Anda di halaman 1dari 4

Nama Anggota Kelompok:

Firda Azzahwa (1311900114)


Nadya Zerlinda Febrianti (1311900124)
Muhammad Hanif Sa'adillah (1311900249)
Kelas: A
Mata Kuliah: Pendidikan Patriotisme

Tugas Kelompok:
1. Nilai Patriotisme Pahlawan Indonesia
2. Sidang BPUPKI merumuskan apa dan bagaimana pemikiran Soekarno pada sidang itu

Jawaban:
1. Di Kota Surabaya terdapat bala tentara dari Eropa datang membawa ancaman, saat itu
seorang pemuda bernama Bung Tomo yang pekerjaan sehari-harinya sebagai jurnalis, bekerja
untuk kantor berita, beliau dipercaya membawakan kabar berita kemerdekaan dalam bahasa
jawa. Sayangnya, sesaat setelah proklamasi selesai dibacakan, di hotel Yamato berkibar
bendera negara lain. Pemuda Surabaya merasa terhina dengan hal tersebut, kemudian
terjadilah perlawanan. Bendera negara asing berhasil dirobek. Peristiwa itu meresahkan
warga Surabaya, di sisi lain pasukan sekutu datang ke tanah jawa yang kabarnya mereka ialah
tim netral. Namun kenyataannya, terdapat gesekan dan ketegangan hingga Komandan
Brigadir Infanteri India ke 49 Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby merenggang nyawa. Inggris
murka dan mengeluarkan ultimatum di Surabaya. Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo
sebagai gubernur Jawa Timur saat itu memberikan keputusan bahwa kedaulatan bangsa akan
terus dipertahankan. Ketika perang sudah di depan mata, Bung Tomo melalui siaran radionya
memberikan pidato untuk membangkitkan semangat pejuang. Hari pertempuran datang,
Inggris memborbardir Surabaya dengan serangan udara dan darat. Korban berjatuhan
diperkirakan korban pihak Indonesia 15.000 sedangkan pihak Inggris 1.500 dalam tiga
minggu peperangan. Indonesia berhasil dipukul mundur namun para serdadu Inggris
mengakui bahwa perang di Surabaya menjadi yang terberat pasca perang dunia kedua. Setiap
10 November menjadi hari mengenang para pahlawan dan tentunya tidak lepas dari peran
warga Surabaya, dalam siaran radionya Bung Tomo juga ikut menyemangati para pemuda
untuk terus bahu-membahu agar rakyat masih harus mempertahankan kehormatan bangsa
Indonesia.
Sejarah Indonesia Modern mencatat tokoh-tokoh besar dalam periode perjuangan
bangsa mulai dari Tan Malaka, Haji Agus Salim, Muhammad Yamin, M.Natsir, Hamka
sampai Muhammad Hatta yang menjadi dwi tunggal bersama Soekarno proklamator
kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka pada satu masa tokoh ini perbawa tiada tanding
pemikiran dan gerakannya menggetarkan kawan dan lawan, kipratan beliau hingga sampai ke
Moscow Rusia.Tan Malaka terus diburu dan menjadi Clandestine di sebelas negara.
Penjajahan tidak hanya bisa dilawan menggunakan kekerasan, Tan Malaka membekali diri
dengan strategi dan kemampuan mulai dari penguasaan enam bahasa asing, beliau
mempunyai kelihaian menyamar dan kesanggupan melakoni sekian jenis pekerjaan. Tan
Malaka mulai melakukan perjuangan fisik sejak proklamasi kemerdekaan dicetuskan oleh
Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Saat itu Tan Malaka sudah menggeriliya bersama
dengan Jenderal Sudirman dan pejuang-pejuang lainnya untuk membuat sebuah kongres
pejuang revolusioner. Namun kongres tersebut malah membuat Tan Malaka sebagai bagian
dari komunis karena dianggap menantang usaha dan ikhtiar pemerintah untuk selalu
melakukan perundingan agar dapat mencapai kemerdekaan tanpa melakukan perjuangan fisik
(perang). Tan Malaka seringkali berbicara pada saat kongres komunis di Rusia sehingga ia
ditunjuk sebagai perwakilan Asia Tenggara untuk mengurus komunis di Asia Tenggara.
Namun semua itu dilakukan oleh Tan Malaka hanya untuk membantu kemerdekaan
Indonesia dengan dukungan dari negara-negara blok timur. Selain itu, pada saat itu juga, Tan
Malaka melihat bahwa partai komunis Indonesia merupakan organisasi yang radikal, dengan
begitu beliau ingin memanfaatkan organisasi tersebut untuk perjuangan bukan untuk paham
komunis.
Masyarakat Indonesia memiliki jiwa rela berkorban pantang menyerah untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dimana kedaulatan bangsa harus di
pertahankan. Apabila masyarakat Indonesia mendapatkan ancaman peperangan mereka akann
bergotong royong saling bekerjasama mulai dari polisi, TNI, pelajar, badan perjuangan, dan
petani yang telah mengumpulkan senjata dari rampasan tentara jepang. Semangat pahlawan
diidentikkan dengan semangat kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat patriotisme diartikan sebagai semangat /
jiwa cinta tanah air yang berupa sikap rela berkorban untuk kejayaan dan kemakmuran
bangsanya. Patriotisme tidak hanya cinta kepada tanah air saja, tapi juga cinta bangsa dan
negara. Kecintaan terhadap tanah air tidak hanya ditampilkan saat bangsa Indonesia terjajah,
tetapi juga diwujudkan dalam mengisi kemerdekaan. Semangat kebangsaan dapat diwujudkan
dengan adanya sikap patriotisme dan nasionalisme dalam kehidupan sehari – hari. Warga
negara yang memiliki semangat kebangsaan yang tinggi akan memiliki nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi pula. Perwujudan semangat kebangsaan dan patriotisme yang berupa
sikap rela berkorban untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara sebagai tempat hidup
dan kehidupan dengan segala apa yang dimiliki, akan memperkuat pertahanan dan keamanan
nasional, proklamasi kemerdekaan yang di cita – citakan telah terwujud, berkat perjuangan
dan pengorbanan para pahlawan. Maka kita harus dapat mengisi kemerdekaan ini dengan
membangun berbagai macam bidang agar dapat mempercepat tercapainya tujuan bangsa
Indonesia. Semangat kepahlawanan dapat diimplementasikan dengan tindakan / aksi
kepedulian terhadap sesama, kepedulian dapat diartikan dalam konteks kesetiakawanan sosial
yaitu rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spiritual, komitmen bersama sekaligus
jati diri bangsa, oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai dasar Kesejahteraan
Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, di kembangkan
dan didayagunakan dalam mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu
Masyarakat Sejahtera.

2. Pada akhir tahun 1944 kedudukan Jepang pada perang Asia semakin terdesak, Dalam
menyikapi kondisi itu, pada 9 September perdana menteri Jepang Koiso mengeluarkan janji
kemerdekaan dan juga menarik simpati kepada bangsa Indonesia. Adegan kemerdekaan ini
diwakili oleh Tenno Haika kepada Ir.Soekarno tanggal 7 September 1944, setelah peristiwa
itu tanggal 29 April 1945 BPUPKI terbentuk yang diketuai oleh Dr.Radjiman Widyodiningrat
dan wakilnya Ichibangase dan Suroso. Tanggal 29 Mei 1945 diadakan sidang yang pertama
kali atas usulan Dr.Radjiman Widyodiningrat untuk membahas negara. Sidang pertama
BPUPKI berlangsung pada 29 Mei-1 Juni 1945. Pada sidang pertama BPUPKI tersebut
membahas perumusan dasar negara Republik Indonesia. Untuk mendapatkan rumusan dasar
negara Republik Indonesia yang tepat, selama masa persidangan pertama BPUPKI ini,
agendanya adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional
Indonesia.
Ketiga tokoh yang menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara Republik Indonesia,
ialah Prof. Mohammad Yamin, S.H., Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pada sidang 29
Mei 1945, Prof. Mohammad Yamin, S.H., mengemukakan gagasan tentang rumusan lima
asas dasar negara Republik Indonesia, yakni:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Kemudian pada sidang 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan gagasannya
mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan 'Dasar
Negara Indonesia Merdeka', yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Sosial
Sementara itu, pada sidang 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan perihal
rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan 'Pancasila', yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dari beberapa usulan, milik Ir. Soekarno yang diterima dan diberi nama Pancasila. Rumusan
ini kemudian digunakan sebagai fondasi dan ideologi negara Indonesia.
Setelah sidang BPUPKI pertama selesai, belum ada kesepakatan mengenai dasar
negara Republik Indonesia. Alhasil, dibentuk kembali panitia sembilan yang bertujuan untuk
memastikan dan mendapatkan keputusan dari gagasan sebelumnya mengenai perumusan
dasar negara. Orang-orang yang tergabung dalam Panitia Sembilan melakukan pertemuan
pada 22 Juni 1945. Pada pertemuan tersebut menghasilkan rumusan dasar negara Republik
Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta. Rancangan piagam Jakarta
diterima, untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI kedua yang
dilaksanakan mulai 10 Juli 1945. Sidang BPUPKI yang kedua berlangsung pada 10 Juli 1945
hingga 17 Juli 1945.
Agenda sidang BPUPKI kedua adalah pembahasan mengenai rancangan undang-
undang dasar (UUD), bentuk negara, pernyataan merdeka, wilayah negara, dan
kewarganegaraan Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dibentuk panitia perancang
undang-undang dasar (UUD) berisi 19 anggota yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Tak hanya
itu, dalam rapat tersebut juga dibentuk panitia pembelaan tanah air yang diketuai oleh
Abikoesno Tjokrosoejoso serta panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai Mohammad
Hatta. Pada 11 Juli 1945, panitia perancang UUD membentuk panitia kecil beranggotakan
tujuh orang, yang terdiri dari ketua Prof. Dr. Mr. Soepomo dan anggota Mr. Wongsonegoro,
Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr.
Soekiman. Sidang kerja panitia perancang UUD dilaksanakan pada 13 Juli 1945. Pada 14 Juli
1945 diadakan rapat pleno BPUPKI yang menerima laporan dari panitia perancang UUD.
Ada tiga hal pokok yang harus masuk UUD 1945, yakni pernyataan Indonesia
merdeka, pembukaan UUD, serta batang tubuh UUD. Konsep proklamasi kemerdekaan
rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan
konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam
Jakarta. Dengan disepakatinya rancangan undang-undang, maka tugas BPUPKI telah selesai
dan sidang kedua ditutup pada 17 Juli 1945.

Anda mungkin juga menyukai