Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Definisi
Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan
permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit
namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008). Luka bakar adalah suatu
bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat,
2009)
Luka bakar adalah trauma yang diakibatkan oleh panas, bahan kimia,
arus listrik, dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luas permukaan tubuh yang terbakar akan mempengaruhi
metabolisme dan fungsi sel tubuh dan mengganggu semua sistem terutama
sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).

2. Etiologi
a. Luka bakar termal
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka bakar
paling sering disebabkan karena terpajan suhu panas seperti terbakar
api secara langsung atau terkena logam yang panas (Borley & Grace,
2006, Rahayuningsih, 2012).
b. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Derajat luka bakar karena bahan kimia
berhubungan langsung dengan lama kontak, konsentrasi zat kimia dan
banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian yang terkena harus
dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena
kedalaman luka juga ditentukan oleh konsentrasi agen yang ada pada

4
kulit, maka pengenceran dengan bilasan air yang banyak menjadi
tahapan dalam penatalaksanaan pasien luka bakar akibat basa kuat lebih
merusak daripada akibat asam kuat (Sabiston, 1995, Borley & Grace,
2006, Rahayuningsih, 2012).
c. Luka bakar listrik
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika arus
listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan
ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam. Tubuh
manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Arus listrik yang
mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat
membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar
listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ
dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak. Berat
ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage,
dan cara gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih, 2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
1) Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung
2) Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati
tubuh
3) Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
d. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Hal ini berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka
ini dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang
lebih dalam (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

5
3. Manifestasi Klinis

Kedalaman dan Bagian Kul


Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka it yang Gejala
Luka Kesembuhan
Bakar Terkena
Kesembuhan
Derajat Satu Kesemutan, Memerah,
Epidermis lengkap dalam
(Superfisial): hiperestesia menjadi putih
waktu satu
Tersengat matahari, (supersensivitas), ketika ditekan
minggu, terjadi
terkena api dengan rasa nyeri mereda minimal atau
pengelupasan
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema
kulit
Derajat Dua (Partial- Epidermis Nyeri, Melepuh, Kesembuhan
Thickness): Tersiram dan bagian hiperestesia, dasar luka dalam waktu 2-3
air mendidih, terbakar dermis. sensitif terhadap berbintik- minggu,
oleh nyala api udara yang bintik merah, pembentukan
dingin. epidermis parut dan
retak, depigmentasi,
permukaan infeksi dapat
luka basah, mengubahnya
terdapat menjadi derajat-
edema. tiga.

2a = Superficial Epidermis Nyeri dan sangat Kulit tampak Akan sembuh


partial thickness dan lapisan sensitif oleh kemerahan, dengan
atas dari tekanan. oedem dan sendirinya dalam
dermis rasa nyeri 3 minggu (bila
lebih berat tidak terkena
daripada luka infeksi), Tapi
bakar grade I, warna kulit tidak
ditandai akan sama seperti
dengan bula sebelumnya.
yang muncul
beberapa jam
setelah terkena
luka, bila bula
disingkirkan
akan terlihat
luka bewarna
merah muda
yang basah.

2b = Deep partial Epidermis Nyeri dan Luka sangat Luka akan


thickness dan lapisan sensitif. sensitive dan sembuh dalam 3-
dalam dari akan menjadi 9 minggu. Organ-
dermis lebih pucat organ kulit
bila terkena seperti folikel-

6
tekanan folikel rambut,
Disertai juga kelenjar keringat,
dengan bula, kelenjar sebasea
permukaan sebagian besar
luka berbecak masih utuh.
merah muda
dan putih
karena variasi
dari
vaskularisasi
pembuluh
darah ( bagian
yang putih
punya hanya
sedikit
pembuluh
darah dan yang
merah muda
mempunyai
beberapa
aliran darah.

(Amin Hardi 2015).

4. Patofisologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar
termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan dapat terjadi akibat
koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran
nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam,
termasuk organ viscera dapat mengalami kerusakan karena luka bakar
elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning agent).
Nekrosis dan kegagalan organ dapatb terjadi.
Dalamnya luka bakar dapat bergantung pada suhu agen penyebab
luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka
bakar harus direncanakan ian perawata sesuai dengan luas dan dalamnya
luka bakar, kemudian dilakukan melalui 3 fase luka bakar yaitu : fase
darurat/resusitasi, fase akut/intermediate dan fase rehabilitasi.

7
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh
darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia
dan hemokonsentrasi. Burn shock (shock hipovolemik) merupakan
komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap
kondisi ini adalah :
a. Respon Sistemik
Kejadian sistemi awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial.
b. Respon kardiovaskuiler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melelui
kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein
plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah
jantung Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada
organ mayor edema menyeluruh
c. Efek pada cairan, elektrolit dan volume darah
Kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat
mencapai 3 hingga 5 liter atau lebih selama periode 24 jam sebelum
permukaan kulit yang terbakar ditutup,selama syok luka bakar,
respons kadar natrium serum terhadap cairan bervariasi, biasanya
hiponatremia, dan hiperkalemia oleh karena destruksi sel yang masif,
dan hipokalemia akan terjadi kemudian karena berpindahnya cairan
dan tidak memadainya asupan cairan. Pada saat luka bakar juga akan
terjadi anemia, trombositopenia, hematokrit yang tinggi akibat
rusaknya komponen darah dan hilangnya plasma darah karena luka
bakar.
d. Respon Pulmoner
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
yaitu: cedera saluran nafas atas, cedera inhalasi dibawah glotis, yang
mencakup keracunan karbon monoksida, dan defek restriktif.

8
e. Respon sistemik lainnya
1) Respon renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke
ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun
dan bisa berakibat gagal ginjal.
2) Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan
aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap
adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya
distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
3) Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme
pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan
integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk
kedalam luka (Brunner & Suddarth, 2012)

5. Klasifikasi Luka Bakar


Sartono dkk (2016) menjelaskan bahwa kedalaman kerusakan jaringan
akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan
lamanya kontak dengan tubuh penderita dan dapat dibagi menjadi 3
tingkat/derajat yaitu sebagai berikut :
a. Luka bakar derajat I (luka bakar dangkal/superfisial)
Terbatas pada laipisan epidermis (superficial), kulit hioermik
berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujugn-ujung
saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa
pengobatan khusus
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi, terdapat bullae, nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan menjadi dua yaitu:

9
1) Derajat II dangkal /partial thickness
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea masih banyak. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sicatrik.
2) Derajat II dalam/ Full Thicness
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
c. Luka Bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih
dalam sampai mencapai jaringan subcutan, otot, dan tulang. Organ kulit
mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai
bulae kulit yang terbakar warna abu-abu dan lebih pucat sampai
berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyari dan
hilang sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik rusak. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan (Sartono dkk,
2016).
American College of Surgeon Health Policy Research
Institute (2011) membagi luka bakar menjadi tiga tingkatan, yakni :
a. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial, berwarna
merah, terasa nyeri.
b. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh,
bengkak, dan sangat nyeri.
c. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus,
tembus hingga saraf, ada sensasi seperti tusukan jarum di area yang
terbakar.

10
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013) berdasarkan derajat dan
luasnya kulit yang terkena luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni
ringan, sedang dan berat.
a. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau
derajat II sebesar <2%.
b. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau
derajat II sebesar 5-10%.
c. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau
derajat III sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi
(>1000V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun kerusakan
jaringan lunak/gangguan jalan napas.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3
fase, yaitu :
a. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan
saluran napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi.
Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan
elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.
b. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya)
menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh
disertai panas/energi.
c. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai
terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit
dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas
lainnya (Amin Hardi, 2015)

11
6. Penentuan Luas Luka Bakar
Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa
metode, diantaranya rule of nine, Lund and Browder, dan Hand
Palm. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan
tubuh yang terkena luka bakar.
a. Rule of Nine
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya
yang terkenal dengan rule of nine. Metode ini dikenal sejak tahun
1940 sebagai pengkajian cepat untuk menentukan perkiraan luas luka
bakar. Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi beberapa bagian
anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.
1) Kepala dan leher : 9%
2) Ekstremitas atas : 2 x 9% (kanan dan kiri)
3) Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kanan dan kiri)
4) Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9% (kanan dan kiri)
5) Perineum dan genitalia : 1%

Gambar 2.1. Penilaian Luka Bakar berdasarkan Rule of Nine


(Sumber : www.medical-dictionary.thefreedictionary.com)

12
b. Lund and Browder
Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan
berdasarkan lokasi dan usia. Metode lund and browder merupakan
modifikasi prosentase bagian tubuh menurut usia yang memberikan
perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar. (Hardisman,2014).
Pada anak di bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap
pertambahan usia satu tahun , prosentase kepala tutun 1% hingga
tercapai nilai dewasa.

Gambar 2.3 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)

c. Hand Palm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area
permukaan tangan pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan
tubuh. Biasanya metode ini digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida
& Lilisari,2011).

13
7. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2012), Komplikasi luka bakar adalah :
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
Kondisi pasien harus dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
overloading cairan yang bisa terjadi ketika cairan berpindah kembali
dari kompartemen interstisial kedalam kompartemen vaskular. Jika
sistem kardiak dan renal tidak dapat mengimbangi volume
intravaskuler yang berlebihan gagal jantung kongestive dan edema
paru dapat terjadi.
b. Sepsis
Tanda-tanda dini sepsis sistemik dapat mencakup sehu tubuh,
peningkatan frekuensi denyut nadi, pelebaran tekanan nadi, dan kulit
yang kering serta mengalami flushing dibagian tubuh yang tidak
terbakar. Perawat juga harus mengamati tanda-tanda dini septikemia
dan segera melakukan intervensi dengan memberikan cairan infus
serta antibiotik untuk mencegah syok septik yang merupakan
komplikasi dengan angka mortalitas yang tinggi.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi
terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah
mengancam jiwa pasien.
d. Kerusakan Organ Visceral
Kerusakan organ visceral biasanya terjadi pada luka bakar elektrik
dengan gejala aritmia dan keluhan nyeri yang berhubungan dengan
iskemia otot profunda. Untuk mempermudah oksigenasi pada jaringan
yang cedera, mengurangi pembengkakan dan iskemia pada otot serta
fascia dapat dilakukan fasiotomi.
e. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat

14
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau
vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
f. Syok hipovolemik
Pada luka bakar yang berat akan mengakibatkan koagulasi disertai
dengan nekrosis jaringan yang akan menimbulkan respon fisiologis
pada setiap system organ, tergantung pada ukuran luka bakar yang
terjadi. Destruksi jaringan akan disertai dengan peningkatan
permebilitas kapiler sehingga cairan intravena akan keluar ke
interstisial. Hal ini akan disertai dengan proses evaporasi pada bagian
kulit yang rusak sehingga cairan tidak akan bertahan lama. Keadaan
ini selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
g. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi
cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektsi dalam urine.
h. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan ketika luka
bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek
karena gaya yang ditimbulkan oleh sel –sel fibroblas dan fleksi otot
dalam masa penyembuhan luka.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka
bakar yaitu :
a. Laboratorium
1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

15
2) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat
padaretensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awalmungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila
mulai diuresis.
5) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatancairan.
6) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.

2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap


efek atau luasnya cedera.
3. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau
distritmia.
4. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka
bakar.

16
9. Penatalaksanaan
a. Pengkajian primer
1) Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari
sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas
ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan
mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma
inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau
krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama
sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan
distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma
inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres
nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari
sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif
dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada
kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan
indikasi dan pilihan.
2) Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan
dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas
tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), pastikan pernafasan adekuat dengan :
a) Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila
sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini
sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan
nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian
oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan karena akan

17
menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti
terjadinya stres oksidatif.
b) Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian
uap air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah
dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.
c) Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila
dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi.
Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap
gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik
terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko
konstriksi yang potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala
hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
d) Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan
untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa
jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier
atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat
(mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini
dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik)
dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik,
tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan
evaluasi jalan nafas.
e) Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai
seawal mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat
dilakukan sejak fase akut antara lain:
(1) Pengaturan posisi
(2) Melatih reflek batuk
(3) Melatih otot-otot pernafasan.

18
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif
kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil
dan pasien sudah lebih kooperatif
f) Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus
dengan distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki
fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP) dan volume kontrol.
3) Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi
meningkat. Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi
dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup
besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan
volume sirkulasi
a) Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur
menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no 18,
hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi,
dianjurkan pemasangan CVP
b) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan,
nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam
menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam
sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada
kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada
resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan
permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik,
pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang
berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan
menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan CVP.

19
b. Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)

Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)

Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat


dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu:
1) Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan
terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya
juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah,
perineum, dan lipat paha.
2) Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril
setelah dibeikan obat topikal.

c. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat


Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam
pertama yaitu:
1) Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan
nafas), Breathing (pernafasan), Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar

20
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran
pernafasan
4) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar
seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti
diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III
biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan
untuk mengetahui permeabilitas vaskular dengan monitoring
nilai CVP yang semakin meningkat
6) Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi
oksigen sesuai kebutuhan
7) Berikan suntikan ATS / toxoid
8) Perawatan luka :
a) Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 :
100)
b) Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada
sendi yang mengganggu pergerakan
c) Selimuti pasien dengan selimut steril
9) Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2
antagonis, Roborantia (vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic
10) Mobilisasi secara dini dan pengaturan posisi
Keterangan Pemberian cairan
1) Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
2) Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
3) Pada 8 jam III diberikan sisanya (Moenadjat, 2009).

d. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.


Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien
mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan,
setiap jam dan suhu setiap 4 jam

21
3) Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status
hemodinamik, pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam),
pantau status oksigen, fisoterapi dada.
4) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5) Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7) Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2
jam
9) Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar
bagi pasien)
10) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP,
kateter dan tube setiap hari
11) Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12) Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13) Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD,
protein (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
15) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

e. Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:


1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut
yang tumbuh pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila,
pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential)
dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh
dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar,
kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan

22
dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan
nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama
merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh
daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam
[derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep
antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka
(gunakan cradle bed)

f. Penatalaksanaan berdasarkan jenis luka bakar:


1) Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada
anak)
a) Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia
adekuat i.v., pertimbangan selang nasogastric (nasogastric
tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
b) Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay:
%luka bakar x berat badan dalam kg/2= satu aliquot cairan.
Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama dengan
urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar.
Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
c) Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
d) Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
2) Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada
anak)
a) Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada
lingkungan khusus yang bersih

23
b) Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan
klorheksidin atau silver sulfadiazine yang ditutup tipis
c) Debridemen eskar dan split skin graft.

g. Resusitasi Cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi
perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi
cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan
edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan
gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang
berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh,
terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen
ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang
timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan
sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna
memiliki korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok
dengan menggunakan metode resusitasi cairan konvensional
(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok
dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat
kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat),
hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya,
ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka
mortalitas.
1) Resusitasi pada pasien yang mengalami syok hipovolemi
Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit
isotonic, keseimbangan larutan elektrolit (misal, Ringer’s Laktat)
dianjurkan karena NaCl 0,9% mengandung natrium dan klorida

24
dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M & Pamela L 2000).
Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid
atau darah melalui IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan
isotonic, seperti Ringer Laktat jika pasien syok.
2) Resusitasi pada pasien yang tidak syok hipovolemi
Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit
luka bakar setempat. Secara umum, koloid lebih baik daripada
larutan elektrolit, terutama bila anak akan dirujuk. Bila cairan yang
dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume yang
sama dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi.
Separuhnya diberikan 8 jam pertama setelah luka bakar dan
separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya (Insley J, 2003)
Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal.
Kateter urin ditinggalkan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk
mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan. Ada beberapa rumus yang
telah dikembangkan oleh berbagai pusat perawatan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar. Terdapat dua sistem yang
sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked dan Parkland.
Kedua rumus ini menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah
luka bakar dikali berat pasien dalam kilogram. Dikali volume larutan
Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar. Pada kedua
perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap
8 jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai
pengeluaran urin dan tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan
metode resusitasi yang tepat. Bila pengeluaran urin rendah dan terjadi
ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian volume intravena maka
perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz untuk
memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung.

25
Formula untuk Resusitasi Cairan :
1) Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar
24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB /
%luka bakar .
a) Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :
Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka
bakar 20%. Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X
(20) = 6000 ml dalam 24 jam pertama ½ jumlah cairan 3000
ml diberikan dalam 8 jam ½ jumlah cairan sisanya 3000 ml
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b) Pemberian resusitasi cairan pada anak:
(1) 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat
(2) 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
(3) 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan
Hasil akhir
(1) Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa
(2) Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak
2) Formula Evans :
a) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah
NaCl / 24 jam
b) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah
plasma / 24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang
akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar
dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan
yang telah keluar)
c) 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan
yang hilang akibat penguapan.
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari

26
pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan
hari kedua.
3) Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumus Baxter yaitu : % luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari
pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena
terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka
bakar seluas 25 % permukaan kulit akan diberikan 25% x 60 x
4 cc = 6000 cc yang diberikan hari pertama dan 3000 cc pada
hari kedua.
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini
mengacu pada pemberian cairan kristaloid dalam hal ini Ringer
Laktat (karena mengandung elektrolit dengan komposisi yang
lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang
hilang (perpindahan ke jaringan interstisium), pemberian
kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling fisiologis dan
aman
a) Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka
bakar per 24jam
b) Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3
2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah
kebutuhkan faal. Kebutuhan faal :
(1) <1 tahun : BB x 100cc
(2) 1-3 tahun : BB x 75cc
(3) 3-5 tahun : BB x 50cc
(4) ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama
(5) ½ diberikan 16 jam berikutnya.

27
Protocol resusitasi : Kebutuhan cairan dalam 24 jam
pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar, pemberian
berdasarkan pedoman berikut.
Pedoman
a) Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung
mulai saat kejadian luka bakar)
b) Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya
4) Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula
Curreri Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/%
luka bakar/hari. Petunjuk perubahan cairan:
a) Pemantauan urin output tiap jam
b) Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c) Kecukupan sirkulasi perifer
d) Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e) Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa.

Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)

24 jam pertama
Formula Elektrolit Koloid Glukosa dalam air
Cairan ringer
Laktat, 2-4 ml/kg/%
Consensus luas permukaan tubuh
ABA untuk mempertahankan
haluaran urin 30-50
ml/jam
Cairan ringer
0,5 ml/kg/%
Brooks Laktat, 1,5 ml/kg/% 2000 ml
burn
luka bakar
Cairan ringer
Parland
Laktat, 4 ml/kg/%
Volume untuk
Cairan
mempertahankan
Natrium
haluaran urin 30 ml/jam
Hipertonik
(cairan berisi 250 mEq
natrium/L)

28
10. Pathway (NANDA, 2015)
Api Cairan panas Bahan kimia Listrik, petir, dan radiasi

Biologis Luka Bakar Psikologis MK :


- Gangguan konsep diri
- Kurang pengetahuan
- Ansietas

Pada wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan
Kadar CO2 Masalah Keperawatan:
Mukosa Penguapan - Resiko tinggi terhadap infeksi
meningkat meningkat - Gangguan rasa nyaman
Oedema Laring - Gangguan aktivitas
- Kerusakan integritas Kulit
PCO2 Mengikat
Peningkatan PD
Obstruksi jalan Hb
kapiler
nafas
Hb tidak mampu
mengikat O2 Ekstravasasi Cairan
MK : Jalan nafas (H20,elektrolit,
tidak efektif protein)

Hipoksia Otak Tekanan Ongkotik


menurun

Tekanan
intravaskular
menurun Masalah
Keperawatan :
Hipovolemia dan
- Kekurangan
hemokonsentrasi
Volume cairan
- Gangguan
Gangguan sirkulasi perfusi jaringan
makro

Ganguan perpusi organ penting Gangguan sirlulsai


seluler

29
Gangguan
perfusi

Otak Kardiovas ginjal hepar GL Neurologi Imun


kuler Traktus Laju
matabolisme
meningkat

Hipoksi Kebocora Hipoksia Ggn


a otak n kapiler Pelepasan Dilatasi Neurologi Daya tahan
sel ginjal kalekolami Lambung tubuh
n menurun

Sel otak Penurunan Hipoksia


mati fungsi Hepatik Glukoneogenesis
Penurunan Hambatan
CO Pertumbuhan Glikogenolisis

Gagal Gagal
jantung ginjal
Gagal Gagal MK : Perubahan
fungsi Hepar Nutrisi
sentral

Multi Sistem Organ Failure

11. Prognosis
Prognosis luka bakar akan lebih buruk bila terjadi pada area luka
yang lebih besar, usia penderita yang lebih tua dan pada wanita. Adanya
trauma inhalasi atau trauma siknifikan lain seperti praktur tulang panjang
dan komorbiditas berat (penyakit jantung, diabetes, gangguan psikiatri dan
keinginan untuk bubuh diri juga mempengaruhi prognosis (Tintinalli,
2010).

30
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya
retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat.
2) Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain
itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
3) Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan
detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada
tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan
nadi pasien.
4) Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan
sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS.
5) Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi
pajanan berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
b. Secondary Survey
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara
lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga
belakang.
1) Monitor tanda-tanda vital

31
2) Pemeriksaan fisik
3) Lakukan pemeriksaan tambahan
4) Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
a) Data demografi : meliputi identitas pasien nama, usia,
jenis kelamin, alamat, dll
b) Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas
(suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi
ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan
pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
c) Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu
diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak
dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap
trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan
nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
d) Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk
menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak
melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan
cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus,
gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat
masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal.
Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat
menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi
cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal
(misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status
pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo,
1996).
e) Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit
keluarga yang kemungkinan bisa ditularkan atau
diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit
DM, hipertensi, asma, TBC dll.
f) Review of System

32
B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat
diperkusi sonor, suara nafas normal.
(1) B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit,
BP : 170/100 mmHg
(2) B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik,
reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan
baik, penghidu baik, GCS : 15
(3) B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg,
Natrium serum = 170 mmol/L
(4) B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
(5) B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran
mukosa mulut kering
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema
dan efek dari inhalasi asap
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka
bakar
d. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan
penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, lesi
f. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, saraf
yang terbuka.

33
3. Intervensi

NO Diagnosa NOC NIC

Setelah dilakukan 1. Pantau laporan GDA dan kadar


Dx:
tindakan keperawatan karbon monoksida serum.
Kerusakan
pasien mendapatkan 2. Berikan suplemen oksigen pada
pertukaran
1 oksigenasi yang adekuat. tingkat yang ditentukan.
gas
Kriteria hasil: 3. Pasang atau bantu dengan
berhubungan
1. RR 12-24 x/mnt selang endotrakeal dan
dengan
2. 2. Warna kulit normal tempatkan pasien pada
keracunan
3. 3. GDA dalam rentang ventilator mekanis sesuai
karbon
normal indikasi bila terjadi insufisiensi
monoksida,
4. 4. Tidak ada kesulitan pernafasan (dispneu hipoksia,
inhalasi asap
bernafas hiperkapnia, rales, takipnea dan
dan obstruksi
perubahan sensorium).
saluran nafas
4. Anjurkan pernafasan dalam
atas
dengan penggunaan spirometri
selama tirah baring.
5. Pertahankan posisi semi fowler,
bila hipotensi tak ada.
2 Airway Management:
Dx: Bersihan
1. Auskultasi suara napas sebelum
jalan napas
dan sesudah dilakukan
tidak efektif
Setelah dilakukan pembebasan jalan napas, catat
berhubungan
tindakan keperawatan hasilnya
dengan
selama 1x24 jam jalan 2. Lakukan fiksasi pada daerah
edema dan
napas klien kembali kepala leher untuk
efek dari
paten (terbebas dari meminimalkan terjadinya
inhalasi asap
sumbatan), dengan gerakan
kriteria hasil: 3. Lakukan pembebasan jalan
a. RR normal (12- napas secara manual dengan
24x/menit) teknik jaw thrust
b. 1. Ritme pernapasan maneuver secara hati-hati untuk
reguler mencegah terjadinya gerakan
c. 2. Suara nafas normal leher
d. 3.Tidak ada 4. Lakukan pembebasan jalan
penggunaan oto bantu napas dengan
nafas alat oropharyngeal airwayjika
dibutuhkan
5. Monitoring pernapasan dan
status oksigenasi klien
3 Dx: Defisit
volume Setelah diberikan asuhan 1. Monitoring CVP, kapiler dan
cairan keperawatan selama 1 x kekuatan nadi perifer.
berhubungan 24 jam tidak ditemukan 2. Observasi pengeluaran urin,

34
dengan tanda-tanda kekurangan berat jenis dan warna urin.
peningkatan volume cairan atau 3. Timbang berat badan setiap
permeabilitas dehidrasi dengan KH: hari
kapiler dan - membran mukosa 4. Ukur lingkar ekstremitas yang
kehilangan lembab terbakar tiap hari sesuai
lewat - integritas kulit baik indikasi
evaporasi - nilai elektrolit dalam 5. Lakukan program kolaborasi
dari luka batas normal. meliputi: Pasang/ pertahankan
bakar - Intake dan output kateter urine.
cairan tubuh pasien 6. Berikan penggantian cairan IV
seimbang yang dihitung, elektrolit,
plasma, albumin.
7. Monitoring hasil pemeriksaan
laboratorium (Hb, elektrolit,
natrium).
8. Berikan obat sesuai
indikasi (diuretik)
9. Monitoring tanda-tanda vital
setiap jam selama periode
darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam
selama periode rehabilitasi.
10. Monitor Masukan dan haluaran
setiap jam selama periode
darurat, setiap 4 jam selama
periode akut, setiap 8 jam
selama periode
rehabilitasi. Status umum
setiap 8 jam.
Dx: 1. Kaji warna, sensasi, gerakan,
Gangguan Setelah dilakukan dan nadi perifer.
perfusi tindakan keperawatan, 2. Tinggikan ekstremitas yang
4 jaringan diharapkan aliran darah sakit.
tidak efektif pasien ke jaringan perifer 3. Ukur TD pada ektremitas yang
berhubungan adekuat mengalami luka bakar
dengan Kriteria Hasil : 4. Dorong latihan gerak aktif
penurunan 1. Nadi perifer teraba 5. Lakukan kolaborasi dalam
atau interupsi dengan kualitas dan mempertahankan penggantian
aliran darah kekuatan yang sama cairan.
arteri / vena 2. Pengisian kapiler baik 6. Kolaborasi dalam mengawasi
3. Warna kulit normal elektrolit terutama natrium,
pada area yang cedera kalium, dan kalsium
7. Lakukan kolaborasi untuk
menghindari injeksi IM atau SC
5 Dx: 1. Kaji/catat ukuran, 1. Memberikan informasi dasar
Kerusakan warna, kedalaman tentang kebutuhan penanaman
integritas luka, perhatikan kulit dan kemungkinan petunjuk

35
kulit b/d jaringan nekrotik tentang sirkulasi pada aera
kerusakan dan kondisi sekitar graft.
permukaan luka 2. Menyiapkan jaringan untuk
kulit 2. Lakukan penanaman dan menurunkan
sekunder perawatan luka resiko infeksi/kegagalan kulit.
destruksi bakar yang tepat 3. Kain nilon/membran silikon
lapisan kulit. dan tindakan mengandung kolagen porcine
kontrol infeksi. peptida yang melekat pada
Tujuan: 3. Pertahankan permukaan luka sampai
Setelah penutupan luka lepasnya atau mengelupas
dilakukan sesuai secara spontan kulit
tindakan indikasi. repitelisasi.
keperawatan, 4. Tinggikan area 4. Menurunkan pembengkakan
diharapkan graft bila /membatasi resiko pemisahan
pasien mungkin/tepat. graft.
menunjukkan 5. Pertahankan posisi 5. Gerakan jaringan dibawah graft
regenerasi yang diinginkan dapat mengubah posisi yang
jaringan dan imobilisasi mempengaruhi penyembuhan
Kriteria area bila optimal. Area mungkin ditutupi
hasil: diindikasikan. oleh bahan dengan permukaan
Mencapai 6. Pertahankan tembus pandang tak reaktif.
penyembuha balutan diatas area 6.
n tepat waktu graft baru dan/atau 7. Kulit graft baru dan sisi donor
pada area sisi donor sesuai yang sembuh memerlukan
luka bakar. indikasi. perawatan khusus untuk
7. Cuci sisi dengan mempertahankan kelenturan.
sabun ringan, cuci, 8. Graft kulit diambil dari kulit
dan minyaki orang itu sendiri/orang lain
dengan krim, untuk penutupan sementara
beberapa waktu pada luka bakar luas sampai
dalam sehari, kulit orang itu siap ditanam.
setelah balutan
dilepas dan
penyembuhan
selesai.
8. Lakukan program
kolaborasi,
siapkan / bantu
prosedur
bedah/balutan
biologis
6 Nyeri Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri :
berhubungan keperawatan selama…. 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan jam tingkat kenyamanan (lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan klien meningkat, nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
kulit / terkontrol dg KH: presipitasi).
jaringan a. Klien melaporkan 2. Observasi reaksi nonverbal dari

36
nyeri berkurang dg ketidaknyamanan.
scala nyeri 2-3 3. Gunakan teknik komunikasi
b. Ekspresi wajah tenang terapeutik untuk mengetahui
c. Klien dapat istirahat pengalaman nyeri klien
dan tidur sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
8. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri

37

Anda mungkin juga menyukai