Anda di halaman 1dari 13

“PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG”

Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit


sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:

Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka


bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua
orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya
perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau
ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun
berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu
terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi
bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang
itu, "Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba
tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah
didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu
baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
"Untunglah sekali ini!"

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata
orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata
Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini?
Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata
Bedawi itu, "Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah
maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka
pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam.
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan
orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri
hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."

Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah,
setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala
kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan
itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun
berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya
berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang
demikian ini, baiklah aku mati."

Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena
dilihatnya sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu
diikutnya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada
dusun tempat Masyhudulhakk itu.

Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu
maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan
ini?"

Maka kata Bedawi itu, "Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba
pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba."

Maka kata orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba."

Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah.
Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah
Masyhudulhakk kepada perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu
antara dua orang laki-laki ini?"

Maka kata perempuan celaka itu, "Si Panjang inilah suami hamba."

Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk, "Baik kepada seorang-seorang aku bertanya,


supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."

Maka kata Masyhudulhakk, "Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan
siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?"

Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk
perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk,
"Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"

Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."

Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu
perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di
mana kampung tempat ia duduk?"

Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan
laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata
Masyhudulhakk, "Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-
benamya?"
Maka kata orang tua itu, "Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya,
siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya

Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah
Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya.
Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya
tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu.

Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.


Unsur Intrinsik dan ekstrinsik HIKAYAT

Judul : Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)


Unsur intrinsik :
· Tema : Kesetiaan dan Pengkhianatan dalam Cinta
· Tokoh :
ü Masyhudulhakk : arif, bijaksana, suka menolong, cerdik, baik hati.
ú …Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan
akalnya itu.
ú Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
ú …..Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk,"Baik kepada seorang-seorang aku bertanya,
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
ü Si Bungkuk : setia pada istrinya, suka mengalah, mudah percaya.
ú Maka kata orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.
ú Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata
orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini.
ú Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu.

ü Si Panjang / Bedawi : licik, egois.


ú Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya
perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di
dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
ú Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.
ü Istri Si Bungkuk : mudah dirayu, tidak setia, suka berbohong, egois.
ú hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan
itu.Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah.
ú ….maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, "Si Panjang
itulah suami hamba.
· Setting :
ü tempat :
ú tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
ú Sungai : turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
ü Suasana :
ú menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
ú Mengecewakan: "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku
mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.
ú Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan
maka gemparlah.
ü Waktu : tidak diketahui
· Alur : Alur maju
ü Eksposisi :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang
sulit maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka
bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua
orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai.
ü Complication :
….serta dilihatnyaperempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun
sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
ü Rising action :
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu
kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya.
Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan
hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba
jadikan istri hamba."
ü Turning point :
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah
itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
datanglah dengan perempuan itu. Masyhudulhakk, "Baik kepada seorang-seorang
aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang
mereka itu.
ü Ending :
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah
Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya.
Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.
· Poin of View :
ü orang ke-3 :
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
· Amanat :
ü Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya
akan menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri
ü Bantulah dengan ikhlas orang yang membutuhkan bantuan
ü Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk kita
ü Jangan mengambil keputusan sesaat yang belum dipikirkan dampaknya
ü Jadilah orang yang bijaksana dalam mengatasi suatu masalah

Unsur ekstrinsik :
· Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh
Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa yang
te;ah diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik untuk kita.
Janagn seperti yang ada pada hikayat mashudulhakk.

· Nilai moral :
Janganlah sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa yang salah itu
benar dansebaliknya, karena bagaimanapun juga kebenaran akan mengalahkan
ketidak benaran.
· Nilai social budaya :
Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini
diterangkan bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka
akan did era sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.)
· Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan
diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F.
v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam
Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu
diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak"..
Dinantinya.

“IBNU HASAN”
Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama
Syekh Hasan, banyak harta banyak uang, terkenal kesetiap
negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal du negeri
Bagdad, yang terkenal kemana-mana, sebagai kota yang paling
ramai saat itu.
Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin,
menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit,
mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun
harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu
banyak pengikutnya.
Syekh Hasan saudagar yang kaya raya, memiliki seorang anak,
laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia
sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya.
Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua orang senang melihatnya,
apalagi orang tuanya, namun demikian anak itu, tidak sombong,
perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak
kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek,
karena itulah kedua orang tuanya sangat menyayanginya.
Ayahnya berfikir,”Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar
batas, tanpa pertimbangan, bagaimana kalau akhirnya, dimirkai
Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak,
mengkaji ilmu yang bermanfaat.”
Dipanggilnya putranya. Anak itu segera mendatanginya, diusap-
usapnya putranya sambil dinasihati, bahwa Ia harus mengaji,
katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir, tapi,
pergilah ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.”
Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan
menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua
kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak,
siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan.”
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren,
berpisah dengan kedua orangtuanya, hatinya sangat sedih, ibunya
tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan
putranya, yang masih sangat kecil, belum cukup usia.
“Kelak, apabila ananda sudah sampai, ketempat merantau, pandai-
pandailah menjaga diri, karena jauh dari orang tua, harus tahu
ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan
diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu
menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan
senangkaena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau
menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau
orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah
menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.”
Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan
selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanah aku agar
selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan
Ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua
pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun,mereka berangkat
berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian,
sementara Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan
tugas Mairun.
Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan
yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga
dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat do’a Ayah dan
Ibunda, selanjutnya, segera Ian menemui seorang alim ulama,
terus berguru padanya.
Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan,
bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah,
Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?”
Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan
bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang
ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?”
“sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung,
menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang
lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai
dengan aturan.”
Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang
hatinya, di segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya,
untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan
padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.”
Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah
betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat
pujian.
Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,”Hamba ingin
menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah,
mencari ilmu.
Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak
kekurangan uang, ternaknyapun banyak, hamba tidak usah
bekerja, karena tidak akan kekurangan.
Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan
seandainya ayah sudah tiada, sudah menunggal dunia, semua
hartanya jatuh ketangan hamba.
Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya
harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata
kalau hamba ini bodoh.
Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi
buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya
hanya tinggal melanjutkan.
Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihiorang tua,
paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan
melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang
patih.”
Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.

UNSUR INSTRINSIK
 Tema : Bakti seorang anak terhadap orang tuanya
 Tokoh :
o Ibnu Hasan
o Syekh Hasan
o Ibu Ibnu Hasan
o Mairin
o Mairun
o Saleh
o Kyai guru
 Penokohan :
o Ibnu Hasan = Baik, tidak sombong, kalem, pendiam, penurut
o Syekh Hasan = Baik, Bijaksan, Penyayang
o Ibu Ibnu Hasan = Baik, Penyayang
o Mairin dan Mairum = Setia
o Saleh = Sopan
o Kyai guru = Baik
 Plot/Alur : Alur Maju
 Latar :
o Latar tempat = Negeri Bagdad, Mesir, Pesantren
o Latar waktu = Zaman dahulu kala, Saat ba’da Dzuhur
o Latar suasan = Mengahrukan, sedih, Prihatin
 Sudut pandang : Orang ketiga tunggal
 Amanat : Patuhlah kepda kedua orangtuamu, berbuat baiklah
kesesama manusia dan janganlah sekali-kali engkau
menyombongkan diri.
UNSUR INSTRINSIK
 Agama : Menganut agama Islam
 Pendidikan : Ibnu Hasan baru saja ingin menuntut ilmu pada kyai
guru
 Adat istiadat : Sopan, mengasihi yg kekurangan, dll
 Status ekonomi : Syekh Hasan sangat kaya raya.

“Si Miskin”
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan
beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara
hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah
anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah
Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana
mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-
ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan
berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si
Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam
tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian
seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan
makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan
keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu
makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin,
“Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah
mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan
makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan
hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap
raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga,
pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan
terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang
pertama laki-laki bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran)
dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak
sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi
emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak
cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang
komplet perlengkapannya.
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan
isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama
Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua,
perempuan, bernama Nila Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga
memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi
Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui
pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri
Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli
nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak
hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati
Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat
terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa
Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma
berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung
untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka
mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan
ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera
mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri
putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan
akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya
Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu
Cahaya Chairani berjalan–jalan di tepi pantai, dijumpainya
Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali
dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha
lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul
birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya
Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang
membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan
nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus
membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat
petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar
dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek
Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu
menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah
dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu
kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera
Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang
sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri
tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang
jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah
jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali
Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu
kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang
kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya
Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama
Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya
itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam
Cahaya.

Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin


1. Tema : Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup
seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.

2. Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan


peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir
permasalahan.

3. Setting/ Latar :
 -Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri
Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri
Palinggam Cahaya.
 Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia,
menyedihkan

4. Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.

5. Amanat :
 Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
 Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.
 Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar
dan rendah hati.
 Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah
ke dalam hatinya.
 Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
 Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
 Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan
Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.
Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam
hidup kita.
Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
2. Nilai Budaya
Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang
yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib
manusia.
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang
yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

Anda mungkin juga menyukai