SANGSAKA
MERAH PUTIH
cerita menarik terkait asal usul bahan Bendera Pusaka Merah Putih yang dijahit oleh
Ibu negara Fatmawati. Konon, kain berwarna merah yang dijadikan bendera tersebut
berasal dari warung tenda soto yang dibeli seharga Rp500 sen.
Menurut cerita sebenarnya, Ibu Fat, panggilan akrab istri Presiden Soekarno ini,
Namun, lantaran dianggap kekecilan, karena panjangnya hanya 50 centimeter, dia pun
berencana membuat kembali bendera tersebut. Namun, saat membuka lemari pakaiannya,
Ibu Fat hanya menemukan selembar kain putih bersih bahan seprai.
Dia tak punya kain berwarna merah sama sekali. Disaat
Rp500 sen, dan menyerahkannya kepada Ibu Fat. Akhirnya, Ibu Fat
menjahit bendera Merah Putih yang baru dengan ukuran 276 x 200
Sang Saka Merah Putih terakhir kali berkibar pada 1969, kemudian
cm.
Namun demikian, kisah tersebut diluruskan melalui Buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno,
volume 1, yang terbit 1978. Melalui buku tersebut, Fatmawati menceritakan, dari mana dia
mendapatkan kain untuk bendera merah putih tersebut. Dalam buku tersebut, Ibu Fat
menceritakan, suatu hari, Oktober 1944, tatkala kandungannya berumur sembilan bulan (Guntur
lahir pada 3 November 1944), datanglah seorang perwira Jepang membawa kain dua blok. “Yang satu
blok berwarna merah sedangkan yang lain berwarna putih. Mungkin dari kantor Jawa Hokokai,” tukas
Dengan kain itulah, Ibu Fat menjahitkan sehelai bendera merah putih dengan menggunakan
mesin jahit tangan. Lalu, siapa perwira Jepang yang mengantarkan kain merah putih kepada
Fatmawati?. Dikisahkan, perwira tersebut adalah seorang pemuda bernama Chairul Basri yang
Pada 1978, Hitoshi Shimizu diundang Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari
menerima penghargaan, Shimizu bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang. “Pada
kesempatan itulah ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka kainnya dari
Shimizu,” ujar Chairul Basri dalam memoarnya, Apa yang Saya Ingat.
Pada kesempatan lain, waktu berkunjung lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri, bahwa
dia pernah memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati. Kain itu diperoleh
dari sebuah gudang Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas Bioskop Capitol.
Tokoh Pengibar Bendera Merah Putih Pertama
1. Latief Hendraningrat
Latief Hendraningrat. Foto: Wikipedia Mengutip buku Abdul Latief Hendraningrat, sang
pengibar bendera pusaka 17 Agustus 1945 oleh Nidjo Sandjojo. Raden Mas Abdul Latief
Hendraningrat atau dikenal dengan Latief Hendraningrat adalah prajurit Pembela Tanah Air (PETA)
yang lahir pada 15 Februari 1911. Pria berdarah ningrat Jawa itu aktif dalam kegiatan kemiliteran
yang dibentuk Jepang. Setelah bergabung dengan Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), Latief
Komandan Kompi yang berpangkat Sudanco. Itu adalah satu tingkat di bawah pangkat tertinggi
pribumi, yaitu Daidanco atau Komandan Batalion. Sebelum mengibarkan bendera, Latief juga
Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri oleh Edi
Rohani, Suhud Sastro Kusumo merupakan anggota Barisan Pelopor yang dibentuk Jepang. Pria
Suhud juga memegang peran penting dalam detik-detik menjelang Hari Kemerdekaan.
Pada 14 Agustus 1945, Suhud dan sejumlah anggota Barisan Pelopor mendapat mandat untuk
menjaga keluarga Soekarno. Sayangnya, ia dan pasukannya kecolongan saat Soekarno dibawa
oleh Sukarni dan Chaerul Saleh ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Beruntung,
Kemerdekaan. Dalam momen itu, ia mendapat mandat untuk menyiapkan tiang bendera.
3. Surastri Karma Trimurti
Soerastri Karma Trimurti atau S.K. Trimurti, dialah salah satu pahlawan wanita yang
Boyolali, Jawa Tengah, wanita yang memakai kebaya di samping ibu Fatmawati pada foto
pengibaran bendera pertama Indonesia ini bergabung menjadi pejuang setelah mendengar
Lulus dari Tweede Indlandsche School atau sekolah Ongko Loro, Trimurti sempat
mengajar dan menjadi anggota Nasionalis Partindo di tahun 1933. Ia menjadi pejuang
pamflet anti penjajah. Ia kemudian beralih karir dari mengajar ke dunia jurnalisme setelah
bebas dari penjara, dan dari sana karir jurnalistiknya pun dimulai.
Bendera merah putih merupakan simbol atau identitas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bendera merah putih bukan sekadar selembar kain dengan dua warna, namun memiliki makna yang dalam daripada
itu. Bendera merah putih merupakan simbol dari negara Indonesia. Bendera ini juga memiliki beberapa sebutan
lainnya yaitu bendera pusaka, sang saka merah putih dan sang dwi warna (dua warna).
Bendera merah putih atau biasa juga disebut sebagai bendera dwiwarna ini memiliki catatan sejarah yang
panjang hingga akhirnya dapat berkibar sebagai Bendera Negara Indonesia. Bahkan perjuangan para pahlawan
untuk menyelamatkan bendera merah putih masih berlanjut setelah kemerdekaan diproklamasikan.
Makna Bendera Merah Putih
Indonesia memilih warna merah dan putih untuk bendera negaranya, bukan tanpa alasan.
Makna bendera merah putih sangat khusus bagi bangsa ini. Dimana warna merah artinya berani
Merah bisa melambangkan sebagai tubuh manusia sedangkan putih melambangkan sebagai
jiwa manusia. Keduanya bisa saling melengkapi dan menyempurnakan. Selain itu, warna merah
pada bendera Indonesia memiliki arti keberanian bangsa Indonesia saat melawan penjajah.
Sedangkan warna putihnya memiliki arti niat suci dari para pahlawan serta rakyat dalam
Karena itulah bendera merah putih dikibarkan dalam setiap upacara di Istana Negara
setiap tahunnya pada tanggal 17 Agustus untuk mengenang jasa para pahlawan dan sebagai wujud
dilatarbelakangi oleh izin kemerdekaan dari Jepang. Pada tanggal 7 September 1944 Kekaisaran
Jepang berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada para pejuang untuk memproklamasikan
kemerdekaan.
Menerima kabar tersebut, Chuuoo Sangi In atau badan yang membantu pemerintah
pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia menindaklanjuti izin kemerdekaan yang
telah dijanjikan oleh kekaisaran Jepang. Chuuoo Sangi In mengadakan sidang tidak resmi pada
tanggal 12 September 1944. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno.
Adapun hal yang dibahas dalam sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan
lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang tersebut adalah pembentukan
panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Panitia Bendera Kebangsaan Indonesia diketahui oleh Ki Hajar Dewantara. Adapun
anggotanya antara lain Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh.
Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof.
Dr. Soepomo.
Panitia bendera kebangsaan memutuskan menggunakan warna merah dan putih sebagai warna
bendera Indonesia. Pemilihan warna ini berdasarkan filosofi merah berarti berani dan putih berarti
suci, sehingga menjadi jati diri bangsa Indonesia. Sementara untuk ukuran bendera ditetapkan sama
dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.
Setelah ditentukan tentang warna dan ukuran bendera, atas permintaan Soekarno kepada
Shimizu, Kepala Barisan Propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain
dari gudang di Jalan Pintu Air. Kain ini diperintahkan untuk diantar ke Jalan Pegangsaan Nomor 56
Jakarta.
Kain yang dimaksud berbahan katun halus atau setara dengan jenis primissima
untuk batik tulis halus dengan panjang 300 cm dan lebar 200 cm. Kain berwarna merah
dan putih itu kemudian dijahit oleh istri Ir. Soekarno, Fatmawati. Fatmawati menjahit
bendera merah putih usai dirinya dan keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di
Bengkulu.
Pada 13 November 2014 bendera diukur ulang, yakni dengan panjang 276 cm dan
lebar 199 cm. Kemudian Bendera merah putih yang telah dijahit tersebut dikibarkan
pada hari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan
pindah ke Yogyakarta. Hal ini atas pertimbangan keamanan. Perpindahan ini juga
membawa serta bendera merah putih. Setelah pindah ke Yogyakarta bendera merah
bendera merah putih sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno. Bendera merah
Namun, untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda, ia melepaskan benang jahitan
Bendera merah putih. Bagian merah dan putih bendera akhirnya terpisah. Dua
bagian bendera ini kemudian dibawa menggunakan dua tas yang berbeda.
Pada pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden
menjahit dan menyatukan kembali Bendera merah putih dengan mengikuti lubang
jahitannya satu persatu. Bendera merah putih disamarkan dengan bungkusan kertas
koran, lalu diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di
Bangka. Setelah kembali ke tangan Presiden Soekarno, Bendera merah putih dibawa
kembali ke Ibu Kota Republik Indonesia di Yogyakarta pada tanggal Pada tanggal 6 Juli
1949. Bendera merah putih kemudian kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung
Belanda di Den Haag pada 28 Desember 1949, Bendera merah putih disimpan di dalam
sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta menggunakan pesawat
sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus
Soeharto, Bendera merah putih masih dikibarkan. Namun, kondisi bendera sudah
sangat rapuh.
pada 17 Agustus 1968. Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan dan
Karena warna Bendera Pusaka sudah pudar karena usia dan kualitas kain yang rapuh
maka tidak dikibarkan lagi. Setelah pensiun, Bendera Pusaka merah putih kini disimpan dalam
vitrin yang terbuat dari flexi glass berbentuk trapesium di Ruang Bendera Pusaka, Istana
Merdeka.
Bendera diletakkan dalam posisi tergulung dengan bagian atas bendera dilapisi dengan
kertas bebas asam. Suhu ruangan 22,7 derajat celcius dengan kelembaban ruang penyimpanan
62%.
Bendera Pusaka merah putih digulung dengan pipa plastik dilapisi kain putih yang pada
bagian luarnya dilapisi semacam kertas singkong (abklatsch) berkualitas tinggi dan diikat
Saat ini Bendera Pusaka Merah Putih berstatus sebagai Cagar Budaya Nasional. Bendera
ini terdaftar sebagai cagar budaya benda dengan nama Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
Dikutip dari registrasi cagar budaya Kemendikbud, bendera merah putih ditetapkan
sebagai benda cagar budaya pada 9 Januari 2015 melalui Surat Keputusan Menteri Nomor
003/M/2015, dengan nomor RNCB.20150201.01.000032. Tentunya Bendera Pusaka ini telah
sesuai dan memenuhi kriteria Cagar Budaya Nasional.
Dr. Poerbatjaraka Hitoshi Shimizu Ir. Soekarno
Dr. Radjiman
Sanusi Pane Wedyodiningrat PA Soerjadiningrat
Prof. Dr. Hoesein
Djajadiningrat Soejono