Anda di halaman 1dari 22

1.

PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG


Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit sebagai ternyata
dari contoh yang di bawah ini:
Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah
ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu.
Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang.
Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu
baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya.
Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, Apa upayaku hendak
menyeberang sungai ini?
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, Hai tuan
hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai
ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya. Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu
dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata
di dalam hatinya, Untunglah sekali ini!
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia
berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, Tuan hamba
seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu, Sebagaimana 3) hamba hendak
bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam.
Maka kata orang tua itu kepada istrinya, Pergilah diri dahulu. Setelah itu maka turunlah perempuan
itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu, Berilah barang-barang
bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan. Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-
bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan
maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam. Maka
sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, Akan tuan
ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk
ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit,
hamba jadikan istri hamba. Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya, Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.
Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah
maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh
orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya.
Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata
dalam hatinya, Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.
Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu
aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi itu. Dengan hal yang
demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu.
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh oleh
Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka
kata Masyhudulhakk, Istri siapa perempuan ini?
Maka kata Bedawi itu, Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar
dinikahkan dengan hamba.
Maka kata orang tua itu, Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.
Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun
berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada
perempuan itu, Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?
Maka kata perempuan celaka itu, Si Panjang inilah suami hamba.
Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk, Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan
siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk.
Maka kata perempuan itu, Si Panjang itulah suami hamba.
Maka kata Masyhudulhakk, Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu
perempuan dan di mana tempat duduknya?
Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan.
Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, Berkata benarlah engkau
ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?
Maka kata Bedawi itu, Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu
sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.
Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, Jika sungguh istrimu perempuan ini,
siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia
duduk?
Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi
itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, Hai orang tua,
sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benamya?
Maka kata orang tua itu, Daripada mula awalnya. Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya
laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan
kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi
itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk
akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat
Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu.
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Unsur Intrinsik dan ekstrinsik HIKAYAT


Judul : HIKAYAT MASHUDULHAKK (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur intrinsik :
Tema : Kesetiaan dan Pengkhianatan dalam Cinta
Tokoh :
Masyhudulhakk : arif, bijaksana, suka menolong, cerdik, baik hati.
Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
..Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk,Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya
berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Si Bungkuk : setia pada istrinya, suka mengalah, mudah percaya.
Maka kata orang tua itu, Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya
juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, Tuan
hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini.
Maka kata orang tua itu kepada istrinya, Pergilah diri dahulu. Setelah itu maka turunlah
perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu.
Si Panjang / Bedawi : licik, egois.
Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu
baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, Untunglah
sekali ini!
Maka kata Bedawi itu, Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.
Istri Si Bungkuk : mudah dirayu, tidak setia, suka berbohong, egois.
hamba jadikan istri hamba. Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.Maka kata
perempuan itu kepadanya, Baiklah.
.maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, Si Panjang itulah
suami hamba.

Setting :
a. tempat :
tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
Sungai : turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
b. Suasana :
menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
Mengecewakan: Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.Setelah
itu maka terjunlah
ia ke dalam sungai itu.
Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka
gemparlah.
c. Waktu : tidak diketahui

Alur : Alur maju

Eksposisi :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit
maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-
tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri
berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai.

Complication :
.serta dilihatnyaperempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah,
dan berkata di dalam hatinya, Untunglah sekali ini!

Rising action :
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang
bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba.

Turning point :
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka
disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah
dengan perempuan itu. Masyhudulhakk, Baik kepada seorang-seorang aku bertanya,
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.

Ending :
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu
dan kebenaran orang tua itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian
juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta
dengan perempuan celaka itu seratus kali.

Poin of View :
orang ke-3 : Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Amanat :
1. Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya akan
menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri
2. Bantulah dengan ikhlas orang yang membutuhkan bantuan
3. Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk kita
4. Jangan mengambil keputusan sesaat yang belum dipikirkan dampaknya
5. Jadilah orang yang bijaksana dalam mengatasi suatu masalah

Unsur ekstrinsik :
Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh
Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa
yang te;ah diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik
untuk kita. Janagn seperti yang ada pada hikayat mashudulhakk.

Nilai moral :
Janganlah sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa yang
salah itu benar dansebaliknya, karena bagaimanapun juga kebenaran akan
mengalahkan ketidak benaran.

Nilai social budaya :


Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini
diterangkan bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka
akan did era sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan
Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.)
Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall)
dengan diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan
oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang
tersebut).Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang
dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan
alamat Masyudhak.. Dinantinya.

2. IBNU HASAN
Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan, banyak harta
banyak uang, terkenal kesetiap negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal du negeri
Bagdad, yang terkenal kemana-mana, sebagai kota yang paling ramai saat itu.
Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati
yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus
mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.
Syekh Hasan saudagar yang kaya raya, memiliki seorang anak, laki-laki yang sangat tampan,
pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya.
Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya, namun
demikian anak itu, tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak
kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek, karena itulah kedua orang tuanya
sangat menyayanginya.
Ayahnya berfikir,Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan, bagaimana
kalau akhirnya, dimirkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak, mengkaji
ilmu yang bermanfaat.
Dipanggilnya putranya. Anak itu segera mendatanginya, diusap-usapnya putranya sambil dinasihati,
bahwa Ia harus mengaji, katanya Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir, tapi, pergilah
ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.
Ibnu Hasan menjawab,Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan
kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak,
siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan.
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua orangtuanya,
hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan putranya,
yang masih sangat kecil, belum cukup usia.
Kelak, apabila ananda sudah sampai, ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri, karena
jauh dari orang tua, harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan
diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu
perbuatanmu, hidupmu tidak akan senangkaena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau
menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan
mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.
Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam
hati, doakanah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan Ibu
akan kuperhatikan, siang dan malam.
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan
Mairun,mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara
Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun.
Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari
namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat doa Ayah dan
Ibunda, selanjutnya, segera Ian menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.
Pada suatu hari, saatbada zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh,
yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,Anda pulang dari mana?
Saleh menjawab dengan sopan,Saya pulang sekolah. Ibnu Hasan bertanya lagi, Sekolah itu apa?
Coba jelaskan padaku! yang ditanya menjawab,Apakah anda belum tahu?
sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama,
sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai
dengan aturan.
Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, di segera pulang,
menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan
padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.
Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau
hanya alasan supaya mendapat pujian.
Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah
payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu.
Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknyapun
banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan.
Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada,
sudah menunggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba.
Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah.
Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh.
Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya
karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan.
Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihiorang tua, paling tidak harus sama dengan
orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.
Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.
UNSUR INSTRINSIK
a. Tema : Bakti seorang anak terhadap orang tuanya
b. Tokoh :
Ibnu Hasan
Syekh Hasan
Ibu Ibnu Hasan
Mairin
Mairun
Saleh
Kyai guru
Penokohan :
Ibnu Hasan = Baik, tidak sombong, kalem, pendiam, penurut
Syekh Hasan = Baik, Bijaksan, Penyayang
Ibu Ibnu Hasan = Baik, Penyayang
Mairin dan Mairum = Setia
Saleh = Sopan
Kyai guru = Baik
c. Plot/Alur : Alur Maju
Latar :
Latar tempat = Negeri Bagdad, Mesir, Pesantren
Latar waktu = Zaman dahulu kala, Saat bada Dzuhur
Latar suasan = Mengahrukan, sedih, Prihatin
d. Sudut pandang : Orang ketiga tunggal
e. Amanat : Patuhlah kepda kedua orangtuamu, berbuat baiklah kesesama manusia dan janganlah
sekali-kali engkau menyombongkan diri.

UNSUR INSTRINSIK
Agama : Menganut agama Islam
Pendidikan : Ibnu Hasan baru saja ingin menuntut ilmu pada kyai guru
Adat istiadat : Sopan, mengasihi yg kekurangan, dll
Status ekonomi : Syekh Hasan sangat kaya raya.
3. SI MISKIN
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari
keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki
berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana
mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai
penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan
menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan,
siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si
Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin
menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar
Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah
ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap
raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya
menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah
(=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya
sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak
cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya.
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna
Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua,
perempuan, bernama Nila Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan
menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli
nujum dari Negeri Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah
dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.
Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka
mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu
oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi
isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa
yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya
Chairani berjalanjalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya.
Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari
tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya
Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang
membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah
Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena
mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga.
Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal
oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di
bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut
adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan
kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti
dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga
Indera (saudara Cahaya Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu
Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam
Cahaya.

Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin


Tema : Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang mengalami banyak
rintangan dan cobaan.
Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal
permasalahan sampai akhir permasalahan.
Setting/ Latar :
Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau
Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.

Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan

4. Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.


5. Amanat :
Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.
Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia
hanya dapat menjalani takdir
yang telah ditentukan.

Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin


1. Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
2. Nilai Budaya
Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa
rasa pamrih. Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa
rasa pamrih.
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

4. HIKAYAT BUNGA KEMUNING


Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Sang raja
dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia
tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal ketika melahirkan
anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja
menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga
tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-
adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah
Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan
begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka
hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia
selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang
pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. Aku hendak
pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan? tanya raja.
Aku ingin perhiasan yang mahal, kata Puteri Jambon.
Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau, kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang
mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak,
lalu memegang lengan ayahnya.
Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat, katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan
mencemoohkannya.
Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan
hadiah indah buatmu, kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang
pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para
puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih
melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil
sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya,
dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun
Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya. Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya
menyapu, tertawa keras-keras. Lihat tampaknya kita punya pelayan baru, kata seorang
diantaranya.
Hai pelayan! Masih ada kotoran nih! ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman
istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah
itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa
merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian.
Bisanya hanya mengganggu saja! Kata Puteri Kuning dengan marah.
Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja! ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri
Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja
tiba di istana, kesembilan puterinya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang
merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.
Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini,
bukannya warna kuning kesayanganmu! kata sang raja. Raja memang sudah mencari-cari kalung
batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.
Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang
berwarna kuning, kata Puteri Kuning dengan lemah lembut.
Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah, ucapnya lagi. Ketika
Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan
saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya.
Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. Wahai adikku, bagus
benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau! katanya
dengan perasaan iri.
Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu, sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau
menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka.
Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!
kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning
muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut
menyebabkan Puteri Kuning meninggal.
Astaga! Kita harus menguburnya! seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri
Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia
tak menginginkannya lagi. Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu
pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. Hai para pengawal! Cari dan
temukanlah Puteri Kuning! teriaknya.
Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak
ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. Aku ini ayah yang buruk, katanya. Biarlah anak-
anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti! Maka ia pun mengirimkan
puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di
taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya.
Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu
hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri
Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.! kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning
mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan
rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat
orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.

HIKAYAT SANG POHON CANTIK


Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya. Ia memiliki batang yang sangat lurus dan tegak,
akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum, semerbak, memenuhi seluruh isi hutan.
Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai sekali para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada
pohon itu. Bahkan ramai yang berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan
senang hati mereka membiarkan pohon tersebut tetap tumbuh.
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang diperoleh dari lubuk
bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan penuh harap agar suatu saat kelak, di
alam yang mulai penuh dengan kerosakkan ini, Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta
pesona. Memberikan warna perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka
dan berhenti membuat kerosakan.
Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu sangatlah
mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik, maka akan banyak
perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu. Perhatian yang tentu saja membuat langkah mereka
semakin sulit dalam membuat kerosakan di dalam hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu
berikrar, mereka akan memindahkan pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah mereka. Tetapi
kalau tujuan itu tidak tercapai, maka mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus mereka
tempuh.
Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para pencari kayu
bakar yang baik hati. Mereka secara bergiliran mengiring berjalan dengan sangat waspada agar
pertumbuhan Sang Pohon terjaga . Selain itu, pohon tersebut rupanya memiliki akar yang dapat
menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan
baik. Demikian juga dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung
kehidupannya.
Dipendekkan cerita,pohon tersebut telah tumbuh besar, daunnya yang rimbun menghijau membuat
mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir wangian semerbak harum yang
menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon cantik tersebut memiliki buah yang sangat manis.
Selain dapat menghilangkan dahaga, juga dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah
berkah Sang Pencipta bagi para pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar masih
saja mencari helah untuk selalu menghapuskan pohon itu.
Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di atas muka bumi
ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon cantik yang disanjung para
pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan. Pada suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin
pun kencang berhembus. Pucuk pohon cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga
mengimbangi keadaan yang mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang Pucuk terus
bergerak, awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari keadaan alam yang ia hadapi.
Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat mengatasi sepenuhnya serangan angin
tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan dahan-dahan yang kukuh, serta
dedaunan yang dapat menahan laju dan kencangnya angin dengan sempurna. Kerana keyakinannya
itulah tiba-tiba ia membuat sebuah gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang
sekuat tenaga mencengkam tanah.
Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia membuat gerakan yang
membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan keseimbangannya. Dan, Sang Akar pun
mengeluarkan bantahannya; Hai, pucuk. Berhentilah menari! Aku bingung melihatmu! Kenapa
mesti bingung, Akar? Aku tahu benar situasi yang ada. Ikut sajalah! Bagaimana aku hendak
mengikuti tarianmu, kalau kamu susah diikuti Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat
semuanya. Bukan hanya batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan batu di sekeliling
kita pun dapat aku lihat dengan jelas Hai, apa salahnya aku mengingatkanmu, pucuk? Kau salah
akar, harusnya kau ikut saja apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-apa
tentang dunia ini!
Aduhaiangkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat berdiri dan
berada di atas sana! Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?! Sang Daun menegahi
suasana yang semakin panas. Kerana dia mulai merasa angkuh, daun! akar mengarahkan serabut
akarnya kepada Sang Pucuk. Apa urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat
Apakah kalian lupa, hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku,
kau, dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku! Sang Daun kembali berkata-kata dengan
perasaan yang sedih kerana pertelingkahan saudaranya sendiri.
Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara keduanya. Sang Pucuk tidak merasa harus
mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah segalanya, dialah ketua kerana
berada di tempat yang paling atas. Ia merasa ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala
penglihatannya yang luas akan dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak
kepadanya untuk berbuat sesuka hati. Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah
mengambil langkah yang keliru dalam melaksanakan upaya menjaga kelangsungan hidup seluruh
bagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan perdebatan itu pun tak berdaya
menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa lelah untuk mendamaikan perseteruan dua
saudara satu tubuh itu.
Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan itu, Sang Akar
bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang dibutuhkannya. Demikian juga Sang Daun,
kerana kelelahan melerai perdebatan kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun
matahari terus bersinar sepanjang hari. Dan, Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak
menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia tetap berlenggok mengikuti
arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya. Hingga tibalah saat di mana angin justeru
berhembus dengan sangat perlahan.
Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya yang tidak
beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak disedarinya, dan angin datang
menyerang. Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang lapar tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk
yang datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh. Sementara di bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak
lagi memiliki cengkaman yang kuat terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa
menahan tubuh kedua saudaranya yang terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-berai.
Beginilah akhirnya kisah pohon cantik,sebuah cerita yang menyedihkan.Para pencari kayu bakar
yang baik hati bermuram durja, sementara para penebang liar bergelak tawa, Tak perlu kita
robohkan, kawan. Mereka roboh sendiri kerana permusuhan!! O, bahkan tak perlu angin yang
kencang rupanya.kasihan betul.. demikianlah kata penebang pohon yang liar.
Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil sedikit iktibar dari cerita ini?
Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita,
janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian..
saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan
digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..
============================================================
============================================================
========================

6. HIKAYAT ABU NAWAS DAN LELAKI KIKIR)


Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai
sebuah rumah yang cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang
anaknya yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan
keberadaannya dan keluarganya. namun, Untuk memperluas rumahnya,sang lelaki merasa
sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia bisa memperluas
rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi abunawas,seorang cerdik
dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.
abu nawas : salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi
kediamanku yang reot ini ?
si lelaki lalu menceritakan masalah yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan
seksama.setelah si lelaki selesai bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia
berkata :
hai fulan,jika kamu menghendaki kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan
betina,lalu buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan
rumahmu.
si lelaki bingung,apa hubungannya ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari
rumah abunawas,ia membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam
rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
abunawas : bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah kediamanmu?
si lelaki : boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan
adanya kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.
abu nawas : ( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang
didalam rumahmu.lalu kembali 3 hari lagi.
silelaki terperanjat.kemarin ayam sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik
abunawas ini sedang kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena
ingat reputasi abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia ke
pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas : bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?
si lelaki : aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku
tinggal dirumah itu.rumahku sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan
main.
abunawas : waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang didalam
rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.
si lelaki : apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara
lain yang lebih normal?
abunawas : lakukan saja,jangan membantah.
lelaki itu tertunduk lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai
yang tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor kambing,lalu ia
membuatkan kandang didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui abunawas
abunawas : bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?
si lelaki : rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang hari,anak2
menangis, semua hewan2 berkotek dan mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong
aku abu,jangan suruh aku beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.
abu nawas : baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau
kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.
si lelaki pulang sambil bertanya2 dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa
maunya si abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali
kerumah abunawas.
abu nawas : bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?
si lelaki :yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya yang berisik
sudah tak kudengar lagi.
abu nawas : kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari
si lelaki pulang kerumahnya dan menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah
abunawas
abunawas : jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?
si lelaki : syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan tidak
terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.
abunawas.bagus.kini juallah ayam2mu kepasar dan kembali besok
si lelaki pulang dan menjual ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang
berseri2 kerumah abunawas
abunawas : kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?
si lelaki :alhamdulillah ya abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan
kandangnya sudah tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.
abunawas : (sambil tersenyum) nah nah,kau lihat kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas
padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya
rumahmu itu cukup luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya
rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang
rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan atur rumah tanggamu,dan banyak2lah
bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan jangan banyak mengeluh.
silelaki pun termenung sadar atas segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh
dan mengucap terima kasih pada abunawas
============================================================
============================================================
========================

7. HIKAYAT PANGLIMA BURUNG ( BULAN


JIHAD)(https://www.facebook.com/KumpulanCeritaRakyatBanjarmasin/posts/615844835096891?
stream_ref=10)
Hikayat Panglima Burung justru menjadi sangat mencuat tatkala terjadi kerusuhan etnis tahun 2001
di Kalimantan Tengah. Saat itu Panglima Burung sebagai tokok gaib Dayak benar-benar dijadikan
sandaran dalam menghadapi serangan etnis tertentu dari seberang. Apa boleh buat, sesuatu yang
telah dilupakan menjadi bangun ke alam nyata. Lalu siapa Panglima Burung dan bagaimana latar
belakang ketokohannya? Inilah sebagian kecil jawabannya, jawaban dari versi Suku Dayak yang
mendiami DAS Barito.
Kerusukan etnis yang mulai pecah sejak 18 Pebruari 2001 di Sampit memaksa Panglima Burung
hadir dan membantu warga suku Dayak berperang dan mengusir warga etnis Madura. Sebagai
Panglima besar, tentu saja Panglima Burung tidak turun sendiri tetapi membawa sejumlah pengawal
alias Pasukan Khusus. Kata Abdul Hadi Bondo Arsyad, seorang Temanggung Dayak dari Tumbang
Senamang, Katingan Hulu, Panglima Burung muncul dengan membawa 87 orang pasukan
khususnya. Kata Kiyai Haji M. Juhran Erpan Ali, Ketua Pondok Pesantren Ushuluddin, Martapura,
Panglima Burung (adalah) seorang wanita berparas cantik namun berwatak bengis. Selain itu ia
juga bergelar hajjah
Disamping Panglima Burung sebagai panglima tertinggi Dayak, rusuh Sampit juga menurunkan
beberapa tokoh legenda alam gaib lainnya seperti Panglima Palai, Panglima Api, Panglima Angsa,
Panglima Hujan Panas, Panglima Angin dan beberapa panglima sakti lainnya. Yang pasti dari
beberapa panglima itu terdapat dua panglima wanita cantik yakni Panglima Burung dan Panglima
Api.
Dan kembali kepada keberadaan Panglima Burung yang legendaris, kata Kiyai Haji M. Juhran Erpan
Ali (56), Keberadaannya memang nyata, berwujud seorang wanita berparas cantik namun berwatak
bengis. Panglima Burung sudah ada jauh sebelum Indonesia terbentuk. Namun begitu, yang
mengejutkan dari penuturan Kiyai Juhran ini adalah karena sosok Panglima Perang Suku Dayak ini
juga beragama Islam dan menyandang titel seorang hajjah.
WA Samat dan Adonis Samat bertutur bahwa pahlawan cantik tersebut keberaniannya luar biasa
sekali. Salah satunya adalah saat berperang mendampingi Gusti (Ratu) Zaleha dalam Perang Barito.
Amuk Barito itu terjadi pada tahun 1900-1901, dimana suku-suku Dayak Dusun, Ngaju, Kayan,
Kinyah, Siang, Bakumpai, Banjar, Hulu Sungai, baik yang beragama Islam atau pun Kaharingan
bersatu bahu membahu menghadapi serangan Belanda. Nama-nama pahlawan Banjar seperti
Pangeran Antasari Gusti Muhammad Seman dan Gusti Ratu Zaleha selalu bersanding bahu
membahu dengan (para pahlawan Dayak seperti) Temanggung Surapati, Antung, Kuing,
Temanggung Mangkusari dan lain-lain yang merupakan kesatuan kekuatan dalam perjuangan.
Dalam rentang perjuangannya melawan kolonialisme Belanda, Panglima Burung yang sangat cantik
ini memiliki beberapa panggilan akrab oleh masyarakat. Ada yang menyebutnya Ilum atau Itak
namun nama populernya adalah Bulan Jihad. Kabarnya, Bulan Jihad memeluk agama Islam dengan
perantaraan Gusti Zaleha kawan seperjuangannya.
Dan kita ketahui bahwa Gusti Zaleha adalah puteri Gusti Muhammad Seman, putera Pangeran
Antasari yang memimpin Perang Banjar hingga memasuki kawasan Barito Utara dan (Barito) Selatan
dengan semboyannya (yang terkenal): Haram Manyarah, Waja Sampai ka Puting.
Tjilik Riwut membenarkan keberadaan srikandi Dayak itu tetapi menurut beliau Bulan Jihad (bukan
asli Dayak Kalteng tetapi) berasal dari Suku Dayak Kinyah (Kaltim). Yang pasti, nama Bulan Jihad
sangat terkenal diantero Barito Hulu dan Barito Selatan, imbuh Tjilik Riwut. Dia pendekar sakti
mandraguna, punya ilmu kebal tahan senjata, bisa menghilang dan (mampu) melibas lawan hanya
dengan selendang saja. Dia selalu berjuang berdampingan dengan Gusti Zaleha si pejuang puteri
Banjar. Dengan demikian maka ceritera yang disampaikan oleh WA Samat dan Adonis Samat (1948)
sejalan dengan ceritera Pak Tjilik Riwut (1950).
Tatkala tokoh perlawanan Gusti Muhammad Seman meninggal dunia pada tahun 1905, lalu awal
tahun 1906 Gusti Zaleha berkeputusan turun gunung, lantas apa keputusan Bulan Jihad dan sisa
prajurit lainnya? Ternyata Bulan Jihad tetap bertekad meneruskan perjuangan dan terus
mengembara. Maka terjadilah perpisahan yang sangat memilukan. Dengan berat hati keluarlah Gusti
Zaleha dari hutan menuju Muara Teweh dan selanjutnya dia dibawa ke Banjarmasin bersama ibunya
Nyai Salmah.
Sejak perpisahan itu, tidak banyak orang yang tahu dimana keberadaan Bulan Jihad dan kelanjutan
perjuangannya. Barulah pada tanggal 11 Januari 1954, Bulan Jihad datang melaporkan diri ke Kantor
Pemerintahan setempat di Muara Joloi sehingga saat itulah dia baru mengetahui kalau Indonesia
sudah merdeka. Hatinya pun semakin luluh begitu mengetahui sahabat karibnya Ratu Zaleha telah
lama meninggal dunia (24 September 1953) di Banjarmasin. Hari itu orang kembali melihat
pemunculannya dan hari itu pula dia kembali mengembara ke hutan rimba untuk selama-lamanya.
Inilah sekilas kisah muslimah Bulan Jihad yang setia berperang mendampingi perjuangan Gusti Puteri
Zaleha (1903-1906), bahkan dia terus berjuang melewati masa juang pahlawan anti kolonialis
lainnya di tanah Dayak ini.
Dari bukti sejarah yang ditunjukkan pendahulu kita menyatakan fakta bahwa kebulatan tekad
persatuan, tekad perjuangan melawan penjajahan tertuang jelas di dalam Perang Banjar dan Perang
Barito. Saat itu, Pangeran Antasari, Demang Leman, Gusti Muhammad Seman, Temanggung
Surapati, Gusti Zaleha, Bulan Jihad, Panglima Batur, Temanggung Mangkusari, Panglima Wangkang
dan lainnya, adalah gambaran bersatunya kesatuan suku-suku Dayak Ngaju, Dayak Dusun, Kayan,
Kenyah, Siang, Bakumpai, Banjar, Hulu Sungai, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan. Kata
Kiyai Juhran Erpan Ali, (Sejak) masa itu telah ada kesepakatan tekad bahwa suku Dayak dan suku
Banjar tidak akan pernah berperang sesamanya sampai kapan pun juga.
============================================================
============================================================
========================

8. HIKAYAT ABU NAWAS CERITA MENGECOH RAJA(http://tempatcerita.com/humor/hikayat-abu-


nawas-cerita-mengecoh-raja_213.html)
Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang dilegalisir oleh Baginda,
sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.
Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak
disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang.
Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan
rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar
tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.
Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda
memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda.
Tahukah mengapa engkau aku panggil? tanya Bagla tanpa sedikit pun senyum di wajahnya.
Ampun Tuanku, hamba belum tahu. kata Abu Nawas
Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda
yang lambat Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti
pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus
menghindarinya dengan cara kita masing masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita
berpencar. Baginda menjelaskan.
Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak.Abu Nawas kini tahu Baginda akan menjebaknya,
la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba
tiba hujan turun
Baginda dan rombongan secepat memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat.
Tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba
Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para pengawalnya
kering,Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lambat Baginda dan para pengawal
terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak
bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat.
Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi Baginda Raja. Kini
Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kuda-kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas
dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Malah hari ini lebih deras
daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi
tidak bisa berlari dengan kencang
Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda
dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para
pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang
tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama
ini disembunyikan.
Terus terang begaimana caranya menghindari hujan , wahai Abu Nawas. tanya Baginda.
Mudah Tuanku yang mulia. kata Abu Nawas sambil tersenyum.
Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat,
apalagi dengan kudamu yang lamban ini. kata Baginda.
Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun hamba secepat
mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan
sampai hujan berhenti. Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.
============================================================
============================================================
========================

9. KISAH ABU NAWAS MENCANGKUL DALAM


PENJARA(http://mayajambu.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-nawas-mencakul-dalam-penjara.html)
Karena dianggap hampir membunuh Baginda maka Abu Nawas mendapat celaka. Dengan kekuasaan
yang absolut Baginda memerintahkan prajurit-prajuritnya langsung menangkap dan menyeret Abu
Nawas untuk dijebloskan ke penjara. Waktu itu Abu Nawas sedang bekerja di ladang karena musim
tanam kentang akan tiba. Ketika para prajurit kerajaan tiba, ia sedang mencangkul.
Dan tanpa alasan yang jelas mereka langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Baginda.
Abu Nawas tidak berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara. Beberapa hari lagi kentang-kentang
itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup kuat untuk melakukan pencangkulan. Abu Nawas
tahu bahwa tetangga-tetangganya tidak akan bersedia membantu istrinya sebab mereka juga sibuk
dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam penjara kecuali mencari jalan keluar. Seperti biasa Abu
Nawas tidak bisa tidur dan tidak enak makan. Ia hanya makan sedikit. Sudah dua hari ia meringkuk
di dalam penjara. Wajahnya murung. Hari ketiga Abu Nawas memanggil seorang pengawal. Bisakah
aku minta tolong kepadamu? kata Abu Nawas membuka pembicaraan.
Apa itu? kata pengawal itu tanpa gairah.
Aku ingin pinjam pensil dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku harus
menyampaikan sebuah rahasia penting yang hanya boleh diketahui oleh istriku saja.
Pengawal itu berpikir sejenak lalu pergi meninggalkan Abu Nawas. Ternyata pengawal itu
menghadap Baginda Raja untuk melapor. Mendengar laporan dari pengawal, Baginda segera
menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati, Baginda bergumam mungkin kali ini ia bisa
mengalahkan Abu Nawas. Abu Nawas menulis surat yang berbunyi:
Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali menggali ladang kita karena aku menyembunyikan harta
karun dan senjata di situ. Dan tolong jangan bercerita kepada siapa pun.
Tentu saja surat itu dibaca oleh Baginda karena beliau ingin tahu apa sebenamya rahasia Abu
Nawas. Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan langsung memerintahkan beberapa
pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan peralatan yang dibutuhkan mereka
berangkat dan langsung menggali ladang Abu Nawas. Istri Abu Nawas merasa heran. Mungkinkah
suaminya minta tolong pada mereka? Pertanyaan itu tidak terjawab karena mereka kembali ke
istana tanpa pamit. Mereka hanya menyerahkan surat Abu Nawas kepadanya.
Lima hari kemudian Abu Nawas menerima surat dari istrinya. Surat itu berbunyi: Mungkin suratmu
dibaca sebelum diserahkan kepadaku. Karena beberapa pekerja istana datang ke sini dua hari yang
lalu, mereka menggali seluruh ladang kita. Lalu apa yang harus kukerjakan sekarang?
Rupanya istrinya Abu Nawas belum mengerti muslihat suaminya. Tetapi dengan bijaksana Abu
Nawas membalas: Sekarang engkau bisa menanam kentang di ladang tanpa harus menggali, wahai
istriku. Kali ini Baginda tidak bersedia membaca surat Abu Nawas lagi. Baginda makin mengakui
keluarbiasaan akal Abu Nawas. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih bisa melakukan
pencangkulan.
============================================================
============================================================
========================

10. KISAH ABU NAWAS RAJA JADI BUDAK(http://mayajambu.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-


nawas-raja-jadi-budak.html)
Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar
melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendiri, bahwa masih
banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.
Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjual Baginda Raja. Karena menurut
Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja
selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau
sekarang giliran
Abu Nawas mengerjai Baginda Raja.
Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia.
Apa itu wahai Abu Nawas? tanya Baginda langsung tertarik.
Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia. kata Abu
Nawas meyakinkan.
Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya. kata Baginda Raja tanpa rasa
curiga sedikit pun.
Tetapi Baginda kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya.
Tetapi apa? tanya Baginda tidak sabar.
Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang
ikut menyaksikan benda ajaib itu. kata Abu Nawas.
Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat
biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.
Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan
memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas menemui seorang badui yang
pekerjaannya menjuai budak. Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak
yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya
calon budak itu adalah teman dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata.
Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun
membuatkan surat kuasa yang
menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang
duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas
dari pedagang budak itu.
Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. la belum
tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran
mengapa ada orang lain di situ.
Siapa engkau? tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.
Aku adalah tuanmu sekarang. kata pedagang budak itu agak kasar.
Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam pakaian yang
amat sederhana.
Apa maksud perkataanmu tadi? tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.
Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya. kata
pedagang budak dengan kasar.
Abu Nawas menjual diriku kepadamu? kata Baginda makin murka.
Ya! bentak pedagang budak.
Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya? tanya Baginda geram.
Tidak dan itu tidak perlu. kata pedagang budak seenaknya. Lalu ia menyeret budak barunya ke
belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu.
Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya saja Sultan
Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.
Ayo kerjakan!
Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si badui
melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.
Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali !
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. la
mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si badui.
Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu.
Wah lama-lama aku tak tahan juga. gumam Sultan Harun Al Rasyid.
Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah.
la merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.
Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan.
Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku! kata badui itu sembari memukul baginda. Tentu
saja raja yang tak pernah disentuh orang, ia menjerit keras saat dipukul kayu.
Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid. kata Baginda sambil menunjukkan tanda
kerajaannya.
Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja.
la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda Raja mengampuni
pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat
murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.
============================================================
============================================================
========================

11. HIKAYAT SANG KANCIL & MONYET(https://sites.google.com/site/himpunankisahteladan/teks-


himpunan-kisah-teladan/hikayat-sang-kancil-monyet)
Nyamannya suasana rimba di pagi hari. Mergastua bergembira menikmati keindahan alam semula
jadi. Di alam inilah tinggalnya sang kancil yang bijaksana dengan sahabat karibnya kura-kura.
Mereka hidup rukun damai, bebas bergembira, tolong-menolong dan bekerjasama di taman
peliharaan mereka.
Kelihatan seekor monyet berdekatan kawasan taman peliharaan sang kancil dan kura-kura. Sungguh
lincah si monyet, bergayutan ke sana ke mari. Megah dengan kebolehannya. Awas, monyet! jangan
ganggu ketenteraman penghuni yang lain.
Tiba-tiba monyet berhenti bergayut dan memerhatikan sesuatu, apa pula yang dilihatnya?
Ranumnya buah-buahan di sini. siapa punya agaknya? kata monyet. Oh, rupanya sang kancil dan
kura-kura. Balas monyet sendiri selepas melihat sang kancil dan kura-kura yang ada di situ. Begitu
rajin mereka bekerja. bukan seperti engkau monyet.
Lantas itu, monyet bergerak ke arah sang kancil dan kura-kura sambil memegang perutnya. eh, ini
mesti ada apa-apakan monyet? Tolong, tolong! dah empat hari aku tak makan. Tolonglah, berikan
aku sedikit makanan. kasihanlah aku. Monyet berpura-pura sakit di depan dua sahabat baik itu.
Sang kancil dan kura-kura saling berpandangan, lalu sang kancil berkata, kesiannya, empat hari tak
makan. Baiklah monyet. Ambil sajalah apa yang engkau nak dari taman kami. Makanlah sepuas hati
engkau monyet. Sang kancil yang begitu prihatin dengan kesakitan yang dihadapi monyet
menghulurkan bantuan. Terima kasih kancil, terima kasih kura-kura. Ujar monyet setelah berjaya
memperdaya sang kancil dan kura-kura.
Aku nak itu, aku nak itu! pinta monyet dalam nada mendesak, sambil jarinya menuding ke arah
pokok cili yang nampak menarik itu. Eh, tak boleh monyet. kita tak boleh makan buah tu. larang
sang kancil sambil dibantu kura-kura di sebelahnya. Aku tak peduli, aku tak peduli, aku nak juga.
Monyet yang tamak dan degil itu masih berkeras mahu mengambil cili itu untuk dimakannya.
Jangan monyet, jangan! belum pun sempat kancil menghabiskan ayatnya, monyet telah
mengambil cili itu lalu memakannya beberapa batang sekali gus. Apa lagi, terasa berapi dan merah
muka monyet akibat kepedasan yang melampau. Ha, rasakan engkau monyet. Beginilah jadinya
mereka yang tidak menerima nasihat orang. Ujar kura-kura yang geram melihat kedegilan monyet.
Selang beberapa hari kemudian, sang kancil dan kura-kura bersiar-siar di taman peliharaan mereka.
Apa khabar pula dengan si monyet? bicara sang kancil kepada kura-kura. Kasihan, ingat-ingat
monyet. jangan diulang lagi. Kata kura-kura yang terlihatkan monyet yang masih berada di situ.
Pengajaran:
1. Jangan tamak
2. Mendengar nasihat orang lain
3. Jangan berdendam
============================================================
============================================================
========================

12. HIKAYAT SRI RAMA (http://desveeta.wordpress.com/2012/05/24/hikayat-sri-ram/)


Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan menelusuri
hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi.
Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor burung
jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan tentang
keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri Rama tak bisa
menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa menjaganya.
Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri Rama memohon pada
Dewata Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga tak dapat melihat istri-istrinya
lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya.
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor bangau yang
sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu. Bangau mengatakan bahwa ia
melihat bayang-bayang seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana. Sri Rama merasa senang
karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu. Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada
Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih panjang sesuai dengan keinginan
bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau terlalu panjang maka dapat dijerat orang.
Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian datanglah
seorang anak yang hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat bangau yang sedang minum kemudian
menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan
membebaskan bangau dengan memberi anak itu sebuah cincin.
Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk mencarikannya air.
Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah agar dapat menemukan
sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu, Laksamana membawanya pada Sri Rama. Saat Sri
Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk. Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya
ke tempat sumber air dimana Laksamana memperolehnya. Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu
berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar yang mati di hulu
sungai itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk mengikuti jalan ke hulu sungai
itu.
Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat sayapnya dan yang
sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai Jentayu seperti itu. Jentayu
menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya melawan Maharaja Rawana.
Setelah Jentayu selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin yang dilontarkan Sita Dewi saat Jentayu
gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja Rawana. Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri Rama.
Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi.
Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka Puri, Sri Rama tidak
boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara Wanam. Di dalam bukit
tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang bertapa. Jentayu tak ingin
saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Setelah Jentayu selesai berpesan, ia
pun mati.
Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan memberinya
sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu ia kembali pada Sri
Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat menemukan tempat sesuai
perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana untuk menghimpun semua kayu api
dan meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan
di bakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian, api itu padam. Laksamana heran melihat
kesaktian Sri Rama yang tangannya tidak terluka bakar sedikitpun. Kemudian, mereka melanjutkan
perjalanan meninggalkan tempat itu.
Unsur-unsur intrinsik Hikayat Sri Rama:
Tema: Kesetiaan dan pengorbanan
bukti: Para patik Sri Rama berani berkorban nyawa demi membantu Sri Rama yang sedang kesulitan
mencari Sita Dewi. Mereka bakti akan perintah Sri Rama dengan menunujukkan kesetiaan mereka
pada Sri Rama.
Alur: Maju
bukti: Sri Rama mencari Sita Dewi yang dibawa lari oleh Maharaja Rawana. Dia berhasil menemukan
petunjuk tentang keberadaan Sita Dewi saat bertemu dengan Jentayu. Namun, Jentayu mati setelah
menceritakan tentang pertarungannya melawan Maharaja rawana. Mayat Jentayu dibakar di atas
tangan Sri Rama.
Penokohan: diceritakan secara dramatik (tidak langsung)
Tokoh:
Tokoh utama: Sri Rama
Tokoh tambahan: Laksamana, Sita Dewi, Maharaja Rawana, Jentayu, Dasampani, burung jantan, dan
bangau.
Setting/latar cerita
Latar waktu: siang hari
bukti: pada paragraf enam kalimat pertama pada hikayat
Latar tempat: di hutan rimba belantara
bukti: pada paragraf pertama kalimat kedua
Latar suasana: bahagia, mengaharukan
bukti: Sri Rama terharu melihat kesetiaan Jentayu atas pengabdiannya menolong Sita Dewi.
Sudut pandang: menggunakan orang ketiga sebagai pelaku utama
Amanat: hargailah pengorbanan seseorang yang telah rela mati demi menbantu kita

Anda mungkin juga menyukai