Materi Mading
Materi Mading
Tropenmuseum
Pelatihan tentara PETA oleh pemerintah Jepang
Teman-teman, tahukah kamu kepanjangan dari PETA?
PETA merupakan singkatan dari Pembela Tanah Air. Apa tugas dan tujuan Pasukan PETA,
ya? Pasukan PETA ini merupakan tentara yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Jepang
menduduki Indonesia di tahun 1942 - 1945.
Saat itu Jepang sedang menghadapi perang Asia Timur Raya dan Pasukan PETA dilatih
untuk membantu Jepang.Usul untuk membentuk satuan militer ini juga diprakarsai oleh
tokoh Indonesia, yaitu R. Gatot Mangkoepradja. Sekarang kita cari tahu tugas dan
tujuan Pasukan PETA, yuk.
Osamu Seirei merupakan peraturan atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah
Jepang.
Isinya adalah pembentukan pasukan sukarela untuk membela pulau Jawa dengan status:
Kesatu, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) terdiri dari warga negara yang asli.
Kedua, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dilatih oleh tentara Jepang.
Ketiga, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) bukan milik organisasi manapun, langsung di
bawah Panglima Tentara Jepang.
Keempat, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) sebagai tentara teritorial yang berkewajiban
mempertahankan wilayahnya (syuu).
Kelima, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) siap melawan sekutu.
Para tokoh nasional di masa itu juga sedang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia,
teman-teman.
Ada banyak tokoh yang ingin menggerakkan masyarakat Indonesia. Namun saat
kependudukan Belanda, sulit untuk meminta izin mendirikan organisasi.
Nah, pemerintah Jepang kemudian menggunakan kesempatan ini untuk melatih para
pemuda dari Indonesia. Ini dilakukan agar tentara PETA memiliki kemampuan yang sama
dengan tentara Jepang.
Tujuan Jepang mendirikan PETA sebenarnya adalah mempersiapkan prajurit untuk perang
di perairan Pasifik.
Ini karena Jepang khawatir kalau Amerika Serikat mencari sekutu baru yang lebih kuat.
Namun, saat melatih pasukan PETA untuk menjadi tentara, Jepang juga mendidik para
tentara untuk mencintai tanah air Indonesia.
Pemerintah Jepang mengatakan para para tentara PETA kalau pelatihan fisik yang keras
tersebut akan bermanfaat untuk melindungi tanah air Indonesia.
Mereka mengatakan kalau kekayaan di Indonesia membuat banyak negara lain ingin
menjajah Indonesia.
Di sisi lain, para anggota pasukan PETA kebanyakan adalah beberapa pemuda terpelajar
yang ingin merdeka.
Sambil mempelajari pendidikan militer dari Jepang, mereka juga merencanakan persiapan
kemerdekaan Indonesia, teman-teman.
1. Daidanco: Ini merupakan tingkatan pasukan PETA yang paling tinggi, yaitu komandan
batalion.
Batalion adalah kesatuan tentara yang merupakan bagian dari resimen. Jumlahnya bisa
mencapai ribuan orang.
Yang termasuk dalam Daidanco ini adalah orang-orang yang sebelumnya memiliki pangkat,
teman-teman.
3. Shodanco: Prajurit yang termasuk ke dalam Shodanco ini adalah masyarakat yang
pernah sekolah pada tingkat sekolah menengah pertama.
4. Budanco: Para anggota yang pernah mengenyam bangku pendidikan sekolah dasar ada
pada tingkatan ini.
5. Giyuhei: Nah, yang terakhir ini merupakan kelompok anggota PETA yang belum pernah
bersekolah, teman-teman.
Itulah serba-serbi tentang tugas dan tujuan serta tingkatan anggota Pasukan PETA, teman-
teman.
Bobo.id - Jalan M.H. Thamrin adalah salah satu jalan utama di Jakarta.
Nama M.H. Thamrin diambil dari nama tokoh Betawi, pejuang kemerdekaan Indonesia, yaitu
Mohammad Hoesni Thamrin.
M.H. Thamrin adalah putra Betawi yang lahir dan tinggal di daerah Sawah
Besar, Jakarta Pusat.
Teman-temannya memanggilnya Mat Seni. Ini adalah kebiasaan orang Betawi untuk
menyingkat nama orang. Mat singkatan dari Mohammad. Sedangkan Seni dari Hoesni
Ayahnya seorang wedana. Wedana adalah pembantu bupati yang membawahi beberapa
orang camat.
Sebagai putra wedana, M.H. Thamrin berkesempatan sekolah sampai tingkat tinggi.
Tiap pulang sekolah ia selalu melewati kampung-kampung pribumi yang kumuh. Tiimbullah
keinginannya untuk memperbaiki nasib masyarakat pribumi.
Semasa sekolah, M.H. Thamrin sudah tertarik pada politik. Ia sering berkumpul dengan
pemuda-pemuda dari berbagai perkumpulan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa.
Pada umur 25 tahun, M.H. Thamrin menjadi anggota Gemeenteraad Batavia atau Dewan
Kotapraja Betawi.
Sebagai penjuang nasional, tokoh Betawi ini pada tahun 1960 dianugerahi gelar sebagai
Pahlawan Nasional.
Kegiatan Kakek Waris terdengar jelas setiap pagi yang sunyi: membelah kayu, menimba air
sumur, dan menyapu halaman yang sempit. Ketika hari makin terang, Kakek Waris
terbungkuk-bungkuk memetik sayur di kebunnya sambil bersiul. Tubuhnya masih sehat
walau Katon menduga usianya mungkin sudah seratus tahun.
Dari tempat Katon duduk meringkuk kedinginan, ia bisa melihat semua yang dikerjakan
kakek itu sampai ia masuk ke dalam rumah. Tak berapa lama, asap mengepul dari bagian
belakang rumahnya.
Katon mengamati rumah mungil yang sebagian dindingnya terbuat dari gedek itu. Sampai
sekarang, ia belum pemah masuk ke situ. Barangkali orang lain juga begitu. Bila mencari
Kakek Waris, orang-orang cukup memanggilnya dari pagar.
Mendadak Katon mendapat ide. la melempar selimut yang membungkus tubuhnya dan
melompat dari atas jendela. "Yesss!" serunya. Setengah berlari, ia turun dari loteng. Tak sia-
sia ia bangun pagi untuk berpikir.
"Sikap bijaksana menyambut hari kemerdekaan kita!" celetuk Ayah. "Bangun pagi penuh
semangat!"
Katon memandang Ayah sebentar. Tanpa berkata sepatah pun, ia bergerak ke kamar
mandi.
Setengah jam kemudian Katon telah duduk tegang di teras. la mengenakan seragam putih
licin dan bersih. Sebuah dasi merah tergantung di dadanya. Matanya yang terlindung di
bawah topi merah mengawasi jalan. Ketika jalan mulai lengang, Katon bergegas
menyeberang jalan lalu menyelinap masuk ke halaman rumah Kakek Waris. Akhirnya ia
menemukan tempat persembunyian teraman di dunia!
Di halaman belakang, ia duduk di sebuah bangku di dekat jendela terbuka. la harus tetap di
sana sampai upacara tujuh belas Agustus di alun-alun usai. Lebih baik menungggu berjam-
jam daripada berpanas-panas mengikuti upacara.
"Nak..." sebuah suara lembut menyapa kala Katon termangu-mangu memandangi kebun.
"Maaf...Kek, boleh saya duduk di sini?" Katon bertanya gugup. Dalam hati ia marah, kenapa
mesti gugup! Bukankah ia sudah mempersiapkan diri dari tadi!
"Tidak wajib, Kek. Cuma upacara bendera 17 Agustus-an! Saya sembunyi di sini biar nggak
ketahuan Ibu dan Ayah membolos," jelas Katon. "Nggak apa-apa 'kan, Kek, saya di sini?"
"Kelas saya mewakili sekolah mengikuti upacara 17 Agustus di alun-alun, sih! Upacara di
sekolah saja capek, apalagi di alun-alun bersama Pak Bupati! Pasti lebih
lama. Nggaklah…" sungut Katon.
"Kakek mau nonton teve. Masuk saja kalau kau bosan di luar!"
Seperempat jam kemudian beranjak juga Katon masuk ke dalam rumah. Kakek Waris
menyambut ramah, "Mari duduk di sini, Nak!"
Tetapi Katon lebih senang mengamati foto-foto tua yang tergantung di dinding. la mengenali
Kakek Waris yang berfoto bersama teman-temannya. Walau itu foto hitam putih, Katon bisa
menebak ikat kepala mereka berwarna merah putih.
Di antara foto-foto itu, ada sebuah foto seorang anak balita tersenyum lebar sambil
melambaikan bendera. Tanpa mengalihkan perhatian dari foto itu, Katon bertanya, "Siapa
ini?"
“Sudah meninggal."
"Kapan?" Katon melangkah mendekati bufet. Di sana juga ada foto anak itu.
"Dulu, waktu zaman perang." Kakek memberi tanda agar foto itu dibawa mendekati.
“Ini ibunya, ya?" Katon meraih foto lainnya. Kakek Waris tak bersuara. la menatap lekat
kedua foto. "Istri Kakek juga sudah meninggal?" tanya Katon hati-hati.
"Begini kisahnya, Nak..." Kakek Waris menarik napas. "Kakek ikut perjuangan dulu. Istri
Kakek juga ikut membantu merawat pejuang yang terluka. Di suatu kejadian tembak-
menembak, istri Kakek kena peluru nyasar dan meninggal…”
"Lalu?" Kakek Waris terkekeh. "Ya, Kakek jadi sebatang kara begini. Tapi tak sia-sia
pengorbanan kami. Negeri ini merdeka. Kakek hidup sehat. Anak-anak sesudah perang bisa
sekolah tanpa halangan, termasuk kamu, Nak."
"Sttt…" tiba-tiba Kakek Waris menunjuk pesawat televisi kecil di depan mereka. "Upacara 17
Agustus di istana hampir dimulai," bisiknya seraya membenahi posisi duduknya.
Katon menatap pejuang tua di sampingnya dengan beragam perasaan. Tak ia dengar
nasihat tentang kelakuannya pagi itu. Walau begitu jauh di dasar hati, Katon merasa malu.
Kakek Waris ikhlas kehilangan dua orang yang dicintainya pada saat berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Katon, meluangkan satu dua jam saja untuk upacara
bendera, sudah berat hati.
Katon bertekad di dalam hati, untuk lebih menghargai kemerdekaan Indonesia. Ia harus
mengisi hari-hari di negeri yang merdeka ini dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan
berguna.
5 Fakta Kemerdekaan Republik Indonesia
Horeee… Tanggal 17 Agustus ini, Republik Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-72!
Selain ada lomba seru saat tujuhbelasan, ada juga fakta seru kemerdekaan Republik
Indonesia, lo! Ini dia 5 di antaranya.
Lima fakta kemerdekaan Republik Indonesia ini mungkin belum Teman-teman ketahui
sebelumnya:
1. Salah satu syarat negara yang merdeka adalah kemerdekaannya diakui oleh negara
lain. Negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia adalah
Mesir.
2. Pesan proklamasi kemerdekaan pada waktu itu disampaikan melalui radio. Pak
Jusuf Ronodipuro adalah salah satu tokoh yang menyebarkan pesan proklamasi
melalui radio Jepang, Hoso Kyoku.
3. Upacara Proklamasi Kemerdekaan pada waktu itu dibuat dengan sangat sederhana,
tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam.
4. Bendera Merah Putih dibuat berdasarkan bendera Majapahit pada abad ke-13, yang
terdiri dari sembilan garis berwarna merah dan putih tersusun secara bergantian.
5. Bendera merah putih yang digunakan saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, saat ini disimpan di Monas. Sebelumnya, bendera ini disimpan di
Istana Negara.
6 Fakta tentang Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo
Putri Puspita
Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo (Foto:http://pahlawancenter.com)
Nama Mr. Ahmad Soebardjo sangat sering disebut-sebut di buku IPS. Ia dikenal
sebagai tokoh muda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo, lahir di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret
1896. Ia lulus dari HBS (Sekolah Menengah Atas) di Jakarta pada tahun 1917.
2. Gelar Mr.
Ahmad Soebardjo memperoleh gelar Mr. yang ternyata singkatan dari ”Meester in de
Rechten” atau disebut juga Sarjana Hukum (S.H.) pada tahun 1933. Ia memperoleh gelar ini
dari Universitas Leiden, Belanda.
Menjadi anggota delegasi Indonesia pada Kongres Antiimperialis di Belgia dan Jerman.
Setelah kembali ke Indonesia, beliau aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
4. Pemersatu Dua Golongan
6. Seorang Profesor
Ia memperoleh gelar profesor dalam bidang sejarah Konstitusi dan Diplomasi RI dari
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Mr. Ahmad Soebardjo Djojoadisurjo meninggal dunia
pada tanggal 15 Desember 1978.
Sigit Wahyu
Pengibaran Sang Merah Putih di Istana Merdeka.
Bendera Sang Merah Putih yang dikibarkan pada saat upacara HUT Kemerdekaan RI di
Istana Merdeka merupakan bendera duplikat dari Bendera Pusaka yang dibuat oleh Ibu
Fatmawati. Bendera yang dikibarkan saat ini merupakan duplikat ketiga.
Duplikat Ketiga
Sampai saat ini, Bendera Pusaka Merah Putih sudah tiga kali dibuat duplikatnya. Duplikat
pertama, dikibarkan pada upacara peringatan HUT RI pada tahun 1969 sampai 1984.
Duplikat kedua dikibarkan pada upacara peringatan HUT RI pada tahun 1985 sampai 2014.
Pada tahun 1995, pemerintah membuat duplikat ketiga untuk disimpan sebagai
cadangan. Sang Merah Putih duplikat ketiga ini baru mulai dikibarkan pada upacara
peringatan HUT RI 17 Agustus 2015 sampai sekarang.
Menjelang peringatan Hari Proklamasi, 17 Agustus, warna merah putih menjadi primadona.
Orang-orang sibuk mengecat pagar rumah dan membuat gapura di ujung jalan. Bendera
merah putih aneka ukuran berkibar di setiap rumah. Lampu-lampu warna-warni berkelap-
kelip menambah suasana semarak. Seperti biasa di setiap RT/RW diadakan aneka
pertandingan. Balap karung, panjat pinang, lomba makan kerupuk adalah acara yang biasa
diadakan di mana-mana.
Namun, di kampungku selalu ada satu acara yang berbeda. Acara istimewa itu bisa berupa
lomba nyanyi lagu “Indonesia Raya”, kuis kemerdekaan, menyebut nama jenderal, memarut
singkong, menebak isi saku Pak Kulas yang jumlahnya ada 11, dan lain-lain. Pokoknya
terserah Pak Kulas, sang sponsor. Beliau selalu menyediakan hadiah yang menarik.
Setiap tanggal 17 Agustus, Pak Kulas selalu tampil dengan celana panjang abu-abu
bersaku empat, dua kiri dan di kanan, dan dua di lutut. Kemejanya berwarna abu abu
dengan tujuh saku. Dua di dada, dua di bawah, dua di bagian depan sebelah dalam kemeja
dan satu saku besar di punggung bagian dalam.
Lalu dengan suaranya yang nyaring ia akan memimpin lomba yang disponsorinya. Kata
orang, Pak Kulas tak pernah merayakan ulang tahun.
“Buat apa ulang tahunku diperingati, yang penting ulang tahun kemerdekaan negara kita!”
kata Pak Kulas. “Berapa banyak pahlawan yang sudah gugur dalam perjuangan
kemerdekaan? Kita harus bersyukur karena negara kita ini sudah merdeka. Jadi 17 Agustus
harus dirayakan!”
Namun, pada 17 Agustus kali ini, Pak Kulas tidak tampak. Ada sesuatu yang hilang rasanya
dalam peringatan hari proklamasi di kampung ini.
Pak Kulas memang sudah meninggal empat bulan yang lalu. Di usia yang ke-80 tahun.
Kami semua bersedih dan merasa kehilangan. Pak Kulas tidak dimakamkan di taman
pahlawan. Namanya juga tidak terpampang di teve atau surat kabar. Pak Kulas memang
hanya seorang penjahit kampung. Namun, ia adalah pahlawan di hati kami dan mempunyai
kenangan tersendiri. Setiap orang di kampung kami tahu kisah Pak Kulas, singkatan dari
Saku ke-11.
Waktu negara kita sedang berjuang untuk merdeka, Pak Kulas masih muda. Namanya
waktu itu belum Pak Kulas, tapi Asikin. Nah, Asikin ini penjahit yang kreatif. Suatu hari ia
membuat untuk dirinya sendiri celana panjang dan kemeja bersaku 11. Bahannya didapat
dari kenalannya, seorang Belanda.
Nah, suatu hari ada pembersihan di kampung kami. Pasukan Belanda mencari dokumen
rahasia yang menurut berita ada pada salah seorang warga kami. Semua rumah dan orang
diperiksa, namun dokumen itu tidak diketemukan.Ternyata dokumen rahasia itu dititipkan
pada Pak Kulas. Orang pikir Pak Kulas tidak akan dicurigai, karena langganan jahit Pak
Kulas kebanyakan orang-orang Belanda.
Pak Kulas memang diperiksa, tapi dokumen itu tidak berhasil ditemukan. Itu karena ia
menyimpannya di dalam saku kemejanya yang ke-11. Di bagian punggung sebelah dalam.
Sejak itu orang-orang mengubah nama Asikin menjadi Kulas, singkatan dari Saku ke-11.
Ketika Indonesia sudah merdeka, Pak Kulas tetap menjadi penjahit kampung. Dan setiap 17
Agustus ia memakai celana dan kemejanya yang bersaku 11. Ia juga menjadi sponsor
lomba di kampung. Pak Kulas bukan orang kaya. Tapi ia menabung setiap bulan agar bisa
membelikan hadiah-hadiah untuk 17 Agustus-an. Ia selalu mengingatkan anak-anak untuk
tidak tawuran.
“Yang benar saja, masak tawuran sama saudara sendiri. Memalukan. Memangnya
Indonesia bisa merdeka, kalau dulu para kakek kalian tidak bersatu melawan penjajah?”
begitu nasihat Pak Kulas.
Kini Pak Kulas sudah tak ada di dunia, namun kisahnya tetap hidup di antara orang-orang di
kampung kami. Ia sangat bangga mempunyai bangsa yang merdeka. Perbuatan Pak Kulas
menjadi teladan bagi kami.
Pengertian Pasukan PETA, Apa Itu Pasukan PETA? Ayo, Kita Cari Tahu!
IPPHOS via dokumentasi Harian Kompas
Pasukan PETA
Bobo.id - Teman-teman, apa kamu suka membaca tentang sejarah perjuangan bangsa
Indonesia?
Tahukah kamu? Pemerintah Jepang juga pernah menduduki negara Indonesia, teman-
teman. Tepatnya sekitar tiga setengah tahun.
Nah, pasukan PETA ini ada di masa kependudukan Jepang di Indonesia. Kita cari tahu
pengertian pasukan PETA, yuk!
PETA merupakan organisasi yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia, lo.
Organisasi PETA dibentuk oleh pemerintah Jepang. Anggota PETA ditugaskan untuk
membantu tentara Jepang dalam peperangan.
Pemerintah Jepang saat itu berhasil mengalahkan Belanda dalam perang di tahun 1942.
Oiya, meski dibentuk pemerintah Jepang, ada pendapat kalau satuan militer ini merupakan
inisiatif dari tokoh Indonesia.
Pendapat pertama mengatakan, inisiatif pembentukan PETA berasal dari seorang tokoh
nasional bernama R. Gatot Mangkoepradja.
Dalam buku Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi, disebutkan bahwa
Gatot Mangkoepradja menuliskan surat pada Gunseikan di Jawa.
Namun, ada juga yang mengatakan kalau PETA dibentuk atas usul dari golongan ulama di
Jawa.
Para ulama ini menginginkan adanya kelompok untuk mempertahankan Pulau Jawa.
Ini disebut menjadi alasan bendera PETA yang terdapat lambang matahari terbit, yang
menyimbolkan Jepang.
Kemudian ada lambang bulan sabit dan bintang yang dikenal sebagai simbol ulama.
Namun, saat itu para tokoh nasional ingin membuat pasukan untuk menggerakkan bangsa
Indonesia yang sudah ditindas Belanda selama bertahun-tahun.
Anggota PETA ini dilatih oleh tentara Jepang agar memiliki kemampuan yang sama.
Organisasi ini membentuk 66 batalion di Jawa, tiga batalion di Bali, dan 20.000 personel di
Sumatra.
Bobo.id - Setiap tanggal 17 Agustus kita merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tahun ini kita merayakannya untuk yang ke- 73.
Selain upacara, biasanya Hari Kemerdekaan RI, dirayakan dengan berbagai lomba.
Lomba yang paling umum adalah lomba makan kerupuk, lomba membawa kelereng
dengan sendok, balap karung, dan lomba memasukkan benang ke dalam jarung sambil
berlari.
Lomba apa yang mau kamu ikuti nanti? Sst … ini ada triknya!
Creative Commons
Peserta lomba harus adu cepat memakan kerupuk tersebut dengan kedua tangan ditaruh di
belakang badan.
1. Julurkan lidah. Tempelkan kerupuk di lidah. Yaps, karena lidah basah oleh air liur,
maka kerupuk akan menempel di lidah dan akan mudah ditarik ke dalam mulut.
2. Tarik kerupuk sebesar-besarnya ke dalam mulut.
3. Gigit kerupuk lalu kunyah. Jangan mengunyah kerupuk sambil tertawa, ya, karena
bisa menyebabkan tersedak.
4. Ulangi tahap 1 – 3 sampai kerupuk habis.
BACA JUGA: Ingin Ikut Lomba Tarik Tambang? Ikuti Triknya Supaya Menang
Creative Commons
Balap karung
Balap Karung
Balap karung adalah lomba di mana pesertanya masuk ke dalam karung kemudian berlari
atau melompat-lompat menuju garis finish.
Jika kamu mau menuju garis finish dengan cara berlari atau jalan cepat:
1. Taruh kaki masing-masing di sudut karung. Itulah jarak kaki terjauh yang bisa capai.
2. Ketika aba-aba dimulai, berlarilah atau berjalanlah dengan langkah pendek tetapi
dengan gerakan yang cepat.
Dalam lomba ini peserta lomba harus berlari sambil membawa kelereng. Kelerengnya
ditaruh dalam sendok yang gagangnya digigit dengan mulut. Pastinya kelereng akan mudah
jatuh, ya!
Dalam lomba memasukkan benang ke dalam jarum, kita harus melakukannya sambil berlari.
Bayangkan! Peserta lomba harus memasukkan benang ke dalam lubang jarum yang
superkecil, sambil berjalan. Wuih, pasti susah banget! Kalau kurang hati-hati bisa-bisa
jarumnya yang menusuk jari. Hiii…! Tapi jangan khawatir, ini ada triknya!
1. Jalanlah perlahan-lahan.
2. Sambil berjalan, luruskan ujung benang dengan cara menjepitnya dengan dua buah
jari. Agar benang jadi kaku, kulum terlebih dahulu sebelum dijepit.
3. Masukkan ujung benang yang sudah lurus dan kaku ke dalam lubang jarum.
4. Jika benang sudah masuk ke dalam lubang, segeralah berlari menuju garis finish.
Bobo.id - Salah satu lomba yang sering dilakukan untuk memeriahkan hari
kemerdekaan negara kita adalah lomba tarik tambang.
Lomba ini hanya memerlukan seutas tali tambang besar dan lapangan yang luas, tetapi bisa
dimainkan oleh banyak orang, sehingga bisa menimbulkan kemeriahan dan kehebohan.
Nah, di balik kehebohan lomba ini, fakta-fakta tentang lomba tarik tambang juga tidak kalah
menarik.
Lomba tarik tambang adalah lomba yang dilakukan oleh dua tim yang saling menarik ujung
tambang yang berlawanan. Jadi seperti dua tim sedang berebut seutas tambang.
Jumlah peserta dalam tiap kelompok tergantung pada panjangnya tambang. Umumnya 8
orang.
Di atas tanah, tepat di bawah titik tengah tali tambang, ada tanda tertentu. Misalnya batu.
Ketika aba-aba dimulai, tiap peseta berusaha menarik tambang sekuat tenaga. Tim yang
berhasil menarik tim lawan sampai melewati titik tengah, itulah pemenangnya.
BACA JUGA: Ini 3 Aktivitas Seru yang Bisa Kamu Lakukan untuk Menyambut 17 Agustus
Untuk memenangkan lomba ini seluruh anggota tim harus bekerja keras dan kompak. Selain
itu ada triknya. Ini triknya!
1. Orang yang paling kuat posisinya harus di belakang. Karena di belakang tidak
mudah tergelincir.
2. Pegang tambang dengan kedua tangan dengan kuat.
3. Posisi tangan harus lurus dengan tubuh.
4. Berdirilah dengan kedua kaki sedikit lebih lebar dari bahu.
5. Condongkan bagian atas tubuh ke arah belakang. Lakukan hal ini seakan-akan kita
sedang duduk pada kursi yang ada sandarannya
6. Benamkan kaki ke dalam tanah, agar tidak mudah ketarik ke depan.
7. Ketika aba-aba dimulai, tarik tambang dengan kekuatan kaki, bukan kekuatan
tangan.
8. Ketika ada kesempatan mundur, mundurlah dengan langkah pendek.
Creative Commons
Dalam lomba tarik tambang, posisi pemain yang terkuat sebaiknya berada di paling
belakang
Tag of War
Katanya, lomba tarik tambang sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Asal muasalnya tidak
jelas. Ada yang mengatakan dari Mesir, Yunani, India, atau Tiongkok.
Menurut legenda, lomba tarik tambang dilakukan oleh Bulan dan Matahari sehingga
menyebabkan terjadinya siang dan malam.
Sekarang lomba ini dimainkan hampir di seluruh dunia. Seperti di Mesir, Burma, India,
Indonesia, Jepang, Korea, Hawaii, dan Amerika Selatan.
Di Afghanistan ada lomba sejenis, tetapi mereka tidak menggunakan tambang, melainkan
pancang kayu.
Tag of War menjadi salah satu cabang olah raga yang dipertandingan dalam Olimpiade
Modern dari tahun 1900 sampai tahun 1920. Tag of War merupakan anak cabang olahraga
atletik
Tarik Tambang
Pertandingan ini dimainkan oleh dua regu. Masing-masing anggota regu memegang erat
sebuah tali tambang dengan posisi saling berhadapan. Di tengah-tengah mereka terdapat
pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat
mungkin. Regu yang berhasil menarik tambang hingga regu lawan melewati garis pembatas,
itulah pemenangnya. Tarik tambang adalah lomba untuk mengadu otot dan melatih
Balap Karung
Balap karung adalah lomba lari berkarung. Peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah
badannya ke dalam karung, kemudian berlari sampai ke garis akhir.
Oho… meskipun jago lari, kita tak mungkin bisa berlari cepat kalau berkarung begitu.
Langkah jadi terseok-seok, karena terhalang karung. Bahkan bisa terjatuh karena
tersandung karung.
Panjat Pinang
Inti dari permainan ini adalah memperebutkan hadiah yang digantung di puncak sebuah
tiang yang tinggi. Tiangnya terbuat dari batang pohon pinang yang karena sudah diolesi
dengan minyak pelumas mesin.
Serunya permainan ini adalah ketika pemain berusaha keras melawan licin untuk sampai ke
puncak. Hap…hap… tiba-tiba sruut badannya meluncur kembali ke bawah. Biasanya, sih,
peserta memiliki semangat yang tinggi. Meskipun berkali-kali meluncur, ia akan mencoba
memanjat lagi sampai berhasil.
Makan Kerupuk
Ini sebetulnya cuma lomba cepat-cepatan makan kerupuk. Peserta yang paling cepat
menghabiskan kerupuk, dia lah pemenangnya. Tetapi makan kerupuknya penuh dengan
tantangan. Di dalam lomba ini, kerupuk yang harus dimakan diikat dengan tali dan
digantung. Selain itu mata peserta ditutup dengan kain dan tangannya diikat ke belakang.
Peserta hanya diperbolehkan menggunakan mulutnya.
Balap Kelereng
Balap kelereng adalah balap lari sambil menggigit sendok berisi kelereng. Panjang lintasan
paling hanya 10 meter. Tapi, peserta benar-benar harus berkonsentrasi agar bisa berjalan
cepat tanpa menjatuhkan kelereng. Karena bila kelerang jatuh, peserta harus kembali ke
garis start. Wah, bisa bisa lenyaplah harapan peserta untuk jadi juara.
Bobo.id – Apakah kamu sering membaca cerita detektif yang memecahkan sandi atau
kode?
Yuk, kita kenalan dengan Bapak Roebiono Kertapati, pembuat sandi negara di awal
kemerdekaan bangsa kita.
BACA JUGA: Mengenal M.H. Thamrin, Tokoh Betawi dan Pejuang Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia pada awalnya belum dapat diterima dengan baik oleh Belanda.
Pada masa genting itu, pemerintah merasa perlu untuk menjaga informasi rahasia dari
musuh.
Menteri Pertahanan Bapak Amir Sjarifoeddin menunjuk Bapak Roebiono Kertapati untuk
membuat sistem sandi.
BACA JUGA: 5 Fakta Kemerdekaan Republik Indonesia
Ia mendapatkan tanggung jawab ini walaupun tidak pernah mendapatkan pendidikan formal
tentang sandi.
Ia adalah seorang dokter yang pernah menjadi dokter pribadi Presiden Soekarno.
Ia fasih berbicara dalam 4 bahasa dan dapat menulis dengan kedua tangannya dalam waktu
yang bersamaan.
BACA JUGA: Tak Banyak yang Tahu, Ini Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17
Agustus 1945
Buku Kode C
Sandi dan kode buatan Pak Roebiono dibukukan dalam Buku Kode C.
Buku ini berisi 10.000 kata termasuk tanda baca, awalan, akhiran, penamaan, serta bentuk
lain yang dijumpai dalam teks berita.
Buku yang hanya digandakan sebanyak 6 eksemplar ini menjadi acuan dalam pembuatan
dan pembacaan sandi rahasia.
Sistem yang dibuat Pak Roebiono ini adalah sistem yang kuat dan tidak mudah dipecahkan.
Kesuksesan membuat sandi itu membuat informasi rahasia dapat disampaikan tanpa
ketahuan oleh pihak lain.
Bapak Roebiono Kertapati dikenal sebagai pendiri Dinas Kode pada Kementerian
Perdagangan.
Dinas Kode ini kemudian berubah menjadi Lembaga Sandi Negara. Sekarang lembaga ini
menjadi Badan Siber dan Sandi Negara.
Roebino Kertapati adalah pahlawan yang sangat berjasa menjaga rahasia negara kita.
Agustus 1946
Pada waktu itu, Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno memanggil ajudannya, Mayor Laut
Hussein Mutahar. Pak Karno meminta Pak Mutahar mempersiapkan sekaligus memimpin
upacara bendera peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1946 di halaman
Istana Presiden, Gedung Agung, Yogyakarta. Saat itu, ibu kota Republik Indonesia sedang
dipindahkan ke Yogyakarta.
Pak Mutahar mempunyai ide, alangkah bagusnya kalau pasukan pengibar bendera ini
berasal dari pemuda-pemudi se-Indonesia. Tujuannya untuk menumbuhkan rasa persatuan
bangsa. Sayangnya, keinginannya itu sulit terlaksana, akhirnya Pak Mutahar hanya dapat
menunjuk 5 orang, yakni dua orang putra dan 3 orang putri. Lima orang itu dikenal dengan
sebutan “Pasukan Pengerek Bendera Pusaka”. Kenapa hanya dipilih 5 orang? Karena lima
itu menggambarkan jumlah sila pada Pancasila.
Formasi pengibar bendera merah-putih bentukan Pak Mutahar masih dipakai setiap upacara
Hari Kemerdekaan RI, tahun 1947, 1948, dan 1949.
Formasi Baru
Pada 17 Agustus 1950, untuk pertama kalinya bendera merah putih berkibar di ‘tiang 17’ di
Istana Medeka. Saat itu, ibu kota Indonesia sudah pindah ke Jakarta. Pada tahun
1950, pasukan pengibar bendera sudah tidak dipilihkan lagi oleh Pak Mutahar, tetapi
langsung diatur oleh bagian kepresidenan.
Tahun 1967, Pak Mutahar kembali dipanggil Presiden, saat itu presidennya adalah Pak
Soeharto. Ia meminta Pak Mutahar menangani kembali Pasukan Pengerek Bendera
Pusaka. Pak Harto ingin meneruskan tradisi pada awal kemerdekaan.
Akhirnya, terciptalah formasi baru yang sampai saat ini masih digunakan. Formasi itu terdiri
dari tiga kelompok, kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu, kelompok 8 sebagai
pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal bendera. Angka dalam kelompok
itu merupakan simbol dari tanggal Kemederkaan RI, tanggal 17, bulan 8, tahun 45. Semua
pasukan pengerek bendera itu adalah pemuda-pemudi Indonesia yang berasal dari seluruh
provinsi di Indonesia.
Tahun 1973, sebutan ‘Pasukan Pengerek Bendera Pusaka’ berganti nama menjadi
‘Pasukan Pengibar Bendera Pusaka’ atau disingkat menjadi PASKIBRAKA. Sebutan itu
dicetuskan oleh Idik Sulaeman, seorang sarjana seni rupa.
Nah, siapa yang pernah menjadi pasukan pengibar bendera pusakan di sekolah?
Creative Commons
Bendera Merah Putih
“Teman-teman, besok pagi kita akan upacara bendera untuk memperingati
Hari Kemerdekaan Indonesia,” kata Dendi, ketua kelas 5A
“Jangan lupa bawa topi untuk upacara bendera yah,” sambung Rani, wakil ketua kelas 5A.
“Iya Git, aku ingin sekali ikut upacara bendera, tetapi karena senin lalu aku sempat pingsan
saat upacara, aku jadi takut,” kata Gita.
“Oh iya betul, kemarin kenapa kamu bisa pingsan Gita?” tanya Rani.
“Entahlah, tiba-tiba kepalaku rasanya berputar-putar, lalu warna-warna mataku berubah jadi
hitam dan putih. Aku tidak ingat apa-apa berikutnya,” jawab Gita.
“Hmmm, kata Ibuku mungkin kita jadi lemas saat upacara bendera kalau kita belum sarapan
Git. Apakah waktu itu kamu sudah sarapan?”
“Oh iya, waktu itu aku memang terburu-buru dan belum sarapan Rani,” jawab Gita.
“Nah, supaya besok tidak lemas dan pingsan, jangan lupa sarapan ya Gita. Tapi kalau kamu
merasa tidak kuat meneruskan, pergi ke belakang barisan saja. Di sana ada petugas PMR
sekolah,” kata Rani.
“Iya Ran, aku akan berusaha ikut upacara bendera sampai selesai karena besok adalah hari
yang penting. Kalau pahlawan sudah berusaha bertempur, aku juga harus berusaha untuk
menghormati perjuangan itu,” jawab Gita.
Di tengah perjalanan, Rani dan Gita bertemu dengan Dendi serta Radit.
“Ini rumah Kakek Ibot, tapi tumben kakek tidak pasang bendera. Biasanya selalu pasang,”
kata Dendi.
Mereka akhirnya memutuskan untuk memanggil Kakek Ibot untuk bertanya. Tidak lama
kemudian, datanglah kakek tua dari dalam rumah.
“Wah, ada anak-anak. Ada yang bisa kakek bantu?” tanyanya ramah.
“Kakek, kok tidak ada bendera yang terpasang? Biasanya aku selalu lihat ada bendera,”
tanya Radit.
“Oh, ya ampun! Iya ya, kakek sampai lupa. Pagi tadi saat angina kencang, tiang bendera
kakek miring. Lalu kakek lepas sementara untuk dipasang lagi. Eh, kakek malah ketiduran
karena tidak enak badan. Haduuu, sudah tua, jadi lupa,” kata Kakek.
Mereka berempat akhirnya membantu Kakek untuk memasang bendera hingga tiangnya
kembali tegak berdiri dan berdera berkibar lagi.
“Terima kasih ya, anak-anak!” kata Kakek Ibot. “Besok, semuanya ikut upacara bendera
di sekolah, kan?”
“Tentu saja, Kek! Kami bersemangat sekali untuk upacara bendera besok,” kata Rani.
“Aku juga bersemangat, walaupun sempat pingsa saat upacara Senin lalu,” kata Gita sambil
tertawa.
“Jangan lupa istirahat. Besok juga Kakek mau ikut upacara bendera di balai desa,” kata
Kakek Ibot.
“Kalau bersemangat, sakitnya pasti sembuh. Kakek selalu bersemangat untuk upacara
kemerdekaan. Tidak terasa sudah berusia 73 tahun, sama seperti usia Kakek,” jawab
Kakek. “Gita dan yang lainnya, juga harus semangat yah!” kata Kakek lagi.
Perlu hiasan merah putih untuk memeriahkan hari kemerdekaan RI? Yuk, kita buat bunga-
bunga merah putih dari kantong plastik belanja.
Kita Perlu:
- Gunting
- Tali rafia
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Gunting semua kantong plastik menjadi lembaran persegi panjang.
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Kerut kedua lembaran plastik itu.
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Ambil sisa potongan kantong plastik merah dan putih. Potong memanjang kira-kira selebar 2
cm.
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Ikat jadi satu, kedua lembaran plastik yang sudah dikerutkan dengan seutas tali rafia.
Selipkan potongan kantong plastik merah dan putih.
Aan Madrus
Hiasan Merah Putih
Buka kerutan plastik agar terlihat seperti bunga yang mekar.
Tumpeng untuk Nenek Sumirah
Sylvana Toemon
Tumpeng Nenek Sumirah
Pagi itu Nina dibangunkan oleh harum masakan 17 Agustus, hari kemerdekaan. Wow,
senangnya. Di taman di kompleks perumahan sudah dipasang awning dan bangku-bangku.
Juga hiasan bendera merah putih.
"Nanti aku akan ikut lomba makan kerupuk dan lomba memasukkan benang ke jarum.
Lomba tangkap belut aku tak mau!" pikir Nina.
Nina melompat bangun, lalu bergegas ke kamar mandi. Ia melewati dapur. Ibu sedang
mengulek kentang dan Mbok Inten mengiris tempe. Harum rendang yang sedang dimasak
sungguh menggugah selera. Di meja makan ada dua buah tampah besar dan sebuah
tampah kecil.
"Wow, kok, tumpengnya ada anaknya, Bu!" Nina menunjuk tampah kecil.
"lya, Ibu mau bikin tumpeng kecil, untuk Nek Sumirah!" kata Ibu.
"Kok, Nek Sumirah dibuatkan tumpeng? Memangnya ulang tahunnya sama dengan HUT
Proklamasi?" tanya Nina heran. Nek Sumirah adalah tetangga Nina. Usianya sudah 70
tahunan.
la tinggal dengan anaknya yang sudah menjanda dan tiga orang cucunya. Anaknya
berjualan nasi uduk di depan rumah dan sehari-hari Nek Suminten membantunya. Ya,
kadang-kadang ada juga, sih, yang bertanya soal kesehatan pada Nek Sumirah. Maklum,
konon Nek Sumirah itu mantan perawat.
"Bukan ulang tahun. Tapi, diam-diam Nek Sumirah itu rupanya seorang pejuang
kemerdekaan. Sudahlah, mandi dulu. Nanti Ibu ceritakan!" kata Ibu.
Di kamar mandi, rasa ingin tahu Nina memuncak. Apa benar Nek Sumirah itu pejuang? Kok,
selama ini tak ada yang tahu?
Mengapa selama bertahun- tahun tak ada yang berbicara tentang soal itu? Aneh juga.
Setelah mandi dan berdandan rapi, Nina menagih janji Ibu. Sambil menikmati nasi uduk,
Nina mendengar ibunya bercerita.
"Begini, waktu zaman perjuangan kemerdekaan, Nek Sumirah itu baru berumur 17 tahun. la
merawat pejuang-pejuang kita yang terluka dalam pertempuran. Salah seorang prajurit yang
terluka adalah Bapak Ahmadi. Cukup lama Nek Sumirah merawat Bapak Ahmadi. Kemudian
mereka berpisah karena Bapak Ahmadi pindah tugas ke daerah lain. Mula-mula mereka
sering berkirim surat. Namun akhirnya mereka kehilangan kontak. Setelah negara kita
merdeka, Nek Sumirah masuk sekolah perawat. Akhirnya ia bekerja di rumah sakit sampai
pensiun!"
"Nek Sumirah yang menceritakan itu pada Ibu?" tanya Nina. Ibu menggeleng.
"Nek Sumirah tak pemah bercerita. Tapi, bulan lalu ada seorang kakek menanyakan Nek
Sumirah pada Pak RT. Kakek itu adalah Pak Ahmadi. la lama tinggal di luar negeri dan
bertahun-tahun mencari jejak Nek Sumirah. Pak Ahmadi tahu alamat Nek Sumirah dari
seorang teman Nek Sumirah. Nah, Ibu tahu dari Pak RT kalau Nek Sumirah itu ternyata
seorang pejuang!"
"Jadi Pak RT minta Ibu membuatkan tumpeng kecil ini?" tanya Nina.
"Kalau aku jadi Nek Sumirah, aku takkan berdiam diri. Aku akan cerita pada orang-orang
sekampung. Kan, untung. Bisa-bisa tiap tahun dapat tumpeng!" Ibu dan Mbok Inten
tersenyum.
"Bagi Nek Sumirah, merawat para pejuang itu tak perlu dipamer-pamerkan. Tak perlu minta
hadiah!" kata Ibu.
"Pak Ahmadi itu selalu ingat budi baik Nek Sumirah. Itu sebabnya ia mau bersusah payah
mencarinya!" kata Ibu.
Setelah tumpeng kecil selesai dihias, Ibu menyuruh Nina mengantarkannya ke rumah Nek
Sumirah.
Nina masuk ke ruang tamu Nek Sumirah yang kecil. Nek Sumirah sudah berdandan rapi.
"Sampaikan terima kasih Nenek pada ibumu. Sebetulnya tak usah repot-repot. Nenek jadi
malu menerima hadiah ini!" kata Nek Sumirah.
"Lo, kok malu, Nek. Kan, Nenek ini pejuang kemerdekaan. Mestinya malah Nenek dapat
hadiah yang lebih besar!" kata Nina.
"Walah, walah! Banyak orang yang sudah berjuang untuk kemerdekaan negara kita. Ada
yang mengorbankan nyawanya, ada yang cacat akibat pertempuran. Nenek ini hanya
membantu sekedar yang Nenek bisa. Tidak patut dibesar-besarkan!" Nenek Sumirah
menjelaskan dengan semangat.
Nina senyum tersipu-sipu. Aaah, ternyata Nenek Sumirah seorang yang luar biasa. la begitu
rendah hati. la tidak menganggap dirinya penting. Tiba-tiba, Nina merasa dirinya begitu
kecil. Ia belum memberikan apa pun untuk bangsa dan negara. Kemudian Nina pamit.
“Terima kasih, ya Nina. Belajarlah yang rajin. Supaya kelak jadi orang yang berguna untuk
bangsa dan negara!" pesan Nek Sumirah.
"Ya, Nek!" jawab Nina dengan hormat. Pesan itu terasa sangat berharga karena diucapkan
oleh seorang nenek pejuang.
Bagi Nina, Nek Sumirah bukan sekedar penjual nasi uduk. Nek Sumirah patut diteladani. Ia
seorang pejuang kemerdekaan yang rendah hati.
Banyak kisah menarik sekitar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
yang jarang atau bahkan tidak pernah diceritakan oleh guru di sekolah. Kisah-kisah itu dapat
kita baca di bawah ini.
Selesai menulis teks proklamasi dengan pena pada 17 Agustus 1945 dini hari sekitar jam
04.00 WIB, Bung Karno memberikan kertas itu kepada Sayuti Melik untuk diketik. Sayuti
Melik adalah seorang wartawan yang dekat dengan Bung Karno. Usai mengetik, Sayuti
Melik meremas dan membuang naskah proklamasi tulisan tangan tersebut ke keranjang
sampah di rumah Laksamana Maeda.
Untunglah BM Diah menemukan naskah proklamasi tulisan tangan Bung Karno dan
menyimpannya. Selama 49 tahun, BM Diah menyimpan naskah asli proklamasi itu, sebelum
akhirnya diserahkan kepada pemerintah pada tanggal 29 Mei 1992.
Sigit Wahyu
Dengan mikrofon pinjaman, proklamasi pun dikumandangkan.
Teks proklamasi ini diketik dengan mesin tik milik tentara Jerman. Foto: creative commons
Untuk menyiapkan upacara Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Goenawan untuk
meminjam mikrofon dan pengeras suara. Goenawan adalah pemilik Toko Radio Satria yang
beralamat di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta.
Sigit Wahyu
Dengan mikrofon pinjaman, proklamasi pun dikumandangkan.
Rumah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, kini menjadi Tugu Proklamasi.
Foto: creative commons
Setiap tanggal 17 Agustus, kita merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak
cara yang bisa kita lakukan untuk memeriahkan hari istimewa itu. 6 di antaranya ada di sini.
Memasang Bendera
Sejak memasuki bulan Agustus kita sudah bisa memasang bendera di rumah. Dianjurkan
bendera itu terus berkibar selama bulan Agustus. Selain bendera, hiasan berwarna merah-
putih juga ikut menghiasi lingkungan kita. Seperti umbul-umbul, balon, rangkaian botol
plastik, dan lain-lain.
Aan Madrus
Memasang Bendera
Membangun Gapura
Gapura adalah pintu gerbang menuju sebuah tempat atau bangunan. Gapura itu ada yang
terbuat dari bambu, besi, atau triplek. Selain dihiasi bendera merah putih, ada
juga gapura yang diberi hiasan gambar dan patung. Misalnya gambar pejuang dan
sebagainya. Wuih, cantik-cantik, ya, gapuranya.
Aan Madrus
Memasang Bendera
Upacara Bendera
Tepat pada tanggal 17 Agustus kita mengikuti upacara bendera. Anak sekolah biasanya
mengikuti upacara bendera di sekolah. Sementara para orang tua bisa mengikuti upacara di
kantornya atau di lingkungannya.
Aan Madrus
Memasang Bendera
Ikut Karnaval
Karnaval tingkat RW biasanya karnaval sepeda hias dan karnaval baju daerah/ profesi. Ada
yang berpakaian baju adat, pejuang kemerdekaan, astronot, polisi, atau perawat.
Aan Madrus
Memasang Bendera
Aneka Lomba
Aan Madrus
Memasang Bendera
Panggung Pertunjukan
Panggung Pertunjukan
Boleh dikatakan, inilah puncak perayaan hari kemerdekaan. Di sinilah teman-teman yang
sudah latihan menari, menyanyi, membaca puisi, dan bermain drama, menunjukkan
kebolehannya. Dalam acara ini juga, pemenang lomba mendapat hadiah.
Saat Hari Kemerdekaan Indonesia tiba, ada banyak permainan yang dilombakan untuk
memeriahkannya. Salah satu lomba yang selalu menjadi ciri khas perayaan
Kemerdekaan Indonesia ini adalah panjat pinang. Bagaimana sejarahnya, ya?
Panjat pinang ternyata sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dulu. Pertama kali
diadakan oleh orang-orang Belanda saat mengadakan acara besar seperti pernikahan,
hajatan, daln lainnya. Meski ide ini berasal dari orang Belanda, tetapi peserta yang
diharapkan untuk mengikuti lomba ini adalah orang pribumi.
Seperti yang Teman-teman tahu, lomba panjat pinang adalah lomba yang memperebutkan
bercamam-macam hadiah yang ada di puncak pohon pinang. Nah, dulunya hadiah yang
diperebutkan adalah makanan seperti keju dan gula, serta ada juga pakaian seperti kemeja.
Bagi kalangan pribumi, barang-barang seperti itu adalah termasuk barang yang mewah
karena tidak semua mampu membelinya. Sehingga lomba ini merupakan kesempatan yang
dapat dimanfaatkan orang pribumi untuk mendapatkan hadiah-hadiah tadi.
Meskipun perlombaan ini berasal dari ide orang-orang Belanda yang pernah menjajah
negara kita, tetapi masih dilestarikan hingga sekarang. Tata cara lombanya pun belum
berubah dari dulu.
Biasanya panitia menyiapkan pohon pinang yang cukup tinggi dan dilumuri dengan
pelumas. Di bagian puncak pohon pinang sudah disediakan berbagai macam hadiah yang
menarik. Lalu, peserta lombanya berusaha mencapai puncak untuk menggapai hadiah-
hadiah tersebut.
Ada makna positif di balik lomba panjat pinang ini, yaitu sebuah pendidikan tentang
bagaimana orang harus semangat, pantang menyerah, dan bekerja keras untuk mencapai
sebuah tujuan.
Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika
Setiap tanggal 17 Agustus, Indonesia memperingati hari Kemerdekaannya. Pada hari itu,
selain ada upacara bendera, ada juga berbagai perlombaan. Nah, kalau ikut lomba, maka
kita harus sportif dan berani mengakui kekalahan.
Sportif
Sportif diartikan sebagai sifat ksatria, jujur, tidak malu mengakui kekalahan dan menghargai
kelebihan lawan. Menurut penyusun kamus kata-kata serapan bahasa asing, Bapak J.S
Badudu, sebenarnya sportif itu berasal dari bahasa Belanda.
Sikap sportif ini biasanya diterapkan pertandingan olahraga. Para pemain harus siap
menghadapi pertandingan yang nantinya berujung pada pengumuman menang atau kalah.
Selain di pertandingan olahraga, biasanya orang tua atau guru kita selalu mengingatkan
untuk sportif di sekolah. Apalagi jika menghadapi ulangan. Sportif di kelas maksudnya, kita
harus mengerjakan soal-soal sendiri. Tidak mencontek pada teman atau membuka buku
catatan.
Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika
Perlombaan Sepeda Hias | Foto: Eka Kartika
Memang tidak mudah menunjukkan sikap sportif. Namun, dari sikap tersebut, kita akan
mendapat banyak manfaat, lo. Sebab dengan bersikap sportif, atau menerima kekalahan
dengan lapang dada, kita akan jadi banyak teman.
Eka Kartika
Lomba sepeda hias, Foto Eka Kartika
Lomba Balap Karung. | Foto: Eka Kartika
Sikap sportif ini juga ditunjukkan pada hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Tepatnya, saat ada acara lomba 17 Agustusan kemarin. Setelah mengikuti upacara di
sekolah, mereka mengikuti perlombaan dengan penuh semangat. Kalah atau pun menang,
tidak masalah. Karena kebersamaan di hari kemerdekaan adalah hal utama.
Ada banyak sekali museum di Jakarta, salah satunya Museum Joang ’45. Museum ini
memuat banyak peristiwa sejarah beberapa tahun sebelum dan setelah kemerdekaan
Indonesia. Seperti apa, ya, tempatnya?
Dulunya Hotel
Museum Joang ’45 merupakan salah satu museum yang terletak di Jakarta Pusat, tepatnya
Jl. Menteng Raya no. 31. Dulunya, Museum Joang ’45 merupakan sebuah hotel bernama
Schomper Hotel. Hotel ini dimiliki oleh seorang warga negara Belanda, pertama kali
dibangun pada tahun 1938.
Setelah Belanda dikalahkan oleh Jepang, gedung ini diambil alih, kemudian diberi
nama Gedung Menteng 31. Gedung ini digunakan untuk memberikan pendidikan politik bagi
anak muda di Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta termasuk orang-orang yang sering
datang dan berbincang dengan para pemuda di Gedung Menteng 31, lo, Teman-teman!
Nama Menteng 31 akhirnya diubah menjadi Museum Joang ’45 pada tahun 1974, hingga
sekarang.
Petronela Putri
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Menyimpan Cerita tentang Para Pahlawan
Ketika hendak masuk ke Museum Joang ’45, maka kita bisa melihat patung Bung Karno dan
Bung Hatta di depan pintu. Ketika berjalan semakin ke dalam, ada banyak sekali foto dan
cerita tentang pahlawan yang lain. Secara garis besar, seluruhnya bercerita mengenai
perjuangan mendapatkan kemerdekaan hingga setelah merdeka.
Tak ketinggalan, di Museum Joang ’45 juga ada replika bendera pusaka atau Sang Saka
Merah Putih yang dulu dijahit langsung oleh ibu negara pertama kita, Ibu Fatmawati. Selain
itu, di bagian belakang museum diparkir mobil kepresidenan. Mobil itu merupakan mobil
kesayangan Bung Karno, sekaligus merupakan hadiah. Ada pula mobil Bung Hatta yang
ternyata pernah digunakan sebagai kendaraan umum.
Petronela Putri
Foto: Petronela Putri | Bobo.id
Diorama (Foto: Petronela Putri | Bobo.id)
Di Museum Joang ’45 juga terdapat diorama tentang peristiwa-peristiwa sejarah, seperti
peristiwa Lapangan Ikada ketika Bung Karno berpidato. Ada juga diorama lain yang
menggambarkan perundingan tokoh-tokoh sejarah.
Untuk bisa mengunjungi Museum Joang ’45, Teman-teman cukup membayar Rp 5.000,-
saja. Museum ini buka dari hari Selasa sampai Minggu, mulai pukul 09.00 pagi hingga 15.00
siang. Yuk, main ke Museum Joang ’45!
Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00, Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara ini berlangsung secara sederhana.
Saat itu, upacara dihadiri oleh dua fotografer bersaudara. Mereka adalah Frans Sumarto
Mendur dan Alexius Impurung Mendur. Mereka dikenal juga sebagai Mendur bersaudara.
Mendur bersaudara mendengar kabar upacara proklamasi ini dari harian Asia Raya. Saat
itu, diberitahukan bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno.
Dengan rute jalan yang terpisah, mereka pun segera membawa kamera menuju kediaman
presiden pertama Indonesia itu.
Mereka harus berjalan mengendap-endap, karena pasukan Jepang masih berpatroli dengan
senjata lengkap. Jika ketahuan, mereka bisa ditangkap!
Saat itu, Jepang memang sudah mengaku kalah pada sekutu. Namun, kabar ini masih
belum tersebar luas. Masih banyak pasukan Jepang yang berkuasa di beberapa wilayah.
Iveta Rahmalia
Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945
Soekarno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945. | Frans Mendur / Dok. RI
Usai upacara, Mendur bersaudara cepat-cepat pergi dari sana. Sebab, ada pasukan Jepang
memburu mereka.
Sayangnya, Alex Mendur tertangkap. Tentara Jepang lalu menyita foto-foto yang baru saja
dibuat dan memusnahkannya.
Untungnya, Frans Mendur berhasil meloloskan diri. Negatif foto dikubur di tanah dekat
sebuah pohon. Pohon itu berada di halaman belakang kantor harian Asia Raya.
Saat pasukan Jepang mendatanginya, Frans mengaku negatif foto itu sudah diambil Barisan
Pelopor. Yap, Frans berhasil mengelabui pasukan Jepang.
Negatif foto lolos dan dicetak. Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat
di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Berita itu dimuat tanpa adanya foto, karena telah
disensor oleh Jepang.
Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Mendur itu baru bisa
dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman depan Harian Merdeka.
Iveta Rahmalia
Cerita di Balik Foto Upacara Proklamasi 17 Agustus 1945
Suasana upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. | Frans Mendur /
Dok. RI
Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan bisa diabadikan dalam
bentuk foto.
Frans berhasil mengabadikan tiga foto, dari tiga frame film yang tersisa. Foto
pertama, Soekarno membaca teks proklamasi. Foto kedua, pengibaran bendera Merah
Putih. Foto ketiga, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran
bendera.