Perenealisme
Perenealisme
Dosen Pengampu :
Drs. Waris, M.Pd.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
Filsafat Pendidikan yang membahas tema tentang “PERENEALISME” ini.
Shalawat serta salam semoga selamanya tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat mempermudah para
pembaca dalam memperoleh dan memahami dalam pelajaran Filsafat Pendidikan
ini.
Penulisan makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak,
karena itu kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak. Makalah
ini disusun berdasarkan sumber bacaan, pengetahuan, dan pengalaman yang kami
baca dan kami pelajari, dengan segala keterbatasannya, sehingga di dalamnya
masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Akhirnya, semoga penulisan makalah ini dapat menjadi pelengkap
referensi-referensi lain yang sudah ada dan bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 6 / MPI C
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................. 1
BAB II: PEMBAHASAN......................................................................
A. Pengertian Perenealisme ................................................. 2
B. Pandangan-Pandangan Perenealisme ............................ 4
a. Pandangan Ontologis Perenealisme ......................... 4
b. Pandangan Epistimologi Perenealisme .................... 5
c. Pandangan Aksiologi Perenealisme ......................... 8
C. Pandangan Perenealisme tentang Pendidikan, Peserta
Didik, Guru, Dan Kurikulum………………….……..... 9
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran Perenealisme merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan
menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia
berupa realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini aliran perenialisme dalam
filsafat pendidikan. Perenialisme diambil dari kata perennial yang memiliki
makna kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma
yang bersifat kekal dan abadi.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenealisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang bahwa situasi
dunia penuh kekacauan, ketidak-pastian, dan ketidak-teraturan, terutama pada
kehidupan moral, intelektual, dan sosial kultular. Maka perlu adanya usaha
untuk memperbaiki kekacauan tersebut. Perenealisme memberikan jalan
keluar yaitu dengan cara kembali pada masa lampau yang dianggap ideal dan
teruji ketangguhannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Perenealisme?
2. Bagaimana pandangan Perenealisme terhadap Ontologi, Epistimologi dan
Aksiologi?
3. Bagaimana pandangan Perenealisme terhadap Pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Perenealisme
2. Untuk mengetahu pandangan Perenealisme terhadap Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologi
3. Untuk mengetahui pandangan Perenealisme terhadap Pendidikan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perenialisme
Secara etimologis, perenialisme diambil dari kata perenial dengan
mendapat tambahan -isme, perenial berasal dari bahasa Latin yaitu perennis,
yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris, berarti kekal, selama-
lamanya atau abadi.1 Sedang tambahan –isme dibelakang mengandung
pengertian aliran atau paham.2
Perenialisme dengan kata dasarnya perenial, yang berarti continuing
throughout the whole year atau lasting for a very long time, yakni abadi atau
kekal yang terus ada tanpa akhir.
Dalam pengertiannya yang lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi
dipandang juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir
sepanjang sejarah manusia, karena ia adalah anugerah tuhan pada semua
manusia dan memang merupakan hakikat insaniah manusia.
Karena esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma-
norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah
manusia, maka perenialisme dianggap sebagai suatu aliran yang ingin
kembali atau mundur kepada nilai-nilai kebudayaan masa lampau. Kembali
kepada masa lampau dalam konteks aliran ini, bukanlah dalam pengertian
bernostalgia dan sekedar mengingat-ingat kembali pola kehidupan masa lalu,
tetapi untuk membina kembali keyakinan akan nilai-nilai asasi masa silam
untuk menghadapi problematika kehidupan manusia saat sekarang dan
bahkan sampai kapan pun dan dimana pun. Perenialisme, sesuai dengan
namaanya yang berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah manusia,
melihat bahwa tradisi berkembangan intelektual yang telah terbukti dan
memberikan solusi bagi berbagai masalah kehidupan masyarakat perlu
1
Komaruddin hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan Perspektif
Filsafat Perenial (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003)hal. 39
2
Adi Gunawan, Kamus Ilmiah Popoler, (Surabaya:Kartika, tt)hal. 175
2
3
digunakan dan diterapkan dalam menghadapi alam modern yang syarat
dengan masalah kehidupan. Kondisi dunia modern yang sangat
mengandalkan rasionalitas empiris-positivistis yang memandang kebenaran-
kebenaran dalam konteksnya yang serba terukur, teramati dan teruji secara
inferensial dan yang melihat realitas sebagai sesuatu yang serba materi, telah
pula memunculkan berbagai problem kemanusiaan, seperti munculmya sikap
ambivalensi yang mencekam dan akan mendatangkan kebohongan,
kebimbangan, kekakuan, kecemasa, ketakutan dalam bertingkah laku,
sehingga manusia hidup dalam ketidak menentuan dan cenderung kehilangan
arah dan jati dirinya.
Pengabaian berpikir logis dalam hal ini telah memunculakan
ketidakmampuan manusia melihat pengetahuan yang sebenarnya. Hal ini
mengingat corak kehidupan yang serba rasional bertujuan dengan landasan
empiris-positivistis yang melihat realitas dunia dengan serba objektif dimana
kebenaran ilmu berangkat dari fakta-fakta yang terverifikasi dan terukur
secara ketat, telah pula menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
orientasi kehidupan. Kondisi dunia yang terganggu oleh budaya yang tak
menentu, yang berada dalam kebingungan dan kekacauan seperti yang
diungkap di atas, memerlukan usaha serius untuk menyelamatkan manusia
dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan menemukan orientasi dan
tujuan yang jelas, dan ini adalah tugas utama filsafat pendidikan. Perenealis
dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan mengembalikan arahnya
seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut pada masa kuno dan
abad pertengahan.3
Dengan kata lain Filsafat Perenealisme adalah aliran yang memiliki esensi
berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal dan
abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia.
3
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan(Bandung:PT Refika Aditama, 2011)hal. 158-159
4
B. Pandangan-Pandangan Perenealisme
a. Pandangan Ontologis Perenealisme
Ontologi perenealisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti
benda individual, esesnsi, aksiden, dan substansi. Secara ontologis,
perenalisme membedakan suatu realita dan aspek-aspek perwujudannya.
Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak
dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra. Esensi dari
suatu kualitas menjadikan benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya,
seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir.
Sedangkan aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat beubah-
ubah dan sifatnya kurang penting dibandungkan dengan yang esensial.
Sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya
partikular dan universal, materilaldan spiritual.
Dengan demikian, segala yang ada ada di alam semesta ini
merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada
tidak hanya merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga
merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang merupakan
unsur aktualitas, sebagaimana yang diuraikan oleh Aristoteles. Tak hanya
itu, ia juga merupakan sesuatu yang datang bersama – sama dari “apa”
yang terkandung dalam inti (essence) dan potensialitas dengan tindakan
untuk “berada” yang merupakan unsur aktualitas, sebagaimana yang
diungkap oleh St. Thomas Aquinas uraian diatas sejalan dengan apa yang
dikatakan Poedjawijatna, bahwa esnsi dari kenyataan itu adalah menuju
kearah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitas.4
Perenealisme memiliki pandangan ontologi bahwa manusia setiap waktu
adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Dengan
peningkatan suasana hidup di spiritual ini manusia dapat semakin
4
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan,(Depok:Rajagrafindo Persada, 2013), hal. 109-110
5
mendekatkan diri kepada Tuhan yang merupakan pencipta dan tujuan
terakhir.
b. Pandangan Epistimologi Perenialisme
Perenealisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat
diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada
kepercayaan. Kebenaran adalah segala sesuatu yang menunjukkan
kesesuaian antara fikiran dengan benda-benda. Benda-benda disini
adalah hal-hal yang keberadaannnya bersendikan prinsip-prinsip
keabadian. Ini berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah
perhatian mengenai esensi dan sesuatu.
Menurut perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu
metafisika. Sebab sains adalah sebagai ilmu pengetahuan menggunakan
metode induktif yang bersifat analisis empiris yang kebenarannya
terbatas dan relatif. Perenialisme berpendapat bahwa ilmu pengetahuan
merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuan lah
seseorang dapat berfikir secara induktif. Jadi, dengan berfikir maka
kebenaran itu dapat dihasilkan. Apabila fikiran itu bermula dalam
keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan
tenaganya secara penuh.
Oleh karena itu, secara epistomologi, manusia harus memiliki
pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai denganrealita
hakiki,yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri
dengan menggunakan tenaga pada logika melalui metode diskusi.
Metode deduksi merupakan metode fiilsafat yang menghasilkan
kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistimologi perenialisme dalam
premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang
relita khusus. Menurut perinealisme penguasaan pengetahuan melalui
prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan fikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama
6
mampu mempunyai peranan penting karena ia telah memiliki evidensi
diri sendiri. Dengan pengetahuan nahan penerangan yang cukup, orang
akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang
perlu diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian
masalahnya.
Diharapkan, anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah fikiran besar pada masa lampau.
Berbagai buah fikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol
seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika,
ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah hanya memberikan
sumbangan kepada perkembangan zaman dahulu.
Dengan mengetahui beberapa pemikiran para ahli diatas, maka
anak didik akan mempunyai dua keuntungan. Pertama, anak-anak akan
mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah difikirkan oleh
orang-orang besar. Kedua, mereka memikirkan peristiwa-peristiwa
penting dan karya-karya tersebut untuk diri sendiri dan sebagai bahan
pertimbangan zaman sekarang.
Dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya
para ahli pada masa lampau tersebut, anak didik mengetahuibagaimana
pemikiran para ahli dalam biidangnya masing-masing dan dapat
mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampu tersebut dapat
berguna bagi diri mereka sendiri dan sebagai bahan pertimbangan
pemikiran mereka pada zaman sekarang.
5
Ibid, hal. 110-113
8
c. Pandangan Aksiologi Perenealsime
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas
supranatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan asaa seperti
itu, ontologi dan epistemologi tidak hanya didasarkan pada prinsip
teologi supernatural, tetapi juga aksiologi. Khusus dalam tingkah laku
manusia, manusia sebagai sobjek telah memiliki potensi-potensi
kebaikan sesuai dengan kodratnya, disamping kecenderungan-
kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam prenialisme,
karena ia berdasarkan pada asas-asas spranatural yaitu menerima
universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat
manusia yang pertama adalah pada jiwanya oleh karena itu, hakikat
manusia itu juga menentukan perbuatan-perbuatannya, dan persoalan
nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi prinsip pikiran demikian
bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakaan itulah yang bersesuain
dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara almaiah
condong padaa kebaikan.
Jadi, manusia sebagai subjek dalam bertingkaah laku telah
memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, disamping tekanan
kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearaah yang
tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat
rasional manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama tercermin
dari jiwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuatan potensial yang
memimbing tindakan manusia menuju pada tuhan atau menjahui tuhan,
dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan. Sedangkan
kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada tuhan sesudah berfikir
rasional.6 Manusia merupakan makhluk animal rasionale dengan
demikian tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi dan nilai-
6
Ibid, hal.114-115
9
nilai dalam jiwa peserta didik agar dapat memiliki kebijaksanaan dalam
kehidupan
7
Muhmidayeli, Op. Cit. hal. 163-166
BAB III
KESIMPULAN
1. Perenealisme dapat diartikan abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada
akhir, esensi kepercayaan filsafat perenealisme adalah berpegang pada nilai-
nilai atau norma-norma yang bersifat abadi
2. Secara ontologis, perenealisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek
perwujudannya. Secara perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat
tertinggi, karenan denga ilmu pengetahuan lah seseorang dapat berfikir secara
induktif. Jadi, dengan berfikir maka kebenaran itu akan dapat di hasilkan.
Perenealisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural,
yakni menerima universal yang abadi. Masalah nilai merupakan hal yang
utama dalam perenealis.
3. Perenealisme memandang pendidikan sebagai suatu upaya untuk
mempersiapkan kehidupan. Prinsip dasar pendidikan bagi perenealisme
adalah membantu subjek didik menemukan dan menginternalisasikan
kebenaran abadi, karena memang kebenarannya mengandung sifat universal
dan tetap. Tugas seorang subjek didik menurut aliran ini adalah mempelajari
berbagai karya dalam berbagai literatur filsafat, sejarah, dan sains. konteks
guru pada aliran ini adalah sebagai pembimbing, perenealisme cenderung
menerka kurikulum dan metode subject-centred.
13
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Adi. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Kartika.
Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyuni Nafis. 2003. Agama Masa Depan
Filsafat Perenial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2013. FILSAFAT PENDIDIKAN: Manusia, Filsafat,
dan Pendidikan. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama.
14