Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS RESUME

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A


DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG GATOTKOCO (VI) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

DisusunOleh :
NANCY VIDYA AGUSTINE
P1337420117054

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
LAPORAN KASUS RESUME

1. Judul : Laporan Kasus Resume Asuhan Keperawatan Pada Tn. A dengan Resiko
Perilaku Kekerasan Ruang Gatotkoco (VI) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang
2. Tinjauan Teori dan Kerangka
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2013).
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2010), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik
dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
b. Faktor predisposisi prespitasi
1) Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2013) adalah:
a) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
 Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan
pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
 Biokmia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
 Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
 Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem
limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan
serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
b) Teori psikologik
 Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan
memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
 Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih
kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c) Teori psikokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2) Faktor prespitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2013):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap.
c. Ringkasan
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2013). Factor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologic yaitu neurobiologic, biokimia, genetik, dan gangguan otak ; teori
psikologi yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah (teori psikoanalitik) dan teori pembelajaran, dan teori psikokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2013). Sedangkan faktor-faktor
yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2013) adalah ekspresi diri, ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi, kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu, adanya riwayat
perilaku anti social, dan kehilangan sesuatu yang berarti dalam hidup.

3. Identitas klien Penanggung jawab


Nama : Tn. A Nama : Tn. T
Usia : 29 tahun Alamat : SDA
Alamat : Pemalang Hub. dengan klien : Orangtua
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
No. RM : 00142XXX

4. Alasan masuk RS
Klien marah – marah yang tidak jelas dan membanting- banting panci.
5. Predisposisi dan Prespitasi
 Fakror Predisposisi
Klien ketiga kalinya dirawat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang klien tidak
teratur minum obat, tidak teratur kontrol memeriksakan kesehatan jiwa dan tidak
pernah mengalami trauma kekerasan fisik. Klien pertama kali dirawat pada tahun
2008 karena masuk dipesantren tidak sesuai pilihan hatinya dan ditinggal ayahnya
meninggal kemudian ± 4 bulan setelah ayahnya meninggal pasien sering marah
marah tanpa sebab dan memukul- mukul tembok. Lalu pada tahun 2017 klien
mendengar suara suara yang tidak nyata dan dirawat di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperi klien.
 Faktor Presipitasi
Klien lima hari yang lalu marah – marah tak jelas dan membanting – banting panci di
rumahnya. Kllien merasa hubungan nya dengan istri mulai renggang, istri klien minta
tinggal di Tegal bersama orang tuanya, klien tidak mau karena sudah sempat tinggal
disana selama 3 tahun di Tegal tetapi tidak kerasan, lalu istri klien meminta untuk
menceraikannya lalu klien marah – marah tidak terima mau dicerai istri.
6. Data fokus
a. Data subyektif
Dari pengkajian pasien mengatakan kesal jika mengingat akan diceraikan
istrinya dia tidak mau diceraikan istrinya. Pasien malu karena belum
mempunyai pekerjaan yang tetap dan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Keluarga mengatakan kadang pasien marah-marah tanpa sebab. Saat pasien
mempunyai masalah rumah tangga diselesaikan dengan cara musyawarah, namun jika
tidak menemukan solusinya pasien biasanya membiarkan masalah itu berlarut – larut
dan klien marah. Pasien mengatakan dibawa ke RSJ karena marah dan banting-
banting panci.
b. Data obyektif
Dari penampilan pasien cukup bersih dan rapi.
Klien bebicara dengan normal, mau berbicara jika diajak berbicara dan hanya
memiliki satu teman dekat di kamar perawatan. Semua pembicaraan jelas dan mudah
dimengerti. Pasien komunikatif, afek sesuai tetapi emosi cepat berubah-ubah saat
bercerita tentang masalahnya ekspresi klien berubah menjadi sedih mata melotot,
wajah kemerahan, tangan mengepal
Vital sign
TD : 130/90 mmHg
S : 36,7 ℃
HR : 82 x/menit
RR : 22 x/menit

7. Analisa data
Tanggal/
Data Fokus Diagnosis Paraf
Jam
17 Juni 2019 DS : N
08.30 Klien mengatakan kesal jika mengingat
akan diceraikan istrinya dia tidak mau Resiko Perilaku
diceraikan istrinya. kekerasan
DO :
Mata melotot, wajah kemerahan, tangan
mengepal.
17 Juni 2019 DS : Harga Diri Rendah N
08.30 Klien mengatakan malu karena belum
mempunyai pekerjaan yang tetap dan bisa
memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
DO :
Pasien sukar dalam mengambil keputusan,
pendiam , berbicara jika diajak bicara, memiliki
satu teman dekat di kamar perawatan.
17 Juni 2019 DS : Resiko Menciderai diri N
08.30 Pasien mengatakan dibawa ke RSJ karena
sendiri, orang lain, dan
marah marah banting- banting panci.
DO : - lingkungan

8. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan

9. Rencana Tindakan Keperawatan

Tanggal/ RencanaKeperawatan
Diagnosa
Jam Tujuan Tindakan Kriteria Evaluasi
17 Juni Resiko TUM : 1. Beri salam setiap Wajah cerah
Klien tidak
2019 Perilaku berinteraksi. tersenyum,
09.00 melakukan 2. Perkenalkan nama , nama
Kekerasan mau
kekerasan panggilan perawat, dan tujuan
berkenalan,
TUK I: perawat berinteraksi.
kontak mata
Klien dapat 3. Tanyakan dan panggil
ada, bersedia
membina hubungan nama kesukaannnya.
4. Tunjukkan sikap empati, menceritakan
saling percaya
jujur, dan menepati janji setiap perasaannya
kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien.
6. Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapan perasaan
klien
TUK II: 1. Bantu klien mengungkapkan Klien
Klien dapat perasaan marahnya. menceritakan
2. Motivasi klien untuk
mengidentifikasi penyebab
menceritakan penyebab rasa
penyebab perilaku perilaku
kesal atau jengkelnya.
kekerasan yang kekerasan yang
3. Dengarkan tanpa menyela
dilakukannya. dilakukannya.
atau memberi penilaian setiap Menceritakan
ungkapan perasaan klien. penyebab
perasaan jengkel
atau kesal baik
dari diri sendiri
dan lingkungan.
TUK III: 1. Diskusikan dengan klien Klien tenang
Klien dapat perilaku kekerasan yang
mengidentifikasi dilakukan selama ini
2. Motivasi klien menceritakan
tanda – tanda
jenis-jenis tindak kekerasan
perilaku kekerasan
yang selama ini pernah
dilakukannya.
3. Motivasi klilen menceritakan
perasaan klien setelah tindak
kekerasan tersebut terjadi.
4. Diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah yang
dialami bisa teratasi.
TUK IV : 1. Diskusikan dengan klien Klien dapat
Klien dapat
akibat negative (kerugian) menjelaskan
mengidentifikasi cara yang dilakukan pada diri akibat perilaku
akibat perilaku sendiri, orang lain dan kekerasan yang
kekerasan lingkungan dilakukannya
selama ini
terhadap diri
sendiri (luka).
Orang lain
(dijauhi teman),
Lingkungan
(benda – benda
jadi rusak)
TUK V : 1. Bantu klien mengungkapkan Klien
Klien dapat
tanda – tanda perilaku menceritakan
mengidentifikasi
kekerasan yang dialaminya. tanda- tanda
cara konstruktif 2. Motivasi klien menceritakan
saat terjadi
dalam kondisi fisik (tanda- tanda
perilaku
mengungkapkan fisik) saat perilaku kekerasan
kekerasan
kemarahan terjadi.
Tanda fisik
3. Motivasi klien menceritakan
(mata merah,
kondisi emosinya (tanda –
tangan
tanda emosinya) saat perilaku
mengepal,
kekerasan terjadi.
4. Motivasi klien menceritakan ekspresi
hubungan dengan orang lain tegang)
Tanda
emosional
(perasaan
marah,
perasaan
jengkel)
Tanda Sosial
( bermusuhan
yang dialami saat
terjadi perilaku
kekerasan)
TUK VI : 1. Diskusikan dengan klien Setelah 1 kali
Klien dapat
apakah klien mau mempelajari pertemua klien
mengidentifikasi
cara baru mengungkapkan dapat
jenis perilaku
marah yang sehat. menjelaskan
kekerasan yang 2. Jelaskan berbagai alternative
jenis – jenis
pernah pilihan untuk mengungkapkan
ekspresi
dilakukannya marah selama perilaku
kemarahan
kekerasan yang diketahui
yang selama
klien.
Cara fisik : nafas dalam, pukul ini telah
bantal atau kasur, olahraga. dilakukannya.
Cara verbal : Mengungkapkan
Perasaan saat
bahwa dirinya sedang kesal
melakukan
pada orang lain.
kekerasan
Cara spiritual :
Sembahyang , berdoa , dzikir. Efektivitas
cara yang
dipakai dalam
menyelesaikan
masalah.
Dapat
menjelaskan
cara – cara saat
mengungkapka
n marah.
TUK VII : 1. Diskusikan cara yang Klien dapat
Klien dapat
mungkin dipilih dan anjurkan mengidentifika
mengidentifikasi
klien dan memilih cara yang si cara
cara mengontrol
mungkin untuk mengontrol
perilaku kekerasan
mengungkapkan marah. perilaku
2. Latih klien meperagakan cara
kekerasan
yang dipilih.
3. Jelaskan manfaat cara
tersebut
4. Anjurkan klien menirukan
peragaan yang sudah
dilakukan.
5. Beri penguatan pada klien ,
perbaiki cara yang masih
belum sempurna.
6. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat
marah atau jengkel.
TUK VIII : 1. Diskusikan pentingnya peran Keluarga
Klien dapat
serta keluarga sebagai mampu
dukungan keluarga
pendukung klien untuk menjelaskan
untuk mengontrol
mengatasi perilaku cara merawat
perilaku kekerasan
kekerasan. klien dengan
2. Diskusikan potensi keluarga
perilaku
untuk membantu klien
kekerasan,
mengatasi perilaku
mengungkapka
kekerasan.
n rasa puas
3. Jelaskan pengertian ,
dalam merawat
penyebab, akibat, dan cara
klien.
merawat klien(mengenal
perilaku kekerasan).
4. Beri kesempatan keluarga
untuk memperagakan ulang.
Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatih.
TUK IX : 1. Jelaskan manfaat Klien mampu
Klien
menggunakan obat secara menjelaskan
menggunankan
teratur dan kerugian jika manfaat
obat sesuai program
tidak minum obat. minum obat,
yang telah 2. Jelaskan jenis obat (nama,
kerugian tidak
ditetapkan warna , dan bentuk obat)
minum obat,
kepada klien.
nama obat,
3. Jelaskan dosis obat kepada
bentuk dan
klien
4. Jelaskan waktu pemakaian warna obat,
obat kepada klien dosis yang
5. Jelaskan cara pemakaian obat
diberikan
kepada klien
kepadanya,
6. Jelaskan efek yang dirasakan
waktu
klien setelah minum obat.
7. Anjurkan klien minta dan pemakaian
menggunakan obat tepat obat, dan cara
waktu. pemakaian
8. Anjurkan lapor ke perawat
obat, serta efek
atau dokter jika mengalami
yang
efek yang tidak biasa.
dirasakan.
9. Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.

10. Catatan Keperawatan


Tanggal/
Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Jam
17 Juni Resiko 1. Mem S: N
Klien mengatakan akan
2019 Perilaku bina hubungan saling
09.15 mengontrol marahnya dengan
Kekerasan percaya dengan mengajak
cara tarik nafas dalam
kenalan klien
O:
2. Meng Klien tenang kooperatif, kontak
identifikasi tanda dan gejala mata (+), sudah melakukan tarik
PK nafas dalam dengan benar
A:
3. Meng
Klien sudah bisa melakukan SP1
identifikasi bentuk PK yang
dan belum mau melakukan pukul
pernah dilakukan
bantal untuk mengontrol marah
4. Meng P:
Klien : Masukkan kedalam
ajarkan cara mengontrol PK
jadwal latihan, klien melakukan
antara lain :
tarik nafas dalam 4 x dalam
 Secara fisik (relaksasi,
sehari
kegiatan dan olah raga) Perawat : Ulangi SP2 dan ajarkan
 Secara verbal (sharing, SP3
menceritakan pada orang
lain)
 Secara spiritual
(berdoa,sholat)
 Secara Farmakologi
(minum obat)
18 Juni Resiko 1. Mengevaluasi Cara S: N
Klien mengatakan sudah latihan
2019 Perilaku mengontrol marah dengan
09.00 pukul bantal, dan olahraga tadi,
Kekerasan cara fisik yang kedua
klien mengatakan masih bingung
dengan pukul bantal
2. Mengajarkan SP3 merangkai kata untuk berbicara
mengontrol marah dengan yang baik
O:
berbicara yang baik.
Klien tenang, bisa melakukan
pukul bantal, belum bisa
mempraktikan berbicara yang
baik, Klien kooperatif,dan ada
kontak mata
A:
Klien belum bisa melakukan SP3
P:
Klien : Masukkan kedalam
jadwal latihan, klien melakukan
pukul bantal 2 x dalam sehari
Perawat : Ulangi SP3 dan ajarkan
SP4

Anda mungkin juga menyukai