Anda di halaman 1dari 4

Nama: Gregorius Oktaviano P.

D
Kelas/No: XI GP A/27

BIOGRAFI S. SUHUD

S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi S. Suhud atau lengkapnya Suhud
Sastro Kusumo, lahir tahun 1920 dan meninggal pada tahun 1986. Beliau adalah salah seorang
pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif Hendraningrat.
Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan
Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (Foto diatas,
tampak dalam proklamasi foto sebagai seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang
pelopor istimewa untuk menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh,
Soehoed melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya.
Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian juga ketika
Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada
mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malam
hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor Jakarta) untuk
melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya untuk
turut menyebarkan akan adanya acara sangat penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya
K.Gunadi diserahkan tugas untuk menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para
anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-
daitai (pimpinan di kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang sudah
dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul
dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri
upacara penting.
Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena melihat disitu
banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita sudah bocor ? Dia
lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr Muwardi ternyata
Proklamasi tidak jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan cepat disebarkanlah
pembetulan informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56.
Kepada Soehoed diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan,
hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah itu Soediro pulang kerumahnya sebentar.
Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir walikota Soewirjo, Dr Muwardi, Mr Wilopo, Mr
Abdul Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah
Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh maupun Adam Malik.
Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang disewa dari
Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio Satrija” yang beralamat
dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini mengikuti mata acara yang
dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Soekarno disambung pidato singkat.
Pengerekan bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara
yang terjadi, pertama, Soekarno membaca Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan
telah ditandatangani Soekarno-Hatta. Kemudian Soekarno berpidato singkat tanpa teks .
Setelah itu beliau berdoa seraya mengangkat kedua telapak tangannya. Untuk pengerekan
bendera awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya
dilakukan oleh seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam
lengkap PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang
pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah Putih
(bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa waktu sebelumnya).
Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu Soehoed. Setelah berkibar, spontan
hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Melihat foto Proklamasi, nampak membelakangi
lensa Fatmawati dan Trimurti. Tampak Soekarno bersama Hatta lebih maju dari tempat berdiri
saat pembacaan proklamasi. Sebuah foto lain yang diambil dari belakang Soekarno,
menggambarkan para hadirin lainnya yang berdiri dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para
pemuda-mahasiswa Ika dai Gakku. Pada acara ketiga, Soewirjo yang dizaman Jepang sudah
menjabat wakil walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan peristiwa ini. Namun sampai
hari ini tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan Soewirjo. Demikian juga tidak
ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan mengisi acara keempat (ada cerita kalau
beliau membacakan preambul UUD).
Setelah upacara selesai berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang
anggota pelopor yang dipimpin S.Brata. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan tempat,
sehingga ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno membacakan lagi
Proklamasi. Akhirnya Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan menjelaskan melalui
mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi tidak dapat diulang. Karena masih kurang puas
mereka minta kepada Hatta untuk memberikan amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya
. Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI.
Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor
istimewa, pelatih pencak silat menjadi pengawal Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh
Soemartojo. Sampai selesainya proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi.
Mereka baru datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang
ini mengaku diutus Gunseikanbu (kepala pemerintahan militer Jepang) untuk melarang
Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya dengan tenang, menjawab bahwa Proklamasi
sudah dilaksanakan.
Namun belakangan ini ada seseorang yang mengaku ngaku sebagai S. Suhud. Siapa sebenarnya
dalam foto karya Frans Mendur, lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat
detik-detik Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945.
Pada Bulletin Paskibraka '78 Edisi Bulan Juli 2008 halaman 4 dan Detikcom bulan Agustus
2008 disebutkan bahwa Ilyas Karim adalah lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah
Putih saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan itu adalah dirinya. Sementara sejumlah catatan
sejarah merujuk pada sosok Suhud, bukan Ilyas.
Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebut, lelaki bercelana pendek itu adalah
Suhud Marto Kusumo. Irawan Suhud, putra kelima Suhud, meralat nama lengkap ayahnya.
"Yang benar Suhud Sastro Kusumo," kata dia seperti dilansir Tribunnews, Kamis (24/8/2011).
Irawan menyampaikan, keluarga besarnya tersinggung karena sang ayah diklaim oleh Ilyas
Karim, lelaki sepuh yang kini mendapatkan apartemen di Kalibata lantaran mengaku sebagai
pengerek bendera pertama.Irawan menyatakan, ia siap membuka fakta-fakta sejarah untuk
membuktikan kalau ayahnya adalah pria bercelana pendek pada peristiwa bersejarah itu. Dalam
foto yang diabadikan 68 tahun lalu terlihat ada empat orang di sekitar bendera.
Menurut Irawan, berdasarkan buku-buku sejarah, lelaki bertopi di sisi kiri ayahnya adalah
Latief Hadiningrat, orang dekat Bung Karno. Sementara dua perempuan di sisi kanan ayahnya
adalah istri Bung Karno, Fatmawati, dan wartawati SK Trimurti. Keempatnya telah meninggal.
Irawan menuturkan, ayahnya meninggal pada 1986 di usia 66 tahun.
Keluarga tokoh-tokoh itu, kata dia, masih hidup sampai sekarang. Mereka bisa memberikan
klarifikasi atas klaim Ilyas. "Kami tak akan menuntut Ilyas Karim. Tapi kami ingin meluruskan
sejarah yang sebenarnya, orangtua kami adalah yang dimaksudkan dalam gambar itu. Para
sejarawan juga kaget, ayah kami diklaim orang lain. Silakan Pak Irawan datang ke Pusat
Sejarah ABRI," tuturnya.
"Atau, yang paling gampang, silakan beliau pergi ke Gedung Joeang 31. Di sana, ada satu
ruangan, ada gambar yang mengingatkan tentang persitiwa 17 Agustus 1945, dan ada namanya
tertera di situ. Kita hanya mau membela hak bapak, kita harus menjaga nama baik bapak,
jangan ganggu keluarga kami," tuturnya lagi.
Irawan mengaku tak masalah bila kini Ilyas Karim, sebagai pejuang, mendapat hadiah sebuah
apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto. Namun, tidak dengan mengklaim
dirinya sebagai orangtuanya.Ilyas Karim mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera
Barat, 13 Desember 1927, ini diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. "Ya,
sayalah orang bercelana pendek yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang
masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah kesempatan.
Atas pengakuannya itu, Ilyas yang tinggal di pinggir rel di daerah Kalibata memperoleh satu
unit apartemen di dekat rumahnya. Hadiah yang diberikan pengembang apartemen tersebut
diberikan secara simbolis oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Priyanto. "Bapak kami ya bapak
kami. Dalam buku yang disusun oleh Pusat Sejarah (Pusjarah) ABRI ditulis Nugroho
Notosutanto, terangkum cerita para pelaku sejarah, termasuk (peran) ayah saya dalam peristiwa
detik-detik kemerdekaan bangsa ini. Buku itu berjudul Detik-detik Proklamasi," Irawan
menegaskan.
Bantahan soal sosok lelaki bercelana pendek pertama kali disampaikan Fadli Zon, politisi
Partai Gerindra yang juga pemerhati sejarah.
"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana
pendek itu bernama Suhud," kata Fadli. Di perpustakaan pribadinya, Fadli menyimpan buku-
buku kuno, juga barang-barang kuno, termasuk buku yang menjelaskan siapa pria bercelana
pendek yang mengibarkan Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan
oleh Bung Karno. "Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan.
Makanya, saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, melainkan Suhud. Fakta
sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan," katanya.

Teladan yang dapat kita contoh


 Beliau seorang yang pekerja keras, patuh terhadap perintah dan penuh sopan santun,
terbukti ketika beliau diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka
kamar depan untuk dilakukan upacara pengibaran Bendera Sang Merah Putih dan
beliaupun mau menyanggupinya.
 Beliau seorang pahlawan yang tidak mudah menyerah.
 Beliau sosok yang mau rela berkorban.
Peran Suhud sebagai berikut:
 Pengibar Bendera Sang Merah Putih untuk pertama kalinya.

Anda mungkin juga menyukai