Anda di halaman 1dari 49

Tugas dan Tujuan Pasukan PETA Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia

Tropenmuseum
Pelatihan tentara PETA oleh pemerintah Jepang
Teman-teman, tahukah kamu kepanjangan dari PETA?

PETA merupakan singkatan dari Pembela Tanah Air. Apa tugas dan tujuan Pasukan PETA,
ya? Pasukan PETA ini merupakan tentara yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Jepang
menduduki Indonesia di tahun 1942 - 1945.

Saat itu Jepang sedang menghadapi perang Asia Timur Raya dan Pasukan PETA dilatih
untuk membantu Jepang.Usul untuk membentuk satuan militer ini juga diprakarsai oleh
tokoh Indonesia, yaitu R. Gatot Mangkoepradja. Sekarang kita cari tahu tugas dan
tujuan Pasukan PETA, yuk.

Osamu Seirei Nomor 44

Osamu Seirei merupakan peraturan atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah
Jepang.

Nah, Osamu Seirei Nomor 44 adalah dasar pendirian Pasukan PETA.

Isinya adalah pembentukan pasukan sukarela untuk membela pulau Jawa dengan status:

Kesatu, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) terdiri dari warga negara yang asli.

Kedua, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dilatih oleh tentara Jepang.

Ketiga, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) bukan milik organisasi manapun, langsung di
bawah Panglima Tentara Jepang.

Keempat, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) sebagai tentara teritorial yang berkewajiban
mempertahankan wilayahnya (syuu).
Kelima, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) siap melawan sekutu.

Tugas dan Tujuan Pasukan PETA

Para tokoh nasional di masa itu juga sedang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia,
teman-teman.

Ada banyak tokoh yang ingin menggerakkan masyarakat Indonesia. Namun saat
kependudukan Belanda, sulit untuk meminta izin mendirikan organisasi.

Nah, pemerintah Jepang kemudian menggunakan kesempatan ini untuk melatih para
pemuda dari Indonesia. Ini dilakukan agar tentara PETA memiliki kemampuan yang sama
dengan tentara Jepang.

Tujuan Jepang mendirikan PETA sebenarnya adalah mempersiapkan prajurit untuk perang
di perairan Pasifik.

Ini karena Jepang khawatir kalau Amerika Serikat mencari sekutu baru yang lebih kuat.

Namun, saat melatih pasukan PETA untuk menjadi tentara, Jepang juga mendidik para
tentara untuk mencintai tanah air Indonesia.

Pemerintah Jepang mengatakan para para tentara PETA kalau pelatihan fisik yang keras
tersebut akan bermanfaat untuk melindungi tanah air Indonesia.

Mereka mengatakan kalau kekayaan di Indonesia membuat banyak negara lain ingin
menjajah Indonesia.

Di sisi lain, para anggota pasukan PETA kebanyakan adalah beberapa pemuda terpelajar
yang ingin merdeka.

Sambil mempelajari pendidikan militer dari Jepang, mereka juga merencanakan persiapan
kemerdekaan Indonesia, teman-teman.

Tingkatan Pasukan PETA

Nah, pemerintah Jepang membagi anggotanya dalam beberapa tingkatan, teman-teman.


Ada apa saja, ya?

1. Daidanco: Ini merupakan tingkatan pasukan PETA yang paling tinggi, yaitu komandan
batalion.

Batalion adalah kesatuan tentara yang merupakan bagian dari resimen. Jumlahnya bisa
mencapai ribuan orang.

Yang termasuk dalam Daidanco ini adalah orang-orang yang sebelumnya memiliki pangkat,
teman-teman.

Misalnya pejabat, pemuka agama, penegak hukum, dan yang lainnya.

2. Cudanco: Cudanco ini merupakan pemimpin kompi.

Kompi adalah bagian dari batalion, teman-teman.


Yang termasuk didalamnya adalah guru dan juru tulis.

3. Shodanco: Prajurit yang termasuk ke dalam Shodanco ini adalah masyarakat yang
pernah sekolah pada tingkat sekolah menengah pertama.

Mereka diperbolehkan memimpin peleton.

Satuan pasukan peleton biasanya terdiri dari 20-40 orang.

4. Budanco: Para anggota yang pernah mengenyam bangku pendidikan sekolah dasar ada
pada tingkatan ini.

Budanco diperbolehkan memimpin suatu regu.

5. Giyuhei: Nah, yang terakhir ini merupakan kelompok anggota PETA yang belum pernah
bersekolah, teman-teman.

Oleh tentara Jepang, mereka diakui sebagai prajurit sukarela.

Itulah serba-serbi tentang tugas dan tujuan serta tingkatan anggota Pasukan PETA, teman-
teman.

Mengenal M.H. Thamrin, Tokoh Betawi dan Pejuang Kemerdekaan


Creative Commons
Patung M.H. Thamrin berdiri dengan gagah di ujung utara jalan M.H. Thamrin

Bobo.id - Jalan M.H. Thamrin adalah salah satu jalan utama di Jakarta.

Nama M.H. Thamrin diambil dari nama tokoh Betawi, pejuang kemerdekaan Indonesia, yaitu
Mohammad Hoesni Thamrin.

Putra Wedana yang Tertarik pada Politik

M.H. Thamrin adalah putra Betawi yang lahir dan tinggal di daerah Sawah
Besar, Jakarta Pusat.

Ia lahir pada tanggal 16 Februari 1894.

Teman-temannya memanggilnya Mat Seni. Ini adalah kebiasaan orang Betawi untuk
menyingkat nama orang. Mat singkatan dari Mohammad. Sedangkan Seni dari Hoesni

Ayahnya seorang wedana. Wedana adalah pembantu bupati yang membawahi beberapa
orang camat.

Sebagai putra wedana, M.H. Thamrin berkesempatan sekolah sampai tingkat tinggi.

Tiap pulang sekolah ia selalu melewati kampung-kampung pribumi yang kumuh. Tiimbullah
keinginannya untuk memperbaiki nasib masyarakat pribumi.

Semasa sekolah, M.H. Thamrin sudah tertarik pada politik. Ia sering berkumpul dengan
pemuda-pemuda dari berbagai perkumpulan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa.

BACA JUGA: Batik Betawi, Hidup Kembali


Aan Madrus
Perjuangan M.H. Thamrin tidaklah mudah. Dalam diorama yang terdapat di Museum
M.H.Thamrin, terlihat M.H. Thamrin yang sedang sakit kamarnya digeledah oleh tentara
Belanda untuk mencari dokumen. Kemudian M.H. Thamrin kena tahanan rumah.
Berjuang untuk Masyarakat Pribumi

Pada umur 25 tahun, M.H. Thamrin menjadi anggota Gemeenteraad Batavia atau Dewan
Kotapraja Betawi.

Di sinilah dia memperjuangan kehidupan masyarakat pribumi.

Ia membangun sekolah untuk rakyat, membangun sarana kesehatan, memasang


penerangan jalan, dan membangun kanal untuk mencegah banjir dari sungai Ciliwung.

Pada tahun 1923, M.H.Thamrin mendirikan Kumpulan Kaum Betawi.

Atas keberhasilannya M.H. Thamrin diangkat menjadi wakil walikota Batavia.

Kemudian ia menjadi anggota Volksraad atau Dewan Pertimbangan Rakyat.


Saat menjadi anggota Volksraad, perjuangannya bukan hanya untuk masyarakat Betawi,
tetapi untuk Indonesia.

M.H. Thamrin meninggal tanggal 11 Januari 1941.

Sebagai penjuang nasional, tokoh Betawi ini pada tahun 1960 dianugerahi gelar sebagai
Pahlawan Nasional.

Tujuh Belas Agustus


Vanda Parengkuan
Tujuh Belas Agustus

Pagi masih remang-remang. Sekali-sekali kukuruyuk ayam terdengar bersahut-sahutan.


Kehidupan kampung belum mulai sepenuhnya. Hanya dari rumah Kakek Waris terdengar
bunyi teratur kayu dibelah. Barangkali dialah warga kampung yang pertama bangun setiap
hari.

Kegiatan Kakek Waris terdengar jelas setiap pagi yang sunyi: membelah kayu, menimba air
sumur, dan menyapu halaman yang sempit. Ketika hari makin terang, Kakek Waris
terbungkuk-bungkuk memetik sayur di kebunnya sambil bersiul. Tubuhnya masih sehat
walau Katon menduga usianya mungkin sudah seratus tahun.

Dari tempat Katon duduk meringkuk kedinginan, ia bisa melihat semua yang dikerjakan
kakek itu sampai ia masuk ke dalam rumah. Tak berapa lama, asap mengepul dari bagian
belakang rumahnya.

Katon mengamati rumah mungil yang sebagian dindingnya terbuat dari gedek itu. Sampai
sekarang, ia belum pemah masuk ke situ. Barangkali orang lain juga begitu. Bila mencari
Kakek Waris, orang-orang cukup memanggilnya dari pagar.

Mendadak Katon mendapat ide. la melempar selimut yang membungkus tubuhnya dan
melompat dari atas jendela. "Yesss!" serunya. Setengah berlari, ia turun dari loteng. Tak sia-
sia ia bangun pagi untuk berpikir.

"Wow...wow...tumben pagi-pagi!" Ibu menyapa.


“Ibu tak tahu, sayalah orang terpagi bangun di rumah ini!" sahut Katon sambil menyambar
handuk di jemuran.

"Sikap bijaksana menyambut hari kemerdekaan kita!" celetuk Ayah. "Bangun pagi penuh
semangat!"

Katon memandang Ayah sebentar. Tanpa berkata sepatah pun, ia bergerak ke kamar
mandi.

Setengah jam kemudian Katon telah duduk tegang di teras. la mengenakan seragam putih
licin dan bersih. Sebuah dasi merah tergantung di dadanya. Matanya yang terlindung di
bawah topi merah mengawasi jalan. Ketika jalan mulai lengang, Katon bergegas
menyeberang jalan lalu menyelinap masuk ke halaman rumah Kakek Waris. Akhirnya ia
menemukan tempat persembunyian teraman di dunia!

Di halaman belakang, ia duduk di sebuah bangku di dekat jendela terbuka. la harus tetap di
sana sampai upacara tujuh belas Agustus di alun-alun usai. Lebih baik menungggu berjam-
jam daripada berpanas-panas mengikuti upacara.

"Nak..." sebuah suara lembut menyapa kala Katon termangu-mangu memandangi kebun.

"Maaf...Kek, boleh saya duduk di sini?" Katon bertanya gugup. Dalam hati ia marah, kenapa
mesti gugup! Bukankah ia sudah mempersiapkan diri dari tadi!

"Mestinya kamu sekolah 'kan, Nak?"

"Tidak wajib, Kek. Cuma upacara bendera 17 Agustus-an! Saya sembunyi di sini biar nggak
ketahuan Ibu dan Ayah membolos," jelas Katon. "Nggak apa-apa 'kan, Kek, saya di sini?"

“Tidak apa-apa. Upacara bendera memberatkanmu, ya?"

"Kelas saya mewakili sekolah mengikuti upacara 17 Agustus di alun-alun, sih! Upacara di
sekolah saja capek, apalagi di alun-alun bersama Pak Bupati! Pasti lebih
lama. Nggaklah…" sungut Katon.

“Ooo..." Kakek Waris tersenyum. “Mari masuk ke dalam!"

“Saya di sini saja."

"Kakek mau nonton teve. Masuk saja kalau kau bosan di luar!"

Seperempat jam kemudian beranjak juga Katon masuk ke dalam rumah. Kakek Waris
menyambut ramah, "Mari duduk di sini, Nak!"

Tetapi Katon lebih senang mengamati foto-foto tua yang tergantung di dinding. la mengenali
Kakek Waris yang berfoto bersama teman-temannya. Walau itu foto hitam putih, Katon bisa
menebak ikat kepala mereka berwarna merah putih.

Di antara foto-foto itu, ada sebuah foto seorang anak balita tersenyum lebar sambil
melambaikan bendera. Tanpa mengalihkan perhatian dari foto itu, Katon bertanya, "Siapa
ini?"

"Anak Kakek." Kakek Waris menoleh sekilas.


"Di mana dia sekarang?"

“Sudah meninggal."

"Kapan?" Katon melangkah mendekati bufet. Di sana juga ada foto anak itu.

"Dulu, waktu zaman perang." Kakek memberi tanda agar foto itu dibawa mendekati.

“Ini ibunya, ya?" Katon meraih foto lainnya. Kakek Waris tak bersuara. la menatap lekat
kedua foto. "Istri Kakek juga sudah meninggal?" tanya Katon hati-hati.

"Begini kisahnya, Nak..." Kakek Waris menarik napas. "Kakek ikut perjuangan dulu. Istri
Kakek juga ikut membantu merawat pejuang yang terluka. Di suatu kejadian tembak-
menembak, istri Kakek kena peluru nyasar dan meninggal…”

"Lalu?" tanya Katon tak sabar.

"Lalu?" Kakek Waris terkekeh. "Ya, Kakek jadi sebatang kara begini. Tapi tak sia-sia
pengorbanan kami. Negeri ini merdeka. Kakek hidup sehat. Anak-anak sesudah perang bisa
sekolah tanpa halangan, termasuk kamu, Nak."

"Sttt…" tiba-tiba Kakek Waris menunjuk pesawat televisi kecil di depan mereka. "Upacara 17
Agustus di istana hampir dimulai," bisiknya seraya membenahi posisi duduknya.

Katon menatap pejuang tua di sampingnya dengan beragam perasaan. Tak ia dengar
nasihat tentang kelakuannya pagi itu. Walau begitu jauh di dasar hati, Katon merasa malu.
Kakek Waris ikhlas kehilangan dua orang yang dicintainya pada saat berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Katon, meluangkan satu dua jam saja untuk upacara
bendera, sudah berat hati.

Katon bertekad di dalam hati, untuk lebih menghargai kemerdekaan Indonesia. Ia harus
mengisi hari-hari di negeri yang merdeka ini dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan
berguna.
5 Fakta Kemerdekaan Republik Indonesia

5 fakta seru kemerdekaan Republik Indonesia.

Horeee… Tanggal 17 Agustus ini, Republik Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-72!
Selain ada lomba seru saat tujuhbelasan, ada juga fakta seru kemerdekaan Republik
Indonesia, lo! Ini dia 5 di antaranya.

Lima fakta kemerdekaan Republik Indonesia ini mungkin belum Teman-teman ketahui
sebelumnya:

1. Salah satu syarat negara yang merdeka adalah kemerdekaannya diakui oleh negara
lain. Negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia adalah
Mesir.
2. Pesan proklamasi kemerdekaan pada waktu itu disampaikan melalui radio. Pak
Jusuf Ronodipuro adalah salah satu tokoh yang menyebarkan pesan proklamasi
melalui radio Jepang, Hoso Kyoku.
3. Upacara Proklamasi Kemerdekaan pada waktu itu dibuat dengan sangat sederhana,
tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam.
4. Bendera Merah Putih dibuat berdasarkan bendera Majapahit pada abad ke-13, yang
terdiri dari sembilan garis berwarna merah dan putih tersusun secara bergantian.
5. Bendera merah putih yang digunakan saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, saat ini disimpan di Monas. Sebelumnya, bendera ini disimpan di
Istana Negara.
6 Fakta tentang Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo
Putri Puspita
Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo (Foto:http://pahlawancenter.com)

Nama Mr. Ahmad Soebardjo sangat sering disebut-sebut di buku IPS. Ia dikenal
sebagai tokoh muda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

1. Asli Jawa Barat

Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo, lahir di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret
1896. Ia lulus dari HBS (Sekolah Menengah Atas) di Jakarta pada tahun 1917.

2. Gelar Mr.

Ahmad Soebardjo memperoleh gelar Mr. yang ternyata singkatan dari ”Meester in de
Rechten” atau disebut juga Sarjana Hukum (S.H.) pada tahun 1933. Ia memperoleh gelar ini
dari Universitas Leiden, Belanda.

3. Aktif Sejak Mahasiswa

Semasa menjadi mahasiswa, beliau aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Beliau


bergabung dalam organisasi kepemudaan seperti Jong Java dan Perkumpulan
Mahasiswa Indonesia di Belanda.

Menjadi anggota delegasi Indonesia pada Kongres Antiimperialis di Belgia dan Jerman.
Setelah kembali ke Indonesia, beliau aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
4. Pemersatu Dua Golongan

Menjelang proklamasi kemerdekaan RI, Ahmad Soebardjo berhasil menyatukan perbedaan


pendapat golongan muda dan golongan tua di Rengasdengklok. Berkat usahanya, kedua
golongan sepakat untuk membahas persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. Sidang PPKI mendapat anggota tambahan yaitu wakil dari pemuda.

5. Menteri Luar Negeri Pertama

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Mr.


Ahmad Soebardjo diangkat sebagai Menteri Luar Negeri. Beliau kembali menjabat Menteri
Luar Negeri pada periode 1951–1952. Beliau juga pernah menjabat sebagai duta besar
pada Republik Federal Swiss periode 1957–1961.

6. Seorang Profesor

Ia memperoleh gelar profesor dalam bidang sejarah Konstitusi dan Diplomasi RI dari
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo meninggal dunia
pada tanggal 15 Desember 1978.

Cerita Tiga Duplikat Sang Merah Putih

Sigit Wahyu
Pengibaran Sang Merah Putih di Istana Merdeka.
Bendera Sang Merah Putih yang dikibarkan pada saat upacara HUT Kemerdekaan RI di
Istana Merdeka merupakan bendera duplikat dari Bendera Pusaka yang dibuat oleh Ibu
Fatmawati. Bendera yang dikibarkan saat ini merupakan duplikat ketiga.

Dibuat Atas Perintah Presiden Soeharto

Saat persiapan upacara peringatan HUT RI 1968, Presiden Soeharto menanyakan


kondisi Bendera Pusaka kepada Bapak Paskibraka H. Mutahar. Kondisi Bendera
Pusaka memang sudah mulai rapuh dan memudar, sehingga perlu dibuat duplikatnya.
Sambil menyiapkan duplikatnya, H. Mutahar mengusulkan untuk dikibarkan sekali lagi pada
peringatah HUT RI 1968.

Atas perintah Presiden Soeharto, H. Mutahar mulai menyiapkan pembuatan


duplikat Bendera Pusaka. Selain untuk upacara peringatan HUT RI di Istana Merdeka,
duplikat Sang Merah Putih juga dibagikan ke setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk
dikibarkan oleh Paskibraka pada upacara peringatan HUT RI di daerah-daerah.

Pengibaran Sang Merah Putih di Istana Merdeka.


Duplikat Bendera Pusaka dibawa Paskibraka untuk dikibarkan. || Foto: Tribunnews.com

Duplikat Ketiga

Sampai saat ini, Bendera Pusaka Merah Putih sudah tiga kali dibuat duplikatnya. Duplikat
pertama, dikibarkan pada upacara peringatan HUT RI pada tahun 1969 sampai 1984.

Duplikat kedua dikibarkan pada upacara peringatan HUT RI pada tahun 1985 sampai 2014.

Pada tahun 1995, pemerintah membuat duplikat ketiga untuk disimpan sebagai
cadangan. Sang Merah Putih duplikat ketiga ini baru mulai dikibarkan pada upacara
peringatan HUT RI 17 Agustus 2015 sampai sekarang.

Saku Kesebelas Pak Kulas


Sylvana Toemon
Saku Kesebelas Pak Kulas

Menjelang peringatan Hari Proklamasi, 17 Agustus, warna merah putih menjadi primadona.
Orang-orang sibuk mengecat pagar rumah dan membuat gapura di ujung jalan. Bendera
merah putih aneka ukuran berkibar di setiap rumah. Lampu-lampu warna-warni berkelap-
kelip menambah suasana semarak. Seperti biasa di setiap RT/RW diadakan aneka
pertandingan. Balap karung, panjat pinang, lomba makan kerupuk adalah acara yang biasa
diadakan di mana-mana.

Namun, di kampungku selalu ada satu acara yang berbeda. Acara istimewa itu bisa berupa
lomba nyanyi lagu “Indonesia Raya”, kuis kemerdekaan, menyebut nama jenderal, memarut
singkong, menebak isi saku Pak Kulas yang jumlahnya ada 11, dan lain-lain. Pokoknya
terserah Pak Kulas, sang sponsor. Beliau selalu menyediakan hadiah yang menarik.

Setiap tanggal 17 Agustus, Pak Kulas selalu tampil dengan celana panjang abu-abu
bersaku empat, dua kiri dan di kanan, dan dua di lutut. Kemejanya berwarna abu abu
dengan tujuh saku. Dua di dada, dua di bawah, dua di bagian depan sebelah dalam kemeja
dan satu saku besar di punggung bagian dalam.

Lalu dengan suaranya yang nyaring ia akan memimpin lomba yang disponsorinya. Kata
orang, Pak Kulas tak pernah merayakan ulang tahun.

“Buat apa ulang tahunku diperingati, yang penting ulang tahun kemerdekaan negara kita!”
kata Pak Kulas. “Berapa banyak pahlawan yang sudah gugur dalam perjuangan
kemerdekaan? Kita harus bersyukur karena negara kita ini sudah merdeka. Jadi 17 Agustus
harus dirayakan!”
Namun, pada 17 Agustus kali ini, Pak Kulas tidak tampak. Ada sesuatu yang hilang rasanya
dalam peringatan hari proklamasi di kampung ini.

Pak Kulas memang sudah meninggal empat bulan yang lalu. Di usia yang ke-80 tahun.
Kami semua bersedih dan merasa kehilangan. Pak Kulas tidak dimakamkan di taman
pahlawan. Namanya juga tidak terpampang di teve atau surat kabar. Pak Kulas memang
hanya seorang penjahit kampung. Namun, ia adalah pahlawan di hati kami dan mempunyai
kenangan tersendiri. Setiap orang di kampung kami tahu kisah Pak Kulas, singkatan dari
Saku ke-11.

Waktu negara kita sedang berjuang untuk merdeka, Pak Kulas masih muda. Namanya
waktu itu belum Pak Kulas, tapi Asikin. Nah, Asikin ini penjahit yang kreatif. Suatu hari ia
membuat untuk dirinya sendiri celana panjang dan kemeja bersaku 11. Bahannya didapat
dari kenalannya, seorang Belanda.

Nah, suatu hari ada pembersihan di kampung kami. Pasukan Belanda mencari dokumen
rahasia yang menurut berita ada pada salah seorang warga kami. Semua rumah dan orang
diperiksa, namun dokumen itu tidak diketemukan.Ternyata dokumen rahasia itu dititipkan
pada Pak Kulas. Orang pikir Pak Kulas tidak akan dicurigai, karena langganan jahit Pak
Kulas kebanyakan orang-orang Belanda.

Pak Kulas memang diperiksa, tapi dokumen itu tidak berhasil ditemukan. Itu karena ia
menyimpannya di dalam saku kemejanya yang ke-11. Di bagian punggung sebelah dalam.
Sejak itu orang-orang mengubah nama Asikin menjadi Kulas, singkatan dari Saku ke-11.

Ketika Indonesia sudah merdeka, Pak Kulas tetap menjadi penjahit kampung. Dan setiap 17
Agustus ia memakai celana dan kemejanya yang bersaku 11. Ia juga menjadi sponsor
lomba di kampung. Pak Kulas bukan orang kaya. Tapi ia menabung setiap bulan agar bisa
membelikan hadiah-hadiah untuk 17 Agustus-an. Ia selalu mengingatkan anak-anak untuk
tidak tawuran.

“Yang benar saja, masak tawuran sama saudara sendiri. Memalukan. Memangnya
Indonesia bisa merdeka, kalau dulu para kakek kalian tidak bersatu melawan penjajah?”
begitu nasihat Pak Kulas.

Kini Pak Kulas sudah tak ada di dunia, namun kisahnya tetap hidup di antara orang-orang di
kampung kami. Ia sangat bangga mempunyai bangsa yang merdeka. Perbuatan Pak Kulas
menjadi teladan bagi kami.

Pengertian Pasukan PETA, Apa Itu Pasukan PETA? Ayo, Kita Cari Tahu!
IPPHOS via dokumentasi Harian Kompas
Pasukan PETA

Bobo.id - Teman-teman, apa kamu suka membaca tentang sejarah perjuangan bangsa
Indonesia?

Tahukah kamu? Pemerintah Jepang juga pernah menduduki negara Indonesia, teman-
teman. Tepatnya sekitar tiga setengah tahun.

Nah, pasukan PETA ini ada di masa kependudukan Jepang di Indonesia. Kita cari tahu
pengertian pasukan PETA, yuk!

Pengertian Pasukan PETA

Pengertian Pasukan PETA adalah pasukan Pembela Tanah Air, teman-teman.

Organisasi Pasukan PETA didirikan pada tanggal 3 Oktober 1943.

PETA merupakan organisasi yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia, lo.

Baca Juga : 5 Kisah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Jarang Diceritakan di


Sekolah
Pasukan Pembela Tanah Air ini adalah satuan militer. Anggotanya adalah tentara
sukarelawan.

Organisasi PETA dibentuk oleh pemerintah Jepang. Anggota PETA ditugaskan untuk
membantu tentara Jepang dalam peperangan.

Pemerintah Jepang saat itu berhasil mengalahkan Belanda dalam perang di tahun 1942.

Nah, kemudian tentara Jepang memanfaatkan rakyat Indonesia untuk membantu


mengalahkan negara lain di perang Asia Timur. Kemudian ada juga perang Pasifik, teman-
teman.

Oiya, meski dibentuk pemerintah Jepang, ada pendapat kalau satuan militer ini merupakan
inisiatif dari tokoh Indonesia.

Latar Belakang Terbentuknya PETA

Ada dua pendapat tentang latar belakang terbentuknya PETA, teman-teman.

Pendapat pertama mengatakan, inisiatif pembentukan PETA berasal dari seorang tokoh
nasional bernama R. Gatot Mangkoepradja.

Dalam buku Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi, disebutkan bahwa
Gatot Mangkoepradja menuliskan surat pada Gunseikan di Jawa.

Gunseikan adalah pemerintah militer Jepang, teman-teman.

Dalam surat tersebut, beliau mengusulkan pembentukan tentara.

Namun, ada juga yang mengatakan kalau PETA dibentuk atas usul dari golongan ulama di
Jawa.

Para ulama ini menginginkan adanya kelompok untuk mempertahankan Pulau Jawa.

Ini disebut menjadi alasan bendera PETA yang terdapat lambang matahari terbit, yang
menyimbolkan Jepang.

Kemudian ada lambang bulan sabit dan bintang yang dikenal sebagai simbol ulama.

Namun, saat itu para tokoh nasional ingin membuat pasukan untuk menggerakkan bangsa
Indonesia yang sudah ditindas Belanda selama bertahun-tahun.

Anggota PETA ini dilatih oleh tentara Jepang agar memiliki kemampuan yang sama.
Organisasi ini membentuk 66 batalion di Jawa, tiga batalion di Bali, dan 20.000 personel di
Sumatra.

Itulah sedikit sejarah dan pengertian pasukan PETA, teman-teman.

Mau Ikut Lomba 17 Agustusan? Pelajari Dulu Triknya!


Creative Commons

Serunya permainan lomba balap karung.

Bobo.id - Setiap tanggal 17 Agustus kita merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tahun ini kita merayakannya untuk yang ke- 73.

Selain upacara, biasanya Hari Kemerdekaan RI, dirayakan dengan berbagai lomba.

Lomba yang paling umum adalah lomba makan kerupuk, lomba membawa kelereng
dengan sendok, balap karung, dan lomba memasukkan benang ke dalam jarung sambil
berlari.

Lomba apa yang mau kamu ikuti nanti? Sst … ini ada triknya!

Creative Commons

Lomba Makan Kerupuk

Lomba Makan Kerupuk


Dalam lomba ini, beberapa buah kerupuk warung yang berbentuk bulat, diikat dengan tali.
Kemudian kerupuk digantung setinggi mulut peserta lomba.

Peserta lomba harus adu cepat memakan kerupuk tersebut dengan kedua tangan ditaruh di
belakang badan.

Berikut ini trik untuk memenangkan lomba!

1. Julurkan lidah. Tempelkan kerupuk di lidah. Yaps, karena lidah basah oleh air liur,
maka kerupuk akan menempel di lidah dan akan mudah ditarik ke dalam mulut.
2. Tarik kerupuk sebesar-besarnya ke dalam mulut.
3. Gigit kerupuk lalu kunyah. Jangan mengunyah kerupuk sambil tertawa, ya, karena
bisa menyebabkan tersedak.
4. Ulangi tahap 1 – 3 sampai kerupuk habis.

BACA JUGA: Ingin Ikut Lomba Tarik Tambang? Ikuti Triknya Supaya Menang

Creative Commons

Balap karung
Balap Karung

Balap karung adalah lomba di mana pesertanya masuk ke dalam karung kemudian berlari
atau melompat-lompat menuju garis finish.

Mau tahu, trik untuk memenangkan lomba? Ini dia!

Jika kamu mau menuju garis finish dengan cara berlari atau jalan cepat:

1. Taruh kaki masing-masing di sudut karung. Itulah jarak kaki terjauh yang bisa capai.
2. Ketika aba-aba dimulai, berlarilah atau berjalanlah dengan langkah pendek tetapi
dengan gerakan yang cepat.

Jika kamu menuju garis finish dengan cara melompat:

1. Pegang kedua ujung karung erat-erat.


2. Ketika aba-aba dimulai, tekuklah kaki lalu melompat sejauh-jauhnya.
3. Ketika melompat, tarik karung ke atas.
4. Ketika mendarat, kendorkan karungnya.
5. Mendaratlah dengan posisi kaki tertekuk dan bersiaplah untuk melompat lagi.

BACA JUGA: 5 Lomba Klasik di Perayaan 17 Agutusan


Creative Commons

Lomba membawa kelereng dengan sendok yang digigit dengan mulut.

Lomba Membawa Kelereng Dengan Sendok

Dalam lomba ini peserta lomba harus berlari sambil membawa kelereng. Kelerengnya
ditaruh dalam sendok yang gagangnya digigit dengan mulut. Pastinya kelereng akan mudah
jatuh, ya!

Bagaimana triknya untuk mengikuti lomba ini?

1. Masukkan separuh gagang sendok ke dalam mulut.


2. Jepit gagang sendok dengan bibir dan gigi, dibantu oleh lidah. Usahakan posisi
sendok tetap lurus agar kelereng tidak jatuh.
3. Jangan berlari, tapi ambil langkah lebar-lebar.
4. Selama melangkah, awasi posisi sendok dengan ujung mata. Jaga jangan sampai
miring.

BACA JUGA: 17 Agustusan di Negeri Orang


Creative Commons

Dalam lomba memasukkan benang ke dalam jarum, kita harus melakukannya sambil berlari.

Lomba Memasukkan Benang ke Dalam Jarum

Bayangkan! Peserta lomba harus memasukkan benang ke dalam lubang jarum yang
superkecil, sambil berjalan. Wuih, pasti susah banget! Kalau kurang hati-hati bisa-bisa
jarumnya yang menusuk jari. Hiii…! Tapi jangan khawatir, ini ada triknya!

1. Jalanlah perlahan-lahan.
2. Sambil berjalan, luruskan ujung benang dengan cara menjepitnya dengan dua buah
jari. Agar benang jadi kaku, kulum terlebih dahulu sebelum dijepit.
3. Masukkan ujung benang yang sudah lurus dan kaku ke dalam lubang jarum.
4. Jika benang sudah masuk ke dalam lubang, segeralah berlari menuju garis finish.

Ingin Ikut Lomba Tarik Tambang? Ikuti Triknya Supaya Menang


Creative Commons
Serunya permainan lomba tarik tambang.

Bobo.id - Salah satu lomba yang sering dilakukan untuk memeriahkan hari
kemerdekaan negara kita adalah lomba tarik tambang.

Lomba ini hanya memerlukan seutas tali tambang besar dan lapangan yang luas, tetapi bisa
dimainkan oleh banyak orang, sehingga bisa menimbulkan kemeriahan dan kehebohan.

Nah, di balik kehebohan lomba ini, fakta-fakta tentang lomba tarik tambang juga tidak kalah
menarik.

BACA JUGA: 5 lomba Klasik di Perayaan 17 Agustusan

Seperti Berebut Tambang

Lomba tarik tambang adalah lomba yang dilakukan oleh dua tim yang saling menarik ujung
tambang yang berlawanan. Jadi seperti dua tim sedang berebut seutas tambang.

Jumlah peserta dalam tiap kelompok tergantung pada panjangnya tambang. Umumnya 8
orang.

Lomba tarik tambang selalu dilakukan di tempat terbuka dan lapang.

Di atas tanah, tepat di bawah titik tengah tali tambang, ada tanda tertentu. Misalnya batu.
Ketika aba-aba dimulai, tiap peseta berusaha menarik tambang sekuat tenaga. Tim yang
berhasil menarik tim lawan sampai melewati titik tengah, itulah pemenangnya.

BACA JUGA: Ini 3 Aktivitas Seru yang Bisa Kamu Lakukan untuk Menyambut 17 Agustus

Trik untuk Memenangkan Lomba

Untuk memenangkan lomba ini seluruh anggota tim harus bekerja keras dan kompak. Selain
itu ada triknya. Ini triknya!

1. Orang yang paling kuat posisinya harus di belakang. Karena di belakang tidak
mudah tergelincir.
2. Pegang tambang dengan kedua tangan dengan kuat.
3. Posisi tangan harus lurus dengan tubuh.
4. Berdirilah dengan kedua kaki sedikit lebih lebar dari bahu.
5. Condongkan bagian atas tubuh ke arah belakang. Lakukan hal ini seakan-akan kita
sedang duduk pada kursi yang ada sandarannya
6. Benamkan kaki ke dalam tanah, agar tidak mudah ketarik ke depan.
7. Ketika aba-aba dimulai, tarik tambang dengan kekuatan kaki, bukan kekuatan
tangan.
8. Ketika ada kesempatan mundur, mundurlah dengan langkah pendek.
Creative Commons
Dalam lomba tarik tambang, posisi pemain yang terkuat sebaiknya berada di paling
belakang

BACA JUGA: 17 Agustusan di Negeri Orang

Tag of War

Katanya, lomba tarik tambang sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Asal muasalnya tidak
jelas. Ada yang mengatakan dari Mesir, Yunani, India, atau Tiongkok.

Menurut legenda, lomba tarik tambang dilakukan oleh Bulan dan Matahari sehingga
menyebabkan terjadinya siang dan malam.

Sekarang lomba ini dimainkan hampir di seluruh dunia. Seperti di Mesir, Burma, India,
Indonesia, Jepang, Korea, Hawaii, dan Amerika Selatan.

Di Indonesia, lomba tarik tambang biasanya dimainkan untuk memeriahkan hari


kemerdekaan, perayaan sekolah, kumpul keluarga, dan ulang tahun Pramuka.

Di Afghanistan ada lomba sejenis, tetapi mereka tidak menggunakan tambang, melainkan
pancang kayu.

Dalam bahasa Inggris permainan ini disebut Tag of War.

Tag of War menjadi salah satu cabang olah raga yang dipertandingan dalam Olimpiade
Modern dari tahun 1900 sampai tahun 1920. Tag of War merupakan anak cabang olahraga
atletik

5 lomba Klasik di Perayaan 17 Agustusan


Aan Madrus
Lomba Tarik Tambak

Perayaan hari Kemerdekaan umumnya dimeriahkan dengan macam-macam lomba.


5 lomba di bawah ini hampir selalu ada. Lomba ini sangat klasik. Sudah ada sejak orang tua
kita masih kecil.

Tarik Tambang

Pertandingan ini dimainkan oleh dua regu. Masing-masing anggota regu memegang erat
sebuah tali tambang dengan posisi saling berhadapan. Di tengah-tengah mereka terdapat
pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat
mungkin. Regu yang berhasil menarik tambang hingga regu lawan melewati garis pembatas,
itulah pemenangnya. Tarik tambang adalah lomba untuk mengadu otot dan melatih

Balap Karung

Balap karung adalah lomba lari berkarung. Peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah
badannya ke dalam karung, kemudian berlari sampai ke garis akhir.

Oho… meskipun jago lari, kita tak mungkin bisa berlari cepat kalau berkarung begitu.
Langkah jadi terseok-seok, karena terhalang karung. Bahkan bisa terjatuh karena
tersandung karung.

Panjat Pinang
Inti dari permainan ini adalah memperebutkan hadiah yang digantung di puncak sebuah
tiang yang tinggi. Tiangnya terbuat dari batang pohon pinang yang karena sudah diolesi
dengan minyak pelumas mesin.

Serunya permainan ini adalah ketika pemain berusaha keras melawan licin untuk sampai ke
puncak. Hap…hap… tiba-tiba sruut badannya meluncur kembali ke bawah. Biasanya, sih,
peserta memiliki semangat yang tinggi. Meskipun berkali-kali meluncur, ia akan mencoba
memanjat lagi sampai berhasil.

Makan Kerupuk

Ini sebetulnya cuma lomba cepat-cepatan makan kerupuk. Peserta yang paling cepat
menghabiskan kerupuk, dia lah pemenangnya. Tetapi makan kerupuknya penuh dengan
tantangan. Di dalam lomba ini, kerupuk yang harus dimakan diikat dengan tali dan
digantung. Selain itu mata peserta ditutup dengan kain dan tangannya diikat ke belakang.
Peserta hanya diperbolehkan menggunakan mulutnya.

Balap Kelereng

Balap kelereng adalah balap lari sambil menggigit sendok berisi kelereng. Panjang lintasan
paling hanya 10 meter. Tapi, peserta benar-benar harus berkonsentrasi agar bisa berjalan
cepat tanpa menjatuhkan kelereng. Karena bila kelerang jatuh, peserta harus kembali ke
garis start. Wah, bisa bisa lenyaplah harapan peserta untuk jadi juara.

Roebiono Kertapati, Pembuat Sandi Negara, Pernah Tahu Kisahnya?


Kompas.com/Tembi.net
Ilustrasi adegan Menteri Pertahanan Bapak Amir Sjarifoeddin menunjuk Bapak Roebiono
Kertapati untuk membuat sistem sandi.

Bobo.id – Apakah kamu sering membaca cerita detektif yang memecahkan sandi atau
kode?

Sandi atau kode memang sering digunakan untuk menyembunyikan informasi.

Yuk, kita kenalan dengan Bapak Roebiono Kertapati, pembuat sandi negara di awal
kemerdekaan bangsa kita.

BACA JUGA: Mengenal M.H. Thamrin, Tokoh Betawi dan Pejuang Kemerdekaan

Mendapat Tugas untuk Membuat Sistem Sandi

Kemerdekaan Indonesia pada awalnya belum dapat diterima dengan baik oleh Belanda.

Belanda masih terus berusaha untuk mengambil alih negara kita.

Pada masa genting itu, pemerintah merasa perlu untuk menjaga informasi rahasia dari
musuh.

Menteri Pertahanan Bapak Amir Sjarifoeddin menunjuk Bapak Roebiono Kertapati untuk
membuat sistem sandi.
BACA JUGA: 5 Fakta Kemerdekaan Republik Indonesia

Memiliki Pengalaman di Bidang Intelijen

Pak Roebiono dipilih karena memiliki pengalaman di bidang intelijen.

Ia mendapatkan tanggung jawab ini walaupun tidak pernah mendapatkan pendidikan formal
tentang sandi.

Ia adalah seorang dokter yang pernah menjadi dokter pribadi Presiden Soekarno.

Pak Roebiono adalah orang yang cerdas.

Ia fasih berbicara dalam 4 bahasa dan dapat menulis dengan kedua tangannya dalam waktu
yang bersamaan.

BACA JUGA: Tak Banyak yang Tahu, Ini Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17
Agustus 1945

Buku Kode C

Sandi dan kode buatan Pak Roebiono dibukukan dalam Buku Kode C.

Buku ini berisi 10.000 kata termasuk tanda baca, awalan, akhiran, penamaan, serta bentuk
lain yang dijumpai dalam teks berita.

Buku yang hanya digandakan sebanyak 6 eksemplar ini menjadi acuan dalam pembuatan
dan pembacaan sandi rahasia.

Sistem yang dibuat Pak Roebiono ini adalah sistem yang kuat dan tidak mudah dipecahkan.

Kesuksesan membuat sandi itu membuat informasi rahasia dapat disampaikan tanpa
ketahuan oleh pihak lain.

Pahlawan yang Berjasa Menjaga Rahasia Negara

Bapak Roebiono Kertapati dikenal sebagai pendiri Dinas Kode pada Kementerian
Perdagangan.

Dinas Kode ini kemudian berubah menjadi Lembaga Sandi Negara. Sekarang lembaga ini
menjadi Badan Siber dan Sandi Negara.

Pak Roebiono memimpin lembaga ini selama 38 tahun.

Selama hidupnya, ia mendapatkan 11 bintang jasa dari Pemerintah Indonesia.

Roebino Kertapati adalah pahlawan yang sangat berjasa menjaga rahasia negara kita.

Asal-usul Pasukan Pengibar Bendera Pusaka


Marisa Febrilian
Pasukan Pengibar Bendera Merah Putih

Menjelang hari Kemerdekaan Indonesia, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau


Paskibraka sudah mempersiapkan diri, seperti latihan baris bebaris dan juga latihan fisik.
Seperti apa, ya, asal-usul terbentuknya pasukan pengibar bendera merah-putih itu?

Agustus 1946

Pada waktu itu, Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno memanggil ajudannya, Mayor Laut
Hussein Mutahar. Pak Karno meminta Pak Mutahar mempersiapkan sekaligus memimpin
upacara bendera peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1946 di halaman
Istana Presiden, Gedung Agung, Yogyakarta. Saat itu, ibu kota Republik Indonesia sedang
dipindahkan ke Yogyakarta.

Pak Mutahar mempunyai ide, alangkah bagusnya kalau pasukan pengibar bendera ini
berasal dari pemuda-pemudi se-Indonesia. Tujuannya untuk menumbuhkan rasa persatuan
bangsa. Sayangnya, keinginannya itu sulit terlaksana, akhirnya Pak Mutahar hanya dapat
menunjuk 5 orang, yakni dua orang putra dan 3 orang putri. Lima orang itu dikenal dengan
sebutan “Pasukan Pengerek Bendera Pusaka”. Kenapa hanya dipilih 5 orang? Karena lima
itu menggambarkan jumlah sila pada Pancasila.

Formasi pengibar bendera merah-putih bentukan Pak Mutahar masih dipakai setiap upacara
Hari Kemerdekaan RI, tahun 1947, 1948, dan 1949.

Formasi Baru
Pada 17 Agustus 1950, untuk pertama kalinya bendera merah putih berkibar di ‘tiang 17’ di
Istana Medeka. Saat itu, ibu kota Indonesia sudah pindah ke Jakarta. Pada tahun
1950, pasukan pengibar bendera sudah tidak dipilihkan lagi oleh Pak Mutahar, tetapi
langsung diatur oleh bagian kepresidenan.

Tahun 1967, Pak Mutahar kembali dipanggil Presiden, saat itu presidennya adalah Pak
Soeharto. Ia meminta Pak Mutahar menangani kembali Pasukan Pengerek Bendera
Pusaka. Pak Harto ingin meneruskan tradisi pada awal kemerdekaan.

Akhirnya, terciptalah formasi baru yang sampai saat ini masih digunakan. Formasi itu terdiri
dari tiga kelompok, kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu, kelompok 8 sebagai
pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal bendera. Angka dalam kelompok
itu merupakan simbol dari tanggal Kemederkaan RI, tanggal 17, bulan 8, tahun 45. Semua
pasukan pengerek bendera itu adalah pemuda-pemudi Indonesia yang berasal dari seluruh
provinsi di Indonesia.

Tahun 1973, sebutan ‘Pasukan Pengerek Bendera Pusaka’ berganti nama menjadi
‘Pasukan Pengibar Bendera Pusaka’ atau disingkat menjadi PASKIBRAKA. Sebutan itu
dicetuskan oleh Idik Sulaeman, seorang sarjana seni rupa.

Nah, siapa yang pernah menjadi pasukan pengibar bendera pusakan di sekolah?

Menyambut Hari Istimewa untuk Indonesia

Creative Commons
Bendera Merah Putih
“Teman-teman, besok pagi kita akan upacara bendera untuk memperingati
Hari Kemerdekaan Indonesia,” kata Dendi, ketua kelas 5A

“Jangan lupa bawa topi untuk upacara bendera yah,” sambung Rani, wakil ketua kelas 5A.

“Siaaapp!” jawab teman-teman sekelas.

BACA JUGA:Wah, 30 Sekolah di Jakarta Siap Menjadi Pahlawan Pertolongan Pertama!

Rani melihat Gita yang terlihat kebingungan. Ia pun mendekati Gita.

“Git, kok kelihatannya bingung begitu,” tanya Rani.

“Iya Git, aku ingin sekali ikut upacara bendera, tetapi karena senin lalu aku sempat pingsan
saat upacara, aku jadi takut,” kata Gita.

“Oh iya betul, kemarin kenapa kamu bisa pingsan Gita?” tanya Rani.

“Entahlah, tiba-tiba kepalaku rasanya berputar-putar, lalu warna-warna mataku berubah jadi
hitam dan putih. Aku tidak ingat apa-apa berikutnya,” jawab Gita.

“Hmmm, kata Ibuku mungkin kita jadi lemas saat upacara bendera kalau kita belum sarapan
Git. Apakah waktu itu kamu sudah sarapan?”

Gita diam sebentar. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian pagi itu.

“Oh iya, waktu itu aku memang terburu-buru dan belum sarapan Rani,” jawab Gita.

“Nah, supaya besok tidak lemas dan pingsan, jangan lupa sarapan ya Gita. Tapi kalau kamu
merasa tidak kuat meneruskan, pergi ke belakang barisan saja. Di sana ada petugas PMR
sekolah,” kata Rani.

“Iya Ran, aku akan berusaha ikut upacara bendera sampai selesai karena besok adalah hari
yang penting. Kalau pahlawan sudah berusaha bertempur, aku juga harus berusaha untuk
menghormati perjuangan itu,” jawab Gita.

Rani mengangguk dan mengajak Gita pulang bersama.

Di tengah perjalanan, Rani dan Gita bertemu dengan Dendi serta Radit.

“Kok, kalian berdua berhenti di rumah ini?” tanya Rani.

“Ini rumah Kakek Ibot, tapi tumben kakek tidak pasang bendera. Biasanya selalu pasang,”
kata Dendi.

“Aku kemarin-kemarin pernah melihat benderanya terpasang kok,” kata Radit.

Mereka akhirnya memutuskan untuk memanggil Kakek Ibot untuk bertanya. Tidak lama
kemudian, datanglah kakek tua dari dalam rumah.
“Wah, ada anak-anak. Ada yang bisa kakek bantu?” tanyanya ramah.

“Kakek, kok tidak ada bendera yang terpasang? Biasanya aku selalu lihat ada bendera,”
tanya Radit.

“Oh, ya ampun! Iya ya, kakek sampai lupa. Pagi tadi saat angina kencang, tiang bendera
kakek miring. Lalu kakek lepas sementara untuk dipasang lagi. Eh, kakek malah ketiduran
karena tidak enak badan. Haduuu, sudah tua, jadi lupa,” kata Kakek.

“Sini Kek, kami bantu pasang lagi,” kata Dendi.

Mereka berempat akhirnya membantu Kakek untuk memasang bendera hingga tiangnya
kembali tegak berdiri dan berdera berkibar lagi.

BACA JUGA:Taman Proklamasi, Tempat Bangsa Indonesia Memproklamirkan


Kemerdekaannya

“Terima kasih ya, anak-anak!” kata Kakek Ibot. “Besok, semuanya ikut upacara bendera
di sekolah, kan?”

“Tentu saja, Kek! Kami bersemangat sekali untuk upacara bendera besok,” kata Rani.

“Aku juga bersemangat, walaupun sempat pingsa saat upacara Senin lalu,” kata Gita sambil
tertawa.

“Jangan lupa istirahat. Besok juga Kakek mau ikut upacara bendera di balai desa,” kata
Kakek Ibot.

“Wah, kakek tidak apa-apa datang kalau sakit?”

“Kalau bersemangat, sakitnya pasti sembuh. Kakek selalu bersemangat untuk upacara
kemerdekaan. Tidak terasa sudah berusia 73 tahun, sama seperti usia Kakek,” jawab
Kakek. “Gita dan yang lainnya, juga harus semangat yah!” kata Kakek lagi.

“Siap, Kek!” jawab Gita, Rani, Dendi, dan Radit.

Membuat Bunga Merah Putih


Aan Madrus
Hiasan Merah Putih

Perlu hiasan merah putih untuk memeriahkan hari kemerdekaan RI? Yuk, kita buat bunga-
bunga merah putih dari kantong plastik belanja.

Kita Perlu:

- Kantong plastik warna merah dan putih yang berukuran besar

- Gunting

- Tali rafia

Ini Rahasia Membuatnya:

Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Gunting semua kantong plastik menjadi lembaran persegi panjang.

Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Kerut kedua lembaran plastik itu.
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Ambil sisa potongan kantong plastik merah dan putih. Potong memanjang kira-kira selebar 2
cm.

Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Ikat jadi satu, kedua lembaran plastik yang sudah dikerutkan dengan seutas tali rafia.
Selipkan potongan kantong plastik merah dan putih.

Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Buka kerutan plastik agar terlihat seperti bunga yang mekar.
Tumpeng untuk Nenek Sumirah

Sylvana Toemon
Tumpeng Nenek Sumirah

Pagi itu Nina dibangunkan oleh harum masakan 17 Agustus, hari kemerdekaan. Wow,
senangnya. Di taman di kompleks perumahan sudah dipasang awning dan bangku-bangku.
Juga hiasan bendera merah putih.
"Nanti aku akan ikut lomba makan kerupuk dan lomba memasukkan benang ke jarum.
Lomba tangkap belut aku tak mau!" pikir Nina.

Terbayang di matanya belut-belut yang menggeliat di tanah dan anak-anak bergegas


menangkapnya. Tapi, iiih, Nina tak sanggup memegang belut-belut itu.

Nina melompat bangun, lalu bergegas ke kamar mandi. Ia melewati dapur. Ibu sedang
mengulek kentang dan Mbok Inten mengiris tempe. Harum rendang yang sedang dimasak
sungguh menggugah selera. Di meja makan ada dua buah tampah besar dan sebuah
tampah kecil.

"Wow, kok, tumpengnya ada anaknya, Bu!" Nina menunjuk tampah kecil.

"lya, Ibu mau bikin tumpeng kecil, untuk Nek Sumirah!" kata Ibu.

"Kok, Nek Sumirah dibuatkan tumpeng? Memangnya ulang tahunnya sama dengan HUT
Proklamasi?" tanya Nina heran. Nek Sumirah adalah tetangga Nina. Usianya sudah 70
tahunan.

la tinggal dengan anaknya yang sudah menjanda dan tiga orang cucunya. Anaknya
berjualan nasi uduk di depan rumah dan sehari-hari Nek Suminten membantunya. Ya,
kadang-kadang ada juga, sih, yang bertanya soal kesehatan pada Nek Sumirah. Maklum,
konon Nek Sumirah itu mantan perawat.

"Bukan ulang tahun. Tapi, diam-diam Nek Sumirah itu rupanya seorang pejuang
kemerdekaan. Sudahlah, mandi dulu. Nanti Ibu ceritakan!" kata Ibu.

Di kamar mandi, rasa ingin tahu Nina memuncak. Apa benar Nek Sumirah itu pejuang? Kok,
selama ini tak ada yang tahu?

Mengapa selama bertahun- tahun tak ada yang berbicara tentang soal itu? Aneh juga.
Setelah mandi dan berdandan rapi, Nina menagih janji Ibu. Sambil menikmati nasi uduk,
Nina mendengar ibunya bercerita.

"Begini, waktu zaman perjuangan kemerdekaan, Nek Sumirah itu baru berumur 17 tahun. la
merawat pejuang-pejuang kita yang terluka dalam pertempuran. Salah seorang prajurit yang
terluka adalah Bapak Ahmadi. Cukup lama Nek Sumirah merawat Bapak Ahmadi. Kemudian
mereka berpisah karena Bapak Ahmadi pindah tugas ke daerah lain. Mula-mula mereka
sering berkirim surat. Namun akhirnya mereka kehilangan kontak. Setelah negara kita
merdeka, Nek Sumirah masuk sekolah perawat. Akhirnya ia bekerja di rumah sakit sampai
pensiun!"

"Nek Sumirah yang menceritakan itu pada Ibu?" tanya Nina. Ibu menggeleng.

"Nek Sumirah tak pemah bercerita. Tapi, bulan lalu ada seorang kakek menanyakan Nek
Sumirah pada Pak RT. Kakek itu adalah Pak Ahmadi. la lama tinggal di luar negeri dan
bertahun-tahun mencari jejak Nek Sumirah. Pak Ahmadi tahu alamat Nek Sumirah dari
seorang teman Nek Sumirah. Nah, Ibu tahu dari Pak RT kalau Nek Sumirah itu ternyata
seorang pejuang!"

"Jadi Pak RT minta Ibu membuatkan tumpeng kecil ini?" tanya Nina.
"Kalau aku jadi Nek Sumirah, aku takkan berdiam diri. Aku akan cerita pada orang-orang
sekampung. Kan, untung. Bisa-bisa tiap tahun dapat tumpeng!" Ibu dan Mbok Inten
tersenyum.

"Bagi Nek Sumirah, merawat para pejuang itu tak perlu dipamer-pamerkan. Tak perlu minta
hadiah!" kata Ibu.

"Itu baru namanya pejuang sejati, Non!" tambah Mbok Inten.

"Pak Ahmadi itu selalu ingat budi baik Nek Sumirah. Itu sebabnya ia mau bersusah payah
mencarinya!" kata Ibu.

Setelah tumpeng kecil selesai dihias, Ibu menyuruh Nina mengantarkannya ke rumah Nek
Sumirah.

Nina masuk ke ruang tamu Nek Sumirah yang kecil. Nek Sumirah sudah berdandan rapi.

"Sampaikan terima kasih Nenek pada ibumu. Sebetulnya tak usah repot-repot. Nenek jadi
malu menerima hadiah ini!" kata Nek Sumirah.

"Lo, kok malu, Nek. Kan, Nenek ini pejuang kemerdekaan. Mestinya malah Nenek dapat
hadiah yang lebih besar!" kata Nina.

"Walah, walah! Banyak orang yang sudah berjuang untuk kemerdekaan negara kita. Ada
yang mengorbankan nyawanya, ada yang cacat akibat pertempuran. Nenek ini hanya
membantu sekedar yang Nenek bisa. Tidak patut dibesar-besarkan!" Nenek Sumirah
menjelaskan dengan semangat.

Nina senyum tersipu-sipu. Aaah, ternyata Nenek Sumirah seorang yang luar biasa. la begitu
rendah hati. la tidak menganggap dirinya penting. Tiba-tiba, Nina merasa dirinya begitu
kecil. Ia belum memberikan apa pun untuk bangsa dan negara. Kemudian Nina pamit.

“Terima kasih, ya Nina. Belajarlah yang rajin. Supaya kelak jadi orang yang berguna untuk
bangsa dan negara!" pesan Nek Sumirah.

"Ya, Nek!" jawab Nina dengan hormat. Pesan itu terasa sangat berharga karena diucapkan
oleh seorang nenek pejuang.

Bagi Nina, Nek Sumirah bukan sekedar penjual nasi uduk. Nek Sumirah patut diteladani. Ia
seorang pejuang kemerdekaan yang rendah hati.

5 Kisah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Jarang Diceritakan di Sekolah


Sigit Wahyu
Dengan mikrofon pinjaman, proklamasi pun dikumandangkan.

Banyak kisah menarik sekitar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
yang jarang atau bahkan tidak pernah diceritakan oleh guru di sekolah. Kisah-kisah itu dapat
kita baca di bawah ini.

1. Rancangan Teks Proklamasi

Selesai menulis teks proklamasi dengan pena pada 17 Agustus 1945 dini hari sekitar jam
04.00 WIB, Bung Karno memberikan kertas itu kepada Sayuti Melik untuk diketik. Sayuti
Melik adalah seorang wartawan yang dekat dengan Bung Karno. Usai mengetik, Sayuti
Melik meremas dan membuang naskah proklamasi tulisan tangan tersebut ke keranjang
sampah di rumah Laksamana Maeda.

Untunglah BM Diah menemukan naskah proklamasi tulisan tangan Bung Karno dan
menyimpannya. Selama 49 tahun, BM Diah menyimpan naskah asli proklamasi itu, sebelum
akhirnya diserahkan kepada pemerintah pada tanggal 29 Mei 1992.

Sigit Wahyu
Dengan mikrofon pinjaman, proklamasi pun dikumandangkan.
Teks proklamasi ini diketik dengan mesin tik milik tentara Jerman. Foto: creative commons

2. Mesin Tik Milik NAZI Jerman


Di rumah kediaman Laksamana Maeda, hanya ada mesin tik berhuruf kanji (huruf Jepang).
Untuk mengetik naskah proklamasi dengan huruf latin, diutuslah Myoshi, ajudan Laksamana
Maeda untuk meminjam mesin tik milik Mayor Dr. Kandeler, komandan Angkatan Laut Nazi
(Kriegmarine) Jerman. Pasukan NAZI itu datang ke Teluk Jakarta dengan kapal selam
karena terdesak dari perang lautan Eropa.

3. Mikrofon dan Pengeras Suara Pinjaman

Untuk menyiapkan upacara Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Goenawan untuk
meminjam mikrofon dan pengeras suara. Goenawan adalah pemilik Toko Radio Satria yang
beralamat di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta.

Sigit Wahyu
Dengan mikrofon pinjaman, proklamasi pun dikumandangkan.
Rumah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, kini menjadi Tugu Proklamasi.
Foto: creative commons

4. Tiang Bambu dan Bendera Seadanya

Persiapan detik-detik proklamasi dilaksanakan dengan terburu-buru. Suhud yang mendapat


tugas menyiapkan tali di tiang bendera. Dia tidak ingat kalau di depan rumah Bung Karno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, masih ada dua tiang besi yang tidak digunakan. Suhud
malah mengambil batang bambu di belakang rumah untuk dijadikan tiang bendera. Bendera
Pusaka Merah Putih yang dibuat oleh Ibu Fatmawati ukurannya juga tidak standar seperti
sekarang. Meskipun proklamasi dilaksanakan dengan seadanya dan sederhana, namun
dilaksanakan dengan khidmat.

5. Rumah Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta

Proklamasi Kemerdekaan RI dilaksanakan di depan rumah Bung Karno, di Jalan


Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Rumah tersebut dibeli dari Baron van Asbeck pada Juli
1942. Setelah digunakan sebagai lokasi proklamasi kemerdekaan, rumah tersebut
dikosongkan. Pada 1 Januari 1961, rumah itu dibongkar karena akan dibanghun Tugu
Proklamasi.

6 Cara Merayakan Hari Kemerdekaan


Aan Madrus
Memasang Bendera

Setiap tanggal 17 Agustus, kita merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak
cara yang bisa kita lakukan untuk memeriahkan hari istimewa itu. 6 di antaranya ada di sini.

Memasang Bendera

Sejak memasuki bulan Agustus kita sudah bisa memasang bendera di rumah. Dianjurkan
bendera itu terus berkibar selama bulan Agustus. Selain bendera, hiasan berwarna merah-
putih juga ikut menghiasi lingkungan kita. Seperti umbul-umbul, balon, rangkaian botol
plastik, dan lain-lain.

Aan Madrus
Memasang Bendera
Membangun Gapura

Gapura adalah pintu gerbang menuju sebuah tempat atau bangunan. Gapura itu ada yang
terbuat dari bambu, besi, atau triplek. Selain dihiasi bendera merah putih, ada
juga gapura yang diberi hiasan gambar dan patung. Misalnya gambar pejuang dan
sebagainya. Wuih, cantik-cantik, ya, gapuranya.

Aan Madrus
Memasang Bendera
Upacara Bendera

Tepat pada tanggal 17 Agustus kita mengikuti upacara bendera. Anak sekolah biasanya
mengikuti upacara bendera di sekolah. Sementara para orang tua bisa mengikuti upacara di
kantornya atau di lingkungannya.

Aan Madrus
Memasang Bendera
Ikut Karnaval

Karnaval adalah pawai yang pesertanya menunjukkan hal-hal yang menarik.


Misalnya karnaval baju daerah atau baju profesi, karnaval sepeda hias,
atau karnaval bunga. Karnaval untuk memeriahkah hari kemerdekaan diselenggarakan
mulai dari tingkat RW sampai tingkat nasional.

Karnaval tingkat RW biasanya karnaval sepeda hias dan karnaval baju daerah/ profesi. Ada
yang berpakaian baju adat, pejuang kemerdekaan, astronot, polisi, atau perawat.

Aan Madrus
Memasang Bendera
Aneka Lomba

Perlombaan membuat perayaan hari kemerdekaan makin semarak. Lombanya macam-


macam. Ada lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap karung, lomba lari sambil
membawa kelereng, panjat pinang, dan sebagainya. Dalam lomba ini kemenangan bukan
tujuan utama, melainkan kemeriahan dan kebersamaan.

Aan Madrus
Memasang Bendera
Panggung Pertunjukan

Panggung Pertunjukan

Boleh dikatakan, inilah puncak perayaan hari kemerdekaan. Di sinilah teman-teman yang
sudah latihan menari, menyanyi, membaca puisi, dan bermain drama, menunjukkan
kebolehannya. Dalam acara ini juga, pemenang lomba mendapat hadiah.

Sejarah Perlombaan Panjat Pinang


Hanna Vivaldi
Panjat pinang.

Saat Hari Kemerdekaan Indonesia tiba, ada banyak permainan yang dilombakan untuk
memeriahkannya. Salah satu lomba yang selalu menjadi ciri khas perayaan
Kemerdekaan Indonesia ini adalah panjat pinang. Bagaimana sejarahnya, ya?

Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan Belanda

Panjat pinang ternyata sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dulu. Pertama kali
diadakan oleh orang-orang Belanda saat mengadakan acara besar seperti pernikahan,
hajatan, daln lainnya. Meski ide ini berasal dari orang Belanda, tetapi peserta yang
diharapkan untuk mengikuti lomba ini adalah orang pribumi.

Seperti yang Teman-teman tahu, lomba panjat pinang adalah lomba yang memperebutkan
bercamam-macam hadiah yang ada di puncak pohon pinang. Nah, dulunya hadiah yang
diperebutkan adalah makanan seperti keju dan gula, serta ada juga pakaian seperti kemeja.
Bagi kalangan pribumi, barang-barang seperti itu adalah termasuk barang yang mewah
karena tidak semua mampu membelinya. Sehingga lomba ini merupakan kesempatan yang
dapat dimanfaatkan orang pribumi untuk mendapatkan hadiah-hadiah tadi.

Makna di Balik Lomba Panjat Pinang

Meskipun perlombaan ini berasal dari ide orang-orang Belanda yang pernah menjajah
negara kita, tetapi masih dilestarikan hingga sekarang. Tata cara lombanya pun belum
berubah dari dulu.
Biasanya panitia menyiapkan pohon pinang yang cukup tinggi dan dilumuri dengan
pelumas. Di bagian puncak pohon pinang sudah disediakan berbagai macam hadiah yang
menarik. Lalu, peserta lombanya berusaha mencapai puncak untuk menggapai hadiah-
hadiah tersebut.

Ada makna positif di balik lomba panjat pinang ini, yaitu sebuah pendidikan tentang
bagaimana orang harus semangat, pantang menyerah, dan bekerja keras untuk mencapai
sebuah tujuan.

Sportif di Hari Kemerdekaan Indonesia

Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika

Setiap tanggal 17 Agustus, Indonesia memperingati hari Kemerdekaannya. Pada hari itu,
selain ada upacara bendera, ada juga berbagai perlombaan. Nah, kalau ikut lomba, maka
kita harus sportif dan berani mengakui kekalahan.

Sportif

Sportif diartikan sebagai sifat ksatria, jujur, tidak malu mengakui kekalahan dan menghargai
kelebihan lawan. Menurut penyusun kamus kata-kata serapan bahasa asing, Bapak J.S
Badudu, sebenarnya sportif itu berasal dari bahasa Belanda.

Sikap sportif ini biasanya diterapkan pertandingan olahraga. Para pemain harus siap
menghadapi pertandingan yang nantinya berujung pada pengumuman menang atau kalah.
Selain di pertandingan olahraga, biasanya orang tua atau guru kita selalu mengingatkan
untuk sportif di sekolah. Apalagi jika menghadapi ulangan. Sportif di kelas maksudnya, kita
harus mengerjakan soal-soal sendiri. Tidak mencontek pada teman atau membuka buku
catatan.

Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika
Perlombaan Sepeda Hias | Foto: Eka Kartika

Manfaat Bersikap Sportif

Memang tidak mudah menunjukkan sikap sportif. Namun, dari sikap tersebut, kita akan
mendapat banyak manfaat, lo. Sebab dengan bersikap sportif, atau menerima kekalahan
dengan lapang dada, kita akan jadi banyak teman.

Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika
Lomba Balap Karung. | Foto: Eka Kartika

Sportif di acara HUT Kemerdekaan

Sikap sportif ini juga ditunjukkan pada hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Tepatnya, saat ada acara lomba 17 Agustusan kemarin. Setelah mengikuti upacara di
sekolah, mereka mengikuti perlombaan dengan penuh semangat. Kalah atau pun menang,
tidak masalah. Karena kebersamaan di hari kemerdekaan adalah hal utama.

Melihat Sejarah Kemerdekaan Indonesia di Museum Joang ‘45


Petronela Putri
Foto: Petronela Putri | Bobo.id

Ada banyak sekali museum di Jakarta, salah satunya Museum Joang ’45. Museum ini
memuat banyak peristiwa sejarah beberapa tahun sebelum dan setelah kemerdekaan
Indonesia. Seperti apa, ya, tempatnya?

Dulunya Hotel

Museum Joang ’45 merupakan salah satu museum yang terletak di Jakarta Pusat, tepatnya
Jl. Menteng Raya no. 31. Dulunya, Museum Joang ’45 merupakan sebuah hotel bernama
Schomper Hotel. Hotel ini dimiliki oleh seorang warga negara Belanda, pertama kali
dibangun pada tahun 1938.

Setelah Belanda dikalahkan oleh Jepang, gedung ini diambil alih, kemudian diberi
nama Gedung Menteng 31. Gedung ini digunakan untuk memberikan pendidikan politik bagi
anak muda di Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta termasuk orang-orang yang sering
datang dan berbincang dengan para pemuda di Gedung Menteng 31, lo, Teman-teman!

Nama Menteng 31 akhirnya diubah menjadi Museum Joang ’45 pada tahun 1974, hingga
sekarang.

Petronela Putri
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Menyimpan Cerita tentang Para Pahlawan

Ketika hendak masuk ke Museum Joang ’45, maka kita bisa melihat patung Bung Karno dan
Bung Hatta di depan pintu. Ketika berjalan semakin ke dalam, ada banyak sekali foto dan
cerita tentang pahlawan yang lain. Secara garis besar, seluruhnya bercerita mengenai
perjuangan mendapatkan kemerdekaan hingga setelah merdeka.

Tak ketinggalan, di Museum Joang ’45 juga ada replika bendera pusaka atau Sang Saka
Merah Putih yang dulu dijahit langsung oleh ibu negara pertama kita, Ibu Fatmawati. Selain
itu, di bagian belakang museum diparkir mobil kepresidenan. Mobil itu merupakan mobil
kesayangan Bung Karno, sekaligus merupakan hadiah. Ada pula mobil Bung Hatta yang
ternyata pernah digunakan sebagai kendaraan umum.

Petronela Putri
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Diorama (Foto: Petronela Putri | Bobo.id)

Ada Diorama Juga, Lo!

Di Museum Joang ’45 juga terdapat diorama tentang peristiwa-peristiwa sejarah, seperti
peristiwa Lapangan Ikada ketika Bung Karno berpidato. Ada juga diorama lain yang
menggambarkan perundingan tokoh-tokoh sejarah.

Harga Tiket Masuk

Untuk bisa mengunjungi Museum Joang ’45, Teman-teman cukup membayar Rp 5.000,-
saja. Museum ini buka dari hari Selasa sampai Minggu, mulai pukul 09.00 pagi hingga 15.00
siang. Yuk, main ke Museum Joang ’45!

Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945


Iveta Rahmalia
Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945

Teman-teman pasti pernah melihat foto-foto upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia,


17 Agustus 1945. Kita hanya memiliki tiga foto yang mengabadikan peristiwa penting itu, lo.
Bahkan, ketiga foto itu hampir saja lenyap dihancurkan pasukan Jepang!

Mengendap-endap Menuju Upacara Proklamsi

Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00, Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara ini berlangsung secara sederhana.

Saat itu, upacara dihadiri oleh dua fotografer bersaudara. Mereka adalah Frans Sumarto
Mendur dan Alexius Impurung Mendur. Mereka dikenal juga sebagai Mendur bersaudara.

Mendur bersaudara mendengar kabar upacara proklamasi ini dari harian Asia Raya. Saat
itu, diberitahukan bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno.

Dengan rute jalan yang terpisah, mereka pun segera membawa kamera menuju kediaman
presiden pertama Indonesia itu.

Mereka harus berjalan mengendap-endap, karena pasukan Jepang masih berpatroli dengan
senjata lengkap. Jika ketahuan, mereka bisa ditangkap!

Saat itu, Jepang memang sudah mengaku kalah pada sekutu. Namun, kabar ini masih
belum tersebar luas. Masih banyak pasukan Jepang yang berkuasa di beberapa wilayah.
Iveta Rahmalia
Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945
Soekarno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945. | Frans Mendur / Dok. RI

Diburu Pasukan Jepang

Usai upacara, Mendur bersaudara cepat-cepat pergi dari sana. Sebab, ada pasukan Jepang
memburu mereka.

Sayangnya, Alex Mendur tertangkap. Tentara Jepang lalu menyita foto-foto yang baru saja
dibuat dan memusnahkannya.

Untungnya, Frans Mendur berhasil meloloskan diri. Negatif foto dikubur di tanah dekat
sebuah pohon. Pohon itu berada di halaman belakang kantor harian Asia Raya.

Saat pasukan Jepang mendatanginya, Frans mengaku negatif foto itu sudah diambil Barisan
Pelopor. Yap, Frans berhasil mengelabui pasukan Jepang.

Negatif foto lolos dan dicetak. Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat
di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Berita itu dimuat tanpa adanya foto, karena telah
disensor oleh Jepang.

Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Mendur itu baru bisa
dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman depan Harian Merdeka.

Iveta Rahmalia
Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945
Suasana upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. | Frans Mendur /
Dok. RI

Hanya Ada Tiga

Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan bisa diabadikan dalam
bentuk foto.

Frans berhasil mengabadikan tiga foto, dari tiga frame film yang tersisa. Foto
pertama, Soekarno membaca teks proklamasi. Foto kedua, pengibaran bendera Merah
Putih. Foto ketiga, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran
bendera.

Anda mungkin juga menyukai