Disusun oleh:
1808004
2. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra. (Brunner & Suddarth. 2012)
3. KLASIFIKASI
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
a. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b. Pielografi retrograd
c. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
d. Arteriogram ginjal
e. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
8. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
9. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis. (Udjianti, WJ. 2010)
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2012)
7. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
2. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino
untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24
jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian
vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air
melalui darah sewaktu dialisa.
3. Simptomatik
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah
natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada
pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen
natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi
dari kejang.
4. Terapi Pengganti
5. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal karena
menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan
menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal merupakan
prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain kedalam tubuh
pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah
mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Seorang ahli bedah
menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen bawah dan
menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru. Darah mengalir
melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau
berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau
donor yang baru saja meninggal (donor kadaver).
6. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen
cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik utama yang digunakan
dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu.
• Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran selaput
rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh
untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. CAPD merupakan suatu
teknik dialisis kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan
kardiovaskular).
• Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah
dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal
buatan.
8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
b. Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
c. Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability :
1) pemeriksaan neurologis :GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan
dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
2) A : Allert :sadar penuh, respon bagus
3) V : Voice Respon :kesadaran menurun, berespon thd suara
4) P : Pain Respons :kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
5) U : Unresponsive :kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri. (Rab, T. 2009)
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
1) Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
2) Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
3) Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton,
severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada
atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat
alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
6) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
i. Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
ii. Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
iii. TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) Pemeriksaan Fisik :
i. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
ii. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
NIC :
Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e. Monitor vital sign
f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
g. Kaji lokasi dan luas edema
h. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
i. Monitor status nutrisi
j. Berikan diuretik sesuai interuksi
k. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l
l. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
c. Monitor serum dan elektrolit urine
d. Monitor serum dan osmilalitas urine
e. Monitor BP, HR, dan RR
f. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
g. Monitor parameter hemodinamik infasif
h. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
i. Monitor tanda dan gejala dari odema
4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
NOC :
a. Electrolit and acid base balance
b. Fluid balance
Kriteria Hasil:
a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign dalam batas normal
e. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Pasang urin kateter jika diperlukan
d. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
e. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
f. Monitor vital sign
g. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
h. Kaji lokasi dan luas edema
i. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
j. Monitor status nutrisi
k. Berikan diuretik sesuai interuksi
l. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l
m. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema. (Santosa, Budi. 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
C. Long Barbara. 2009. Perawatan Medikal Bedah , jilid 3. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran,
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan
dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2009. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2009. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika
Santosa, Budi. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika