1. Pengertian.
Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai dukungan terhadap rencana atau
proyek pembangunan yang direncanakan dan ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi
masyarakat diukur oleh berapa besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk ikut menanggung
biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga yang diberikan kepada pemerintah. Partisipasi
yang berlaku secara universal adalah kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam
merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah
dicapai.
Komite Sekolah / Madrasah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk
berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stake-holder pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan
kualitas proses dan hasil pendidikan.
2. Nama.
Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD/MI, SLTP/MTs, dan SMU/SMK/MA di
Indonesia, masyarakat sekolah, khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian fungsinya
dalam membantu penyelenggaraan pendidikan. Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di
lingkungan masing-masing sekolah telah membentuk Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG).
Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah / Madrasah (di beberapa sekolah yang
memperoleh program khusus), beranggotakan kepala Sekolah / Madrasah sebagai ketua dan salah
seorang Guru, Ketua BP3, Ketua LKMD dan Tokoh Masyarakat sebagai anggota. Pembentukan komite
dimaksudkan untuk menangani pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah (SD dan MI), dan
pembangunan unit sekolah baru (SLTP dan MTs), sedangkan di SMK, selain terdapat BP3 dibentuk
juga Majelis Sekolah yang mempunyai peran menjembatani sekolah dengan industri dalam
pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), dan Bursa Kerja Khusus (BKK) yang merupakan kerja
sama sekolah dengan Depnaker dalam pemasaran lulusan.
Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu dibenahi
selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan
membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “Masyarakat Sekolah” yang
memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang
kompak dan sinergis, maka Komite Sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang
dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
Komite Sekolah / Madrasah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan,
baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu
kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generik. Artinya, bahwa nama badan
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite
Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah,
Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian, organisasi yang
ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau
melebur menjadi organisasi baru, yang bernama Komite Sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya akan
berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.
1. Kedudukan.
Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan
pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, mempunyai penyebaran lokasi yang
amat beragam. Ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah
negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena
itu, maka Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut :
1. Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan. Satuan pendidikan sekolah yang
siswanya dalam jumlah yang banyak, atau sekolah khusus seperti Sekolah Luar Biasa, temasuk dalam
ketegori yang dapat membentuk Komite Sekolah sendiri.
2. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Sebagai
misal, beberapa SD / MI yang terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat
membentuk satu Komite Sekolah.
3. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang
pendidikan dan terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Sebagai misal, ada
satu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan TK, SD, SLB, dan SMU, dan bahkan SMK
dapat membentuk satu Komite Sekolah.
4. Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang
pendidikan milik atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah-
sekolah di bawah lembaga pendidikan Muhammadiyah, Al Azhar, Al Izhar, Sekolah Katholik, Sekolah
Kristen, dsb.
2. Sifat.
Komite Sekolah / Madrasah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan
hierarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Komite Sekolah dan Lingkungan
Sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekerja
sama sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS).
C. TUJUAN
Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi masyarakat sekolah yang
mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite
Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat.
Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis
masyarakat secara kolektif. Artinya, Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi
kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model) dan
kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah
sebagai berikut :
1.Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2.Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
3.Menciptakan suasana harmonis, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
1. Peran.
Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya
harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang
dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut :
a.Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan
di satuan pendidikan.
b.Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c.Pengontrol (controlling agency) dalam penyelenggaraan kegiatan di satuan pendidikan.
d.Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
2. Fungsi.
Untuk menjalankan perannya itu, Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :
a.Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
b.Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri) dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c.Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang
diajukan oleh masyarakat.
d.Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
1) Kebijakan dan Program Pendidikan.
2) Kriteria Kinerja Satuan Pendidikan.
3) Kriteria Tenaga Kependidikan.
4) Kriteria Fasilitas Pendidikan.
5) Hal-hal lain yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.
e.Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f.Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
g.Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, dan penyelenggaraan di satuan
pendidikan.
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut.
- Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder
secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran program sekolah.
- Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana, barang
tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
E. Organisasi
Pengurus Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas
seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite bukan
berasal dari kepala satuan pendidikan. Jika diperlukan dapat diangkat petugas khusus yang
menangani urusan administrasi Komite Sekolah dan bukan pegawai sekolah, berdasarkan
kesepakatan rapat Komite Sekolah.
Pengurus Komite Sekolah adalah personal yang ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka dalam musyawarah Komite Sekolah.
b. Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.
c. Jika diperlukan pengurus Komite Sekolah dapat menunjuk atau dibantu oleh tim ahli sebagai
konsultan sesuai dengan bidang keahliannya.
1. Prinsip Pembentukan.
Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis.
Dilakukan secara transparan adalah bahwa Komite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan
diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses
sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman
calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan secara akuntabel
adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya
maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses
pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu
pemilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
2. Mekanisme Pembentukan.
Pembentukan komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia persiapan yang dibentuk oleh
kepala satuan pendidikan dan/atau oleh atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-
kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan
pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Calon anggota Komite Sekolah yang disepakati dalam musyawarah atau mendapat dukungan suara
terbanyak melalui pemungutan suara secara langsung menjadi anggota Komite Sekolah sesuai dengan
jumlah anggota yang disepakati dari masing-masing unsur. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama
kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART.
Misalnya dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa pemilihan anggota
dan pengurus Komite Sekolah ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.
Pengurus dan anggota komite terpilih dilaporkan kepada pemerintah daerah dan dinas pendidikan
setempat. Untuk memperoleh kekuatan hukum, Komite Sekolah dapat dikukuhkan oleh pejabat
pemerintahan setempat. Misalnya Komite Sekolah untuk SD dan SLTP dikukuhkan oleh Camat dan
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan; SMU/SMK dikukuhkan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota.
G. KESIMPULAN
Panduan ini merupakan acuan utama untuk membentuk dan/atau memperluas peran, fungsi, dan
keanggotaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam membentuk badan tersebut, pemrakarsa
dapat berkonsultasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah dapat diatur melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di
kabupaten/kota.
Semoga artikel singkat ini bermanfaat .....
Sumber : http://www.depdiknas.go.id
http://www.min2tbalai.com/2012/11/tugas-pokok-dan-fungsi-komite-sekolah.html
Di dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 044/u/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dijelaskan bahwa Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun
jalur pendidikan luar sekolah. Sedangkan Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah masing- masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite
Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama
lain yang disepakati.
Sedangkan badan yang seperti Bp3, komite sekolah dan/atau majelis sekolah yang sudah ada dapat
memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini. sedangkan di dalam PP no 17
tahun 2010 kedudukan ini tidak berubah, artinya bahwa Komite Sekolah tetap sebagai lembaga yang
mandiri yang dibentuk guna mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, perbedaannya dalam PP no 17 tahun 2010 ini disebutkan bahwa komite sekolah selain
mandiri juga harus profesional. Artinya Komite sekolah harus benar-benar dapat menjalankan peran dan
fungsi, tidak hanya menjadi alat pelengkap di sekolah, atau bahkan hanya menjadi ”tukang stempel: atas
kebijakan kepala sekolah.
Dalam hal pembentukan komite sekolah di dalam Kepmendiknas di jelaskan bahwa Komiter sekolah
dapat dibentuk di setiap satuan pendidikan. Dalam keputusan ini tidak menjelaskan berapa jumlah siswa
minimal dimiliki sekolah agar dapat membentuk komite sekolah, artinya setiap satuan pendidikan berhak
untuk membentuk komite sekolah, tidak peduli berapapun jumlah peserta didik yang terdaftar dalam
sekolah tersebut. Tetapi dalam PP no 17 tahun 2010 pasal 196 dijelaskan bahwa Satuan pendidikan
yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk komite
sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan lain yang sejenis. Dengan demikian, dalam PP
ini dikenal adanya komite sekolah gabungan.
2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/madrasah dilaporkan kepada rapat orang tua/ wali peserta
didik yang diselenggarakan dan dihadiri kepala sekolah/madrasah dan dewan guru.
FUNGSI
Lebih lanjut dalam Kepmendiknas nomor 044/u/2002 dijelaskan bahwa Komite Sekolah berfungsi :
Secara prinsip fungsi ini tidak berbeda dengan PP nomor 17 tahun 2010, artinya fungsi yang dijelaskan
dalam PP ini masih relevan dilaksanakan.
Hal yang berbeda dari PP ini adalah tentang keanggotaan komite sekolah. Dalam Kepmendiknas nomor
044/u/2002 dijelaskan bahwa jumlah anggota komite sekolah sekurang-kurangnya adalah 9 (sembilan)
orang dan jumlahnya adalah gasal, sedangkan dalam PP nomor 17 tahun 2010 keanggotaan komite
sekolah ditetapkan sebanyak 15 (lima belas) orang.
Unsur-unsur yang dapat menjadi anggota komite sekolah juga berubah, Kepmendiknas nomor
044/u/2002 menjelaskan bahwa anggota komite sekolah dapat berasal dari unsur orang tua/wali peserta
didik; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; dunia usaha/industri; organisasi profesi tenaga pendidikan;
wakil alumni; wakil peserta didik. Sedangkan dalam PP nor 17 tahun 2010, keanggotaan komite.sekolah
terdiri dari orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen); tokoh masyarakat paling
banyak 30% (tiga puluh persen); dan pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh
persen) dengan demikian yang berubah adalah ditiadakannya anggota komite sekolah dari unsur alumni
dan peserta didik.
Masa keanggotaan komite sekolah juga mengalamai perubahan. Dalam Kepmendiknas nomor
044/u/2002 setelah pembentukan pertama kali oleh sekolah, maka masa keanggotaan komite sekolah
diatur berdasar anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) komite sekolah, sehingga
dimungkinkan masa jabatan anggota komite sekolah bisa lebih dari tiga tahun. Dalam PP nomor 17 tahun
2010 pasal 197 ditegaskan bahwa keanggotaan komite sekolah adalah 3 tahun dan dapat dipilih kembali
setelah satu kali masa jabatan.
Tentang penetapan keanggotan skomite sekolah juga mengalami perubahan. Dalam Kepmendiknas
nomor 044/u/2002, setelah terbentuk, maka penetapan keanggotaan komite sekolah diatur berdasarkan
AD/ART Komite sekolah, tetapi dalam PP nomor 17 tahun 2002, penetapan anggota Komite sekolah
ditetapkan oleh Kepala Sekolah.
Dari perubahan ini ada beberapa pihak yang mengkhawatirkan nantinya peran dan fungsi komite sekolah
akan dikebiri oleh kepala sekolah. Dengan adanya PP ini kepala sekolah bisa saja tidak setuju terhadap
komposisi keanggotaan komite sekolah yang dianggap tidak sejalan dengan pikiran kepala sekolah. Bisa
saja pasal ini muncul karena dilatar belakangi adanya disharmonisasi hubungan antara komite sekolah
dan kepala sekolah. Komite sekolah terlalu over acting terhadap kebijakan kepala sekolah, sehingga hal
tersebut mengganggu kinerja sekolah secara keseluruhan. Terlepas dari pro dan kontra tentang
penetapan keanggotaan komite sekoalah, harus tetap difahami bahwa keberadaan kedua komponen
tersebut adalah bertujuan sama, yaitu sama-sama memajukan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Sehingga yang harus dikedepankan adalah persamaan tersebut dan bukan jurang perbedaan yang dapat
menimbulkan disharmonisasi hubungan sebagai mitra kerja.
Hal yang baru dari PP ini adalah diaturnya sumber pendanaan yang diperbolehkan untuk mendanai
kegiatan komite sekolah dan/atau membantu sekolah. Dalam pasal 196 dijelaskan , bahwa komite
sekolah boleh menggali dana dari sumber-sumber berikut emerintah; pemerintah daerah;
masyarakat; bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau sumber lain yang sah. Pasal ini dapat
digunakan komite sekolah untuk menggali dana sebanyak mungkin dari sumber-sumber yang berbeda,
bahkan bantuan dari pihak asing pun diperbolehkan dalam PP ini.
Dalam pasal 198 dijelaskan Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/ madrasah, baik perseorangan
maupun kolektif, dilarang:
1. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan
pakaian seragam di satuan pendidikan;
2. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan
pendidikan;
3. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung;
4. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak
langsung; dan/atau
5. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau
tidak langsung.
Kenyataan di lapangan masih banyak sekolah yang seijin komite sekolah mengadakan bimbingan
belajar. Kalau melihat ketentuan dalam pasal ini jelas tidak diperbolehkan. Lantas bagaimana solusinya.
Kegiatan bimbingan belajar adalah kegiatan tambahan jam pelajaran yang diberikan sebelum atau
setelah jam sekolah, yang biasanya memungut sejumlah biaya dari orang tua wali murid. Agar kegiatan
tersebut tidak melanggar ketentuan dari pasal ini, maka pola pemberian tambahan jam belajar dapat
digabung dengan jam intra kurikuler. Sehingga total jam pelajaran perminggu dapat ditambah sesuai
dengan kebutuhan. Dengan cara ini bimbingan berlajar tidak lagi diadakan di luar jam sekolah tetapi ada
di dalam jam sekolah.
Sekarang permasalahannya, bagaimana dengan keanggotaan komite yang sudah ada sekarang?
Apakah harus segera menyesuaikan dengan PP ini atau harus bagaimana? Memang bukan hal yang
mudah untuk segera mengaplikasikan sebuah peraturan. Di beberapa kabupaten/kota keberadaan
komite sekolah memang sudah mulai menunjukkan perannya. Berbagai instrumen dan kelengkapan
komite sekolah sedikit demi sedikit sudah mulai dilengkapi, mulai dari AD/ART, struktur organisasi dan
lain sebagainya. Dan bahkan ada sebagian komite sekolah sudah mengadakan reformasi kepengurusan.
Tentu hal ini tidak serta merta dapat dirubah. Sebaiknya bagi komite sekolah yang baru saja
mengadakan reformasi kepengurusan, lanjutkan saja sampai habis masa jabatan. Setelah itu baru
menyesuaikan dengan PP ini. Sedangkan yang akan mengadakan reformasi kepengurusan langsung
bisa menyesuaikan dengan PP ini.
Hal positif yang dapat kita ambil dari terbitnya PP ini adalah semakin dikuatkannya organisasi komite
sekolah. Dengan demikian keberadaan komite sekolah lebih mapan dari sisi hukum. Komite sekolah
memiliki pijakan hukum yang kuat dalam melaksanakan fungsi dan perannya. Selamat berjuang komite
sekolah.
KEPUTUSAN
KEPALA SDN DUREN JAYA IV BEKASI TIMUR
Nomor : ……./049/409.105.15/……
tentang
Menimbang :
Bahwa setiap warga Negara berhak atas pendidikan dan pengajaran yang layak serta
Dalam rangka upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan
seluruh masyarakat.
Bahwa agar desentralisasi dalam bidang pendidikan kepada sekolah dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan dan upaya peningkatan mutu layanan pendidikan
Mengingat :
8. Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Bekasi No. 028 / 1010 / 409.105 / 2003
Memperhatikan:
Hasil musyawarah wali siswa dan tim formatur Komite SDN Duren Jaya IV pada tanggal 16 April 2012.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Kedua : Komite Sekolah SDN Duren Jaya IV berperan sebagai mitra kerja
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berakhir pada
Ditetapkan di : Bekasi
Kota Bekasi
SUWILAH, M.Pd
Ditetapkan di : Bekasi
Kota Bekasi
SUWILAH, M.Pd
http://annisaauliya.wordpress.com/2012/04/06/pembentukan-komite-sekolah/
Selama ini seperti kita ketahui bersama, di zaman modern ini, sekolah dituntut untuk
memberikan yang terbaik bagi putra-putri generasi penerus bangsa dimana orang tua
yang menyekolahkan anaknya sangat memercayakannya. Sekolah sejatinya sebagai
lembaga resmi dibawah naungan pemerintah memiliki kewajiban untuk mencetak
generasi penerus bangsa. Namun perlu di ingat keberhasilan peserta didik erat
kaitannya dengan berbagai pihak salah satunya peran orang tua. Mengapa demikian?
Karena bagaimanapun juga orang tua dan guru adalah pendidik bagi putra-putri yang
tengah mencari ilmu. Maka dari itu keberadaan orang tua dalam membantu
keberhasilan putra-putrinya sangat diperlukan. Lalu bagaimana caranya? Pemerintah
dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasioanl mengeluarkan surat keputusan yang
tercantum dalam Kepmendiknas bernomor: 044/U/2002 tentang Peran dan Fungsi
Komite Sekolah.
Peran dan fungsi komite sekolah diantaranya pertama sebagai advisor. Pada tahap ini
komite sekolah mempunyai tugas memberikan masukan atau saran dalam kegiatan
pembelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler serta dalam hal sarana dan prasarana
sekolah. Jelas hal ini akan membantu dan menjaga kelancaran kegiatan sekolah yang
akan dan tengah dilaksanakan. Karena tanpa pemberian masukan langsung dari
komite sekolah, pihak sekolah akan membutuhkan banyak waktu untuk sekadar
menerima masukan atau saran saat dan setelah kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
Demikian pula dengan sarana atau prasarana terutama sekolah yang dikelola swasta,
keberadaan masukan lewat bentuk nyata perlu kiranya dikelola dengan baik. Karena
komite sekolah sebagai jembatan antara orang tua dan guru/ yayasan akan terasa
manfaatnya jika ini digali dengan sangat serius terutama untuk mendukung kelancaran
dalam melaksanakan program pemelajaran di sekolah.
Yang kedua, peran komite sekolah yakni supporting. Tindakan nyata dari persatuan
orang tua dan guru ini berupa memberikan dukungan terhadap program-program
sekolah, selama program tersebut baik bagi siswa, guru maupun orang tua. Dukungan
dapat berupa dana, dan non dana (ide, pemikiran, dll). Artinya setiap orang tua siswa
dalam hal ini memiliki program nyata dan biasanya dibagi ke dalam dua hal.
Dukungan yang bersifat materil berupa sumbangan terhadap kegiatan di sekolah
seperti membantu sekolah dalam penggalangan dana untuk kegiatan yang bersifat
sosial seperti membantu korban banjir, rumah rusak, longsor dan lain sebagainya pun
yang bersifat keagamaan seperti santunan anak yatim-piatu, jompo dan lainnya. Di
sisi lain sumbangsih orang tua terhadap non-materil juga dibutuhkan. Adanya
program sekolah yang berkenaan dengan semangat dan pemberian motivasi bagi
keberhasilan siswa perlu kiranya dianggap serius seperti penyelenggaraan career
days, how to get success in the future, dan lain sebagainya. Dan diharapkan
kesinambungan antara supporting orang tua dengan guru berjalan selaras demi
mewujudkan putra-putri bangsa yang cemerlang.
Kemudian yang ketiga adalah controlling. Komite sekolah berperan dalam mengawasi
sejauh mana pelaksanaan program, kurikulum, proses belajar-mengajar dan kegiatan-
kegiatan lainnya apakah sudah dilaksanakan optimal atau belum juga dapat
mengawasi apakah sarana dan prasarana yang sudah ditetapkan atau dijanjikan dapat
direalisasikan atau tidak? Pertanyaan-pertanyaan di atas harus ditanggapi dengan
serius selaku penyelenggara pendidiakn formal.
Sebagai komite sekolah yang memiliki peran untuk mengawasi, akan sangat penting
program pendidikan diinformasikan sesering mungkin apakah lewat media sekolah
seperti bulletin sekolah,website atau pun media komunikasi yang komite sekolah buat.
Karena ini akan mempermudah dalam pengawasan terutama bagi orang tua yang tidak
sempat atau sibuk sehingga tidak bisa ke sekolah langsung.
Dan yang terakhir, komite sekolah berperan sebagai mediator yakni antara orang tua
dengan guru, orang tua/ guru dengan perguruan/ yayasan. Semua saran, usualan atau
masukan yang diterima oleh komite sekolah disampaikan kembali kepada sekolah/
perguruan/ yayasan. Komite sekolah berfungsi sebagai mediator bukan sebagai
pengambil keputusan atau decision maker.
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/28/peran-komite-sekolah-459047.html
Sebuah organisasi akan berjalan lebih cepat, efektif, dan efisien apabila organisasi tersebut dipenuhi oleh
orang-orang yang penuh kreativitas. Orang yang kreatif adalah orang yang selalu bertanya tentang
sesuatu yang dianggap masalah. Orang kreatif adalah orang yang selalu berfikir untuk menemukan solusi
untuk memecahan suatu masalah. Orang yang kreatif selalu memiliki gagasan-gagasan baru, yang
kadang-kadang tidak pernah dipikirkan orang lain. Organisasi yang baik adalah organisasi yang
mendukung pengembangan kreativitas.
by. Teguh
dirangkum dari beberapa sumber
http://www.citabundaschool.com/?mod=home&id=107
Sejak tahun 2002 kebetulan penulis memang terlibat dalam proses kelahiran Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Sebagaimana telah kita ketahui, proses kelahiran
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah Kepmendiknas Nomor 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Salah satu landasan hukum yang
melahirkan Kepmendiknas tersebut antara lain adalah UU Nomor 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2001 – 2005. Bab VII tentang
Pendidikan dalam UU tersebut, antara lain mengamanatkan bahwa untuk
melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan perlu dibentuk ”dewan sekolah” di
setiap kabupaten/kota, yang kemudian lebih dikenal dengan nama generik ”dewan
pendidikan”. Kemudian di setiap satuan pendidikan dibentuk “komite
sekolah/madrasah”.
Untuk menjawab pertanyaan yang sangat mendasar tersebut, perlu dijelaskan tentang
perubahan paradigma pelaksanaan urusan pemerintahan di negeri ini sejak kelahiran
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hampir semua urusan
pemerintahan di negeri ini telah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota, kecuali tiga urusan, yakni urusan politik luar negeri, keuangan, dan
agama.
Siapa masyarakat siapa saja yang akan melaksanakan peran yang begitu berat tersebut?
Pertanyaan ini dapat dijawab dalam rumusan Pasal 188 (1) bahwa ”Peran serta
masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu pelayanan pendidikan”. Bahkan dalam Pasal 188 (4) dinyatakan bahwa peran
serta masyarakat secara khusus dapat disalurkan melalui dewan pendidikan tingkat
nasional, dewan pendidikan tingkat provinsi, dewan pendidikan tingkat
kabupaten/kota, komite sekolah, dan atau organ representasi pemangku kepentingan
satuan pendidikan. Itulah sebabnya, dewan pendidikan, mulai dari dewan pendidikan
tingkat nasional, provinsi, sampai dengan kabupaten/kota, serta komite sekolah
diposisikan menjadi wadah peran serta masyarakat yang paling dominan untuk
meningkatkan mutu layanan pendidikan.
Dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 juga disebutkan tentang proses rekrutmen pengurus
Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, Dewan Pendidikan
Kabupaten/ Kota, dan Komite Sekolah. Jumlah anggota pengurus Dewan Pendidikan
Nasional paling banyak 15 orang, Dewan Pendidikan Provinsi paling banyak 13 orang,
Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota paling banyak 11 orang, dan untuk Komite Sekolah
paling banyak 15 orang. Proses pembentukan dan pemilihan pengurus Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah juga dijelaskan dalam beberapa pasal dalam PP Nomor
17 Tahun 2010 tersbut, yakni dilakukan oleh Panitia Pemilihan yang dibentuk untuk itu.
Panitia Pemilihan melakukan rekruitmen sebanyak dua kali jumlah calon pengurus
yang akan ditetapkan. Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Nasional memilih dan
mengajukan 30 orang calon pengurus kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk
kemudian Menteri Pendidikan Nasional menetapkan SK Dewan Pendidikan Nasional.
Demikian juga, Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Provinsi memilih dan mengajukan
26 orang calon pengurus kepada gubernur untuk kemudian gubernur menetapkan SK
Dewan Pendidikan Provinsi. Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota
memilih dan mengajukan 22 orang calon pengurus kepada bupati/walikota untuk
kemudian bupati/walikota menetapkan SK Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Hal
yang sama, Panitia Pemilihan Komite Sekolah memilih dan mengajukan 30 orang calon
pengurus Komite Sekolah, untuk kemudian kepala sekolah menetapkan SK Komite
Sekolah. Lebih dari itu, proses rekrutmen yang dilakukan untuk Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah harus diumumkan secara terbuka melalui medie cetak, elektronik, dan
laman.
Tampak dalam ketentuan bahwa jumlah pengurus Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah adalah berjumlah gasal, dengan maksud agar bisa dilakukan pengungutan
suara dalam proses pengambilan keputusan, termasuk dalam pemilihan pengurus
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, khususnya ketua dan sekretaisnya, setelah
proses pemilihan secara mufakat tidak dapat dilakukan. Selain itu, khusus untuk
pemilihan pengurus Dewan Pendidikan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota,
proses pengusulan calon pengurus tersebut harus mendapatkan persetujuan dari (a)
organisasi profesi pendidik, (b) organisasi profesi lain, atau (c) organisasi
kemasyarakatan.
Sangat disayangkan, ketentuan tentang anggaran ini telah menggunakan ”pasal karet”
yang tertulis ”dapat bersumber”. Kalimat hukum seperti itu seyogyanya tidak
digunakan. Pasal dengan nada yang mengharuskan saja belum tentu dilaksanakan
secara bertanggung jawab, apalagi dengan kata ”dapat”. Selain itu, perihal sumber
anggaran ini sebenarnya secara eksplisit perlu disebutkan sumber anggaran yang
selama ini telah ikut menghidupi Dewan Pendidikan, yakni dari DUDI (dunia usaha dan
dunia industri), khususnya dari sumber dana yang dikenal dengan CSR (corporate
social responsibility). Dalam hal ini, perusahaan memiliki kewajiban untuk
menyisihkan sedikit keuntangannya untuk kepentingan masyarakat, termasuk
kepentingan pendidikan. Beberapa Dewan Pendidikan sudah mulai melaksanakan kerja
sama dengan DUDI ini, dan beberapa di antaranya sudah berhasil.
Larangan dan Pengawasan
Dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
ini juga terdapat ketentuan tentang larangan dan pengawasan. Kegiatan apa saja yang
tidak boleh dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah? Dewan pendidikan
dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:
a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan
pakaian seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di
satuan pendidikan;
c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak
langsung;
d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak
langsung; dan/atau
e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung
atau tidak langsung.
Larangan ini harus dimaknai sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari kemungkinan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ikut-ikutan menumbuhsuburkan praktik
korupsi dan KKN dalam pelaksanaan peran dan tugasnya untuk meningkatkan layanan
pendidikan. Jangan sampai terjadi karena dengan alasan untuk melaksanakan peran
dan tugasnya, lalu Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga melakukan cara-cara
yang penuh nuansa koruptif dan KKN tersebut.
Malahan, kita memperhatikan bahwa Dewan Pendidikan lebih diposisikan sebagai agen
pengawasan yang andal. Oleh karena itu Pasal 199 (1) menyebutkan bahwa:
”Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah”. Bahkan,
pengawasan itu meliputi dua aspek penting, yakni pengawasan administratif dan
pengawasan dari segi teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku. Sudah barang tentu, pengawasan yang dilakukan
oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bukanlah sebagai pengawasan fungsional,
sebagaimana yang harus dilakukan oleh BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, maupun
pengawas fungsional yang lain di tingkat daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh
Dewan Penididkan dan Komite Sekolah adalah jenis pangawasan sosial atau
masyarakat. Namun demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bisa saja
meminta kepada lembaga independent auditor untuk membantu tugas Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah, atas nama wadah peran serta masyarakat.
Akhir Kata
Demikianlah sekelumit telaahan terhadap beberapa pasal yang penting tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah yang tertuang dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Mudah-mudahan, tulisan singkat ini
dapat digunakan sebagai salah satu bahan sosialisasi kebijakan pemerintah tentang
pendidikan di Indonesia, khususnya tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Amin.
http://suparlan.com/35/2010/03/27/dewan-pendidikan-dan-komite-sekolah-dalam-pp-nomor-17-
tahun-2010/
Dewan sekolah adalah mitra sekolah dalam Pengelolaan pendidikan khususnya Advisory, suporting, controling, dan
mediator, dewan sekolah dibentuk berdasarkan musyawarah pleno dewan sekolah, SK dewan sekolah ditetapkan oleh
Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal. Adapun susunan Dewan Sekolah periode 2009-2012:
Lampiran :
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Kabupaten Bantul
No. : 056.a
http://www.sman1bantul.sch.id/html/profil.php?id=profil&kode=22&profil=Dewan%20Sekolah