Anda di halaman 1dari 153

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Pendahuluan


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :1

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran)


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan konsep risiko dan
manajemen risiko, yang terdiri atas; pengertian risiko, ketidakpastian, macam-macam
risiko, pengertian manajemen risiko, pentingnya mempelajari manajemen risiko,
sumbangan-sumbangan manajemen risiko, dan nilai ekonomis penanggulangan risiko.

Materi:
Pendahuluan:
A. Risiko
B. Manajemen Risiko
C. Beberapa Istilah

A. Risiko
1. Konsep Risiko
Semua orang menyadari bahwa dunia penuh dengan ketidak pastian, kecuali
kematian, yang meskipun demikian juga tetap mengandung ketidakpastian di
dalamnya, antara lain mengenai: kapan, karena apa kematian itu terjadi. Dimana
kematian mengakibatkan adanya risiko (yang merugikan) bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Lebih-lebih dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta risikonya
merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja, malahan harus diperhatikan
secara cermat, bila orang menginginkan kesuksesan.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut semua orang (khususnya pengusaha)
selalu harus berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk
meminimumkan ketidakpastian agar kerugian yang ditimbulkan dapat dihilangkan
atau paling tidak diminimumkan. Penanggulangan risiko tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Penanggulangan risiko inilah yang disebut Manajemen Risiko.
Langkah-langkah pengelolaan tersebut antara lain:
a. Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe risiko
yang dihadapi bisnisnya.
b. Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi semua unsur ketidakpastian,
misalnya dengan membuat perencanaan yang baik dan cermat.
c. Berusaha untuk mengetahui korelasi dan konsekuensi antar peristiwa, sehingga
dapat diketahui risiko-siriko yang terkandung di dalamnya.
d. Berusaha untuk mencari dan mengambil langkah-langkah (metode) untuk
menangani risiko-risiko yang telah berhasil diidentifikasi (mengelola risiko yang
dihadapi).

2. Pengertian Risiko
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode
tertentu (Arthur Williams dan Richard, M. H).
2. Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa
kerugian (loss) (A. Abas Salim).
3. Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarno).
4. Risiko merupakan penyebaran/ penyimpangan hasil aktual dari hasil yang
diharapkan (Herman Darmawi).
5. Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/ outcome yang berbeda dengan yang
diharapkan (Herman Darmawi).
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan
dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak
diinginkan. Jadi merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang
bila terjadi akan mengakibatkan kerugian. Dengan demikian risiko mempunyai
karakteristik:
a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa,
b. Merupakan ketidakpastian yang mungkin bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Ujud dari risiko itu dapat bermacam-macam. Antara lain:
1. Berupa kerugian atas harta milik/ kekayaan atau penghasilan, misalnya yang
diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/ cacat karena kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang
merugikan orang lain.
4. Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, misalnya karena terjadinya
perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.

3. Ketidakpastian
Risiko timbul karena ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah
merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, karena mengakibatkan
keragu-raguan seorang mengenai kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan
terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang. Kondisi tersebut terjadi
karena beberapa sebab, di antaranya:
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir/
menghasilkan, dimana makin panjang tenggang waktunya makin besar
ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yangtersedia yang diperlukan dalam penyusunan rencana.
c. Keterbatas pengetahuan/ kemampuan/ teknik pengambilan keputusan dari
perencanaan.
Secara garis besar ketidakpastian dapat diklasifikasikan ke dalam:
a. Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian-kejadian yang
timbul sebagai akibat kondisi dan perilaku dari pelaku ekonomi, misalnya:
perubahan sikap konsumen, perubahan selera konsumen, perubahan harga,
perubahan teknologi, penemuan baru dan sebagainya.
b. Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidakpastian yang
disebabkan oleh alam, misalnya: badai, banjir, gempa bumi, kebakaran dan
sebagainya.
c. Ketidakpastian kemanusiaan (human uncertainty), yaitu ketidakpastian yang
disebabkan oleh perilaku manusia, seperti: peperangan, pencurian, penggelapan,
pembunuhan dan sebagainya.

4. Macam-macam Risiko
1. Menurut sifatnya
a. Risiko yang tidak disengaja (Risiko Murni), adalah risiko yang apabila terjadi
tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa sengaja, misalnya; risiko
terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan, pengacauan dan
sebagainya.
b. Risiko yang disengaja (Risiko spekulatif), adalah risiko yang sengaja
ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan
keuntungan kepadanya, seperti: risiko hutang-piutang, perjudian, perdagangan
berjangka (hedging) dan sebagainya.
c. Risiko fundamental, adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan
kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja,
tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan dan sebagainya.
d. Risiko khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan
umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh,
tabrakan mobil dan sebagainya.
e. Risiko dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan
(dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti risiko
keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut Risiko
statis, seperti risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya.

2. Menurut dapat-tidaknya risiko dialihkan


a. Risiko yang dapat dialihkan kepada orang lain, dengan mempertanggungkan
suatu obyek yang akan terkena risiko kepada perusahaan asuransi, dengan
membayar sejumlah premi asuransi, sehingga semua kerugian menjadi
tanggungan (pindah) pihak perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain (tidak dapat
diasuransikan); umumnya meliputi semua jenis risiko spekulatif.
3. Menurut sumber/ penyebab timbulnya
a. Risiko intern: yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri,
seperti: kerusakan aktiva karena ulah karyawannya sendiri, kecelakaan kerja,
mismanajemen dan sebagainya.
b. Risiko ekstern: yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan, seperti risiko
pencurian, penipuan, persaingan, fluktuasi harga, perubahan policy pemerintah
dan sebagainya.

5. Upaya Penanggulangan Risiko


Agar risiko yang yang dihadapi bila terjadi tidak akan menyulitkan bagi yang
terkena, maka risiko-risiko tersebut harus selalu diupayakan untuk diatasi/
ditanggulangi, sehingga ia tidak menderita kerugian atau kerugian yang diderita dapat
diminimumkan.
Sesuai dengan sifat dan objek yang terkena risiko, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan risiko kerugian, antara lain:
a. Mengadakan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan
terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya: membangun gedung
dengan bahan-bahan yang anti terbakar untuk mencegah bahaya kebakaran,
memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan
pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk
menghindari risiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan
untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase dan pengacauan.
b. Melakukan retensi, artinya mentolerir terjadinya kerugian dan untuk mencegah
terganggunya operasi perusahaan akibatkan kerugian tersebut disediakan sejumlah
dana untuk menanggulanginya (contoh: pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam
anggaran perusahaan).
c. Melakukan pengendalian terhadap risiko, contoh: melakukan hedging
(perdagangan berjangka) untuk menanggulangi risiko kelangkaan dan fluktuasi
harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.
d. Mengalihkan/ meindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara mengadakan
kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi terhadap risiko
tertentu, dengan membayar sejumlah premi asuransi yang telah ditetapkan,
sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul terjadi
kerugian yang sesuai dengan perjanjian.
Tugas dari manajer risiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan
menentukan cara-cara/ metode yang paling efisien dalam penanggulangan risiko yang
dihadapi perusahaan.
B. Manajemen Risiko
1. Pengertian Manajemen Risiko
Secara sederhana, manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi/ perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan
merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/ mengkoordinir dan mengawasi
(termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko.
Program penanggulangan risiko mencakup tugas-tugas:
- Mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi,
- Mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut,
- Mencari jalan untuk menghadapi atau menangulangi risiko,
- Menyusun strategi untuk mempekecil ataupun mengndalikan risiko,
- Mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko, serta
- Mengevaluasi program penangulangan risiko yang telah dibuat.
Jadi seorang manajer risiko pada hakikatnya harus menjawab pertanyaan:
- Risiko apa saja yang dihadapi perusahaan?
- Bagaimana dampak risiko-risiko tersebut terhadap bisnis perusahaan?
- Risiko-risiko mana yang dapat dihindari, yang dapat ditangani, dan yang mana yang
harus dipindahkan keperusahaan asuransi?
- Metode mana yang paling cocok dan efisien untuk menghadapinya serta bagaimana
hasil pelaksanaan strategi penanggulangan risikoyang telah direncanakan?

2. Pentingnya Mempelajari Manajemen Risiko


Pentingnya mempelajari manajemen risiko dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Seseorang sebagai anggota organisasi/ perusahaan, terutama seorang manajer yang
akan dapat mengatahui cara-cara/ metode yang tepat untuk menghindari atau
mengurangi besarnya kerugian yang diderita perusahaan, sebagai akibat
ketidakpastian suatu peristiwa yang merugikan (“peril”).
b. Seseorang sebagai pribadi:
1. Dapat menjadi seorang manajer risiko yang profesional dalam jangka waktu
yang relatif lebih cepat daripada yang belum pernah mempelajarinya.
2. Dapat memberikan konstribusi yang bermanfaat bagi manajer risiko dari
perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi anggota.
3. Dapat menjadi konsultan manajemen risiko, agen asuransi, pedagang perantara,
penasehat penanaman modal, konsultan perusahaan yang tidak mempunyai
manajer risiko dan sebagainya.
4. Dapat menjadi manajer risiko yang profesional dari perusahaan asuransi,
sehingga akan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program
asuransi yang disusun dengan tepat.
5. Dapat lebih berhati-hati dalam mengatur kehidupan pribadinya sehari-hari.
3. Sumbangan Manajemen Risiko bagi Perusahaan, Keluarga, dan
Masyarakat
1. Sumbangan bagi Perusahaan
Adanya program penangulangan risiko yang baik dari suatu perusahaan akan
memberikan beberapa sumbangan yang sangat bermanfaat, antara lain:
a. Evaluasi dari program penanggulangan risiko akan dapat memberikan
gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan.
b. Pelaksanaan program penanggulangan risiko juga dapat memberikan
sumbangan langsung kepada upaya peningkatan keuntungan perusahaan.
c. Pelaksanaan program penanggulangan risiko yang berhasil juga menyumbang
secara tidak langsung kepada pencapaian keuntungan perusahaan melalui:
1. Keberhasilan mengelola risiko murni akan menimbulkan keyakinan dan
kedamaian hati kepada pimpinan/ pengurus perusahaan, sehingga dapat
membantu meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa dan
menyimpulkan risiko spekulatif yang tidak dapat dihindari (dapat
berkosentrasi pada pengelolaan risiko spekulatif)
2. Adanya kondisi yang lebih baikdan kesempatan yang memungkinkan akan
mendorong pimpinan/ pengurus perusahaan untuk memperbaiki mutu
keputusannya, dengan lebih memperhatikan pekerjaannya, terutama yang
bersifat spekulatif.
3. Berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan risiko maka asumsi yang digunakan
dalam menangani pekerjaan yang bersifat spekulatif akan lebih bijaksana
dan lebih efisien.
4. Karena masalah ketidakpastian sudah tertangani dengan baik oleh manajer
risiko, maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dalam pengambilan
keputusan yang dapat mendatangkan keuntungan.
5. Melalui perencanaan yang matang, terutama yang menyangkut pengelolaan
risiko, akan dapat menangkal timbulnya hal-hal yang dapat mengganggu
kelancaran operasi perusahaan; misalnya risiko akibat kebangkrutan
pelanggan/ penyalur, supplier dan sebagainya.
6. Dengan diperhatikannya unsur ketidakpastian, maka perusahaan akan
mampu menyediakan sumber daya manusia (SDM) serta sumber daya
lainnya, yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai pertumbuhan.
7. Akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dari pihak-pihak yang
terkait dengan kegiatan perusahaan.
d. Kedamaian hati yang dihasilkan oleh cara penanggulangan risiko murni yang
baik, menjadi barang “non ekonomis” yang sangat berharga bagi perusahaan.
Keberhasilan mengelola risiko murni juga dapat membantu kepentingan
pihak lain, antara lain: para karyawan perusahaan, dapat menunjukkan wujud
tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat, sehingga perusahaan akan
mendapatkan simpati dari masyarakat.
2. Sumbangan bagi Keluarga
Pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam mengelola risiko yang
dihadapi dakan sangat bermanfaat bagi keluarganya, yaitu antara lain:
a. Mampu melindungi keluarganya dari kerugian-kerugian yang parah, sebagai
akibat terjadinya peristiwa yang merugikan, sehingga keluarga tetap dapat
memelihara gaya hidupnya, meskipun terkena musibah.
b. Dapat mengurangi anggaran perlindungan terhadap risiko yang melalui
asuransi, karena dengan asuransi ia harus membayar premi, sehingga akan
mengurangi pendapatanya yang digunakan untuk keperluan konsumsi.
c. Jika keluarga telah terlindungi secara memadai dari risiko, misalnya kematian,
kehilangan kekayaan, ia akan dapat memusatkan perhatiannya guna menjamin
perkembangan kariernya, memacu keinginannya untuk melakukan investasi
dan sebagainya.
d. Akan meringankan keluarganya dari tekanan mental dan fisik akibat adanya
ketidakpastian/ risiko.
Dapat memperoleh kepuasan dari upaya untuk membantu orang lain dalam
upaya penanggulangan risiko, sehingga ia akan lebih dihargai oleh anggota
masyarakatnya.

3. Sumbangan bagi Masyarakat


Masyarakat, terutama masyarakat di sekitar perusahaan akan ikut menikmati,
baik secara langsung maupun tidak langsung hasil-hasil penanggulangan risiko
yang dilakukan oleh perusahaan.
Misalnya:
- Penanggulangan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya pemogokan
buruh akan menghindarkan masyarakat di sekitar perusahaan terhadap huru-
hara akibat pemogokan.
- Pengelolaan limbah yang baik untuk menghindari pencemaran lingkungan
(yang dapay menimbulkan tanggngjwab hukum) akan ikut memelihara
ketentraman kehidupan masyarakat sekitar perusahaan.
Di samping itu masyarakat adalah terdiri dari keluarga dan perusahaan, jadi
kalau semua perusahaan berjalan lancar dan semua keluarga dalam keadaan
sejahtera, maka masyarakat secara keseluruhan juga dalam keadaan sejahtera.

4. Nilai Ekonomis Penanggulangan Risiko


Hasil upaya penanggulangan risiko pada hakekatnya akan mengurangi bahkan
menghilangakan kerugian-kerugian yang bersifat ekonomis dari suatu risiko, sehingga
upaya penanggulangan risiko mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil. Nilai-nilai
ekonomis tersebut meliputi:
a. Penghidaran/ pengurangan nilai dari kerugian dari terjadinya peristiwa yang
merugikan, yang tidak diharapkan atau tidak dapat dipastikan terjadinya, yaitu
seimbang dengan nilai kerugiannya, misalnya: nilai kerugian harta karena
kebakaran, kecelakaan dan sebagainya.
b. Penghindaran terhadap kerugian secara ekonomis yang diakibatkan oleh adanya
ketidakpastian itu sendiri, yang mencakup:
1. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan ketegangan mental maupun fisiko
bagi orang bersangkutan, karena adanya ketakutan dan kekhawatiran akibat
terjadinya peristiwa yang merugikan.
2. Semua orang tentu berusaha untuk mengamankan diri serta harta bendanya
terhadap risiko, termasuk sumber-sumber dana dan daya yang dimilikinya. Hal
itu tentu akan mengurangi kemauan dan potensi anggota masyarakat untuk
mengadakan investasi, yaitu selanjutnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi
dalam kehidupan ekonomi secara menyeluruh (makro).
Dengan adanya upaya penanggulangan risiko (terutama asuransi), orang berani
berusaha di sektor-sektor yang berisiko, karena risikonya dapat dialihkan kepada pihak
lain. dengan demikian terjadilah keseimbangan di dalam kehidupan ekonomi, sesuai
dengan mekanisme pasar.

C. Beberapa Istilah Penting


Dalam manajemen risiko ada beberapa istilah atau pengertian penting, yang perlu
difahami secara baik, antara lain adalah:
1. Peril
Peril adalah peritiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian. Misalnya: kebakaran,
pencurian, kecelakaan, dan sebagainya. Peril disebut juga dengan bahaya, meskipun
antara keduanya sebetulnya tidak sama persis.
2. Hazard
Hazard adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril.
Contoh: jalan licin, tikungan tajam adalah kondisi jalan yang memungkinkan
memperbesar terjadinya kecelakaan di tempat tersebut.
Macam-macam tipe hazard, yaitu:
a. Moral hazard, adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar
kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber pada sikap mental, pandangan
hidup, kebiasaan dari orang yang bersangkutan. Contoh: pelupa, akan memperbesar
kemungkinan terjadinya musibah/ kerugian yang menimpa orang tersebut.
b. Morale hazard, adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar
terjadinya peril yang bersumber pada sikap mental, pandangan hidup, kebiasaan
dari orang yang bersangkutan, yang umunya karena pengaruh dari keadaan tertentu.
Misalnya: orang yang telah mengasuransikan mobil dan dirinya, tetapi karena
sembrono dalam mengemudi, terjadilah kecelakaan yang memperbesar terjadinya
peril.
c. Legal hazard, adalah perbuatan yang mengabaikan peraturan-peraturan atau
perundang-undangan yang berlaku (melanggar hukum), sehingga memperbesar
kemungkinan terjadi peril. Misalnya: kebijaksanaan perusahan yang melanggar/
tidak memenuhi Undang-undang tentang Keselamatan Kerja.
3. Exposure
Adalah keadaan atau objek yang mengandung kemungkinan terkena peril, sehingga
merupakan keadaan yang menjadi objek dari upaya penanggulangan risiko, khususnya
bidang pertanggungan.
4. Kemungkinan/ Probabilitas
Adalah keadaan yang mengacu pada waktu mendatang tentang kemungkinan
terjadinya suatu peristiwa. Besarnya probabilitas dapat diperhitungkan secara cermat
dengan menggunakan teori probabilitas, meskipun tidak tepat 100%, tetapi
penyimpangan atau deviasinya dapat diminimumkan.
5. Hukum Bilangan Besar (The Law of The Large Numbers)
Adalah hukum yang berkaitan dengan peramalan besarnya kemungkinan terjadinya
peril. Dimana “makin besar jumlah exposure yang diramalkan akan semakin
cermat hasil peramalan yang diperoleh”.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Fungsi Manajemen Risiko


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :2

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait KKNI:


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan fungsi manajemen risiko,
yang terdiri dari: pengertian, manajemen risiko dan asuransi, tujuan manajemen risiko,
tujuan manajemen risiko, fungsi pokok manajemen risiko, langkah-langkah proses
pengelolaan risiko, kedudukan manajer risiko, dan kerjasama dengan departemen lain.

Materi:
Fungsi Manajemen Risiko
A. Pengertian
B. Manajemen Risiko dan Asuransi
C. Tujuan Manajemen Risiko
D. Fungsi Pokok Manajemen Risiko
E. Langkah-langkah Proses Pengelolaan Risiko
F. Kedudukan Manajer Risiko
G. Kerjasama dengan departemen Lain
H. Review Berkala

A. Pengertian
Henry Fayol menyatakan bahwa ada 6 (enam) fungsi dasar dari kegiatan pengelolaan
suatu perusahaan industri, yaitu: kegiatan teknis, komersiil, keuangan, keamanan,
akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut maka manajemen risiko adalah berkaitan dengan
keamanan, yang tujuannya adalah menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap
kerugian akibat pencurian, kecelakaan, kebakaran, banjir, mencegah pemogokan kerja,
kejahatan dan semua gangguan sosial atau gangguan alamiah, yang mungkin
membahayakan kehidupan dan perkembangan perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas orang umumnya memberikan batas-batas terhadap
manajemen risiko sebagai keputusan eksekutif/ manajerial yang berkaitan dengan
penegelolaan risiko murni, yang pada pokoknya mencakup:
a. Menemukan secara sistematis dan menganalisa kerugian-kerugian yang dihadapi
perusahaan (melakukan identifikasi terhadap risiko).
b. Menemukan metode yang paling baik dalam menangani risiko (kerugian) yang
dihubungkan dengan keuntungan perusahaan.
B. Manajemen Risiko dan Asuransi
Konsep manajemen risiko tidak boleh dicampuradukan dengan konsep asuransi,
karena keduanya mempunyai ruang lingkup/ cakupan yang berbeda, meskipun
mempunyai sasaran yang sama. Asuransi adalah merupakan bagian dari manajemen
risiko, karena asuransi merupakan salah satu cara penanggulangan risiko, sebagai hasil
perumusan strategi penanggulangan risiko dari manajemen risiko.
Persamaan dan perbedaan antara manajemen risiko dan asuransi, yaitu:
a. Persamaannya:
Kedua-duanya merupakan kegiatan manajemen, yang berkaitan dengan upaya
penanggulangan risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan.
b. Perbedaannya:
Manajemen Risiko: Asuransi:
1. Lebih menekankan kegiatannya 1. Merupakan salah satu cara
pada menemukan dan menganalisa menanggulangi risiko murni
risiko murni. tertentu.
2. Tugasnya hakekatnya hanya 2. Tugasnya menangani seluruh proses
memberikan penilaian belaka pengalihan risiko.
terhadap semua teknik
penanggulangan risiko (termasuk
asuransi).
3. Pelaksanaan programnya 3. Melibatkan jumlah orang dan
menghendaki adanya kerjasama kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
dengan sejumlah individu dan
bagian-bagian dari perusahaan.
4. Keputusan manajemen risiko 4. Keputusan di bidang asuransi
mempunyai pengaruh yang lebih mempunyai pengaruh yang lebih
luas/ besar terhadap operasi terbatas.
perusahaan.

C. Tujuan Manajemen Risiko


1. Tujuan Sebelum Terjadinya Peril
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada
bermacam-macam, antara lain:
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya: upaya untuk menanggulangi
kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui
analisa keuangan terhadap biaya program keselamatan, besarnya premi asuransi,
biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan,
sebab dengan adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan
kecemasan dan ketakutan yang sangat, sehingga dengan adanya upaya
penanggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang
berasal dari pihak ketiga/ pihak luar perusahaan, seperti:
a. Mamasang/ memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/ pada
waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya; pemasangan
rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal: gas masker) untuk memenuhi
ketentuan yang tercantum dalan Undang-undang keselamatan kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh
debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh debitur.

2. Tujuan Setelah Terjadinya Peril


Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah
terkena peril, dapat berupa:
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan
pencarian strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan
terkena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian
saja.
2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut setelah perusahaan
terkena peril. Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melakukan
pelayanan terhadap masyarakat secara langsung.
3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak
sepenuhnya, paling tidak bisa untuk menutup biaya variabelnya.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pertumbuhan usaha bagi perusahaan yang sedang
melakukan pengembangan usaha.
5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan.

D. Fungsi Pokok Manajemen Risiko


a. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/ mengidentifikasi seluruh risiko murni yang
dihadapi oleh perusahaan, yaitu meliputi:
1. Kerusakan fisik dari harta kekayaan perusahaan.
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi
perusahaan.
3. Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain.
4. Kerugian-kerugian yang timbul karena: penipuan, tindakan kriminal-kriminal
lainnya, tidak jujurnya karyawan, dan sebagainya.
5. Kerugian-kerugian yang timbul akibat “keymen” meninggal dunia, sakit atau
menjadi cacat.
Untuk itu, cara-cara yang ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan:
- Melakukan inspeksi fisik di tempat kerja,
- Mengadakan angket kepada semua pihak perusahaan,
- Menganalisa semua variabel yang tercangkup dalam peta aliran proses produksi dan
sebagainya.

b. Mengevaluasi kerugian potensial


Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensial
yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan
mengenai:
1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan
jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau
beberapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya
1 tahun).
2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian
yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian
tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan.
3. Menilih teknik/ cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-
teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko,
yaitu: mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mangasuransikan
dan menghindari. Tugas manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling
tepat untuk menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-
cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko.
Dalam memilih menanggulangi risiko secara garis besar dapat disusun suatu matrik
sebagai berikut:
Nomor Tipe Frekuensi Kegawatan Penanggulangannya
Exposure Kerugian Kerugian
1 Rendah Rendah Retensi/
Pengendalian
2 Tinggi Rendah Retensi/ Asuransi/
Pengendalian
3 Rendah Tinggi Asuransi/
Pengendalian
4 Tinggi Tinggi Menghindari

E. Langkah-langkah Proses Pengelolaan Risiko


1. Mengidentifikasi/ menentukan terlebih dahulu keinginan objektif (tujuan) yang
ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan risiko. Apakah income stabil? Apakah
kedamaian hati? Dan sebagainya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/ peril atau
mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit,
tetapi juga paling penting, sebab keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung
pada hasil identifikasi ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi
dan diukur adalah:
a. Besarnya kesempatan atau kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu
periode tertentu (frekuensinya),
b. Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan/
keluarga (kegawatannya),
c. Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul.
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling
ekonomis untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya
suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi:
a. Menghindari kemungkinan terjadinya peril,
b. Mengurangi kesempatan terjadi peril,
c. Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan),
d. Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan/ melaksanakan keputusan-keputusan
yang telah diambil untuk menanggulangi risiko.
6. Mengadministrasi, memonitor, dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau
strategi yang telah diambil dalam menanggulangi risiko.

F. Kedudukan Manajer Risiko


Di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan memang belum ada perusahaan yang
mempunyai manajer atau bagian yang khususnya menangani pengelolaan risiko secara
keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang
manajer asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi
antara lain: mengurusi penutupan kontrak-kontrak asuransi, mengurusi ganti rugi bila
terjadi peril dan sebagainya. Dimana kedudukan manajer ini umumnya hanya setingkat
Kepala Seksi (Manajer tingkat bawah).
Di negara-negara maju, terutama di AS perusahaan-perusahaan besar, kurang lebih
80%, telah memiliki Manajer Risiko, dengan berbagai nama jabatan, seperti: Manajer
Risiko, Manajer Asuransi, Direktur Manajemen Risiko, dan sebagainya, yang
kedudukannya umumnya setingkat dengan “Manajer tingkat menengah”.
Tugas mereka umumnya mencakup:
- Mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures,
- Menyelesaikan klaim-klaim asuransi,
- Merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja,
- Ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja.

G. Kerjasama dengan departemen Lain


Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam “isolasi”, artinya dalam melaksanakan
kegaiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Sebab
tugas utamanya adalah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam
penanggulangan risiko. Sedang implementasi/ pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut
sebagian besar diserahkan kepada departemen/ bagian masing-masing yang
bersangkutan.
Jadi dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama
secara harmonis dengan departemen/ bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama
tersebut dapat dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen/ bagian lain dengan
penanggulangan risiko, yaitu:
a. Bagian Akunting:
Yaitu kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan
pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya:
1. Mangurangi kesempatan karyawan untuk melakukan penggelapan, melalui internal
kontrol dan internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian karena
exposures terhadap harta.
3. Melalui penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan
mengalokasikan caangan bagi kerugian exposures piutang.
b. Bagian Keuangan:
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang: kerugian,
gangguan terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya:
1. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang
mahal) atau investasi baru.
2. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta
milik perusahaan sebagai jaminan.
c. Bagian Marketing:
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan
dari pihak luar/ pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak
memuaskan mereka. Misalnya:
1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik.
2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu.
Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan
keselamatan, dalam rangka mengurangi kecelakaan. Contoh: logo/ tema mobil-mobil
penyangkut rokok dati PT. Gudang Garam yang berbunyi “utamakan keselamatan”.
d. Bagian Produksi:
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan:
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi
syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun
peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari
Undang-undang Kecelakaan Kerja dan sebagainya.
e. Bagian Engneering dan maintenance:
Bagian ini adalah bertanggungjawab terhadap desain pabrik, maintenance, dan
melaksanakan perawatan terhadap gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya,
yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun
kegawatan dari suatu kerugian/ peril.

f. Bagian Personalia:
Bagian ini mempunyai tanggungjawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko
yang berkaitan dengan diri karyawan. Misalnya: perencanaan, instalasi dan
administrasi program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan,
kebosanan dan sebagainya. Biasanya bagian ini juga bertanggungjawab langsung
terhadap masalah keselamatan (safety) kerja dan hygiene industri.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya
komunikasi dua arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer bagian yang
bersangkutan. Jadi diperlukan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga
dapat dikatakan bahwa: “tanpa kerjasama aktif dari departemen lain program
manajemen risiko akan gagal”.

H. Review Berkala
Supaya program penanggulangan risiko yang sudah disusun oleh Manajer Risiko
dapat tetap berlaku secara efektif sepanjang waktu, maka program tersebut perlu selalu
direview secara berkala untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dari variabel-
variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya peril dan upaya penanggulangannya, yang
menyangkut: biaya, program keselamatan, pencegahan kerugian dan sebagainya.
Untuk itu catatan-catatan kerugian yang telah terjadi perlu selalu diperiksa, untuk
mengetahui apakah ada perubahan terhadap frekuensi maupun kegawatannya dan
sebagainya, yang sangat perlu guna tindakan penyesuaian di waktu selanjutnya. Untuk
mengetahui perkembangan-perkembangan baru yang akan mempengaruhi upaya
penanggulangan risiko, maka Manajer Risiko perlu pula melakukan penelitian secara
berkala.

BAHAN AJAR (HAND OUT)


Bahan Kajian : Prinsip-Prinsip Pengidentifikasian Risiko
SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :3

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan prinsip-prinsip
pengidentifikasian risiko, yang terdiri dari: pengertian pengidentifikasian risiko,
manfaat daftar kerugian potensial, klasifikasi kerugian potensial, dan metode
pengidentifikasian risiko.

Materi:
Prinsip-prinsip Pengidentifikasian Risiko
A. Pengertian
B. Manfaat Daftar Kerugian Potensial
C. Klasifikasi Kerugian Potensial
D. Metode Pengidentifikasian Risiko

A. Pengertian
Identifikasi risiko adalah suatu proses dengan mana suatu perusahaan secara
sistematis dan terus menerus mengidentifikasi property, liability dan perosonel exposures
sebelum terjadi peril. Jadi yang diidentifikasi adalah peril yang dapat menimpa harta milik
dan personil perusahaan serta kejawiban yang menimbulkan kerugian.
Kegiatan pengidentifikasian adalah hal yang sangat penting bagi seorang Manajer
Risiko, sebab seorang Manajer Risiko yang tidak mengidentifikasi semua kerugian
potensial tidak akan dapat menyusun strategi yang lengkap untuk menanggulangi semua
kerugian potensial tersebut. Yang dilakukan oleh Manajer Risiko pada pokoknya, adalah:
1. Membuat daftar (check-list) semua kerugian yang dapat menimpa semua bisnis/
perusahaan apapun.
2. Dengan pendekatan yang sistematis mencari kerugian-kerugian potensial yang mana
dari check-list tersebut yang dapat menimpa perusahaan.
Sumber-sumber informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan
daftar kerugian potensial antara lain:
1. Data-data dari perusahaan-perusahaan asuransi.
2. Informasi dari Badan Penerbitan Asuransi.
3. Informasi dari Asosiasi Manajemen Amerika (AMA).
4. Informasi dari Ikatan Manajer Risiko dan Asuransi.
5. Informasi/ rilase dari Kepolisian.

B. Manfaat Daftar Kerugian Potensial


Daftar kerugian potensial bagi suatu perusahaan hakekatnya merupakan:
a. Daftar yang dapat menunjang pencapaian berbagai tujuan yang berkaitan dengan
pengelolaan bisnis pada umumnya. Jadi tidak hanya untuk kepentingan
manajemen risiko saja.
b. Suatu cara yang sistematis guna mengumpulkan informasi mengenai perusahaan-
perusahaan lain, yang mungkin ada kaitannya dengan aktivitas bisnisnya.
Jadi daftar kerugian potensial sangat bermanfaat bagi kegiatan pengelolaan bisnis
secara keseluruhan, tidak hanya di bidang penanggulangan risiko saja. Sedang
manfaat daftar kerugian potensial bagi Manajer Risiko antara lain:
1. Mengingatkan Manajer Risiko tentang kerugian-kerugian yang dapat menimpa
bisnisnya.
2. Sebagai tempat mengumpulkan informasi yang akan menggambarkan, dengan
cara apa dan bagaimana, bisnis-bisnis khusus yang dapat dimanfaatkan untuk
menanggulangi risiko potensial yang dihadapi bisnisnya.
3. Sebagai bahan pembanding dalam mereview dan mengevaluasi program
penanggulangan risiko yang telah dibuat, yang dapat mencakup: premi yang
sudah dibayar, pengamanan-pengamanan yang telah dilakukan, kerugian-
kerugian yang timbul dan sebagainya.

C. Klasifikasi Kerugian Potensial


Seluruh kerugian potensial yang dapat menimpa setiap bisnis pada pokoknya dapat
diklasifikasikan ke dalam:
a. Kerugian atas harta kekayaan (property exposures):
1. Kerugian yang langsung dapat dihubungkan dengan biaya penggantian atau
perbaikan terhadap harta yang terkena peril (gedung yang terbakar, peralatan yang
dicuri). Jenis kerugian ini disebut “kerugian langsung”.
2. Kerugian yang tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan peril yang terjadi,
yaitu kerugian yang diakibatkan oleh rusaknya barang yang terkena peril. Jenis
kerugian ini disebut “kerugian tidak langsung”.
Contoh: Rusaknya bahan-bahan yang disimpan dalam lemari \pendingin (cold
storage), karena tidak berfungsinya alat pendingin akibat gardu listriknya
rusak disambar petir.
Upah yang harus tetap dibayar, pada saat perusahaan tidak berproduksi,
karena ada alat-alat produksinya yang terkena peril.
3. Kerugian atas pendapatan, misalnya sebagai akibat tidak berfungsinya alat
produksi karena terkena peril.
Contoh: Batalnya kontrak penjualan, karena perusahaan tidak berproduksi untuk
sementara waktu, sebab alat produksinya mengalami rusak berat.
4. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain (liability losses/ exposures):
Adalah kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain yang merasa dirugikan, akibat
kesalahan dari bisnisnya.
Contoh: Ganti rugi yang harus diberikan oleh perusahaan angkutan umum kepada
penumpang yang cedera akibat kecelakaan, yang disebabkan oleh
kesalahan pengemudinya.
5. Kerugian personil (personil losses/ exposures):
Kerugian akibat peril yang menimpa personil atau orang-orang yang menjadi
anggota dari karyawan perusahaan (termasuk keluarganya).
Contoh:
1. Kematian, ketidakmampuan karena cacat, ketidakmampuan karena
usia tua dari karyawan atau pemilik perusahaan.
2. Kerugian yang menimpa keluarga karyawan akibat kematian,
ketidakkemampuan dan pengangguran.
Dengan melihat jenis dan kondisi dari kerugian potensial yang demikian itu,
maka seorang Manajer Risiko harus selalu:
1. Mempelajari dan mengevaluasi peristiwa-peristiwa kerugian yang telah diderita.
2. Mengikuti dan mempelajari peritiwa-peristiwa kerugian yang dilaporkan lewat
publikasi-publikasi.
3. Menghadiri pertemuan-pertemuan para manajer di dalam intern perusahaan,
pertemuan dengan Manajer-manajer Risiko di tingkat regional, nasional maupun
internasional.

D. Metode Pengidentifikasian Risiko


Dalam mengidentifikasi risiko ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara
lain:
1. Menggunakan daftar pertanyaan (questionair) untuk menganalisa risiko, yang dari
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan
petunjuk-petunjuk tentang dinamika informasi khusus, yang dapat dirancang secara
sistematis tentang risiko yang menyangkut kekayaan maupun operasi perusahaan.
2. Menggunakan laporan keuangan, yaitu dengan menganalisa neraca, laporan
pengoperasian dan catatan-catatan pendukung lainnya, akan dapat diketahui/
diidentifikasi semua harta kekayaan, hutang-piutang dan sebagainya.
3. Membuat flow-chart aliran barang mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang
jadi akan dapat diketahui risiko-risiko yang dihadapi pada masing-masing tahap dari
aliran tersebut.
Contoh: Flow-chart mulai dari: supplier  gudang bahan  fabrikasi/ proses produksi
 gudang barang jadi  penyalur  konsumen.
Dari flow-chart tersebut akan dapat diidentifikasi kemungkinan kerugian pada masing-
masing tahap. Misalnya pada tahap supplier: risiko kenaikan harga, waktu penyerahan,
volume dan sebagainya.
Kerugian potensial yang dapat terjadi antara lain:
- Kerugian berupa harta kekayaan: barang rusak, barang hilang di gudang, barang
rusak karena kesalahan proses dan sebagainya.
- Kerugian yang menyangkut liability: tuntutan konsumen, karena barang tidak
sesuai dengan yang seharusnya dan seterusnya.
- Kerugian personil: kecelakaan kerja yang terjadi dalam pabrik pada saat keryawan
bekerja dan sebagainya.
4. Dengan inspeksi langsung di tempat, artinya dengan mengadakan pemeriksaan secara
langsung di tempat dimana dilakukan operasi/ aktivitas perusahaan.
5. Mengadakan interaksi dengan departemen/ bagian-bagian dalam perusahaan. Adapun
cara-cara yang dapat ditempuh:
- Dengan mengadakan kunjungan ke departemen/ bagian-bagian akan dapat meraih/
memupuk saling pengertian antara kedua belah pihak dan akan dapat memberikan
pemahaman yang lengkap tentang aktivitas mereka dan kerugian-kerugian
potensial yang dihadapi bagian mereka,
- Dengan menerima, mengevaluasi, memonitor dan menanggapi laporan-laporan dari
departemen/ bagian-bagian akan dapat meningkatkan pemahaman tentang aktivitas
dan risiko yang mereka hadapi.
6. Mengadakan interaksi dengan pihak luar: artinya mengadakan hubungan dengan
perorangan atau perusahaan-perusahaan lain, terutama pihak-pihak yang dapat
membantu perusahaan dalam menanggulangi risiko, seperti: akuntan, penasehat
hukum, konsultan manajemen, perusahaan asuransi dan sebagainya.
7. Membuat dan menganalisa cacatan statistik mengenai bermacam-macam kerugian
yang telah pernah diderita.
8. Mengadakan analisa lingkungan yang sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi
yang mempengaruhi timbulnya risiko potensial, seperti: konsumen, supplier, penyalur,
pesaing dan pengusaha (pembuat peraturan/ perundang-undangan).

BAHAN AJAR (HAND OUT)


Bahan Kajian : Daftar Kerugian Potensial
SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :4

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan daftar kerugian potensial,
yang terdiri atas: pengertian daftar kerugian potensial, kerugian atas harta, tanggung
jawab atas kerugian pihak lain, dan tanggung jawab atas kerugian personil.

Materi:
Daftar Kerugian Potensial
A. Pengertian
B. Kerugian atas Harta
C. Tanggungjawab atas Kerugian Pihak Lain
D. Tanggungjawab atas Kerugian Personil

A. Pengertian
Dari kegiatan mengidentifikasi risiko akan dihasilkan/ dibuat suatu daftar mengenai
kerugian potensial, baik yang mungkin menimpa bisnisnya maupun bisnis apapun. Daftar
ini disebut “daftar kerugian potensial” atau “check-list”.
Jadi dari daftar tersebut akan dapat diketahui kerugian apa saja dan bagaimana
terjadinya yang mungkin dapat menimpa bisnisnya, sehingga dapat dipakai sebagai dasar
di dalam menentukan kebijaksanaan penegendalian risiko.
Dari seluruh kerugian potensial yang mungkin menimpa suatu bisnis pada pokoknya
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kerugian atas harta (property losses).
2. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak ketiga (liability losses).
3. Kerugian personil (personal losses).

B. Kerugian atas Harta


1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta adalah kerugian yang menimpa “harta milik” perusahaan.
Dimana untuk penanggulangan risiko harta dibagi ke dalam:
a. Benda tetap (real estate), yaitu harta yang terdiri dari tanah dana bangunan yang
ada di atasnya.
b. Barang bergerak (personal property), yaitu barang-barang yang tidak terikat pada
tanah, yang selanjutnya dapat dibagi lagi ke dalam:
1. Barang-barang yang digunakan untuk melakukan aktivitas produksi dan
aktivitas-aktivitas perusahaan lainnya, yang meliputi antara lain: bahan baku dan
pembantu, peralatan, suku cadang dan sebagainya.
2. Barang-barang yang akan dijual, misalnya: hasil produksi (perusahaan industri),
barang dagangan (perusahaan perdagangan), surat-surat berharga (pihak
pialang), uang (bank) dan sebagainya.
2. Penyebab Kerugian
Penyebab kerugian terhadap harta dibedakan ke dalam:
1. Bahaya fisik, yaitu bahaya yang menimbulkan kerugian, yang bukan berasal
dari ulah manusia. Umumnya bahaya yang timbul karena kekuatan alam,
seperti: kebakaran, angin topan, gempa bumi yang dapat merusak harta.
2. Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul karena:
a. Adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari norma-norma kehidupan
yang wajar, misalnya: pencurian, penggelapan, penipuan dan sebagainya.
b. Adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh manusia secara
kelompok, misalnya: pemogokan, kerusuhan dan sebagainya.
3. Bahaya ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh kekuatan
eksternal maupun internal perusahaan, misalnya: mismanajemen, resesi
ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
Dalam hal ini Manajer Risiko lebih menitik-beratkan pada bahaya fisik dan sosial,
karena dari situlah umumnya risiko murni bersumber.
Kerugian harta yang bersumber dari bahaya sosial dapat berasal dari orang dalam
perusahaan sendiri, misalnya: korupsi, manipulasi, dan mungkin pula dilakukan oleh
orang lain, misalnya: pencurian, penipuan dan sebagainya.
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan karyawan sendiri (penggelapan)
biasanya dikarenakan adanya ketidak-jujuran dari karyawan yang bersangkutan.
Dimana karyawan menggunakan harta yang bukan miliknya, tetapi milik perusahaan
untuk kepentingannya sendiri.
Kejahatan yang dilakukan oleh pihak luar, yang didorong oleh keinginan untuk
mencuri biasanya perlu dibedakan ke dalam:
a. Yang dilakukan oleh pencuri yang profesional, yang biasanya melakukan pencurian
setelah mengamati situasi dari sasaran secara seksama, demi kelancaran dan
keamanan kejahatannya, umumnya jumlah kerugiannya besar.
b. yang dilakukan oleh pencuri amatiran, yaitu pencurian-pencurian yang hanya
dilakukan karena kecenderungan menuruti kata hati, bukan di dorong oleh
keinginan untuk mencuri, tetapi oleh keinginan lain, seperti: kebutuhan yang
mendesak, kekacauan mental (kleptomani), biasanya kerugian yang ditimbulkan
tidak begitu besar.

3. Macam-macam Kerugian atas Harta


Kerugian yang menipa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam:
1. Kerugian langsung.
2. Kerugian tidak langsung.
3. Kerugian net income.
1. Kerugian langsung adalah kerugian yang dapat dikaitkan dengan peril yang
menimpa harta tersebut, yaitu kerugian yang diderita karena rusaknya atau
hancurnya harta yang terkenal peril, misalnya gedung terbakar, dimana
kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama dengan
nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang
bersangkutan.
2. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang disebabkan oleh
berkurangnya nilai, kerusakan atau tidak berfungsinya barang lain selain
yang terkena peril.
Contoh:
1. Makanan, minuman, obat-oabatan menjadi rusak dikarenakan
lingkungan yang berubah disebabkan oleh peril yang telah
menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya
terbakar), sehingga pengaturan temperatur dan kelembaban
menjadi kacau balau.
2. Harta yang terdiri dua komponen atau lebih, apabila salah satu
komponennya rusak, maka nilai dari komponen-komponen
yang lain ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak
rusak.
3. Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya
masih ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan dan
bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya.
Kerugian tidak langsungnya: biaya pembongkaran dan
pembangunan kembali bagian gedung yang sebetulkan tidak
rusak.
4. Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan beberapa
karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan
mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah/ gajinya.
Kerugian tidak langsungnya adalah gaji/ upah karyawan yang
harus nganggur tersebut.
Kerugian net income (=pendapatan dikurangi biaya), yaitu penurunan net
income suatu perusahaan, karena hilangnya/ berkurangnya manfaat suatu harta,
baik sebagian ataupun seluruhnya karena peril, sampai harta tersebut diganti atau
dipulihkan seperti semula.

4. Subyek Kerugian Harta


Hal yang berkaitan dengan kepemilikan dan siapa bertanggung-jawab atas
atas menderita kerugian-kerugian harta yang terkena suatu peril.
1. Kepemilikan
Kepemilikan atas harta adalah merupakan kepemilikan tunggal, sebagai hasil
dari pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari kejadian
yang lain. jika terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita/
bertanggung-jawab atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia
hanya memiliki sebagai dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung
sebagian saja dari kerugian tersebut.
2. Kredit dengan Jaminan
Kreditur yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak/ bagian atas
harta yang digunakan sebagai jaminan. Dimana kemampuan menagih kreditur
akan berkurang (menderita kerugian) bila harta dijaminkan rusak atau hancur,
karena terkena peril, yang berarti kerugian berupa tidak terbayarnya sebagian
atau seluruh utangnya, meskipun kreditur bukan pemilik harta tersebut.
Dimana hak kerditur atas harta yang dipakai sebagai jaminan adalah sebanding
dengan nilai dari piutangnya (ditambah bunga). Hal ini akan terlihat jelas pada
kasus bila harta yang dipakai sebagai jaminan itu diasuransikan dan terkena
peril, maka kreditur akan berhak atas sebagian ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi, sebesar piutang ditambah bunganya.
3. Jual-beli Bersyarat
Tanggung-jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-
beli bersyarat adalah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam
kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung-jawab dapat di pundak penjual
dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak
jual-belinya.
Dalam kaitan ini sudah ada ketentuan umum yang berlaku secara internasional,
yang dikenal dengan istilah “Uniform Commercial Code”. Beberapa ketentuan
umum tersebut antara lain:
a. Bila persyaratan “loco gudang” (penjual), berarti bahwa segala kerugian
yang terjadi sesudah barang keluar dari gudang penjual, sepenuhnya
menjadi tanggung-jawab pembeli.
b. Bila persyaratan “franco gudang perusahaan pengangkutan”, hal ini berarti
bahwa barang sudah menjadi milik pembeli pada saat barang berada di
gudang perusahaan pengangkutan dan ongkos angkut sudah dibayar oleh
pembeli.
c. Bila persyaratannya “franco tempat tujuan” atau “franco gudang
(pembeli)”, berarti barang baru menjadi milik pembeli sesudah diserahkan
di gudang pembeli oleh perusahaan pengangkutan.
d. Bila persyaratan “F.A.S” (free alongside ship), berarti barang menjadi milik
pembeli bila barang sudah siap untuk diangkut (barang sudah ada di
pelabuhan dan siap dimuat ke atas kapal).
e. Bila persyaratan “C.O.D” (Collect on Delivery), maka barang masih tetap
menjadi milik penjual meskipun sudah berada di tangan pembeli, sampai
harga barang tersebut dibayar lunas.
Bila persyaratannya “C.I.F” (Cost Insurance and Freight), maka kepemilikan
barang-barang berpindah ke pembeli pada saat barang diserahkan kepada
perusahaan pengangkutan, disertai dengan dokumen-dokumen asuransi,
pengangkutan dan surat-surat tanda kepemilikan (conyosemen).
4. Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung-jawab atas kerugian harta disewa yang
terkena peril. Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini,
yaitu antara lain:
a. Berdasarkan hukum adat penyewa bertanggung-jawab atas kerusakan harta
yang disewanya, yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b. Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus
mengembalikan harta kepada pemiliknya dalam kondisi baik, seperi pada
waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan karena keusangan/ keausan,
maka bila ada kerusakan menjadi tanggung-jawab penyewa.
c. Penyewa melakukan perubahan terhadap harta tetap yang disewakannya,
dengan harapan mendapatkan beberapa manfaat dari perubahan tersebut,
maka:
a. Jika pada saat penyerahan kembali perubahan dapat dikembalikan seperti
keadaan semula penyewa akan memperoleh keuntungan,
b. Tetapi bila perubahan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti semula,
maka kerusakan terhadap harta akibat perubahan tersebut menjadi
tanggung-jawab penyewa.
5. Bailment
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk
sementara disebut “bailee” dan sipemilik barang disebut “bailor”, sedang
perjanjian antara bailee dan bailor disebut “bailments”. Jadi yang dapat
dikategorikan sebagai bailee adalah termasuk bisnis-bisnis yang mengerjakan
barang milik orang lain.
Kadang-kadang karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum
terjadi kerugian atau karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan
baik dengan pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung-jawab untuk
kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada
ditangannya, sekalipun kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee
yang bertindak demikian pada hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen
pemilik.

Karakteristik dari hubungan ini (bailments) antara lain:


1. Identitas harta (the title of the property) atau bukti kepemilikan masih ada
di tangan bailor.
2. Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan
bailee.
3. Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta
harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat
persetujuan dari bailor.
Mengenai sampai dimana tanggung jawab terhadap harta yang untuk
sementara berada di bawah kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam
kategori, yaitu:
1. Bila penyerahan (bailments) tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee
tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan
harta tersebut, maka bailee tidak bertanggungjawab keadaan kerugian harta
tersebut.
2. Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee dapat
meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa
kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggung jawab atas
kerugian harta yang bersangkutan.
3. Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan
bailor) dan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari penyerahan
tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi tanggung
jawab kedua belah pihak.
6. Easement
Easement adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan
miliknya dan hak penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila
terjadi kerugian atas pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang
yang memanfaatkan. Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan/
pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui
sebuah perjanjian/ akte (disebut “prescription”).
7. Lisensi
Lisensi adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak
lain untuk menggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila
terjadi kerugian akibat penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung
jawab pemilik atau bisa juga menurut perjanjian.

5. Menghitung Nilai Kerugian


Beberapa metode atau ukuran dasar yang digunakan untuk menilai kerugian antara
lain:
1. Biaya yang sesungguhnya dari harta. Jadi nilainya tergantung pada kondisi pasar
pada saat dilakukan pembelian, antara lain: kekuatan tawar menawar, apakah harta
masih baru atau sudah tangan kedua dan faktor-faktor lain.
Kelemahan dari metode ini: penilaian tidak dapat mencerminkan perubahan
teknologi atau mode.
2. Nilai buku. Jadi nilai harta sebesar harga pembelian dikurangi dengan penyusutan.
3. Nilai taksiran pajak, yaitu penilaian yang diberikan oleh petugas pajak pada waktu
menetapkan pajak perseroan perusahaan yang bersangkutan.
Kelemahan metode ini: sering tidak dapat mencerminkan nilai yang sebenarnya dari
harta.
4. Biaya memproduksi kembali, memperbaiki atau biaya penggantian harta agar
kembali seperti semula.
Kelebihan dari metode ini: kurang dipengaruhi oleh unsur subyektif, sedangkan
kelemahannya adalah nilainya akan di atas nilai pasar.
Metode ini cocok untuk harta yang penggantiannya hanya sebagian (cukup
direparasi untuk mengembalikan pada keadaan semula).
5. Nilai pasar, jadi ditentukan oleh kemauan penjual untuk menerima pembayaran dan
kemauan pembeli untuk membayar harta tersebut dalam suatu transaksi, pada saat
dilakukan penilaian terhadap harta tersebut.
6. Biaya penggantian dikurangi dengan penyusutan dan keusangan.
Kelebihan dari metode ini akan menghasilkan penilaian bahwa harta baru
mempunyai nilai bisnis yang lebih tinggi dari pada harta yang lama.
Kelemahannya metode ini agak bersifat subyektif.
Metode ini yang sering dipakai oleh perusahaan asuransi dalam menilai harta yang
akan ditanggungnya, sebab metode ini mendasarkan pada “actual cash value”.
Penyusutan adalah hal yang berkaitan dengan umur, sedang keusangan berkaitan
dengan masalah mode atau perubahan design.
Metode yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi adalah metode yang ke 4,
5 dan 6.
Ada satu masalah lain yang berkaitan dengan penilaian harta, yaitu masalah
“pembuangan’, yaitu masalah yang timbul jika suatu harta yang terkena peril, tetapi
tidak seluruhnya menjadi hancur. Masalahnya adalah: apakah harta tersebut cukup
diperbaiki saja, berarti bagian harta yang masih baik tetap dipakai, tidak dibuang atau
harus diganti seluruhnya pembuangan bagian harta yang sebetulnya masih dapat
dipakai, yang tentu saja berakibat biaya keseluruhan untuk perbaikan kembali menjadi
lebih tinggi.
Pemecahan umumnya dengan cara membandingkan “PV” (present value) cash
flow dari kedua alternatif tersebut. Artinya:
- apabila “PVcash flow” dengan perbaikan lebih besar dari pada “PV cash flow”
dengan penggantian/ pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diperbaiki saja.
- Apabila “PV cash flow” dengan perbaikan lebih kecil daripada “PV cash flow”
dengan penggantian/ pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diganti
seluruhnya.

6. Sumber Kerugian Net Income


Pada prinsipnya sumber kerugian terhadap net income terdiri dari dua hal, yaitu:
1. Pendapatan yang menurun
2. Biaya yang meningkat
1. Pendapatan yang Menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami
penurunan, yang disebabkan antara lain:
1. Kerugian uang sewa.
Jika suatu harta yang disewakan rusak/ hancur terkena peril, penyewa
umumnya tidak akan mau membayar sewa selama harta itu masih dalam
perbaikan atau selama tidak dapat digunakan.
2. Gangguan terhadap operasi perusahaan.
3. Gangguan tak terduga di dalam bisnis, misalnya karena terganggunya kegiatan
dari supplier atau penyalur dari perusahaan.
4. Hilangnya profit dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak karena
kerusakan alat produksi atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
5. Pengumpulan piutng akan menurun.

2. Biaya yang Meningkat


Bila suatu perusahaan terkena peril dapat mengakibatkan kenaikan beberapa
jenis biaya antara lain:
1. Kerugian nilai sewa
Dimana karena kerusakan bangunan/ peralatan tersebut maka untuk
melanjutkan operasinya perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa
peralatan lain.
Bila yang rusak harta yang disewa, perusahaan harus menyewa lagi barang lain
dan sewa yang sudah dibayar menjadi hilang.
2. Biasanya perlu dikeluarkan biaya extra untuk meneruskan operasi perusahaan
secara normal akibat adanya peril dan demi memelihara hubungan baik dengan
pelanggan.
Untuk itu biasanya perlu disusun suatu rencana tentang apa yang harus
dilakukan setelah terjadi peril, agar:
a. Perusahaan dapat beroperasi dengan lebih cepat dan lebih efisien,
b. Dapat menentukan besarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan.
3. Pembatalan kontrak sewa yang bernilai tinggi, dinilai biasanya sewa jangka
panjang lebih murah dari pada sewa jangka pendek.
4. Hilangnya manfaat yang diakibatkan oleh perbaikan/ perubahan yang
dilakukan penyewa terhadap harta yang disewa, yang mengalami kerusakan.

C. Tanggungjawab atas Kerugian Pihak Lain


1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (Liability Loss Exposures) timbul karena
adanya kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta atau
personil pihak lain tersebut, baik yang disengaja ataupun tidak. Tanggung jawab ini
timbul dapat dikatakan sebagai penjabaran dari ungkapan norma kehidupan
masyarakat, yaitu “Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab”. Tanggung
jawab ini disebut juga dengan tanggung jawab yang sah.

2. Jenis Tanggung Jawab yang Sah


Tanggung jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis:
a. Tanggung jawab sipil/ perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang
realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak
lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana keputusan hukumnya
berupa: penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan (penggugat).
Dimana pengadilan memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang
berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
b. Tanggung jawab umum/ pidana, dimana berlakunya tanggung jawab ini
kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas pelaksana hukum (Jaksa
Penuntut Umum) atas nama masyarakat/ umum/ Negara terhadap individu
maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas kerugian
yang terjadi.
Dimana keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar/
dijalani oleh tersangka. Bila ancaman hukumannya cukup berat dan si
tersangka tidak mampu membayar pengacara disediakan dan dibayar oleh
pemerintah.

3. Sumber Tanggung Jawab Sipil


Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul
karena berbagai sebab/ sumber, yang antara lain terdiri dari:
a. yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul karena pelanggaran atau
pembatalan atas kontrak yang telah disetujuinya.
b. yang timbul dari kelalaian atau kesombronoan yang meliputi:
1. kelalaian yang disengaja, misalnya berupa: pelanggaran, salah tangkap,
penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang disengaja, yaitu akibat dari tindakan yang sembrono, misalnya:
memasang stroom pada pagar.
3. Subyek kesembronoan yang menimbulkan tanggung jawab yang sempurna,
seperti berupa gangguan peribadi, kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan
bermotor.
c. yang timbul dari penipuan atau kesalahan, misalnya: keringanan keputusan dari
yang seharusnya, kekurangan penggantian kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d. yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang lain, seperti: kebangkrutan, penyitaan,
perwalian dan sebagainya.

4. Cara Menentukan Tanggung Jawab Sipil


Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada
prinsip: “perlindungan hukum hanya diberikan pada orang-orang yang dapat
membuktikannya”.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka:
1. Pihak pengadilan/ hukum tidak akan memberikan keadilan secara khusus, artinya
pengadilan akan memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak-pihak
untuk dapat “menentukan/ membuktikan sendiri” atas hak-haknya, melalui
pembuktian bahwa “dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta-merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan
mengajukan permohonan untuk itu.
3. Ada batas “kadaluarsa”, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara
memuaskan agar berhasil gugatannya, dengan “jumlah bukti yang lebih besar” dari
pada bukti yang diajukan oleh tergugat, karena dalam penentuan hak ini dianut azas
“Res Ipsa Loquitur” (=sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri). Penentuan hak ini
dapat juga diselesaikan di luar pengadilan (dengan “Dading”).

5. Sifat Kerugian
Kerugian/ kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan
tanggung jawab yang sah pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam:
a. Kerugian yang bersifat “khusus/ spesial”, yang biasanya mudah diketahui,
misalnya: kehilangan hak milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat “umum”, yang biasanya tidak langsung dapat diketahui pada
saat peristiwa terjadi; misalnya: suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-
kehilangan yang tidak dapat diukur secara langsung, seperti: kepedihan hati, rasa
kehilangan dan sebagainya (kerugian immateriil).

6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian


Lalai atau “tort” berasal dari kata “tortus”, yang artinya “membelit”, yaitu tingkah
laku yang berbelit dan tidak jujur. Salah/ lalai atau tort adalah kesalahan sipil yang
dapat diperbaiki dengan tindakan pemberian “ganti rugi”.
Lalai adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak
terjangkau oleh hukum pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan,
bukan pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1. Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku disengaja, tetapi tidak dengan niat
mengahasilkan konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
2. Kelalaian yang tidak sengaja (sembrono), yaitu berupa kegagalan untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (yang seharunya dilakukan), karena kekurang
hati-hatiannya, sehingga mengakibatkan kerugian.
Unsur-unsur suatu kelalaian dapat dikategorikan sebagai ceroboh antara lain:
a. Adanya kewajiban (legal) untuk berbuat atau tidak berbuat, artinya terdakwa
seharusnya menggunakan kewajiban legalnya untuk memperhatikan tingkah
lakunya yang dapat menimbulkan/ persoalan,
b. Pelanggaran terhadap kewajiban legal, yaitu melanggar kewajiban legal yang
berlaku untuk orang yang berfikiran bijaksana,
c. Kedekatan antara penyebab pelanggaran terhadap kewajiban dan kerugian yang
diderita,
d. Adanya kerugian yang terus menerus, misalnya: shok karena tindakan terdakwa.
3. Kesalahan, yaitu kerugian yang mengakibatkan orang/ perusahaan harus
bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang timbul.

7. Pembelaan
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan
bila menyangkut 3 hal, yaitu:
1. Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah
mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan
tergugat.
2. Membandingkan sumbangan dari kesembronoan terhadap kerugian. Hal ini berlaku
dila diduga bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya sembrono, sehingga
menimbulkan kerugian.
3. Lembaga-lembaga pemerintahan dan instansi-instansi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan instansi sosial mempunyai kekebalan terhadap
kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya
dalam melakukan tugas kewajibannya.

8. Tanggung Jawab yang Berhubungan dengan Perbuatan Orang Lain


Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang
seakan-akan dilakukan sendiri mencakup:
a. Tanggung jawab yang timbul karena tindakan karyawannya.
b. Tanggung jawab yang timbul karena hubungan kontrak/ kerjasama antara pelaku
dan perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya: kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian
pada proyek yang ditangani.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada
karyawannya sendiri yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan
antara lain:

1. Kegagalan dalam memilih kontaktor yang tepat,


2. yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau
hubungan dengan kontraktor itu merupakan kerjasama.

9. Tanggung Jawab terhadap Kontrak


Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak
dikategorikan sebagai “pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat
tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.

10. Tanggung Jawab Menurut Undang-undang/ Peraturan


Semua negara tentu membuat peraturan/ undang-undang tentang tanggung jawab
dari tindakan-tindakan tertentu yang dapat merugiakan orang lain. ketentuan-
ketentuan tersebut antara lain:
a. Hukum penjualan: penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita
oleh pihak ketiga atas penjualan barangnya.
b. Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan anak yang merugikan orang lain.
c. Tanggung jawab pemelihara binatang.

11. Seluk-beluk Tanggung Jawab dan Masalahnya


1. Tanggung Jawab yang Muncul dari Kepemilikan Real Estate
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real
estatenya tergantung pada status dari pengunjung pada saat melakukan
kungjungan, yang dapat dibedakan ke dalam:
a. Pelanggar: yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang
masuk tanpa diundang.
Dalam hubungan ini hukum mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak
untuk merasa aman dan damai di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan
dari pihak lain. maka dari itu pemilik real estate tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut. Kecuali apabila:
1. Pemilik mengenal si pelanggar,
2. Dalam kaitannya dengan doktrin “gangguan” yang berkaitan dengan anak-
anak.
Doktrin gangguan yang berkaitan dengan anak-anak adalah berkaitan dengan
kondisi keadaan yang menarik bagi anak-anak. Doktrin ini menentukan:
a. Tempat dimana kondisi yang menarik anak-anak itu dipelihara diketahui
oleh pemilik,
b. Pemilik mengetahui dan menyadari adanya risiko yang layak yang dapat
mengakibatkan kematian/ kerugian fisik yang serius pada anak-anak,
c. Danya kecenderungan bahwa anak-anak tidak menyadari adanya risiko
yang membahayakan,
d. Pemilik tidak melakukan pengamanan yang memadai terhadap kondisi
yang berbahaya yang dapat menimpa anak-anak.
b. Pemilik ijin: yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa adanya
hubungan kontrak/ bisnis dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari
keuntungan bagi kedua belah pihak.
c. Pengunjung: yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan
pemilik real estate.

2. Tanggung Jawab yang Muncul dari Gangguan terhadap Pribadi dan


Masyarakat
Perusahaan dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian
pribadi atau masyarakat akibat dari real estate miliknya tidak dapat melakukan
kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat
menjadi terganggu atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi:
a. Gangguan Publik: misalnya pembuatan kontruksi jalan yang tidak aman oleh
kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan
masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab yang
bersifat kriminal pidana.
b. Gangguan Pribadi: yaitu gangguan yang menimbulkan kerugian pada
seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh: Peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi,
pemasangan pipa saluran air dan sebagaimana yang dapat
mengganggu kepentingan pribadi orang lain.

3. Tanggung Jawab yang Muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi


Barang/ Jasa
Adalah kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual
sesuai dengan penjualan barang dan jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/
kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan pembeli/ pengguna, termasuk di
dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak semestinya,
maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini meliputi:
a. Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang
mencakup:
1. Garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
2. Kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau dapat mengidentifikasi
bahwa barang yang dibeli dapat memenuhi tujuan pokoknya,
3. Jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, misalnya bebas dari cacat
yang tersembunyi.
b. Tanggung jawab yang muncul dari kesembronoan.
c. Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul karena produknya yang
merusak, yang bukan karena kesembronoan.
4. Tanggung Jawab yang Muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas
kepercayaan yang diembannya.
Contoh:
1. Tanggung jawab dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan
untuk kepentingan pemegang saham, yang meliputi perawatan dan
kesetiaan/ loyalitas.
2. Tanggung jawab dari para Manajer terhadap pelaksanaan rencana yang
telah dibuat oleh panitia/ pimpinan.

5. Tanggung Jawab Para Profesional


Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan
khusus sebagai hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional
bertanggung jawab terhadap kerugian akibat dari penerapan keahlian mereka.
Contoh: dalam dunia kedokteran: kerugian karena “malpraktek”.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, karena:
1. Tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
2. Perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada
beberapa waktu yang lalu belum tentu benar pada saat sekarang.

6. Tanggung Jawab yang Muncul karena Penggunaan Kendaraan Bermotor


Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan
kendaran bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab
bisa:
a. Pengemudi: yang bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila
kecelakaan itu akibat kesembronoannya.
b. Pemilik Kendaraan/ Majikan: yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan
pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik/ majikan.

D. Tanggungjawab atas Kerugian Personil


1. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Potensial
Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang
dialami karyawan maupun keluarganya antara lain:
1. Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2. Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan.
3. Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerjasama dengan karyawan/ organisasi
karyawan, yaitu menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan.
4. Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistem perpajakan yang berkaitan
dengan pemberian jaminan sosial.
5. Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, diluar gaji/ upah yang
diberikan.
6. Untuk membangun citra baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber
daya manusia/ karyawan.
7. Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan.
8. Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut-sertakan karyawannya
dalam program asuransi sosial tenaga kerja (Asuransi Tenaga Kerja=Astek)

2. Hubungan Majikan dengan Karyawan


Perhatian perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami
perkembangan yang pesat, terutama setelah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1. Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak Perang Dunia II langsung
ditujukan kepada masalah kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi
ketenaga-kerjaan (employment).
2. Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan
“harga” sebagai kekuatan alasan oragnisasi-organisasi buruh untuk menuntut
kenaikan upah. Artinya kenaikan harga tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang
signifikan untuk menuntut kenaikan gaji/ upah.
Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memberikan sebagian
keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa
peningkatan kesejahteraan, yang dapat diperhitungkan sebagai unsur biaya dan dapat
mengurangi sisa pendapatan kena pajak.

3. Kategori Tanggung Jawab terhadap Kerugian Personil


Tanggung jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1. Kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan.
2. Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak
langsung dengan aktivitas perusahaan.

1. Kerugian Personil yang Berkaitan Langsung dengan Aktivitas


Perusahaan
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi
kemungkinan:
a. Harus bertanggung jawab terhadap kerusakan/ kerugian yang diakibatkan oleh
kesembronoan dalam bekerja,
b. Terpaksa menderita secara fisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh
kecelakaan kerja.
Sebaliknya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan/
perusahaan:
a. Harus tunduk kepada undang-undang tentang hubungan perburuhan, jaminan
sosial dan keselamatan kerja,
b. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikenakan sangsi
pidana maupun perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik
majikan/ perusahaan juga berkewajiban:
a. Melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga
keselamatan kerja yang layak,
b. Memperhatikan sifat fisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan
kerja,
c. Menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, misalnya melatih karyawan
untuk menanggulangi keteledoran.
Pada pokoknya da 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab
majikan/ perusahaan terhadap karyawan, yaitu:
1. Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh
pekerjaan yang dilakukan.
2. Santunan terhadap cacat yang diderita karyawan, akibat dari kecelakaan kerja.
3. Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal karena kecelakaan
kerja.
4. Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diperlukan untuk pemuluhan jesehatan
maupun keterampilan yang menurun akibat kecelakaan kerja.

2. Kerugian Personil yang Tidak Berkaitan Langsung dengan Aktivitas


Perusahaan
1. Kematian
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang
meninggal dini (premature death) adalah hilangnya sumber penghasilan
(earning power). Berapa besar kerugian finansial yang diderita oleh keluarga
yang ditinggalkan dapat diestimasikan dengan cara:
1. Perkiraan penghasilan bersih yang diterima setiap bulan/ tahun seandainya
dia tidak meninggal sampai masa pensiun.
2. Dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk memelihara
kehidupan/ kemampuannya selama ini.
3. Dihitung “pesent value” dari sisanya.

2. Kesehatan yang Menurun


Adalah suatu hal yang wajar bila seseorang karena suatu hal pada suatu
ketika kondisi kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam
kerugian yang diderita, yaitu:
1. Berkurang atau hilangnya sumber penghasilan karena ketidakmampuan
atau berkurangnya kemampuan,
2. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya
merehabilitasi.
3. Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang
“terpaksa” (involuntary umemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan
oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya
sumber pendapatan seseorang/ karyawan.
Pengangguran dapat dibedakan menjadi:
a. Pengangguran yang menyeluruh (agregate unemployment), yaitu
pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan ekonomi.
b. Pengangguran selektif atas struktural, yaitu pengangguran yang hanya
menimpa suatu sektor/ daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan
atau daerah tertentu saja.
c. Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa
seseorang secara individual.

4. Pensiun
Kerugian finansial karena pensiun tidak segawat seperti kerugian finansial
sebagai akibat kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya
berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian masalah
ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir-akhir masa
kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-
orang yang mendekati masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tanbungan untuk hari
tua. Tetapi tidak semua orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab,
misalnya: karena penghasilannya memang tidak berlebihan (pas-pasan),
sehingga tidak mungkin menabung; karena pola hidupnya pada masa aktif
bekerja dan sebagainya.

4. Kerugian yang Menimpa Perusahaan itu Sendiri


Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan ke dalam:
1. Key-Person Losses:
Yaitu kerugian akibat kematian atau ketidak-mampuan seseorang yang
mempunyai posisi “kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran
operasi perusahaan.
Contoh:
Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang
mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang
tersebut akan mempengaruhi kepercayaan kreditur tersebut.
2. Credit Losses
Banyak perusahaan yang menjual produknya dilakukan dengan secara kredit,
lebih-lebih perusahaan perbankan. Dimana biasanya kelancaran pembayaran
kredit tersebut tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada
perusahaan penerima kredit.
Jadi apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu bekerja
tentu akan sangat mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang/ kredit.
3. Business-Discontinuation Losses
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau
tidak mampu melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat
mengakibatkan perusahaan untuk sementara tidak bekerja.
Kerugian akibat dari keadaan ini biasanya cukup berat, baik bagi perusahaan
maupun karyawannya dan juga bagi ahli waris/ keluarga dari personil yang
bersangkutan. Dalam hubungan dengan kejadian yang demikian ini biasanya
kerugian yang diderita tidak hanya kerugian selama perusahaan tidak bekerja,
tetapi juga biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan kalau perusahaan akan
bekerja kembali.
Contoh: biaya ekstra untuk upaya menarik kembali langganan yang sudah
beralih ke perusahaan lain. untuk ini biasanya diperlukan biaya
promosi yang tidak kecil.

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Prinsip-prinsip Pengukuran risiko


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :5
Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) :
Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan prinsip-prinsip pengukuran
risiko, yang terdiri dari: konsep risiko berdasarkan dimensi frekuensi dan kegawatan,
konsep probabilitas, konsep “sample space” dan “event”, asumsi-asumsi dan aksioma
yang mendasari dalam probabilitas, sifat probabilitas, event yang independent dan acak,
event yang berulang, nilai harapan (expected value) dan penafsiran tentang probabilitas.

Materi:
Prinsip-prinsip Pengukuran Risiko
A. Pengukuran Risiko
B. Konsep Probabilitas

A. Pengukuran Risiko
1. Dimensi yang diukur
Setelah berbagai tipe kerugian potensial berhasil diidentifikasi, maka untuk
keperluan penentuan cara penanggulangannya maka exposure-exposure tersebut harus
diukur. Dimana pengukuran tersebut mempunyai dua manfaat, yaitu:
1. Untuk dapat menentukan kepentingan relatif dari suatu risiko yang dihadapi.
2. Untuk mendapat informasi yang sangat diperlukan oleh Manajer Risiko dalam
upaya menentukan cara dan kombinasi cara-cara yang paling dapat diterima/ paling
baik dalam penggunaan sarana penanggulangan risiko.
Dalam pengukuran risiko dimensi yang diukur adalah:
1. Besarnya frekuensi kerugian, artinya berapa kali terjadinya suatu kerugian selama
suatu periode tertentu.
2. Tingkat kegawatan (severity) atau keparahan dari kerugian-kerugian tersebut.
Artinya untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh dari suatu kerugian
terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya.
Dari hasil pengukuran yang mencakup dua dimensi tersebut paling tidak akan dapat
diketahui:
1. Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu periode anggaran.
2. Variasi nilai kerugian dari satu periode anggaran ke periode anggaran yang lain
(naik turunnya nilai kerugian dari waktu ke waktu).
3. Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, terutama kerugian yang
ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak hanya nilai rupiahnya saja.
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan dimensi pengukuran
tersebut, antara lain:
1. Orang umumnya memandang bahwa dimensi kegawatan dari suatu kerugian
potensial lebih penting dari pada frekuensinya.
2. Dalam menentukan kegawatan dari suatu kerugian potensial seorang Manajer
Risiko harus secara cermat memperhitungkan semua tipe kerugian yang dapat
terjadi, terutama dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap situasi finasial
perusahaan.
3. Dalam pengukuran kerugian Manajer Risiko juga harus memperhatikan orang,
harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak terkena peril.
4. Kadang-kadang akibat akhir dari suatu peril terhadap kondisi finansial perusahaan
lebih parah dari parah yang diperhitungkan, antara lain akibat tidak diketahuinya
atau tidak diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak kerugian.
5. Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu kerugian penting pula diperhatikan
jangka waktu dari suatu kerugian, di samping nilai rupiahnya. Hal ini berkaitan
dengan:
a. The time value of money, yang harus diperhitungkan berdasarkan tingkat bunga
(interest rate) yang ada,
b. Kemampuan perusahaan untuk membagi-bagi biaya (cash outlay) yang
diperlukan untuk penanggulangan kerugian.
Contoh: Kerugian sebesar Rp 5.000.000,- setiap tahun, yang terjadi selama 10
tahun adalah lebih ringan/ tidak gawat dibandingkan kerugian yang
selama 10 tahun hanya sekali terjadi, tetapi dengan kerugian sebesar Rp
50.000.000,-. Sebab pada peristiwa pertama: beban bunga lebih ringan,
dan perusahaan dapat dengan mudah memasukkan kerugian tersebut
dalam komponen biaya.

2. Pengukuran Frekuensi Kerugian


Pengukuran frekuensi kerugian adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis
peril dapat menimpa suatu jenis obyek yang bisa terkena peril selama suatu jangka
waktu tertentu, yang umumnya satu tahun.
Selanjutnya berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian,
yaitu:
1. Kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nil), yaitu risiko yang menurut
pendapat manajer Risiko tidak akan terjadi atau kemungkinan terjadinya sangat
kecil sekali atau hampir tidak mungkin terjadi (probabilitas terjadinya mendekati
nol),
2. Kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu kerugian-kerugian yang
tidak terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang kemungkinannya
pun kecil.
3. Kerugian yang (moderate), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi
dalam waktu dekat di masa yang akan datang.
4. Kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi
secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan
kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan dengan pengukuran kerugian dari dimensi frekuensi Manajer Risiko
harus memperhatikan pula:
1. Beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa suatu obyek.
2. Beberapa jenis obyek yang dapat terkena suatu jenis kerugian.
3. Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi besarnya probabilitas kerugian
potensial.

3. Pengukuran Kegawatan Kerugian


Pengukuran kerugian potensial dari dimensi kegawatan adalah untuk mengetahui
berapa beasrnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya
terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansial.
Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian
terburuk dari suatu peril,
b. Probabilitas kerugian maksimum dari setiap, yaitu merupakan kemungkinan
terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan
kerugian maksimum.
c. Keseluruhan (aggregate) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan
keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang dapat menimpa perusahaan selama
suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan dimensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensial, yaitu:
1. Kemungkinan kerugian yang wajar (normal loss expectancy), yaitu kerugian-
kerugian yang dapat dikelola sendiri oleh perusahaan ataupun oleh umum
(perusahaan asuransi),
2. Probabilitas kerugian maksimum (probable maximum loss), yaitu kerugian yang
dapat terjadi bila alat pengaman terhadap peril tidak dapat berfungsi,
3. Kerugian maksimum yang dapat diduga (maximum foreseeable loss), yaitu
kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara kepada umum (perusahaan
asuransi),
4. Kemungkinan kerugian maksimum (maximum possible loss), yaitu kerugian yang
tidak dapat diamankan, baik secara individual maupun secara umum (oleh
perusahaan asuransi).

B. Konsep Probabilitas
1. Pengertian
Masyarakat awam cenderung mendefinisikan/ memberikan batasan terhadap
probabilitas sebagai: “kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian” atau
“kemungkinan jangka panjang terjadinya sesuatu”. Dimana pengertian yang demikian
ini ternyata kurang bermanfaat untuk melakukan penganalisaan terhadap terjadinya
suatu pril/ kerugian. Untuk dapat melakukan analisa terhadap kemungkinan dari suatu
kerugian potensial kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari “Teori
Probabilitas”.
2. Konsep “Sample Space” dan “Event”
Sample space, yang selanjutnya disingkat “Set S” merupakan suatu set dari
kejadian tertentu yang diamati. Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu
(kota Surabaya) selama suatu periode tertentu (selama tahun 1995).
Suatu sample space biasanya terdiri dari beberapa segmen, yang disebut “Sub
Set” atau “Event” yang disingkat “Set E”, yang merupakan bagian dari “set S”.
Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di atas terdiri dari segmen mobil pribadi dan mobil
penumpang umum.
Untuk menghitung secara cermat probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut
masing-masing event (set E) perlu diberi bobot. Dimana masing-masing event
mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga mempunyai pprobabilitas yang
berbeda.
Misalnya: Untuk mobil pribadi diberi bobot 2, sedang untuk mobil penumpang umum
diberi bobot 1, maka probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut dapat
dihitung dengan rumus:
𝐸
a. Bila tanpa dibobot: 𝜌(𝐸) = 𝑆
𝑤(𝐸)
b. Bila dengan dibobot: 𝜌(𝐸) = 𝑤(𝑆)
Dimana: 𝜌(𝐸) = probabilitas terjadinya event,
E = sub set atau event,
S = sample space atau set,
w = bobot dari masing-masing event.
Contoh: Dari catatan polisi diketahui bahwa jumlah kecelakaan mobil di Kota Madya
Surabaya selama tahun 1995 sebanyak 10.000 kali, dimana dari jumlah
tersebut yang 1.000 menimpa mobil pribadi data yang 9.000 menimpa mobil
penumpang umum.
Dengan demikian probabilitas terjadinya kecelakaan mobil pribadi adalah:
1.000 1
a. Tanpa dibobot 𝜌(𝐸) = 10.000 = 10 = 10%
2 𝑋 1.000
b. Dengan dibobot 𝜌(𝐸) = (2 𝑥 1.000)+ (1𝑥9.000)
2
= 11 = 18,18%
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa besarnya probabilitas yang
dibobot (18,18%) berbeda dengan yang tanpa dibobot (10%) dan nilai
perbedaannya cukup besar (8,18%).

3. Asumsi dalam Probabilitas


Dalam definisi probabilitas ada beberapa asumsi, antara lain:
a. Bahwa kejadian atau event tersebut akan terjadi.
b. Bahwa kejadian-kejadian atau event-event tersebut adalah saling pilah/
mutually exclusive, artinya dua event tersebut (kecelakaan mobil pribadi dan
mobil penumpang umum) tidak akan terjadi secara bersamaan.
Asumsi ini membawa kita pada “hukum penambahan/ additive value” yang
menyatakan bahwa total probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-
masing yang paling pilah adalah merupakan jumlah probabilitas dari masing-
masing event yang saling pilah tersebut.
Dari contoh di atas maka probabilitas kecelakaan mobil di Kota madya
Surabaya tahun 1995 adalah:
1. Tanpa bobot: p (S) = 1/10 + 9/10 = 10/10 1 atau,
10% + 90% = 100%
2. Dengan bobot: p (S) = 2/11 + 9/11 = 11/11 1 atau,
18,18% + 81,82% = 100%
Bahwa pemberian bobot pada masing-masing event dalam set adalah positif,
sebab besarnya probabilitas akan berkisar antara 1 dan 0, dimana event yang pasti
terjadi probabilitasnya 1, sedang event yang pasti tidak terjadi probabilitas 0.

4. Aksioma definisi Probabilitas


Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, maka ada 3 aksioma yang mendasari
definisi probabilitas, yaitu:
1. Probabilitas adalah suatu nilai/ angka yang besarnya terletak antara 0 dan 1, yang
diberikan pada masing-masing event.
2. Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas dari event-event (set E) yang
saling pilah dalam sample space (set S) adalah 1.
3. Probabilitas suatu event yang terdiri dari sekelompok event yang saling pilah dalam
suatu set (sample space) adalah merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing
probabilitas.

5. Sifat Probabilitas
Probabilitas adalah “aproksimasi”. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau bahkan
tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara mutlak (pasti sama
dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu perkiraan, yang mungkin benar
dan mungkin juga tidak.
Jadi apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan berdasarkan definisi
probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu sebagai prosentase total exposure dalam
rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Maka dari itu probabilitas dari
sudut empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang,
yang dinyatakan dalam prosentase.

6. Event yang Independent dan Acak


Suatu konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam
asuransi adalah berkenaan kejadian/ event yang sifatnya berdiri sendiri atau
independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok kemungkinan event
tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas dari event yang lain.
Hal ini berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah percobaannya juga
dapat diianggap independent. Dalam kasus ini “sample space”nya adalah serangkaian
percobaan (succesive trials) dan hasilnya merupakan akibat yang dapat terjadi pada
masing-masing percobaan.
Di samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak, artinya
masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama.
Prinsip keacakan dan ketidak-tergantung (independent) event mempunyai peranan
yang sangat penting dalam asuransi, sebab:
1. Underwriter/ perusahaan asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-
unit exposures ke dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian/ kerugian dapat
dianggap sebagai event yang independent.
2. Suatu jenis kerugian mungkin dapat diderita dua kali atau lebih oleh individu yang
sama.

7. Event yang Berulang


Apabila kita mengetahui bahwa probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu
kali percobaan adalah “p” dan probabilitas tidak terjadinya sesuatu adalah “q”, yang
besarnya sama dengan q=(1-p). Berdasarkan prinsip ini maka kita dapat menghitung
besarnya probabilitas terjadinya suatu event selama r kali dalam n kali percobaan,
dengan menggunakan formula binomial. Dimana formula binomial menggunakan
konsep compound probability dan additive rule. Dengan menggunakan formula ini
kita akan dapat menghitung distribusi binomial (lihat statistik).
Distribusi binomial adalah merupakan salah satu dari teori probabilitas yang
digunakan dalam asuransi dan merupakan salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi binomial digunakan 3 asumsi:
1. Ada suatu event atau hasil yang bersifat saling pilah,
2. Probabilitas dari masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi,
3. Karena masing-masing event berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan
berubah dari percobaan yang lainnya, tetapi tetap konstan, karena probabilitas
terjadinya event sudah diketahui dan hanya terdapat dua event, maka
probabilitas tidak terjadinya event adalah: 1 – probabilitas terjadinya event (q
= 1 – p)

8. Nilai harapan (Expected Value)


Expected value dari suatu event dapat ditentukan dengan membuat tabel (tabel
binomial) untuk hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari menilai masing-masing hasil
tersebut berdasarkan probabilitasnya. Dengan menjumlahkan hasil dari masing-
masing event tersebut akan diperoleh expected valuenya.
Dalam distribusi binomial jumlah keseluruhan expected loss adalah jumlah
percobaan atau event dikalikan dengan expected long frequency (frekuensi kerugian
yang diperkirakan dalam jangka panjang) dan selanjutnya dikaitkan dengan besarnya
nilai kerugian (Rp) untuk setiap kerugian.
9. Penafsiran tentang Probabilitas
Bila seorang Manajer Risiko menyatakan bahwa probabilitas akan terbakarnya
sebuah gedung tertentu adalah 1/10, hal ini menunjukkan kemungkinan relatif akan
terjadinya peristiwa tersebut. Karena probabilitas bervariasi antara 0 dan 1, maka akan
timbul dua penafsiran tentang probabilitas 1/10 tersebut, yaitu:
1. Bahwa 1/10 dari seluruh gedung yang menghadapi risiko yang sama diseluruh
dunia diperkirakan akan terbakar.
Penafsiran ini didasarkan pada hukum bilangan besar.
2. Jika gedung tersebut dihadapkan pada kerugian karena kebakaran selama jangka
waktu panjang, maka kebakaran yang akan terjadi kira-kira 1/10 dari jumlah
exposure.
Penafsiran yang kedua tersebut sangat berfaedah sebagai bahan pertimbangan
dalam menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan pengelolaan
exposure tersebut.
Untuk itu ada beberapa pengertian yang perlu difahami, antara lain:
1. Peristiwa yang saling pilah (mutually exclusive event)
Dua peristiwa dikatakan saling pilah apabila terjadinya peristiwa yang satu
menyebabkan tidak terjadinya peristiwa yang lain. dimana menurut aturan
probabilitas terjadinya salah satu peristiwa adalah merupakan jumlah probabilitas
masing-masing peristiwa. Bila peristiwa A dan B, maka probabilitas terjadinya
peristiwa A atau B dapat dinyatakan sebagai berikut:
p (A atau B) = p (A) + p (B)

2. Compound events
Adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang sama.
Metode untuk menentukan probabilitas suatu compound event tergantung pada sifat
event yang terpisah, apakah merupakan peristiwa bebas atau peristiwa bersyarat.

1. Compound events yang bebas (independent)


Dua event adalah bebas terhadap satu sama lain, jika terjadinya salah satu tidak
ada hubungannya dengan peristiwa lain. Dimana probabilitas terjadinya
peristiwa itu serentak (dalam waktu yang sama) adalah sama dengan hasil
perkalian probabilitas masing-masing peristiwa.

2. Compound events bersyarat (Conditional compound events)


Compound events bersyarat adalah dua peristiwa atau lebih dimana terjadinya
peristiwa yang satu akan mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain.
Probabilitas dari compound events bersyarat dapat dihitung dengan rumus:
p (A dan B) = p (A) x p (B/A) atau
p (B dan A) = p (A) x p (A/B)
3. Peristiwa yang inklusif
Peristiwa inklusif adalah dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai hubungan
saling pilah dimana kita ingin mengetahui probabilitas terjadinya paling sedikit satu
peristiwa di antara dua atau lebih peristiwa tersebut.
Jika peristiwa A dan peristiwa B merupakan peristiwa yang terpisah (tidak saling
pilah) maka probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa adalah jumlah
kedua probabilitas dikurangi dengan probabilitas terjadinya kedua peristiwa
tersebut, yang dapat digambar dengan rumus:
p (A atau B) = p (A) + p (B) – p (A dan B)
Kata “atau” dalam p (A atau B) dinamakan “atau inklusif”, yang berarti A, B atau
keduanya terjadi. Dengan kata lain paling sedikit salah satu dari kedua peristiwa
tersebut terjadi.

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Penanggulangan Risiko


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :6

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan penanggulangan risiko, yang
terdiri atas: menghindari, mengendalikan kerugian, pemisahan, kombinasi atau pooling,
dan pemindahan risiko. Mampu memahami dan menjelaskan pembiayaan risiko, yang
terdiri atas: risk financing transfer, dan meretensi (risk retention).
Materi:
Penanggulangan risiko
A. Penanggulangan risiko
B. Pembiayaan Risiko

A. Penanggulangan risiko
Ada dua pendekatan/ cara yang digunakan oleh seorang Manajer risiko dalam
menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu:
1. Penanganan risiko (risk control)
2. Pembiayaan risiko (risk financing)
Dalam pendekatan dengan penanganan risiko (risk control) ada beberapa alat/
metode yang dapat digunakan, antara lain:
1. Menghindarinya.
2. Mengendalikan.
3. Memisahkan.
4. Melakukan kombinasi atau pooling.
5. Memindahkan.
Sedang dalam penanggulangan risiko dengan membiayai risiko (risk financing) ada
dua/ metode yang dapat digunakan, yaitu:
1. Pemindahan risiko melalui asuransi.
2. Melakukan retensi

1. Menghindari
Menghindari suatu risiko (murni) adalah menghindarkan harta, orang, atau
kegiatan dari exposure, dengan cara antara lain:
1. Menolah memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung
risiko walaupun hanya untuk sementara.
2. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau segera menghentikan
yang diketahui mengandung risiko.
Ada beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan
penghindaran risiko, antara lain:
a. Keadaan yang mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari
risiko, dimana makin luas pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar
ketidakmungkinan untuk menghindari.
b. Faedah atau laba potensial yang akan diterima dari pemilikan harta,
memperkerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu kegiatan akan hilang
bila kita menghindari risiko dari kepemilikan, memperkerjakan atau kegiatan
tersebut.
c. Makinsempit risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan akan
terciptanya risiko baru.
2. Mengendalikan Kerugian (Loss Control)
Pengendalian kerugian bertujuan untuk:
1. Memperkecil kans/ kemungkinan/ kesempatan terjadinya kerugian.
2. Mengurangi keparahan bila suatu risiko kerugian memang terjadi.
Dimana tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain:
a. Melakukan tindakan pencegahan dan pengurangan kerugian:
Program pengurangan kerugian dapat pula dibedakan ke dalam:
1. Program minimasi (minimization program)
Program yang dijalankan sebelumnya kerugian terjadi atau selama kerugian
sedang terjadi, dengan tujuan membatasi besarnya kerugian.
Contoh: tindakan memadamkan kebakaran.
2. Program penyelamatan (salvage program)
Program penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
Contoh: menyelamatkan harta yang tertinggal (tidak ikut terbakar) sesudah
terjadi kebakaran, mengangkat kembali kapal yang karam.
b. Program pengendalian kerugian berdasar sebab-sebab terjadinya:
Ada dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu:
1. Pendekatan engineering: program pengendalian yang menekankan pada
pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik dan mekanis.
2. Pendekatan hubungan kemanusian (human relation) menekankan pada
pencegahan terjadinya kecelakaan karena faktor manusia, seperti: kelengahan,
suka menantang bahaya, tidak memakai alat-alat keselamatan dan lain-lain
faktor psikologis; yang antara lain dilakukan dengan: memberi nasehat secara
sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
DR. William Haddon manganjurkan cara yang lebih komprehensif dalam
mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya kerugian. Sebab musibah merupakan
hasil dari perpindahan energi dalam jumlah dan pada kecepatan dengan cara
sedemikian rupa, sehingga menghancurkan struktur yang dilandanya. Dengan
demikian musibah dapat dicegah dengan jalan menguasai/ mengendalikan energi
tersebut atau mengubah struktur obyeknya dengan struktur yang tahan terhadap
energi tersebut.
Untuk itu W. Haddon mengemukakan 10 strategi, yaitu:
1. Mencegah lahirnya hazard pada kesempatan pertama.
2. Mengurangi jumlah atau besarnya hazard.
3. Mencegah keluarnya hazard jika hazard terbentuk atau kalau hazard memang
sudah ada sebelumnya.
4. Mengubah kecepatan atau kekuatan keluarnya hazard dari sumbernya.
5. Memisahkan obyek dari sumber yang dapat menghancurkan.
6. Memisahkan hazard dari obyek yang harus dilindungi dengan suatu sekat
pemisah.
7. Mengubah kualitas dasar yang relevan dari hazard.
8. Menjadikan obyek lebih tahan terhadap hazard yang akan merusaknya.
9. Melakukan tindakan kontra untuk menahan bertambah parahnya kerusakan.
10. Menstabilkan, mereparasi dan merehabilitas obyek yang terkena peril.
c. Pengendalian kerugian menurut lokasi:
Menurut W. Haddon kemungkinan dan keparahan kerugian dari kecelakaan lalu
lintas tergantung pada kondisi dari:
1. Orang yang menggunakan jalan.
2. Kendaraan.
3. Lingkungan umum jalan yang meliputi faktor-faktor seperti: desain,
pemeliharaan, keadaan lalu lintas dan rambu-rambu.
Engan memperbaiki faktor lingkungan umum (lokasi) kemungkinan dan
keparahan kerugian karena kecelakaan lalu lintas di tempat tersebut akan
dikurangi/ dihindarkan.
d. Pengendalian menurut timing:
Pendekatan ini berkaitan dengan masalah kapan metode pencegahan/ pengendalian
itu digunakan, yang dapat:
1. Sebelum terjadinya peril.
2. Selama peril terjadi.
3. Sesudah peril terjadi.
Di samping itu dapat pula diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode
pengendalian/ pencegahan pada:
1. Fase perencanaan, segala perubahan-perubahan mendasar dalam operasi
perusahaan, seperti: pembelian mesin baru, penambahan bangunan dan
sebagainya harus didahului dengan perencanaan pengendalian kerugian akibat
perubahan-perubahan tersebut.
2. Fase pengamanan-perawatan, yaitu program untuk memeriksa pelaksanaan
dan mengusulkan perubahan bila perlu.
Contoh:
Kualitas jasa penjagaan dari sistem alat pengamanan apakah sudah memadai
dan sebagainya.
3. Fase darurat, meliputi program-program yang menjadi efektif dalam keadaan
darurat.
Contoh: pengadaan fasilitas pemadam kebakaran.

3. Analisis Kerugian dan Analisis Hazard


Langkah awal dalam mengendalikan risiko adalah melakukan identifikasi dan
analisis terhadap:
1. Kerugian-kerugian yang telag terjadi.
2. Hazard yang menyebabkan suatu kerugian atau yang mungkin
menyebabkannya di masa mendatang.
Agar langkah tersebut dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan adanya:
1. Suatu sistem pelaporan yang komprehensif.
2. Inspeksi secara berkala.
1. Analisis Kerugian
Untuk bisa mendapatkan informasi yang memadai atas kerugian, maka
Manajer Risiko perlu membangun suatu:
a. Jaringan pemberi informasi.
b. Formulir untuk melaporkan kerugian.
Pemberi informasi yang utama adalah para supervisor lini yang
bertanggung jawab terhadap operasi dimana peril itu terjadi. Informasi dari
laporan supervisor lini mempunyai berbagai manfaat, antara lain:
a. Menilai performance pada Manajer Lini.
b. Mengevaluasi operasi perusahaan, sehingga dapat menetapkan operasi
mana yang perlu dibetulkan.
c. Mengidentifikasi hazard yang bersangkut-paut dengan peril.
d. Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan untuk memotivasi
manajer dan karyawan agar menaruh perhatian besar terhadap
pengendalian kerugian.
Informasi dapat pula diperoleh ari data-data statistik, dari data tersebut
dapat diperoleh:
1. Perbandingan antara pengalaman perusahaan sendiri dengan perusahaan
lain atau perusahaan secaa umum.
2. Pengetahuan tentang karakteristik setiap peril, sifat peril, sifat dan luasnya
kerugian, bulan-hari-jam terjadinya peril, karyawan/ supervisor yang
tersangkut, hazard atau peristiwa yang melatar belakangi peril.

2. Analisis Hazard
Analisis hazard harus tidak dibatasi hanya pada hazard yang telah
mengakibatkan peril di perusahaannya saja. Perlu pula menyelidiki hazard
yang mungkin akan muncul, hazard dari pengalaman perusahaan lain atau
pengalaman dari perusahaan asuransi.
Alat-alat yang dapat digunakan dalam menentukan hazard melalui inspeksi
antara lain;
a. Checklist,
b. Fault tree analysis.

3. Menentukan Kelayakan Ekonomis


a. Kerugian yang timbul karena peril:
Kerugian-kerugian tersebut antara lain:
1. Kerugian karena hilangnya waktu kerja dari karyawan yang cedewra
kaena terjadinya peril.
2. Kerugian karena hilangnya waktu kerja bagi karyawan lain, yang
menolong karyawan yang terkena peril.
3. Kerugian dari waktu yang terpakai supervisor untuk menyiapkan
laporan peril dan melatih karyawan lain untuk mengganti karyawan
yang terkena peril.
4. Kerugian yang berkenaan dengan rusaknya mesin, peralatan harta yang
lain, yang tidak langsung diakibatkan oleh peril.
5. Kerugian berkenaan dengan pembayaran penuh upah/ gaji karyawan
yang telah pulih dari cederanya, tetapi kemampuannya menurun.
6. Kerugian karena hilangnya waktu produksi, terutama selama
rehabilitasi terhadap mesin/ peralatan yang terkena peril.
b. Biaya pengendalian risiko:
Biaya pengadaan, pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian
risiko pada pokoknya dapat dibagi dalam tiga kategori:
1. Pengeluaran modal/ investasi dan depresiasi untuk alat pencegah peril,
seperti: masker, pemadam kebakaran dan sebagainya.
2. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk regu pemadam kebakaran,
konsultan dan sebagainya.
3. Biaya untuk menjalankan program pencegahan, seperti upah karyawan
pelaksana pencegahan, inspeksi, perawatan preventif dan sebagainya.
Besarnya kemungkinan kerugian dan biaya pengendalian itu yang
biasanya digunakan untuk membandingkan manfaat dari pengendalian
risiko dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendalian tersebut.
Pekerjaan ini menghadapi dua persoalan:
1. Karena manfaatnya biasanya tidak pasti, maka manfaat tersebut harus
dikalikan dengan probabilitas diraihnya manfaat,
2. Baik manfaat maupun biaya dapat disebarkan pada biaya untuk
beberapa tahun, maka dalam menghitung harus membandingkan antara
“present value” dan “expected cost”.
Usaha pengendalian risiko apakah bermanfaat atau tidak dapat
dievaluasi dengan menetapkan:
1. Apakah kerugian akibat terjadinya peril dapat dikurangi dengan adanya
upaya pengendalian.
2. Apakah kebijaksanaan keselamatan (safety policy) dan prosedur yang
dianjurkan oleh Manajer Risiko dijalankan.
3. Mengukur perubahan-perubahan dalam kerugaian dan biaya untuk
pencegahan, misalnya: premi asuransi, biaya-biaya karena peril,
frekuensi peril, keparahan kerugian, yang harus dianalisis secara
aggregat berdasarkan departemen dan berdasarkan exposure.

3. Pemisahan
Pemisahan artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko
yang sama. Maksud dari pemisahan adalah untuk mengurangi jumlah kerugian akibat
peril.
Contoh: Perusahaan yang mempunyai banyak truk, maka untuk memperkecil
kerugian karena kebakaran, truknya disimpan dalam beberapa pool.

4. Kombinasi atau Pooling


Kombinasi atau pooling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas
kendali perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan
dialami lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil.
Untuk ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan
pengembangan internal.
Contoh:
- Perusahaan transport memperbanyak armada truknya, agar probabilitas
terjadinya kecelakaan diperkecil.
- Perusahaan asuransi mengkombinasi risiko murni dari banyak
tertanggung.

5. Pemindahan Risiko
Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Hak milik atau kegiatan yang menghadapi risiko dipindahkan kepada pihak lain,
yang dinyatakan dengan tegas dengan berbagai transaksi atau kontrak.
Contoh:
Perusahaan yang menyerahkan pengangkutan produknya kepada perusahaan
transport, bertujuan untuk memindahkan risiko dalam pengangkutan kepada
perusahaan transport.
2. Risiko sendiri yang dipindahkan.
Contoh:
Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, biasanya pemilik rumah memindahkan
risiko kerusakan kepada penyewa, yang biasanya terhadap kerusakan karena
kelalaian penyewa.

B. Pembiayaan Risiko
Cara-cara yang dapat digunakan yaitu:
1. Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
2. Menangani sendiri risiko yang dihadapi, dengan meretensi.

1. Risk Financing Transfers


Pemindahan risiko melalui risk financing berarti transferor/ penanggung harus
mencari dana ekternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh tertanggung, yang
benar-benar terjadi, yang dikarenakan oleh peril yang dipindahkan.
Pemindahan ini dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Tranfer risiko kepada perusahaan asuransi (mengasuransi).
2. Transfer risiko kepada perusahaan yang bukan perusahaan asuransi (noninsurance
transfer).
1. Noninsurance Transfer
Pemindahan risiko kepada pihak noninsurance biasanya dilakukan melalui
kontrak-kontrak bisnis biasa atau melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko.
Isi kontrak adalah berkenaan dengan pemindahan tanggung jawab atas kerugian
terhadap:
a. Harta kekayaan,
b. Net income,
c. Personil,
d. Tanggung jawab (liabilities) kepada pihak ketiga.
Ada beberapa “keterbatasan” dari noninsurance transfer, antara lain:
1. Kontrak mungkin hanya memindahkan sebagian dari risiko yang menurut
pendapat Manajer Risiko harus dipindahkan ke pihak lain.
2. Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah “Bahasa Hukum”, sehingga
kadang-kdang sukar dipahami oleh orang awam (termasuk Manajer Risiko),
sehingga mudah menimbulkan salah pengertian.
3. Kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan bila isinya bertentangan dengan
undang-undang, peraturan pemerintah, kebijaksanaan pemerintah atau
dianggap tidak wajar bagi tertanggung.

4. Meretensi
Meretensi artinya perusahaan menanggung sendiri risiko finansial dari suatu peril
dan ini adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling umum/ banyak. Dimana
sumber dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.
Penanggulangan semacam ini dapat bersifat “pasif” atau direncanakan “unplanned
retention” dapat pula bersifat “aktif” atau direncanakan “planned retention”.
Retensi bersifat aktif bila Manajer Risiko telah mempertimbangkan metode-
metode lain untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk
tidak memindahkan kerugian potensial tersebut, sehingga bila terjadi peril
kerugiannya akan diperhitungkan sebagai “biaya yang tak terduga”.

1. Alasan Melakukan Retensi


Ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan retensi dalam
menanggulangi risiko, antara lain:
1. Merupakan keharusan, karena tidak ada yang lain.
2. Berdasarkan pertimbangan biaya, dimana memindahkan risiko biayanya lebih
mahal (loss allowance/ premi asuransi, loading/ biaya pemindahan/ profit
margin) dibandingkan dengan kemungkinan besarnya kerugian.
3. Bila perkiraan expected loss dari Manajer Risiko lebih rendah daripada
perkiraan perusahaan asuransi.
4. Berdasarkan prinsip “opportunity cost”, dimana Manajer Risiko berpendapat
bahwa penggunaan dana untuk kepentingan investasi adalah lebih
menguntungkan daripada untuk membayar premi.
5. Kualitas servis dari penanggung dianggap kurang memuaskan, dibandingkan
dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.

2. Hal-hal yang Mendorong Penggunaan Retensi


Hal-hal yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam
penanggulangan risiko antara lain:
1. Jika biayanya lebih rendah dibandingkan dengan yang akan dibebankan oleh
perusahaan asuransi.
2. Jika expected lossnya lebih rendah daripada yang diperkiraan perusahaan
asuransi.
3. Jika unit yang menghadapi risiko yang sama banyak jumlahnya, sehingga
risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat diperhitungkan dengan lebih
akurat.
4. Tujuan manajemen risiko menerima variasi yang lebih besar dalam kerugian
tahunan.
5. Jika pembiayaan untuk memindahkan kerugian membengkak selama jangka
waktu yang ckup panjang, sehingga menghasilkan opportunity cost yang lebih
besar.
6. Adanya peluang yang kuat untuk melakukan investasi, sehingga memperbesar
opportunity cost.
7. Keuntungan pelayanan internal “noninsurer servicing”.

3. Kelemahan Penggunaan Retensi


Ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik
untuk menangani risiko, antara lain:
1. Sering biaya yang dikeluarkan dengan meretensi lebih besar daripada biaya
yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2. Expected lossesnya lebih besar daripada yang diperkirakan oleh perusahaan
asuransi.
3. Exposures unitnya sedikit, yang berarti bahwa risikonya tinggi, sehingga
perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup meramalkan besarnya kerugian
secara memuaskan.
4. Ketidak-mampuan keuangan perusahaan untuk menopang meximum possible
losses atau maximum probable losses dalam jangka pendek.
5. Tujuan manajemen risiko ditekankan pada “ketenangan pikiran” dan “variasi
laba tahunan yang kecil” (relatif kecil).
6. Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama jangka waktu pendek,
sehingga mengurangi opportunity cost.
7. Peluang investasi yang terbatas dengan tingkat pengembalian (return) yang
rendah.
8. Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan bila risiko diasuransikan
(biaya pemidahan termasuk biaya).

4. Penyediaan Dana untuk Retensi


Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk
melaksanakan program retensi, antara lain:
1. Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
2. Dengan membentuk dana cadangan.
Cara ini mengandung kelemahan diantaranya:
a. Pembentukan dana cadangan adalah pemindah-bukuan secara akunting.
Jadi tidak berupa uang tunai, sehingga bila terjadi peril yang harus dibiayai
secara tunai perusahaan akan mengalami kesulitan.
b. Penafsiran besarnya expected loss jarang yang tepat.
c. Apakah pembentukan dana semacam ini dapat diijinkan oleh Pemerintah
ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan asuransi sendiri (Self-insurance).
Perusahaan membentuk organisasi asuransi sendiri “Self-Insurer”, yang
bertugas mengelola dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko.
Badan ini merupakan badan otonom, yang berhak menginvestasikan dana
cadangan yang sedang nganggur, tetapi badan itu bukan perusahaan asuransi.
4. Dengan “Captive Insurer”
Dimana perusahaan membentuk sebuah perusahaan asuransi, dimana
nasabahnya seluruhnya atau sebagian besar perusahaan pendiri sendiri.
Keuntungan cara ini adalah Captive-Insurer dapat melakukan re-asuransi.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Asuransi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :7

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan pemindahan risiko kepada
pihak asuransi, yang terdiri atas: pengertian asuransi asuransi dari pihak penjamin dan
terjamin, perbedaan asuransi dengan aktivitas-aktivitas lain, risiko yang ditanggung
oleh pihak penanggung maupun pihak tertanggung.

Materi:
Asuransi
A. Pengertian Asuransi
B. Perbedaan Asuransi dengan Aktivitas-aktivitas lain
C. Risiko Pihak Penanggung
D. Risiko Pihak Tertanggung

A. Pengertian Asuransi
Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung
dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan
mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya,
sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula
belum dapat ditentukan saat/ kapan terjadinya. Sebagai kontra prestasinya di tertanggung
diwajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian persen
dari nilai pertanggungan, yang disebut “premi”.
Dimana siapa yang berhak atas uang premi ada dua macam kemungkinan, yaitu:
1. Uang premi tetap menjadi milik si penanggung, meskipun peril yang
dipertanggungkan tidak terjadi.
2. Uang premi dikembalikan kepada si tertanggung, baik secara sekaligus maupun secara
berangsur-angsur, sesuai dengan perjanjian pada saat masa pertanggungannya habis
(jatuh tempo) atau pada saat terjadi peril yang sesuai dengan isi perjanjian
pertanggungan.
Hal penting yang terkandung dalam bisnis asuransi, antara lain:
1. Ditinjau dari segi fungsional asuransi adalah sebagai suatu lembaga sosial-ekonomi
yang diciptakan untuk melakukan fungsi tertentu.
2. Ditinjau dari segi hukum, maka asuransi adalah sebagai suatu perjanjian antara
penanggung dan tertanggung, mengenai pengalihan risiko tertentu dari tertanggung
kepada penanggung dengan sejumlah pembayaran kepada penanggung (disebut
premi). Surat perjanjiannya disebut polis, yang mengatur segala hak dan kewajiban
dari masing-masing pihak.
3. Dari segi sifat kerugiannya, maka kerugian yang dapat diasuransikan dan bisa
mendapatkan ganti rugi adalah bahwa kerugian tersebut haruslah merupakan kerugian
yang terjadi karena suatu kecelakaan “Accidental Loss”
Jadi sifat kerugiannya harus: datang dari luar, tidak dapat diduga terlebih dahulu kapan
terjadinya, tidak disengaja dan ada unsur kerugiannya.
Ditinjau dari beberapa sudut, maka asuransi mempunyai mempunyai tujuan dan
teknik pemecahan yang bermacam-macam, antara lain:
a. Dari segi Ekonomi, maka:
Tujuannya: mengurangi ketidak-pastian dari hasil usaha yang dilakukan oleh
seseorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan atau
mencapai tujuan.
Tekniknya: dengan cara mengalihkan risiko pada pihak lain dan pihak lain
mengombinasikan sejumlah risiko yang cukup besar, sehingga dapat
diperkirakan dengan tepat besarnya kemungkinan terjadinya kerugian.
b. Dari segi Hukum, maka:
Tujuannya: memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu obyek atau suatu kegiatan
bisnis kepada pihak lain.
Tekniknya: melalui pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam
kontrak ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada
penanggung.
c. Dari segi Tata Niaga, maka:
Tujuannya: membagi risiko yang dihadapi kepada semua peserta program asuransi.
Tekniknya: memindahkan risiko dari individu/ perusahaan ke lembaga keuangan
yang bergerak dalam pengelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang
akan membagi risiko kepada selutuh peserta asuransi yang ditangani.
d. Dari segi Kemasyarakatan, maka:
Tujuannya: menanggung kerugian secara bersama-sama antar semua peserta
program asuransi.
Tekniknya: semua anggota kelompok (kelompok anggota) program asuransi
memberikan konstribusinya (berupa premi) untuk menyantuni kerugian
yang diderita oleh seorang/ beberapa orang anggotanya.
e. Dari segi Matematis, maka:
Tujuannya: meramalkan besarnya kemungkinan terjadinya risiko dan nhasil ramalan
itu dipakai dasar untuk membagi risiko kepada semua peserta
(sekelompok peserta) program asuransi.
Tekniknya: menghitung besarnya kemungkinan berdasarkan teori kemungkinan
(probability theory), yang dilakukan oleh aktuaris maupun oleh
underwriter.

3. Definisi Asuransi
Definisi-definisi tersebut antara lain:
1. Menurut asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) Republik Indonesia:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima suatu
premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
ataun kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.
Berdasrkan definisi tersebut, maka asuransi terkandung 4 unsur, yaitu:
a. Pihak tertanggung (Insured) yang berjanji untuk membayar uang premi
kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
b. Pihak tertanggung (Insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang
(santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur
apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu.
c. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena
peristiwa yang tak tertentu.

2. Menurut Prof. Mehr dan Cammack:


“Asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan menggabungkan
sejumlah yang memadai unit-unit yang terkena risiko, sehingga kerugian-
kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan, kemudian kerugian
yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
3. Menurut Prof. Willet:
“asuransi adalah alat sosial untuk mengumpulkan dana guna mengatasi kerugian
modal yang tak tentu, yang dilakukan melalui pemindahan risiko dari banyak
banyak individu kepada seseorang atau sekelompok”.
4. Menurut Prof. Mark R. Green:
“Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko,
dengan jalan mengombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang
cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat
diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
5. Menurut C. Arthur William Jr dan Richard M. Heins:
Mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu;
a. Asuransi adalah suatu pengamanan terhadap kerugian finansial yang
dilakukan oleh seorang penanggung.
b. Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau
badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finasial.

6. Menurut Molengraaff:
“Asuransi kerugian adalah persetujuan dengan mana satu pihak penanggung-
mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung- untuk mengganti kerugian
yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu peristiwa yang telah
ditunjuk dan yang belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula tertanggung
berjanji untuk membayar premi”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ‘Asuransi
adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian,
dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama
atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya
dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara
proporsional oleh semua pihak dalam gabungan itu”.

4. Macam-macam Usaha Asuransi


a. Dari segi Sifatnya
1. Asuransi Sosial atau Asuransi Wajib dimana untuk ikut serta dalam
asuransi terdapat unsur paksaan atau wajib bagi setiap warga negara.
2. Asuransi Sukarela, dalam asuransi ini tidak ada paksaan bagi siapapun
untuk menjadi anggota/ pembeli.
b. Dari segi Jenis Obyeknya
1. Asuransi Orang, yang meliputi antara lain: asuransi jiwa, asuransi
kecelakaan, asuransi kesehatan, asuransi beasiswa, asuransi hari tua dan lain-
lain, dimana obyek pertanggungannya manusia.
2. Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian, yang meliputi antara lain:
asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan barang, asuransi kendaraan
bermotor, asuransi varia, asuransi penerbangan dan lain-lain, dimana obyek
pertanggungannya adalah hak/ harta atau milik kepentingan seseorang.
Beberapa macam perusahaan asuransi yang sekarang ini sudah ada di
Indonesia, antara lain:
1. Perusahaan Asuransi Jiwa: Perusahaan asuransi yang bidang usahanya risiko
keuangan sebagai akibat dari kematian orang-orang yang memprtanggungkan
jiwanya.
2. Perusahaan Asuransi Kerugian/ Umum: Perusahaan asuransi yang bidang
usahanya menanggulangi risiko keuangan sebagai akibat kerugian karena
peril yang menimpa barang-barang atau kepentingan yang dipertanggungkan.

Perbedaan asuransi jiwa dengan asuransi kerugian dapat dijelaskan sebagai


berikut:
Asuransi Jiwa Asuransi Kerugian
1. Obyek pertanggungannya jiwa 1. Obyek pertanggungannya harta
manusia. benda (bergerak maupun tidak
bergerak) dan piutang.
2. Risiko yang dihadapi dua hal: 2. Risiko bersifat spekulatif:
a. Yang pasti: kematian a. Dapat terjadi
b. Yang tidak pasti: kapan b. Tidak dapat terjadi
terjadinya kematian
3. Risiko bila terjadi hanya sekali dan 3. Kemungkinan terjadinya risiko
klaim hanya dibayar sekali. dapat berkali-kali demikian juga
klaimnya.
4. Dalam premi terdapat unsur: 4. Dalam premi hanya terdapat unsur
a. Tabungan, dan proteksi saja.
b. Proteksi
5. Kontraknya umumnya berlaku 5. Kontraknya umumnya berlaku per
untuk jangka panjang. periode, tergantung pada keadaan
obyek yang dipertanggungkan,
dapat pertahun, per kegiatan dan
dapat diperpanjang.
6. Pasal 253 KUHD berlaku.
6. Pasal 253 KUHD tidak berlaku

Isi pasal 253 KUHD: azas pergantian yang seimbang, artinya ganti rugi
yang dibayarkan seimbang dengan besarnya kerugian.
3. Perusahaan Re-Asuransi Umum: perusahaan asuransi yang bidang usahanya
menanggung risiko yang benar-benar terjadi dari pertanggungan yang telah
ditutup oleh perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi kerugian.
Jadi re-asuransi adalah adalah mempertanggungkan kembali sejumlah risiko
oleh sebuah perusahaan asuransi kepada perusahaan asuransi lainnya
(reinsirer).
Ada kemungkinan pula bahwa perusahaan re-asuransi, karena pertimbangan
mengasuransikan lagi pertanggungan yang telah diterima. Pertanggungan ini
disebut dengan “Retrosessi”.
4. Perusahaan Asuransi Sosial: Perusahaan asuransi yang bidang usahanya
menanggung risiko finansial masyarakat kecil yang kurang mampu.

1. Macam-macam Asuransi menurut Bidang yang Ditangani


Menurut jenis bidang yang ditangani ada beberapa macam asuransi, antara
lain:
1. Asuransi Jiwa: pada hakekatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara
orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi risiko yang
diakibatkan oleh risiko kematian, risiko hari tua, dan risiko kecelakaan.
2. Asuransi Kecelakaan Diri: yaitu usaha untuk melindungi risiko finasial
akibat kecelakaan. Kecelakaan ini meliputi kecelakaan diri (personal
accident), kecelakaan tenaga kerja (workmen’s accident) dan kecelakaan
dalam pengangkutan (baik darat, laut dan udara).
3. Asuransi Sosial: merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi
anggota masyarakat, baik secara lokal, regional ataupun nasional.
4. Asuransi Sosial Tenaga Kerja:yaitu perlindungan sosial bagi tenaga kerja,
yang dijalankan melalui pola mekanisme asuransi, yang dikeloala oleh Perum
ASTEK.
5. Asuransi Kesehatan:asuransi yang memberikan santunan kesehatan kepada
seseorang (tertangggung) beberapa sejumlah uang untuk biaya pengobatan
dan perawatan, bila diluar kehendak ia diserang penyakit.
Santunan asuransi kesehatan dapat dilakukan melalui metode:
a. Sejumlah uang: dimana besarnya santunan ditentukan ketika asuransi
ditutup.
b. Dana sakit:dimana santunan kesehatan yang akan diberikan oleh
penanggung kepada tertanggung yang menderita sakit, yang besarnya
disesuaikan dengan besar kecilnya biaya pengobatan, termasuk biaya
untuk rawat inap.
6. Asuransi Kecelakaan Penumpang: asuransi yang mengelola perlindungan
sosial dalam kecelakaan penumpang dan lalu lintas jalan, yang
penyelenggaranya PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja.
7. Asuransi Kebakaran:pertanggungan yang menjamin kerugian/ kerusakan
atas harta benda (tetap maupun bergerak) yang disebabkan oleh kebakaran.
8. Asuransi Kredit:adalah pertanggungan yang diberikan kepada pemberi
kredit (bank, lembaga keuangan) terhadap risiko kredit, yaitu tidak
diperolehnya kembali kredit yang telah diberikan oleh tertanggung kepada
para nasabahnya.
9. Asuransi Rekayasa:atau engineering insurance adalah pertanggungan yang
diterapkan pada proyek-proyek pembangunan, yang berhubungan dengan
rekayasa (engineering). Yang memberikan perlindungan dalam pelaksanaan
pembangunan.
Asuransi ini digolongkan menjadi:
a. Asuransi machinery breakdown (MB), yang menjamin kerugian/
kerusakan mesin-mesin dan tanggung jawab kepada pihak ketiga.
b. Asuransi contractor’s all risk (CAR), yang menjamin kerugian/ kerusakan
dialami dalam pembangunan proyek dan tanggung jawab kepada pihak
ketiga.
c. Asuransi erection all risk (EAR), yang menjamin kerugian/ kerugian
dalam pemasangan mesin-mesin/ instalasi dan tanggung jawab terhadap
pihak ketiga.
10. Asuransi Perusahaan: yaitu pertanggungan yang meliputi:
a. Asuransi pengiriman uang,
b. Asuransi penyimpanan uang,
c. Asuransi penggelapan uang,
d. Asuransi pencurian uang,
e. Asuransi proses perusahaan: kepentingan yang dijamin adalah kerugian
finansial yang diderita bila perusahaan tidak berjalan atau untuk sementara
berjalan dibawah normal.
11. Asuransi Tanggung Gugat: yang dijamin adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak lain.
12. Asuransi Transportasi.

B. Perbedaan Asuransi dengan Aktivitas-aktivitas lain


1. Perbedaan Asuransi Jiwa dengan Tabungan
Asuransi Jiwa Tabungan
1. Besarnya uang yang akan diterima 1. Besarnya uang yang akan diterima
dapat ditentukan sendiri oleh tergantung pada kemauan si
pemegang polis pada saat perjanjian penabung, kalau kemauannya makin
dibuat. besar, yang akan diterima makin
tinggi.
2. Ada unsur keharusan (wajib) untuk 2. Tidak ada unsur keharusan dalam
membayar premi secara teratur. menabung, sukarela, boleh
menabung boleh tidak.
3. Berapa besarnya premi yang harus 3. Besarnya uang yang ditabung setiap
dibayar sudah ditetapkan kali menabung tidak tetap,
berdasarkan perhitungan aktuaria, tergantung kemauan penabung.
termasuk juga waktu
pembayarannya.
4. Terdapat fungsi proteksi finansial, 4. Tidak terdapat fungsi proteksi
yaitu jaminan terima uang yang terhadap risiko.
pasti, sesuai dengan perjanjian.
5. Pada saat tertanggung meninggal 5. Besarnya uang yang diterima
dunia jumlah uang yang diterima tergantung pada jumlah tabungan
sudah pasti, meskipun baru ditambah bunga.
membayar premi yang lebih kecil.
6. Bersifat kolektif, semua untuk satu, 6. Bersifat individual dan bebas.
kebebasan terbatas.

2. Perbedaan Asuransi dengan Perjudian


Asuransi Perjudian
1. Bertujuan mengurangi risiko yang 1. Risiko semula belum ada dan baru
sudah ada. muncul sesudah orang ikut berjudi.
2. Bersifat sosial terhadap masyarakat, 2. Bersifat “tidak sosial”, bisa
dapat memberikan keuntungan- mengacaukan rumah tangga/
keuntungan tertentu kepada masyarakat.
masyarakat.
3. Besarnya risiko dapat diketahui dan 3. Besarnya risiko tidak dapat
dapat diukur besarnya diketahui dan tidak dapat diukur
kemungkinannya. kemungkinannya.
4. Kontraknya tertulis dan mengikat 4. Kontrak tidak tertulis dan
kedua belah pihak. realisasinya tergantung etikat baik
masing-masing yang terlibat.

3. Perbedaan Asuransi dengan Spekulasi


Spekulasi adalah suatu transaksi dimana salah satu pihak dengan suatu
pertimbangan tertentu setuju untuk menanggung suatu risiko. Spekulasi merupakan
suatu metode penanggulangan risiko, yaitu metode pemindahan. Metode ini biasanya
menyangkut jenis risiko yang perusahaan asuransi tidak mau menanganinya, baik
karena tidak dapat diperkirakannya jumlah kerugian yang mungkin terjadi, maupun
terhadap obyek yang mudah terkena kerugian.
Persamaan dan perbedaan antara asuransi dengan spekulasi antara lain adalah:
a. Persamaannya:
1. Tujuan kontraknya sama-sama untuk memindahkan risiko.
2. Keduanya tidak mengandung unsur perjudian, karena tidak menciptakan
risiko baru.
b. Perbedaannya:
Asuransi Spekulasi
1. Kontrak persetujuannya adalah 1. Kontrak persetujuannya adalah jual
pertanggungan. beli.
2. Risiko yang ditangani adalah 2. Risiko yang ditangani adalah
kerugian yang mungkin timbul. kemungkinan perubahan harga.
3. Transaksi asuransi bagaimanapun
juga lebih menguntungkan 3. Risiko tidak berkurang, hanya
(operasinya berdasarkan hukum berpindah kepada orang lain yang
bilangan besar), sehingga dapat sanggup menanggung risiko
mengurangi risiko yang ada. tersebut.

4. Perbedaan antara Asuransi dengan Bonding


Bondingberasal dari kata bondyang artinya suatu akta resmi, dalam mana salah
satu pihak (disebut Surety atau penjamin) sepakat untuk memberikan ganti rugi
kepada pihak lain (disebut Obligee atau orang yang mengutangkan) apabila pihak
lain tersebut menderita kerugian oleh kegagalan orang yang ditanggung (disebut
Prinsipal atau Obligor) dalam memenuhi kewajibannya.
Jadi pada hakekatnya juga merupakan suatu kontrak pertanggungan, tetapi
mempunyai beberapa prinsip yang berbeda dengan asuransi. Perbedaannya antara
lain:
Asuransi Bonding
1. Meliputi dua pihak utama. 1. Meliputi tiga pihak utama.
2. Pihak menjamin tidak mempunyai 2. Pihak penjamin/ suritymempunyai
hak menagih kembali kepada hak menagih kepada prinsipal
tertanggung. terhadap apa yang telah dibayarkan
kepada obligee.
3. Tujuan utamanya menyebarkan 3. Fungi utamanya peminjaman/ kredit
kerugian di antara sesama kelompok dari surity kepada prinsipal untuk
tertanggung. mendapatkan bunga.

4. Sifat risikonya: menutup kerugian 4. Sifat risikonya: menjamin kejujuran


seseorang, tanpa harus mengenal dan kemampuan seseorang; jadi
pribadi tertanggung. surity harus mengenal prinsipal
secara pribadi.

5. Kontrak dapat dibatalkan oleh 5. Surity tidak dapat membatalkan


penanggung bila tertanggung tidak kontraknya, meskipun prinsipal
memenuhi kewajibannya sesuai tidak dapat memenuhi kewajibannya
dengan perjanjian. kepada surity; surity tetap
bertanggung jawab penuh atas
kewajibannya terhadap obligee.

5. Perbedaan Asuransi Jiwa dengan Anuitas


Anuitas adalah suatu kegiatan yang tujuannya membentuk dana (funds), agar
dapat digunakan di hari tua, pada saat orang sudah tidak mampu lagi mencari
penghasilan. Yang penting disini adalah cara bagaimana mengumpulakan dana. Cara
menghitungnya sama dengan menghitung bunga “bunga berganda” pada sistem
anuitas.
Perbedaan dengan asuransi jiwa antara lain:
Asuransi Jiwa Anuitas
1. Tujuannya memperkecil risiko, yaitu 1. Tujuannya untuk membentuk dana
risiko keuangan yang mungkin yang dapat digunakan dihari tua nanti.
timbul. 2. Memberi jaminan bila seseorang
2. Memberi jaminan bila seseorang belum meninggal dunia, pada saat
meninggal dunia sebelum saat tidak sudah tidak mampu lagi mencari
mempu mencari penghasilan penghasilan.
(pensiun). 3. Makin lama orang yang bersangkutan
3. Makin lama tertanggung hidup, hidup, makin merugikan
makin menguntungkan perusahaan penyelenggara anuitas, sebab makin
asuransi (dapat menunda pembayaran besar pembayaran kepada yang
kembali premi). bersangkutan.

C. Risiko Pihak Penanggung


1. Pengertian
Penanggung (perusahaan asuransi) mengasumsikan bahwa risiko adalah
“ketidakpastian yang dikaitkan dengan preposisi bahwa kerugian yang sebenarnya
paling tinggi sama dengan kerugian yang diperkirakan”.
Semua keadaan yang menyebabkan tidak terpenuhinya asumsi teori probabilitas/
model binomial dapat dikatakan sebagai risiko dari pihak penanggung. Karena itu
perusahaan asuransi harus berusaha untuk meminimumkan risiko tersebut.
Kenyataan inilah yang sesungguhnya merupakan salah satu alasan mengapa asuransi
dianggap sebagai “ilmu”, sebab dengan adanya kenyataan itu merupakan keharusan
bagi perusahaan asuransi untuk melakukan study yang mendalam mengenai
bagaimana cara-cara yang harus ditempuh agar risiko yang ditanggung oleh pihak
asuransi dalam kenyataan sesungguhnya lebih kecil daripada yang diperkirakan.

2. Hukum Bilangan Besar


Hukum bilangan besar (The law of the large numbers) merumuskan bahwa akan
diperoleh jawaban yang semakin tepat atau yang dianggap memadai dengan jalan
meningkatkan jumlah observasi yang dilakukan.
Hal itu juga dijumpai dalam ilmu statistik, yang menyatakan bahwa “apabila
tidak diketahui probabilitas terjadinya suatu event, maka kita dapat mengestimasinya
secara lebih pasti dengan jalan memperbesar jumlah observasi dalam proses
sampling”. Juga kenyataan statistik “nilai rata-rata dari jumlah observasi yang besar
akan mendekati rata-rata populasi dari mana observasi tersebut diambil.

3. Jumlah Exposures yang Diperlukan untuk Tingkat Keakuratan estimasi


1. Pengertian
Asuransi diri sendiri (self insurer) adalah berkenaan dengan masalah
“Berapa besar exposures yang dibutuhkan, untuk dapat mencapai tingkat
keakuratan, sehingga frekuensi total kerugian yang sesungguhnya mendekati atau
sama dengan frekuensi kerugian yang diestimasikan?”.
Untuk jawaban untuk pertanyaan ini bisa mengacu pada hukum bilangan
besar yaitu “semakin besar jumlah exposures (mendekati tak terhingga) maka
akan semakin akurat estimasi yang dihasilkan”.
Tetapi perlu diingat bahwa tidak mungkin orang dapat mengumpulkan
sejumlah exposures yang sangat besar (mendekati tak terhingga) tersebut,
sehingga untuk itu kita perlu pula menggunakan prinsip-prinsip matematik dan
statistik tertentu, untuk membantu menjawab pertanyaan tersebut. Sekalipun
asumsi-asumsi yang mendasari prinsip-prinsip tersebut tidak selalu dapat
terpenuhi, tetapi paling tidak hal tersebut memungkinkan pihak penanggung
membuat aproksimasi yang cermat, yang sangat berguna dalam membuat
keputusan yang bijaksana.

2. Distribusi Normal
Bila kerugian-kerugian terjadi sebagaimana diasumsikan, maka probabilitas
frekuensinya kerugian akan mendekati pola distribusi normal.Dalam distribusi
normal frekuensi terjadinya event yang diukur akan berdistribusi secara simetris
dari nilai “Mean”.
Bila terdapat 100 unit exposures, dimana masing-masing mempunyai
probabilitas terjadinya kerugian sebesar 30%, maka Mean jumlah kerugian 30,
sedang probabilitas terjadinya kerugian 30 kerugian = 0,09, probabilitas
terjadinya 26 kerugian = 0,06, probabilitas terjadinya 25 kerugian = 0,05 dan
seterusnya. Bila keseluruhan probabilitas tersebut dijumlahkan maka hasilnya =
1, karena masing-masing event bersifat “mutually exclusive”.
Kegunaan dari fakta mengenai keugian yang berdistribusi normal adalah
“memungkinkan kita untuk menghitung besarnya probabilitas kerugian, dimana
besarnya kemungkinan kerugian akan berada dalam skala/ jarak tertentu dari
“mean”nya. Untuk itu maka selanjutnya perlu diadakan pengukuran secara
statistik tentang “dispersi” atau “standar deviasi”.

3. Confidence Interval
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa expected losses30 kerugian dari
100 unit exposures standard deviasinya sekitar sebesar 4,6, yang dapat dihitung
dengan rumus:
√𝑛𝑝 (1 − 𝑝) = √100 𝑥 0,3 (1 − 1,3) = √30 𝑥 0,7 = 4,58
Dengan demikian probabilitas 68% dari jumlah kerugian sesungguhnya
akan berada di antara 26 – 34 kerugian (+ 1 standard deviasi); probabilitas 95%
dari jumlah kerugian sesungguhnya berada di antara 21 - 39 kerugian (+ 2
standard deviasi) atau coefficient of variation nya sebesarnya 30%.
Selanjutnya untuk mengestimasikan jumlah exposures yang dibutuhkan
untuk mencapai tingakat keakuratan tertentu yang diinginkan dapat digunakan
formula matematis berikut:
𝑆2
𝑁= 2
4𝑒
Dimana:
N = jumlah unit exposures yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
keakuratan tertentu.
e = tingkat keakuratan yang diisyaratkan, yang diekspresikan sebagai
rasio dari kerugian sesungguhnya terhadap total sampel.
S = jumlah standard deviasi dari distribusi, dimana nilai S
menginformasikan “dengan tingkat keyakinan berapa”
(confidence) kita dapat menyatakan hasil yang diperoleh.
Dari contoh di atas, kalau kita menginginkan confidence of intervalnya/
tingkat keyakinannya 95%, yang bearti dengan 2 standard deviasi, maka:
a. Bila menginginkan tingkat keakuratan 95% (S=1,96), maka exposures yang
harus dimiliki:
1,962
= ± 2.500 𝑒𝑥𝑝𝑜𝑠𝑢𝑟𝑒𝑠.
4(0,0)2
b. Bila menginginkan tingkat keakuratannya 20% (S=0,26), maka exposures
yang harus dimiliki:
0,262
= ± 42 𝑒𝑥𝑝𝑜𝑠𝑢𝑟𝑒𝑠.
4(0,05)2
4. Tabel Kredibilitas
Pemakaian model matematis dalam menentukan jumlah exposures unit yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat kestabilan kerugian adalah merupakan hal
yang sangat penting dalam pengoperasian tabel kredibilitas, yang menunjukkan
tingkat keterandalan (degree of reliability) yang dapat ditanggung oleh pihak
penanggung atas jumlah unit exposures yang dimiliki.

D. Risiko Pihak Tertanggung


1. Pengertian
Risiko pasar bagi individu (tertanggung) adalah “ketidak pastian” sehubungan
dengan “apakah suatu kerugian akan menimpa dirinya?”.
Seseorang mungkin saja mengatakan bahwa probabilitas kerugian yang dihadapi
sangat kecil, tetapi dia tidak akan mempunyai cara untuk mengetahui besarnmya
probabilitas itu, sebab dia tidak mengetahui cara untuk mengetahui “dimana” atau
“atas nama siapa” kerugian tersebut akan terjadi. Demikian juga kalau seseorang
mengatakan bahwa perasaan hatinya atau berdasarkan pengalaman orang lain, yang
berkondisi sama dengan dirinya.
Di samping itu bagi individu adalah hal yang sangat sulit untuk memperoleh
jumlah exposures yang memadai, yang dapat dipakai sebagian dasar pencapaian
tingkat keakuratan yang diinginkan dari prediksi yang dilakukan.

2. Teori Nilai Guna Batas


Salah satu metode pendekatan dalam mempelajari masalah besarnya/
probabilitas risiko bagi individu adalah melaui konsep “utility” (nilai guna),
khususnya teori mengenai nilai guna batas atau marginal utility theory. Yaitu konsep
mengenai nilai subyektif bagi seseorang (konsumen) atas barang terakhir yang
dibelinya. Diman diasumsikan bahwa setiap pembelian terhadap barang yang sama
akan mempunyai nilai yang semakin berkurang dibandingkan dengan unit barang
sebelumnya, meskipun harganya sama, sehingga semakin banyak suatu jenis barang
yang dibeli, maka akhirnya akan dicapai suatu titik dimana harga barang tersebut
lebih tinggi dari nilai guna yang diberikannya, sehingga ia tidak membeli barang
tersebut. Konsep ini dalam teori ekonomi dikenal dengan “Hukum Gossen I”.
Konsep tersebut bila diterapkan dalam masalah besarnya probabilitas risiko yang
dihadapi individu adalah Expected loss dari suatu kejadian yang belum pasti, bagi
seorang yang kaya akan mempunyai utility yang lebih kecil atau kurang serius bila
dibandingkan dengan Expected loss dari kejadian yang sama bagi seorang miskin.
Bagi seorang salesman dibidang asuransi dalam meyakinkan calon nasabah
tentang besarnya probabilitas risiko yang dihadapi tahap-tahap yang harus dilakukan
adalah:
1. Mencari jalan untuk mengukur utility bagi masing-masing individu/ calon
nasabah.
2. Mengukur sikap masing-masing individu/ calon nasabah terhadap risiko.
3. Menentukan seberapa jauh keseriusan dari suatu jenis risiko bagi individu/ calon
nasabah yang bersangkutan.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Dampak Asuransi terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :8

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan dampak asuransi terhadap
kehidupan sosial-ekonomi, yang terdiri atas: fungsi asuransi, faktor-faktor yang
mendorong timbulnya usaha asuransi, pengaruh asuransi terhadap kehidupan sosial-
ekonomi, aspek produktif dari asuransi, dan asuransi dan teori nilai guna batas.

Materi:
Dampak Asuransi terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi
A. Fungsi Asuransi
B. Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Usaha Asuransi
C. Pengaruh Asuransi terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi
D. Aspek Produktif dari Asuransi
E. Asuransi dan Teori Nilai Guna batas

A. Fungsi Asuransi
Dalam asuransi, tertanggung dengan membayar premi berakibat risiko kemungkinan
terjadinya kerugian telah dipindahkan ke perusahaan asuransi. Dengan demikian
tertanggung telah mendapat semacam perlindungan seandainya dia nanti terkena peril.
Jadi dengan membayar premi biaya kerugian yang mungkin diderita pada masa
mendatang relatif menjadi pasti, yaitu sebesar premi yang dibayar. Sebab kalau terjadi
peril, ia akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang diderita (dalam asuransi jiwa).
Usaha untuk memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian pada
masa mendatang itulah sebenarnya yang melatar belakangi timbulnya ide adanya usaha
asuransi.
Bagaimana peranan asuransi dalam kehidupan sosial-ekonomi dapat kita lihat dari
pernyataan seorang ahli asuransi John H. Magee yang menyatakan: “Pentingnya
kedudukan asuransi sebagai suatu lembaga dan kontribusi terhadap perkembangan sosial-
ekonomi dewasa ini tidak ternilai harganya”.
Selanjutnya bagaimana pentingnya asuransi bagi masyarakat bagi masyarakat Indonesia
adalah seperti apa yang dikemukakan oleh seorang ahli asuransi: “bahwa sampailah
saatnya Pemerintah untuk mengasuransikan masyarakat dan memasyarakatkan
asuransi”.

B. Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Usaha Asuransi


Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya usaha asuransi sebagai salah satu
bidang usaha yang tujuannya untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya kerugian
yang mungkin menimpa seseorang/ lembaga, yaitu dengan cara memberikan santunan/
ganti rugi kepada para peserta program asuransi yang terkena peril. Adapun faktor-faktor
tersebut antara lain:
1. keinginan untuk memberikan kepastian kepada para peserta program asuransi/
tertanggung terhadap risiko kerugian yang dihadapi.
2. Dengan adanya kepastian, maka tertanggung akan merasa aman terhadap bahaya
kerugian. Jdai di samping memberikan kepastian maka asuransi juga bertujuan
memberikan rasa aman kepada para tertanggung.
3. Bila seseorang berada dalam bahaya karena: kehilangan sumber pendapatan,
kehilangan rumah tempat tinggalnya atau kedudukannya dalam masyarakat, maka
yang bersangkutan akan diliputi rasa kekhawatiran dan bila risiko itu demikian
besarnya akan menimbulkan rasa ketakutan.
4. Perlu kiranya diperhatikan bahwa keinginan/ usaha-usaha untuk memperoleh rasa
aman dari setiap orang mempunyai sisi lai. Yaitu dapat mengakibatkan orang
menghindari usaha-usaha yang mengandung risiko yang besar, yang memberikan
kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang besar pula.
1. Rasa Aman dan Kontribusi timbal-Balik
Bila menganalisa faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya usaha asuransi
dari segi “Sosiologi”, kita bisa menarik kesimpulan bahwa usaha asuransi sebenarnya
berakar pada kebiasaan tertentu yang berlaku dalam masyarakat. Dimana bila
sebuah keluarga tidak lagi dapat memberikan perlindungan yang dianggap penting atas
keadaan seseorang, maka timbullah upaya-upaya untuk mencari rasa aman secara
bersama-bersama. Yaitu akan terjadi kontribusi sukarela bila salah seorang anggota
kelompoknya menderita kerugian, bila yang bersangkutan sendiri tidak mampu
mengatasinya, yang di masyarakat kita lebih dikenal dengan istilah “perilaku gotong-
royong”. Dimana kontribusi tersebut timbul dari rasa hati yang “welas asik”.

C. Pengaruh Asuransi terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi


Manfaat asuransi bagi mereka yang terlibat langsung dalam asuransi, artinya bagi
mereka yang menjadi nasabah dari suatu perusahaan asuransi.
1. Memberi rasa aman.sesuai dengan motivasi uatama yang mendorong lahirnya usaha
asuransi yaitu dorongan naluriah yang ada pada diri setiap orang, yaitu keinginan
akan rasa aman.
2. Melindungi keluarga dari perpecahan.
3. Mengeliminir ketergantungan.
4. Menjamin kehidupan wanita karier.
5. Konstribusi terhadap pendidikan, terutama penyediaan dana pendidikan bagi anak-
anak setelah orang tua atau yang bertanggung jawab membiayainya meninggal dunia
atau menurunya kemampuanya.
6. Kontribusi terhdap lembaga-lembaga sosial.
7. Memberikan manfaat untuk pemupukan kekayaan.
8. Stimulasi menabung.
9. Menyediakan dana yang dibutuhkan untuk investasi.

D. Aspek Produktif dari Asuransi


1. Pengertian
Para pemimpin perusahaan-perusahaan besar atau para pemilik modal, yang
mempunyai dana yang melimpah sekalipun, akan tetap merasa enggan untuk
menginvestasikan dananya, baik dalam perusahaannya sendiri maupun perusahaan
lain, apabila mereka merasa adanya kemungkinan bahwa investasi tersebut
mengakibatkan hilangnya sama sekali modal yang diinvestasikan, karena adanya
bahaya-bahaya seperti: kebakaran, perampokan, penipuan, dan sebagainya.
Kemauan menanggung risiko adalah merupakan unsur yang fundamental dalam
sistem perekonomian bebas. Artinya apabila suatu perusahaan ingin untuk
memperoleh keuntungan dalam bidang usahanya, maka kehadiran risiko dan ketidak
pastian tidak dapat dihindari. Jadi kesempatan untuk memasuki bidang udaha dengan
tujuan untuk mencari keuntungan tidak dapat dipisahkan dengan risiko akan terjadinya
kerugian.
Dimana dengan munculnya usaha asuransi, maka kemungkinan orang untuk
memindahkan risiko-risiko tersebut kepada perusahaan asuransi. Dengan demikian
usaha-usaha untuk mencari keuntungan yang lebih besar dengan risiko yang lebih
besar pula dapat berjalan.

2. Peranan Asuransi dalam Memproduktifkan Kegiatan Ekonomi dan Sosial


1. Melengkapi persyaratan kredit
Contoh:
- Pembelian rumah secara kerdit (KPR-BTN/ BPS), rumah yang dibeli akan diikat
dengan hipotik dan diasuransikan oleh bank keditur atas beban debitur.
- Perusahaan dagang yang menjaminkan degangannya untuk kredit yang diterima,
biasanya ia harus juga mempunyai “credit insurance”.
- Dalam “executive credit”, dimana seseorang executive dapat mendapatkan “open
account credit” bila ia mempunyai polis asuransi (jiwa), dengan nilai
pertanggungan yang memadai.
2. Mempercepat laju pertumbuhan ekonomi
Kontrak-kontrak dalam asuransi umum/ kerugian/ commercial insurance biasanya
mensyaratkan agar premi dibayar di muka. Artinya premi harus dibayar terlebih
dahulu sebelum tertanggung menerima jasa dari perusahaan asuransi. Meskipun
premi tersebut buikan milik perushaan asuransi sebelum perjanjian asuransinya
jatuh tempo, tetapi karena jatuh tempo perjanjian-perjanjian asuransi yang dimiliki
oleh perusahaan asuransi sangat bervariasi, maka dana yang terkumpul yang
kemudian menjadi milik perusahaan asuransi, dengan berlalunya waktu makin
menjadi besar. Karena biasanya besarnya nilai ganti rugi yang dibayarkan kepada
para teratnggung lebih kecil dari pada premi yang dikumpulkan selama periode
waktu yang sama.
3. Mengurangi biaya modal
Dalam rangka untuk dapat menarik modal untuk membiayai bidang-bidang usaha
yang berisiko besar/ tinggi, maka tingkat pendapat/ return/ bunga yang akan
diberikan kepada pemilik modal harus tinggi pula. Sebab seperti kita tingkat risiko
dan return adalah merupakan dua hal yang satu sama lain sangat berkaitan erat dan
tidak dapat dipisahkan.
Contoh:
Orang mau membeli obligasi pemerintah, meskipun bunganya rendah.
Sebab risiko yang dihadapi dengan membeli obligasi pemerintah adalah
sangat kecil.
4. Menjamin kestabilan Organisasi/ Perusahaan
Umumnya para pimpinan perusahaan telah menyadari arti pentingnya asuransi
sebagai salah satu faktor untuk menciptakan goodwill/ hubungan yang harmonis
antara kelompok pimpinan dan kelompok karyawan, khususnya asuransi jiwa,
asuransi kecelakaan dan asuransi kesehatan.
Artinya policy pimpinan perusahaan yang mengikutsertakan karyawannya dalam
program asuransi seperti tersebut di atas, baik dengan cara sebagian atau seluruh
premi ditanggung perusahaan, akan membawa dampak psikologis yang sangat
berarti bagi karyawan, yang selanjutnya tentu akan berdampak positif terhadap
perilaku mereka, antara lain dapat mengurangi/ mencegah adanya pemogokan,
penyelewengan atau penyalahgunaan. Karena karyawan merasa mendapat
perhatian yang baik dari pihak perusahaan atas risiko/ keidak pastian yang mereka
hadapi.
5. Dapat memperhitungkan besarnya biaya insiden dengan cara yang lebih pasif
Bila ada suatu perusahaan yang cukup kuat untuk menanggung sendiri semua
risiko kerugian yang mungkin dideritanya, maka di dalam menghitung biaya
produksinya, dimana dia harus memasukkan unsur risiko kerugian yang
diperkiraan yang akan terjadi di masa mendatang, karena risiko kerugian
merupakan salah satu unsur biaya, dia akan mengalami kesulitan. Dia tidak akan
dapat menghitung secara pasti berapa besarnya risiko kerugian tersebut.
Kesulitan ini akan dengan mudah dapat diatasi apabila pengusaha tersebut
mengasuransikan risiko kerugian tersebut. Sebab dengan mengasuransikan dia
dapat menentukan secara pasti besarnya risiko kerugian yang dihadapi, yaitu
sebesar premi asuransi yang telah dibayar untuk pengasuransian risiko kerugian
tersebut.
Hal ini dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut:
Perhitungan biaya tanpa asuransi:
- Biaya bahan + Biaya personil + Overhead + Risiko Kerugian (?) = Biaya total (?)
Perhitungan biaya dengan asuransi:
- Biaya bahan + Biaya personil + Overhead + Premi Asuransi (Pasti) = Biaya Total
(Pasti).
6. Penyediaan service yang profesional
Usaha asuransi dewasa ini sudah semakin banyak yang bergerak di bidang usaha
yang bersifat teknis, lebih-lebih dengan semakin pesatnya perkembangan di bidang
teknologi, sehingga usaha-usaha untuk memberikan bantuan teknis (yang bersifat
profesional) baik kepada individu maupun perusahaan, semakin didasari oleh
perusahaan-perusahaan asuransi, dengan tujuan agar individu atau perusahaan-
perusahaan yang dibantu dapat melakukan aktivitasnya dengan baik dan efisien.
Contoh:
- Dalam asuransi jiwa, pemberian pelayanan checking kesehatan terhadap
pemegang polis oleh dokter-dokter ahli dari perusahaan asuransi, dengan Cuma-
Cuma akan sangat bermanfaat bagi upaya pemeliharaan kesehatan.
- Dalam asuransi kerugian, nasihat-nasihat teknis yang diberikan oleh ahli-ahli
teknik dari perusahaan asuransi kepada nasabah, mengenai cara pemeliharaan
alat-alat produksi, akan mencegah atau memperkecil risiko kerusakan alat pada
saat proses produksi, sehingga proses produksi tidak terganggu.
7. Mendorong usaha pencegahan
Banyak perusahaan asuransi (berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya) yang
telah melakukan usaha-usaha yang sifatnya mendorong perusahaan/ individu yang
menjadi tertanggung, untuk meningkatkan upaya-upaya pencegahan/ melindungi
diri dari bahaya-bahaya yang dapat menimbulkan kerugian, sebab semua pihak
akan lebih senang bila tidak terjadi kerugian daripada terjadi kerugian, meskipun
bagi tertanggung bila terjadi kerugian dia akan mendapatkan ganti rugi yang
sepadan.
8. Membantu upaya peningkatan konservasi kesehatan
Usaha-usaha lain yang sangat erat kaitannya dengan usaha-usaha yang dilakukan
untuk menghindari/ memperkecil penyebab timbulkan kerugian kampanye-
kampanye yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa kepada para
pemegang polisnya khususnya maupun kepada masyarakat pada umumnya, yang
berkaitan dengan upaya pencegahan kematian atau pemeliharaan kesehatan,
seperti: bantuan pada kecelakaan pertama, hygienitas, sanitasi, peningkatan gizi
dan usaha-usaha lain untuk mencegah timbulnya penyakit. Juga kegiatan
pengecekan kesehatan secara berkala oleh perusahaan asuransi jiwa terhadap para
pemegang polisnya, bertujuan untuk dapat mendeteksi penyakit yang mungkin
diderita para nasabahnya sendiri-sendiri mungkin serta dapat melakukan
pengobatan/ pencegahan dimana perlu.

E. Asuransi dan Teori Nilai Guna batas


Pertanyaan yang sering muncul, yang berkaitan dengan kegiatan pokok perusahaan
asuransi adalah: “Apabila adanya risiko meningkatkan biaya, mengapa perusahaan
asuransi masih dapat menarik modal yang begitu besar dan memberikan santunan serta
memungkinkan perusahaan asuransi menekan biaya kerugian?”
Ada dua jawaban yang dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut, yaitu:
1. Melalui mengelompokkan risiko, perusahaan asuransi telah berhasil menekan sejauh
mungkin ketidak-pastian.
2. Melalui analisa cara kerja “teori nilai guna batas” (marginal utility theory), dimana
“dalam suatu periode tertentu maka unit-unit berikut dari barang yang dikonsumsi
akan memberikan nilai keguanaan yang semakin berkurang”
Pernyataan ini dalam teori ekonomi lebih dikenal dengan “Hukum Gossen I”.
Hukum/ teori nilai guna batas tersebut berlaku pula di dalam masalah permodalan.
Dimana orang yang mempunyai modal yang kecil akan memiliki tingkat kesediaan
memikul risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang mempunyai modal
yang besar. Kenyataan ini dapat mengakibatkan orang-orang yang mempunyai modal
yang kecil berusaha mengalihkan risikonya, yang dia tidak sanggup menanggung kepada
mereka yang mempunyai modal yang besar (dalam hal ini bisa perusahaan asuransi).
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Beberapa Prinsip Dasar dalam Asuransi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke :9

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan beberapa prinsip dasar dalam
asuransi, yang terdiri atas: syarat-syarat risiko yang dapat diasuransikan, beberapa
prinsip dasar perjanjian asuransi, dan pelaksanaan prinsip “utmost good faith”.

Materi:
Beberapa Prinsip Dasar dalam Asuransi
A. Syarat-syarat Risiko yang Dapat Diasuransikan
B. Beberapa Prinsip Dasar Perjanjian Asuransi
C. Pelaksanaan Prinsip “Utmost Good Faith”

A. Syarat-syarat Risiko yang Dapat Diasuransikan


Syarat-syarat risiko yang dapat diasuransikan dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu:
1. Persyaratan-persyaratan dilihat dari sudut pandang/ kepentingan perusahaan asuransi/
penanggung.
2. Persyaratan-persyaratan dilihat dari sudut pandang/ kepentingan terganggung.

1. Persyaratan dari Sudut Pandang Perusahaan Asuransi


Dari sudut pandang/ kepentingan perusahaan asuransi ada beberapa persyaratan
agar suatu risiko dapat diasuransikan yaitu:
1. Jumlah obyek pertanggungan harus memenuhi syarat baik kualitas maupun
kualitasnya, agar dapat diperhitungkan besarnya kemungkinan kerugian yang
seimbang.
2. Kerugian yang terjadi harus secara kebetulan dan bersifat tidak disengaja.
3. Kerugiannya bila terjadi harus dapat ditentukan dan diukur.
4. Kerugian tidak berkenaan dengan hal-hal yang keadaaannya sangat
membahayakan (merupakan bencana besar).

2. Persyaratan Dipandang dari Sudut Kepentingan Tertanggung


Dari sudut pandang kepentingan tertanggung ada dua kepentingan utama terhadap
risiko yang dapat diasuransikan, yaitu:
1. Potensi kerugian harus cukup kuat, sehingga perlu ada (jaminan) perlindungan.
2. Kemungkinan kerugiannya tidak terlalu tinggi.
1. Jelas bahwa kebanyakan orang secara normal tidak akan mencoba
mengasuransikan beberapa kemungkinan kerugian yang kecil-kecil, yang dia
sendiri sanggup menanggungnya.
2. Tampaknya adalah berlawanan bila dinyatakan bahwa salah satu kepentingan
dari orang yang mengasuransikan ialah bahwa seharusnya dia tidak melindungi
dirinya terhadap kerugian yang kemungkinannya tinggi.

B. Beberapa Prinsip Dasar Perjanjian Asuransi


1. Prinsip Adanya Kepentingan yang dapat Diasuransikan
Prinsip hukum utama yang mendasari semua kontrak asuransi adalah: “adanya
kepentingan yang dapat diasuransikan” (adanya “insurable interest”). Artinya
jika suatu kejadian dapat menimbulkan kerugian kepada seseorang, maka berarti orang
yang bersangkutan mempunyai kepentingan terhadap kerugian tersebut. Agar orang
tersebut dapat mengasuransikan kerugian itu maka kepentingan itu harus dapat
diasuransikan. Jadi orang yang bersangkutan (yang akan mengasuransikan) harus
dapat menunjukkan kerugian finasial yang menimpa dirinya bila terjadi suatu kerugian
terhadap suatu obyek yang akan diasuransikan.
Syarat ini sangat penting untuk mencegah terjadinya:
1. Tertanggung mengajukan suatu tuntutan ganti rugi kepada perusahaan
asuransi, padahal dia tidak menderita kerugian apapun.
2. Asuransi berubah menjadi kontrak perjudian.
3. Tindakan melawan hukum untuk kepentingan mendapatkan ganti rugi.
1. Hal-hal yang Mendukung Adanya Insurable Interest
Ada beberapa hal yang mendukung/ merupakan persyaratan adanya insurable
interest bagi seseorang terhadap obyek yang dapat diasuransikan, yaitu antara lain:
a. Kepemilikan, pemilik yang syah dari obyek asuransi adalah orang yang
mempunyai insurable interest terhadap obyek tersebut.
b. Penyewadalam kintrak sewa-menyewa jangka panjang mempunyai insurable
interest terhadap obyek persewaan yang bersangkutan.
c. Kreditur yang mempunyai kedudukan kuat, yaitu yang mempunyai “hak
hipotik” mempunyai insurable interest terhadap obyek yang dihipotikkan.
d. Dalam kontrak kerja, dimana kontraktor bangunan mempunyai insurable
interest terhadap proyek atau bangunan yang sedang dikerjakan, sebab
kontraktor yang bersangkutan mempunyai hak mekanis terhadap obyek
kontrak kerja.
e. Dalam asuransi jiwa yang mempunyai insurable interest adalah dirinya
sendiri atau ahli waris yang sah.
f. Hubungan keluarga, misalnya suami-istri, orang tua-anak.
g. Hubungan kreditur-debitur, dimana seorang kreditur dapat mengasuransikan
debiturnya, karena kematian debitur akan merugikan bagi si kreditur.

2. Kapan Insurable Interest Harus Ada


Untuk menentukan kapan insurable interest harus ada, harus dibedakan
apakah itu asuransi jiwa atau asuransi kerugian. Sebab untuk kedua jenis asuransi
itu mempunyai ketentuan yang berbeda tentang kapan insurable interest harus ada.
1. Pada asuransi jiwa insurable interest sudah ada pada saat kontrak perjanjian
asuransi ditanda tangani, tetapi tidak perlu harus ada pada saat terjadi peril
atau jatuh tempo.
2. Sebaliknya pada asuransi kerugian, insurable interest tidak perlu ada saat
kontrak ditanda tangani, tetapi harus ada pada saat terjadi peril.

2. Prinsip Indemnitas
Asuransi adalah suatu kontrak “indemnitas”, yaitu suatu perjanjian penggantian
kerugian dimana ganti rugi yang diberikan tidak boleh melebihi kerugian yang
sebenarnya.
Perbedaan antara prinsip indemnitas dan prinsip insurable interest adalah “kalau
insurable interest berkenaan dengan penentuan apakah kerugian itu diderita oleh yang
bersangkutan atau tidak, sedang prinsip indemnitas adalah berkaitan dengan
pengukuran besarnya nilai kerugian.
Prinsip indemnitas tetap berlaku pula bagi orang yang mengasuransikan 1 (satu)
obyek pada lebih dari 1 (satu) perusahaan asuransi, dimana tertanggung tetap
menerima ganti rugi sebesar nilai kerugiannya. Sedang beban dari penanggung adalah
proporsional dengan besarnya nilai pertanggungan masing-masing.
Prinsip ini memberikan manfaat praktis bagi maupun bagi masyarakat secara
keseluruhan, sebab:
1. Jika tertanggung dapat memperoleh untung atas terjadinya suatu kerugian, maka
akan banyak orang tergoda untuk menimbulkan kerugian.
2. Jika ada kerugian yang bukan karena kebetulan, tetapi karena ada unsur
kesengajaan yang didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan dari peril,
maka perusahaanasuransi tidak meramalkan besarnya kemungkinan terjadinya
kerugian (dengan menggunakan teori probabilitas) dengan baik.

3. Prinsip Subrogasi
Prinsip ini juga bertujuan agar seseorang tidak memperoleh keuntungan dari
terjadinya kerugian, jika pihak yang menyebabkan terjadinya kerugian juga
memberikan ganti rugi.
Prinsip ini isi pokoknya adalah: apabila tertanggung telah menerima ganti rugi
dari penanggung, maka hak menuntut kepada pihak yang dianggap menimbulkan
kerugian akan berpindah kepada penanggung. Dengan demikian tertanggung tidak
dapat menerima ganti rugi dari penanggung bila ia telah menerima ganti rugi dari
penanggung dan dari pihak ketiga apabila pihak ketiga tidak sanggup memberikan
ganti rugi sebesar kerugian yang sebenarnya, tetapi jumlah ganti rugi dari penanggung
dan dari pihak ketiga secara keseluruhan juga tidak boleh melebihi nilai kerugian yang
sebenarnya.
Dalam kaitan dengan prinsip ini hukum menentukan bahwa:
1. Tertanggung tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat merusak atau mengurangi
hak subrogasi dari penanggung. Bila tertanggung sampai berbuat demikian pihak
asuransi berhak menolak memberikan ganti rugi terhadap kebakaran tersebut.
2. Perdamaian antara tertanggung dengan pihak ketiga (yang menyebabkan kerugian)
tidak dapat menghilangkan hak subrogasi dari penanggung.

4. Prinsip “Utmost Good Faith”


Yaitu prinsip adanya iktikad baik atas dasar percaya mempercayai antara pihak
penanggung dengan pihak tertanggung dalam melaksanakan kontrak penutupan
pertanggungan (asuransi) artinya:
- Si penanggung dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang
luasnya syarat/ kondisi dari asuransi yang bersangkutan dan menyelesaikan
tuntutan ganti rugi sesuai dengan syarat dan kondisi pertanggungan.
- Sebaliknya tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar
atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan, artinya dia tidak boleh
menyembunyikan keterangan yang diketahuinya dan harus memberikan keterangan
yang benar tentang sebab-masabab terjadinya kerugian.
C. Pelaksanaan Prinsip “Utmost Good Faith”
Pelaksanaan prinsip dari Tumost good faith berkaitan dengan masalah –masalah:
representasi, concealments dan warranty atau jaminan. Masalah-masalah tersebt dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Representasi
Representasi adalah pernyataan pendaftar (calon tertanggung) asuransi, yang
dibuat sebelum kontrak asuransi ditandatangani dan hal itu biasanya terdapat dalam
pendaftaran tertulis (biasanya dengan mengisi formulit yang sudah disediakan),
meskipun tidak selalu demikian.
Isi atau kebenaran dari representasi adalah merupakan bahan pertimbangan utama
bagi perusahaan asuransi untuk menerima atau menolak pendaftaran asuransi tersebut.
Bila kesalahan dalam melakukan representasi (misrepresentation) diketahui
sesudah kontrak selesai dibuat/ ditandatanganimaka perusahaan asuransi mempunyai
hak membatalkan kontrak tersebut sepihak, bila kesalahan tersebut mempunyai kadar
penting dalam pelaksanaan kontrak, sedang kalau dianggap tidak penting kontrak
dapat tetap berlaku, tergantung pada pihak asuransi.

2. Concealments
Concealmentsarti harfiahnya “diam ketika diminta bicara”, yaitu kesalahan calon
tertanggung karena merahasiakan faktor yang penting terhadap risiko yang
dipertanggungkan, sehubungan dengan adanya keharusan bahwa ia harus
menyampaikan segala hal yang diperkirakan penting, yang berkaitan dengan
pertanggungan itu, walaupun dia mengetahui bahwa hal itu mungkin dapat
mengakibatkan penolakan pendaftarannya sebagai tertanggung atau dikenai
pembayaran premi dengan tarif yang lebih tinggi.
Berdasarkan prinsip ini bearti bila terjadi concealments maka kontrak asuransinya
menjadi batal. Tetapi dalam pelaksanaannya pada angkutan laut dan angkutan darat
terdapat perbedaan, yaitu:
- Padaasuransi angkutan laut: walaupun penyembunyian tersebut terjadi kaerna
suatu kesalahan, tidak ada maksud penipuan, tetapi karena pihak asuransi
kenyataannya telah tertipu, maka polis asuransinya menjadi batal/ gugur. Sebab
dalam angkutan laut risiko yang terjadi benar-benar berbeda dengan yang
dimengerti dan dimaksudkan pada waktu kontrak dibuat.
- Pada asuransi angkutan darat: polis tidak dapat ditolak/ dibatalkan jika tidak
terdapat unsur penipuan yang direncanakan, dengan cara menyembunyikan fakta-
fakta yang penting pada saat kontrak dibuat.

3. Warranty atau jaminan


Warranty atau jaminanadalah suatu syarat (pendahuluan) dalam pelaksanaan
kontrak asuransi, yang harus ada sebelum penanggung bertanggung jawab atas fakta
tertentu, yang berupa suatu keadaan atau suasana yang mempengaruhi risiko yang
mungkin timbul. Jadi merupakan kondisi awal dan berfungi sebagai jaminan.
Representasi akan berubah jadi jaminan bila hal itu disatukan/ digabungkan
dengan kontrak asuransinya, sehingga pelanggaran apa saja terhadap jaminan tersebut,
walaupun tidak penting akan membatalkan kontrak.
Warranty dapat berupa pernyataan tertulis yang dinnyatakan dalam kontrak (bila
demikian disebut express), tetapi dapat juga tidak tertulis dalam kontrak (bila
demikian disebut implied) tetapi cukup dimengerti saja oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dalam kontrak, misalnya: syarat “kapal lain berlayar” pada asuransi
angkutan laut.
Selanjutnya ada dua macam warranty, yaitu:
1. Promissory Warranty yaitu warranty yang melukiskan keadaaan, fakta atau
suasana dimana tertanggung setuju untuk diikat dengan perjanjian/ warranty itu
selama berlangsung kontrak.
2. Affirmative Warranty yaitu warranty yang melukiskan keadaan fakta atau
suasana yang harus ada hanya pada saat pertama kontrak mulai dijalankan.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Pengelolaan Bisnis Asuransi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 10

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan menjelaskan pengelolaan bisnis asuransi,
yang terdiri atas: kondisi yang memungkinkan berkembangnya usaha asuransi, bentuk-
bentuk badan usaha asuransi, dan saluran distribusi bisnis asuransi.

Materi:
Pengelolaan Bisnis Asuransi
A. Kondisi yang memungkinkan Berkembangnya Usaha Asuransi
B. Bentuk-bentuk badan Usaha Asuransi
C. Saluran Distribusi Bisnis Asuransi

A. Kondisi yang memungkinkan Berkembangnya Usaha Asuransi


Bentuk dan berkembangnya lembaga-lembaga/ perusahaan asuransi ditentukan oleh
keadaan ekonomi dan lingkungan dimana usaha itu tumbuh dan menjadi dewasa. Ada
beberapa kondisi yang yang diperlukan agar perusahaan asuransi (swasta) dapat
berkembang dengan baik. Kondisi tersebut antara lain:
1. Sistem ekonomi masyarakatnya berebentuk sistem perekonomian bebas.
2. Masyarakatnya sudah sangat maju dan merupakan masyarakat industri.
3. Peraturan perundang-undangan sudah terorganisir dengan baik, ditetapkan secara fair
dan sudah diketahui oleh masyarakat secara luas.
1. Dari penjelasan persyaratan risiko yang dapat diasuransikan dapat diketahui bahwa
usaha asuransi tidak akan dapat tumbuh dalam suatu kondisi dimana tidak ada unsur
risiko.
2. Selanjutnya usaha asuransi juga tidak akan dapat berkembang dalam masyarakat
yang keadaan perekonomiannya masih bersifat agraris (agricultura society)
ataupun negara-negara yang tingkat industrialisasinya masih rendah.
3. Sebagai salah satu lembaga, perusahaan asuransi akan dapat tumbuh dan
berkembang dengan sangat baik dalam kondisi dimana peraturan-peraturan
perundang-undangan diorganisir dengan baik, dikenal oleh semua pihak dan dapat
diterapkan secara fair, karena keadilan dan penerapan perundang-undangan
merupakan faktor pokok yang sangat penting untuk berhasilnya program asuransi
yang mantap, sebab kegiatan asuransi dilakukan melalui kontrak-kontrak yang
sifatnya mengikat, sehingga masalah kepastian hukum sangat berperan.

B. Bentuk-bentuk badan Usaha Asuransi


1. Badan Usaha Milik Negara
Adalah perusahaan-perusahaan asuransi yang modalnya adalah milik pemerintah,
yang tujuan umumnya adalah untuk melindungi masyarakat yang lemah, yang
tidak mampu melindungi dirinya terhadap risiko yang dihadapi melalui asuransi.
2. Perseroan Terbatas
Adalah perusahaan yang diorganisir dengan tujuan usaha untuk mencari
keuntungan (profit making) dalam bidang asuransi.
3. Mutual Company
Adalah badan usaha asuransi yang didirikan dan dimiliki oleh para pemegang
polisnya. Biasanya perusahaan (lembaga) yang demikian dikelola oleh suatu
“Dewan Direktur” (Board of Directors), yang dipilih oleh pemegang polis.
Bentuk-bentuk mutual company, antara lain:
a. Class mutual, yaitu mutual company yang beroperasi hanya dalam satu jenis/
kelas asuransi tertentu saja.
b. Farm mutual, yaitu mutual company yang menjamin harta kekayaan di bidang
pertanian (farm property).
c. Faktory mutual, yaitu mutual yang mengkhususkan diri dalam
pengasuransian pabrik-pabrik.
d. General writing mutual, yaitu mutual yang menerima berbagai jenis
tertanggung. Biasanya mensyaratkan pembayaran premi yang dihitung dengan
dasar seperti pada stock company.
4. Reciprocal
Bentuk mutual ini dikenal juga dengan istilah “interinsurance exchange” yang
konsep dasarnya sama dengan mutual company, yaitu membuat kontrak asuransi
dengan para pemegang polis “atcost”. Jadi dalam premi tidak ada unsur
keuntungan.
Bedanya dengan mutual, para preciprocal para pemegang polis tidak membentuk
Dewan Direksi, tetapi hanya menunjuk salah seorang atau badan yang menjadi
anggotanya, yang disebut “Attorney-in-fact”, untuk mengelola/ mengoperasikan
lembaga tersebut dan reciprocal tidak mempunyai modal.
5. Lloyds Association
Adalah suatu organisasi dari individu-individu penanggung yang bersatu untuk
“underwrite”/ menanggung risiko atas dasar kerja sama (a cooperative basis).
Ciri-ciri terpenting dari Lloyds Association antara lain:
1. Masing-masing individu penanggung menanggung risiko atas namanya sendiri
dan tidak mengikat organisasi atas segala kewajibanya terhadap pertanggungan
tersebut.
2. Masing-masing underwriter bertanggung jawab atas segala kerugian yang
sudah ditanggungnya sampai dengan seluruh harta kekayaan pribadinya,
kecuali bila dalam kontrak asuransi sudah dicantumkan bahwa kerugian yang
akan ditanggungnya hanya sampai jumlah yang terbatas.
3. Merupakan organisasi yang mengarah pada usaha kecil untuk mencari
keuntungan, dimana masing-masing anggota selalu merupakan pihak
penanggung yang berdiri sendiri.

C. Saluran Distribusi Bisnis Asuransi


1. Pengertian
Seperti halnya pada pemasaran barang-barang berwujud, pemasaran jasa
asuransi juga memerlukan saluran distribusi. Agar supaya jasa tersebut dapat
dinikmati oleh konsumennya secara efektif dan efisien, maka pemilihannya
saluran distribusi yang akan dipakai oleh sebuah perusahaan asuransi perlu
dicermati dengan baik, karena biaya yang harus dipikul oleh konsumen berkaitan
dengan pemakaian saluran distribusi adalah tidak kecil (dalam distribusi barang-
barang berwujud besarnya biaya saluran distribusi sekitar 50% - 60% dari harga
yang dibayar oleh konsumen).
Dalam bidang usaha pengasuransian juga terdapat sejumlah cara pengaturan
yang mungkin dapat dilakukan untuk mendistribusikan kontrak-kontrak asuransi,
sama seperti pada penyaluran barang berwujud. Dimana pada perusahaan asuransi
jiwa biasanya menggunakan saluran distribusi langsung/ pendek, sedang pada
asuransi kerugian biasana menggunakan saluran distribusi tidak langsung, yaitu
dengan melibatkan jasa para “middlemen”.

2. Saluran Distribusi Langsung


1. Faktor-faktor yang Menunjang Berkembangnya Pemakaian Saluran
Distribusi langsung pada Asuransi Jiwa
Adanya beberapa faktor utama yang menunjang berkembangnya penggunaan
saluran distribusi langsung pada asuransi jiwa, yaitu antara lain:
1. Kepentingan bagi pihak penanggung untuk dapat selalu melakukan
pengawasan secara ketat atas polis yang telah dikeluarkan.
2. Kepentingan bagi pihak penanggung untuk dapat melakukan pengawasan
secara ketat atas promosinya penjualan, karena kondisi persaingan yang
dihadapi.
3. Kejarangan nasabah/ pembeli polis asuransi jiwa yang datang atas kemauan
sendiri, untuk itu mereka perlu dibujuk/ dirayu.
4. Kemampuan seorang untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha
asuransi yang bersifat spesialisasi.

3. Saluran Distribusi Tidak Langsung


Perusahaan asuransi kerugian pada umumnya menggunakan saluran distribusi
tidak langsung, dimana dalam menyalurankan produknya berupa jasa
pertanggungan, perusahaan asuransi menggunakan “middlemen”, “wholesaler”
dan “retailer”. Sistem penyaluran yang demikian yang disebut juga “American
Agency System”. Dimana wholesalernya disebut “General Agent” (harap
dibedakan dengan “General Agent” pada asuransi jiwa) dan retailernya disebut
“Local Agent”.
1. General agent
Berbeda dengan pada asuransi jiwa, General Agent pada asuransi kerugian
mempunyai kekuasaan yang cukup besar dalam pemasaran jasa asuransi.
Sekalipun General Agent bukan pemilik dari “barang” yang dijualnya, tetapi
dia memiliki “incidents of ownership” yang dapat digunakan untuk mencapai
maksud yang sama seperti halnya hak kepemilikan yang sesungguhnya. Sebab
General Agent dalam asuransi kerugian dapat membuat variasi atas persyaratan
dari kontrak-kontrak asuransi yang ditandangani. Jadi persyaratannya tidak
sepenuhnya harus sama dengan persyaratan dari perusahaan asuransi.
Selanjutnya General Agent juga memiliki kekuasaan untuk merundingkan
harga kontrak (sepanjang aturan yang berlaku di bidangnya membenarkannya),
mempunyai kekuasaan untuk menentukan pesyaratan dalam pendistribusian
kontrak-kontrak asuransi kepada Local Agent.
Jadi dapat dikatakan general agent hampir mempunyai hak kontrol sepenuhnya
atas transaksi-transaksi yang telah dilakukannya dan memandang pihak
penanggung (perusahaan asuransi yang diwakili) hanya sebagai sumber
pembayaran bila terjadi kerugian, bertanggung jawab atas dana pemegang
polis, memenuhi persyaratan hukum yang berlalu, pengaturan hal-hal yang
berkaitan dengan “re-insurance” dan sebagainya.
Seorang general agent dapat mewakili lebih dari satu perusahaan asuransi. Atas
jasa perantaranya general agent menerima kompensasi berdasarkan suatu
jumlah atau rate tertentu, yang telah disetujui sebelumnya antara general agent
dan perusahaan-perusahaan asuransi yang diwakilinya.

2. Local Agent
Local agent adalah mereka yang mengadakan kontrak langsung dengan
nasabah/ calon nasabah dan umumnya juga mewakili lebih dari satu
perusahaan asuransi. Kepada mereka biasanya telah diberikan formulir-
formulir aplikasi asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan
asuransi yang diwakilinya lewat general agent. Local agent mempunyai
kekuasaan untuk menulis kontrak-kontrak asuransi, yang selanjutnya
menyerahkan kepada tertanggung.
Local Agent “mempunyai hak” atas transaksi yang dilakukannya, dalam arti ia
mempunyai hak yang sah untuk melihat arsip-arsip para nasabah sepanjang
diperlukan untuk mempertanggungan tersebut dan melakukan perubahan-
perubahan terhadap kontrak yang dibuatnya sesuai engan keinginannya. Bila
kemudian kontrak yang dibuatnya ditolak oleh penanggung (perusahaan
asuransi) maka local agent dapat memperbaharuinya atau menyerahkan
pertanggungan tersebut kepada perusahaan asuransi yang lain.
Local agent bekerja atas dasar komisi dan dia bertanggung jawab untuk
mengumpulkan preminya dan kemudian menyetorkannya ke perusahaan
asuransi yang diwakilinya, sesudah dipotong komisi untuknya.

3. Keuntungan Penggunaan Agency System


Penggunaan agen dalam penyaluran jasa asuransi kerugian membawa
keuntungan tertentu, baik bagi tertanggung maupun penanggung (perusahaan
asuransi). Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:
1. Bagi Tertanggung
Bagi tertanggung, terutama yang berupa perusahaan, yang biasanya
memerlukan berbagai jenis asuransi, yang meliputi jumlah dana yang tidak
kecil dan waktu pengurusan/ penyelesaian yang tidak sedikit pula, maka
bila pekerjaan pengasuransian tersebut sebagian besar dapat diambil alih
oleh local agent, tentu saja hal itu akan sangatmenghuntungkan bagi para
calon tertanggung.
Di samping kemampuan teknis dari para local agent dalam bidang
pertanggungan akan sangat membantu upaya pencegahan terhadap risiko
secara profesional.
2. Bagi Penanggung/ Perusahaan Asuransi:
Karena keterbatasan kemampuan finansial dari perusahaan asuransi, maka
ada kemungkinan suatu perusahaan asuransi tidak mampu menangani
seluruh permintaan asuransi yang ditujukan kepadanya di suatu wilayah
tertentu. Kesulitan ini akan dengan mudah dipecahkan bila asuransi
tersebut ditangani oleh agent, sebab bila sebuah perusahaan asuransi
menolaknya, maka dengan mudah agent dapat memindahkannya ke
perusahaan asuransi yang lain, karena agent mewakili lebih dari satu
perusahaan asuransi. Di samping bagi perusahaan asuransi
ketidaksanggupannya tidak diketahui oleh calon tertanggung/ masyarakat.

4. Sistem Kantor cabang


Dalam rangka memasarkan jasanya perusahaan asuransi bisa juga mendirikan
kantor cabang di suatu wilayah tertentu, yang berhubungan langsung dengan para
local agent di wilayah tersebut. Jadi sistem ini posisi general agent diganti oleh
kantor cabang. Hal ini dilakukan mungkin berdasarkan mempertimbangkan agar
biayanya lebih dapat ditekan dan perusahaan asuransi lebih dapat melakukan
kontrol yang lebih dapat melakukan kontrol yang lebih besar terhadap
pendistribusian produknya.
Sudah barang tentu suatu kantor cabang hanya dapat mewakili satu perusahaan
asuransi, sebab manajer kantor cabang adalah karyawan dari perusahaanasuransi,
yang mendapatkan gaji dari perusahaan asuransi, sehingga pengawasannya dapat
dilakukan lebih cermat.

5. Direct Writing
Penjualan kontrak asuransi dapat juga dilakukan secara langsung melalui surat.
Cara ini biasanya digunakan oleh perusahaan asuransi yang masih kecil. Dimana
seluruh perundingan mengenai syarat-syarat pertanggungan akan dilakukan secara
langsung antara calon tertanggung dan penanggung, setelah calon tertanggung
menanggapi secara positif surat penawaran dari perusahaan asuransi.
Tetapi dalam prakteknya perusahaan asuransi akan mengirimkan/ menugaskan
seorang karyawannya untuk melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan
penutupan kontrak asuransi yang telah ditawarkan.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Premi Asuransi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 11

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami dan penjelasan premi asuransi, yang terdiri
atas: pengertian dan fungsi premi asuransi, aktuari dan penentuan tarif, komponen-
komponen dari premi asuransi, jenis-jenis tarif asuransi, macam-macam barang yang
diasuransikan, dan pengembalian premi.

Materi:
Premi Asuransi
A. Pengertian
B. Fungsi Premi Asuransi
C. Aktuari dan Penentuan Tarif
D. Komponen Premi Asuransi
E. Jenis Tarif Asuransi
F. Macam Barang yang Diasuransikan
G. Pengembalian Premi

A. Pengertian
Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagai imbalan
jasa atas pengalihan risiko kepada penanggung. Dengan demikian premi asuransi akan
merupakan:
1. Imbalan jasa atas jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung
untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung (pada asuransi
kerugian)
2. Imbalan jasa atas jaminan perlindungan yang diberikan oleh penanggung kepada
tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang (benefit) terhadap risiko hari tua
atau kematian (pada asuransi jiwa).

B. Fungsi Premi Asuransi


Premi adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam asuransi, baik bagi
penanggung maupun bagi tertanggung.
Premi sangat penting bagi penanggung, karena dengan premi yang berhasil
dikumpulkan dari para tertanggung (yang jumlahnya cukup banyak) dalam waktu
waktu yang relatif lama, akan terkumpul sejumlah dana yang cukup besar, sehingga
dari dana tersebut perusahaan asuransi akan mampu:
1. Mengembalikan tertanggung kepada posisi (ekonomi) seperti sebelum terjadi
kerugian.
2. Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan sedemikian rupa, sehingga mampu
berdiri pada posisi seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian.
Sedangkan bagi tertanggung premi juga sangat penting, karena premi yang harus
dibayar adalah merupakan unsur biaya baginya, yang akan berpengaruh terhadap
kegiatan/ tingkat konsumsinya. Karenanya tinggi-rendahnya premi pula pada
umumnya akan menjadi pertimbangan utama bagi tertanggung apakah dia akan
menutup risiko terhadap interestnya dengan asuransi atau tidak.

C. Aktuari dan Penentuan Tarif


Pekerjaan menghitung premi pada asuransi adalah merupakan fungsi yang sangat
penting sekali. Maka pada setiap perusahaan asuransi tentu ada bagian yang khusus
menangani pekerjaan ini. Bagian atau orang yang berfungi mengerjakan tugas ini
disebut “Aktuaria/ Aktuaris”.
Pekerjaan penentuan/ penentuan tarif premi asuransi adalah berkisar antara “Value
judgment” sampai “highly scientific”. Artinya misalnya pada asuransi angkutan lau
penentuan premi banyak didasarkan kepada pengalaman-pengalaman saja, tarifnya
tidak diumumkan karena tidak ada standarisasi. Untuk menentukan/ menghitung tarif
terutama berdasar pada pengalaman-pengalaman yang telah lalu, tidak ada rumus-
rumus untuk menghitungnya dan tarif yang terjadi adalah hasil tawar menawar antara
penanggung dan tertanggung. Sebaliknya pada asuransi jiwa, untuk menghitung
tingginya tarif dibutuhkan highly scientific, yang banyak menggunakan rumus-rumus
matematik dan statistik (mortality table).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi penentuan tarif, antara lain:
1. Situasi persaingan,
2. Kondisi/ struktur perekonomian,
3. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah.
Dengan demikian dalam menentukan tarif asuransi akan banyak menyangkut unsur-
unsur:
1. Kemungkinan (probability),
2. Value judgment,
3. Policy pemerintah.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tarif premi asuransi pada
umumnya menyangkut (terutama pada asuransi kerugian):
1. Macam barang yang diasuransikan,
2. Kondisi pertanggungannya,
3. Macam alat pengankut barang yang diasuransikan,
4. Cara penimbunan/ pengaturan barang dalam pengangkutan,
5. Jangka waktu pertanggungan.
Tarif yang ideal harus bisa memnuhi beberapa prinsip, antara lain:
1. Adequate, artinya premi tersebut harus menghasilkan cukup uang untuk membayar
kerugian-kerugian yang mungkin diderita oleh subyek dari mana uang itu
dikumpulkan.
2. Nonexcessive, artinya bahwa tarif jangan berlebih-lebihan, tetapi harus
memperhatikan kepentingan pembeli, kondisi persaingan dan sebagainya.
3. Equity, yang berarti tarif tersebut tidak membeda-bedakan risiko yang sama
kualitasnya (harus adil), bila kualitas exposurenya sama tarifnya harus sama.
4. Flexible, artinya tarif yang ditentukan harus selalu disesuaikan dengan keadaan,
artinya bila keadaan berubah tarifnya harus diubah pula.
Selain itu yang perlu pula mendapatkan perhatian adalah faktor perangsang
(incentives) dalam penentuan tarif untuk suatu obyek asuransi, karena faktor ini
biasanya cukup berpengaruh terhadap keputusan calon tertanggung untuk
mempertanggungkan kepentingannya.

D. Komponen Premi Asuransi


Macam-macam dan komponen dari ntarif premi asuransi antara lain sebagai berikut:
1. Premi dasar:
Adalah premi yang dibebankan kepada tertanggung ketika polis dibuat/
dikeluarkan, yang perhitungannya didasarkan:
a. Data dan keterangan yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung pada
waktu penutupan asuransi yang pertama,
b. Luasnya risiko yang dijamin oleh penanggung sebagaimana dikehendaki oleh
tertanggung.
Premi dasar biasanya terdiri dari 3 kelompok, yaitu:
1. Komponen premi untuk membayar kerugian-kerugian yang mungkin terjadi,
yang tingginya didasarkan pada probabilitas terjadinya kerugian.
2. Komponen premi yang dimaksudkan untuk membiayai operasi perusahaan
asuransi (cost of operation/ exploitations).
3. Komponen sebagai bagian keuntungan (profit) baghi perusahaan asuransi.
2. Premi Tambahan:
Adalah premi yang dibebankan kepada tertanggung di luar premi dasar disebabkan
karna perluasan risiko atau informasi sebelumnya belum lengkap atau perubahan
kondisi pertanggungan.
3. Reduksi Premi:
Adalah premi yang harus dibayar tertanggung pada penanggung karna sistem
pembayarannya dipercepat. Dalam hal-hal tertentu penanggung dapat memberikan
reduksi terhadap premi yang dikenakan.
4. Tarif Kompeni:
Adalah premi asuransi yang ditetapkan oleh dewan asuransi independen yang
dipakai sebagai pedoman dlam menentukan tarif premi asuransi yang dibebankan
pada nasabah.
Tarif yang ditentukan sendiri oleh masing-masing perusahaan asuransi disebut
tarif non-kompeni.

E. Jenis Tarif Asuransi


Ada dua jenis tarif asuransi, yaitu:
1. Manual/ Class Rate:
Yaitu tarif premi asuransi yang berlaku untuk semua risiko yang sejenis.
Untuk membuat manual/ class rate diperlukan klasifikasi dan pengalaman yang
banyak sekali, agar hasilnya dapat memenuhi the law of large number serta dapat
dipercaya (credibility). Untuk itu statisti asuransi sangat penting peranannya.
2. Merit Rating:
Metode penentuan tarif premi asuransi dimana tiap-tiap risiko dipertimbangkan
keadaannya masing-masing. Merit Rating digunakan dalam asuransi kebakaran.

F. Macam Barang yang Diasuransikan


Dalam menentukan tarif untuk barang-barang yang akan diasuransikan dipengaruhi
pula oleh macam barang yang akan diasuransikan, yang dapat dibedakan ke dalam
barang pilihan (approved goods) dan barang bukan pilihan (non-approved goods).
Barang bukan pilihan adalah barang-barang yang mempunyai kemungkinan besar
mengalami kerusakan atau kehilangan selama dalam pengangkutan, sehingga barang-
barang ini tarifnya lebih tinggi daripada barang pilihan.

G. Pengembalian Premi
Pengambalian premi atau Restorno adalah pengembalikan premi dari penanggung
kepada tertanggung, karena perjanjian gugur sebelum penanggung menanggung
bahaya atau baru menanggung sebagian, premi yang dibayar lebih, insurable
interestnya tidak ada, kondisi jaminan/ pertanggungan dipersempit dan sebagainya.

1. Provisi Penyelesaian
Untuk memproses pengembalian premi (restorno) tentu memerlukan biaya
administrasi dan honorarium bagi karyawan yang menyelesaikan restorno tersebut.
Bila penutupan melalui agent, hal itu juga dilakukan oleh agen dan kepadanya juga
perlu diberikan balas jasa untuk itu.
Biaya untuk memproses pengembalian premi (disebab provisi penyelesaian)
dibebankan kepada tertanggung dan dikurangkan terhadap premi yang akan
dikembalikan. Biasanya besarnya ditentukan berkisar % dari premi yang akan
dikembalikan.

2. Restorno Karena Perjanjian Gugur


Dalam hal ini 282 KUHD menentukan “dalam segala hal dimana persetujuan
asuransi tidak berlaku untuk seluruhnya atau sebagiannya menjadi gugur, asalkan
tertanggung berbuat dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan premi,
baik seluruhnya maupun sebagian yang tidak ditanggung bahayanya.
Sedang mengenai provisi penyelesaiannya:
1. Pasal 635 KUHD menentukan: bila perjanjian gugur dengan itikad baik,
penanggung berhak memperoleh ganti rugi sebesar 0,5% dari harga
pertanggungan atau minimal setengah dari jumlah premi bila tarif premi kurang
dari 1%.
2. Pasal 636 KUHD menentukan: bila barang-barang telah dimuat ke dalam
kapal, tetapi sebelum kapal menaikkan jangkarnya dan tali-tali yang menambat
kapal belum dilepaskan, pelayaran dibatalkan, maka penanggung berhak
memperoleh ganti rugi 1% dari harga pertanggungan atau semua premi
menjadi hak penanggung bila premi kurang dari 1%.

3. Restorno atas Kelebihan Premi


Bila premi yang telah dibayar ternyata lebih besar dari premi yang seharusnya
dibayar maka kelebihannya harus dikembalikan kepada tertanggung.

4. Restorno Karena Insurable Interest Tidak Ada


Sejumlah barang/ hak diasuransikan dan premi telah dibayar lunas pada saat polis
dikeluarkan. Bila kemudian ternyata dengan sah bahwa tertanggung tidak
mempunyai insurable interest terhadap barang tersebut, maka perjanjian menjadi
batal, sehingga seluruh premi yang telah diterima harus dikembalikan kepada
tertanggung.
Hal yang sama juga terjadi bila terjadi kelebihan premi karena kondisi
pertanggungan dipersempit atau waktu pertanggungan diperpendek, sehingga
terjadi kelebihan premi, maka kelebihannya harus dikembalikan kepada
tertanggung.
Perlu diperhatikanbahwa dalam hal apapun pengembalian kelebihan premi
tersebut harus dikurangi dengan provisi penyelesaian menurut ketentuan yang
berlaku.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Asuransi Terhadap Kerugian Tidak Langsung


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 12

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami asuransi terhadap kerugian tidak langsung,
yang terdiri dari: pengertian asuransi terhadap kerugian tidak langsung dan klasifikasi
kontrak/ asuransi kerugian tidak langsung.

Materi:
Asuransi terhadap Kerugian Tidak Langsung
A. Pengertian
B. Klasifikasi Kontrak/ Asuransi Kerugian Tidak Langsung

A. Pengertian
Kerugian tidak langsung dapat dijelaskan sebagaimana gambaran berikut ini:
- Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka selama dilakukan perbaikan terhadap
kerusakan yang terjadi, yang biasanya sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan
terhenti, perusahaan harus tetap membayar gaji karyawan, membayar pajak,
membayar bunga pinjaman, menanggung biaya listrik, melakukan depresiasi dan
lain-lain yang jumlahnya relatif sama dengan sebelum terjadinya peril, tanpa
memandang volume operasi perusahaan.
- Di samping itu, perusahaan juga akan kehilangan kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan dari penjualan barang jadi yang tekena peril.
Jumlah kerugian/ beban tersebut kadang-kadang dapat mengakibatkan perusahaan
tidak dapat melanjutkan usahanya. Untuk mengatasi kemungkinan tersebut, maka
muncullah asuransi terhadap kerugian tersebut, yang dikenal dengan istilah “asuransi
atas consequential loss”.
Dalam asuransi jiwa, hal ini sebetulnya sudah lama dikenal, yaitu yang disebut
“disability income insurance”. Tetapi dalam “property insurance” atau asuransi
kerugian memang jenis asuransi ini belum memasyarakat atau belum dikembangkan.
Hal ini dikarenakan antara lain:
1. Kompleksnya teknik penentuan besarnya nilai penutupan atas kerugian tidak
langsung.
2. Agen-agen asuransi sendiri mengalami kesulitan dalam memahami secara
mendalam kerugian-kerugian tidak langsung, sehingga mereka tidak mampu
memberikan penjelasan secara memuaskan kepada nasabahnya tentang
pentingnya asuransi kerugian tidak langsung.
3. Sulitnya menentukan secara tepat jumlah kerugian tidak langsung yang
sebenarnya diderita.

B. Klasifikasi Kontrak/ Asuransi Kerugian Tidak Langsung


Kontrak asuransi kerugian tidak langsung dapat diklasifikasikan dalam dua macam
kontrak, yaitu:
1. Time Element Contract
2. Non Time Element Contract

1. Time Element Contract


Adalah kontrak asuransi yang mengukur besarnya kerugian tidak langsung dalam
jumlah uang untuk setiap unit waktu yang berlalu sampai dengan obyek yang
terkena peril yang diasuransikan selesai diperbaiki. Jenis-jenis kontrak asuransi
yang termasuk dalam time element contract meliputi:
1. Business Interuption Insurance
Adalah kontrak pemberian ganti-rugi kepada tertanggung atas keuntungan
yang hilang dan biaya tetap yang tetap harus dikeluarkan, karena rusaknya
“property” yang diasuransikan, yang disebabkan oleh peril yang disebutkan
dalam polis, sampai property yang terkena peril selesai diperbaiki/ normal
kembali.
Karakteristik dari business interuption insurance, yaitu antara lain:
a. Syarat-syarat dapatnya suatu kerugian tidak langsung diberikan ganti rugi
berdasarkan kontrak business interuption insurance:
1. harus ada kerusakan fisik atas property yang diasuransikan, yang
disebabkan oleh peril yang disebutkan dalam polis,
2. harus terjadi “penghentian usaha”, artinya perusahaan tidak bekerja/
beroperasi untuk sementara waktu, yang disebabkan oleh peril yang
disebutkan dalam polis,
3. selama masa penghentian usaha harus dapat dipastikan bahwa
perusahaan tetap dapat melaksanakan aktivitasnya seandainya tidak ada
kejadian yang disebabkan oleh peril yang disebutkan dalam polis,
4. perilnya harus terjadi dalam masa kontrak dan di tempat yang
dijelaskan dalam polis,
5. selama penghentian usaha, apabila tidak terjadi peril seperti yang
disebutkan dalam polis, perusahaan akan terus memperoleh keuntungan
dan mengeluarkan biaya-biaya yang diperhitungkan, jadi kalau bisa
dibuktikan bahwa perusahaan akan bangkrut sesaat sebelum atau pada
waktu terjadinya peril, maka ganti rugi berdasarkan kontrak ini tidak
dapat diberikan.
b. Pengukuran nilai kerugian
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya
kerugian tidak langsung. Diama ide pokok dari semua metode tersebut
adalah menguji/ menganalisa laporan keuangan dari perusahaan pada
periode yang lalu, sehingga dapat diketahui/ diestimasi sumber-sumber
pendapatan dan biaya-biaya yang dapat diasuransikan.
Bagaimana metode menghitungnya secara garis besar dapat digambarkan
seperti contoh berikut:
Contoh:
Penghasilan (bruto) dari pemakaian
Property yang diasuransikan Rp ..........
Dikurangi:
Biaya material/ harga pokok barang Rp ..........
Biaya Supplies Rp ..........
Biaya Penjualan Rp ..........
Kerugian Piutang Rp ..........
Upah Rp ..........+
Jumlah Rp ..........
Keuntungan dan biaya tetap Rp ..........

Besarnya kerugian tidak langsung yang dapat diasuransikan menurut


contoh di atas adalah sebesar “keuntungan dan biaya tetap”. Dengan
demikian penentuan besarnya insurable interest adalah dengan jalan
mengurangkan semua biaya variabel terhadap penghasilan bruto. Jumlah
ini disebut “Agreed amount endorcement”, yaitu pertanggungan dimana si
tertanggung bersedia menerima cara perhitungan tersebut, sebagai estimasi
terbaik atas keuntungan dan biaya-biaya tetap di masa datang.
c. Coinsurance:
Adalah persyaratan nilai minimal penghasilan per tahun yang harus
dimiliki oleh tertanggung dan bila persyaratan minimal tersebut tidak
terpenuhi maka tertanggung ikut menjadi “co-penanggung” (coinsurer).
Biasanya besarnya berkisar 50% ke atas.
d. Biaya Tambahan untuk Mengurangi Kerugian:
Seringkali terjadi bahwa reparasi atau perbaikan terhadap property yang
terkena peril dapat dipercepat, sehingga dengan demikian besarnya
kerugian tidak langsung dapat diperkecil, tetapi untuk itu mengakibatkan
harus dikeluarkan biaya tambahan, misalnya: biaya upah lembur, biaya
pengiriman bahan-bahan yang lebih mahal karena menghendaki
pengiriman yang lebih cepat dan sebagainya.
Tambahan biaya yang demikian ini dapat dimintakan ganti rugi kepada
penanggung, bila percepatan tersebut dapat memperkecil kerugian secara
total.
e. Special Provisions:
Polis “business interruption insurance” biasanya membatasi jumlah
ganti rugi hanya selama jangka waktu normal yang dibutuhkan untuk
mengembalikan property yang rusak karena peril ke dalam kondisi normal,
seperti sebelum terkena peril.
Karena biasanya akibat peril perbaikan tidak hanya mengenai alat-alat
produksinya saja, tetapi juga mencakup hal-hal yang lain, misalnya:
mensortir atau memperbaiki bahan-bahan baku/ pembantu yang ikut rusak
dan sebagainya, yang biasanya juga perlu waktu. Sehubungan dengan hal
tersebut biasanya tertanggung dapat diberikan “waktu tambahan”, yang
lamanya biasanya maksimum 30 hari.

1. Pendekatan untuk Menentukan “Insurable Value” dan Persyaratan


“Coinsurance”
Ada dua macam pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan
“business interruption insurable value”, yaitu:
1. Gross earning form dan,
2. Two item form.

1. Gross Earning Form


Untuk ini harus dibedakan untuk “perusahaan dagang” dan
“perusahaan industri”.
a. Untuk Perusahaan Dagang:
Hasil penjualan Rp ..........
Penghasilan lain-lain Rp ..........+
Rp ..........
Dikurangi:
Harga pokok barang yang dijual Rp ..........
Biaya material Rp ..........
Supplies Rp ..........
Jasa pihak ketiga Rp ..........+
Rp ...........
Gross earning Rp ...........
b. Untuk Perusahaan Industri:
Total penghasilan bruto Rp ..........

Dikurangi:
Biaya material yang digunakan Rp ..........
Biaya supplies Rp ..........
Pajak penjualan Rp ..........
Kerugian piutang Rp ..........
Upah Rp ...........

Gross earning Rp ..........

Bentuk ini menetapkan: untuk menghindari terjadinya “coinsurance


penalties” paling tidak dibutuhkan “business interruption insurable
value” sebesar 50% dari gross earning.
Gross earning adalah metode perhitungan besarnya kerugian tidak
langsung yang dimaksudkan untuk menutup kerugian karena tetap
dikeluarkannya biaya tetap dan gagalnya keuntungan yang akan
diterima akibat terjadinya peril.
Sedang “ordinary payroll” dan biaya-biaya variabel sejenis lainnya
yang umumnya tidak dikeluarkan bila perusahaan menghantikan
kegiatannya bukan merupakan elemen-elemen yang membentuk
kerugian tidak langsung. Yang dapat diberikan ganti rugi. Dalam
grossearning form minimum coinsurancenya 50%.

2. Two Item Form


Dalam model ini laporan laba-rugi perusahaan perlu dipisahkan:
- Keseluruhan pos-pos biaya tetap dan keuntungan; merupakan
kelompok kerugian item I.
- Keseluruhan pos-pos biaya tetap, keuntungan dan ordinary payroll
(maksimum untuk selama 90 hari); merupakan kelompok kerugian
item II.
Dalam two item form minimum coinsurancenya 80%.

2. Contingent Business Interuption Insurance


Adalah asuransi kerugian tidak langsung yang diakibatkan oleh peril yang
menimpa perusahaan lain, yang mempunyai peranan/ kaitan erat dengan
perusahaan yang bersangkutan, yang mengakibatkan perusahaan yang
bersangkutan harus menghentikan operasinya untuk sementara.
Ganti rugi untuk kerugian tidak langsung yang demikian ini hanya dapat
diberikan bila terdapat hubungan langsung antara property pihak supplier yang
terkena peril yang diasuransikan dengan penurunan volume/ penghentian
untuk sementara kegiatan perusahaan yang menjadi tertanggung. Cara
perhitungan nilai asuransinya pada prinsipnya sama dengan pada business
interruption insurance.

3. Extra Expense Insurance


Extra Expense Insuranceasuransi terhadap biaya ekstra yang terpaksa harus
dikeluarkan oleh perusahaan yang terkena peril, yang terpaksa harus
menggunakan fasilitas lain, agar operasinya tetap jalan. Yaitu perusahaan-
perusahaan yang tidak mungkin menghentikan operasinya, meskipun terkena
peril.
Contoh: Perusahaan Surat Kabar, Perusahaan Public Utility, Bank dan
sebagainya.

4. Additional Living Expense Insurance


Adalah asuransi yang ditujukan bagi pemilik rumah yang harus mengeluarkan
biaya hidup yang lebih tinggi, akibat dia harus pindah rumah, karena rumahnya
terbakar atau peril yang lain, yang disebutkan dalam polis.
Jenis asuransi ini adalah merupakan perluasan (extension) dari asuransi tempat
tinggal yang umum.
Besarnya nilai kerugian tidak langsungnya adalah sebesar selisih “living cost
yang tinggi di tempat yang baru” dengan “living cost yang normal
dikeluarkan”, selama rumahnya dalam perbaikan. Untuk menghindari
penyalahgunaan asuransi ini, maka besarnya nilai kerugian tidak langsungnya
(kenaikan biaya hidup) maksimal 10% dari nilai polisnya.

5. Rental Value Insurance


Rental value insurance ditujukan untuk individu yang tidak mungkin memiliki
business interruption insurance. Asuransi ini bisa diajukan baik oleh penyewa
rumah ataupun pemilik rumah yang disewakan, tergantung pada isi perjanjian
sewa menyewa. Artinya:
- Penyewa yang dapat mengasuransikan, bila dalam perjanjian sewa-
menyewa ditentukan bahwa ia tetap harus membayar sewa meskipun rumah
yang disewa terkenal peril, sehingga ia untuk sementara tidak dapat
memanfaatkannya. Jadi dalam kasus ini si penyewalah yang rugi bila terjadi
peril.
- Pemilik rumah (yang menyewakan) yang dapat mengasuransikan, bila
dalam perjanjian sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa tidak perlu
membayar sewa bila rumah obyek sewa-menyewa terkena peril. Jadi dalam
kasus ini pemilik rumah yang rugi bila rumahnya terkena peril, yaitu tidak
menerima uang sewa.
Pada pokonya ada tiga bentuk rent-insurance, yaitu:
1. Rent insurance untuk memberikan ganti rugi atas kehilangan pendapatan
sewa selama periode tertentu, biasanya paling lama selama 12 bulan.
2. Rent insurance untuk memberikan ganti rugi selama masa normal untuk
membangun kembali rumah obyek sewa menyewa yang terkena peril.
3. Rent insurance untuk memberikan ganti rugi sebesar tidak lebih dari 1/12
dari jumlah asuransi yang dibayar setiap bulan.

6. Leasehold Interest Insurance


Leasehold interest insuranceadalah asuransi terhadap interest atas real
property yang dipakai orang lain melalui kontrak “leasing”, yang memberikan
hak kepada penyewa (leaser) untuk memanfaatkan property tersebut selama
suatu jangka waktu tertentu.
Dalam hal ini kerugiannya dapat berupa naiknya nilai interest maupun karena
property terkena peril.

7. Excess Rental Value Insurance


Excess rental value insuranceadalah asuransi terhadap kerugian yang diderita
oleh leassor (pemilik property) karena pembatalan kontrak sewa oleh
leaser(penyewa), yang disebabkan oleh menurunya nilai sewa ataupun karena
property yang bersangkutan terkena peril.

2. Non Time Element Contract


Non time element contractbentuk asuransi kerugian tidak langsung, yang besarnya
nilai asuransi tidak diukur berdasarkan berlakunya waktu.
Ada beberapa bentuk asuransi non time element contracts, antara lain:
1. Profit Insurance:
Kontrak asuransi yang menutup kerugian tidak langsung karena hilangnya
kesempatan untuk memperoleh keuntungan atas barang-barang yang telah
selesai diproduksi tetapi sebelum sempat dijual, karena barang tersebut terkena
peril.
Bagi pabrikan adalah kerugian karena hilangnya kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan akibat rusaknya barang jadi (terkena peril), sedang
bagi perusahaan dagang akibat kerusakan persediaan barang dagangan.
2. Account Receivable Insurance:
Kontrak asuransi untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang timbul
karena tertanggung tidak mampu/ tidak berhasil menagih piutang-piutangnya
dari para kreditur, sehubungan dengan adanya kebakaran yang telah
memusnahkan semua catatan-catatan mengenai piutangnya.
Asuransi ini ditujukan terhadap:
1. Piutang-piutang yang tidak tertagih karena rusaknya/ hilangnya catatan-
catatan mengenai piutang dikurangi piutang (bad debt) yang normal dan
piutang-piutang yang dapat dibuktikan dengan metode/ catatan-catatan
yang lain.
2. Bunga atas pinjaman yang perlu diperhitungkan karena terjadinya kerugian
tersebut.
3. Kelebihan (excess) biaya pengumpulan piutang di atas biaya normal.
3. Temperatur Damage Insurance:
Kontrak asuransi terhadp kerugian yang diakibatkan oleh perusahaan/kacaunya
temperatur sebagai akibat rusaknya property yang diasuransikan.

4. Rain Insurance:
Kerusakan suatu property karena kehujanan biasanya memang tidak dapat
diasuransikan, dengan demikian kerugian tidak langsung yang diakibatkan oleh
rusaknya property tersebut juga tidak dapat diasuransikan.
Tetapi hujan itu sendiri dapat menimbulkan kerugian tidak langsung yang
dapat diasuransikan.
Contoh:
Seorang promotor yang mengadakan pertunjukan musik di lapangan terbuka,
ia akan menderita kerugian karena berkurangnya penonton atau harus
mengeluarkan biaya ekstra akibat turunnya hujan.
Jadi ganti rugi ditujukan kepada kehilangan keuntungan dan biaya ekstra yang
harus dikeluarkan.
Ada beberapa batasan yang biasanya berlaku dalam asuransi ini, antara lain:
1. Besarnya curah hujan, artinya biasanya kalau curah hujannya di bawah 50
ml tertanggung tidak bisa menapatkan ganti rugi. Dimana yang dipakai
sebagai ukuran adalah hasil pengukuran dari Jawatan Meteorologi.
2. Kontrak asuransi harus dibuat paling lambat 7 hari sebelum event
diselenggarakan.
3. Kontrak tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
4. Besarnya premi yang harus dibayarkan biasanya dipengaruhi oleh
ketentuan mengenai jangka waktu antara saat turunnya hujan dan jam
pertunjukan, dimana makin lama jangka waktu tersebut preminya akan
makin tinggi.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : AsuransiKebakaran


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 13

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami asuransi kebakaran, yang terdiri atas:
pengertian asuransi kebakaran, risiko yang dikecualikan, syarat-syarat umum dalam
asuransi kebakaran, klausula kewajiban tertanggung, dan endorsemen dalam asuransi
kebakaran.

Materi:
Asuransi Kebakaran
A. Pengertian
B. Pengecualian
C. Syarat Umum
D. Klausula Kewajiban Tertanggung
E. Endorsemen

A. Pengertian
Asuransi kerugian adalah asuransi yang menjamin atas kerugian atau kerusakan pada
harta beda atau kepentingan yang secara langsung disebabkan oleh : kebakaran , petir,
ledakan, kejatuhan pesawat.
Dengan demikian obyek pertanggungan dari asuransi kebakaran pada prinsipnya
adalah harta benda atau kepentingan yang tertimpa kerugian atau kerusakan sebagai
akibat langsung dari suatu kebakaran, tersambar petir, ledakan, kejatuhan pesawat
terbang dan asap , yang kesemuanya itu terjadi karena kecelakaan (tidak disengaja).
1. Kerugian karena Kebakaran
Kerugian yang ditanggung adalah kerugian/kerusakan akibat dari kebakaran yang
terjadi karena kekurang hati-hatian, kesalahan pelayanan atau karyawan tertanggung,
tetangga, perampok, atau sejenisnya ataupun karena kebakaran lain sepanjang yang
tidak dikecualikan, termasuk di dalamnya akibat dari :
1. Menjalarnya api yang timbul sendiri (self combustion), hubungan arus pendek
(short circuit) atau karena sifat barang itu sendiri (inherent vice)
2. Kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain yang berdekatan.
2. Kerusakan karena Petir
Kerugian yang ditanggung adalah kerugian/kerusakan yang secara lagsung
disebabkan oleh petir. Termasuk didalamnya kerugian karena kebakaran yang terjadi
akibat petir yang menimpa mesin-mesin, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi
listrik yang diasuransikan.
3. Kerugian karena Ledakan
Yang diartikan dengan ledakan adalah setiap pelepasan tenaga secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh mengembangnya gas atau uap. Meledaknya satu bejana (ketel
uap, pipa dan sebagainya) dapat dianggap sebagai ledakan jika dinding bejana itu
robek dan terbuka sedemikian rupa , sehingga terjadi keseimbangan tekanan secara
tiba-tiba di dalam maupun di luar bejana.
4. Kerugian karena Kejatuhan Pesawat Terbang
Adalah kerugian/kerusakan yang timbul akibat benturan fisik antara pesawat
terbang atau segala sesuatu dari pesawat terbang dengan harta benda atau kepentingan
yang dipertanggungjawabkan atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan
atau kepentingan yang ditanggungkan.
5. Kerugian karena Asap
Adalah kerugian yang harta benda dan atau kepentingan yang timbul akibat asap
yang berasal dari kebakaran harta benda yang ditanggungkan.
Dengan demikian bagian dari harta yang tidak terbakar tetapi rusak akibat asap
dari kebakaran termaksud tetap mendapatkan ganti rugi (termasuk sebagai kerugian
yang dijamin melalui asuransi kebakaran).

B. Pengecualian
1. Risiko yang Dikecualikan
1. Secara langsung disebabkan oleh :
a. Kebakaran atau ledakan dari api yang timbul sendiri (self combustion) atau
hubungan arus pendek (short circuit) atau sifat dari barang itu sendiri
(inherent vice)
b. Pencurian dan atau kehilangan ada saat dan setelah terjadinya peristiwa
yang diasuransikan
2. Secara langsung aatau tidak langsung disebabkan oleh atau akibat dari :
a. Kesengajaan tertanggung, kesengajaan pelayanan atau karyawan
tertanggung atau perbuatan yang disengaja oleh orang lain atas perintah
tertanggung.
b. Kebakaran hutan, semak, alang-alang dan gambut.
c. Perang, penyerbuan aksi musuh asing, permusuhan atau kegiatan yang
menyerupai suasana perang dan sebagainya.
d. Reaksi nuklir termasuk tetapi tidak terbatas pada radiasi nukir, inonisasi,
fusi, fisi atau pencemaran radioaktif, tanpa memandang apakah itu terjadi
di dalam atau di luar bangunan utama dimana disimpan harta benda dan
atau kepentingan yang dipertanggungkan.
e. Kerusuhan, pemogokan, tertabrak kendaraan, tanah longsor, genangan air,
angin, topan, badai, biaya pembersihan, kecuali bila ada penutupan
perluasan jaminan khusu untuk risiko-risiko tersebut.
2. Harta Benda dan Kepentingan yang Dikecualikan
a. Barang-barang orang lain yang disimpan dan atau dititipkan atas dasar
kepercayaan atau atas dasar komisi.
b. Logam mulia, perhiasan, batu permata atau batu mulia,
c. Barang antic atau barang seni,
d. Segala macam naskah, rencana, gambar atau disain, pola, model atau tuangan
dan cetakan,
e. Efek, obligasi, saham atau segala macam surat berharga dan dokumen,
perangko, materai dan pita cukai, yang kertas dan uang logam,buku-buku usaha
dan catatan-catatan system computer.

C. Syarat Umum
1. Pembayaran Premi
Mengenai kewajiban tertanggung untuk menyelesaikan pembayaran premi
asuransi kepada penanggung berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Menyimpang dari pasal 257 KUHD (“Perjanjian pertanggung ada seketika setelah
hal itu ditiadakan, hak dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari
tertanggung berjalan mulai saat itu, malahan sebelum polis ditanda tangani”) tanpa
mengurangi ketentuan yang diatur dalam titik 2 dibawah, maka adalah merupakan
prasyarat dari tanggung jawab Penanggung atas risiko yang diasuransikan, yaitu
bahwa premi yang terhutang harus dibayar lunas dan secara nyata telah diterima
seluruhnya oleh pihak penanggung.
2. Apabila jumlah premi yang sudah dtentukan tidak dibayar sesuai dengan cara dan
jangka waktu yang ditentukan pada titik 1 diatas, maka polis menjadi batal dengan
sendirinya.

2. Pertanggungan Lain
Bila harta benda dan atau kepentingan yang diasuransikan sudah atau akan
disuransikan pada jenis atau lembaga asuransi yang lain, maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
Pada waktu perjanjian pertanggungan dibuat Tertanggung harus memberitahukan
kepada penanggung segala pertanggungan lain atas harta benda dan atau kepentingan
yang sama. Sebaliknya jika kemudian Tertanggung juga menutup pertanggungan lain
atas harta benda dan atau kepentingan yang sama, hal itupun wajib diberitahukan
kepada Penanggung.

3. Perubahan Risiko
- Ada perubahan atau perombakan fisik atas harta benda yang dipertanggungkan
- Ada perubahan tempat dimana harta benda yang dipertanggungkan disimpan
- Sebagian atau seluruhnya harta benda yang dipertanggungkan dipergunakan
untuk keperluan lain
- Jika ada barang lain juga disimpan ditempat yang sama dengan tempat
penyimpanan harta benda yang dipertanggungkan.

4. Pindah Tempat dan Pindah Tangan


Apabila yang dipertanggungkan adalah perabot rumah tangga atau barang-barang
lain, maka jika barang-barang tersbut dipindahkan keruangan lain atau kelantai lain
atau ke tempat atau bangunan lain, selain yang disebutkan dalam polis pertanggungan
ini menjadi tidak berlaku, kecuali bila penanggung sebelumnya sudah menyetujui hal
tersebut dan mencantumkan persetujuan tersebut dalam lampiran polis.

5. Kewajiban Tertanggung dalam Hal terjadi Kerugian atau Kerusakan


Tertanggung sesudah mengetahui atau pada waktu ia dianggap seharusnya sudah
mengetahui adanya kerugian atau kerusakan atas harta benda dan kepentingan yang
dipertanggungkan , maka ia harus:
a. Segera memberitahukan hal itu kepada Penanggung
b. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender memberikan keterangan
tertulis yang memuat hal-hal ikhwal yang diktahuinya tentang kerugian atau
kerusakan itu dan jika keadaan memungkinkan hendaknya surat keterangan
tersebut disertai dengan pemberitahuan tentang segala sesuatu yang terbakar,
musnah, hilang atau rusak dan terselamatkan serta sebab-sebab kerugian atau
kerusakan sepanjang yang diketahuinya atau menurut dugaannya.
Disamping itu pada waktu terjadi kerugian atau kerusakan (peril) tertanggung
wajib:
a. Berusaha sedapat mungkin menyelamatkan diri dan menjaga harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan serta mengijinkan orang lain menyelamatkan
dan menjaga harta benda dan atau kepentingan yang bersangkutan.
b. Memberikan bantuan sepenuhnya kepada Penanggung atau wakilnya atau pihak
lain yang ditujuknya untuk melakukan penelitian atas kerugian atau kerusakan
yang terjadi.
c. Menjaga keselamatan harta benda atau kepentingan yang dipertanggungkan yang
masih bernilai.
Apabila ketentuan-ketentuan tersebut diatas tidak dipenuhi oleh tertanggung,
maka segala hak atas ganti rugi menjadi hilang.
6. Laporan Kerugian
Dalam menuntut ganti rugi berdasarkan pertanggungan ini, maka Tertanggung
harus melakukan pada hal-hal sebagai berikut :
a. Mengisi formulir laporan klaim yang disediakan oleh Penanggung dan setelah diisi
lengkap diserahkan kembali kepada Penanggung.
b. Menyerahkan Polis beserta berita acara laporan kerugian atau surat keterangan
mengenai peristiwa tersebut dari Kepala Desa atau Kepala Kelurahan atau Kepala
Kepolisian Sektor Setempat,
c. Menyerahkan laporan rinci dan selengkap mungkin tentang hal ihwal yang menurut
pengetahuannya menyebabkan kerugian atau kerusakan tersebut.
d. Memberikan segala keterangan dan bukti lain yang wajar dan patut , yang diminta
oleh Penanggung.

7. Perhitungan ganti Rugi


Cara menghitung besarnya kerugian dilakukan dengan jalan membandingkan
harga sesaat sebelum dengan sesaat setelah terjadinya kerugian atau kerusakan, yang
kemudian diambil rata-ratanya.
Jika dari barang harta benda/barang yang rusak masih ada sisa, maka harga barang
sisa (tidak ikut rusak) diperhitungkan pada jumlah ganti rugi.Dengan demikian
besarnya nilai ganti yang dapat diterima oleh Tertanggung hanya sebesar jumlah nilai
kerugian yang sebenarnya (prinsip indemnitas).

8. Kerugian atas Barang


Apabila yang terkena kerugian atau kerusakan tersebut adalah barang bergerak,
Tertanggung wajib dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya
kerugian atau kerusakan tersebut memberikan :
a. Dalam hal yang menderita kerugian/kerusakan perabot rumah tangga; daftar
pemberitahuan nama barang dan taksiran harga barang yang diuraikan secara rinci
satu demi satu, sesuai dengan harganya pada saat sebelum terjadinya kerugian atau
kerusakan dan daftar pemberitahuan khusus tentang sisa barang tersebut (yang tidak
ikut rusak).
b. Dalam hal yang menderita kerugian / kerusakan bahan-bahan dan barang-barang
dagangan; daftar khusus yang berisi penilaian tentang segala sesuatu yang ada pada
saat sebelum terjadinya peristiwa terjadinya kerugian atau kerusakan dan daftar
khusus tentang sisanya.
c. Buku-buku, catatan administrasi dan surat terkait jika dikehendaki oleh
Penanggung; kalau semuanya itu tidak ada dapat diganti dengan faktur-faktur ,
catatan atau daftar yang dapat membuktikan adanya harta benda yang terkena
kerugian tersebut.

9. Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap


Menyimpang dari ketentuan Pasal 277 ayat 1 KUHD (Bila berbagai
pertanggungan diadakan dengan itikad baik terhadap satu orang saja, dan dengan yang
pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung
berikut dibebaskan) dalam hal terjadi kerugian atau kerusakan atas harta benda dan
atau keentingan yang sudah dijaminkan pula oleh satu atau lebih pertanggungan yang
lain dan julah itu lebih dari harga harta benda atau kepntingan yang dimaksud, maka
jumlah nilai yang telah dipertanggungkan dengan polis yang dimaksud dianggap
berkurang menurut perbandingan antara jumlah segala pertanggungan dengan harga
yang dipertanggungkan, tetapi premi tidak dikurangi atau dikembalikan

10. Pertanggungan di Bawah Harga


Jika pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan oleh bahaya yang dijamin
dengan pertanggungan ini, ternyata harga keseluruhan harta benda yang
dipertanggungkan lebih besar dari jumlah nilai pertanggungan , maka tertanggung
dianggap sebagai penanggungny sendiri (Co-Insuler) atas selisihnya dan menanggung
kerugian secara proporsional.

11. Laporan Tidak Benar


Apabila tidak terbukti bahwa Tertanggung dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan dari trsansaksi pertanggungan ini, yaitu bahwa dalam membuat laporan
kerugian dengan sengaja :
a. Memperbesar jumlah kerugian yang diderita
b. Memberitahukan barang-barang yang sebetulnya tidak ada sebagai barang yang ada
pada saat terjadinya peril dan menyatakan bahwa barang-barang tersebut musnah
c. Menyembunyikan barang-barang yang terselamatkan atau barang-barang sisanya
dan menyatakan sebagai barang-barang yang ikut musnah.
d. Mempergunakan surat atau bukti palsu , dusta atau tipuan
e. Melakukan atau menyuruh melakukan tindakan-tindakan yang meimbulkan
kerugian atau kerusakan terhadap harta benda yang dipertanggungkan
f. Melakukan kesalahan atau kelalaian yang sangat melampaui batas, sehingga
menimbulkan kerugian dan atau kerusakan terhadap harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan;
Maka tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi.

12. Taksiran Harga dalam Hal Kerugian


Pada prinsipnya taksiran harga terhadap harta benda dan atau kepentingan yang
menderita kerugian atau kerusakan didasarkan atas harga yang sebenarnya dari harta
benda yang dipertanggungkan pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan, tanpa
ditambah unsur laba sedikitpun.

13. Biaya yang Mendapatkan Penggantian


Tertanggung disamping mendapatkan ganti rugi atas kerugian dan atau kerusakan
hatta benda dan atau kepentingan ang dipertanggungkan, juga bias mendapatkan
penggantian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya peril
atas harta benda dan atau kepentingan tersebut, yaitu mencakup :
a. Dalam hal terjadi kerugian uang jasa, biaya para juru taksir dan ahli yang ditunjuk
oleh Penanggung , dibayar oleh penanggung. Jadi apabila Tertanggung sudah
mengeluarkan biaya untuk itu, ia akan mendapatkan penggantian dari Penanggung.
b. Biaya yang wajar yang dikeluarkan oleh Tertanggung guna mencegah atau
mengurangi kerugian atau kerusakan.

14. Sisa Barang


Bila terjadi peril tetapi tidak seluruh harta benda dan atau kepentingan itu rusak
atau musnah , maka:
a. Bila terjadi kerugian atau kerusakan sisa barang, jika ada, tetap menjadi tanggung
jawab Tertanggung
b. Penanggung berhak meminta agar Tertanggung menyimpan seluruhnya atau
sebagian sisa barang yang tidak rusak.
c. Tindakan dari Penanggung dan permintaan menyimpan sisa barang sebagaimana
tersebut diatas sejali-kali tidak dianggap sebagai pengakuan tanggung jawab atas
barang sisa tersebut.

15. Pembayaran Klaim


Bila telah terjadi kesepakatan antara Penanggung dan Tertanggung atau kepastian
mengenai jumlah klaim yang akan dibayar, maka Penanggung harus telah
menyelesaikan pembayaran klaim tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak kesepakatan atau kepastian tersebut.

16. Prinsip Subrogasi


Hak Penanggung untuk mengganti kedudukan Tertanggung berkaitan dengan
haknya terhadap pihak ketiga disebut “Hak Sugrogasi” . Hak Sugrogasi tersebut
berlaku secara otomatis, tanpa memerlukan suatu surat kuasa khusus dari Tertanggung.
Selanjutnya Tertanggung tetap bertanggung jawab atas setiap perbuatannya yang
mungkin dapat merugikan hak Penanggung terhadap pihak ketiga tersebut. Kelalaian
Tertangung dalam melaksanakan kewajiban ini dapat menghilangkan atau mengurangi
Tertanggung untuk mendapatkan ganti rugi.

17. Pemulihan Jumlah Pertanggungan


Setelah terjadi kerugian atau kerusakan pada harta benda dan atau kepentingan
yang dupertanggungkan, maka jumlah ertanggungan menjadi berurang sebesar
kerugian tersebut. Tetapi, setetlah pemulihan kerugian atau kerusakan tersebut,
Tertanggung dapat meminta pemulihan jumla pertanggungan dengan membayar premi
tambahan, yang dihitung secara prorate untuk sisa jangka waktu pertanggunga, Namun
demikian Penanggung berhak menolak pemintaan tersebut.

18. Hilangnya Hak Mendapatkan ganti Rugi


Tertanggung bisa kehilangan hak untuk mendapatkan ganti rugi dengan
sendirinya apabila :
a. Tidak dapat memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam polis
b. Tidak mengajukan tuntutan untk mendapatkan ganti rugi dalam waktu 12 bulan
c. Tidak mengajuka keberatan atau menempuh upaya penyelesaiab memalui arbitrase
atau upaya hukum lainnya dalam waktu 6 (bulan) sejak Penanggung
memberitahukan secara tertulis bahwa Tertanggung tidak berhak mendapatkan
ganti rugi.

19. Perhentian Pertanggungan


Pemberitahuan penghentian harus dilakukan secara tertulis, yang dikirimkan
melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki pengehntian pertanggungan
terhadap pihak lainnya dialamat terakhir yang diketahui. Dan Penanggung terbebas
dari segala kewajiban berdasarkan polis yang telah dibuat 3 (tiga) kali 24 (dua puluh
empat) jam terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan tersebut , pada
pukul 12.00 siang waktu setempat.
Apabila yang menghentikan penanggung, maka ia wajib mengembalikan premi
untuk jangka waktu yang belum habis secara protata. Sebaliknya apabila yang
membatalkan Tertanggung, maka ia wajib membayar premi untuk jangka waktu yang
telah dijalani, yang diperhitungkan menurut skala premi pertanggungan jangka
pendek, sebagaimana ditetapkan dalam Tarif Pertanggungan Kebakaran Indonesia
yang berlaku.

20. Pengembalian Premi


Tertanggung tidak berhak untuk mendapatkan premi yang telah dibayarkan
kepada Penanggung, kecuali :
a. Bila terjadi perubahan atau perombakan atas harta benda, sehingga resikonya
menjadi berubah dan penanggung menolak meneruskan pertanggungan, maka
premi yang sudah dibayar untuk jangka waktu yang belum habis harus
dikembalikan kepada Tertanggung secara prorate
b. Bila harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan pindah tangan, baik
karena perseutujuan maupun karena tertanggung meninggal meninggal dunia dan
Penanggung menolak meneruskan pertanggungan, maka premi yang sudah dibayar
untuk jangka waktu yang belum habis harus dikembalikan kepada Tertanggung
secara prorate.
c. Bila Penanggung membatalkan pertanggungan, maka ia wajib mengembalikan
premi ntuk jangka waktu yang belum habis secara prorate.
21. Penyelesaian Perselisihan
Bila terjadi perselisihan antara Penanggung dan Tertanggung mengenai polis yang
telah dibuat, kedua belah pihak bebas memilih upaya hukum untuk mnyelesaikan
perselisihan tersebut.
Sedang perselisihan mengenai besarnya nilai kergian atau kerugian atau
kerusakan harus diselesaikan melalui arbitrase, yang pelaksanaannya diatur sebagai
berikut:
1. Kedua belah pihak secara musyawarah menunjuk seorang arbitrer, dan maksud itu
disampaikan secara tertulis oleh yang bersangkutan kepada pihak lainnya.
2. Apabila penujukan seorang arbitrer tidak terlaksana, maka dalam tempo 15 (lima
belas) hari) kalender, masing-masing pihak menujuk seorang arbitrer dan kedua
Arbitrer tersebut menunjuk seorang Arbitrer Ketiga.
3. Apabila penujunkan sebagaimana cara no 2 tidak terlaksana dalam 60 (enam puluh)
hari kalender sejak diterimanya permintaan tersebut, maka pihak yang lebih siap
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia
untuk menunjuk dan mengangkat 3 (tiga) orang Arbitrer , yang salah seorang
diantaranya bertindak sebagai Ketua Majelis Arbitrase
4. Kematian salah satu pihak yang bersengketa tidak mempengaruhi wewenang atau
kuasa yang diberikan kepada Arbitrer. Dalam hal yang meninggal seorang Arbitrer,
maka penggantinya ditunjuk oleh pihak yang menunjukan Arbitrer yang meninggal
dunia tersebut.
5. Hak, kewajiban dan tanggung jawab serta tata cara persidangan arbitrase ditetapkan
oleh para arbitrer dan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

22. Lain-lain
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkn berkaitan dengan pertanggungan
mengenai kebakran maka Dewan Asuransi Indonesia menetapkan :
1. Apabila terdapat perbedaan pada naskah yang tertea pada polis masing-masing
perusahaan asurasi (Penanggung) dengan yang telah diedarkkan melalui Surat
Keputusan Pengurus Dewan Asuransi Indonesia kepada segenap anggota Dewan
Asuransi Indonesia Sektor Kerugianm yang aslinya disimpan di kantor Sekretariat
Jenderal Dewan Asuransi Indonesia
2. Untuk hal-hal yang belum cukup diatur dalam persetujuan pertanggungan
kebakaran, berlaku ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

D. Klausula Kewajiban Tertanggung


1. Kewajiban yang Berkaitan dengan Kepemilikan dan Pengelolaan Gudang
1. Mengenai Kepemilikan Bangunan/Gudang:
Bangunan/Gudang yang disebutkan dalam polis adalah milik Tertangung atau
disewa langsungoleh Tertanggung dari pemilim gudang/bangunan tersbut dan
tidak akan dipindahkan kepemilikannya atau diseawakan ulang, baik sebagian
maupun seluruhnya kepada pihak lain / pihak ketiga sebelum diberitahukan
secara tertulis dan disetujui secara tertuli pula oleh Penanggung.
2. Mengenal Kepemilikan Barang-barang yang Disimpan didalamnya:
Barang-barang yang disimpan didalam bangunan/gudang yag disebutkan
dalam polis sepenuhnya adalah milik Tetanggung sediri dan tidak terdapat
barang-barang titipan (untuk disimpan dalam bangunan/gudag termaksud)
milik orang lain, siapapun mereka, sebelum diberitahukan kepada dan disetujui
secara tertulis oleh Penanggung.
Barang-barang yang telah dijual yang karena kelazimannya atau dibenarkan
daam kontrak jula beli masih berada dalam bangunan/gudang karena belum
diambil oleh pembelinya dikecualikan dalam ketentuan ini.
3. Mengenai Pengelolaan Gudang
Pengelolaan bangunan/gudang dan barang-barang yang ditimbun didalamnya
dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Tetanggung dan
dilarang adanya penyertaan pihak lain siapapun mereka dalam pengelolaan
bangunan/gedung tersebut sebelum diberitahukan secara tertulis kepasa dan
disetujui secara tertulis oleh penanggung.

2. Mengenai Penyimpanan Barang-barang Berbahaya terhadap Api


1. Cat : 600 liter
2. Minyak mineral atau cairan-cairan lainnya yang dapat menguap dan dapat
menyala dengan percikan api pada titik nyala (flashpoint) 93 Celcius (200
Fahrenheit) atau lebih : 400 liter
3. Minyak tanah (kerosene) atau cairan-cairan lainnya yang dapat menguap dan
dapatmenyala dengan percikan api pada titik nyala (flashpoint) 38 Celcius (100
Fahrenheit) atau lebih : 200 Liter
4. Bensin (petrol) atau cairan-cairan lainnya yang dapat menguap dan dapat
menyala dengan percikan api pada titik nyala (flashpoint) dibwah 38 celcius
(100 Fahrenheit) : 30 liter
5. Korek api : 30 Kg atau 4 peti karton,yang mana yang lebih banyak.
6. Petasan : 30 Kg atau 4 peti karton, yang mana yang lebih banyak.
Apabila tertanggung melakukan penyimpangan atas ketentuan-ketentuan dan
atau persyaratan tersebut diatas, maka serta merta polis/persetujuan pertanggungan
menjadi batal tanpa adanya pemebritahuan dahulu oleh Penanggung dan tanpa
pengembalian premi.

E. Endorsemen
1. Endorsemen Kerusuhan
Endorsemen kerusuhan adalah perluasan terhadap risiko yang dapat dijamin, yaitu
risiko yang timbul sebagai akibat terjadinya kerusuhan, yang selama ini dikatagorikan
sebagai risiko yang dikecualikan, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah
“Kalusula 4.1A”
Apabila Tertanggung menghendaki/menyetujui endorsemen ini, maka
endorsemen menjadi melekat dan meruakan bagian yang tak terpisahkan dari
polis(pertanggungan) standar yang dibuat.
1. Perluasan Jaminan
1. Kerusuhan adalah tindakan suatu kelompok orang (minimal) sebanayk 12
orang yang dalam melaksanaka seuatu tujuan bersama menimbulkan
suasana gangguna ketertiban umum dengan jegaduhan dan penggunaan
kekerasan serta pengrusakan harta benda oang lain, yang belum dianggap
sebagai huru-hara.
2. Pemogokan adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompk
pekerja (minimal) sebnayk 12 orang pekerja atau separuh dari jumah ekerja
(dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang) , yang menilak
bekerja sebagaimana biasanya, dalam usaha untuk memaksa majikan
memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap
peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan majikan.
3. Penghalangan Bekerja adalah tindakan pengrusakan yang sengaja dilakukan
oleh sekelompok pekerja (minimal) 12 orang atau searah dari jumlah
pekerja (dalam hal ini jumlah pekerja kurang dari 24 orang) akibat dari
adanya oekerja yang diberhentikan atau dihalangi bekerja oleh majikan.
4. Perbuatan jahat adalah tindakan seseorang yang dengan sengaja merusak
harta benda orang lain karena demam, dengki, amarah atau vandalisitis,
kecuali tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang brada dibawah
pengawasan atau atas perintah orang yang menguasai harta benda tersebut
atau oleh pencuri/perampok/penjarah.
5. Pencegahan adalah tindakan pihak yang berwenang dalam usaha
menghalangi , menghentikan atau mengurangi dampak/akibat dari risiko
yang erjadi karena kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja dan
pencegahan.
6. Penjarahan yang terjadi selama kerusuhan.

2. Risiko yang Dikecualikan


1. Salah satu atau lebih risiko karena : Huru-hara, Pembangkitan Rakyat,
Pengambilalihan Kekuasaaan, Pemberontakan, Kekuatan Militer, Invasi,
Perang Saudara, Perang dan Permusuhan, Makar, Terorisme, Sabotase atau
penjarahan ( Kecuali Penjarahan yang Terjadi selama Kerusuhan)
Dalam suatu tuntutan, gugatan atau perkara lainnya, dimana Penanggung
menyatakan bahwa suatu kerugian atau kerusakan secara langsung atau
tidak langsung disebabkan oleh datuatau lebih risiko yang dikecualikan
tersebut atas, maka merupakan kewajiban Tertanggung untuk membuktikan
sebaliknya bila ia tidak sependapat.
2. Penghentian selurub atau sebagian dari pekerjaan atau perlambatan atau
gangguan atau penghentian suatu proses atau kegiatan.
3. Kehilangan hak secara tetap atau sementara karena penyitaan, pinjam paksa
atau pengambilalihan oleh pejabat yang berwenang atau ditempati secara
tidak syah atau melawan hukum oleh seseorang,
4. Gangguan usaha ata segala macam kerugian dalam wujud atau bentuk
apapun yang sifatnya konsekuensial.

3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri


Dalam hal ini terjadi kalim atas rsiko yang menurut ketentuan endosemen ini,
tidak semua jumlah nilai ganti rugi yang distujui dibayar oleh Penaggung. Dalam
endorsemen ini, Tetanggung harus ikut menanggung sendiri (co-insurance)
sebagian dari kerugian yang terjadi, ia akan ikut memikul kerugian sebesar 15%
dari jumlah nilai ganti rugi yang disetujui, dengan jumlah minimum Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau sesuai dengan hasil kesepakatan antara
Tertanggung dan Penanggung.

4. Pembatalan Endorsemen
Endosemen dapat dibatalkan setiap saat oleh penanggung dengan
pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat, Facsimile, Telex atau
Telegram kepada Tertanggung di alamat terkahir yang ia ketahui.
Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan endosemen ini sejak 3
kali 24 jam terhitung mulai tanggal pengiriman surat pemberitahuan tersebut pukul
12.00 siang waktu setempat , yaitu tempat dimana obyek pertanggungan berada.
Akibat dari pembatalan endosemen oleh Penanggung , maka Penanggung
wajib mengembalikan premi tambahanannya untuk jangka waktu yang belum
habis secara prorata.

2. Endorsemen Huru-hara
Huru-hara yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang dalam bahasa
inggris disebut: riot, strike and civil commotions (RSCC).
Endorsemen huru-hara adalah perluasan jaminan yang mencakup risiko yang
itmbu karena terjadi huru-hara, yang dalam pertanggungan yang standart termasuk
dalam risiko yang dikecualikan(tidak dijamin).
1. Perluasan Jaminan
Dengan adanya endorsemen ini maka pertanggungan diperluas, sehingga
mencaku kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan
, yang secara langsung disebabkan oleh slah satu atau lebih risiko-risiko berikut:
1. Kerusuhan,
2. Pemogokan,
3. Penghalangan Kerja,
4. Perbuatan Jahat,
5. Terorisme,
6. Sabotase,
7. Huru-hara,
8. Pembangkitan Rakyat tanpa penggunaan senjata api,
9. Revolusi tanpa penggunaan senjata api,
10. Makar,
11. Pencegahan.
2. Risiko yang Dikecualikan
1. Penghentian seluruh atau sebagian dari pekerjaan atau perlambatan atau
gangguan atau penghentian suatu proses atau kegiatan.
2. Kehilangan hak secara tetap atau sementara karena penyitaan , pinjam paksa
atau pengambilalihan oleh pejabat yang berwenang atau ditempati secara
tidak sah atau melawan hukum oleh seseorang.
3. Gangguan usaha atau segala macam kerugian dalam wujud atau bentuk
apapun yang sifatnya konsekuensial.
3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri
a. Untuk risiko-risiko karena kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja
dan penjarahan yang terjadi selama kerusuhan, termasuk risiko
pencegahan yang terkait dengannya atas setiap klaim yang dijamin
menurut ketentuan endorsemen ini, Tertanggung akan meikul sebesar 15%
dari jumlah ganti rugi yang disetujui, degan jumlah minimum Rp
10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau sesuai dengan persetujuan antara
tertanggung dan Penanggung ada saat penutupan endorsemen kontrak
pertanggungan.
b. Untuk risiko-risiko karena terorisme, sabotase, huru-hara, pe,bangkitan
rakyat tanpa penggunaan senjata api, maker dan penjarahan yang terjadi
selama huru-hara, termasuk risiko pencegahan yang yang terkait dengan
risiko-risiko tersebut, atas setiap klaim yang dijamin menurut ketentuan
endorsemen ini, Tetanggung akan ikut memikul sebesar 25% dari jumlah
ganti rugi yang disetujui, dengan jumlah minimum Rp. 100.000.000
(seratus juta rupiah) atau sesuai dengan persetujuan antara Tertanggung
dan Penanggung pada ssat penutupan endorsemen kontrak pertanggungan.
Risiko sendiri adalah jumlah kerugian yang harus ditanggung sendiri oleh
Tertanggung, sehingga jumlah ganti rugi yang dibayar Tertanggung adalah
jumlah nilai kerugian dikurangi dengan jumlah nilai risiko sendiri.
4. Pembatalan Endorsemen
Penanggung setiap saat dapat membatalkan endorsemen ini, dengan cara
mengirimkan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat, facsimile, telex
atau telegram kepada yang tertanggung ke alamat yang terakhir diketahuinya.
Selanjutnya Penanggung bebas bebas dari segala kewajiban berdasarkan
endorsemen ini setelah 3 kali 24 jam terhitung sejak tanggal pengiriman
pemberitahuan terulis tersebut, pukul 12.00 siang, waktu setempat, dimana obyek
pertanggungan berada.
Karena pembatalan tersebut, maka Penanggung wajib mengembalikan premi
yang telah diterima untuk jangka waktu yang belum habis secara prorata.

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Asuransi Kendaraan Bermotor


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 14

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami asuransi kendaraan bermotor, yang terdiri
atas: risiko yang dijamin dalam asuransi kendaraan bermotor, risiko yang tidak
dijamin terhadap asuransi kendaraan bermotor, syarat-syarat pertanggungan dari
asuransi kendaraan bermotor, dan endorsemen dalam asuransi kendaraan bermotor.

Materi:
Asuransi Kendaraan Bermotor
A. Pengantar
B. Risiko yang Dijamin
C. Risiko yang Tidak Dijamin
D. Syarat-syarat Pertanggungan
E. Endorsemen

A. Pengantar
Asuransi kendaraan bermotor adalah pertanggungan kerugian atau kerusakan
terhadap kendaraan bermotor. Jenis asuransi ini sebetulnya sama dengan asuransi
kebakaran, yang obyeknya adalah kerugian atau kerusakan atas harta benda, hanya disini
harta bendanya berupa kendaraam bermotor. Sehubungan dengan hal tersebut maka
aturan yang berlaku pada asuransi kebakaran umunya juga berlaku untuk asuransi
kendaraan bermotor.

B. Risiko yang Dijamin


1. Kerugian atau Kerusakan Kendaraan Bermotor
Dalam asuransi kendaraan bermotor ini risiko yang dipertanggungkan adalah :
1. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, yang
disebabka oleh :
a. Tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan, dan sebagainya,
b. Perbuatan jahat orang lain,
c. Pencurian,
d. Kebakaran,
e. Sambaran petir.
2. Kerusakan roda bila kerusakan tersebut mengakibatkan pula kerusakan
kendaraan bermotor tersebut yang disebabkan oleh kecelakaan.
3. Biaya yang wajar yang dikeluarkan oleh Tertanggung untuk penjagaan atau
pengangkutan ke bengkel atau ke tempat lain guna menghindari atau
mengurangi kerugian atau kerusakan yang dijamin dalam polis, setinggi-
tingginya sebebsar setengah persen (0,5%) dari jumlah pertanggungan, tanpa
diperhitungkan dengan risiko sendiri.
2. Tanggung Gugat
Dalam hal ini Penanggung akan memberikan penggantian kepada tertanggung
atas ;
1. Tanggung gugat Tertanggung terhadap suatu keinginan yang diderita pihak ketiga
yang secara langsung disebabkan melalui musyawarah maupun melalui
pengadilan, yang kedua-duanya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari Penanggung, setinggi-tingginya sejumlah yang tercantum dalam ikhtisar
pertanggungan, yang meliputi:
a. Kerusakan atas harta
b. Cedera badan atau kematian
2. Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yan berkaitan dengan tanggung gugat
Tertanggung, yang telah terlebih dahulu disetujui oleh Penanggung secara tertulis.

C. Risiko yang Tidak Dijamin


Dalam asuransi kendaraan bermotor Penanggung tidak memberikan ganti rugi
terhadap:
1. Kehilangan keuntungan, kehilangan upah, berkurangnya nilai atau kerugia keuangan
lainnya yang diderita Tertanggung sebagai akibat tidak dapat dipergunakannya
kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, karena suatu kecelakaan atau sebab lain.
2. Kerusakan atau kehilangan peralatan tambahan yang tidak disebutkan dalam ikhtisar
Pertanggungan, sebagai akibat suatu kecelakaan atau sebab lain.
3. Kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan baik
sebagian maupun seluruhnya sebagai aikbat penggelapan.
4. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan sebagai akibat
perbauatn jahat yang dilakukan oleh Tertanggung, suami isteri atau anak
Tertanggung, orang yang disuruh Tertanggung, bekerja pada Tetanggung, orang yang
sepengetahuan atau seizing Tetanggung, orang yang tinggal bersama Tetanggung.
5. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, yang
disebabkan oleh:
a. Kendaraan bermotor tersebut dipergunakan untuk menarik atau mendorong
kendaraan lain, untuk turut serta dalam perlombaan kecakapan atau perlombaan
kecepatan, untuk memberi pelajaran mengemudi, menarik suatu trailer, untuk
karnaval atau pawai, atau untuk melakukan tindakan kejahatan, atau untuk suatu
maksud laindari yang ditetapkan dalam polis pertanggungan.
b. Kelebihan muatan atau dijalankan secara paksa
c. Kendaraan bermotortersebut dengan sepengetahuan Tetanggung dijalankan
dalam keadaan rudak, dalam keadaan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
teknik atau dalam perbaikan.
d. Kendaraan bermotor tersebut dikemudikan oleh seseorang yang pada saat
erjadinya kecelakaan tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sah atau
oleh seseorang yang berada dibawah pengaruh minuman keras atau sesuatu bahan
lain yang memabukkan.
e. Memasuki atau melewati jalan tertutup , terlarang atau tidak diperuntukkan untuk
kendraan bermotor yang dipertanggungkan,
f. Barang-barang yang sedang dimuat, ditumpuk, dibongkar, atau diangkut dengan
kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.
g. Reaksi atau radiasi nuklir , pencemaran radio aktif , rekasi inti atom
bagaimanapun juga terjadinya, apakahterjadi di dalam maupun diluar kendaraan
bermotor yang dipertanggungkan.
6. Kerugian atau kerusakan kendaraan bemotor yang dipertanggungkan baik langsung
maupun tidak langsung dibsebabkan oleh:
a. Gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, badai, banjir atau genangan air
atau gejala geologi aau meteorologi lainnya.
b. Perang, penyerbuan, aksi musuh asing, permusuhan atau kegiatan yang
menyerupai suasana perang (baik dengan pernyataan perang maupun tidak),
perang saudara, pemberontakan, pergolakan sipil (huru-hara), yang dianggap
merupakan bagian atau menjurus pada pemberontakan umu, pemberontakan
militer, pengacauan, terorisme, penggunaan kekerasan, revolusi, penggunaan
kekuatan militer atau engambil alihan kekuasaan atau perbuatan seseorang yang
bertindak atas nama atau sehubungan dengan suatu organisasi dengan kegiatan-
kegiatan yang bertujuan menggulingkan kekerasan pemerintah yang sah de jure
atau de facto.
c. Kerusuhan, pemogokan aau gangguan ketertiban umum lain dan semacamnya.
7. Kehilangan atau kerusakan di bagian atau material kendaraan bermotor yang
dpertanggungkan karena aus, sifat kekurangan sendiri, ada bagian itu atau pada
mesinnya disebabkan oleh salah penggunanya.
8. Kerugian yang dialami pihak ketiga yang secara langsung atau tidak langsung
disebabkan oleh kendraan bermotor yang dipertanggungkan, yang berupa :
a. Kerusakan harta benda milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut.
Dimuat atau dibongkar dari kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.
b. Kerusakan jalan, jembatan, viaduct, bangunan-bangunan yang terdapat dibawah,
di atas atau di sampaning jalan sebagai akibat dari getaran, berat kendaraan atau
muatannya.
9. Cedera badan /kematian terhadap:
a. Penumpang kendaraan bermotor yang dipertanggungkan
b. Tertanggung, suami atau istri dan anak tertanggung bila tertanggung adalah
perorangan
c. Pemegang saham atau pengurus bila tertanggung merupakan CV atau Firma
d. Pengurus bila tertanggung adalah badan hukum berbentuk perseoran terbatas,
yayasan atau usaha bersama dan bentuk lainnya
e. Orang yang bekerja pada Tertanggung dengan menerima imbalan jasa
f. Orang yang tinggal bersama Tertanggung
g. Hewan milik atau dalam pengawasan tertanggung, diangkut, dimuat,
dibongkar dari kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.

D. Syarat-syarat Pertanggungan
1. Pembayaran Premi
Premi harus dibayar lunas pada saat persetujuan pertanggungan ditutup, kecuali
bial atas persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain.
Jika premi tidak dibayar dalam waktu 10 hari kerja terhitung mulai tanggal
permulaan perpanjangan pertanggungan, maka berlakunya ertanggungan ini dapat
ditunda oleh Penanggung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Jika seaktu-waktu
terjadi sesuatu kerugiab atau kerusakan atas kendraan bermotor yang dipertaggungkan
(masih dalam masa penundaan), Tertanggung tidak berhak atas sesuatu penggantian
kerugian.
Penundaan tersebut akan berakhir 24 jam sesudah premi oleh Penanggung atau
pertanggungan menjadi batal demi jukum apabila premi tidak dibaya setelah lewat 90
hari kalender terhitung mulai tanggal berlakunya pertanggungan.
Atas pembatalan tersebut Penanggung berhak atas premi untuk jangka waktu yang
sudah berjalan sebesar 20% dari premi setahun.
2. Pemberitahuan Kecelakaan
Bila terjadi kecelakaan, kerusakan atau kerugian atas kendaraamn bermotor yang
dipertanggungkan, maka: Tertanggung diwajibkan memberitahukan kecelakaan atau
pencurian atas kendaraann bermotor yang dipertanggungkan kepada Penanggung
selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan atas pencurian tersebut.
Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan secara tertulis atau secaa lisan kepada
penanggung, yang selanjtnya diikuti dengan laporan tertulis kepada Penanggung.
Dalam hal pencurian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan,
yang dilakukan oleh pihak ketiga, yang dapa dijadikan dasar untuk penuntuta
penggatian dari kerugian atau adanya tuntutan dari pihak ketiga yang harus dipikul
oleh Penanggung, maka Tertanggung wajib melaporkan kepada dan membuat surat
keterangan dari serendah-rendahnya pos polisi (pospol) setempat.
Khusus untuk kerugian total (total cost) akibat pencurian, maka Tertanggung
diwajibkan melaporkan kepada dan mendapatkan surat keternagan dari polisi (Polda)
setempat.

3. Tuntutan Pihak Ketiga


Apabila tertanggung dituntu oleh pihak ketiga sehungan dengan kerugian atas
kerusakan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, maka:
1. Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung tentang adanya tuntutan
dari pihak ketiga tersebut selambat-lambatnya 3 hari sejak tuntutan itu diterima
2. Tertanggung harus segerra menyetahkan dokumen-dokumen yang ada
hubungannya dengan tuntutan pihak ketiga tersebut.
3. Tertanggung tidak boleh memberikan janji keterangan atau melakukan tindakan
yang menimbukan kesan bahwa ia mengakui tanggung gugatnya
4. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi
pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat
kuasa untuk itu kepada Penanggung.
4. Tuntutan Pidana terhadap Tertanggung
Apabila tuntutan pihak ketiga yang dirugikan karena kendaraan bermotor yang
dipertanggungkan adalah berupa tututan pidana terhadap Tertanggung, maka
Tertanggung diwajibkan memberitahukan tuntutan tersebut kepada Penanggung
paling lambat dalam 3 hari sejak tuntutan tersebut diterima oleh Tertanggung.
Sehubungan dengan hal tersebut Penanggung berhak untuk menunjuk penasehat
hukum untuk itu dan dalam hal demikian Tertanggung wajib menggunakan penasehat
hukum tersebut untuk menangani perkaranya. Biaya bantuan hukum yang timbul
untuk itu menjadi tanggungan Penanggung.
5. Ganti Rugi
Penanggung aka memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerusakan atau
kehilangan kendraan bermotor yang dipertanggungkan berdasarkan harga sebenarnya
sesaat sebelum terjadinya kerusakan atau kehilangan tersebut, sedang bila atas tuntutan
pihak ketiga setinggi-tingginya sebesar jumlah yang setelah disetujui dikurangi
besarnya resiko sendiri (retensi sendiri/co-inusrance) yang tercantum dalam ikhtisar
pertanggungan.
Bila pertanggungan dilakukan dibawah harga, maka jumlah ganti rugi yang
dibayar Penanggung kepada Tertanggung masih diperhitungkan lagi, sesuai dengam
ketentuan bila pertanggungan dibawah harga yang sebenarnya.
Dalam melaksanakan ganti rugi Penanggung akan memperhitungkan dengan
premi yang masih terhutang untuk masa pertanggungan yang masih berjalan atas
kendaraan bermotor termaksud.
6. Kerugian Total
Kerugian total adalah kerusakan atau kergian yang biaya perbaikannya
diperkirakan sama dengan atau lebih dari 75% dari harga sebelumnya kendaraan
bermotor termaksud bila diperbaiki atau hilang karena dicuri dan tidak ditemukan
dalam waktu 60 hari sejak terjadinya pencurian atas kendaraan bermotor yang
dipertanggungkan tersebut.

7. Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap


Bila suatu kendaraan bemotor dipertanggungkan kepada lebih dari satu
Penanggung (pertanggungan rangkap) berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Menyimpang dari ketentuan Pasal 277 ayat KUHD, maka bila terjadi kerugian atas
kendaraan bermotor yang di pertanggungkan kepada lebih dari satu penanggung,
dimana jumlah pertanggungan lebih fari harga kendaraam bermotor yang
bersangkutan, maka jumlah yang dipertanggungkan untuk masing-masing
Penanggung seimbang dengan nilai pertanggungan terhadap harga yang
sebenarnya, demikian pula ganti rugi yang menjadi kewajiban dari masing-masing
Penanggung.
2. Ketentuan tersebut diatas tetap dijalankan, walaupun segala pertanggungan yang
dimaksud dibuat dengan beberapa polis dan pada hari yang berlainan, yang
tanggalnya lebih dahulu dan tidak berisi ketentuan sebagaimana tersebut diatas.
8. Pertanggungan di Bawah Harga
Jika harga kendaraan bermotor yang di pertanggungkan pada saat terjadinya
kerugian atau kerusakannya ternyata lebih besar dari harga pertanggungan, maka
penanggung akan menggantinya menurut hitungan dari bgaian yang dianggap
dipertanggungkan saja.
9. Tindakan Pencegahan
Tertanggung wajib melakukan segala usaha yang patut guna menjaga dan
memelihara kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.Juga bila terjadi suatu
kecelakaan atau kerusakan pada kendaraan bermotor tersebut, maka kendaraan
tersebut tidak boleh ditinggalkan tanpa pengamanan yang layak guna mengindari
kerusakan/kerugian lebih lanjut.
10. Subrogasi
Sesuai dengan ketentuan Pasal 284 KUHD, maka setelah pembayaran ganti rugi
kendaraan bermotor yang dipertanggungkan Penanggung menggantikan posisi
Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan
dengan kerugian tersebut dan hak subrograsi ini berlaku dengan sendirinya tanpa
memerlukan suatu surat kuasa khusus dari Tertanggung.
Disamping itu, Tertanggung juga bertanggung jawab atas perbuatan yang
mungkin dapat merugikan hak Penanggung terhadap pihak ketiga termaksud.
Kelalaian tertanggung dalam melaksanakan kewajiban tersebut diatas (mencegah
perbuatan yang dapat merugikan hak Penanggung terhadap pihak ketiga) dapat
mengurangi hak Tertanggung untuk mendapatkan ganti rugi dari Penanggung.
11. Laporan Tidak Benar
1. Memperbesar jumlah kerugian yang diderita
2. Menyembunyikan barang-barang yang terselamatkan atau barang-barang
sisanya dan menyatakan sebagai barang-barang yang musnah
3. Mempergunakan surat atau alat bukti palsu , dusta atau tipuan.
4. Melakukan atau menyuruh melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan
kerugian atau kerusakan terhadap kendaraan bermotor yang dipertanggungkan,
5. Melakukan kesalahan atau kelalaian yang sangat melampaui batas, sehingga
menimbulkan kerugian atau kerusakan terhadap kendaraan bermotor yang
dipertanggungkan.
12. Hilangnya Hak Mendapatkan Ganti Rugi
Hak Tertanggung untuk mendapatkan gantu rugi berdasarkan pertanggungan
kendaraan hak bermotor hilang dengan sendirinya apabila :
1. Ia tidak memenuhi kewajiban berdasarkan polis pertanggungan kendaraan
bermotor
2. Ia tidak mengajukan tuntutan ganti rugi dalam waktu 12 bulan sejak terjadinya
kerugian atau kerusakan.
3. Tidak mengajukan keberatan atau menempuh penyelesaian melalui upaya hukum
dalam waktu 6 bulan ejak Penanggung memberiahukan secara tertulis bahwa
Tertanggung tidak berhak untuk mendapatkan ganti rugi.
13. Harga Sebenarnya
Harga sebenarnya dari kendaraan bermotor yang dipertanggungkan adalah hasil
penjualan yang dapat diperoleh Tertanggung secara penjualan bebas atas kendaraan
bermotor tersebut atau kendaraan bermotor yang sama sesaat sebelum terjadinya
kehilangan atau kerusakan.
Sedang harga perlengkapan atau peralatan kendaraan bermotor sudah tidak
diperjual belikan di pasar bebas, maka dasar penggantiannya adalah harga yang
tercatat di pabriknya (untuk pasarnya di Indonesia)
14. Pemeriksaan
Penanggung berhak setiap saat melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan
bermotor yang dipertanggungkan kepadanya.
15. Berakhirnya Pertanggungan
1. Pembatalan Polis
Penanggung dan tertanggung masing-masing berhak setiap waktu utuk
menghentikan kontrak pertanggungan tanpa diwajibkan memberitahukan
alasannya. Pemberitahuan penghentian tersebut harus dilakukan secara tertulis
yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki penghentian
pertanggungan kepada pihak lainnya ke alamat terakhir yang diketahuinya.
Penanggung menjadi bebas dari segala kewajiban berdasarkan pertanggungan
termaksud sejak 3 hari kerja diitung mulai tanggal pengiriman surat
pemberitahuan, yaitu pukul 12.00 siang waktu setempat , dimana obyek
pertanggungan berada.
Bila yang membatalkan Tertanggung, ia wajib membayar premi yang sudah
dijalani, yang diperhitungkan menurut skala premi pertanggungan jangka pendek.
Sedang bila yang membatalkan Penanggung, ia wajib mengembalikan premi
yang telah diterima untuk waktu pertanggungan yang belum berjalan secara pro
rata.
2. Peralihan Hak Milik
Bila kendaraan bermotor yang dipertanggungkan pindah tangan baik
berdasarkan suatu persetujuan ataupun karena Tertanggung meninggal dunia,
maka menyimpang dari Pasal 263 KUHD perjanjian pertanggungan batal dengan
sendirinya sejak 10 hari kalender mulai terjadinya pemindah tanganan tersebut,
kecuali apabila Penanggung menyetujui melanjutkan pertanggungan tersebut.
3. Terjadinya Total Loss
Pertanggungan juga akan berakhir dengan sendirinya sesudah dilakukan
penggantian kerugian atas dasar kehilangan/kerusakan seluruhnya (total coss) atau
yang dapat dipersamakan dengan itu, tanpa pengembalian premi, walaupun jangka
waktu pertanggungannya belum habis (jangka panjang).
4. Berakhirnya Jangka Waktu Pertanggungan
Pertanggungan juga akan berakhir dengan sendirinya sesudah berakhirnya
jangka waktu pertanggungan yang telah ditentukan.
16. Arbitrasi
Apabila timbul persengketaan atau perselisihan antara Penanggung dan
Tertanggung sebagai akibat perlaksanaan atau penafsiran perjanjian pertanggungan
yang telah dibuat dan pesengketaan serta perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan
secara musyawarah dalam tempo 30 hari kerja sejak terjadinya kerugian yang menjadi
pokok perselisihan dan persengketaan, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak
mengajukan persengketaan atau perselisihan tersebut kepada Dewan Asuransi
Indonesia cq Ketua Bidang Asuransi Kerugian, yang akan membentuk badan arbitrase
ad-hoc dalam tempo paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan arbitrase diterima
Sekretariat Jenderal Dewan Asuransi Indonesia.
17. Lain-lain
Apabila terdapat perbedaan pada naskah yang tertera pada polis asuransi yang
dibuat oleh Penanggung/Perusahaan Asuransi dengan naskah yang diedarkan melalui
Surat Keputusan Pengurus Dewan Asuransi Indonesia kepada segenpa anggota Dewan
Asuransi Indonesia Sektor Kerugian yang aslinya disimpan di Kantor Sekretariat
Jenderal Dewan Asuransi Indonesia, maka yang berlaku adalah aslinya yang tersimpan
di Kantor Sekretariat Jenderal Dewan Asuransi Indonesia.
Untuk hal-hal yang bersangkutan dengan pertanggungan yang belum cuku diatur
dalam naskah perjanjian penutupan pertanggungan, maka berlakulah keteuan dari
KUHD dan pertaturan perundang-undangan lainnya.

E. Endorsemen
1. Endorsemen Kerusuhan
Kerusuhan yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang dalam bahasa
inggrisnya disebut : riot, strike and malicious damage (RSMD).
Endorsemen Kerusuhan adalah perluasan terhadap risiko yang dapat dijamin,
yaitu risik yang timbul sebagai akibat terjadinya kerusuhan , yang dikenal selama ini
dikatagorikan sebagai risiko yang dikecualikan.
Apabila tertanggung menghendaki/menyetujui endorsemen ini, maka endorsemen
menjadi melekat dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari polis
(pertanggungan) standar yang dibuat.
1. Perluasaan Jaminan
Dengan disetujuinya endorsemen ini maka pertanggungan diperluas terhadap
kerusakan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan , yang secara
langsung disebabkan oleh salah satu atau lebih dari risiko-risiko berikut:
1. Kerusakan adalah tindakan suatu kelompok orang (minimal sebanyak 12
orang), yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana
gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan penggunaan kekerasan
serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-
hara.
2. Pemogokan adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok
pekerja (minimal sebanyak 12 orang) pekerja atau separuh dari jumlah pekerja
(dalam hal jumlah seluruh pekerjanya kurang dari 24 orang), yang menolak
bekerja sebagaimana biasanya, dalam usaha untuk memaksa memenuhi
tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau
persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
3. Penghalang Bekerja adalah tindakan pengrusakan yang sengaja dilakukan
oleh sekelompok pekerja (minimal 12 orang) atau separuh dari jumlah pekerja
(dalam hal jumlah pekerja kurang dari 24 orang), akibat dari adanya pekerja
yang diberhentikan atau dihalangi bekerja oleh majikan.
4. Perbuatan jahat adalah tindakan seseorang yang dengan sengaja merusak
harta benda orang lain karena dendam, dengkin, amarah atau vandalistis,
kecuali tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang berada dibawah
pengawasan atau atas perintah orang yang menguasai harta benda tersebut atau
oleh pencuri/ perampok/ penjarah.
5. Pencegahan adalah tindakan pihak yang berwenang dalam usaha
menghalangi, menghentikan atau mengurangi dampak/ akibat dari risiko yang
terjadi karena kerusuhan, pemogokan, penghalang bekerja dan pencegahan.
6. Penjarahan yang terjadi selama Kerusuhan.

2. Risiko yang Dikecualikan


Dalam hal terjadi klaim atas risiko yang dijamin menurut ketentuan
endorsemen ini, tidak seua jumlah nilai ganti rugi yang disetujui dibayar oleh
Penanggung. Dalam endorsemen ini Tertanggung harus ikut menanggung sendiri
(co-insurance) sebagaian dari kerugian yang terjadi, ia akan ikut memikul kerugian
sebesar 15% dari jumlah nilai ganti rugi yang disetujui atau sesuai dengan hasil
kesepakatan antara Tertanggung dan Penanggung.
3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri
Endorsemen dapat dibatalkan setiap saat oleh Penanggung dengan
pemberitahuan secara tertulis melalui Surat Tercatar, Facsimile, Telex atau
Telegram kepada Tertanggung di alamat terakhir yang ia ketahui.
Penanggung bebas dari segalla kewajiban berdasarkan endorsemen ini sejak
3 kali 24 jam terhitung mulai tanggal pengiriman surat pemberitahuan tersebut
pukul 12.00 siang waktu setempat, yaitu tempat dimana obyek pertanggungan
berada.
Akibat dari pembatasan endorsemen oleh Penanggung, maka Penanggung
wajib mengembalikan premi tambahannya untuk jangka waktu yang belum habis
secara prorate.
4. Pembatalan Endorsemen
Huru-hara yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang dalam
bahasa Inggris disebut: riot, strike and civil commontions (RSCC).
Endorsemen huru-hara (Kode: 4.1B-01/12/1998) adalah perluasan jaminan
yang mencakup risiko yang timbul karena terjadinya huru-hara, yang dalam
pertanggungan yang standar termasuk dalam risiko yang dikecualikan (tidak di
jamin).
2. Endorsemen Huru-hara
1. Perluasaan Jaminan
Dengan adanya endorsemen ini maka pertanggung diperluas, sehingga
mencakup kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan, yang secara langsung disebabkan oleh salah satu atau lebih
dari risiko-risiko berikut:
1. Kerusakan,
2. Pemogokan,
3. Penghalang Kerja,
4. Perbuatan Jahat,
5. Terorisme,
6. Sasbotase,
7. Huru-hara,
8. Pembangkitan Rakyat tanpa penggunaan senjata api,
9. Revolusi tanpa penggunaan senjata api,
10. Makar,
11. Pencegahan, sehubungan dengan risiko-risiko butir 1 sampai dengan 10
diatas.
12. Kerugian atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan, jika
secara langsung disebabkan oleh Penjarahan.

2. Risiko yang Dikecualikan


1. Revolusi dengan penggunaan senjata api.
 Pemberontakan, yaitu tindakan terorganisasi dari suatu kelompok orang
yang melakukan pembangkangan dan atau penentangan terhadap
Pemerintah yang sah de jure atau de facto dengan kekerasan yang
menggunakan senjata api, yang dapat menimbulkan ancaman terhadap
kelangsungan Pemerintah yang sah tersebut.
 Kekuatan Militer adalah kelompok angkatan bersenjata baik dalam
maupun luar negeri minimal 30 orang, yang menggunakan kekerasan
untuk menggulingkan Pemerintah yang sah de jure atau de factor.
 Invasi adalah tindakan kekuatan militer suatu Negara memasuki wilayah
Negara lain dengan maksud menduduki atau menguasai secara sementara
atau tetap.
 Perang Saudara adalah konflik bersenjata antardaerah, antar faksi politik
dalam batas territorial suatu Negara dengan tujuan memperebutkan
legitimasi kekuasaan.
 Perang dan Permusuhan adalah konflik bersenjata secara luas (baik
dengan atau tanpa pernyataan perang) atau suasana perang antara dua
Negara atau lebih, termasuk latihan perang suatu Negara atau latihan
perang gabungan antar Negara.
 Pengambilan Kekuasaan adalah keadaan yang memperlihatkan bahwa
Pemerintah yang sah de jure atau de facto telah digulingkan dan digantian
oleh suatu kekuatan yang memberlakukan dan atau memaksakan
pemberlakuan peraturan-peraturan mereka sendiri.
 Pembangkitan Rakyat dengan penggunaan senjata api.
 Penjarahan, kecuali Penjarahan yang terjadi selama Kerusuhan atau
Huru-Hara.
2. Penghentian seluruh atau sebagian dari pekerjaan atau perlambatan atau
gangguan atau penghentian suatu proses atau kegiatan.
3. Kehilangan hak secara tetap atau sementara karena penyitaan, pinjam
paksa atau pengambilalihan oleh pejabat yang berwenang atau ditempati
secara tidak sah atau melawan hukum oleh seseorang.
4. Gangguang usaha atau segala macam kerugian dalam wujud atau bentuk
apapun yang sifatnya konsekuensial.

3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri


Bila terjadi klaim atau kerugian yang dijamin menurut ketentuan dari
endorsemen Tertangung akan memikul sebagian kerugian (menjadi co-insurer)
yang terjadi, yang besarnya:
a. Untuk risiko-risiko karena kerusakan, pemogokan, penghalangan bekerja dan
penjarahan yang terjadi selama kerusuhan, termasuk risiko pencegahan yang
terkait dengannya, atas setiap klaim yang dijamin menurut ketentuan
endorsemen ini, Tertanggung akan memikul 15% dari jumlah ganti rugi yang
di setujui atau sesuai dengan persetujuan antara Tertanggung dan Penanggung
pada saat penutupan endorsemen kontrak pertanggungan.
b. Untuk risiko-risiko karena terorisme, sabotase, huru-hara, pembangkitan
rakyat tanpa penggunaan senjata api, revolusi tanpa penggunaan senjata api,
makar dan penjaran yang terjadi selama huru-hara, termasuk risiko pencegahan
yang terkait dengan risiko-risiko tersebut, atas setiap klaim yang dijamin
menurut ketentuan endorsemen ini Tertanggung akan ikut memikul sebesar
25% dari jumlah ganti rugi yang disetujui atas sesuai dengan persetujuan antara
Tertanggung dan Penanggung pada saat penutupan endorsemen kontrak
petanggungan.
Risiko sendiri adalah jumlah kerugian yang harus ditanggung sendiri oleh
Tertanggung, sehingga jumlah ganti rugi yang dibayar Tertanggung adalah
jumlah nilai kerugian dikurangi dengan jumlah nilai risiko sendiri.

4. Pembatalan Endorsemen
Penanggung setiap saat dapat membatalkan endorsemen ini, dengan cara
mengirimkan pemberitahuan secara tertulis melalui serat tercatat, facsimile, telex
atau telegram kepada Tertanggung ke alamat yang terakhir diketahuinya.
Selanjutnya penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan
endorsemen ini setelah 3 kali 24 jam terhitung sejak tanggal pengiriman
pemberitahuan tertulis tersebut, pukul 12.00 siang waktu setempat, dimana obyek
pertanggungan berada.
Karena pembatalan tersebut maka Penanggung wajib mengembalikan premi
yang telah diterima untuk jangka waktu yang belum habis secara prorate.

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : AsuransiTransportasi


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 15
Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :
Memiliki kemampuan dalam memahami asuransi transportasi, yang terdiri atas:
pengertian dari asuransi transportasi, konsep ocean marine insurance, inland marine
insurance, aviation insurance, asuransi pengangkutan terpadu dan endorsemen dalam
asuransi transportasi.

Materi:
Asuransi Transportasi
A. Pengertian
B. Ocean Marine Insurance
C. Inland Marine Insurance
D. Aviation Insurance
E. Asuransi Pengangkutan Terpadu
F. Endorsemen

A. Pengertian
Asuransi transportasi atau marine insurance adalah asuransi yang berkenaan dengan
barang-barang dalam transit atau barang-barang yang sedang ditangani perusahaan
pengangkutan. Biasanya yang diasuransikan bukan hanya barang-barang yang diangkut
saja, tetapi termasuk juga alat-alat pengangkutannya.
Jenis asuransi ini dapat dibedakan ke dalam tiga macam klasifikasi pokok, yaitu:
1. “Ocean Marine Insurance”, yaitu asuransi yang berkenaan dengan risiko yang
timbul pada transportasi melalui laut.
2. “Inland Marine Insurance”, yaitu asuransi yang berkenaan dengan risiko yang
timbul dalam tranportasi melalui darat.
3. “Aviation Insurance”, yaitu asuransi yang berkenaan dengna risiko yang timbul
dalam transportasi melalui udara.
Tetapi disamping itu ada “Asuransi Pengangkutan Terpadu”, yaitu asuransi yang
memadukan antara asuransi pengangkutan barang melalui laut, melalui darat dan melalui
udara dengan menggunakan satu polis.

B. Ocean Marine Insurance


1. Perkembangan Ocean Marine Insurance
Mengenai perkembangan dari apa yang tercakup dalam ocean marine insurance
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Asuransi atas risiko terhadap kerugian total (total loss) atas alat pengangkutan
di laut (vessel), kemudian:
2. Asuransi atas risiko kerugian terhadap sebagian kerugian (partial loss) yang
ditimbulkan oleh bahaya di laut atas barang-barang yang diasuransikan,
sementara barang berada di atas kapal, meskipun akhirnya kapalnya bisa sampai di
pelabuhan tujuan, kemudian:
3. Asuransi atas risiko kegiatan terhadap barang-barang yang akan dikirim mulai
barang berada di tengah pelabuhan pengiriman sampai dengan di dermaga
pelabuhan tujuan, kemudian:
4. Asuransi atas risiko terhadap barang-barang yang akan dikirim mulai dari
gudang pengirim sampai dengan gudang penerima (“warehouse to warehouse
clause”)

2. Obyek Ocean Marine Insurance


1. Alat-alat pengangkutan di laut, yaitu kapal, perahu dan sebagainnya, dimana
asuransinya disebut “Hull Insurance”.
2. Barang-barang (Cargo) atau barang-barang bergerak lainnya yang dapat
terkena marine perils, dimana asuransinya disebut “Cargo Insurance”.
3. Pendapat, yang meliputi: freight (ongkos angkut), passage money (ongkos
angkut untuk penumpang), commission, profit dan segala sesuatu yang
berkenaan dengan uang, yang bisa terkena marine perils, dimana asuransinya
disebut “Feight Insurance”.
4. Liability atau kewajiban yang ditanggung oleh pemilik atau pihak-pihak lain
yang bertanggung jawab, yang berkaitan dengan ocean marine, dimana
asuransinya disebut “Liability Coverge”.

3. Bentuk-bentuk Penutupan Ocean Marine Insurance


1. Kebakaran yang terjadi pada pengangkutan melalui laut.
2. Kecelakaan di laut, yang terjadi berkaitan dengan pengangkutan melalui laut.
3. Kecelakaan-kecelakaan lain, yang diinginkan oleh tertanggung, yang
berkaitan dengan kegiatan pengangkutan melalui laut.

4. Implied Warranties
Dalam ocean marine terdapat beberapa prasyarat yang ada sebelum ketentuan-
ketentuan dalam polis ocean marine insurance dapat berlaku. Kondisi prasyarat
tersebut disebut “implied warranties”.
Ada beberapa macam implied warranties yang penting, antara lain:
seaworthiness, deviation dan legality.
1. Seaworthiness
Seaworthiness adalah persyaratan bahwa kapal yang diasuransikan harus layak
atau sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan pelayaran (Seaworthy)
atau kapalnya harus “laik layar”.
2. Deviation
Deviation artinya kapal yang diasuransikan tidak mengubah/ beralih (deviate)
dari kondii-kondisi pelayaran yang biasa ditempuh, yang meliputi antara lain:
jenis dan jumlah muatan, jalur yang ditempuh dan sebagainya.
3. Legality
Legality artinya bahwa semua kegiatan yang berkaitan dengan pengangkutan
yang diasuransikan itu harus syah menurut hukum. Hal itu berarti bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan hukum/ tidak
melanggar hukum. Sebab dalam segala hal baik tertanggung maupun
penanggung harus menaati semua peraturan/ hukum yang berlaku.

5. Average
Average adalah kerugian (loss) atau kerusakan (damage) yang dapat dialami
dalam pengangkutan melalui laut. Ada beberapa ketentuan dalam ocean marine
insurance yang menyangkut mengenai average, yaitu:
1. General Average Loss: segala macam kerugian yang terjadi dalam pelayaran
tertentu.
2. Particular Average: kerugian tertentu yang mungkin terjadi dalam pelayaran
tertentu, jadi merupakan sebagai dari semua kemungkinan kerugian yang dapat
terjadi. Jenis average ini di sebut jugar “Partial Loss”.
3. Deductible Average: artinya hanya sejumlah prosentase tertentu dari setiap
kerugian yang diderita yang ditanggung oleh penanggung, sesuai dengan syarat-
syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Average Limitation: persyaratan yang menentukan bahwa perushaan asuransi
hanya bertanggung jawab atas kergian apabila kerugian tersebut mencapai prosentase
tertentu dari nilai barang yang diasuransikan. Jadi bila prosentase minimal dari
kerugian tidak tercapai, maka tida ada ganti rugi dari penanggung, sedang bila
prosentase minimal kerugian tercapai maka tertanggung akan mendapatkan ganti rugi
tanpa potongan. Bentuk average ini disebut juga sebagai “Francise”.

6. Klasifikasi Polis Ocean Marine Insurance


1. Hull Policy
Hull policy adalah polis asuransi pengangkutan laut yang mengasuransi
kerugian yang menimpa alat-alat pengangkutan di laut. Karena alat-alat
pengangkutan di laut juga bermacam-macam, maka polisnya juga bermacam-
macam, yang pada dasarnya dikaitkan dengan bentuk risiko tertentu, antara lain:

 Ocean steamer policy (polis untuk kapal api) adalah polis asuransi yang
berkaitan dengan kerugian yang menimpa kapal api,
 Sailing vessel policy (polis untuk perahu layar) adalah polis yang berkaitan
dengan kerugian yang menimpa perahu layar,
 Builder risk policy, yaitu polis asuransi sehubungan dengan risiko yang
dihadapi tempat pembuatan kapal/ perahu,
 Port risk policy, yaitu polis asuransi atas risiko-risiko yang dapat terjadi di
pelabuhan,
 Fleet policy, yaitu polis asuransi untuk armada kapal laut.
2. Cargo Policy
Cargo policy adalah polis yang dibuat untuk menutup kerugian atas barang-
barang yang diangkut dalam suatu pelayaran tertentu.
Pada jenis asuransi ini ada dua cara pengasuransian, yaitu:
1. “Single risk insurance”, yaitu pengasuransian dimana yang diasuransikan
barang-barang hanya dalam satu kali pengiriman. Cara ini sekarang sudah tidak
banyak dipakai.
2. “Open cargo insurance” pengasuransian yang secara otomatis menutup
semua pengiriman barang oleh tertanggung sejak penandatanganan kontrak
untuk selama jangka waktu tertentu.

3. Liability Policy
Liability policy adalah polis asuransi yang dibuat dengan tujuan untuk
menutup risiko atas liability. Misalnya liability (kewajiban yang timbul karena
“collison” (yaitu kewajiban yang timbul karena terjadinya tabrakan kapal) atau
“running down clouse” (yaitu risiko berupa kewajiban karena kapal tidak data
dipergunakan)

4. Freight Policy
Freight policy adalah polis asuransi yang ditujukan untuk melindungi pihak
tertanggung dari kerugian nilai uang yang akan diterimanya akibat bahaya-bahaya
yang tercakup di dalam polis asuransi. Misalnya karena tertanggung tidak mampu
menyelesaikan pengiriman barang dan dia juga tidak mampu menutup kerugian
yang akan ditimbulkan oleh bahaya tersebut.

5. Single Vessel dan Fleet Policy


1. Single vessel policy, yaitu penutupan polis asuransi pengangkutan laut
yang hanya mencakup sebuah kapal saja.
2. Fleet policy, yaitu penutupan polis asuransi pengangkutan laut yang
mencakup suatu armada.

6. Hull Average Clauses


Hull policy dibuat dengan maksud baik untuk “average limitation” maupun
untuk “deductible average”.
Bentuk average yang banyak dijumpai adalah pembatasan kewajiban dari
pihak penanggung dalam penutupan yang berbentuk “minimum franchise”, yaitu
jumlah minimum kerugian yang bisa mendapatkan ganti rugi dari penanggung.
Besarnya minimu kerugian yang bisa mendapatkan ganti ruhi dari penanggung.
Besarnya minimum kerugian biasanya berkisar antara 3% sampai 5% dari nilai
asuransi. Artinya bila kerugian di bawah 3% sampai 5% penanggung tidak perlu
memberikan ganti rugi kepada tertanggung.
Apabila diinginkan jumlah minimum yang lebih besar, biasanya bukan
prosentasenya yang dinaikan, tetapi dalam polisnya akan disertakan clausulu
mengenai “jumlah lungsum” yang diinginkan (tambahan atas jumlah minimum
yang diinginkan).

7. Builder’s Risk Coverage


Polis asuransi ini meliputi bahaya-bahaya yang mungkin timbul dalam
pembuatan atau pengkontruksian kapal. Polis biasanya berlaku sejak peletakan
lunas kapal dan berlaku untuk periode satu tahun, tetapi bisa juga utuk keseluruhan
estimasi waktu yang diperlukan untuk pembuatan kapal tersebut. Dengan demikian
penutupan asuransi akan berakhir setelah jatuh tempo atau pembuatan kapal sudah
rampung meskipun lebih awal dari jangka waktu yang telah disepakati atau pada
saat kapal diserahkan kepada pemilik/ pemesannya.

8. Collision Liability
Salah satu peril yang ditutup dengan ocean marine insurance policy adalah
kerugian atau kerusakan kapal akibat terjadinya tabrakan (“collision”) dengan
kapal lain. Untuk itu dalam hull policy harus disertaiclausule mengenai collision
atau disebut juga “running down clause”.
Tujuan utama dari clausule ini adalah untuk menyatakan adanya kewajiban
pihak penanggung untuk membayar sebanyak tiga per empat (x) atas kerugian
yang diderita oleh kapal lain, dengan mana kapal yang diasuransikan bertabrakan.
Sedang yang seperempat (1/4) harus dipikul sendiri oleh pemilik kapal yang
diasuransikan, yang menabrak tersebut.

9. Protection and Indemnity Insurance


Adanya kebutuhan akan penutupan kerugian yang lebih komprehensif dalam
pengangkutan melalui laut, maka collision liability yang ditutup dengan R.D.C.
Clause diperluas dengan polis “protection and indemnity” yang disebut sebagai
“P & I Insurance”. Untuk ini penutupannya harus dibuat dalam polis tersendiri,
yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap liability secara komprehensif
atas kerugian-kerugian yang tidak termasuk dalam hull collision liability seperti:
kematian, luka-luka, kerusakan atas dok, dermaga dan lain-lainnya.

7. Clausula-clausula yang Lain dalam Ocean Marine Insurance


1. The Sue and Labor Clause
Yaitu clausule yang berkenaan dengan kewajiban tertanggung atau wakilnya
untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah, membatasi atau
mengurangi kerugian. Dimana biaya-biaya untuk itu dapat diasuransikan
dengan kontrak tersendiri. Jadi merupakan “collateral agreement” tersendiri
dari kerugian/ kerusakan yang ditimbulkan oleh peril yang disebutkan dalam
polis.
2. Negligence Clause
Yaitu suatu clause yang memperbolehkan mencantumkan kelalaian dalam
daftar dari peril yang dipertanggungkan, sehingga pihak penanggung akan
bertanggung jawab atas kerugian karena kelalaian bila kelalaian tersebut
merupakan “proximate clause” dari kerugian yang diderita.
Contoh: Kerugian karena kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian awak
kapal, bila kapal tersebut diasuransikan atas bahaya kebakaran.
3. Limitation to Feril Clause
Yaitu clause yang menyaatakan bahwa kontrak ocean marine insurance
ditujukan untuk menutup kerugian-kerugian yang sifatnya incidental dan
berada di luar control pihak tertanggung. Dengan demikian penanggung tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh niat buruk dari
tertanggung atau metode pelayaran yang tidak pada tempatnya.
4. Lost or not List Clausule
Adalah clausule yang menyatakkan dimana pihak tertanggung tetap dilindungi
apabila barang yang disuransikan terkena peril, sekalipun sebelum asuransi
tersebut efektif (berlaku), bila pihak penanggung telah memiliki semua
informasi yang diperlukan.
Contoh: Importir akan mendapatkan ganti rugi atas barang yang dibelinya
yang terkena peril meskipun ia belum menerima pemberitahuan
pengiriman barang tersebut.
5. At and From Clausule
Polis ocean marine insurance biasanya menunjukkan bahwa asuransi akan
menutup kerugian “at and from” (“pada dan dari”).
Contoh: Pada dan dari Jakarta ke Surabaya”.
“Pada” menunjukkan adanya perlindungan/ proteksi atas risiko “di
pelabuhan Pemberangatan” (Jakarta), sedang “Dari menunjukkan
risiko “setelah kapan diberangkatkan” sampai dengan di tempat
tujuan (Surabaya).
Sampai dengan selama 24 jam barang sampai di tempat tujuan barang masih
diproteksi oleh penanggung.
6. Strikes, Riot and Civil Commotion Clause
Kontrak-kontrak asuransi dalam ocean marine insurance tidak mencakup
kerugian-kerugian yang disebabkan oleh pemogokan (strikes), huru-hara (riot)
dan kerusuhan masyarakat masyarakat (civil commotion). Untuk menghindari
keraguan terhadap ketentuan tersebut biasanya dalam polis dicantumkan: “S.R.
& C.C. Clause” atau dinyatakan dengan : “Warranted free of loss or damage
caused by Strikes, Locket out workman, Persons takin part in Labor
distrubancs Riots or Civil Commotion”.
Bila risiko kerugian akibat dari kejadi-kejadian tersebut ikut dipertanggungkan
harus diadakan kontrak khusus untuk itu terlepas dari polis pertanggungannya.
7. The Memorandum Clause
Untuk mengatasi/ menghindari gangguan yang berupa klaim kerugian-
kerugian kecil maka dalam polis umumnya ditambahkan catatan/
memorandum yang menunjukkan bahwa:
 Penanggung dibebaskan dari kewajiban ganti rugi atas barang-barang
tertentu bila terjadi “partial loss”.
 Terhadap barang-barang yang tidak terlalu mudah rusak penanggung tidak
memberikan ganti rugi bila kerugian tersebut tidak mencapai prosentase
tertentudari nilai barang yang diasuransikan. Clausule ini disebut
“average limitation”. Tetapi bila kerugiannya melebihi titik minimum,
maka kerugian diganti sepenuhnya.
8. Free of Particular Average (FPA)
Ada dua macam free of particular average, yaitu:
1. “Free or Particular Average American Condition”
Dalam FPA model ini pihak asuransi tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang disebabkan oleh “jettison and washing overboard”, yaitu
kerugian yang disebabkan oleh pembuangan sebagian muatan untuk
meringankan dan menyelamatkan kapal, serta kerugian-kerugian lain yang
sejenis, kecuali jika kerugian tersebut karena tenggelam, terdampar,
terbakar atau tabrakan.
Selanjutnya untuk barang-barang yang dimuat di atas dek kapal, maka
pihak asuransi tidak bertanggung jawab atas parial loss, kecuali bila
kerugian tersebut disebabkan oleh peril yang disebutkan dalam polis.
2. “Free of Particular Average English Condition”
Dalam FPA model ini bila pihak asuransi tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang besarnya kurang dari 3% dari nilai barang, tetapi bila barang
terdiri dari paket-paket dan masing-masing paket kerugiannya mencapai
3% dari masing-masing paket, maka kerugian dibayar sepenuhnya, kecuali
jika kerugian tersebut disebabkan oleh karena tenggelam, terdampar,
terbakar atau tabrakan.

9. Janson Clause
Janson clause adalah clausule dimana sebagian kerugian ditanggung sendiri
oleh pihak tertanggung dan hanya kerugian di atas jumlah yang disetujui yang
ditutup oleh penanggung.
10. Concellation and Premi Credit Clause
Dalam perjanjian asuransi pada prinsipnya pihak tertanggung tidak dapat
menarik kembali premi asuransi yang sudah dibayar, meskipun dia telah
membatalkan kontrak asuransi yang sudah ditanda tangani.
 Pemilik kapal yang dipertanggungkan menjual kapalnya kepada pihak
lain.
 Untuk kasus yang demikian ini dapat ditambahkan suatu clausule tentang
jumlah premi yang harus dikembalikan oleh penanggung, dengan cara,
jumlah dan waktu yang disetujui oleh kedua belah pihak.
 Apabila kapal tidak dapat dioperasikan karena harus diperbaiki atau
karena alas an-alasan lain.
 Dalam kasus yang demikian ini dapat diberikan penggantian premi untuk
selama kapal berada di pelabuhan/ dok untuk diperbaiki.
11. Assigment Clause
Pada prinsipnya polis marine insurance dapat dipindah-tangankan
(assignable), kecuali apabila dalam persyaratan kontraknya hal tersebut secara
tegas tidak diperbolehkan.
Pemindah-tanganan biasanya dapat dilakukan dengan menulis dalam polis:
“on account of whom it may concern”.
Prinsip ini tidak berlaku pada hull policy, dimana pihak penanggung dapat
melihat besarnya peranan moral hazard. Untuk itu penanggung dapat membuat
clausule: bahwa asuransi menjadi batal apabila dipindah-tangankan tanpa ada
persetujuan dari penanggung terlebih dahulu.
12. Express Warranties
Express warranties adalah warranties yang dimasukkan dalam polis, dengan
maksud untuk menangani situasi khusus. Hal ini biasa dijumpai dalam hull
policy. Warranty ini banyak dijumpai dalam polis yang berkenaan dengan
tanggal pelayaran, posisi kapal, jumlah awak kapal.
Ada beberapa jenis express warranty, antara lain:
1. “Trading Warranty”: warranty yang menyangkut daerah pelayaran
tertentu atau musim-musim tertentu.
2. “Loading Warranty”: warranty yang menyangkut jenis muatan tertentu.
13. Pleasure Craft Insurance
Pleasure Craft Insurance adalah asuransi untuk kapal-kapal milik pribadi, yang
dipakai untuk bersenang-senang. Biasanya berbentuk “time policy” (satu
tahun), yang dapat meliputi: hull, tiang kapal, layar, boat, perabot,
perlengkapan, mesin dan ketel uap.
Polisnya adalah “valued policy” dan bersifat “full insurance to value”
(Insurance sebesar nilai kapal). Bila kapalnya baru adalah sebesar harga
belinya, bila “second hard” berdasarkan harga perolehan di tambah dengan
biaya perbaikan.
Asuransi ini menutup kerugian karena peril laut atau peril lainnya yang
disebutkan dalam polis.
8. Penentuan Rate dalam Ocean Marine Insurance
1. Ukuran, tipe dan umur kapal:
Adanya berbagai macam ukuran dan tipe kapal mengakibatkan tidak samanya
kemampuan kapal dalam menghadapi bahaya di laut. Dalam kaitan ini yang
pertama diperhatikan: ukuran dan tobage, terbuat dari bahan apa, tahun
pembuatan, pabrik pembuatnya, klasifikasi kapal, keadaan saat asuransi
ditutup.
Kemudian umur kapal, apakah termasuk “overage vessel” (umur di atas 15
tahun atau tidak, semakin tua premi semakin tinggi).
2. Kondisi pertanggungan: semakin luas kondisi pertanggung berarti semakin
luas risiko yang ditanggung, maka semakin tinggi preminya.
3. Manajemen dan penggunaan kapal:
Bila kapal dioperasikan dan dirawat dengan baik, digunakan nahkoda dan
anak buah kapal yang berpengalaman, apakah kapal diklasifikasikan pada Biri
Klasifikasi yang diakui atau tidak, apakah selalu dilakukan untuk bisnis apa
apakah muatan curah (bulk cargo), muatan potongan (general cargo) atau
menggunakan peti kemas (container cargo), apakah untuk regular liner
service atau untuk trampers dan trading area yang dilayari, dimana bila
kapal dimanage dan digunakan dengan baik, untuk container cargo, untuk
regular linier service dan trading areanya tidak berbahaya, preminya lebih
rendah.
4. Data statistic klaim kapal, yang biasanya sebesar “agreed value” (nilai
pertanggungan yang disetujui kedua belah pihak).
5. Harga pertanggungan kapal, yang biasanya sebesar “agreed value” (inilah
pertanggungan yang disetujui kedua belah pihak)
6. Jangka waktu pertanggungan, biasanya makin lama makin rendah premirnya.
7. Sifat barang yang dimuat, bila mudah terbakar, preminya lebih tinggi.
C. Inland Marine Insurance
1. Obyek Pertanggungan
1. Asuransi atas keselamatan penumpang.
2. Asuransi atas barang yang diangkut.
3. Asuransi atas kendaraan pengangkut.
2. Bahaya dalam Pengangkutan Darat
1. Angin topan, angin ribut, gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir
2. Tabrakan atau senggolan dengan sesame kendaraan pengangkut, menabrak
benda keras, tergelincir (keluar dari jalan/ rel), jatuh ke sungai atau jurang.
3. Penahanan atau penyitaan oleh yang berwajib atau penahanan oleh penduduk
4. Peperangan, sabotase, pembajakan dan perampasan.
5. Kerusakan, kekacauan, pemogokan, demonstrasi, kebakaran, pencurian,
kehilangan dan sebagainya.
3. Asuransi Keselamatan Penumpang
Bila penumpang atau seseorang yang terkena musibah karena angkutan darat
meninggal, menderita luka-luka atau cacat permanen (seumur hidup), maka
penanggung memberikan jaminan:
1. Biaya perawatan dan pengobatan bagi yang luka-luka, hingga sembuh.
2. Santunan berupa sejumlah uang kepada ahli waris dari penumpang yang
meninggal dunia.
3. Biaya perawatan, pengobatan serta sejumlah uang diberikan sebagai santunan
bila penumpang menjadi cacad permanen.
4. Asuransi Pengangkutan Barang
1. Nama dan alamat tertanggung dan pialang (bila ditutup lewat pialang).
2. Bahaya atau risiko yang ditanggung dan kondisi pertanggungan.
3. Saat dimulai dan berakhirnya pertanggungan (bisa dari gudang ke gudang).
4. Data-data mengenai barang yang ditanggung, sepanjang yang diketahui
tertanggung (broker).
5. Perjanjian yang telah diadakan oleh tertanggung dengan pihak ketiga (bila
ada) mengenai barang yang ditanggungkan.
6. Tanggal perjanjian diadakan (provisional cover note).
7. Lamanya perjalanan darat, bila di dalam muatan disebutkan.
8. Sifat perjalanan darat, bila di dalam muatan disebutkan.
9. Nama dan alamat pengangkut/ ekspeditur yang menerima pengangkutan.
10. Jumlah nilai pertanggungan dan procedure penentuan (real value, insured
value, agree value).
11. Nama tempat tujuan barang.
12. Tarip premi (dalam %) dan jumlah preminya.
5. Pengangkutan Berganti-ganti Melalui Darat dan Air
Barang-barang yang diangkut berganti-ganti melalui darat dan air, jaminan dari
penanggung tetap berlaku, meskipun barnag dipindahkan ke alat pengangkut lain,
sepanjang penangkutan yang demikian melalui rute yang lazim.
Tetapi bila hal itu merupakan penyimpangan, maka pertanggungan hanya berlaku
sampai terjadi penyimpangan (kecuali bila karena terpaksa) atau kalau dalam polis
disebutkan “diperkenankan adanya penyimpangan perjalanan”.
Untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan kondisi pengangkutan yang
demikian ini, maka sebaiknya pengangkutan tersebut diasuransikan dengan
“Asuransi Pengangkutan Terpadu”.

6. Asuransi Kendaraan Pengangkutan Darat


1. Asuransi Kendaraan Bermotor
1. Risiko yang Ditanggung
a. Risiko Gabungan
1. Kebakaran yang dapat ditimbulkan oleh petir, api, perbuatan jahat
orang lain (kecuali keluarga atau pekerjaan tertanggung).
2. Kerusakan karena kecelakaan, yang terjadi di darat, termasuk
perbuatan orang lain (kecuali keluarga atau pekerja tertanggung).
3. Pencurian atau kehilangan atas peralatan standard atau secara
keseluruhan kendaraan bermotor termasuk yang didahului maupun
diseertai kekerasan. Untuk kendaraan bermotor roda dua dan tiga
hanya bila kehilangan secara keseluruhan.
4. Kerusakan selama di atas kapal fery atau alat penyebaran resmi yang
disediakan untuk lalu lintas jalan.
5. Biaya-biaya untuk menjaga dan menarik kendaraan bermotor yang
rusak ke bengkel terdekat atau yang ditunjuk penanggung dengan
ganti rugi maksimal 0,5% dari nilai pertanggungan.
b. Tanggung Jawab Hukum:
Yaitu taanggung jawab kepada pihak-pihak lain yang menderita
kerugian yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang diasuransikan
dalam suatu kecelakaan.
Kerugian pihak ketiga yang ditanggung maksimal sebesar harga
pertanggungan tanggung jawab hukum yang tercantum dalam polis.
c. Risiko Tambahan:
Risiko tambahan terdiri dari:
1. risiko huru-hara dengan tambahan premi 2,5% dari nilai/ harga
pertanggungan.
2. Tanggunga jawab hukum terhadap penumpang (di Indonesia
kerugian ini ditanggung Perum Jasa Raharja).
Maka dari itu dalam premi pertanggungan juga mengandung tiga unsure
risiko tersebut, yaitu:
 Premi dasar: adalah premi untuk risiko gabungan.
 Premi TJH: adalah premi untuk risiko tanggung jawab hukum.
 Premi tambahan: adalah premi untuk risiko tambahan.
2. Risiko yang Dikecualikan
1. Pengecualian umum:
Meliputi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh tidak digunakannya
kendaraan yang dipertanggungkan dan kehilangan peralatan (non
standart) dari kendaraan yang bersangkutan.
2. Pengecualian pokok:
Meliputi kerugian-kerugian yang diakibatkan kendaraan digunakan
untuk perlombaan, belajar mengemudi, untuk menarik kendaraan lain,
kelebihan muatan, dijalankan dalam kondisi tidak layak jalan,
mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan bencana
alam, karena perang, huru-hara, sabotase, nasionalisasi, penggunaan
untuk tugas operasional kepolisian/ kemiliteran.
3. Pengecualian khusus:
Meliputi kerugian-kerugian karena reaksi inti atom, kesalahan
konstruksi, karatan (structure defect), keausan, serangan serangga/
binatang mengerat.
D. Aviation Insurance
1. Asuransi Muatan Udara
1. Jaminan/ Asuransi Keselamatan Penumpang: undang-undang menentukan
bahwa pengangkut dalam pengangkutan udara diwajibkan untuk menutup
asuransi atas tanggung jawabnya terhadap penumpang (legal liability to
passiengers), yang mencakup:
a. Tanggung jawab atas keselamatan penumpang ketika menaiki pesawat
udara, selama berada
2. Asuransi Cargo Utama:
Yaitu asuransi atas barang-barang (bukan bagasi penumpang) yang diangkut
pesawat udara, yang melindungsi pemilik barang terhadap kemungkinan
bahaya yang menimbulkan kerugian/ kerusakan. Termasuk kerugian/
kerusakan karena pesawat pengangkutnya tertimpa bahaya.
2. Asuransi Pesawat Udara
Obyek pertanggunngan dalam asuransi pesawat udara (aircraft insurance) adalah
pesawat udara itu sendiri, yang meliputi kereangka pesawat, mesin pesawat,
baling-baling, motor dan semua peralatan yang merupakan bagian dari pesawat
udara, termasuk perlengkapan yang dapat dilepas, seperti: kompas, radio,
perlengkapan kabin dan sebagainya.
3. Polis dan Risiko yang Dijamin
1. Tanggung jawab kepada pihak ketiga (legal liability to third parties) yang
menderita kerugian akibat aktivitas pesawat udara (bukan penumpang), seperti
tertebrak, kejatuhan barang dari pesawat, ditimpa pesawat dan sebagainya.
2. Tanggung jawab terhadap keselamatan penumpang (legal liability to
passengers) ketika menaiki, berada dan turun dari pesawat udara.
3. Kehilangan/ kerusakan pesawat udara ketika berada di udara (fight), bergerak
di landasan (taxying), di darat (on the ground) dan dipermukaan air (moored),
yang disebabkan oleh: topan, badai, pesawat jatuh, tabrakan di udara,
menabrak benda permanen di bandara, kebakaran dan sebagainya.
4. Kerugian/ kerusakan bagasi penumpang, kecuali yang dibawa penumpang
sendiri (“bagasi kabin”).
5. Kehilangan penghasilan (consequential loss) disebabkan gangguang terhadap
penerbangan, misalnya karena : kerusakan mesin, kebakaran partial dan
sebagainya. Jadi bukan total loss atau constructive total loss.
4. Risiko yang Dikecualikan
1. Kerugian karena kehausan, karatan (structure defect), sifat pembawaan intern,
perbuatan tidak pantas tertanggung dan keambrukan elektris/ mekanis,
peledakan dan lain-lain kerusakan sejenis.
2. Tanggung jawab hukum bagi orang-orang yang bekerja pada tertanggung atau
bertindak atas nama tertanggung, pilot dan crew pesawat (kecuali bila
diasuransikan) dan harta benda milik tertanggung.
3. Kerugian/ kerusakan akibat penggunaan landasan yang belum berlisensi
(kecuali bila terpaksa), akibat langsung atau tidak langsung penggunaan untuk
perlombaan, akrobatik, demonstrasi dan lain-lain, akibat langsung maupun
tidak langsung dari peperangan, pemogokan, huru-hara, kegaduhan sipil dan
kejadian-kejadian lain yang sejenis (kecuali diasuransikan), pesawat udara
terbang tanpa laik terbang, tanpa ijin dari instansi yang berwenang, digunakan
untuk kegiatan yang dilarang (melawan hukum).
5. Premi Asuransi
Dalam menghitung besarnya premi asuransinya harus diperhitungkan faktor-
faktor:
1. Frekuensi kecelakaan/ klaim pesawat udara yang bersangkutan.
2. Tipe/ jenis dan umur pesawat udara yang bersangkutan.
3. Manajemen dan penggunaan pesawat udara yang bersangkutan.
4. Luasnya risiko yang dijamin dal lamanya pertanggungan.
6. Asuransi Peluncuran Satelit Antariksa
Yaitu asuransi yang mengandung kerugian akibat peluncuran satelit antariksa.
Asuransi ini ada tiga macam, yaitu:
1. Asuransi persiapan peluncuran (Pre-ignition All Risk Insurance), yang
menjamin risiko di darat (ground risks) selama persiapan peluncuran.
2. Asuransi peluncuran satelit (Satelit Launch Insurance), yang menjamin
risiko peluncuran satelit (launch risks).
3. Tanggung jawab hukum (Launch Liablity Insurance), yang menjamin
tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga (third party legal liability).

E. Asuransi Pengangkutan Terpadu


1. Risiko yang Ditanggung
1. Risiko I:
Yang dijamin adalah semua risiko yang menimbulkan kerugian/ kerusakan
pada barang yang ditanggung, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang tidak
ditanggung.
2. Risiko II:
Yang menjamin kerugian/ kerusakan. Biaya atas barang yang ditanggung yang
timbul dari risiko-risiko: alat pengangkutan kebakaran, terbalik, tenggelam,
tergelincir, tabrakan, pendaratan darurat, pembongkaran di pelabuhan darurat,
bencana alam, pengorbanan kerugian umum (general average scarifice),
pembuangan barang ke laut (jettison), terlemparnya barang ke laut, air masuk
ke dalam alat pengangkut, akibat bongkar muat, kecuali risiko-risiko yang
tidak ditanggung.
3. Risiko III:
Yang menjamin kerugian/ kerusakan keseluruhan atas barang-barang yang
ditanggung, yang timbul dari risiko-risiko: akibat alat pengangkut mengalami
kebakaran/ peledakan, terdampar, terkandas, terbalik, tenggelam, tergelincir
keluar rel/ jalur, tabrakan, terjatuh, tersungkur pendaratan darurat,
pembongkaran di pelabuhan darurat, pengobanan kerugian umum,
pembuangan barang ke laut, bongkar muat dan terlemparnya barang ke laut
karena cuaca buruk, kecuali risiko-risiko yang selain itu.
2. Risiko yang Dikecualikan
1. Kesalahan/ kelalaian tertanggung, yang meliputi: kerugian akibat tertanggung
atau orang-orang yang bekerja pada tertanggung termasuk agen tertanggung
tidak melakukan persyaratan asuransi, pembungkusan, penimbunan yang
kurang baik (yang dilakukan pegawai tertanggung) dank arena disengaja oleh
tertanggung/ karyawannya.
2. Sifat pebawaan barang, yang meliputi: kebocoran atau susut atau keausan
yang wajar dari barang yang diangkut, karena sifat barang yang diangkut
(pembusukan sendiri dari sayur, buah-buahan).
3. Keterlambatan pengiriman dan penyerahan barang yang diangkut, tidak
termasuk keterlambatan karena deiasi (perubahan arah karena terpaksa).
4. Keadaan keuangan yang buruk dari pemilik/ pengusaha/ pencarter alat
pengangkutan yang mengakibatkan tertanggungnya jadwal operasi
pengangkutan.
5. Kena senjata perang dan perang seperti: revolusi, pemberontakan,
penyitaan, penangkapan, kena tornado, ranjau.
6. Pemogokan, pemecatan buruh, kerusuhan, huru-hara.
7. Ketidaklaikan alat pengangkut.
3. Pelimpahan Hak (Abandonmen)
Ada beberapa ketentuan untuk bisa mendapatkan constructive total loss dimana si
tertanggung harus melimpahkan (abandonmen) barnag-barang yang
dipertanggungkan kepada penanggung, yaitu:
1. a. Kerusakan barang sedemikian rupa, sehingga perkiraan biaya untuk
memperbaiki kerusakan dan meneruskan ke tempat tujuan semula telah
melebihi harga barang di tempat tujuan, atau:
b. alat pengangkut dinyatakan hilang (bersama barang) oleh yang berwenang.
2. Maksud mengabandom harus dilakukan dengan cara memberitahukan kepada
penanggung dalam waktu 5 hari sejak biaya-biaya (constructive total loss)
tersebut diketahui atau sejak alat pengangku dinyatakan hilang oleh yang
berwenang.
3. Tindakan tertanggung maupun penanggung untuk mencegah atau mengurangi
kerugian atau menemukan kembali barang yang ditanggung tidak dapat
dianggap sebagai penolakan atau penerimaan abandon.

F. Endorsemen
1. Endorsemen Kerusuhan
Kerusukan yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut: riot, strike and malicious damage (RSMD).
Endorsemen Kerusuhan (kode: 4.1A-01/12/1998) adalah perluasan terhadap risiko
yang dapat dijamin, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat terjadinya kerusuhan, yang
selama ini dikategorikan sebagai risiko yang dikecualikn, yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah “Klausula 4.1A”.
Apabila Tertanggung menghendaki/ menyetujui endorsemen ini, maka endorsemen
menjadi melekat dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari polis (pertanggungan)
standar yang dibuat.
1. Perluasan jaminan
Dengan disetujuinya endorsemen ini maka pertanggungan diperluas terhadap
kerusakan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan, yang
secara langsung disebabkan oleh salah satu atau lebih dari risiko-risiko berikut:
1. Kerusuhanadalah tindakan suatu kelompok orang (minimal sebanyak 12
orang), yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan
suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan penggunaan
kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap
sebagai huru-hara.
2. Pemogokan adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh
sekelompok pekerja (minimal sebanyak 12 orang) pekerja atau separuh
dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerjanya kurang dari 24
orang), yang menolak bekerja sebagaimana biasanya, dalam usaha untuk
memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan
protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh
majikan.
3. Penghalang Bekerja adalah tindakan pengrusakan yang sengaja
dilakukan oleh sekelompok pekerja (minimal 12 orang) atau separuh dari
jumlah pekerja (dalam hal jumlah pekerja kurang dari 24 orang), akibat
dari adanya pekerja yang diberhentkan atau dihalangi bekerja oleh
majikan.
4. Perbuatan jahat adalah tindakan seseorang yang dengan sengaja merusak
harta benda orang lain karena dendamm, dengki, amarah atau vandalistis,
kecuali tindakan yang dilakukan oleh seorang yang berada dibawah
pengawasan atau atas perintah orang menguasai harta benda tersebut atau
oleh pencuri/ perampok/ penjarah.
5. Pencegahan adalah tindakan pihak yang berwenang dalam usaha
menghalangi, menghentikan atau mengurangi dampak/ akibat dari risiko
yang terjadi karena kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja dan
pencegahan
6. Penjarahan yang terjadi semala Kerusuhan.
Dengan syarat bahwa risiko-risiko tersebut tidak berkembang dalam rangkaian
kejadian yang tidak terputus menjadi satu atau lebih dari risiko-risiko yang
dikecualikan.
2. Risiko yang Dikecualikan
1. Salah satu atau lebih dari risiko karena: Huru-hara, Pembangkitan
rakyat, Pengambilan Kekuasaan, Revolusi, Pemberontakan, Kekuatan
Militer, Invasi, Perang Saudara, Perang dan Permusuhan, Makar,
Terorisme, Sabotaseatau Penjarahan (kecuali Penjarahan yang terjadi
selama Kerusuhan).
Dalam suatu tuntutan, gugatan atau perkara lainnya, dimana Penanggung
menyatakan bahwa suatu kerugian atau kerusakan secara langsung atau
tidak langsung disebabkan oleh satu atau lebih risiko yang dikecualikan
tersebut atas, maka merupakan kewajiban Tertanggung untuk
membuktikan sebaiknya bila ia tidak sependapat.
2. Penghentian seluruh atas sebagian dari pekerjaan atau perlambatan atau
gangguang atau penghentian suatu proses atau kegiatan.
3. Kehilangan hak secara tetap atau sementara karena penyitaan, pinjam
paksa atau pengambilalihak oleh pejabat yang berwenang atau ditempati
secara tidak syah atau melawan hukum oleh seseorang.
4. Gangguan usaha atau segala macam kerugian dalam wujud atau bentuk
apapun yang sifatnya konsekuensial.
3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri
Dalam hal terjadi klaim atas risiko yang dijamin menurut ketentuan
endorsemen ini, tidak semua jumlah nilai ganti rugi yang disetujui dibayar oleh
Penanggung. Dalam endorsemen ini Tertanggung harus ikut menanggung
sendiri (co-insurance) sebagian dari kerugian yang terjadi, ia akan ikut
memikul kerugian sebesar 15% dari jumlah nilai rugi yang disetujui, atau
sesuai dengan hasil kesepakatan antara Tertanggung dan Penanggung.

4. Pembatalan Endorsemen
Endorsemen dapat dibatalkan setiap saat oleh Penanggung dengan
pemberitahuan secara tertulis melalui Surat Tercatat, Facsimile, Telex, atau
Telegram kepada Tertanggung di alamat terakhir yang ia ketahui.
Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan endorsemen ini sejak 3
kali 24 jam terhitung mulai tanggal pengiriman surat emberitahuan tersebut
pukul 12.00 siang waktu setempat, yaitu tempat dimana obyek pertannggungan
berada.
Akibat dari pembatalan endorsemen oleh Penanggung, maka Penanggung
wajib mengembalikan premi tambahannya untuk jangka waktu yang belum
habis secara prorate.
2. Endorsemen Huru-hara
Huru-hara yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang dalam bahasa
Inggris disebut: riot, strike and civil commotions (RSCC).
Endorsemen huru-hara (Kode : 4.1B-01/12/1998) adalah perluasan jaminan yang
mencakup risiko yang timbul karena terjadinya huru-hara, yang dalam
pertanggungan yang standard termasuk dalam risiko yang dikecualikan (tidak di
jamin).
1. Perluasan jaminan
Dengan adanya endorsemen ini maka pertanggungan diperluas, sehingga
mencakup kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan, yang secara langsung disebabkan oleh salah satu atau lebih
dari risiko-risiko berikut:
1. Kerusahan
2. Pemogokan
3. Penghalang Kerja
4. Perbuatan Jahat
5. Terorisme adalah tindakan seseorang yang mengandung kekerasan untuk
menimbulkan ketakutan orang lain, dalam usaha mencapai suatu tujuan
yang menurut pendapat umum berlatar belakang politik.
6. Sabotase adalah tindakan pengrusakan harta benda atau penghalangan
kelancaran pekerjaan atau yang berakibat turunya nilai suatu pekerjaan,
yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha mencapai suatu tujuan yang
menurut pendapat umum berlatar belakang politik.
7. Huru-hara adalah keadaan disuatu kota dimana sejumlah besar massa
secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan
suasana gangguang ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan
sejimlah besar harta benda sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan
umum, yag ditandai dengan terhentinya lebih separo kegiatan normal pusat
perdagangan/ pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi
umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus-menerus, yang
dimulai sebelum, selama atau setelah kejadin tersebut.
8. Pembangkitan Rakyat tanpa penggunaan senjata api adalah gerakan
sebagian besar rakyat di ibukota Negara atau tiga atau lebih Ibukota
Propinsi dalam kurun waktu 12 hari, yang menuntut penggantian
Pemerintah yang sah de jure atau de facto, yang belum dianggap sebagai
suatu Pemberontakan.
9. Revolusi tanpa penggunaan senjata api, adalah gerakan rakyat dengan
kekerasan untuk melakukan perubahan radikal terhadap sistim
ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) atau menggulingkan
Pemerintah yang sah de jure atau de facto, yang belum dianggap sebagai
suatu Pemberontakan.
10. Makar adalah tindakan seseorang yang bertindak atas nama atau
sehubungan dengan suatu organisasi atau sekelompok orang dengan
kegiatan yang diarahkan pada penggulingan dengan kekerasan Pemerintah
yang sah de jure atau de facto atau mempengaruhinya dengan Terorisme
atau Sabotase atau kekerasan.
11. Pencegahan, sehubungan dengan risiko-risiko butir 1 sampai dengan 10
diatas.
12. Kerugian atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan,
yang secara langsung disebabkan oleh Penjarahan (: pengambilan atau
perampasan harta benda orang lain oleh seseorang tidak termasuk oleh
orang-orang dibawah pengawasan Tertanggung untuk dikuasai atau
dimiliki secara melawan hukum), yang terjadi selama Kerusuhan atau
Huru-Hara.
Dengan syarat bahwa risiko-risiko tersebut diatas tidak berkembang dalam
rangka kejadian yang tidak terputus menjadi satu atau lebih dari risiko-risiko
yang dikecualikan.
2. Risiko yang Dikecualikan
1. - Revolusi dengan penggunaan senjata api
- Pemberontakan, yaitu tindakan teorganisasi dari suatu kelompok
orang yang melakukan pembangkangan dan atau penentangan
terhadap Pemerintah yang sah de facto atau de jure dengan kekerasan
yang menggunakan senjata api, yang dapat menimbulkan ancaman
terhadap kelangsungan Pemerintah yang sah tersebut.
- Kekuatan Militer adalah kelompok angkatan bersenjata baik dalam
maupun luar negeri minimal 30 orang, yang menggunakan kekerasan
untuk menggulingkan Pemerintah yag sah de jure atau de facto.
- Invasi adalah tindakan kekuatan militer suatu Negara memasuki
wilayah Negara lain dengan maksud menduduki atau menguasai
secara sementara atau tetap.
- Perang Saudara adalah konflik bersenjata antardaerah, antar faksi
politik dalam batas territorial suatu Negara dengan tujuan
memperbutkan legitimasi kekuasaan.
- Perang dan Permusuhan adalah konflik bersenjata secara luas (baik
dengan atau tanpa pernyataan perang) atau suasana perang antara dua
Negara atau lebih, termasuk latihan perang suatu Negara atau latihan
perang gabungan antar Negara.
- Pengambilalihan Kekuasaan adalah keadaan yang memperlihatkan
bahwa Pemerintah yang sah de jure atau de facto telah digulingkan
dan diganti oleh suatu kekuatan yang memberlakukan dan atau
memaksakan pemberlakuan peraturan-peraturan mereka sendiri.
- Pembangkit Rakyat dengan penggunaan senjata api.
- Penjarahan, kecuali Penjarahan yang terjadi selama Kerusuhan
atau Huru-hara.
Dalam suatu tuntutan, gugatan atau perkara lainnya, dimana
Penanggung menyatakan bahwa suatu kerugian atau kerusakan secara
langsung atau tidak langsung disebabkan oleh satu atau lebih risiko-
risiko yang dikecualikan, maka merupkan kewajiban Tertangung
untuk membuktikan bila ia berpendapat sebaliknya.
2. Penghentian seluruh atau sebagian dari pekerjaan atau perlambatan atau
gangguan atau penghentian suatu proses atau kegiatan.
3. Kehilangan hak secara tetap atau sementara karena penyitaan, pinjam
paksa atau pengambilalihan oleh pejabat yang berwenang atau ditempati
secara tidak sah atau melawan hukum oleh seseorang.
4. Gangguan usaha atau segala macam kerugian dalam wujud atau bentuk
apapun yang sifatnya konsekuensial.
3. Potongan Klaim atau Risiko Sendiri
Bila terjadi klaim atau kerugian yang dijamin menurut ketentuan dari
endorsemen Tertanggung akan memikul sebagian kerugian (menjadi co-
insure) yang terjadi, yang besarnya:
a. Untuk risiko-risiko karena kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja
dan penjarahan yang terjadi selama kerusuhan, termasuk risiko
pencegahan yang terkait dengannya, atas setiap klaim yang dijamin
menurut ketentuan endorsemen ini, Tertanggung akan mimikul sebesar
15% dari jumlah ganti rugi yang disetujui, atau sesuai dengan persetujuan
antara Tertanggung dan Penanggung pada saat penutupan endorsemen
kontrak pertanggungan.
b. Untuk risiko-risiko karena terorisme, sabotase, huru-hara, pembangkitan
rakyat tanpa penggunaan senjata api, revolusi tanpa pengunaan senjata api,
makar dan penjarahan yang terjadi selama huru-hara, termasuk risiko
pencegahan yang terkait dengan risiko-risiko tersebut, atas setiap klaim
yang dijamin menurut ketentuan endorsemen Tertanggung akan ikut
memikul sebesar 25% dari jumlah ganti rugi yang disetujui, atas sesuai
dengan persetujuan endorsemen kontrak pertanggungan.
Risiko sendiri adalah jumlah kerugian yang harus ditanggung sendiri oleh
Tertanggung sehingga jumlah ganti rugi dibayar Tertanggung adalah jumlah
nilai kerugian dikurangi dengan jumlah nilai risiko sendiri.
4. Pembatalan Endorsemen
Penanggung setiap saat dapat membatalkan endorsemen ini, dengan cara
mengirimkan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat, facsimile,
telex atau telegram kepada Tertanggung ke alamat yang terakhir diketahuinya.
Selanjutnya Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan endorsemen
ini setelah 3 kali 24 jam terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan
tertulis tersebut, pukul 12.00 siang waktu setempat, dimana obyek
pertanggungan berada.
Karena pembatalan tersebut maka Penanggung wajib mengembalikan premi
yang telah diterima untuk jangka waktu yang belum habis secara prorate.
BAHAN AJAR (HAND OUT)

Bahan Kajian : Manajemen Risiko Perbankan Syariah


SKS : 3 (tiga)
Kode :
Program Studi : S1-Teknik Sipil
Pertemuan Ke : 16

Learning Outcomes (Capaian Pembelajaran) terkait :


Memiliki kemampuan untuk memahami manajemen risiko pada perbankan syariah,
yang terdiri atas: definisi risiko bank, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah,
dampak risiko terhadap bank syariah, dan manajemen risiko bank syariah.

Materi:
Manajemen Risiko Perbankan Syariah:
A. Definisi Risiko Bank
B. Risiko-risiko yang Dihadapi Bank Syariah
C. Dampak Risiko Terhadap Bank Syariah
D. Manajemen Risiko Bank Syariah

A. Definisi Risiko Bank


Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events)
yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya hasil
yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta
tidak dikelola semestinya. Risiko dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian
potensial baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun tidak dapat diperkirakan
(unanticipated) yang berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank.
Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan.
Risiko dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis
(systematicrisk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu
yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi
pemerintah, perubahn situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang
berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan Risiko yang tidak sistematis
(unsystematic risk) yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis
tertentu saja.

B. Risiko-risiko yang Dihadapi Bank Syariah


Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi
dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan
risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan
risiko hukum, harus dihadapi bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah,
risiko-risiko yang dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik
ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional.
Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing)yang dilakukan bank syari’ah
menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary
risk, dandisplaced commercial risk. Dimana:
1. Withdrawal risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini
sebagian besar dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari
nak konvesional sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena
withdrawal risk (risiko penarikan dana) disebabkan oleh deposan bila keuntungan
yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return yang diberikan oleh rival
kompetitornya.
2. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas
pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah
atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
3. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan
simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di
bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan
sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.
Risiko-risiko tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank
syariah. Adapun risiko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait dengan
produk pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :
1. Risiko Terkait Produk
2. Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Countracts (NCC)
yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty
countracts(NCC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh
risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan
risiko yang ada dari pembiayaannatural certainty countracts, seperti murabahah,
ijarah, ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’. Penilaian risiko ini mencakup 2
(dua) aspek, yaitu sebagai brikut :
1. Default risk (risiko kebangkrutan).
Yakni risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-
hal sebagai berikut:
- Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
- Riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan dibank konvensional dan
pembiayaan yang bersangkutan dengan bank syariah, terutama
perkembangan non performing financing jenis usaha yang bersangkutan.
- Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial
standard).
b. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran,
teknis produksi dan keuangan.
c. Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti
kondisi groupusaha, keadaan force manjeur, permasalahan hukum, pemogokan,
kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi) market risk (forex risk,
interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan
restrukturisasi pembiayaan.
2. Recovery risk (risiko jaminan)
Yakni risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
a. Kesempurnaan pengiktana jaminan.
b. Nilai jual kemblai jaminan (marketability jaminan).
c. Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan,
lamanya transaksi ulang jaminan.
d. Kredibilitas penjamin (jika ada).

3. Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC)


yang dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural
Uncertainty Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak
dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah
memeprhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NUC,
seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek,
yaitu sebagai berikut:
1. Business risk (risiko bisnis yang dibiayai)
Adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :
a) Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
- Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
- Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial
standard)
b) Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti
kondisi group usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan,
kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi), market risk (forex risk,
interest risk, scurity risk),riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan
restrukturisasi pembiayaan.
c) Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan).Adalah risiko yang
terjadi padasecond way out yang dipengaruhi oleh:
1. Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh
:
- Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai
- Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
- Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
2. Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue
sharing
- Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila
terjadi loss sharingyang harus ditanggung oleh bank
- Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak
mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung
nasabah, sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan usahanya.
3. Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar
terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
d) Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi
pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
1. Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank
2. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam
menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
3. Pengelolaan intenal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran,
teknis produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional
sesuai dengan standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Untuk mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus pembiayaan
musyarakah dan mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan
oleh character risk, kerugian akan di bebankan kepada nasabah. Untuk
menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian akibat risiko tersebut,
maka bank menetapkan adanya jaminan (colleteral).

4. Risiko Terkait Koorporasi


Kompleksitas dan volume pembiayaan koorporasi menimbulkan risiko tambahan
selain risiko yang terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayaan
korporasi meliputi:
1. Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan
pembiayaan.
Terdapat setidaknya tiga risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis
nasabah setelah pencairan pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
- Over trading
Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar
dengan dukungan modal yang kecil (too much business volume with too little
capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.
- Adverse trading
Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan
megambil kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang besar
setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang tingkat volume penjualannya tidak
setabil. Perusahaan yang mempunyai karakterstik seperti ini merupakan
perusahaan yang secara potensial berada dalam posisi yang lemah serta
beresiko tinggi.
- Liquidity run
Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena
kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan
oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi
kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank.
Sekalipun tidak dapat memprediksi arus likuiditas sebuah perusahaan, bank
dapat menaksir apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup
atau dapat memperoleh dana tambahan untuk
mempertahankan caish flow seperti sedia kala.
2. Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan
Sebuah perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan
dan menandatangani kontark untuk pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak
mampu untuk meghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi.
Bank maupun suplier pembayaran perdagangan sering kali tidak mampu untuk
mengontrol suatu pengeluaran yang berlebihan dari sebuah perusahaan. Namun
demikian, bank dapat mencoba untuk memonitornya dengan melakukan analisis,
misalnya, neraca perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana
komitmen pengeluaran kapital harus diungkap.
3. Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank
Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni
sebagai berikut:
a. Analisis pembiayan yang keliru
Dalam konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak
terduga, tetapi dikernakan memang sudah sejak awal nasabah yang
bersangkutan beresiko tinggi. Keputusan pembiayaan bisa jadi adalah
keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam pengambilan keputusan ini
biasanya bersumber dari informasi yang tersedia kurang akurat. Untuk
mengatasi hal ini, bank memerlukan staf yang terlatih dan berpengalaman
dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.
b. Creative accounting
Creative accounting merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan
keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan posisi keuangan
perusahaan. Dalam kasus ini, keuntugan dapat dibuat agar terlihat lebih besar,
aset terlihat lebuh bernilai, dan kewajiban dapat disembunyikan dari neraca
keuangan.
c. Karakter nasabah
Terkadang nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan
pembiayaan macet. Bank perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan
mencoba untuk membuat suatu keputusan berdasarkan informasi objektif
tentang karakter nasabah.

C. Dampak Risiko Terhadap Bank Syariah


Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat
risiko (risk loss) pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan
(stakeholders) bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta
berdampak juga kepada perekonomian secara umum.
Pengaruh risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara
pengaruh terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan
dampak potensial terhadap stakeholders dan ekonomi.

1. Dampak terhadap Pemegang Saham


Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:
1. Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan
harga dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai
perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham;
2. Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat
dari turunnya keuntungan perusahaan;
3. Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah
kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.

2. Dampak terhadap Karyawan


Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang
menimbulkanrisk loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat
berupa:
1. Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;
2. Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;
3. Pemutusan hubungan kerja.

3. Dampak terhadap Nasabah


Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak
yang terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat
diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada
gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri.
Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank, adalah:
1. Merosotnya tingkat pelayanan;
2. Berkurangnya jenios dan kualitas produk yang ditawarkan;
3. Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;
4. Perubahan peraturan.

4. Dampak terhadap Perekonomian


Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki
risiko yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank
akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga
akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang
ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic risk).
Risiko sistemik secsara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak
perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung berampak kepada karyawn,
nasabah, dan pemegang saham.
Secara umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang disebut sebagai risimko
sistemik. Namun mereka tidak asing dengan istilah run on a bank (baik riil maupun hanya
persepsi dari nasabah). Artinya sebuah bank di “rush” oleh nasabah bank yang ingin
menarik kembali dananya secara bersamaandan besar-besaran.
Hal ini terjadi pada saaat bank tidak dapat memenuhi kewajibanya. Bank tidak dapat
menyediakan dana yang cukup pada saat nasabah malakukan penarikan dananya.
Bank sangat rentan terhadap risikmo sistemik yang melekat pada industri perbankan.
Risiko sistemik yang mempengaruhi bank-bank lain tidak dapat dihindari jika sebuah
bank mengalami risk loss. Berbagai regulasi diharapkan akan menjadi paying pelindung
bagi industri perbankan. Perlindungan tidak hanya diberikan kepada bank terkait, yaitu
pemegang saham, karyawan, dan nasabah, tetapi juga kepada perekonomian secara
keseluruhan.

D. Manajemen Risiko Bank Syariah


Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan
internal perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada
umumnya dan perbakan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai
jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya.
Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan.
Oleh karena itu perbankan, dan bank syariah khususnya memerlukan serangkaian
prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usahanya. Dalam
pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendali risiko
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemetaan Risiko Bisnis
Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk
mengidentifikasi risiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank
untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus
mengkuantifikasi magnitude dari risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada
beberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
a. Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam
sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan
dapat berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
b. Membuat peta yang menyajikan kaji9an perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko
Pasar, Risiko Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan
membandingkan risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya,
manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut
keterkaitannya satu sama lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh
dari:
c. Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi,
sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
d. Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan
dokumen-dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan
analisis.
e. Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
f. Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang
dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan
sebagaim fitur berkala dari proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
g. Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung
dengan para pegawai.
h. Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren
komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system,
kerugian yang terjadi, dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini
biasanya tersedia secara internal.
i. Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.
j. Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai
klasifikasi Risiko.

2. Alat Modeling
Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian.
Analisis scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling sering digunakan.
Beberapa contoh diantaranya adalah:
a. Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan
mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat
diterapkan dalam menyiapkan contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
b. Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi
variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini
diproyeksikan kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam
analisis sensivitas, stress testing (sebagai pelengkap pengukuran risiko suku bungs
untuk melihat dampak terburuk), dan berbagai simulasi lain.
c. Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari
berbagai scenario pada portofolio kredit dan modal.
d. Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya
karena kelalaian atau bencana alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-
up data dan latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat
mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi.
e. Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara
mengidentifikasi sedini mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses
pembangunmannya.

3. Teknik mengidentifikasi dan menilai risiko


Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan
focus/memberikan perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan
Risiko.
Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:
a. Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul
untuk mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau
beberapa isu.
b. Workshop. Bank sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko
yang akn menolonh pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan,
mengidentifikasikan, dan menilkai Risiko.
c. Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang
berisi tujuan dan risiko yang mungkin timbul.
d. Self-assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari
SKAI, Divisi Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
e. Filters. Risiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar,
Risiko yang terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
f. Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi
elemem-elemen dari Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk
didalamnya, best practices.
g. Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan
membimbing mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat
mereka merencanakan dan menjalankan proses.
h. “Bottom up” risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko.
Hasilnya diakumulasi di tingkat pusat.
i. Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk
menilai Risiko dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi
atau portofolio dalam satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada
di pasar.
j. Prioritizing risks. Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank)
masing-masing.

4. Peran Internet/Intranet
Pemakaian Internet/Intranet semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini
digunakan untuk mempromosikan kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk
mendapatkan informasi mengenai risiko untuk area tertentu, berkomunikasi dengan
pegawai, berbagai informasi mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan
mengkomunikasikan tujuan Manajemen Risiko Bank kepada publik.

Anda mungkin juga menyukai