ASKEP Rabies
ASKEP Rabies
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai
dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan
kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di
Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae.
Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe
dari genus ini. Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui
gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies
pada tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis
anjing tersebut, menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena
anak tersebut tidak menderita rabies.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan rabies?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit rabies.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.
1
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-
buku literattur penunjang masalah yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Konsep Dasar Penyakit
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
A. Simpulan
B. Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan
virus rabies ini adalah hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat
pada bangsa kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.
Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah yang banyak
pada air liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui
luka gigitan. Oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai
penyebar rabies.
2. Etiologi
a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang
terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi
tubuh manusia
3
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan
yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau
mulut atau kontak melalui kulit yang terbuka
3. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui
gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk
lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan
disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari
penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf.
Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang
menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat.
Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak
berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus
telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron
sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada
serabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai
infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan
erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam
sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan
hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi
oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh
atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya
4
selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui
makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang
ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi
ini.
5
4. Pathway
Virus Berinkubasi
Kejang Cemas
parsial umum
6
5.
sederhana kompleks absens mioklonik Tonik kloni atonik
Resiko
Reflek hipoksia Metabolisme
injury menelan
Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh
kapiler makin
Gangguan
Pola Nutrisi meningkat
Sel neuron asfiksia
otak rusak
Hipertermi
Gangguan Pola Nafas
7
6. Manifestasi Klinis
8
Pada Manusia
Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies,
gejalanya dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia sekitar
3 – 8 minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi
pernah ditemukan masa inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus, masa
inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya
adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di kaki. Gigitan pada wajah hanya
membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena lokasi inokulasi yang
makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus
rabies menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini,
pasien dapat tidak menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik).
Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium
prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit
kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual,
muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi merupakan tanda
patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini
mungkin menjadi satu-satunya tanda awal.
a. Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun,
badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah
sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)
b. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
c. Air liur dan air mata keluar berlebihan
d. Pupil mata membesar
e. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal
dunia.
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh
dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun
spesifik terhadap virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di
susunan saraf pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi
pasif, imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human
Rabies Immune Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama
sekali. Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies.
Sedangkan vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:
a. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan
yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya
11
jaringan bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak
digunakan sebagai pencegahan rabies.
b. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia.
Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.
a. Luka gigitan
1. Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air
bersih.
a) Alkohol 40-70 %
b) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
c) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan luka,
jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
d) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.
b. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak - - - -
c. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan,
badan, & tungkai. Beri VAR
1) Hari 0 : 2 x suntikan IM
2) Hari 7 : 1 x suntikan IM
3) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di
kanan
12
d. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan
kaki. Serum Anti Rabies (SAR)
1) ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka
2) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.
3) Vaksin Anti Rabies (VAR)
4) sesuai poin 3 Imovag rabies
5) 20 IU/kgBB
6) Imovax atau Verorab
7) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –
f. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri
antihistamin sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
g. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan
kortikosteroid dosis tinggi.
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul
pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial:
kelainan pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone
anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada
13
stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan
terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi
dan gangguan saraf otonomik.
Neurologi
Pituitary
Pulmonal
- Atelektasis Ventilator
- Apnea Ventilator
14
- Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru
Kardiovaskular
- Anemia
Pneumomediastinum Hemodialisa
15
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Status Pernafasan
Peningkatan tingkat pernapasan
Takikardi
Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
Menggigil
b. Status Nutrisi
kesulitan dalam menelan makanan
berapa berat badan pasien
mual dan muntah
porsi makanan dihabiskan
status gizi
c. Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
Kejang
Kelemahan
e. Integritas Ego
Klien merasa cemas
Klien kurang paham tentang penyakitnya
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
16
Tekanan nadi
3. Reaksi pupil
Ukuran
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Iritabilitas
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
7. Fungsi sensoris
8. Refleks
2. Diagnosa Keperawatan
18
3. Rencana Keperawatan
19
penurunan dengan kriteria hasil : makanan dihidangkan. dapat mempengaruhi nafsu makan
refleks - pasien mampu pasien.
menelan menghabiskan c.Berikan makanan yang c.Membantu mengurangi kelelahan
makanan sesuai mudah ditelan seperti bubur. pasien dan meningkatkan asupan
dengan porsi yang makanan
diberikan /dibutuhkan. d. Berikan makanan dalam d.Untuk menghindari mual
porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Catat jumlah / porsi e.Untuk mengetahui pemenuhan
makanan yang dihabiskan oleh kebutuhan nutrisi.
pasien setiap hari.
f. Berikan obat-obatan f.Antiemetik membantu pasien
antiemetik sesuai program mengurangi rasa mual dan muntah
dokter. dan diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
g. Ukur berat badan pasien g.Untuk mengetahui status gizi pasien
setiap minggu.
3. Hipertermi Setelah dilakukan a.Kaji saat timbulnya demam a.untuk mengidentifikasi pola demam
berhubungan tindakan keperawatan pasien.
dengan diharapkan demam b.Observasi tanda vital (suhu, b. Tanda vital merupakan acuan untuk
peningkatan pasien teratasi, dengan nadi, tensi, pernafasan) setiap mengetahui keadaan umum pasien.
metabolisme criteria hasil : 3 jam
- Suhu tubuh normal (36 c. Berikan kompres hangat c.Dengan vasodilatasi dapat
20
– 370C). meningkatkan penguapan dan
- Pasien bebas dari mempercepat penurunan suhu tubuh.
demam. d.Berikan terapi cairan d.Pemberian cairan sangat penting
intravena dan obat-obatan bagi pasien dengan suhu tinggi.
sesuai program dokter.
21
dialami pasien.
5. Resiko Setelah diberikan a.Identifikasi dan hindari faktor a.Penemuan faktor pencetus untuk
cedera tindakan keperawatan, pencetus memutuskan rantai penyebaran virus
berhubungan diharapkan pasien tidak rabies.
dengan mengalami b.tempatkan klien pada tempat b. Tempat yang nyaman dan tenang
kejang dan cedera,dengan kriteria tidur yang memakai pengaman dapat mengurangi stimuli atau
kelemahan hasil : di ruang yang tenang dan rangsangan yang dapat menimbulkan
a.Klien tidak ada cedera nyaman. kejang
akibat serangan kejang c.anjurkan klien istirahat c.efektivitas energi yang dibutuhkan
b.klien tidur dengan untuk metabolisme.
tempat tidur pengaman d.sediakan disamping tempat d. lidah jatung dapat menimbulkan
c.Tidak terjadi serangan tidur tongue spatel dan gudel obstruksi jalan nafas.
kejang ulang. untuk mencegah lidah jatuh ke
d.Suhu 36 – 37,5 º C , belakng apabila klien kejang.
Nadi 60-80x/menit, e.lindungi klien pada saat e. tindakan untuk mengurangi atau
Respirasi 16-20 x/menit kejang dengan : mencegah terjadinya cedera fisik.
d.Kesadaran - longgarakn pakaian
composmentis - posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang
dapat melukainya
- kencangkan pengaman
tempat tidur
22
- lakukan suction bila banyak
sekret
f.catat penyebab mulainya f. dokumentasi untuk pedoman dalam
kejang, proses berapa lama, penaganan berikutnya.
adanya sianosis dan
inkontinesia, deviasi dari mata
dan gejala-hgejala lainnya yang
timbul.
g. sesudah kejang observasi g. tanda-tanda vital indikator terhadap
TTV setiap 15-30 menit dan perkembangan penyakitnya dan
obseervasi keadaan klien gambaran status umum klien.
sampai benar-benar pulih dari
kejang.
h.observasi efek samping dan h. efek samping dan efektifnya obat
keefektifan obat. diperlukan motitoring untuk tindakan
lanjut.
i. observasi adanya depresi i.kompliksi kejang dapat terjadi
pernafasan dan gangguan depresi pernafasan dan kelainan
irama jantung. irama jantung.
j.lakukan pemeriksaan j. Kompliksi kejang dapat terjadi
neurologis setelah kejang depresi pernafasan dan kelainan
irama jantung.
23
k. kerja sama dengan tim : k. Untuk mengantisipasi kejang,
- pemberian obat kejang berulang dengan
antikonvulsan dosis tinggi menggunakan obat antikonvulsan baik
- pemeberian antikonvulsan berupa bolus, syringe pump.
(valium, dilantin,
phenobarbital)
- pemberian oksigen
tambahan
- pemberian cairan
parenteral
- pembuatan CT scan
6. Resiko infeksi Setelah diberikan a.Kaji tanda – tanda infeksi a.Untuk mengetahui apakah pasian
berhubungan tindakan keperawatan mengalami infeksi. Dan untuk
dengan luka 3X24 jam diharapkan menentukan tindakan keperawatan
terbuka tidak terjadi tanda-tanda berikutnya.
infeksi. b.Pantau TTV,terutama suhu b.Tanda vital merupakan acuan untuk
Kriteria Hasil: tubuh. mengetahuikeadaan umum pasien.
-Tidak terdapat tanda Perubahan suhu menjadi tinggi
tanda infeksi seperti: merupakan salah satu tanda – tanda
Kalor,dubor,tumor,dolor, infeksi.
dan fungsionalasia. c.Ajarkan teknik aseptik pada c.Meminimalisasi terjadinya infeksi
24
-TTV dalam batas pasien
normal d.Cuci tangan sebelum d.Mencegah terjadinya infeksi
memberi asuhan keperawatan nosokomial.
ke pasien.
e. Lakukan perawatan luka e.Perawatan luka yang steril
yang steril. meminimalisasi terjadinya infeksi.
25
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Dx 1 :
Dx 2 :
Dx 3 :
Dx 4 :
Dx 5 :
Dx 6 :
a. Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor, dolor, tumor, dubor, dan
fungsionalasia.
26
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat
gigitanatau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air
liur hewan penderita rabies.Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka
gigitan, selama dua mingguvirus tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya.
Kemudian, virus akan bergerak mencapaiujung-ujung serabut saraf posterios tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun.
Tapi umumnya 3-8minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak.
Sesampainya di otak, virus akanmemperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua
bagian neuron-neuron, terutamamempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus dan batang otak.Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan
menyerang banyak bagian penting otak yang menyebabkan kematian.
Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditanganidengan cepat dan
sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada
luka gigitan. Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya
air mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik
(alkohol 70 persen, betadine, obat merah atau lainnya)
27
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.
28