Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi


kehidupan manusia agaknya memang benar karena seseorang tidak dapat hidup
tanpa menghirup oksigen. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan
memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal,
tetapi sebentar saja manusia tidak mendapat oksigen, maka yang akan terjadi
kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan
mengalami kerusakan yang lebih berat dan irreversible. Selain untuk bernafas dan
mempertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh. Oksigen malah bisa menjadi sarana untuk mengatasi berbagai macam
penyakit.

Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris


tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak
awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien
hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik
tanpa retensi CO2.

Dua penelitian dasar di awal 1960an memperlihatkan adanya bukti


membaiknya kualitas hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
yang mendapat suplemen oksigen. Pada studi The Nocturnal Oxygen Therapy
Trial (NOTT), pemberian oksigen 12 jam atau 24 jam sehari selama 6 bulan dapat
memperbaiki keadaan umum, kecepatan motorik, dan kekuatan genggaman,
namun tidak memperbaiki emosional mereka atau kualitas hidup mereka. Namun
penelitian lain memperlihatkan bahwa pemberian oksigen pada pasien-pasien
hipoksemia, dapat memperbaiki harapan hidup, hemodinamik paru, dan kapasitas
latihan. Keuntungan lain pemberian oksigen pada beberapa penelitian diantaranya
dapat memperbaiki kor pulmonal, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki

1
fungsi neuropsikiatrik dan pencapaian latihan, mengurangi hipertensi pulmonal,
dan memperbaiki metabolisme otot.

Oksigen ditransportasi dari udara yang kita hirup ke tiap sel di dalam tubuh.
Secara umum, gas bergerak dari area dengan konsentrasi tinggi (atau tekanan) ke
daerah dengan konsentrasi rendah (atau tekanan). Jika ada suatu campuran dari
gas-gas di suatu kontainer, tekanan dari tiap gas (tegangan sebagian, yang ditandai
oleh simbol P) memadai, sama dengan tekanan bahwa masing-masing gas akan
menghasilkan jika itu menduduki kontainer sendirian. Tekanan total campuran gas
adalah jumlah tekanan parsial semua gas individu.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam
mempertahankan kelangsungan metabolisme sel sehingga di perlukan fungsi
respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme
yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan
CO² (hasil pembakaran sel).
Oksigen bergerak ke bawah tekanan atau konsentrasi gradien dari tingkat
yang relatif tinggi di udara, ke tingkat di saluran pernapasan dan kemudian
gas alveolar, darah arteri, kapiler dan akhirnya sel (lihat Gambar1). PO2
mencapai level terendah (1-1.5kPa) dimitokondria, struktur dalam sel yang
bertanggung jawab untuk produksi energi. Penurunan PO2 dari udara ke
mitokondria dikenal sebagai kaskade oksigen. Penurunan PO2 ini terjadi
karena alasan fisiologis, tetapi mereka dapat dipengaruhi oleh keadaan
patologis, misalnya hipoventilasi, ventilasi /perfusi ketimpangan, atau difusi
kelainan, yang akan mengakibatkan hipoksia jaringan.3

Gambar 1. Kaskade Oksigen. Dampak hipoventilasi diperlihatkan dengan

3
garis abu-abu dan dampak patologi shunt diperlihatkan pada garis putus-
putus.

2.2. Dasar Mekanisme Bernafas2


Pertukaran dari gas alveolar dengan gas segar dari jalan udara bagian atas
reoxygenates darah desaturated dan menghapuskan C02. Pertukaran ini oleh
gradien tekanan siklus kecil melalui jalan udara. Selama ventilasi secara
spontan, gradien ini adalah sekunder ke variasi di dalam tekanan intrathoracic,
selama mekanikal ventilasi tiruan diproduksi dengan tekanan positif yang
sebentar di jalan udara bagian atas.
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian respirasi paru
sampai ke alveoli. Setelah oksigen menembus epitel alveoli, membrane
basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar oksigen bergabung
dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%).1
Dewasa muda pria jumlah darahnya ±75ml/kg, wanita ±65ml/kg. satu
ml darah pria mengandung 4,3-5,9 juta eritrosit, wanita 3,5-5,5 juta eritrosit.
Satu sel eritrosit mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul
Hb sanggup mengikat 4 molekul O2 membentuk HbO2, oksihemoglobin. Satu
gram Hb dapat mengikat 1,34-1,39 ml O2. Hb adalah protein konjugasi
dengan berat molekul 66.700. Bentuk Hb normal hanya HbA (dewasa)
mengandung banyak 2,3 DPG (DiPhosphoGliserat) yang memudahkan O 2
lepas dari Hb dan HbF (fetal) mengandung sedikit 2,3 DPG. HbF menghilang
setelah bayi berusia 4-6 bulan. Jenis Hb lain abnormal. MyoHb adalah jenis
Hb yang berada di otot lurik yang hanya sangguo mengikat 1 molekul O 2 dan
melepas O2 kalau benar-benar Pa O2 rendah.2

4
Gambar 2. Sistem vaskularisasi pulmoner.

Dalam keadaan normal, 100 ml darah yang meninggalkan kapiler


alveoli mengangkut 20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan
225 ml O2 setiap menitnya. Oksigen yang masuk ke dalam darah dari alveoli
sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma:1
O2 + Hb ↔ HbO2 (97%)
O2 + Plasma ↔ Larut (3%)
Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasi nya
100%. Jika kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O 2,
maka saturasinya 50%. Jumlah O2 larut dalam 100 ml darah adalah 0,29 ml
pada tekanan PaO2 95 mmHg dan tunduk pada hukum Henry1.
Konsentrasi gas = a x tekanan bagian
a= koefisien kelarutan gas dalam darah pada suhu tertentu
pada suhu normal a O2 = 0,003 ml/dl/mmHg
Karbondioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobic dalam jaringan

5
perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam
darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat
dengan antuan enzim carbonic anhidrase (23%) larut dalam plasma: 1
CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3- (70%)
CO2 + Plasma ↔ Larut (23%)
CO2 + HbNH2 ↔ H+ + HbNHCOO- (sisanya)

Dua sistem utama sirkulasi darah ke paru-paru: jaringan vaskular


pulmonar dan bronkial. Sistem vaskular pulmonar mengirim darah vena
dari ventrikel kanan ke kapiler paru melalui arteri pulmonar. Setelah
pertukaran udara terjadi di kapiler pulmonar, darah yang kaya oksigen dan
miskin karbondioksida kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonar.
Vena pulmonar terletak sepannjang jaringan ikat intralobaris. Sistem
kapiler pulmonar berperan dalam metabolisme dan pemenuhan kebutuhan
oksigen ke jalan napas bagian konduktif dan pembuluh darah pulmonar.
Hubungan anatomis antara bronkiolus dan sirkulasi vena pulmonar
menciptakan shunt dari 2-5% total cardiac output. 3 keadaan klinis ini
menyebabkan pergeseran ke kiri dan/atau perlandaian kurva
karbondioksida. Tiga situasi yang sama ini adalah satu-satunya penyebab
terjadinya hiperventilasi yaitu peningkatan ventilasi dalam satu menit dan
penurunan PaCO2 menyebabkan alkalemia respiratorik. Tiga penyebab
hiperventilasi (meningkatkan respon karbondioksida) adalah hipoksemia
arteri, metabolik asidosis, dan etiologi sentral. Contoh dari etiologi sentral
yang dapat menyebabkan hiperventilasi adalah pemberian obat, hipertensi
intrakranial, sirosis hepatis, dan keadaan non spesifik seperti anxietas dan
ketakutan. Aminofilin, salisilat, dan norepinefrin merangsang ventilasi dan
kem
Baroreseptor perifer. Antagonis opioid yang diberikan pada orang
normal tidak merangsang ventilasi. Akan tetapi, ketika pemberian
dilakukan setelah pemberian opiate, akan memiliki efek reversal dari
opioid pada kurva respon terhadap karbondioksida.

6
Aliran darah pada paru bergantung pada gravitasi. Karena kapiler-
alveoli tidak terdiri dari pembuluh darah yang kaku, tekanan pada jaringan
sekitar dapat mempengaruhi resistensi dari aliran darah kapiler. Oleh
karena itu, aliran darah bergantung pada hubungan tekanan arteri
pulmonar (Ppa), tekanan alveoli (PA), dan tekanan vena pulmonar (PpV).
West membuat model paru yang membagi paru menjadi 3 zona. Kondisi
zona 1 terdapat pada bagian paru yang tidak bergantung pada gravitasi, di
atas level dimana tekanan arteri pulmonar sama dengan tekanan atmosfer.
Karena tekanan alveoli kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer,
tekanan arteri pulmoner di zona 1 menjadi subatmosfer tetapi lebih besar
daripada tekanan vena pulmonar (PA>PpV>PA). Tekanan alveoli yang
diteruskan ke kapiler pulmonar membantu terjadinya kolaps, dengan
konsekuen aliran darah nol ke regio paru ini. Oleh karena itu, zona 1
mendapatkan ventilasi pada saat tidak terjadi perfusi dan membentuk
ventilasi rongga mati. Normalnya, zona 1 muncul hanya pada
pengembangan yang terbatas. Tetapi, pada kondisi menurunnya tekanan
arteri pulmonar seperti pada syok hipovolemik, zona 1 membesar. Zona 3
terjadi pada kebanyakan area paru yang bergantung pada gravitasi dimana
Ppa>PpV>PA dan aliran darah secara primer diatur oleh arteri pulmonar
ke perbedaan tekanan vena. Karena gravitasi juga meningkatkan tekanan
vena pulmonar, kapiler paru menjadi distensi.sehingga perfusi pada zona 3
sangat tinggi, menyebabkan perfusi kapiler pada ventilasi berlebihan, atau
shunt fisiologis. Akhirnya zona 2 terjadi dari batas bawah zona 1 ke batas
atas zona 3, dimana Ppa>PA>PpV. Perbedaan tekanan antara arteri
pulmonar dan tekanan alveoli menentukan aliran darah pada zona 2,.
Tekanan vena pulmonar memiliki pengaruh yang sedikit. Ventilasi dan
perfusi terjadi di zona 2, yang mengandung sebagian besar alveoli. Seluruh
area paru memiliki tekanan alveoli yang sama, oleh karena itu, semakin
negatif tekanan intrapleura pada apex (atau area paru yang kurang
bergantung pada gravitasi) menyebabkan distensi yang lebih besar pada
alveoli apex daripada area lain pada paru. Tekanan transpulmonar (Paw-

7
Ppl), atau tekanan distensi paru yang lebih besar pada bagian atas dan
lebih rendah pada bagian bawah dimana tekanan intrapleura kurang
negatif. Walaupun semakin kecil ukuran alveoli, ventilasi semakin banyak
terjadi di area pulmonar yang bergantung gravitasi. Penurunan tekanan
intrapleura pada basis paru selama inspirasi lebih besar daripada
penurunan tekanan di apex yang disebabkan oleh proksimitas diafragma.

Ventilasi Secara spontan


Variasi Tekanan normal selama bernafas secara spontan ditunjukkan
Gambar 3. Tekanan dengan alveoli selalu lebih besar dari yang melingkupi
tekanan (intrathoracic) yang berkurang sehingga alveoli menjadi kempis.
Tekanan rongga alveolar normal secara atmosfir (nol untuk acuan) pada
akhir inspirasi dan akhir expirasi. Dengan konvensi di dalam ilmu faal
paru-paru, tekanan pleura digunakan sebagai suatu ukuran dari tekanan
intrathoracic. Walaupun mungkin tidak seluruhnya mengoreksi untuk
mengacu pada tekanan di suatu ruang potensi, maka kalkulasi tekanan
transpulmonary. Tekanan Transpulmonary, atau P transpulmonary
digambarkan sebagai mengikuti:
P transpulmonary = P alveolar – P intrapleural
Pada akhir expirasi , tekanan intrapleural secara normal rata-rata
sekitar -5 Cm H20 karena tekanan rongga alveolar adalah 0 (tidak ada
aliran udara), tekanan transpulmonary adalah + 5 cm H20.
Pengaktifan otot antara tulang-tulang iga dan diaphragma selama inspirasi
memperluas dada dan pengurangan tekanan intrapleural dari - 5 Cm H20
ke 8 atau 9 cm H20. Sebagai hasilnya, tekanan alveolar juga berkurang
antara - 3 dan - 4 cm H20), dan suatu alveolar jalan udara bagian atas
gradien dibentuk; gas dari jalan udara bagian atas ke dalam alveoli. Pada
akhir inspirasi (bila gas inflow telah berhenti), tekanan rongga alveolar
kembali ke nol, tetapi tekanan intrapleural berkurang, tekanan
transpulmonary yang baru (5 cm H20) memperluas paru-paru.
Selama expirasi, relaksasi diafragma kembali ke tekanan intrapleural -
5 cm H20. Sekarang tekanan transpulmonary tidak mendukung volume
paru-paru yang baru, dan hentakan balik yang elastis paru-paru

8
menyebabkan suatu pembalikan yang sebelumnya alveolar- jalan udara
bagian atas gradien; gas mengalir keluar alveoli, dan mengembalikan
volume paru-paru .

Ventilasi mekanik
Kebanyakan format ventilasi mekanik sebentar-sebentar memakai
tekanan positif udara di jalan udara bagian atas . Selama inspirasi, arus gas
ke dalam alveoli sampai tekanan alveolar menjangkau di jalan udara
bagian atas. Sepanjang expirasi fase ventilator, tekanan positif jalan udara
dipindahkan atau dikurangi, kebalikan yang gradien, membiarkan gas
mengalir keluar alveoli.

2.3. Fisiologi Masuknya Oksigen3


Udara (atmosfer) di sekitar kita memiliki tekanan total 101kPa (1 atmosfer
tekanan = 760mmHg =101kPa). Udara terdiri dari 21% oksigen, 78% nitrogen
dan sejumlah kecil CO2, argon dan helium. Tekanan yang diberikan oleh
oksigen dan nitrogen, ketika ditambahkan bersama-sama, mendekati tekanan
atmosfer. Oleh karena itu tekanan oksigen (PO2) dari udara kering di
permukaan laut adalah 21.2kPa (21/100 x 101 = 21.2kPa). Namun pada saat
udara yang diinspirasi mencapai trakea, udara itu dihangatkan dan
dilembabkan oleh saluran pernapasan atas. Kelembaban dibentuk dari uap air
yang merupakan gas, sehingga menghasilkan tekanan. Pada 37 ° C tekanan
uap air di trakea adalah 6.3kPa. Mengambil tekanan uap air ke dalam
perhitungan, PO2 dalam trakea saat menghirup udara (101-6,3) x 21/100
=19.9kPa sehingga pada saat oksigen telah mencapai alveoli PO2 turun
menjadi sekitar 13.4kPa. Hal ini karena PO2 gas di alveoli (PaO2) kemudian
dikurangi dengan pengenceran dengan karbon dioksida memasuki alveoli dari
kapiler paru. PaO2 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan gas
alveolar:3
PaO2 = FiO2 – PaCO2
RQ
Dimana RQ = hasil bagi pernapasan, rasio produksi CO2 terhadap konsumsi
O2, biasanya sekitar 0,8.

9
Alveolus ke darah
Darah kembali ke jantung dari jaringan memiliki PO2 yang rendah
(4.3kPa) dan berjalan ke paru-paru melalui arteri pulmonari. Arteri pulmonari
membentuk kapiler paru, yang mengelilingi alveoli. Oksigen berdifusi
(bergerak melalui membran memisahkan udara dan darah) dari tekanan parsial
tinggi di alveoli (13kPa) ke daerah tekanan parsial lebih rendah - darah di
kapiler paru (4.3kPa). Setelah oksigenasi, darah bergerak ke pembuluh darah
paru dan kembali ke sisi kiri jantung, yang akan dipompa ke jaringan sistemik.
Dalam paru-paru yang sempurna, yang PO2 darah vena pulmonal akan sama
dengan PO2 di alveolus (yang PaO2). Dua faktor utama yang menyebabkan
PO2 darah vena paru menjadi kurang dari PaO2, yaitu, untuk meningkatkan
perbedaan alveolar : arteri. Ini adalah ventilasi / perfusi mismatch (baik
meningkatkan deadspaces atau shunt) dan difusi perlahan melintasi membran
alveolar-kapiler.

Ventilasi / perfusi (V / Q) mismatch.


Dalam sebuah paru-paru yang sempurna, semua alveoli akan menerima
bagian yang sama dari alveolar ventilasi dan kapiler paru yang mengelilingi
alveoli yang berbeda, akan menerima bagian yang sama dari cardiac output,
sebagai contoh ventilasi menit aveolar dan perfusi akan sangat cocok, V / Q=
1. Bahkan dalam kesehatan ini tidak tercapai dan pada hampir semua tingkat
dalam paru-paru normal ada ketidakseimbangan relatif perfusi dan ventilasi
(Gambar 3). Perfusi yang terbaik di dasar paru-paru dan secara bertahap
mengurangi arah atas paru-paru, sebagian besar disebabkan oleh efek
gravitasi. Alveoli di dasar paru-paru normal yang berada saat istirahat lebih
rendah volume ekspirasi (pada kapasitas residu fungsional, FRC), tetapi
mereka yang berventilasi baik (mereka meningkatkan volume mereka
proporsional lebih) selama inspirasi. Konsep ini tidak intuitif dan terjadi
karena otot utama inspirasi, diafragma, terletak di bawah paru-paru
berkontribusi terhadap kepatuhan paru-paru lebih baik terhadap dasar paru-

10
paru. Kedua ventilasi dan perfusi meningkat saat kita bergerak ke bawah paru-
paru menuju basis, tetapi mereka tidak cocok dengan sempurna. Area di
bagian atas paru-paru relatif lebih ventilasi dari perfusi (contoh ekstrim dari
hal ini adalah deadspace, dimana volume paru-paru berventilasi tapi ada cukup
perfusi untuk pertukaran gas terjadi, V / Q >> 1). Area bagian pangkal yang
diperfusi lebih dari ventilasi (contoh ekstrim dari hal ini adalah shunt, V / Q
<< 1). Kedua contoh ekstrim dari spektrum kemungkinan V / Q mismatch
yang diilustrasikan pada Gambar 4. Dimana darah mengalir alveoli masa lalu
dengan tidak ada pertukaran gas berlangsung(Shunt, lihat Gambar 4), ventilasi
yang baik alveoli (dengan tinggi PO2 di darah kapiler) tidak dapat
mengkompensasi kurangnya transfer oksigen dalam alveoli bawah perfusi
dengan PO2 rendah dalam darah kapiler. Ini karena ada jumlah maksimum
oksigen yang dapat menggabungkan dengan hemoglobin (ini ditunjukkan oleh
oksigen hemoglobin disosiasi kurva, kemudian). Oksigen arteri, PaO2 Oleh
karena itu lebih rendah daripada oksigen alveolar, PaO2. Patologi paru-paru
yang memperburuk shunt fisiologis meliputi atelektasis, konsolidasi paru-
paru, edema paru atau kecil penutupan saluran napas. Menyebabkan emboli
paru meningkat fisiologis deadspace.

Gambar 3.Grafik memperlihatkan perfusi dan ventilasi di dalam

11
perbedaan segmen yang berpindah ke paru-paru. Tanda panah
mengindikasikan area paru-paru dengan kecocokan sempurna ventilasi ke
perfusi.

Gambar 4. Diagram skematik 3 unit paru-paru. Situasi yang ideal dan dua
ketidakcocokan V/Q yang ekstrim, seperti shunt dan deadspace,
memperlihatkan.

Difusi
Oksigen berdifusi dari alveolus ke kapiler sampai PCO2 adalah sama
dengan yang di alveolus. Proses ini berlangsung cepat (sekitar 0.25detik) dan
biasanya selesai pada saat darah telah berlalu sekitar sepertiga dari jalan
sepanjang paru kapiler. Total waktu transit melalui kapiler adalah 0.75detik
(lihat Gambar 5a). Dalam paru-paru normal, bahkan jika curah jantung dan
aliran darah melewati alveoli meningkat selama latihan, ada cukup waktu
untuk equilibrium (Gambar 5b). Penyakit paru dapat menyebabkan kelainan
membran alveolar-kapiler, sehingga merusak transfer oksigen dari alveolus ke
kapiler (difusi kelainan). Pada saat istirahat mungkin masih ada waktu untuk
PaO2 untuk menyeimbangkan dengan oksigen alveolar, tetapi pada saat
latihan mentransfer oksigen penuh adalah mustahil dan hipoksemia
berkembang (Gambar 5c). Namun, kemampuan paru-paru untuk
mengkompensasi besar dan masalah yang disebabkan oleh difusi gas sedikit

12
adalah penyebab yang jarang untuk hipoksia, kecuali dengan penyakit seperti
fibrosis alveolar.

Gambar 5. (a). Difusi normal dari alveolus ke kapiler selama melewati

13
darah di sepanjang kapiler. Dalam 0,25 detik Hemoglobin sel darah merah
disaturasi sempurna dan tekanan parsial oksigen di dalam darah seimbang
dengan di dalam alveolus dan kemudian difusi berhenti. (b). Difusi oksigen
dengan meningkatkan curah jantung (catatan skala waktu terpendek di dalam
x-axis). Sel darah merah mungkin hanya berhubungan dengan gas alveolar
untuk 0,25 detik, bagaimanapun ini masih akan membutuhkan waktu untuk
mencapai saturasi penuh. (c). Gangguan difusi oksigen dimana merupakan
sebuah membran alveolar-kapiler abnormal. Saturasi hanya diterim saat
istirahat (garis solid), tetapi waktu yang tidak cukup untuk saturasi penuh
ketika curah jantung meningkat. (d). Hasil dari desaturasi eksersional (tanda
panah).

Vasokonstriksi paru hipoksia


Dalam rangka meminimalkan dampak yang merugikan shunt pada
oksigenasi, pembuluh darah di paru-paru yang disesuaikan dengan
vasokonstriksi dalam menanggapi kadar oksigen rendah dan karena itu
mengurangi aliran darah ke daerah yang terventilasi. Ini disebut vasokonstriksi
hipoksia pulmonari dan mengurangi efek shunt.

2.4. Deliveri Oksigen


Ketika mempertimbangkan kecukupan pengiriman oksigen ke jaringan,
tiga faktor perlu dipertimbangkan: kadar hemoglobin, curah jantung dan
oksigenasi. Jumlah oksigen yang tersedia untuk tubuh dalam satu menit
dikenal sebagai pengiriman oksigen:
Deliveri oksigen (ml O2.min-1) =
= Cardiac output (l.min-1) x Hb konsentrasi (gl-1) x 1.34 (ml O2.gHb-1) x
saturasi%
= 5000ml.min-1 x 200ml O2.1000ml darah-1
= 1000ml O2.min-1

Hemoglobin

14
Hemoglobin adalah suatu molekul kompleks terdiri dari empat heme
dan empat subunit protein. Heme adalah suatu campuran iron porphyrin yang
suatu bagian penting dari pengikat 02; hanya divalent membentuk (+2 charge)
dari besi dapat mengikat 02. Hemoglobin Molekul yang normal (Hemoglobin
A,) terdiri dari rantai dua α dan dua β (subunit); yang empat subunit menjaga
ikatan yang lemah antara sisa asam amino. Masing-Masing gram hemoglobin
dapat secara teoritis menyusun bagi 1.39 mL oksigen.

2.5. Kurva Disosiasi Hemoglobin2


Masing-Masing molekul hemoglobin mengikat untuk empat molekul
oksigen. Interaksi yang kompleks antara hasil hemoglobin subunit
mengakibatkan nonlinear (suatu bentuk S diperpanjang ) berikatan dengan
oksigen. Saturasi Hemoglobin adalah jumlah ikatan oksigen sebagai persen
dari total kapasitas ikatan oksigen. Empat reaksi kimia terpisah mengikat
masing-masing empat molekul oksigen. Perubahan di dalam penyesuaian
molekular oleh ikatan pertama tiga molekul yang sangat mempercepat
bungkus molekul oksigen yang keempat. Reaksi yang terakhir adalah
bertanggung jawab untuk ikatan yang dipercepat antara saturasi 25% dan
100%. Pada sekitar saturasi 90 %, penurunan tersedia oksigen sel yang peka
rangsangan meratakan kurva itu sampai saturasi penuh dicapai.

Gambar 6. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin. Kurva sigmoid muncul

15
karena ‘kooperatif positif’ dari subunit hemoglobin 4, ketika sub unit
pertama mengikat oksigen sebuah konformasi mengubah ini seperti sub
unit kedua dan ketiga yang akan mengikat oksigen.3

2.6. Faktor Yang mempengaruhi Kurva Disosiasi Hemoglobin


Secara klinis faktor penting yang mengubah ikatan 02 meliputi konsentrasi
ion hidrogen, tegangan C02, temperatur, dan 2,3-diphosphoglycerate (2,3-
DPG) konsentrasi. Efek mereka pada interaksi hemoglobin-oksigen dapat
dinyatakan oleh P50, tegangan oksigen di mana saturasi hemoglobin adalah
50% (Gambar 7). Masing-Masing faktor bergeser kurva-disosiasi di sebelah
kanan (meningkatkan) P50 atau ke kiri (mengurangi P50). Suatu rightward
bergeser ke dalam oxygen-hemoglobin kurva-disosiasi itu menurunkan
gabungan oksigen, memindahkan oksigen dari hemoglobin, dan membuat
lebih oksigen tersedia untuk jaringan; suatu leftward bergeser peningkatan
gaya gabung hemoglobin untuk oksigen, mengurangi ketersediaa.nnya
jaringan. P50 Yang normal pada orang dewasa adalah 26.6 mm Hg (3.4 kPa).

16
Gambar 7. Efek berubah status asam basa, temperatur badan, dan konsentrasi
2,3-DPG kurva dissosiasi hemoglobin-oxygen.
Suatu peningkatan di dalam konsentrasi ion hidrogen darah
mengurangi oksigen yang mengikat hemoglobin (Effect Bohr). Oleh
karena efek bentuk kurva dissosiasi hemoglobin; jadilah lebih penting
pembuluh darah vena dibanding darah arteri (Gambar 7); hasil bersih
adalah pemberian kemudahan oksigen melepaskan ke jaringan dengan
kelemahan sedikit di dalam pengambilan oksigen (kecuali jika hypoxia
ada).
Pengaruh tegangan C02 pada gaya gabung hemoglobin untuk
oksigen adalah penting secara fisiologis dan adalah sekunder kepada
kenaikan yang dihubungkan di dalam konsentrasi ion hidrogen ketika C02
tegangan meningkat. C02 yang tinggi, isi dari darah kapiler pembuluh
darah, dengan menurun gaya gabung hemoglobin untuk oksigen,
memudahkan pelepasan oksigen ke jaringan; yang sebaliknya, isi C02
yang lebih rendah di dalam kapiler paru-paru meningkatkan hemoglobin
untuk oksigen lagi, memudahkan oksigen, pengambilan dari alveoli.

2.7. Isi Oksigen (Oksigen Content)


Total oksigen isi darah adalah penjumlahan menyangkut larutan yang lebih
yang dibawa oleh hemoglobin. Kenyataannya, ikatan oksigen dengan
hemoglobin secara teoritis tidak pernah mencapai maksimum tetapi adalah
semakin dekat kepada 1.31 mL 02/dl darah per mm Hg. Total isi oksigen
dinyatakan oleh penyamaan yang berikut:
Oksigen Content = ([0.003 mL 02 / dl blood per mm Hg] x Po2)+ ( So2 x
Hb x 1.31 mL/dL blood)
Di mana Hb adalah konsentrasi hemoglobin di dalam g/dL darah dan S02
adalah saturasi hemoglobin di P02 yang diberi.
Gunakan rumusan di atas dan suatu hemoglobin 15 g/ dL, Isi oksigen yang
normal untuk kedua-duanya seperti arterial dan campuran darah pembuluh
darah dan perbedaaan arteriovenous dapat dihitung:

17
Ca02= ( 0.003 x 100)+ ( 0.975 x 15 x 1.39) =19.5 mL/dL blood
Cvo2= ( 0.003 x 40)+(0.75 x 15 x 1.31) =14.8 mL/dL blood
( Cao2-Cvo2) = 4.7 mL/dI, darah

2.8. Konsumsi Oksigen


Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang istirahat
sadar (konsumsi oksigen istirahat) dan oleh karena itu sekitar 25% dari
kandungan oksigen arteri digunakan setiap menit. Hemoglobin dalam darah
vena campuran adalah sekitar 73% jenuh (98%minus 25%).Pada saat istirahat,
pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh melebihi konsumsi oksigen. Selama
latihan, oksigen meningkatkan konsumsi. Peningkatan kebutuhan oksigen
biasanya disediakan oleh peningkatan cardiac output (seperti yang ditunjukkan
pada rumus di atas). Sebuah jantung yang output nya rendah, rendah kadar
hemoglobin (anemia) atau oksigen rendah saturasi akan mengakibatkan
berkurangnya pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada perubahan
kompensasi dalam salah satu faktor lainnya.
Jika pengiriman oksigen jatuh relatif terhadap konsumsi oksigen, jaringan
mengekstrak lebih banyak oksigen dari hemoglobin dan saturasi darah vena
campuran turun di bawah 70%. Di bawah titik tertentu, menurunnya
pengiriman oksigen tidak dapat dikompensasi oleh peningkatan
oksigenekstraksi, dan ini hasil dalam metabolisme anaerob dan laktatasi dosis.
Situasi ini dikenal sebagai oksigenasi supply-dependent.

2.9. Pengangkutan Pernafasan Gas di dalam Darah.


A. Oksigen
Oksigen dibawa darah di dalam dua bentuk, solusi yang
dihancurkan dan di dalam bentuk gabungan yang kembali dengan
hemoglobin.

Oksigen Yang dihancurkan

18
Jumlah oksigen yang dihancurkan darah dapat diperoleh dari
Hukum Henry' S, yang mana konsentrasi dari segala gas di dalam larutan
adalah sebanding ke tegangan sebagiannya. Ungkapan mathematical
sebagai berikut:
gas konsentrasi = αx Partial pressure '
Dimana α = koefisien daya larut gas untuk larutan yang ditentukan pada
temperature

Gambar 8. Efek dari ventilasi alveolar pada alveolar Pco2 , pada


produksi dua tingkat CQ2. (Direproduksi dan yang dimodifikasi, dengan
ijin, dari Nunn JF: Ilmu faal Berhubung pernapasan Yang diterapkan, 5Th
Ed. Lumb A [ editor]. Butterwcrth-Heinemann, 2000.

19
Gambar 9. Kurva Dissosiasi Hemoglobin -Oxygen Orang dewasa yang
normal. (Yang dimodifikasi, dengan ijin, dari Barat JB: Physiology -
Berhubung pernapasan Penting, 3rd ed. Williams & Wilkins, 1985)5

Koefisien Daya larut untuk 02 pada temperatur normal badan


adalah 0.003 mL/dL per mm Hg. Sama dengan suatu Pao2 100 mm Hg,
jumlah maksimum 02 menghancurkan darah sangat kecil (0.3 mL/dL)
dibandingkan batas hemoglobin.

2.10. Sirkulasi Mikro pada Sepsis


Kondisi patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat
mempengaruhi pada hampir setiap komponen sel sirkulasi mikro, termasuk sel
endotel, sel otot polos, leukosit, eritrosit, dan jaringan. 7,8,9 Jika tidak dapat
dikoreksi secara tepat, suplai aliran darah mikro yang jelek dapat
menyebabkan distress respirasi pada jaringan dan sel, dan lebih lanjut lagi
menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya adalah kegagalan

20
organ. Sirkulasi mikro menjamin ketersediaan oksigen untuk tiap sel dan
jaringan, menjadi penentu organ berfungsi baik atau tidak. Disfungsi sirkulasi
mikro yang terjadi selama beberapa waktu dapat menjadi penggerak utama
kondisi patologis sepsis yang berakibat pada kegagalan organ yang kemudian
dapat terjadi kegagalan multiorgan.10
Sirkulasi mikro berfungsi sebagai prasyarat utama kecukupan
oksigenasi jaringan dan agar suatu organ dapat berfungsi. Tujuannya untuk
menjamin transport oksigen dan zat nutrient ke jaringan-jaringan dan sel,
sehingga dapat menjamin kecukupan fungsi imunologis, dan untuk
mendistribusikan obat pada sel target. Sirkulasi mikro terdapat pada
pembuluh darah terkecil (diameter < 100 μm) yaitu arteriole, pembuluh darah
kapiler, dan venule dimana oksigen dilepaskan ke jaringan.10
Jenis sel utama penyusun sirkulasi mikro adalah sel endotel yang
terdapat di dalam lapisan dalam pembuluh darah mikro, sel otot polos
(terutama di arteriole), sel darah merah, leukosit, dan komponen plasma
dalam darah. Struktur dan fungsi dalam sirkulasi mikro sangat heterogen dan
berbeda untuk tiap sistem organ.10,11 Secara umum, tekanan, tonus pembuluh
darah, hemorheologi, dan patensi pembuluh kapiler merupakan faktor-faktor
penentu aliran darah pada pembuluh darah kapiler. 10 Pengukuran
hemodinamik umum hanya mencerminkan sebagian kecil dari total aliran
darah dalam tubuh. Sirkulasi mikro, dengan permukaan endotel yang luas,
sebenarnya merupakan organ terluas dalam tubuh manusia. Pada praktek
klinisnya, perfusi sirkulasi mikro diukur dari beberapa aspek seperti warna,
capillary refill, dan suhu pada organ-organ distal (jari, ibu jari kaki, daun
telinga, hidung).12
Pada sepsis berat, apa yang terjadi pada sirkulasi mikro menimbulkan
hal-hal sebagai berikut, seperti hipoksia jaringan menyeluruh, kerusakan
keseluruhan sel endotel, aktivasi kaskade pembekuan, dan ”microcirculatory
and mitochondrial distress syndrome ” (MMDS). Faktor-faktor di atas, secara
sendiri ataupun kombinasi, merupakan penentu disfungsi organ akut pada
sepsis berat.10

21
Gambar 10. Kaskade yang Menunjukkan Terjadinya Kegagalan Organ
Akibat Adanya Disfungsi Sirkulasi Mikro pada Sepsis10

Petanda klinis pada hipoksia jaringan sangat tidak spesifik. Meskipun


demikian, adanya hipoksia jaringan dapat diketahui dari adanya disfungsi organ,
seperti peningkatan frekuensi pernafasan, organ perifer dapat terjadi
hangat/vasodilatasi atau dingin/vasokonstriksi, keluaran urin yang sedikit
(oliguria), dan perubahan mental. Disamping itu, adanya disfungsi organ juga
ditandai dengan adanya asidosis metabolik, rasio ekstraksi oksigen yang rendah,
dan pH mukosa gaster yang rendah.12

22
Gambar 11. Oxygen Delivery dan Hipoksia Jaringan pada Sepsis12

Pada sepsis pengaturan sirkulasi mikro sangat terganggu, terjadi


penurunan kemampuan berubah bentuk dari sel darah merah bersama dengan
meningkatnya viskositas darah, meningkatnya persentase jumlah neutrofil
teraktivasi dan menurunnya kemampuan berubah bentuk serta meningkatnya
agregasi yang diakibatkan oleh pengaturan oleh molekul adhesi, aktivasi
kaskade pembekuan dengan deposisi fibrin dan pembentukan mikrotrombin,
disfungsi mekanisme autoregulator pembuluh darah, dan terakhir adanya
shunt pembuluh darah arteri-vena besar. Keseluruhan proses ini berakibat pada
disoksia jaringan, apakah berasal dari gangguan transpor oksigen dan atau dari
disfungsi mitokondria. Secara klinis, proses ini disebut sebagai defek ekstraksi
oksigen, yang merupakan gambaran yang menonjol dalam keadaan sepsis.10
Mekanisme yang mungkin bertanggung jawab terhadap fenomena ini
adalah mati/tersumbatnya aliran darah unit sirkulasi mikro pada organ,
sehingga membuat shunting transpor oksigen dari kompartemen arteri ke vena
dan membuat sirkulasi mikro menjadi hipoksia. Hal ini mungkin menjadi
penjelasan untuk berbagai perbedaaan perfusi jaringan lokal-regional dalam
keadaan syok.10,11

23
Pada teori shunting ini, koreksi harus dilakukan dengan penyelamatan
unit sirkulasi mikro yang ter-shunting. Dengan menerapkan strategi
pembukaan sirkulasi mikro dapat diharapkan memperbaiki aliran sirkulasi
mikro dengan meningkatkan tekanan pada sirkulasi mikro dan atau
menurunkan afterload pembuluh kapiler.12

Gambar 12. Kaskade dari Perjalanan SIRS dan Sepsis

2.11. Pengaturan Disfungsi


Mekanisme autoregulasi, dan fungsi sirkulasi mikro terganggu parah saat
terjadi sepsis, dan disfungsi mekanisme autoregulasi dan fungsi sirkulasi
mikro tersebut menjadi faktor penentu dalam patofisiologi yang ditandai
beberapa kelainan heterogen dalam aliran darah dimana beberapa pembuluh
darah kapiler menjadi turun perfusinya, sementara yang lain memiliki aliran
darah yang normal atau yang sangat tinggi.10

24
Gambar 13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan
Sirkulasi Mikro pada Sepsis

Gambar 14. Tersumbatnya Aliran Darah Unit Sirkulasi Mikro pada Organ

Secara fungsional unit sirkulasi mikro yang rentan menjadi hipoksik,


dimana hal ini menjelaskan adanya defisit ekstraksi oksigen yang terkait
dengan sepsis. Pada kondisi ini, tekanan parsial O2 pada sirkulasi mikro
(μpO2) turun di bawah pO2 pada vena. Perbedaan ini disebut ”pO2 gap” ,
pengukuran tingkat keparahan shunting fungsional, dimana bila terjadi akan
lebih parah pada sepsis dibandingkan pada perdarahan. Ini merupakan alasan
utama mengapa pemantauan hemodinamik secara sistemik dan variabel
oksigen tidak dapat mengetahui distres pada sirkulasi mikro, dan proses yang
berjalan ini menjadi tertutupi/tidak diketahui.

25
Pada sepsis, sel endotel sirkulasi mikro tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya sebagi pengatur oleh karena terganggunya jalur sinyal transduksi
dan kehilangan komunikasi elektrofisiologis serta kontrol otot polos. Sistem
Nitrit Oksida (NO), komponen utama pada kontrol autoregulasi patensi
sirkulasi mikro, menjadi sangat terganggu pada keadaan sepsis, hal ini
diketahui dengan adanya ekspresi heterogen dari inducible nitric oxide
synthase (iNOS) pada area yang berbeda pada tiap organ, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran shunting yang patologis. Karena iNOS tidak
diekspresi secara homogen pada sistem organ, area yang kekurangan iNOS
menjadi kurang vasodilatasi yang dipicu oleh NO dan perfusinya menurun.
Sel otot polos yang melapisi arteriole dan mengatur perfusi menjadi
kehilangan tonus dan sensitivitas terhadap respon adrenergik pada keadaan
sepsis. Sel darah merah menjadi kurang dapat berubah bentuk dan cenderung
beragregrasi. Sel darah merah juga memainkan peranan penting dalam
pengaturan aliran darah sirkulasi mikro dengan kemampuannya melepaskan
NO pada keadaan hipoksia dan menyebabkan vasodilatasi. Kemampuan
pengaturan oleh sel darah merah ini terganggu pada keadaan sepsis. Defek
yang parah ini bersama dengan terganggunya sistem koagulasi pada sepsis,
akan lebih lanjut menganggu perfusi sirkulasi mikro dan fungsinya.10
Sebagai tambahan, leukosit yang diaktivasi oleh inflamasi sepsis akan
menghasilkan oksigen reaktif yang secara langsung merusak struktur
sirkulasi mikro, interaksi antar sel, dan fungsi koagulasi.10,13 Hal ini dan
beberapa mediator inflamasi lainnya akan mengubah fungsi pertahanan pada
sirkulasi mikro, termasuk hubungan antar sel, dan mungkin juga glikokaliks
sel endotel, sehingga menyebabkan edema jaringan dan labih lanjut lagi
menjadikan defisit ekstraksi oksigen.9 Bila tidak dikoreksi, disfungsi sirkulasi
mikro akan menyebabkan distres respirasi sel parenkim dan menyebabkan
kegagalan organ.10,11,12

2.12. Anestesi terhadap pernapasan

26
Efek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap
respirasi telah dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan
respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman
anesthesia. Zat-zat anestetik intravena dan abar (volatile) serta opioid
semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respons terhadap CO2.
Respon ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar
trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia
(PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan
aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas cepat dan
dalam (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau hipokarbia (PaCO2 dalam
darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis
dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dangkal dan lambat
(hipoventilasi).
Induksi anesthesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional
residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma keatas, apalagi
setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigil pasca anesthesia akan
meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat, mukosa jalan napas mudah
terangsang, produks lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO kira-kira
10% dan kemampuan Hb mengikat )2 menurun sampai 25%. Nikotin akan
menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Dalam kondisi normal hanya O2 yang diambil paru dan tidak ada ambilan
terhadap nitrogen. Bila ada gas kedua yang diabsorbsi dengan cepat, seperti
N2O masuk kedalam paru kemudian ambilan gas ini memiliki efek
mengkonsentrasikan gas-gas yang tetap berada dalam alveoli. Efek terhadap
O2 tidak memiliki kepentingan klinis, tetapi peningkatan kadar zat-zat
anestetik abar (volatile) akan mempercepat induksi anesthesia. Kebalikannya
bila pemberian N2O dihentikan, eliminasi gas ini akan mengencerkan gas-gas
dalam alveoli dan akan menyebabkan hipoksemia jika tidak diberikan
tambahan O2.
Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan
pusat pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Efek ini dapat

27
dibalikkan dengan menggunakan naloxone. Zat - zat anestetik abar
(volatile)dapat menekan pusat pernapasan dengan cara yang sama.walaupun
eter memiliki efek yang lebih kecil pada pernapasan dibandingkan dengan zat-
zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu Alirah darah di paru-paru,
hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi yang tidak sebanding dan
menurunkan efisiensi dari oksigenasi.
Nitrit oxide hanya mempunyai efek minor pada pernapasan. Efek depresan
dari opioid dan zat abar bersifat aditif dan monitoring ketat dari pernapasan
sangatlah penting, ketika oksigen tidak tersedia respirasi harus selalu
didukung selama proses anetesi berlangsung.

BAB III
KESIMPULAN

28
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, sebentar saja manusia tidak mendapat oksigen maka akan langsung fatal
akibatnya. Tidak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen
juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pemberian oksigen dapat
memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan
memperbaiki kualitas hidup. Oksigen ditransportasi dari udara yang kita hirup ke
tiap sel di dalam tubuh. Secara umum, gas bergerak dari area dengan konsentrasi
tinggi (atau tekanan) ke daerah dengan konsentrasi rendah (atau tekanan).
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan
kelangsungan metabolisme sel sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat.
Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses
suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel).
Penurunan PO2 dari udara ke mitokondria dikenal sebagai kaskade
oksigen. Penurunan PO2 ini terjadi karena alasan fisiologis, tetapi mereka dapat
dipengaruhi oleh keadaan patologis, misalnya hipoventilasi, ventilasi /perfusi
ketimpangan, atau difusi kelainan, yang akan mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kecukupan pengiriman oksigen ke jaringan, dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu kadar hemoglobin, curah jantung dan oksigenasi. Jumlah oksigen yang
tersedia untuk tubuh dalam satu menit dikenal sebagai pengiriman oksigen:
Deliveri oksigen (ml O2.min-1) =
= Cardiac output (l.min-1) x Hb konsentrasi (gl-1) x 1.34 (ml O2.gHb-1) x
saturasi%
= 5000ml.min-1 x 200ml O2.1000ml darah-1
= 1000ml O2.min-1
Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang istirahat sadar
(konsumsi oksigen istirahat) dan oleh karena itu sekitar 25% dari kandungan
oksigen arteri digunakan setiap menit. Pada saat istirahat, pengiriman oksigen ke
sel-sel tubuh melebihi konsumsi oksigen. Selama latihan, oksigen meningkatkan

29
konsumsi. Peningkatan kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan
cardiac output (seperti yang ditunjukkan pada rumus di atas). Sebuah jantung
yang output nya rendah, rendah kadar hemoglobin (anemia) atau oksigen rendah
saturasi akan mengakibatkan berkurangnya pengiriman oksigen jaringan, kecuali
ada perubahan kompensasi dalam salah satu faktor lainnya.
Jika pengiriman oksigen jatuh relatif terhadap konsumsi oksigen, jaringan
mengekstrak lebih banyak oksigen dari hemoglobin dan saturasi darah vena
campuran turun di bawah 70%. Di bawah titik tertentu, menurunnya
pengiriman oksigen tidak dapat dikompensasi oleh peningkatan
oksigenekstraksi, dan ini hasil dalam metabolisme anaerob dan laktatasi dosis.
Situasi ini dikenal sebagai oksigenasi supply-dependent.

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Admin, 2008, “Oksigen”, (diakses dari www.healthcare.wordpress.com pada
tanggal 26 Juli 2013.)
2. Law, Robert & Henry Bukwirwa. 1999. The Physiology of Oxygen Delivery.
Anaesthesia, edition 10. (Diakses dari www.worldanaesthesia.org pada
tanggal 24 Juli 20013).
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical
Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007
4. Mc. Lellan, S.A. 2004. Oxygen delivery and haemoglobin. The Journal
Oxford of Anaesthesia. (diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/559763 pada tanggal 28 Juli 2013)
5. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,
Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2006, p. 791-811
6. Conte, Benjamin MD, etc. Perioperative Optimization of Oxygen Delivery.
2010. (Diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/730822_2 pada
tanggal 28 Jui 2013).\
7. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al; SCCM/ESICM/ACCP/ATS/ SIS:
2001 International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003;
31:1250–1256.
8. Connor EO., Venkatesh B., Lipman J., Mashongonyika C., Hall J.
Procalcitonin in Critical Illness. Crit Care Res, 2001, 3:236–43.
9. Levy, M.M., Fink, M.P., Marshall, J.C., et al. SCCM/ESICM/ ACCP/ATS/SIS
International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med. 2001; 1250–
1256
10. Hoyert DL, Anderson RN. Age-Adjusted Death Rate. Natl Vital Stat Rep.
2001. 49:1-6
11. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of Severe Sepsis in The
United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.
12. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of Sepsis And
Multiple Organ Dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds.
Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005.
p.1249-57.
13. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of Severe Sepsis in The
United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31

31

Anda mungkin juga menyukai