Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun oleh:

Ahmad Ginanjar Setiawan

1808004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2019
1. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2012;
1448)
Penyakit chronic kidney disease (CKD), juga dikenal sebagai penyakit ginjal
kronis, merupakan kerugian progresif dalam fungsi ginjal selama periode bulan atau
tahun. Gejala memburuknya fungsi ginjal yang tidak spesifik, dan mungkin mencakup
rasa umumnya tidak sehat dan mengalami nafsu makan berkurang. Seringkali, penyakit
ginjal kronis didiagnosis sebagai akibat dari pemutaran orang yang dikenal berada di
risiko masalah ginjal, seperti yang dengan tekanan darah tinggi atau diabetes dan mereka
yang relatif darah dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat
diidentifikasikan ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang dikenal, seperti
kardiovaskuler, anemia penyakit atau perikarditis.CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

2. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra. (Brunner & Suddarth. 2012)

3. KLASIFIKASI
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan


pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal. (Brunner & Suddarth, 2012; 1448)

4. PATOFISIOLOGI dan PATHWAY


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C
Long, 2009)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2012 :
1448).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
a. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b. Pielografi retrograd
c. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
d. Arteriogram ginjal
e. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
8. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
9. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi
pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis. (Udjianti, WJ. 2010)

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2012)

7. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
2. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino
untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24
jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian
vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air
melalui darah sewaktu dialisa.

3. Simptomatik
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah
natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada
pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen
natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi
dari kejang.
4. Terapi Pengganti
5. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal karena
menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan
menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal merupakan
prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain kedalam tubuh
pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah
mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Seorang ahli bedah
menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen bawah dan
menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru. Darah mengalir
melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau
berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau
donor yang baru saja meninggal (donor kadaver).
6. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen
cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik utama yang digunakan
dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu.
• Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran selaput
rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh
untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. CAPD merupakan suatu
teknik dialisis kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan
kardiovaskular).
• Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah
dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal
buatan.

Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :


1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat
yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium
dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan
membantu penyembuhan luka.
4. Penanganan hyperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI :
5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat
tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi
dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat
[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral
dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
6. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2009)

8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
b. Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
c. Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability :
1) pemeriksaan neurologis :GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan
dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
2) A : Allert :sadar penuh, respon bagus
3) V : Voice Respon :kesadaran menurun, berespon thd suara
4) P : Pain Respons :kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
5) U : Unresponsive :kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri. (Rab, T. 2009)

2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
1) Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
2) Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
3) Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton,
severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada
atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat
alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
6) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
i. Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
ii. Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
iii. TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) Pemeriksaan Fisik :
i. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
ii. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.

Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia


sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan


aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak
nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
iii. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
iv. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.
v. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
vi. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
(Carpenito. 2011)
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, pericarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

10. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
NOC :
a. Respiratory Status : Gas exchange
b. Respiratory Status : ventilation
c. Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
d. Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bial perlu
j. Berikan pelembab udara
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
i. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
a. Monitro IV line
b. Pertahankanjalan nafas paten
c. Monitor AGD, tingkat elektrolit
d. Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
e. Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
f. Monitor pola respirasi
g. Lakukan terapi oksigen
h. Monitor status neurologi
i. Tingkatkan oral hygiene
2. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
NOC :
a. Cardiac Pump effectiveness
b. Circulation Status
c. Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
a. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
d. Tidak ada penurunan kesadaran
NIC :
Cardiac Care
a. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
b. Catat adanya disritmia jantung
c. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
d. Monitor status kardiovaskuler
e. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
f. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
g. Monitor balance cairan
h. Monitor adanya perubahan tekanan darah
i. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
j. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
k. Monitor toleransi aktivitas pasien
l. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
m. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor adanya pulsus paradoksus
h. Monitor adanya pulsus alterans
i. Monitor jumlah dan irama jantung
j. Monitor bunyi jantung
k. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
l. Monitor suara paru
m. Monitor pola pernapasan abnormal
n. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
o. Monitor sianosis perifer
p. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
q. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, pericarditis
NOC :
a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
c. Vital sign Status
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :

Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e. Monitor vital sign
f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
g. Kaji lokasi dan luas edema
h. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
i. Monitor status nutrisi
j. Berikan diuretik sesuai interuksi
k. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l
l. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
c. Monitor serum dan elektrolit urine
d. Monitor serum dan osmilalitas urine
e. Monitor BP, HR, dan RR
f. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
g. Monitor parameter hemodinamik infasif
h. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
i. Monitor tanda dan gejala dari odema
4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
NOC :
a. Electrolit and acid base balance
b. Fluid balance
Kriteria Hasil:
a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign dalam batas normal
e. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Pasang urin kateter jika diperlukan
d. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
e. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
f. Monitor vital sign
g. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
h. Kaji lokasi dan luas edema
i. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
j. Monitor status nutrisi
k. Berikan diuretik sesuai interuksi
l. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l
m. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema. (Santosa, Budi. 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
C. Long Barbara. 2009. Perawatan Medikal Bedah , jilid 3. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran,
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan
dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2009. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2009. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika
Santosa, Budi. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai