PERSILANGAN DIHIBRID
ABDURRAHMAN
A1C410044
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Dihibrid merupakan bagian dari hukum Mendel II, yaitu pengelompokan gen
secara bebas (Independent Assortment of Genes). Hukum ini berlaku ketika pembentukan
gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis.
Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid dan polihibrid, yakni persilangan dari
individu yang memiliki 2 atau lebih karakter berbeda. Disebut juga Hukum Asortasi
(Yatim, 1983 : 36).
Dua sifat beda yang dipelajari Mendel yaitu bentuk dan warna kapri. Pada
penelitian terdahulu diketahui bahwa biji bulat (W) dominan terhadap biji berkerut (w),
dan menghasilkan nisbah 3:1. Pada keturunan F2, Mendel juga mendapatkan bahwa warna
biji kuning (G) dominan terhadap biji hijau (g), dan segregasi dengan nisbah 3:1.
Persilangan kapri dihibrida berbiji kuning bulat dan berbiji hijau berkerut menghasilkan
nisbah fenotipe 9:3:3:1. Nisbah genotipenya dapat diperoleh dengan menjumlahkan
genotipe-genotipe yang sama di antara 16 genotipe yang terlihat dalam segitiga Punnett
(Crowder, 1999 : 30).
1
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
Mendel memperoleh hasil yang tetap sama dan tidak berubah-ubah pada
pengulangan dengan cara penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda. Pengamatan
ini menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua, yaitu hukum pilihan acak,
yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan
secara bebas satu dengan yang lain, dan sebab itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada
keturunannya. Individu-individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat
beda (Pai, 1992 : 42).
Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi
yang kira-kira sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom nonhomolog
pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan 4
macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina. Suatu papan-
periksa genetik 4 x 4 dapat digunakan untuk memperlihatkan ke-16 gamet yang
dimungkinkan. Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida
adalah 9:3:3:1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan
hubungan dominan dan resesif (Stansfield, 1991).
Mendel melakukan persilangan ini dan memanen 315 ercis bulat-kuning, 101 ercis
keriput-kuning, 108 bulat-hijau dan 32 ercis keriput-hijau. Ciri khas karya Mendel yang
cermat ialah bahwa ia lalu menanam semua ercis ini dan membuktikan adanya genotipe
terpisah di antara setiap ercis dengan kombinasi baru ciri-cirinya. Hanyalah 32 ercis
keriput-hijau yang merupakan genotipe tunggal. Hasil-hasil ini membuat Mendel
mendirikan hipotesisnya yang terakhir (hukum Mendel kedua): Distribusi satu pasang
faktor tidak bergantung pada distribusi pasangan yang lain. Hal ini dikenal sebagai hukum
pemilihan bebas (Kimball, 1983 : 46).
Mendel memperoleh bukan hanya dua tipe induk, tetapi juga dua tipe baru sebagai
hasil dari pencampuran karakter dari kedua induk. Ini menunjukkan bahwa kedua faktor
tersebut tidak cenderung tinggal bersama dalam kombinasi yang sama dengan di mana
2
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
mereka ditemukan pada induk asli, P1 nya. Pemisahan kelakuan di antara gen-gen inilah
yang dinamakan hukum pemilihan bebas (Winchester, 1958).
Pada persilangan dihibrid pada tanaman kapri, yaitu memiliki sifat warna kuning
dan bentuk biji bulat (dominan) dengan biji berkerut dan warna hijau (resesif). Jika F1
diturunkan sesamanya menghasilkan F2, jika X2hit < X2tabel maka hasil percobaan sesuai
dengan Hukum Mendel (Hasyim, 2005). Metode chi kuadrat adalah cara yang dapat kita
pakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilangan dengan hasil
yang diharapkan (Kusdiarni, 1999 : 64).
Untuk dapat menentukan apakah suatu fenomena yang diamati sesuai atau tidak
dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya
penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Metode tersebut dikenal dengan
uji Chi-Square yang dapat digunakan untuk membandingkan data percobaan yang
diperoleh dari persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis
secara teoritis ( Crowder,2006 :34). Selanjutnya besarnya penyimpangan tersebut
dibandingkan terhadap kriteria model tertentu. Dalam percobaan persilangan akan
dibandingkan frekuensi genotipe yang diamati terhadap frekuensi harapannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Anonim, 2011):
Beberapa sifat muncul tidak sesuai genetic, artinya terjadi peristiwa penyimpangan.
Penyimpangan juga dapat dilihat dari adanya perbedaan perbandingan. Perbandingan
fenotipe yang ditentukan pada persilangan monohibrid dan dihibrid pada dasarnya
hanyalah perbandingan teoritis. Jika diambil dari data hasil percobaan sendiri,
perbandingan tersebut tidak akan sama persis, tetapi mendekati ke angka tersebut. Suatu
data dikatakan baik jika hasil percobaan mendekati nilai teoritis, artinya tidak ada faktor-
faktor lain yang mengganggu. Akan tetapi, jika nilai observasi dengan jumlah yang
diharapkan jauh dari satu data tersebut, berarti terdapat faktor lain di luar sifat genetis. Hal
inilah yang meyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan(Yatim, 1980 : 38).
METODE PELAKSANAAN
3
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
1. 9 3 3 1 16
2. 8 4 3 1 16
3. 10 2 3 1 16
4. 9 3 3 1 16
5. 9 3 4 0 16
6. 10 2 3 1 16
7. 7 4 4 1 16
4
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
8. 8 3 4 1 16
9. 10 2 2 2 16
10. 8 4 3 1 16
JUMLAH 88 30 32 10 160
Gustri 91 26 29 14 160
Susi 96 26 29 9 160
Uul 90 29 31 10 160
Nurul K. 95 31 24 10 160
Rafa 84 36 33 7 160
Fajar 100 22 26 12 160
Rahman 88 30 32 10 160
Rini 87 33 32 8 160
JUMLAH 731 233 236 80 1280
Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi
yang kira-kira sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom nonhomolog
pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan 4
macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina. Suatu papan-
periksa genetik 4 x 4 dapat digunakan untuk memperlihatkan ke-16 gamet yang
dimungkinkan. Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida
adalah 9:3:3:1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan
hubungan dominan dan resesif (Stansfield, 1991).
5
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
Dengan menggunakan kancing genetik yang telah diberi perlakuan seperti pada
metode di atas, maka di cari genotif dan peniotifnya serta persentasi rasionya. Selain itu,
data-data yang telah diperoleh di uji kebenarannya menggunakan rumus Chi-Square.
Pada percobaan yang telah dilakukan diambil datanya perseorangan, kelompok, dan kelas.
Rasio fenotif data perseorangan yang didapat merah bulat : merah lonjong : putih bulat :
putih lonjong adalah 88 : 30 : 32 : 10. Dengan rasio persentasi 55% : 18,75% : 20% ;
6,25%. Hal tersebut membuktikan bahwa perbandingan rasionya hampir sama dengan
rasio fenotif klasik yaitu 9 : 3 : 3: 1 sehingga masih dapat diterima kebenarannya. Untuk
data kelompok rasio fenotif yang didapat adalah 731 : 233: 236 : 80 dengan persentasi
rasionya 57,11% : 18,20% : 18,44% : 6,25 setelah membandingkan dengan rasio klasik
yaitu 9 : 3 : 3: 1 maka rasio fenotif tersebut masih bisa diterima karena hampir sama
dengan rasio klasik yang seharusnya diharapkan. Sedangkan untuk data kelas, di sini
digunakan rumus Chi-Square untuk membuktikan kebenaran dari data kelas yang
diperoleh. Menurut Crowder 92006 :34), untuk dapat menentukan apakah suatu fenomena
yang diamati sesuai atau tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian
dengan melihat besarnya penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Metode
tersebut dikenal dengan uji Chi-Square yang dapat digunakan untuk membandingkan data
percobaan yang diperoleh dari persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan
berdasarkan hipotesis secara teoritis.
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel diatas, maka pengujian yang
digunakan adalah menggunakan tes Chi-Square. Hasil yang diperoleh dari perhitungan
tersebut adalah X2hit = 11,5 sedangkan X2tabel = 7,82. Jika X2hit ≤ X2tabel maka hipotesis
diterima dan data tersebut sesuai kebenarannya menurut hukum mendel II. Dari hasil
perhitungannya ternyata X2hit > X2tabel ( 11,5 > 7,82 ). Hasil ini membuktikan bahwa hasil
yeng diperoleh tidak bisa diterima dan menyimpang jauh dengan hukum mendel II.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dihibrid merupakan bagian dari
hukum Mendel II, yaitu pengelompokan gen secara bebas (Independent Assortment of
Genes). Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida adalah
9:3:3:1. Setelah di uji kebenaran data kelas menggunakan persamaan Chi-square ternyata
hasil perhitungan yang diperoleh ternyata X2hit > X2tabel ( 11,5 > 7,82 ). Hasil ini
membuktikan bahwa hasil yeng diperoleh tidak bisa diterima dan menyimpang jauh
dengan hukum mendel II.
6
Jurnal Praktikum Genetika 20 November 2012
DAFTAR PUSTAKA
Crowder, L.V. 1999. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada Uiversity Press.
Pai, A.C. 1992. Dasar-dasar Genetika Ilmu untuk Masyarakat. Jakarta : Erlangga.