BBLR Asfiksia
BBLR Asfiksia
1
2.1.3 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-3,8% sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-
ekonomi rendah.1,2 Bayi BBLR mempunyai resiko meninggal 40 kali lebih tinggi di
bandingkan bayi dengan berat badan normal pada tahun pertama. Angka kematian prenatal
pada BBLR di Indonesia tinggi yaitu 181,1 tiap 1000 kelahiran bayi hidup 22,34
penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan bahwa
penyebab BBLR adalah multi faktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, status
gizi obstetric, morbiditas ibu hamil, perilaku atau kebiasaan ibu dan keluarga yang
kurang mendukung, tabu, pelayanan kesehatan dan gizi termasuk deteksi dini BBLR
serta upaya intervensinya.3,4 Makin kecil berat bayi lahir maka makin tinggi kejadian
kelainan neurologis dan pisikomotorik bayi.3
Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk menurunkan angka kejadian
BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan menjadi meningkat.3 Kejadian BBLR ini bisa
dicegah bila kita mengetahui faktor-faktor penyebabnya.
2.1.4 Etiologi
Faktor–faktor yang dapat mempenngaruhi berat bayi lahir rendah:3,4
1. Faktor lingkungan internal umur ibu, parietas, jarak kelahiran, kesehatan ibu,
kadar haemoglobin ibu hamil serta ukuran antropometri ibu hamil.
2. Faktor lingkungan eksternal lingkungan, masukan makanan ibu selama hamil,
jenis pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan bapak (kepala keluarga), pengetahuan
gizi dan tingkat social ekonomi.
3. Faktor pengunaan pelayanan kesehatan frekuensi pemeriksaan kehamilan.
Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor resiko
yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR.1,4,6 Adapun faktor-faktor resiko tersebut
adalah:
1. Faktor ibu.
a. Penyakit: malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain.
b. Komplikasi pada kehamilan: komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti
perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas: usia < 20 tahun atau > 40 tahun.
d. Faktor kebiasaan ibu: ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna
narkotika.
2. Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
3. Faktor Lingkungan
Tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.
2
2.1.5 Patofisiologi
BBLR
3
2.1.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis BBLR didapatkan melalui anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.1,2,5
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari
etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR:
a. Umur ibu;
b. Riwayat hari pertama haid terakir;
c. Riwayat persalinan sebelumnya;
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya;
e. Kenaikan berat badan selama hamil;
f. Aktivitas;
g. Penyakit yang diderita selama hamil;
h. Obat-obatan yang diminum selama hamil.
2. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain :
a. Berat badan < 2500 gram;
b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan);
c. Tulang rawan telinga belum terbentuk;
d. Masih terdapat lanugo;
e. Refleks masih lemah;
f. Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup labium minus;
laki-laki: belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata;
g. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan);
h. Tidak dijumpai tanda prematuritas;
i. Kulit keriput;
j. Kuku lebih panjang
4
Tabel 1. Ciri-ciri BBLR
BBLR Kurang Bulan BBLR Cukup Bulan BBLR Lebih Bulan
PB <47> 50-52 cm 50-52 cm
Proporsi - Dada <29> - 33 cm - 33 cm
- Umbilikus di bawah - Umbilikus pada pusat - Umbilikus sama dengan aterm
perut
Vitalitas - Kurang aktif - Aktif - Aktif
- Tangis lemah - Tangis kuat - Tangis kuat
- Menghirup kurang kuat - Menghirup kuat - Menghirup kuat spt lapar
Kulit - Merah lembek, - Merah muda segar - Merah muda
transparan. - Lemak sub kutan positif - Kering, keriput
- Lemak sub kutan tipis
Papila mamae Datar (+) (+)
Rambut Lembut Panjang, kokoh Panjang, kokoh
Telinga Pipih, lembek Tegak, keras Kenyal
Telapak kaki Lembut, hanya beberapa Penuh garis-garis Penuh garis-garis
garis
Kuku Lembut tidak sampai Keras memenuhi ujung Keras melebihi ujung jari
ujung jari jari
Genetalia - Wanita : labia mayora - Wanita : labia mayora - Wanita,labia mayora sudah
belum menutupi labia sudah menutupi labia menutupi labia minora
minora minora - Laki-laki : sudah menutup
- Laki-laki : testis di - Laki-laki : testis di dalam
dalam abdomen atau di skrotum
kanal
5
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan skor ballard.
Skor Ballard
Tabel 2. Maturitas Neuromuskular
6
Tabel 3. Maturitas Fisik
7
Kurva 1. Hubungan Antara Berat Badan dan Masa Gestasi.
8
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah. indikasi ???
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas.
5. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih.
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-
10 hari, dan umur 4-6 minggu).
2. Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya
masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau
diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang
kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI
yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada puting. ASI merupakan pilihan utama, apabila :
a. Bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap
paling kurang sehari sekali.
b. Bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.1,5
3. Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal, yakni:
a. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator
atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai
petunjuk.
b. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
c. Ukur suhu tubuh dengan berkala.5
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
a. Jaga dan pantau patensi jalan nafas. Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan
elektrolit.
b. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia).
c. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya.
d. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.3,5
9
4. Pemantauan (Monitoring)
4.1 Pemantauan Saat Dirawat
a. Terapi
1. Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan.
2. Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
1. Pantau berat badan bayi secara periodik.
2. Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10%
untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat
lahir < 1500 gram.
3. Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat
lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
a. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
ml/kg/hari.
b. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar
jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
c. Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.
d. Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap
minggu.5
10
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi dari BBLR, diantaranya:1,5,6
1. Bayi prematur: asfiksia, sindroma gawat nafas neonatus, hipotermia, hipoglikemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, perdarahan periintraventrikular, perdarahan paru dan
enterokolitis nekrotikan.
2. Bayi kecil masa kehamilan: hipoglikemia, asfiksia, infeksi, aspirasi mekoneum,
polisitemia, hiperbilirubinemia, dan kelainan kongenital.
Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara lain:
a. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur sehingga menyebabkan mudah
mengalami hipotermi.
b. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi.
c. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler.
d. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena
penyakit membran hyalin.
e. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia).
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) antara lain :1,5
1. Gangguan perkembangan.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Gangguan penglihatan (Retinopati).
4. Gangguan pendengaran.
5. Penyakit paru kronis.
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
2.1.9 Prognosis
Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa
gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya),
komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra
ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).1 Prognosis akan lebih buruk bila BB makin
rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia,
aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai
kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.1,6
11
Penyebab BBLR pada pasien ini karena masa gestasinya yang kurang dari 37 minggu. Keadaan
ini disebabkan karena ibu mengalami perdarahan pervaginam sejak 3 hari sebelum pasien dilahirkan.
Penyebab perdarahan paling sering dari wanita hamil tua adalah plasenta previa atau solusio
plasenta.
~ Kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan karena pasien telah menjalani pemeriksaan USG
sehingga diagnosis yang mungkin adalah
~ solusio plasenta yang ditunjang dengan keterangan bahwa perdarahan disertai dengan nyeri.
Namun, apapun penyebab perdarahannya, keadaan tersebut telah menyebabkan bayi lahir sebelum
waktunya. Keadaan ini menyebabkan bayi mendapatkan banyak penyulit dan komplikasi akibat
kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.
12
2.1 Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.2
2.1.2 Klasifikasi
1. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerkikan istimewa.
2. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung
kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada. Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
13
2.1.3 Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan.
memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna
tanpa gejala sisa.
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b. Gangguan aliran darah uterus
berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
1. Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
2. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
3. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali
pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus. Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena:
a. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan
konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
14
2.1.4 Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk
merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian
akan berlanjut dengan pernafasan.6,7
15
2.1.5 Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:2,5
1. DJJ lebih dari 100x/mnt/kurang dari l00x/menit tidak teratur.
2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
3. Apnea
a. Apnea primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun.
b. Apnea sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bagi menunjukkan pernafasan megap-megap
yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama
makin lemah.
4. Pucat.
5. Sianosis.
6. Penurunan terhadap stimulus.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian:6
1. Denyut jantung janin Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyut semenit,
selama his frekuensi ini bias turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan dnyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100x semenit di luar his dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekanisme dalam air ketuban Mekoneum pada presentasi-sungsang tidak ada
artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Asanya mekoneum dalam air ketuban pada
presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan
lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa
penulis.
Pemeriksaan diagnostic : 1) Pemeriksaan darah kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar
PaO2, PH. 2) Pemeriksaan fungsi paru. 3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler; 4) Gambaran
patologi.
16
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
1. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari
saluran nafas ayang lebih dalam.
2. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan
bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
3. Mempertahankan suhu tubuh.
4. CPAP : bantuan pernapasan dengan cara meningkatkan tekanan pulmoner secara
artifisial pada saat fase ekspirasi pada bayi yang bernapas secara spontan . Intermittent
Positive Pressure Ventilation (IPPV) atau Intermittent Mandatory Pressure Ventilation
(IMV) : pernapasan bayi diambil alih sepenuh nya oleh mesin ventilator mekanik dan
meningkatkan tekanan pulmoner baik pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Indikasi
CPAP Gangguan napas sedang atau berat dengan retraksi dan grunting Apnu berulang
PaO2 < 60 torr dengan FiO2 > 0.6 (60%) dengan head box. CPAP gagal maka harus
segera diberikan bantuan napas dengan Ventilator mekanik 1. Retraksi sedang sampai
berat 2. Laju pernapasan > 70 /menit 3. Sianosis dengan FiO2 > 0.4 4. Serangan apnu
berulang 5. Syok atau ancaman syok 6. PaO2 < 50 mm Hg dengan FiO2 > 1.0 7. PaCO2
> 60 8. PH < 7.25.2,5,6
b. Tindakan khusus
1. Asfiksia berat.
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang
diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2. Asfiksia sedang/ringan.
Pasang reflek pernapasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal
lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung
serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit.
3. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.2,5,6
17
Dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia seperti yang telah
disebutkan di atas, perlu diingat prinsip dasar resusitasi, yakni:2
1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapsanag
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernapasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama Cetakan Pertama.
Jakarta: IDAI.
2. Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3 Cetakan
Kesebelas. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Mardiyaningrum, D. 2011. Hubungan Beberapa faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di Badan RSUD Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005.
Available from http://eprints.undip.ac.id/4714/ (Accessed January 19th).
4. Desfauza, E. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia
Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di RSU Dr Pirngadi Medan Tahun
2007. Available from
http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=12582&task=v ew
(Accessed January 19th).
5. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI.
19