-50.
Pangesti, N.W.I., Arini, P., dan Estu, R.N. 2012. Pengaruh Penambahan Molase
pada Produksi Enzim Xilanase oleh Fungi Aspergillus niger dengan Substrat
Jerami Padi. Bioteknologi, 9(2): 41-48.
Pelczar, M.J.Jr dan Chan, E.C.S. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.
Hadioetomo R.S., Imas T., Tjitrosomo S. S., Angka S.L., Penerjemah;
Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of microbiology.
66
Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. de ls Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation
and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin: an
overview. Int Microbiology 5: 53-63
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor: IPB
Press.
Prabakhar, A., Krishnaiah, K., Janaun, J., and Bono, A. 2005. Review Article an
Overview Engineering Aspects of Solid State Fermentation. Malaysian of
Microbiology, 1(2): 10 -16.
Puspita, I.D. 2007. Aktivitas Enzim Ligninasi Isolat Pleurotus spp. Liar Asal
Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Penerbit Arcan.
Rahayuningsih, M. 2003. Toksisitas dan Aktivitas Dipterosidal Bioinsektisida
Bacillus thuringiensis israelensis Tipe Liar dan Mutan pada Berbagai
Formulasi Media dan Kondisi Kultivasi. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Raimbault, M. 1988. General and Microbial Aspects of Solid State Fermentation.
Electronic Journal of Biotechnology, Vol. 1 No.3.
Ralph, J., Brunow, G., Harris, P.J., Dixon, R.A., Schatz, P.F., and Boerjan, W.
2008. Lignification: Are lignins biosynthesized via simple combinatorial
chemistry or via proteinaceous control and template replication. In F.
Daayf, A. El Hadrami, L. Adam and G. M. and Ballance (eds.), Recent
Advances in Polyphenol Research. Wiley-Blackwell Publishing, Oxford,
UK.
Riganakos, K.A. 2010. Food Irradiation Techniques. Dalam I.S. Arvanitoyannis
(ed.). Irradiation of Food Commodities. Academic Press, USA.
Rini, D.S. 2002. Minimalisasi Limbah Industri Pulp and Paper. Lembaga kajian
Ekologi dan Konservasi Basah.
Risdianto, H., Setiadi, T., Suhardi, S.H., dan Nipoperbowo, W. 2007. Pemilihan
Spesies Jamur dan Media Amobilisasi untuk Produksi Enzim Lignolitik.
Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses. ISSN:1411-4216.
Rosdiana, N.S., Sarjono, P.R., dan Mulyani, N.S. 2013. Aktivitas Fusarium
oxysporim dalam Menghidrolisis Eceng Gondok (Eichhrnia crassipes)
dengan Variasi Temperatur. Chem info, 1 (1) : 220-225.
Safaria, S. 2013. Efektivitas Campuran Enzime Selulase dari Aspergilus niger dan
Trichoderma reesei dalam Menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa. ISSN:
2303-1077, 2(1) : 46-51
Salter, L., and Hewitt, C.N. 1992. Ozone–hydrocarbon in Plants. Photochemistry, 31
(4): 4045-4050.
67
Sembiring, P. 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti sawit dengan
Phanerochaete chrysosporium dan Implikasinya terhadap Performans
Ayam Broiler. Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung.
Setyawati, H., dan Rahman, N.A. 2010. Bioetanol dari Kulit Nanas dengan
Variasi Massa Saccharomyces Cereviceae dan Waktu Fermentasi. Skripsi,
Institut Teknologi Nasional, Malang.
Shah, A. R and Madamwar, D. 2005. Xylanase Production Under Solid-State
Fermentation and its Characterization by an Isolated Strain of Aspergillus
foetidus in India. World of Microbiology & Biotechnology, 21: 233–243.
Siagian, E.C. 1980. Mikrobiologi Dasar. Pusdiklat BATAN, Jakarta.
Singhania, R.R., Anil K.P., Carlos R.S., and Ashok P. 2009. Review Recent
Advances in Solid-State Fermentation. Biochemical Engineering, 44: 13-18.
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar Penggunaan. Edisi 2. Penerjemah:
Sastrohamidjojo. Penyunting: Prawirohatmodjo. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Terjemahan dari : Wood ; Chemistry.
Somda, M.K., Aly S., Nicolas B., Philippe T., and Alfred S.T. 2011. Effect of
Minerals Salts in Fermentation Process using Mango Residues as Carbon
Source for Bioethanol Production. Asian of Indust. Engineering, 3(1): 29-38
Srebotnik E., Jensen, K.A., and Hammel, K.E. 1994. Fungal Degradation of
Recalcitrant Nonphenolic Lignin Structure Without Lignin Peroxidase.
Proc Natl Acad Sci, 91:12794-12797.
Sreedhar, M., Chaturvedi, A., Aparna, M., Kumar, P. D., Singhai, R.K and Babu,
V. 2013. Influence of γ- radiation Stress on Scavenging Enzyme Activity
and Cell Ultra Structure in Groundnut (Arachis hypogaea L.). Applied
Science Resource. Vol. 4 No. 2: 35-44.
Sudaryati, Y.S., dan Djajasukma E. 1990. Pengaruh Iradiasi Sinar Neutron
terhadap Produksi Enzim Selulase dan Amilase oleh Aspergillus niger pada
Media Dedak. BATAN, Jakarta.
Sudiyani, Y., Sembiring, K.C., Hendarsyah, H., and Alawiyah, S. 2010. Alkaline
Pretreatment and Enzymatic Saccharification of Oil Palm Empty Fruit
Bunch Fiber for Ethanol Production. Menara Perkebunan, 78 (2) : 70-74.
Syafrizal, dan Ichsan, R. 2007. Aktivitas Enzim Ligninolitik Fungi Pelapuk Putih
Omphalina sp. dan Pleurotus ostreatus pada Limbah Lignoselulosa.
FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tuomela, M., Vikman, M., Hatakka, A., and Itavaara, M. 2000. Biodegradation of
Lignin in a Compost Environment. Bioresource technology, 72 : 169-183.
Utomo, R.S., dan Soejono. 1987.Singkronisasi Degradasi Energi dan Protein
Dalam Rumen Pada Ransum Basal Jerami Padi Untuk Meningkatkan
68
Kecernaan Nutrien Sapi Potong. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Volk, W.A and Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Wahyudi, P., Suwahyono, U., Harsoyo, Mumpuni, A., dan Wahyuningsih, D.
2005. Pengaruh Pemaparan Sinar Gamma Isotop Cobalt-60 Dosis 0,25-1
kGy terhadap Daya Antagonistik T. harzianum pada F. oxysporum. Berk.
Penel. Hayati, 10 : 143-151.
Walkley, A., and Black, I.A. 1934. An Examination of the Degtjareff Method for
Determining Organic Carbon in Soils: Effect of Variations in Digestion
Conditions and of Inorganic Soil Constituents. Soil Sci., 63:251-263.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhamadiyah Press,
Malang.
Wibowo, A.H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan
Karakteristik Sifat Fisik. Thesis. Pascasarjana, Fak. Peternakan IPB, Bogor.
Widjaja, A., Andriyani, S., and Pratami, A.A. 2002. Study of Biodelignification
on Sengon and Pine using WRF P. chrysosporium for Development for Pulp
and Paper Industries in Indonesia. Proceeding of the Asian Pasific Congress
on Chemical Engineering. Christ Church New Zealand.
Winarno, F.G. 1995. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Xiang, Q., Lee, Y.Y., Petterson, P.O., and Torget, R.W. 2003. Heterogeneous
Aspect of Acid Hydrolysis of α-cellulose. Appl. Biochem. And Biotech,
1003 : 504-514.
Younis, N.A. (1999) A Comparison Study on Protease, Alpha-Amylase and
Growth of Certain Fungal Strains of Aspergillus sp. After Exposure to
Gamma-Rays. Arab Journal of Nuclear Sciences and Applications. 32(2):
257-264.
Yu, J., Zhang, X., and, Tan, T. 2008. Ethanol Production By Solid State
Fermentation of Sweet Sorghum Using Thermotolerant Yeast Strain. Fuel
Process. Tech., 89 (11) : 1056-1059.
Zeitsch, K.J. 2000. Furfural Production needs Chemical Innovation. Chem
innovation, 30 : 1597-1600.
Zeng, G., Yu, M., Chen, Y., Huang, D., Zhang, J., Huang, H., Jiang, R., and Yu,
Z. 2010. Effects of Inoculation with P. chrysosporium at Various Time
Points on Enzyme Activities During Agricultural Waste Composting.
Bioresource Technology, 101: 222-227.
69
LAMPIRAN
Pengolahan data
Simpulan
70
Lampiran 2. Aktivitas enzim lignin peroksidase (LiP)
Tabel 6. Aktivitas enzim Lignin Peroksidase (LiP) pada orientasi dosis fungi
Phanerochaete chrysosporium yang diiradiasi gamma, U/mL.
Dosis iradiasi gamma Substrat kayu jati putih
0 10,08
200 14,11
400 10,08
600 22,18
800 10,08
1000 8,06
71
Lampiran 4. Karakteristik substrat kayu jati putih dalam proses SSF
Tabel 8. Nilai pH medium SSF.
Waktu Fermentasi Nilai pH
Hari Ke- K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
0 6,3 6,5 5,6 6,1 6,5 5,5
7 7,5 7,5 7,2 7,6 7,5 7,4
14 7,6 7,6 7,5 7,5 7,5 7,4
21 8,2 8,1 7,4 8,3 7,7 7,7
72
Lampiran 5. Hasil proses SSF (Solid State Fermentation)
Tabel 13. Efisiensi degradasi lignin (%).
Waktu fermentasi
K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Hari ke-
Lignin hari ke-0, % 31,28 30,03 27,92 31,28 29,99 27,94
Lignin hari ke-21, % 28,69 23,36 24,20 23,91 24,41 20,77
Efiseinsi deg.lignin, % 8,28 22,20 13,34 23,56 18,62 25,65
Tabel 15. Karakteristik komponen kimia kayu jati putih setelah fermentasi.
Karakteristik K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Kadar ekstraktif, % 0,83 1,23 3,27 0,57 2,29 2,44
Kadar hemiselulosa, % 21,22 19,35 20,09 18,50 22,28 24,82
Kadar selulosa, % 47,91 54,13 50,20 55,79 50,02 50,68
Kadar lignin, % 28,69 23,36 24,20 23,91 24,41 20,77
Kadar abu, % 1,35 1,93 2,24 1,24 1,00 1,29
Keterangan :
K1F1 : substrat kontrol inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K2F1 : substrat pretreatment NaOH inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K3F1 : substrat pretreatment H2SO4 inokulum P.chrysosporium 0 Gy
K1F2 : substrat kontrol inokulum P.chrysosporium 600 Gy
K2F2 : substrat pretreatment NaOH inokulum P.chrysosporium 600 Gy
K3F2 : substrat pretreatment H2SO4 inokulum P.chrysosporium 600 Gy
73
Lampiran 6. Contoh Perhitungan
Tabel 18. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP).
Uraian Ulangan K PC-0 PC-200 PC-400 PC-600 PC-800 PC-1000
Absorbansi T=0 1 1,520 1,720 0,340 0,380 0,360 0,300 0,330
2 1,460 1,720 0,340 0,320 0,360 0,340 0,280
Absorbansi T=10 1 1,515 1,710 0,325 0,365 0,330 0,285 0,318
2 1,450 1,705 0,320 0,310 0,335 0,330 0,272
Faktor pengenceran 10 10 10 10 10 10 10
Absorbansi T=0 1 15,20 17,20 3,40 3,80 3,60 3,00 3,30
2 14,60 17,20 3,40 3,20 3,60 3,40 2,80
Absorbansi T=10 1 15,15 17,10 3,25 3,65 3,30 2,85 3,18
2 14,50 17,05 3,20 3,10 3,35 3,30 2,72
Delta absorbansi 1 0,05 0,10 0,15 0,15 0,30 0,15 0,12
2 0,10 0,15 0,20 0,10 0,25 0,10 0,08
Rerata 0,08 0,12 0,18 0,13 0,275 0,13 0,10
V total, ml 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00
emax, M.cm 9300 9300 9300 9300 9300 9300 9300
d kuvet, cm 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
V enzim, ml 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40
t pengukuran, menit 10 10 10 10 10 10 10
Aktivitas enzim, U/ml 1 4,03 8,0645 12,0968 12,0968 24,1935 12,0968 9,6774
2 8,06 12,0968 16,1290 8,0645 20,1613 8,0645 6,4516
Rerata 6,05 10,08 14,11 10,08 22,18 10,08 8,06
0,275 x 3 mL x 109
=
9300 M. cm x 1 cm x 0,40 mL x 10 menit
= 22,18 U/mL
74
Tabel 19. Kadar Air, Kadar Bahan Organik, dan Kadar Abu.
Uraian Ulangan K1 K2 K3 K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
W0, g 1 19,0461 32,3715 21,2438 21,2551 34,9374 11,7885 19,8210 18,7616 21,8635
2 20,1825 32,7472 21,0032 10,6263 22,8959 21,2968 19,7139 11,5955 10,8132
W1, g 1 20,0191 33,4416 22,2401 22,2571 35,9397 12,8026 20,8248 19,7475 22,9358
2 21,1643 33,7066 22,0563 11,6030 23,9066 22,2355 20,7072 12,6702 11,8757
W2, g 1 19,3192 32,6558 21,5203 21,5271 35,1913 12,0224 20,0867 19,0170 22,0791
2 20,4450 32,9831 21,2749 10,8944 23,1558 21,5170 19,9651 11,8679 11,0633
W3, g 1 19,0516 32,3810 21,2506 21,2619 34,9406 11,7944 19,8260 18,7692 21,8714
2 20,1898 32,7553 21,0109 10,6300 22,9090 21,3022 19,7219 11,6052 10,8162
Bobot basah, g 1 0,9730 1,0701 0,9963 1,0020 1,0023 1,0141 1,0038 0,9859 1,0723
2 0,9818 0,9594 1,0531 0,9767 1,0107 0,9387 0,9933 1,0747 1,0625
Bobot kering, g 1 0,2731 0,2843 0,2765 0,2720 0,2539 0,2339 0,2657 0,2554 0,2156
2 0,2625 0,2359 0,2717 0,2681 0,2599 0,2202 0,2512 0,2724 0,2501
Abu, g 1 0,0055 0,0095 0,0068 0,0068 0,0032 0,0059 0,0050 0,0076 0,0079
2 0,0073 0,0081 0,0077 0,0037 0,0131 0,0054 0,0080 0,0097 0,0030
Kadar air, % 1 71,93 73,43 72,25 72,8543 74,6683 76,9352 73,5306 74,0947 79,8937
2 73,26 75,41 74,20 72,5504 74,2851 76,5420 74,7106 74,6534 76,4612
Rerata 72,60 74,42 73,22 72,70 74,48 76,74 74,12 74,37 78,18
Kadar abu, % 1 2,01 3,34 2,46 2,50 1,26 2,52 1,88 2,98 3,66
2 2,78 3,43 2,83 1,38 5,04 2,45 3,18 3,56 1,20
Rerata 2,40 3,39 2,65 1,94 3,15 2,49 2,53 3,27 2,43
Kadar b.orgk, % 1 97,99 96,66 97,54 97,50 98,74 97,48 98,12 97,02 96,34
2 97,22 96,57 97,17 98,62 94,96 97,55 96,82 96,44 98,80
Rerata 97,60 96,61 97,35 98,06 96,85 97,51 97,47 96,73 97,57
W 1−W 2
% Kadar Air = x 100%
W 1−W 0
20,0191−19,3192
= x 100%
20,0191−19,0461
= 71,93%
75
Bk sampel = W2 – W0
= 20,4450 g - 20,1825 g
= 0,2625 g
Abu sampel = W3 – W0
= 20,1898 g - 20,1825 g
= 0,0073 g
W 3−W 0
% Kadar Abu = x 100%
W 2−W 0
20,1898 g−20,1825 g
= x 100%
20,4450 g – 20,1825 g
= 2,78%
= 100% - 2,78%
= 97,22%
76
Tabel 20. Bobot Biomassa Fungi.
Uraian Ulangan K1F1 K2F1 K3F1 K1F2 K2F2 K3F2
Bb sampel, g 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000
Kadar air sampel, % 75,29 77,6 75,46 81,36 76,88 74,59
W0 (cawan kosong), g 1 49,3381 50,1815 49,9663 49,4190 21,8680 20,0520
2 49,4857 49,1880 49,5962 21,4132 21,6777 19,9557
W1 (cawan+filtrat), g 1 49,3493 50,1853 49,9804 49,4229 21,8693 20,0625
2 49,4876 49,1888 49,6054 21,4154 21,6803 19,9622
Bk sampel, g 0,7413 0,6720 0,7362 0,5592 0,6936 0,7623
BBM, mg 1 11,2000 3,8000 14,1000 3,9000 1,3000 10,5000
2 1,9000 0,8000 9,2000 2,2000 2,6000 6,5000
BBM, mg/g 1 15,1086 5,6548 19,1524 6,9742 1,8743 13,7741
2 2,5631 1,1905 12,4966 3,9342 3,7486 8,5268
Rerata 8,8358 3,4226 15,8245 5,4542 2,8114 11,1505
Berdasar nilai pH 8,11 8,55 16,05 6,12 8,33 10,98
BBM, mg/g 1 13,8640 14,1250 19,4283 7,8279 5,5524 13,5596
2 2,3519 2,9737 12,6766 4,4158 11,1049 8,3940
Rerata 8,1080 8,5493 16,0524 6,1218 8,3286 10,9768
BBM*, mg/g 1 8,8640 9,1250 18,4283 7,8279 7,5524 11,5596
2 7,3519 7,9737 13,6766 4,4158 9,1049 10,3940
Rerata 8,1080 8,5494 16,0525 6,1219 8,3287 10,9768
49,3493 g− 49,3381 g
= x 1000
0,7413 g
= 15,1086 mg/g
77
Tabel 21. Kadar Lignin dan Efisiensi Degradasi Lignin.
Kadar Hasil SSF
Penurunan
Perlakuan Ulangan Lignin
Lignin % a b c d e
Pra-SSF %
K1F1 1 1,0128 1,0116 0,8050 0,3102 0,0153
31,28 8,31
2 1,0161 1,0004 0,7765 0,2992 0,0121
Rerata 1,0145 1,0060 0,7908 0,3047 0,0137
K2F1 1 1,0133 0,9954 0,7894 0,2514 0,0189
30,03 22,20
2 1,0333 1,0262 0,8364 0,2663 0,0206
Rerata 1,0233 1,0108 0,8129 0,2589 0,0198
K3F1 1 1,0222 0,9979 0,7686 0,2652 0,0255
27,92 13,34
2 1,0286 0,9857 0,8032 0,2771 0,0205
Rerata 1,0254 0,9918 0,7859 0,2712 0,0230
K1F2 1 1,0258 1,0177 0,7973 0,2477 0,0135
31,28 23,56
2 1,0211 1,0176 0,8592 0,2670 0,0118
Rerata 1,0235 1,0177 0,8283 0,2574 0,0127
K2F2 1 1,0126 0,9923 0,7578 0,2552 0,0105
29,99 18,62
2 1,0127 0,9866 0,7698 0,2593 0,0097
Rerata 1,0127 0,9895 0,7638 0,2573 0,0101
K3F2 1 1,0128 0,9790 0,7299 0,2214 0,0135
27,94 25,65
2 1,0206 1,0048 0,7492 0,2272 0,0127
Rerata 1,0167 0,9919 0,7396 0,2243 0,0131
d−e
Kadar Lignin Hasil SSF = x 100%
a
0,3047 − 0,0137
= x 100%
1,0145
= 28,68 %
31,28%−28,68%
= x 100%
31,28%
= 8,31%
78
Tabel 22. Kadar Selulosa dan Peningkatan Kadar Selulosa.
Kadar Hasil SSF
Peningkatan
Perlakuan Ulangan Selulosa
Selulosa % a b C d e
Pra-SSF %
K1F1 1 1,0128 1,0116 0,8050 0,3102 0,0153
43,39 10,44
2 1,0161 1,0004 0,7765 0,2992 0,0121
Rerata 1,0145 1,0060 0,7908 0,3047 0,0137
K2F1 1 1,0133 0,9954 0,7894 0,2514 0,0189
48,13
2 1,0333 1,0262 0,8364 0,2663 0,0206
Rerata 1,0233 1,0108 0,8129 0,2589 0,0198
K3F1 1 1,0222 0,9979 0,7686 0,2652 0,0255
53,40
2 1,0286 0,9857 0,8032 0,2771 0,0205
Rerata 1,0254 0,9918 0,7859 0,2712 0,0230
K1F2 1 1,0258 1,0177 0,7973 0,2477 0,0135
43,40
2 1,0211 1,0176 0,8592 0,2670 0,0118
Rerata 1,0235 1,0177 0,8283 0,2574 0,0127
K2F2 1 1,0126 0,9923 0,7578 0,2552 0,0105
48,07
2 1,0127 0,9866 0,7698 0,2593 0,0097
Rerata 1,0127 0,9895 0,7638 0,2573 0,0101
K3F2 1 1,0128 0,9790 0,7299 0,2214 0,0135
53,43
2 1,0206 1,0048 0,7492 0,2272 0,0127
Rerata 1,0167 0,9919 0,7396 0,2243 0,0131
c−d
Kadar selulosa hasil SSF = x 100%
a
0,7908 − 0,3047
Kadar selulosa hasil SSF = x 100%
1,0145
= 47,92%
47,92% − 43,39%
= x 100%
43,39%
= 10,44%
79
Tabel 23. Kadar C organik dan Total N.
C
Per- Berat Berat mL mL Nitrogen
Ulangan Abs Organik
lakuan (mg) (mg) HCl NaOH (%)
(%)
1 0,032 519,3 24,86 524,3 10 8,06 0,518
K1F1
2 0,030 526,1 23,00 511,3 10 8,03 0,533
1 0,031 515,7 24,25 514,1 10 7,75 0,613
K2F1
2 0,029 511,4 22,88 519,9 10 7,80 0,592
1 0,040 513,0 31,45 524,4 10 7,89 0,563
K3F1
2 0,031 511,9 24,43 511,7 10 7,95 0,561
1 0,028 516,7 21,86 512,4 10 8,24 0,573
K1F2
2 0,060 516,4 28,51 516,3 10 8,19 0,581
1 0,028 516,6 30,55 515,7 10 7,89 0,568
K2F2
2 0,037 523,5 25,75 515,7 10 7,86 0,577
1 0,034 515,0 21,86 509,9 10 7,93 0,481
K3F2
2 0,033 517,0 46,87 517,5 10 7,86 0,491
Kurva standar
350
Kadar C organik, mg/100ml
300 y = 806,8x
250 R² = 0,974
200
150
100
50
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4
Absorbansi
= 0,032 𝑥 806,8
= 25,82
80
𝑝𝑝𝑚 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 × 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑚𝐿
𝐶 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 𝑥 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
25,82 × 5
= 𝑥 100
519,3
= 24,86 %
= 0,518 %
81
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
1. Kegiatan Penelitian
82
2. Instrumentasi Penelitian
83
Lampiran 8. Data Uji Statistik Duncan SPSS 16.0
Oneway
ANOVA
VAR00002
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 264.908 5 52.982 7.079 .017
Within Groups 44.907 6 7.484
Total 309.815 11
Homogeneous Subsets
VAR00002
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
6 2 8.0650
1 2 10.0300
3 2 10.0300
5 2 10.0300
2 2 14.0500
4 2 22.1000
Sig. .084 1.000
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
84
2. Karakteristik substrat kayu jati putih Pra-SSF (Solid State Fermentation)
a. Nilai pH
Oneway
ANOVA
VAR00002
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.393 2 .697 16.075 .025
Within Groups .130 3 .043
Total 1.523 5
Homogeneous Subsets
VAR00002
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
3 2 5.3900
1 2 6.1100
2 2 6.5600
Sig. 1.000 .119
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
85
b. Kadar Selulosa substrat kayu jati putih Pra-SSF
Oneway
ANOVA
VAR00004
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 100.261 2 50.130 35.506 .008
Within Groups 4.236 3 1.412
Total 104.497 5
Homogeneous Subsets
VAR00004
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0003 1 2 3
1 2 43.3883
2 2 48.1331
3 2 53.3968
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
86
c. Kadar Lignin substrat kayu jati putih Pra-SSF
Oneway
ANOVA
VAR00006
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 11.482 2 5.741 9.533 .050
Within Groups 1.807 3 .602
Total 13.288 5
Homogeneous Subsets
VAR00006
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0005 1 2
3 2 27.9238
2 2 30.0291 30.0291
1 2 31.2758
Sig. .073 .207
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
87
3. Proses SSF (Solid State Fermentation)
a. Nilai pH
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00002
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 2.002 5 .400 11.054 .005
Within Groups .217 6 .036
Total 2.219 11
Homogeneous Subsets
VAR00002
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
6 2 5.5100
3 2 5.5750
4 2 6.1300
1 2 6.3300
5 2 6.4550
2 2 6.5450
Sig. .744 .084
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
88
Nilai pH Hari ke-21
ONEWAY VAR00008 BY VAR00007
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00008
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.265 5 .253 3.839 .066
Within Groups .395 6 .066
Total 1.660 11
Homogeneous Subsets
VAR00008
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0007 1 2
3 2 7.4000
6 2 7.6800 7.6800
5 2 7.7250 7.7250
2 2 8.0900
1 2 8.2150
4 2 8.3100
Sig. .266 .060
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
89
b. Bobot biomassa mikroba
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00002
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.633 5 .727 24.154 .001
Within Groups .181 6 .030
Total 3.814 11
Homogeneous Subsets
VAR00002
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3 4
4 2 3.0600
5 2 3.0850
6 2 3.6450
1 2 3.9000 3.9000
2 2 4.1700 4.1700
3 2 4.5800
Sig. .890 .192 .171 .056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
90
Bobot biomassa mikroba hari ke-21
ONEWAY VAR00005 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00005
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 92.124 5 18.425 17.550 .002
Within Groups 6.299 6 1.050
Total 98.423 11
Homogeneous Subsets
VAR00005
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3
1 2 12.8550
4 2 16.6050
2 2 16.7400
6 2 18.1200
5 2 18.2700
3 2 22.2050
Sig. 1.000 .172 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
91
4. Hasil SSF (Solid State Fermentation)
a. Efisiensi deg.lignin
ONEWAY VAR00003 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00005
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 443.180 5 88.636 10.918 .006
Within Groups 48.711 6 8.119
Total 491.892 11
Homogeneous Subsets
VAR00005
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3
1 2 8.2800
3 2 13.3400 13.3400
5 2 18.6250 18.6250
2 2 22.2050
4 2 23.5650
6 2 25.6550
Sig. .126 .113 .058
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
92
b. Peningkatan kadar selulosa
ONEWAY VAR00004 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00004
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1659.537 5 331.907 24.972 .001
Within Groups 79.747 6 13.291
Total 1739.284 11
Homogeneous Subsets
VAR00004
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3
3 2 -5.9900
6 2 -5.1500
5 2 4.0550
1 2 10.4300
2 2 12.4700
4 2 28.5400
Sig. .825 .067 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
93
c. Karakteristik komponen kimia kayu 21 hari proses SSF
Kadar hemiselulosa
ONEWAY VAR00003 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00003
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 52.181 5 10.436 1.854 .237
Within Groups 33.772 6 5.629
Total 85.953 11
Homogeneous Subsets
VAR00003
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
4 2 18.5000
2 2 19.3500 19.3500
3 2 20.0850 20.0850
1 2 21.2200 21.2200
5 2 22.2850 22.2850
6 2 24.8200
Sig. .180 .073
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
94
Kadar selulosa
ONEWAY VAR00004 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00004
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 85.500 5 17.100 6.314 .022
Within Groups 16.250 6 2.708
Total 101.749 11
Homogeneous Subsets
VAR00004
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3
1 2 47.9100
5 2 50.0200 50.0200
3 2 50.2000 50.2000
6 2 50.6800 50.6800
2 2 54.1300 54.1300
4 2 55.7900
Sig. .160 .056 .352
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
95
Kadar lignin
ONEWAY VAR00005 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00005
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 65.442 5 13.088 17.785 .002
Within Groups 4.416 6 .736
Total 69.858 11
Homogeneous Subsets
VAR00005
Duncan
VAR00001 N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
6 2 20.7750
2 2 23.3600
4 2 23.9100
3 2 24.2000
5 2 24.4100
1 2 28.6900
Sig. 1.000 .286 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
96
Kadar abu
ONEWAY VAR00006 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00006
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.237 5 .447 13.194 .003
Within Groups .203 6 .034
Total 2.440 11
Homogeneous Subsets
VAR00006
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
5 2 1.0000
4 2 1.2400
6 2 1.2850
1 2 1.3500
2 2 1.9300
3 2 2.2400
Sig. .120 .143
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
97
d. Perubahan C organik
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00005
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6113.292 5 1222.658 2.084 .199
Within Groups 3520.558 6 586.760
Total 9633.850 11
Homogeneous Subsets
VAR00005
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2
3 2 -18.4300
1 2 -13.5000 -13.5000
4 2 -8.9550 -8.9550
6 2 .3250 .3250
2 2 22.0050 22.0050
5 2 45.7550
Sig. .164 .061
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
98
e. Perubahan total N
ONEWAY VAR00004 BY VAR00001
/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
VAR00004
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1774.524 5 354.905 68.317 .000
Within Groups 31.170 6 5.195
Total 1805.694 11
Homogeneous Subsets
VAR00004
Duncan
VAR0 N Subset for alpha = 0.05
0001 1 2 3 4
6 2 22.4800
1 2 44.7100
4 2 52.1000
3 2 53.3900 53.3900
2 2 56.7300 56.7300
5 2 58.1550
Sig. 1.000 1.000 .097 .090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
99
34