Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi utama sebagai pemompa
darah. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat Dalam keadaan
fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari nodus sinoatrial
(nodus SA) dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga menimbulkan kontraksi jantung.
Jika rangsang irama ini mengalami gangguan dalam pembentukannya dan
penghantarannya, maka dapat terjadi gangguan pada kinerja jantung.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan utama yang
dialami masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan, jantung mempunyai suatu
sistem pembentukan rangsang tersendiri. Pada zaman modern ini. Angka kejadian
penyakit jantung semakin meningkat. Baik di Negara maju maupun berkembang,
penyebab yang sering ditemukan adalah gaya hidup misalnya, diet yang salah, stress,
kondisi lingkungan yang buruk, kurang olahraga, kurang istirahat dan lain-lain. Diet yang
salah, seperti terlalu banyak mengkonsumsi junk food yang notabene banyak
mengandung kolesterol jahat, yang berujung pada kegagalan jantung. Apalagi ditambah
dengan lingkungan yang memiliki tingkat stressor tinggi, kurang olahraga, dan istirahat,
maka resiko untuk terkena penyakit jantung akan semakin tinggi.
Saat ini, congestive heart failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang insiden dan angka
kejadiannya (prevalensinya) terus meningkat. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada kasus gagal jantung ringan, yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit
yang paling sering memerlukan perawatan ulang dirumah sakit (readmission), meskipun
pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal.
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia)
karena penurunan fungsi ventrikel akibat proses penuaan. CHF ini dapat menjadi kronis
apabila disertai dengan penyakit – penyakit seperti hipertensi, penyakit katup jantung,
kardiomiopati (kelainan fungsi otot jantung), dan lain-lain.CHF juga dapat berubah
menjadi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada kasus miokard infark (penyakit
serangan jantung akibat aliran darah ke otot jantung).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Gagal Jantung ?
2. Apa saja etiologi pada gagal jantung ?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari gagal jantung ?
4. Bagaimana penggolongan obat untuk mengatasi penyakit Gagal Jantung tersebut?
5. Bagaimana mekanisme kerja obat tersebut ?
6. Bagaimana efek samping dari obat gagal jantung terhadap pasien ?
7. Apa saja contoh obat dari gagal jantung ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit gagal jantung
2. Mengetahui bagaimana etiologi pada gagal jantung
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi pada gagal jantung
4. Mengetahui penggolongan obat untuk mengatasi penyakit gagal jantung tersebut
5. Mengetahui mekanisme kerja dari obat gagal jantung tersebut
6. Mengetahui apa saja contoh obat yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
gagal jantung.
BAB II
PEMBAHASAN

 Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah suatu keadaan patolofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Atau, jantung hanya mampu memompa darah jika disertai
peninggian volume diastolic secara abnormal (Mansjoer, 2000).
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana
cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi
sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen
yang terbawa dalam darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi
kebutuhan oksigen pada berbagai organ.
Para ahli kesehatan yang lain pun mengajukan definisi yang kurang lebih
sama, diantaranya Brunner dan Sudartt yang mendefinisikan bahwa gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang memadai (adekuat)
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner dan Sudartt,
2002).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan
yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel-(disfungsi diastolik)
dan kontraktilitas miokardial (dingfungsi sistolik).(Sudoyo Aru, dkk 2009)
Gagal jantung juga sering disebut suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian darah pada vena normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan bahwa
gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik,
renal, neural, dan hormonal (Mutaqqin,2009).
Istilah gagal jantung ke muka atau forward (untuk menunjukkan hipotensi dan
penurunan perfusi perifer) atau kebelakang atau backward (untuk menunjukkan tanda-
tanda edema paru atau perfusi perifer) tidak bermanfaat karena menggambarkan
pengertian sindrom gagal jantung yang terlalu sederhana.
 Etiologi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun yang didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta,
cacat septum ventrikal, dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologi yang
menyebabkan gagal jantung, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat pula
mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa.
1. Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidak mampuan
miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi
sekuncup ( stroke volume) dan curah jantung (cardiac output)
menurun.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yangb berlebihan diluar kemampuan ventrikel
(systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan
ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic
overload) Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas
ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volume dan
tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip
Frank Starling yakni curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah
jantung justru akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang
berlebihan (demand overload). Beban kebutuhan metabolic
meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana
jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian
ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau
pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung
menurun.
f. Kelaianan Otot Jantung.Gagal jantung paling sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung.Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial,
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis koroner. Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung.Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat).Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load).
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi
tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
gagal jantung.
i. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif. Keadaan ini
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
j. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat
penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis., stenosis
katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(mis., tamponade perikardium, perikarditas konstriktif, atau
stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis.,
insufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “Maligna”) dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi
miokardial.
k. Faktor Sistemik.Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam, tirotoksi-kosis), hipoksia, dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung.Asidosis (respiratorik atau
metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan
sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung, menurunkan
efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
l. Faktor presdiposisi gagal jantung. Merupakan penyakit yang
menimbulkan penurunan fungsi ventrikel seperti penyakit arteri
koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau
penyakit kongenital dan keadaan yang membatasi pengisian
ventrikel seperti stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit
pericardial
m. Faktor pencetus gagal jantung antara lain meningkatnya asupan
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung,
infark miocard akut esensial, serangan hipertensi, aritmia akut,
infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan
dan endokarditis infektif.
2. Beberapa istilah gagal jantung (Sudoyo Aru,dkk 2009)
 Gagal jantung sistolic adalah ketidak mampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun menyebabkan kelemahan,
fatik, kemampuan aktifitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi
lainnya.
 Gagal jantung diastolic adalah gangguan reaksi dan gangguan
pengisian ventrikel.

 Patofisiologi Pada Gagal Jantung


Penurunan curah jantung pada gagal jantung mengaktifkan serangkaian
adaptasi kompensasi yang dimaksudkan untuk mempertahankan homeostasis
kardiovaskuler. Salah satu adaptasi terpenting adalah aktivasi system saraf simpatik,
yang terjadi pada awal gagal jantung. Aktivasi system saraf simpatik pada gagal
jantung disertai dengan penarikan tonus parasimpatis. Meskipun gangguan ini dalam
kontrol otonom pada awalnya dikaitkan dengan hilangnya penghambatan masukan
dari arteri atau refleks baroreseptor kardiopulmoner, terdapat bukti bahwa refleks
rangsang juga dapat berpartisipasi dalam ketidakseimbangan otonom yang terjadi
pada gagal jantung. dalam kondisi normal masukan penghambatan dari “tekanan
tinggi” sinus karotis dan baroreceptor arcus aorta dan “tekanan rendah”
mechanoreceptor cardiopulmonary adalah inhibitor utama aliran simpatis, sedangkan
debit dari kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan otot “metaboreseptor” adalah input
rangsang utama outflow simpatik. Pada gagal jantung, penghambat masukan dari
baroreseptor dan mekanoreseptor menurun dan rangsangan pemasukan meningkat,
maka ada peningkatan dalam aktivitas saraf simpatik, dengan hilangnya resultan dari
variabilitas denyut jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem reninangiotensin
diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung. Mekanisme untuk aktivasi
RAS dalam gagal jantung mencakup hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi
mencapai makula densa di tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal,
yang menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin
memotong empat asam amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang disintesis dalam
hepar, untuk membentuk angiotensin I. Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
memotong dua asam amino dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II.
Mayoritas (90%) dari aktivitas ACE dalam tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan
10% sisanya terdapat dalam bentuk terlarut (ikatan non membran) dalam interstitium
jantung dan dinding pembuluh darah. Angiotensin II mengerahkan efeknya dengan
mengikat gabungan dua reseptor G-Protein angiotensin yang disebut tipe 1 (AT 1) dan
angiotensin tipe 2 (AT 2). Reseptor angiotensin yang dominan dalam pembuluh darah
adalah reseptor AT1. Aktivasi reseptor AT1 menyebabkan vasokonstriksi,
pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan pelepasan katekolamin, sedangkan aktivasi
reseptor AT2 menyebabkan vasodilatasi, penghambatan pertumbuhan sel, natriuresis,
dan pelepasan bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting untuk
mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun, ekspresi
berkepanjangan dari angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal, dan
organ lainnya. Angiotensin II dapat juga memperburuk aktivasi neurohormonal
dengan meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatik, serta
merangsang zona glomerulosa korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron.
Aldosteron menyediakan dukungan jangka pendek ke dalam sirkulasi dengan
melakukan reabsorbsi natrium dalam pertukaran dengan kalium di tubulus distal.
Aldosterone dapat menimbulkan disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan
menghambat uptake norepinefrin, salah satu atau semua dari kelainan tersebut dapat
memperburuk gagal jantung. Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat dari ginjal (arteriol eferen) dan sirkulasi
sistemik, di mana ia merangsang pelepasan noradrenalin dari terminal saraf simpatis,
menghambat tonus vagus, dan mempromosikan pelepasan aldosteron. Hal ini
menyebabkan retensi natrium dan air dan peningkatan ekskresi kalium. Selain itu,
angiotensin II memiliki efek penting pada miosit jantung dan dapat menyebabkan
disfungsi endotel yang diamati pada gagal jantung kronis.
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer,(2001), yaitu mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung,
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah
jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal
jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan
volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload
,jika salah satu 3 dari ketiga factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan
berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi
akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri
gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk,
mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel
kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai akibat sisi
kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya
yaitu Oedema dependen, hepatomegali,pertambahan berat badan, asites, distensi vena
jugularis. Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada
awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga
mulai meningkat dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan
afterload sehingga curah jantung semakin turun.
Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk
mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga
meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon
fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan
volume darah filtrasi.
.Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa komponen:
 Ketidak mampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna
mengakibatkan stroke volum dan cardiac output menurun.
 Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel(systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel
sehingga menurunkan curah ventrikel.
 Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel(diastolic
overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic
dalam ventrikel meninggi.
 Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya
kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan
terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup
tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi kebuthuna sirkulasi tubuh.
 Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk
kedalam ventrikel atau pada aliran balik venous return akan
menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah
jantung menurun.
Berdasarkan disfungsi sistolik, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi:
 Gagal jantung kiri(Left Heart Failure). Merupakan kegagalan memompa pada
ventrikel kiri yang berakibat terjadinya bendungan cairan di belakang
ventrikel tersebut. Hal ini akan disertai kongesti pulmonal pada infark
ventrikel kiri, hipertensi, kelainan-kelainan pada katup aorta dan mitral, yang
selanjutnya terjadi gagal jantung sistolik atau ketidak mampuan mengeluarkan
darah. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Mani¬festasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut
jantung cepat (takikardia) dengan bunyi jantung S3,kecemasan dan
kegelisahan.Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas.Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau
dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.Dapat terjadi ortopnu,
kesulitan bernapas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan
mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur
atau duduk di kursi,bahkan saat tidur.Beberapa pasien hanya mengalami
ortopnu pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan Paroxysmal
Nokturnal Dispnea (PND).Hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk
lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi berbaring ke tempat tidur.
Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya
berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu,
tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya,
tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut,cairan berpindah ke
alveoli. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan
tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai
bercak darah. Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme.Juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres
pernapasan dan batuk. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik.Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga
dispnu, pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan lingkaransetan.
Gejala lain yang mungkin terjadi adalah Cheyne Stokes, yaitu pola pernafasan
yang terdiri atas fase nafas dan fase berhenti. Fase nafas dimulai dengan
respirasi yang dangkal, makin lama makin dalam sampai mencapai puncak,
kemudian mendangkal lagi dan akhirnya berhentibeberapalamanya.
 Gagal Jantung Kanan (Right Heart Failure). Apabila proses pada gagal jantung
kiri berlangsung lama, maka cairan yang terbendung akan terakumulasi secara
sistemik, sehingga mempengaruhi aliran balik darah vena ke jantung,
selanjutnya akan ternjadi gagal jantung diastolik atau ketidak mampuan
pengisian darah.Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti
visera dan jaringan perifer.Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kernbali darisirkulasivena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genital eksterna dan
tubuh bagian bawah.Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang
berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting
edema, adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan
ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling
tidak sebanyak 4,5 kg Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang,
makan tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan
cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma
dan distres pernapasan. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi
akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia,
atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal di dukung
oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada
malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. Lemah yang
menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah
jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan. Gagal jantung kanan maupun kiri dapat
disebabkan oleh beban kerja (tekanan atau volume) yang berlebihan dan
gangguan otot jantung itu sendiri. Beban volume atau preload disebabkan
karena kelainan ventrikel memompa darah lebih banyak semenit sedangkan
beban tekanan atau afterload disebabkan oleh kelainan yang meningkatkan
tahanan terhadap pengaliran darah ke luar jantung. Kelainan atau gangguan
fungsi miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh
hilangnya jaringan kontraktil ( infark miokard ).Dalam menghadapi beban
lebih, jantung menjawab ( berkompensasi ) seperti bila jantung menghadapi
latihan fisik. Akan tetapi bila beban lebih yang dihadapi berkelanjutan maka
mekanisme kompensasi akan melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan
yang merugikan.

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,


beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat,
apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan
jantung.
Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang tuanya
bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat dan
berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus
persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama,
karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis yang masih tinggi setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada
bulan kedua atau ketiga, gejala gagal jantung baru nyata.
Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif,
toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis
tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat).
Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat
gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada
stress, misalnya penyakit infeksi akut.
Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena
adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan
berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat
dingin.
Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di
bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat
terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi
sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri,
biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah,
hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis),
gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah
akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak
enak di epigastrium.
Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda
yang penting adalah takikardi (150x/menit atau lebih saat istirahat), serta takipne
(50x/menit atau lebih saat istirahat). Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung
yang meningkat.
 Penggolongan Obat Untuk Gagal Jantung
Pendekatan terapi pada gagal jantung dapat berupa terapi tanpa obat-obatan,
pemakaian obat-obatan, pemakaian alat dan tindakan bedah.
1. Pendekatan terapi tanpa obat (terapi non farmakologi)
 Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal
serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan
 Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta
rehabilitasi
 Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol
 Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan secara
tiba-tiba
 Mengurangi berat badan pada obesitas
 Hentikan kebiasaan merokok
 Konseling mengenai obat.
2. Pemakaian obat-obatan (terapi farmakologi).
Terdapat 3 obat yang menunjukkan efektifitas klinik dalam
mengurangi gejala insufisiensi jantung tapi tidak mengembalikan kondisi
patologik yang asli (Ganiswarna, 1995). Tiga golongan tersebut adalah :
1. Vasodilator. Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban
jantung sebelum kontraksi, sesudah kontraksi atau keduanya
(vasodilator yang seimbang).
 Vasodilator Parental hendaknya diberikan kepada pasien dengan
kegagalan jantung berat atau tidak dapat diminum obat-obatan oral
misalnya pada pasien setelah operasi.
a) Nitrogliserin adalah vasodilator kuat dengan pengaruh pada
vena dan pengaruh yang kuat pada jaringan pembuluh darah
arteri. Penumpukan vena paru dan sistemik dipulihkan melalui
efek tersebut. Obat ini juga merupakan vasodilator koroner
yang efektif sehingga merupakan vasodilator yang lebih
disukai untuk terapi kegagalan jantung pada keadaan infark
miokard akut atau angina tak stabil.
b) Natrium nitropusida adalah vasodilator kuat dengan sifat-sifat
venodilator kurang kuat. Efeknya yang menonjol adalah
mengurangi beban jantung setelah kontraksi dan ini terutama
efektif untuk pasien kegagalan jantung yang menderita
hipertensi atau reguitasi katub berat (Kelly dan Fry, 1995).
 Vasodilator Oral
a) Penghambat ACE Mengeblok sistem renin angiotensin
aldosteron dengan menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II, memproduksi vasodilator dengan
membatasi angiotensin II, menginduksi vasokonstriksi dan
menurunkan retensi sodium dengan mengurangi sekresi
aldosteron (Massie dan Amidon, 2002). Obat yang serba guna
tersebut menurunkan tahanan perifer sehingga menurunkan
afterload, menurunkan resistensi air dan garam (dengan
menurunkan sekresi aldosteron) dan dengan jalan menurunkan
preload (Katzung, 1992).
b) Angiotensin reseptor bloker (ARB) 11 Merupakan pendekatan
lain untuk menghambat system RAA adalah yang akan
mengeblok atau menurunkan sebagian besar efek sistem.
Namun demikian agen ini tidak menunjukkan efek
penghambat ACE pada jalur potensial lain yang memproduksi
peningkatan bradikinin, prostaglandin dan nitrit oksida dalam
jantung pembuluh darah dan jaringan lain. Karena itu, ARB
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pendapat ACE pada
pasien yang tidak dapat menerima pendapat ACE (Massie dan
Amidon, 2002). Contoh obat pada golongan ARB yang
digunakan dalam terapi gagal adalah losartan, valsartan, dan
kondensartan. Ketiga obat tersebut tidak memiliki interaksi
yang berarti dengan obat-obat lain (Stokley, 1996).
c) Beta-Bloker Untuk terapi kegagalan jantung bersifat
kontroversial namun dapat efek-efek yang merugikan dari
katekolamin pada jantung yang mengalami kegagalan
termasuk menekan reseptor beta pada otot jantung situasi
kegagalan jantung (Kelly dan Fry, 1995). Beta bloker
digunakan pada pasien gagal jantung stabil ringan, sedang
atuau berat (Massie dan Amidon, 2002). Obat ini digunakan
untuk terapi gagal jantung adalah karvedilol, bisoprolol dan
metoprolol succinate (Hunt et al., 2005).
d) Antagonis kanal kalsium Secara langsung menyebabkan
relaksasi otot polos pembuluh darah dan penghambat
pemasukan kalsium kedalam sel otot jantung. Kegunaan
pokok obat ini dalam terapi gagal jantung adalah berasal dari
pengurangan iskemia pada pasien dengan penyakit jantung
koroner yang mendasari. Semua antagonis kalsium
mempunyai sifat inotropik negatif sehingga digunakan secara
berhati-hati pada pasien dengan difungsi ventrikal kiri (Kelly
dan Fry, 1995). Obat-obat golongan tersebut sebaiknya
dihindari kecuali untuk dipakai dalam terapi hipertensi dan
angina 12 dan untuk indikasi tersebut hanya amlodipin yang
boleh digunakan pada pasien gagal jantung (Hunt et al., 2005)
e) Nitrat Terutama berkhasiat venodilator dan oleh karena ini
bermanfaat untuk menyembuhkan gejala-gejala penumpukan
vena dan paru-paru. Obat-obat golongan ini mengurangi
iskemia otot dengan menetralkan tekanan pengisian ventrikel
dan dengan melebarkan arteri koroner secara langsung (Kelly
dan Fry, 1995). Contoh obat golongan ini adalah Isosorbit
mono nitrat (ISMN) dan dinitrat (ISND).
f) Hidralazin. Hidralazin adalah obat yang murni mengurangi
beban jantung setelah konstraksi yang bekerja langsung pada
otot polos arteri untuk menimbulkan vasodilatasi. Hidralazin
terutama berguna dalam pengobatan reguitasi mitral kronis
dan insufisiensi aorta (Kelly dan Fry, 1995). Hidralazin oral
merupakan dilator arterioral poten dan meningkatkan output
kardiak pada pasien gagal jantung kongestif (Massie dan
Amidon, 2002).
2. Diuretik. Diuretik merupakan cara yang paling efektif meredakan
gejala pada pasien dengan gagal jantung yang kongestif sedang sampai
berat. Tujuan dari pemberian diuretik adalah mengurangi gejala retensi
cairan yaitu meningkatkan tekanan vena jugularis atau edema ataupun
keduanya. Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan
menghambat reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik di
tubulus ginjal. Bumetamid, furosemid, dan torsemid bekerja pada
tubulusdistal ginjal (Hunt et al., 2005). 13 Pasien dengan gagal jantung
yang lebih berat sebaiknya diterapi dengan salah satu loop diuretik,
obat-obat ini memiliki onset cepat dan durasi aksinya yang cukup
singkat. Manfaat dari terapi diuretik yaitu dapat mengurang edema
pulmo dan perifer dalam beberapa hari bahkan jam. Diuretik
merupakan satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan
pada gagal jantung (Hunt et al., 2005).
3. Obat-obat Inotropik Obat-obat inotropik positif meningkatkan
kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun
obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda, dalam tiap
kasus kerja inotropik adalah akibat penigkatan konsentrasi kalsium
sitoplasma yang memicu kontraksi otot jantung (Mycek et al., 2001). 1)
Digitalis Obat golongan digitalis ini memiliki berbagi mekanisme kerja
sebagi berikut :
 Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol Terjadi hambatan pada
aktivitas pompa proton. Hal ini menimbulkan peningkatan
konsentrasi natrium intra sel, yang menyebabkan kadar kalsium
intra sel yang meningkat menyebabkan peningkatan kekuatan
kontraksi sistolik.
 Peningkatan kontraktilitas otot jantung Pemberian glikosida
digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi
meningkatkan efisiensi kontraksi. Efek-efek ini menyebabkan
reduksi kecepatan jantung dan kebutuhan oksigen otot jantung
berhenti (berkurang) (Mycek et al., 2001). Terapi digoksin
merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretic dan vasodilator.
Digoksin tidak diindikasikan pad pasien dengan gagal jantung
sebelah kanan atau diastolik. Obat 14 yang termasuk dengan
golongan ini adalah digoksin dan digitoksin. Glikosida jantung
mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk
otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum
diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan
hambatan Na+ K + -ATPase di dalam jaringan ini (Katzung,
1992). Adanya interaksi obat denga preparat digitalis dapat
menyebabkan toksisitas digitalis. Banyak dari diuretik kuat
seperti furesemid dan hidroklortiazid memperberat kehilangan
kalium dari tubuh sehingga meningkatkan efek preparat
digitalis sehingga terjadilah toksisitas (Kee, 1996).
 Agonis β- adrenergic. Stimuli β- adrenergic memperbaiki
kemampuan jantung dengan efek inotropik spesifik dalam fase
dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium ke dalam
sel miokard meningkat, sehingga dapat meningkatkan kontraksi.
Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin (Mycek et al.,
2001).
 Inhibitor fosfodiesterase. Inhibitor fosfodiesterase memacu
konsentrasi intrasel siklik –AMP. Ini menyebabkan peningkatan
kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk
dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan
mirinon (Mycek et al., 2001). 3) Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor
konduktan natrium diktus kolektifus (triamteren dan amilorid).
Obat-obat ini sangat kurang efektif bila digunakan sendiri tanpa
kombinasi dengan obat lain untuk 15 penatalaksanaan pada
gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan kombinasi
dengan Tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan
ini efektif dalam mempertahankan kadar kalium yang normal
dalam serum (Kelly dan Fry, 1995). Spironolakton merupakan
inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal
jantung kongestif dan mempunyai efek penting pada retensi
potassium. Triamteren dan Amilorid bereaksi pada tubulus
distal dalam mengurangi sekresi potassium (Massie dan
Amidon, 2000)
 Glikosida jantung. Contoh obatnya adalah Digitalis ,
digoksin,digitoksin, guabain, strophantin k. meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisi dan mengurangi edema,
Interaksi obat paling tidak melibatkan dua jenis obat yaitu obat objek dan obat
presipitan. Obat objek adalah obat yang aksi/efeknya dipengaruhi atau diubah oleh
obat lain, sedangkan obat presipitan adalah obat yang mempengaruhi aksi/efek obat
lain (Suryawati, 1995). Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara
bersamaan, sehingga memungkinkan terdapat obat yang kerjanya berlawanan.
Mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga mekanisme
yaitu Interaksi farmasetik/inkompatibilitas, interaksi dengan mekanisme
farmakokinetika, dan interaksi dengan farmakodinamik (Ganiswarna, 1995).
a) Interaksi Farmasetik atau Inkompatibilitas Inkompatibilitas merupakan
interaksi obat yang terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat
yang tidak dapat dicampur (inkompatibilitas). Pencampuran obat demikian
dapat menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi,
yang hasilnya mungkin terlihat sehingga pembentukan endapan, perubahan
warna, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktivasi obat (Ganiswarna, 1995). Contoh, pencampuran penisilin dan
aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek farmakologik yang
diharapkan (Anonim, 2000).
b) Interaksi Farmakokinetik. Interaksi Farmakokinetik adalah mekanisme yang
terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi, distribusi,
metabolisme/transformasi dan eliminasi obat lain, sehingga interaksi ini
meningkatkan atau mengurangi jumalah obat yang tersedia 19 dalam tubuh
untuk menimbulkan efek farmakologinya. Interaksi farmakokinetika yang
terjadi pada satu obat belum tentu terjadi pula pada obat-obat yang sejenis
kecuali jika diketahui sifat farmakokinetikanya sama pula (Anonim, 2000).
Interaksi dalam absorbsi di saluran cerna Interaksi obat dalam saluran cerna
meliputi :
 Perubahan pH Saluran Cerna Dalam kondisi kosong, pH lambung
rendah (1-3) karena lambung memproduksi asam. Dengan adanya
peningkatan atau penurunan PH lambung dapat menyebabkan
perubahan kelarutan obat yang akhirnya berpengaruh terhadap absorbsi
obat (Ganiswarna, 1995).
 Interaksi langsung Interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam
lumen saluran cerna sebelum absorbsi dapat menggangu proses
absorbsi. Sehingga pengurangan jumlah total obat yang diabsorbsi
dapat berakibat pada pengobatan yang efektif (Anonim, 2000)
 Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus
(Motilitas Saluran Cerna) Kecepatan pengosongan lambung biasanya
hanya mempengaruhi kecepatan jumlah obat yang diabsorbsi. Ini
berarti kecepatan pengosongan lambung hanya mengubah tinggi kadar
puncak dan waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah
bioavailabilitas obat (Ganiswarna,1995).
 Waktu transit dalam usus Biasanya hanya mempengaruhi absorbsi obat
yang sukar larut dalam cairan saluran cerna atau sukar diabsorbsi
sehingga memerlukan waktu untuk melarutkan dan diabsorbsi, serta
obat yang diabsorbsi secara aktif hanya di satu 20 segmen usus. Obat
yang memperpendek waktu transit dalam usus (metoklopramid,
laksansia, antacid dan garam Mg) sehinggga mempengaruhi jumlah
absorbsi obat tersebut (Ganiswarna, 1995).
 Kompetisi untuk mekanisme absorbsi obat
 Obat yang analog dengan makanan Obat yang analog dengan makanan
(levodopa, metildopa, dan Gmerkaptopurin) akan diabsorbsi melalui
mekanisme yang sama dengan mekanisme untuk zat makanan sehingga
absorbsi obat tersebut dapat dihambat secara kompetitif oleh zat
makanan yang bersangkutan (Ganiswarna, 1995).
 Perubahan flora usus Pemberian anti bakteri berspektrum lebar akan
mengubah atau mensupresi flora normal usus sehingga dapat
meningkatkan atau mengurangi efektifitas obatobat tertentu
(Ganiswarna, 1995).
 Efek toksik pada Saluran Cerna Terapi kronik dengan obat-obat
tertentu (asam mefenamat, neomisin, kolkisin) dapat menyebabkan
absorbsi obat lain terganggu (Ganiswarna, 1995).
 Mekanisme tidak diketahui (Ganiswarna, 1995)
Interaksi dalam distribusi meliputi :
 Interaksi dalam ikatan protein plasma Jika dalam darah pada saat yang
sama terdapat beberapa obat, terdapat kemungkinan persaingan
terhadap tempat ikatan pada protein plasma. Persaingan terhadap ikatan
protein hanya relevan jika mempunyai ikatan yang kuat dengan protein
plasma dan volume ditribusi yang kuat, indeks terapi yang sempit, juga
jika efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut
terjadi, 21 serta jika obat tersebut eliminasinya mengalami kejenuhan
sehingga peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan kecepatan
eliminasi (Mutschler, 1991).
 Interaksi dalam ikatan jaringan Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan
terjadi misalnya antara digoksin dan kuinidin, dengan akibat
peningkatan kadar garam digoksin (Mutschler, 1991).
 Interaksi dalam metabolisme Metabolisme suatu obat dapat dipercepat
oleh adanya induktor enzim metabolisme (fenobarbital, fenitoin,
rifampisin, karbamazepin, etanol, fenilbutazon, dan lain-lain). Selain
itu metabolisme juga dapat diperlambat oleh adanya inhibitor enzim
(eritromisin, ketokonazol, kloramfenikol, dikumarol, disulfiram,
simetidin, dan propoksiten). Hal ini juga dapat mengakibatkan
penurunan atau peningkatan kadar obat yang berefek dalam plasma
(Ganiswarna, 1995).
 Interaksi dalam proses eliminasi Interaksi pada eliminasi melalui ginjal
dapat terjadi akibat perubahan pH dalam urine atau karena persaingan
tempat ikatan pada sistem transport yang befungsi untuk sekresi atau
reabsorbsi aktif. Jadi senyawa yang menurunkan pH dapat
memperbesar eliminasi basa lemah karena senyawa ini terdapat dalam
keadaan terionisasi, sedangkan senyawa yang menaikkan pH dapat
memperkecil eliminasi basa lemah (Mutschler, 1991).
c) Farmakodinamik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang
bekerja pada sistem reseptor yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik
atau antagonistic. Mekanisme interaksi yang terjadi antara lain adalah
sinergisme dan 22 aditif, antagonisme, perubahan mekanisme transport obat,
dan gangguan cairan dan elektrolit (Stockley, 1994). Interaksi farmakodinamik
terjadi pada :
 Interaksi pada reseptor Interaksi pada sistem reseptor yang sama
biasanya merupakan interaksi antagonisme antara agonis dan antagonis
atau pengeblok dari reseptor yang bersangkutan.
 Interaksi fisiologik Interaksi pada sistem fisiologik sama dapat
meningkatkan atau menurunkan respon.
 Perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit Perubahan
kesetimbangan cairan dan elektrolit dapat mengubah efek obat yang
bekerja pada jantung, transmisi neuromuskular dan ginjal.
 Gangguan mekanisme pengambilan amin di ujung saraf adrenergik
Penghematan saraf adrenergik diambil oleh ujung saraf adrenegik
dengan mekanisme transport aktif untuk norepinefrine. Mekanisme
pengambilan ini diperlukan agar obat yang bekerja pada saraf tersebut
dapat dihambat secara kompetitif oleh amin simpatomimetik, obat
yang dapat menekan nafsu makan, dan antidepresi trisiklik, sehingga
obat-obat ini mengantagonis efek hipotensif penghambat saraf
adrenegik.
 Interaksi dengan penghambat Monoamin oksidase (penghambat MAO)
Penghambat MAO menghasilkan akumulasi norepinefrin dalam jumlah
besar di ujung saraf adrenegik. Pemberian penghambat MAO bersama
amin simpatomimetik kerja tidak langsung menyebabkan pelepasan
norepinefrin jumlah besar tersebut sehingga terjadi krisis hipertensi
(Ganiswarana, 1995).
 Efek Samping
 Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena
dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema.
 hipokaliemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan
titik kerja di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+
karena ditukarkan dengan ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalium plasma
dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada
penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida atau bumetanida,
mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini berupa kelemahan
otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung,
tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata.
 Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan
klortalidon 12,5 mg sehari) hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh
karena itu, tak perlu disuplei kalium (slow-K 600 mg) yang dahulu agak sering
dilakukan. Kombinasinya dengan suatu zat penghemat kalium sudah
mencukupi.
 Pasien jantung dengan ganguan ritme atau yang diobati dengan digitalis, harus
dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat
keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga
dikhawatirkan peningkatan risiko kematian mendadak (sudden inert deathi).
 hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua
diuretiak, kecuali amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh adanya
persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di
tubuli, terutama klortalidon memberikan risiko lebih tinggi untuk retensi asam
urat dan serangan encok pada pasien yang peka.
 hiperglikemia, dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi
akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan.
Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini (efek antidiabetika oral
diperlemah olehnya).
 hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total
(juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-HDL yang dianggap
sebagai factor pelindung untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh
klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tidak meningkatkan
kadar lipida tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada penggunaan jangka
panjang belum jelas.
 hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika
lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat
hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu
mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka
sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu.
Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan
alkali dalam darah).
 lain-lain: ganguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri
kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada
penggunaan furosemida/bumetanida dalam dosis tinggi.
F. Contoh Obat
Berikut contoh obat yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit gagal
jantung :
Digoxin adalah obat untuk mengobati penyakit jantung, seperti aritmia dan
gagal jantung. Obat ini bekerja dengan membuat irama jantung kembali
normal, dan memperkuat jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.
Golongan :Glikosida jantung
Kategori :Obat resep
Manfaat :Mengobati aritmia dan gagal jantung
Digunakan oleh :Dewasa
Kategori kehamilan dan menyusui :Kategori C: Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya
boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi
besarnya risiko terhadap janin.Digoxin dapat diserap ke dalam ASI.
Bila Anda sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa
memberi tahu dokter.
Bentuk obat :Tablet dan suntik
Peringatan : Gunakan dengan hati-hati pada pasien
perikarditis, bradikardia, penyakit paru berat, takikardia ventrikular,
gangguan elektrolit, kontraksi ventrikular prematur, Sindrom Wolff-
Parkinson-White, hipoksia, hipotiroidisme atau hipertiroidisme, dan
penyakit ginjal. Hindari penggunaan digoxin pada pasien miokarditis
dan serangan jantung.Jangan hentikan pemberian digoxin pada pasien
gagal jantung meski kondisinya sudah stabil, karena gejala gagal
jantung bisa kembali terjadi. Hati-hati penggunaan bersama dengan
diuretik. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan
digoxin, segera temui dokter.
Dosis Digoxin :
 Gagal jantung akut Suntik Dewasa : 0,5-1 mg sebagai dosis
tunggal, infus selama 2 jam.
 Gagal jantung, aritmia :Tablet Dewasa : Dosis awal 0,75-1 mg
yang diberikan dalam 24 jam sebagai dosis tunggal, atau dibagi
tiap 6 jam. Dosis pemeliharaan 125-250 mcg per hari.
 Bayi dengan berat badan hingga 1,5 kg : Dosis awal 25
mcg/kgBB per hari, dibagi dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan
4-6 mcg/kgBB per hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.
 Bayi dengan berat badan 1,5-2,5 kg : Dosis awal 30 mcg/kgBB
per hari, dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 4-6 mcg/kgBB per
hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.
 Bayi dengan berat badan di atas 2,5 kg dan balita usia 1 bulan
hingga 2 tahun : Dosis awal 45 mcg/kgBB per hari, dalam 3
kali pemberian. Dilanjutkan 10 mcg/kgBB per hari, dalam 1 atau
2 kali pemberian.
 Anak usia 2-5 tahun : Dosis awal 35 mcg/kgBB per hari, dalam 3
kali pemberian. Dilanjutkan 10 mcg/kgBB per hari, dalam 1 atau
2 kali pemberian.
 Anak usia 5-10 tahun : Dosis awal 25-750 mcg/kgBB per hari,
dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 6-250 mcg/kgBB per hari,
dalam 1 atau 2 kali pemberian.
 Anak usia 10 tahun hingga usia 18 tahun :Dosis awal 0,75-1,5
mg/kgBB per hari, dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 62,5-750
mcg per hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.
Menggunakan Digoxin dengan Benar :
1. Konsumsi digoxin sebelum atau sesudah makan dalam
dosis yang disarankan dokter.
2. Dosis yang diberikan tergantung pada usia, berat badan,
kondisi dan respons pasien, serta hasil tes kadar digoxin
dalam darah.
3. Gunakan digoxin secara teratur di waktu yang sama
setiap harinya. Jangan berhenti menggunakan obat ini
tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
4. Beri tahu dokter jika kondisi tidak membaik setelah
menggunakan digoxin.

Interaksi Obat :
Berikut ini adalah sejumlah interaksi yang dapat terjadi jika
menggunakan digoxin bersama dengan obat lainnya:
a. Efektivitas digoxin bisa menurun jika digunakan bersamaan
dengan antasida, kaolin, neomycin, pectin, phenytoin,
sulfasalazine. Efek digoxin juga dapat berkurang jika digunakan
pada pasien yang sedang menjalani radioterapi.
b. Metoclopramide bisa menghambat penyerapan digoxin.
c. Penggunaan digoxin bersamaan dengan antagonis kalsium atau
spironolactone, bisa meningkatkan kadar digoxin dalam darah.
d. Kombinasi digoxin dengan diuretik hemat kalium atau
kortikosteroid bisa menyebabkan hipokalemia atau
hipomagnesemia.

Efek Samping Digoxin


Efek samping yang dapat timbul setelah menggunakan digoxin,
antara lain adalah:
o Gangguan mental
o Pusing.
o Sakit kepala.
o Diare.
o Mual dan muntah.
o Ruam kulit.
o Anoreksia.
o Aritmia pada anak-anak
Furosemide adalah obat golongan diuretik yang digunakan untuk
membuang cairan atau garam berlebih di dalam tubuh melalui urine dan
meredakan pembengkakan yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit
hati, penyakit ginjal atau kondisi terkait.
Merek dagang : Diuvar, Farsix, Roxemid, Uresix injeksi,
Edemin, Lasix, atau Uresix.
Jenis obat : Diuretik
Golongan :Obat resep
Manfaat :Mengatasi penumpukan cairan dan
pembengkakan pada tubuh
Digunakan oleh :Dewasa dan anak-anak
Kategori kehamilan dan menyusui : Kategori C: Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin, namun belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh
digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
janin.
Bentuk : Tablet, sirup, dan suntik
Peringatan : Harap berhati-hati bagi penderita penyakit
ginjal, gangguan prostat, gangguan hati,
penyakit asam urat, kolesterol tinggi, lupus dan
diabetes. Harap waspada bagi yang mengalami
dehidrasi, sulit buang air kecil, memiliki tingkat
natrium dan kalium rendah dalam darah, atau
gangguan keseimbangan kadar elektrolit.Hindari
penggunaan obat jika Anda memiliki alergi
antibiotik golongan sulfa. Konsultasikan dengan
dokter untuk mengetahui obat pengganti yang
tepat untuk kondisi Anda. Jika Anda disarankan
untuk menjalani pemeriksaan MRI atau
pemindaian yang melibatkan penyuntikan zat
radioaktif ke dalam pembuluh vena, beri tahu
dokter bahwa Anda sedang menjalani
pengobatan dengan furosemide. Kombinasi
furosemide dengan tes-tes tersebut dapat
berbahaya bagi ginjal. Furosemide dapat
meningkatkan kadar gula darah. Pastikan Anda
rutin memeriksanya agar selalu terpantau,
khususnya bagi penderita diabetes.Jika terjadi
reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Furosemide : Dosis furosemide akan disesuaikan dengan
kondisi yang dialami pasien. Dosis yang
umumnya diresepkan dokter bagi penderita
edema, khususnya yang berkaitan dengan gagal
jantung adalah 20-40mg/hari. Dosis ini dapat
diturunkan per 20 mg secara berkala, atau justru
dinaikkan ke 80mg jika kondisi kesehatan
memburuk. Bagi penderita hipertensi, dosis
yang biasa disarankan adalah 40-80mg/hari yang
dikonsumsi secara tunggal atau dikombinasikan
dengan obat antihipertensi lainnya. Bagi yang
memerlukan perawatan menggunakan cairan
suntik, dosis akan disesuaikan dengan kondisi
pasien di rumah sakit.Untuk penderita anak-
anak, konsultasikan dengan dokter untuk
mengetahui dosis yang tepat sesuai dengan berat
badan mereka.

Menggunakan Furosemide dengan Benar :Ikuti anjuran dokter dan


baca informasi yang tertera pada kemasan
furosemide sebelum mulai menggunakannya.
Jangan menambahkan atau mengurangi dosis
tanpa berkonsultasi dengan dokter.Furosemide
oral dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan. Minumlah furosemide tablet dengan air
putih.Jika Anda mengonsumsi furosemide dalam
bentuk sirup, gunakan sendok takar obat agar
mendapatkan dosis yang tepat. Hindari
penggunaan sendok makan atau sendok teh.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi furosemide
oral, disarankan segera melakukannya begitu
teringat jika jeda dengan jadwal konsumsi
berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat,
abaikan dan jangan menggandakan dosis. Dokter
biasanya akan menyarankan pasien untuk tetap
melanjutkan penggunaan obat meskipun kondisi
kesehatan sudah membaik untuk menghindari
kambuhnya kondisi, khususnya penderita
hipertensi. Pastikan Anda memeriksakan diri ke
dokter secara teratur selama menggunakan
furosemide agar dokter dapat memonitor
perkembangan kondisi Anda. Hindari
mengonsumsi minuman keras saat sedang
menggunakan furosemide, karena dapat
menyebabkan pusing.Dalam kasus tertentu, obat
ini dapat membuat kulit lebih sensitif terhadap
cahaya. Pastikan Anda menggunakan tabir surya
dan pakaian tertutup saat beraktivitas di bawah
terik matahari. Jika memungkinkan, hindari
aktivitas tersebut untuk sementara waktu.

Interaksi Obat : Berikut ini adalah beberapa risiko yang


mungkin terjadi jika menggunakan furosemide bersamaan dengan
obat-obatan tertentu, di antaranya:
 Berpotensi meningkatkan efek nefrotoksik (kerusakan
ginjal) dari obat golongan sefalosporin (misalnya
cefalotin) dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs).
 Meningkatkan efek ototoksik (kerusakan telinga) dari
obat aminoglikosida, asam ethacynic, dan obat-obatan
ototoksik lainnya.
 Meningkatkan efek hipotensi dari obat penghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors),
angiotensin II receptor antagonists, dan obat
penghambat monoamine oksidase.
 Risiko hiperkalemia dapat meningkat jika digunakan
bersama dengan obat diuretik hemat kalium.
 Risiko kardiotoksik (kerusakan jantung) dapat
meningkat jika digunakan bersama dengan obat
glikosida jantung dan anthihistamin.
 Berpotensi meningkatkan efek hiponatremia jika
digunakan bersama dengan obat antikejang, seperti
carbamazepine.
 Dapat menurunkan konsentrasi furosemide dalam darah
jika digunakan bersama dengan obat aliskiren.
 Berpotensi menekan efek hipoglikemia dari obat
antidiabetes.
 Menurunkan efek hipotensi dan natriuretik dari obat ini
jika digunakan bersama dengan indometacin, dan
menghilangkan efek diuretik jika digunakan bersama
dengan obat salisilat.
Kenali Efek Samping dan Bahaya Furosemide : Sama seperti
obat-obatan lainnya, furosemide berpotensi menyebabkan efek
samping. Tapi seiring dengan penyesuaian tubuh dengan obat, efek
samping akan berkurang dan mereda. Efek samping yang umumnya
terjadi dalam penggunaan furosemide adalah:
 Vertigo.
 Mual dan muntah.
 Pusing.
 Penglihatan buram.
 Diare.
 Konstipasi.
Periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami efek samping sebagai
berikut :
 Kram perut.
 Merasa lelah.
 Mudah mengantuk.
 Mual parah.
 Mulut terasa kering.
 Aritmia.
 Telinga berdenging.
 Kulit menguning.
 Reaksi alergi (ruam atau pembengkakan pada mulut dan
wajah).
 Pingsan.
Captopril adalah obat yang masuk ke dalam kelompok penghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors). Fungsi utama captopril
adalah untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung. Selain itu, obat ini
juga berguna untuk melindungi jantung setelah terjadi serangan jantung,
serta menangani penyakit ginjal akibat diabetes (nefropati diabetik)
Captopril bekerja dengan cara menghambat produksi hormon angiotensin
2. Dengan begitu, dinding pembuluh darah akan lebih rileks sehingga
tekanan darah menurun, serta suplai darah dan oksigen ke jantung menjadi
meningkat. Obat ini dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan
dengan obat antihipertensi lainnya.Bagi pasien gagal jantung, captopril
dapat mengurangi kadar cairan yang berlebihan dalam tubuh sehingga
meringankan beban kerja jantung dan memperlambat perkembangan gagal
jantung.
Merek dagang : Farmoten, Tensicap, Tensobon
Golongan :Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE
inhibitor)
Kategori : Obat resep
Manfaat :
 Menangani hipertensi dan gagal jantung
 Mencegah komplikasi setelah serangan jantung
 Menangani nefropati diabetik
Dikonsumsi oleh :Dewasa dan anak-anak
Bentuk obat :Tablet
Kategori kehamilan dan menyusui :Kategori D: Ada bukti positif
mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi
besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih
besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi
situasi yang mengancam jiwa.
Peringatan :
 Wanita yang sedang merencanakan kehamilan, sedang hamil,
dan menyusui, dilarang mengonsumsi captopril.
 Harap berhati-hati jika menderita gangguan ginjal (termasuk
yang menjalani cuci darah atau hemodialisis), gangguan hati,
diabetes, ketidakseimbangan cairan tubuh (misalnya dehidrasi
atau diare), lupus, skleroderma, stenosis aorta, angioedema,
atau pernah menjalani transplantasi ginjal.
 Jika mengonsumsi captopril, sebaiknya tidak mengemudi atau
mengoperasikan alat berat. Obat ini dapat menyebabkan
pusing.
 Jika menggunakan captopril, beri tahu dokter sebelum
menjalani penanganan medis apa pun.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Captopril : Penentuan dosis captopril tergantung
kepada kondisi yang diderita pasien, tingkat
keparahannya, serta respons tubuh terhadap
obat. Berikut ini adalah takaran umum
penggunaan captopril bagi pasien dewasa yang
diresepkan oleh dokter:

Jenis Penyakit : Dosis (miligram)


 Hipertensi : 12,5 mg
 Gagal jantung: 6,25-12,5
 Pasca serangan jantung: 6,25-12,5
 Nefropati diabetes : 75-100
 Untuk penderita hipertensi, gagal jantung, dan serangan
jantung, dokter akan meningkatkan dosis captopril secara
bertahap hingga maksimal 25 mg per hari.

Mengonsumsi Captopril dengan Benar :Gunakanlah captopril


sesuai anjuran dokter dan jangan lupa untuk
membaca keterangan pada kemasan. Pastikan
mengonsumsi banyak cairan untuk mencegah
risiko dehidrasi. Dokter akan menyesuaikan
dosis captopril secara bertahap sesuai dengan
perkembangan kondisi pasien untuk mencegah
efek samping. Karena itu, pasien disarankan
untuk menjalani pemeriksaan kesehatan secara
rutin. Captopril sebaiknya dikonsumsi saat
lambung kosong (idealnya 1 jam sebelum atau 2
jam sesudah makan). Obat ini biasanya
dianjurkan untuk diminum sebelum tidur karena
dapat memicu pusing pada tahap awal
penggunaan. Konsumsi minuman keras juga
sebaiknya dihindari untuk mencegah efek
samping ini. Pastikan ada jarak waktu yang
cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya.
Usahakan untuk mengonsumsi captopril pada
jam yang sama tiap hari untuk memaksimalkan
efeknya.Bagi pasien yang lupa mengonsumsi
captopril, disarankan untuk segera
melakukannya jika jeda dengan jadwal
konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika
sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan
dosis. Gaya hidup sehat juga sebaiknya
diterapkan untuk memaksimalkan keefektifan
captopril. Misalnya, dengan mengonsumsi
makanan sehat, berhenti merokok, dan
berolahraga secara teratur.

Interaksi Obat : Terdapat sejumlah obat yang berpotensi


menimbulkan reaksi tidak diinginkan jika
dikonsumsi bersama dengan captopril. Beberapa
di antaranya meliputi:
 Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs);
dapat menurunkan keefektifan captopril dan
meningkatkan risiko kerusakan ginjal.
 Dextran sulfate, diuretik, atau nitrat;
meningkatkan risiko hipotensi (tekanan
darah rendah).
 Everolimus atau sirolimus; berpotensi
meningkatkan risiko angioedema.
 Aliskiren atau angiotensin II receptor
blockers; berisiko meningkatkan potensi
efek samping, seperti gangguan ginjal,
hiperkalemia (kadar kalium berlebih dalam
darah), serta hipotensi.
 Eplerenone, diuretik hemat kalium,
suplemen kalium, atau trimethoprim; dapat
meningkatkan risiko hiperkalemia.
 Obat-obatan yang mengandung emas; bisa
meningkatkan risiko hipotensi, mual,
muntah, dan flushing (sensasi hangat, kulit
memerah, serta geli).
 Insulin atau obat diabetes lain; berpotensi
menyebabkan hipoglikemia (kadar gula
darah yang rendah).
 Lithium atau thiopurine; efek sampingnya
meningkat akibat captopril.
Efek Samping dan Bahaya Captopril :Tiap obat berpotensi
menyebabkan efek samping, termasuk captopril.
Beberapa efek samping yang umum terjadi saat
mengonsumsi obat ini adalah:

 Pusing atau limbung, terutama saat bangkit


berdiri.
 Batuk kering.
 Gangguan pada indera pengecap.
 Detak jantung meningkat (takikardia).
 Ruam kulit.
 Sakit dada.
 Hipotensi.
 Rambut rontok.
 Sulit tidur.
 Mulut kering.
 Konstipasi atau diare.
Segera hentikan pemakaian captopril dan temui dokter jika Anda
mengalami efek samping yang serius seperti angioedema
(pembengkakan pada wajah, tangan, bibir, mata, tenggorokan, dan
lidah), ruam yang parah, serta kulit dan bagian putih mata menguning.
Dobutamin adalah obat yang digunakan oleh penderita gagal jantung
untuk membantu jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Dobutamin
diberikan ketika gagal jantung yang diderita pasien sudah tidak bisa
dikompensasi oleh tubuh, yang dapat menimbulkan turunnya tekanan
darah. Obat ini bekerja dengan menstimulasi atau merangsang reseptor
yang berperan dalam meningkatkan kontraksi jantung. Selama
penggunaan dobutamin, pasien akan dipantau tekanan darah, kadar
oksigen, pernapasan, hingga fungsi hatinya.
Merek dagang : Inotrop, Dobuject
Golongan :Obat jantung
Kategori :Obat resep
Manfaat :Membantu meningkatkan volume darah yang
dipompa jantung.
Digunakan oleh :Dewasa dan anak-anak
Kategori kehamilan dan menyusui : Kategori B: Studi pada binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko
terhadap janin, namun belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil.Dobutamin tidak
diketahui dapat diserap ke dalam ASI atau tidak.
Bagi ibu menyusui, jangan gunakan obat ini
kecuali disarankan dokter.
Bentuk obat :Suntik
Peringatan :
 Hindari penggunaan dobutamin pada pasien yang sedang atau
pernah menderita kardiomiopati dan pheochromocytoma.
 Hati-hati jika Anda memiliki riwayat penyakit jantung
koroner, hipertensi, fibrilasi atrium, atau hipertiroidisme.
 Lakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin selama
penggunaan obat ini.
 Beri tahu dokter jika tengah menerima obat-obatan lain,
termasuk suplemen dan produk herba.
 Segera temui dokter apabila terjadi reaksi alergi atau
overdosis.
Dosis Dobutamin :Dosis penggunaan dobutamin pada tiap orang
dapat berbeda, disesuaikan dengan kondisi. Dosis umum penggunaan
dobutamin adalah:Gagal jantung yang tidak bisa dikompensasi tubuh
untuk dewasa dan anak-anak (bayi hingga remaja usia 18 tahun) :
0,5-1 mcg/kgBB per menit, dapat ditingkatkan 2-20 mcg/kgBB per
menit. Dosis tidak lebih dari 40 mcg/kgBB per menit.
Menggunakan Dobutamin dengan Benar : Diskusikan kembali
dengan dokter mengenai menfaat dan risiko dari penggunaan
dobutamin.
Interaksi Obat : Beberapa interaksi yang dapat terjadi apabila
dobutamin digunakan bersama dengan obat lain adalah:
 Meningkatkan risiko hipotensi dan takikardia, jika digunakan
dengan obat penghambat alfa seperti doxazosin.
 Memicu gangguan irama jantung, jika digunakan dengan gas
bius seperti halothane, quindine, atau digoxin.
 Meningkatkan risiko hipertensi dan aritmia, jika digunakan
dengan antidepresan trisiklik seperti amitriptylline.
 Meningkatkan tekanan darah, jika digunakan dengan obat anti
hipertensi seperti obat golongan penghambat beta (misalnya
atenolol) dan ARB (misalnya losartan).
 Meningkatkan risiko hipertensi dan bradikardia, jika
digunakan dengan penghambat beta non selektif (seperti
propranolol).
 Meningkatkan risiko munculnya efek samping dobutamin, jika
digunakan dengan entacapone.
 Meningkatkan efek dobutamin, jika digunakan dengan
oksitosin.
Efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan dobutamin
meliputi:
 Demam.
 Sakit kepala.
 Mual dan muntah.
 Kram kaki.
 Nyeri dada.
 Detak jantung cepat.
 Pusing seperti ingin pingsan.
 Sesak napas.
 Tekanan darah tinggi, yang menimbulkan gejala berupa sakit
kepala berat, penglihatan kabur, telinga berdenging, kejang,
kebingungan dan gelisah, serta detak jantung yang tidak
beraturan.

Carvedilol adalah obat golongan penghambat beta yang digunakan untuk


mengatasi tekanan darah tinggi, angina, dan gagal jantung. Obat ini
bekerja dengan melebarkan pembuluh darah jantung, sehingga kerja
jantung menjadi lebih ringan dan tekanan darah menurun. Carvedilol
dapat digunakan sebagai obat tunggal, atau dikombinasikan dengan obat
golongan lain.
Merek dagang : Blorec, V-bloc
Golongan : Penghambat beta
Kategori : Obat resep
Manfaat :
 Mengatasi hipertensi
 Mengatasi angina
 Salah satu pengobatan gagal jantung
Dikonsumsi oleh : Dewasa
Kategori kehamilan dan menyusui :Kategori C: studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin, namun belum ada studi
terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh
digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
janin. Belum diketahui apakah carvedilol dapat
terserap ke dalam ASI atau tidak. Bila Anda
sedang menyusui, jangan menggunakan obat ini
tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu.

Bentuk obat : Tablet


Peringatan :
 Pasien dengan riwayat sindrom Stevens-Johnson, syok
anafilaksis, atau angioedema setelah konsumsi carvedilol,
tidak boleh mengonsumsi obat ini lagi.
 Carvedilol juga tidak boleh dikonsumsi penderita penyakit
paru obstruktif kronis, asma, bradikardia, dan penyakit liver
berat.
 Konsultasikan terlebih dulu dengan dokter sebelum
menggunakan obat ini, khususnya bagi yang memiliki alergi
pada makanan, obat, maupun bahan lain yang terkandung
dalam carvedilol.
 Sebelum mengonsumsi carvedilol, beri tahu dokter bila
memiliki riwayat gagal jantung, penyakit ginjal, gangguan
aliran darah (contohnya penyakit Raynaud), hipertiroidisme,
myasthenia gravis, psoriasis, diabetes, hipoglikemia, dan
penyakit mata (contohnya katarak atau glaukoma).
 Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan
lainnya, termasuk suplemen dan produk herba, untuk
menghindari terjadinya interaksi obat yang tidak diinginkan.
 Obat ini tidak disarankan untuk diberikan pada anak usia di
bawah 18 tahun.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah mengonsumsi
carvedilol, segera temui dokter.

Dosis Carvedilol :
 Gangguan fungsi jantung pasca serangan jantung (Dewasa)
Dosis awal adalah 6,25 mg, 2 kali sehari. Bila diperlukan, bisa
ditingkatkan menjadi 12,5 mg per hari, setelah 3-10 hari.
Dosis maksimal adalah 25 mg, 2 kali sehari.
 Hipertensi (Dewasa) Dosis awal adalah 12,5 mg, 1 kali sehari.
Bila diperlukan, bisa ditingkatkan menjadi 25 mg, 1 kali
sehari, setelah 2 hari.
 Lansia 12,5 mg, 1 kali sehari.
 Gagal jantung (Dewasa) Dosis awal adalah 3,125 mg, 2 kali
sehari. Bila diperlukan, dapat digandakan menjadi 6,25 mg, 2
kali sehari, setelah 2 minggu. Dosis maksimal adalah 25 mg, 2
kali sehari, untuk berat badan kurang dari 85 kg, atau 50 mg, 2
kali sehari, untuk berat badan lebih dari 85 kg.
 Angina (Dewasa) Dosis awal adalah 12,5 per hari. Bisa
ditingkatkan menjadi 25 mg, 2 kali sehari, setelah 2 hari.
Mengonsumsi Carvedilol dengan Benar :
 Pastikan untuk mengikuti anjuran dokter dan membaca
petunjuk pada kemasan obat, dalam mengonsumsi carvedilol.
 Dosis carvedilol diberikan berdasarkan usia, kondisi, dan
respons pasien terhadap obat Konsumsilah obat ini bersama
dengan makanan, atau sebagaimana yang disarankan oleh
dokter.
 Carvedilol dapat menyebabkan pusing dan kantuk. Hindari
berkendara dan melakukan aktivitas yang membutuhkan
kewaspadaan setelah mengonsumsi obat ini.
 Pada pasien yang berencana menjalani tindakan operasi, beri
tahu dokter bila sedang mengonsumsi obat ini atau obat lain.
 Konsumsilah carvedilol di waktu yang sama setiap harinya
agar pengobatan efektif. Bagi pasien yang lupa mengonsumsi
obat ini, disarankan untuk segera melakukannya begitu ingat,
apabila jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya belum terlalu
dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan
dosis.
 Tetap konsumsi obat meskipun kondisi sudah membaik, dan
jangan berhenti secara tiba-tiba tanpa sepengetahuan dokter.
 Temui dokter bila kondisi tidak membaik atau makin
memburuk, meski sudah menggunakan carvedilol sesuai
dengan durasi waktu pengobatan yang disarankan.
Interaksi Obat : Beberapa obat bila diberikan bersama
carvedilol dapat menimbulkan interaksi yang
tidak diinginkan. Berikut ini adalah beberapa
obat tersebut serta efek yang dapat ditimbulkan:

 Kombinasi carvedilol dengan obat golongan


antagonis kalsium dapat memicu gangguan irama
jantung dan tekanan darah meningkat.
 Risiko hipotensi dan bradikardia meningkat bila
carvedilol dikombinasikan dengan reserpine atau
clonidine.
 Carvedilol dapat meningkatkan konsentrasi
ciclosporin dalam darah. Oleh karena itu, dosis
ciclosporin harus disesuaikan bila dikombinasikan
dengan carvedilol.
Efek Samping Carvedilol : Beberapa efek samping yang dapat
terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah:
 Pusing
 Berat badan bertambah
 Diare
 Mudah lelah
 Tekanan darah rendah
 Infeksi saluran pernapasan atas
 Infeksi saluran kemih
 Detak jantung melambat
 Asma dan gangguan pernapasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan
yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel-(disfungsi diastolik)
dan / atau kontraktilitas miokardial (dingfungsi sistolik).
Gagal jantung juga sering disebut suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian darah pada vena normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan bahwa
gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik,
renal, neural, dan hormonal (Mutaqqin,2009).
Terdapat tiga aspek penting dalam menanggulangi gagal jantung yaitu
pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor
pencetus . Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi
cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung.
Sekaligus pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu, kelembapan,
oksigen, pemberian cairan dan diet.
B. Saran
Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan gagal
jantung selain itu pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau
pengobatan dini terhadap penyebabnya.
Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap tentang
gagal jantung, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan gagal jantung.
Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan
penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long.(1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran:Bandung.


Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott:Philadelpia.
Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3
EGC. Jakarta.
Hudack & Galo.(1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC.
Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai