Anda di halaman 1dari 4

S.

Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi

Profil serta perjalanan suhud menuju proklamasi

S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi S. Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro
Kusumo, lahir tahun 1920 dan meninggal pada tahun 1986. Beliau adalah salah seorang pengibar bendera
pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepatnya sebagai
pendamping Pak latif Hendraningrat. Bagaimana ceritanya soal peristiwa Proklamasi ini ?

Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan
Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (Foto diatas, tampak dalam
proklamasi foto sebagai seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk
menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh, Soehoed melaporkan bahwa telah
datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya.

Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian juga ketika
Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada mereka
timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan
dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor Jakarta) untuk melakukan persiapan upacara 17
Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara sangat
penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk menyampaikan
instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan
pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai (pimpinan di kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan
dikecamatan) banyak yang sudah dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara
lain, berkumpul dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan
menghadiri upacara penting.

Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena melihat disitu
banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita sudah bocor ? Dia lalu
menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr Muwardi ternyata Proklamasi tidak jadi di
Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa
pelaksanaan proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan untuk
menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah
itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir walikota Soewirjo, Dr
Muwardi, Mr Wilopo, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK Trimurti dan masih banyak lagi.
Tidak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik.

Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang disewa dari
Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio Satrija” yang beralamat dijalan
Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu :
Pembacaan proklamasi oleh Soekarno disambung pidato singkat. Pengerekan bendera merah putih,
Sambutan Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara yang terjadi, pertama, Soekarno membaca
Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta. Kemudian
Soekarno berpidato singkat tanpa teks . Setelah itu beliau berdoa seraya mengangkat kedua telapak
tangannya. Untuk pengerekan bendera awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu
mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai
seragam lengkap PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang pemudi
muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah Putih (bendera pusaka yang
dijahit Fatmawati beberapa waktu sebelumnya).

Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu Soehoed. Setelah berkibar, spontan hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melihat foto Proklamasi, nampak membelakangi lensa Fatmawati dan
Trimurti. Tampak Soekarno bersama Hatta lebih maju dari tempat berdiri saat pembacaan proklamasi.
Sebuah foto lain yang diambil dari belakang Soekarno, menggambarkan para hadirin lainnya yang berdiri
dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para pemuda-mahasiswa Ika dai Gakku. Pada acara ketiga,
Soewirjo yang dizaman Jepang sudah menjabat wakil walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan
peristiwa ini. Namun sampai hari ini tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan Soewirjo.
Demikian juga tidak ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan mengisi acara keempat (ada
cerita kalau beliau membacakan preambul UUD).

Setelah upacara selesai berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang
anggota pelopor yang dipimpin S.Brata. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan tempat, sehingga
ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno membacakan lagi Proklamasi. Akhirnya
Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan
Proklamasi tidak dapat diulang. Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta untuk
memberikan amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya . Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman
Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI.

Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor istimewa,
pelatih pencak silat menjadi pengawal Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai
selesainya proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka baru datang setelah
Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang ini mengaku diutus Gunseikanbu
(kepala pemerintahan militer Jepang) untuk melarang Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya
dengan tenang, menjawab bahwa Proklamasi sudah dilaksanakan.

Namun belakangan ini ada seseorang yang mengaku ngaku sebagai S. Suhud. Siapa sebenarnya
dalam foto karya Frans Mendur, lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat detik-
detik Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945?
Pada Bulletin Paskibraka '78 Edisi Bulan Juli 2008 halaman 4 dan Detikcom bulan Agustus 2008
disebutkan bahwa Ilyas Karim adalah lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat
detik-detik Proklamasi Kemerdekaan itu adalah dirinya. Sementara sejumlah catatan sejarah merujuk
pada sosok Suhud, bukan Ilyas.

Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebut, lelaki bercelana pendek itu adalah Suhud
Marto Kusumo. Irawan Suhud, putra kelima Suhud, meralat nama lengkap ayahnya. "Yang benar Suhud
Sastro Kusumo," kata dia seperti dilansir Tribunnews, Kamis (24/8/2011).

Irawan menyampaikan, keluarga besarnya tersinggung karena sang ayah diklaim oleh Ilyas Karim,
lelaki sepuh yang kini mendapatkan apartemen di Kalibata lantaran mengaku sebagai pengerek bendera
pertama.Irawan menyatakan, ia siap membuka fakta-fakta sejarah untuk membuktikan kalau ayahnya
adalah pria bercelana pendek pada peristiwa bersejarah itu. Dalam foto yang diabadikan 68 tahun lalu
terlihat ada empat orang di sekitar bendera.

Menurut Irawan, berdasarkan buku-buku sejarah, lelaki bertopi di sisi kiri ayahnya adalah Latief
Hadiningrat, orang dekat Bung Karno. Sementara dua perempuan di sisi kanan ayahnya adalah istri Bung
Karno, Fatmawati, dan wartawati SK Trimurti. Keempatnya telah meninggal. Irawan menuturkan,
ayahnya meninggal pada 1986 di usia 66 tahun.

Keluarga tokoh-tokoh itu, kata dia, masih hidup sampai sekarang. Mereka bisa memberikan
klarifikasi atas klaim Ilyas. "Kami tak akan menuntut Ilyas Karim. Tapi kami ingin meluruskan sejarah
yang sebenarnya, orangtua kami adalah yang dimaksudkan dalam gambar itu. Para sejarawan juga kaget,
ayah kami diklaim orang lain. Silakan Pak Irawan datang ke Pusat Sejarah ABRI," tuturnya.

"Atau, yang paling gampang, silakan beliau pergi ke Gedung Joeang 31. Di sana, ada satu ruangan,
ada gambar yang mengingatkan tentang persitiwa 17 Agustus 1945, dan ada namanya tertera di situ. Kita
hanya mau membela hak bapak, kita harus menjaga nama baik bapak, jangan ganggu keluarga kami,"
tuturnya lagi.

Irawan mengaku tak masalah bila kini Ilyas Karim, sebagai pejuang, mendapat hadiah sebuah
apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto. Namun, tidak dengan mengklaim dirinya
sebagai orangtuanya.Ilyas Karim mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 13 Desember
1927, ini diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. "Ya, sayalah orang bercelana pendek
yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah
kesempatan.

Atas pengakuannya itu, Ilyas yang tinggal di pinggir rel di daerah Kalibata memperoleh satu unit
apartemen di dekat rumahnya. Hadiah yang diberikan pengembang apartemen tersebut diberikan secara
simbolis oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Priyanto. "Bapak kami ya bapak kami. Dalam buku yang
disusun oleh Pusat Sejarah (Pusjarah) ABRI ditulis Nugroho Notosutanto, terangkum cerita para pelaku
sejarah, termasuk (peran) ayah saya dalam peristiwa detik-detik kemerdekaan bangsa ini. Buku itu
berjudul Detik-detik Proklamasi," Irawan menegaskan.
Bantahan soal sosok lelaki bercelana pendek pertama kali disampaikan Fadli Zon, politisi Partai
Gerindra yang juga pemerhati sejarah.

"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu
bernama Suhud," kata Fadli. Di perpustakaan pribadinya, Fadli menyimpan buku-buku kuno, juga
barang-barang kuno, termasuk buku yang menjelaskan siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan
Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno. "Ini demi
pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya, saya siap debat Ilyas Karim. Dia
bukan pengerek bendera, melainkan Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan,"
katanya.

Teladan yang dapat kita contoh

 Beliau seorang yang pekerja keras, patuh terhadap perintah dan penuh sopan santun, terbukti
ketika beliau diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan untuk
dilakukan upacara pengibaran Bendera Sang Merah Putih dan beliaupun mau menyanggupinya.
 Beliau seorang pahlawan yang tidak mudah menyerah.
 Beliau sosok yang mau rela berkorban.

Peran Suhud sebagai berikut.


Pengibar Bendera Sang Merah Putih untuk pertama kalinya.

Anda mungkin juga menyukai