Anda di halaman 1dari 72

CONTOH MAKALAH MANAJEMEN RESIKO

BAB I.PENDAHULUAN

1.1. Risiko Merupakan Bagian dari Kehidupan Manusia Maupun Perusahaan


Sepanjang manusia hidup, manusia akan selalu menghadapi risiko. Dalam kehidupan ini kita akan
selalu menghadapi ketidakpastian, kita tidak tahu secara pasti apa yang akan terjadi pada 1 tahun
yang akan datang, beberapa bulan atau minggu yang akan datang, bahkan beberapa menit atau
detik yang akan datang. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, itupun tetap
mengandung ketidakpastian, karena kita tidak tahu kapan akan mati, dimana kematian atau
disebabkan oleh apa kematian itu terjadi. Karena kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang, bisa jadi apa yang kita rencanakan pada saat pelaksanaannya gagal, tidak
sesuai dengan harapan kita oleh karena kondisinya ternyata tidak sama dengan apa yang kita
prediksikan sebelumnya. Ketika kegagalan itu terjadi oleh karena berbagai faktor yang
menyebabkannya, bisa jadi kita akan mendapatkan risiko kerugian baik materi maupun non materi
dalam berbagai bentuknya.
Perusahaan sebagai lembaga bisnis, sama halnya juga dengan manusia, berada dalam suatu
lingkungan yang penuh dengan ketidak pastian. Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen,
perantara, pesaing, pemerintah dan faktor lingkungan lainnya akan memberikan pengaruh kepada
perusahaan baik pengaruh yang positip berarti memberikan peluang atau dorongan, atau pengaruh
yang negatif, berarti memberikan hambatan atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika
pengaruhnya positip atau negatif, sejauhmana pengaruh positip atau negatif tersebut kepada
perusahaan. Semua itu tentu harus diperhatikan, dianalisis dan didiagnosis, namun tetap saja
ketidak pastian itu tidak bisa kita rubah 100% menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian
yang memadai, melalui analisis dan diagnosis yang tepat diharapkan manajemen perusahaan akan
bisa memprediksi lebih tepat kemungkinan risiko yang terjadi, sehingga akan dapat meminimalkan
kerugian dari resiko tersebut bila hal-hal yang tidak diharapkan terjadi, karena sudah diprediksi
sebelumnya dan disiapkan antisipasinya.

1.2. Kontribusi Manajemen Risiko Terhadap Perusahaan Keluarga dan Masyarakat.


Sehubungan dengan kenyataan, bahwa ketidakpastian itu selalu ada, semua orang termasuk juga
manajemen perusahaan harus selalu berusaha menanggulangi risiko-risiko yang terjadi atau yang
mungkin terjadi, artinya berupaya untuk menghilangkan kerugian, atau paling tidak meminimalkan
kerugian bila risiko dari ketidakpastian itu terjadi.
Manajemen Risiko yang baik akan dapat meminimalkan kerugian-kerugian yang dihadapi
perusahaan. Sehingga perusahaan bisa tetap menjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa
berkembang menjadi perusahaan yang lebih besar dan sukses dalam bisnisnya. Sebaliknya
perusahaan yang tidak memiliki Manajemen Risiko yang baik, sama saja perusahaan tersebut
membiarkan dari segala kemungkinan yang bisa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja
kalau kerugian yang terjadi sangat besar bisa membuat perusahaan tersebut bangkrut. Kemungkinan
ini sangat besar, oleh karena risiko itu bisa datang dari mana saja, sumber-sumber ataupun sebab-
sebab yang bisa menimbulkan risiko tersebut sangat banyak.
Selanjutnya bila perusahaan terhindar dari risiko-risiko yang sangat merugikan maka perusahaan
tersebut akan terjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berkembang lebih besar, perusahaan pun
dapat meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Karyawan yang bekerja di perusahaan tentunya
akan lebih tenang dalam bekerja. Karyawan yang lebih tenang, sehat dan aman dalam bekerja
karena antara lain adanya Manajemen Risiko yang baik dari perusahaan yang menjamin
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan, maka selanjutnya para karyawan dari
perusahaan ini akan lebih mampu memberikan kesejahteraan kepada keluarganya.
Pada gilirannya ketika semua perusahaan telah menerapkan Manajemen Risiko yang baik, setiap
individu juga menerapkan Manajemen Risiko yang baik maka pada gilirannya masyarakat secara
keseluruhan terhindar atau dapat meminimalkan kerugian dari risiko-risiko yang merugikan, pada
akhirnya masayarakat pun akan meningkat kesejahteraannya,
1.3.Latihan&Diskusi1. Jelaskan hubungan antara ketidakpastian dengan risiko
2. Jelaskan mengapa individu dan perusahaan harus menerapkan Manajemen Risiko yang baik.
3. Jelaskan saling hubungan antara risiko perusahaan, individu dan masyarakat
2.1. Pengertian Risiko
Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, umumnya secara intuitip kita
sudah memahami apa yang dimaksudkan. Secara ilmiah pengertian risiko masih tetap beragam .
Berikut beberapa pengertian risiko yang disampaikan oleh beberapa ahli:
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur
Williams dan Richard, MH.).
2. Risiko adalah ketidaktentuan/uncertainty yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian/loss (A.
Abas Salim).
3. Risiko adalah ketidak pastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarta)
4. Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman
Darmawi)
5. Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan
(Herman Darmawi).

2.2. Karakteristik Risiko


Dari pengertian-pengertian risiko di atas dapat kita simpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan
dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diharapkan.
Dengan demikian risiko ini mempunyai karakteristik :
a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
b. Bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Jadi ketidakpastian merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko. Kondisi ketidakpastian
sendiri timbul karena berbagai sebab, antara lain :
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir, dimana makin
panjang tenggang waktunya akan makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan untuk penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan/kemampuan pengambilan keputusan dari perencana.

2.3. Wujud Risiko


Risiko dapat berwujud dalam berbagai bentuk, antara lain :
1. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh
kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan
orang lain.
4. Berupa kerugian karena perubahan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga,
perubahan selera konsumen, dan sebagainya.
2.4. Macam-macam Risiko
Risiko dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Risiko Spekulatif/Speculatif risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu aktivitas/keputusan yang
sengaja dilakukan, namun hasilnya menyimpang dari harapan sehingga merugikan. Artinya dalam
suatu keputusan/kegiatan yang dilakukan ada kemungkinan mendapat keuntungan dan ada
kemungkinan mendapat kerugian. Contoh : risiko hutang-piutang, judi, perdagangan berjangka, dan
sebagainya.
b. Risiko murni/pure risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu kejadian yang betul-betul tidak
disengaja. Jadi hanya ada kemungkinan kerugian. Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana
alam, pencurian, dan sebagainya.
c. Selain risiko spekulatif dan risiko murni, berdasarkan sifatnya juga terdapat 1) risiko
fundamental, yaitu risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang
menderita tidak hanya satu orang/beberapa orang, tetapi banyak orang, contoh banjir, angin topan
dan bencana lainnya, 2) risiko dinamis, yaitu risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan
(dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi. Contoh : risiko keuangan.
2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain;
a. Risiko yang dapat dialihkan kepada pihak lain
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain
3. Berdasarkan sumber risiko :
a. Risiko sosial, yaitu risiko yang disebabkan oleh perilaku manusia. Contoh: peperangan,
pencurian, penggelapan, pembunuhan, kerusuhan, dan sebagainya.
b. Risiko ekonomi, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat dari perilaku dan kondisi ekonomi.
Contoh : inflasi, resesi, perubahan selera konsumen, persaingan, dan sebagainya.
c. Risiko fisik, yaitu risiko yang timbul disebabkan oleh kondisi alam. Contoh : badai, banjir, gempa
bumi, dan sebagainya.
d. Berdasarkan sumbernya risiko juga dapat dibagi menjadi risiko internal, yaitu 1) risiko yang
bersumber dari dalam perusahaan, contoh : kecelakaan kerja dan mismanajemen 2) risiko eksternal,
yaitu risiko yang bersumber dari luar perusahaan, contoh : persaingan, fluktuasi harga dan kebijakan
pemerintah.

2.5. Latihan & Diskusi


1. Jelaskan pengertian dari risiko
2. Jelaskan karakteristik risiko
3. Jelaskan wujud dari risiko
4. Sebutkan macam-macam risiko dan masing-masing berikan contohnya.
BAB III MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI FUNGSI PERUSAHAAN

3.1. Pendahuluan
Bagaimana peranan Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari
pendapat Henri Fayol, yang menyatakan bahwa ada enam fungsi dasar kegiatan pengelolaan suatu
perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi dan
manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut, maka Manajemen Risiko berkaitan dengan kegiatan
keamanan, yang bertujuan menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian yang
disebabkan oleh berbagai gangguan. Dengan demikian kegiatan Manajemen Risiko mencakup
semua tindakan untuk memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memberikan
ketenangan jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pemilik, pimpinan dan
karyawan perusahaan).

3.2. Pengertian Manajemen Risiko


Pada dasarnya Manajemen Risiko adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam
penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan
masyarakat. Jadi Manajemen Risiko mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, mengkoordinir dan mengawasi program penanggulangan risiko.

3.3. Tujuan Manajemen Risiko


Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan pada dasarnya untuk mengamankan perusahaan dari
kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi.
Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh Manajemen Risiko dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Tujuan sebelum terjadinya peril.
2. Tujuan sesudah terjadinya peril.

3.3.1. Tujuan sebelum terjadinya peril


Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam,
antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian
dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya
program keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik
penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya
kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga
dengan adanya upaya penanggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak
ketiga/pihak luar perusahaan, seperti :
a. Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/pada waktu bekerja
untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya : pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat
pengaman (misal : gas masker) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang
Keselamatan Kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.

3.2.2. Tujuan setelah terjadinya peril


Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril,
yang dapat berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian
strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk
sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena
peril. Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap
masyarakat secara langsung, misalnya: bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan
nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling
tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan
untuk sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan usaha bagi perusahaan yang sedang
melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang sedang memproduksi barang baru atau
memasuki pasar baru. Jadi harus berupaya untuk mengatur strategi agar pengembangan yang
sedang dirintis tetap bisa berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah
dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus dapat
menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan pengaruh buruk dari suatu peril yang diderita
perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya.
Artinya akibat dari peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai
mengakibatkan terjadinya pengangguran.

3.4. Fungsi Pokok Manajemen Risiko


Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup :
a. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan,
yang meliputi :
1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan.
3. Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain
4. Kerugian-kerugian yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak
jujurnya karyawan dan sebagainya.
5. Kerugian-kerugian yang timbul akibat “keyman” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.

Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh Manajer Risiko antara lain dengan : melakukan
inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa
semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan
menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena jumlah
pasokan yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada
saat penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah
proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan
kerugian karena barang rusak/hilang dalam penyimpanan, penipuan/kecurangan dari penyalur dan
sebagainya.

b. Mengevaluasi Kerugian Potensial


Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh
perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai :
1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan jumlah kemungkinan
terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut
selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita,
yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi
finansial perusahaan.

c. Memilih teknik/cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat
guna menanggulangi kerugian.

Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu :
mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari.
Dimana tugas dari Manajer Risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk
menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk
menanggulangi risiko.

3.5. Proses Pengelolaan Risiko


Dalam proses pengelolaan risiko langkah-langkah yang harus dilalui pada pokoknya adalah :
1. Mengidentifikasi/menentukan terlebih dahulu obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dari pengelolaan
risiko. Misalnya, pelayanan terhadap pelanggan tetap bisa dilakukan, perusahaan tetap beroperasi,
karyawan dapat bekerja dengan tenang, dan seterusnya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/peril atau mengidentifikasi
risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab
keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi dan diukur
adalah :
a. Besarnya kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya).
b. Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan/keluarga
(kegawatannya),
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut
antara lain meliputi :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya peril
b. Mengurangi kesempatan terjadinya peril
c. Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan),
d. Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk
menanggulangi risiko. Misalnya membuat perlindungan yang layak terhadap kecelakaan kerja,
menghubungi, memilih dan menyelesaikan pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi.
6. Mengadministrasikan, memantau dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau strategi yang
telah diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar
kebijaksanaan pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa
apabila kondisi suatu proyek berubah penanggulangannya juga berubah.

3.6. Kedudukan Manajer Risiko


Di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan masih sangat jarang perusahaan yang mempunyai
manajer atau bagian yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi
oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang Manajer Asuransi, yang fungsinya hanya
mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan
menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak
asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Kedudukan dari manajer ini
umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkah bawah).
Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar,
umumnya telah memiliki Manajer Risiko, dengan berbagai nama jabatan seperti : Manajer Risiko,
Manajer Asuransi, Direktur Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan
“Manajer tingkat menengah”.
Tugas mereka umumnya mencakup : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures,
menyelesaikan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta
mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan bagian penting
dalam tim manajemen perusahaan.

3.7. Kerjasama dengan Departemen Lain


Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam “isolasi”, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang
berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Tugas utama Manajer Risiko
adalah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang
implementasi/pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada
departemen/bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implementasi penanggulangan
risiko di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer
Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Jadi dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara harmonis
dengan departemen/bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut dapat dianalisis
melalui kegiatan-kegiatan dari departemen/bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko,
yaitu :
a. Bagian Akunting :
Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan
pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melakukan penggelapan, melalui internal control dan
internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian karena exposures
terhadap harta.
3. Melakukan penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan
mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang.

b. Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan
terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan
cash-flow.
2. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau
investasi baru.
3. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan
sebagai jaminan.

c. Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak
luar/pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik
2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu
Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam
rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Adanya peringatan/slogan pada mobil pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam
yang berbunyi “Utamakan Selamat”.

d. Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang
Kecelakaan Kerja dan sebagainya.

e. Bagian Maintenance :
Bagian ini adalah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perawatan gedung, pabrik serta
peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi
maupun kegawatan dari suatu kerugian/peril.
f. Bagian Personalia :
Bagian ini memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko terhadap diri
karyawan. Misalnya : program keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi dan administrasi program-
program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua
arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi diperlukan
adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa : “tanpa kerja sama
aktif dari departemen lain program Manajemen Risiko akan gagal”.

3.8. Latihan dan Diskusi


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Manajemen Risiko.
2. Jelaskan peran dari Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan.
3. Jelaskan tujuan dari Manajemen Risiko dalam perusahaan.
4. Jelaskan apa fungsi pokok Manajemen Risiko dalam perusahaan.
5. Jelaskan langkah-langkah proses pengelolaan risiko dalam perusahaan.
6. Jelaskan kedudukan dari Manajer Risiko dan bagaimana hubungannya dengan bagian-bagian
lain dalam perusahaan.
BAB IV .PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO

4.1. Pengertian Pengidentifikasian Risiko


Pengidentifikasian risiko pada dasarnya merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan
berkesinambungan untuk menemukan/mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
kerugian yang potensial yang dihadapi/mengancam perusahaan. Langkah ini merupakan langkah
yang relatif paling sulit tetapi paling penting, sebab pengelolaan risiko selanjutnya sangat tergantung
pada hasil identifikasi ini. Jika kerugian potensial yang mungkin menimpa perusahaan tidak
diketahui, maka tidak mungkin dapat mengelola risiko perusahaan yang bersangkutan dengan baik.

4.2. Metode Pengidentifikasian Risiko


Pengidentifikasian risiko dapat dilakukan dengan: 1) Studi Dokumen/Analisis data historis, 2)
Observasi, 3) Pengacuan (benchmarking) dan 4) Pendapat ahli.

4.2.1. Studi Dokumen/Analisis Data Historis


Studi dokumen dilakukan dengan mempelajari data dan informasi dari berbagai laporan, manual dan
materi tertulis lainnya yang terdapat pada unit kerja yang diidentifikasi dan unit lainnya untuk
mengetahui kejadian apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan penyebabnya. Data-data
sekunder tentang risiko juga dapat diperoleh dari beberapa lembaga, seperti kepolisian, perusahaan
asuransi dan instansi terkait lainnya.
Apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam tahap perencanaan, sehingga belum ada
data-data dan tidak bisa dilakukan observasi maka dapat dilakukan dengan mempelajari bagan alur
proses dan berbagai bentuk perencanaan lainnya seperti strategi, kebijakan, prosedur dan program.

4.2.2. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diidentifikasi. Jika akan
mengidentifikasi risiko di bagian produksi, maka hal yang perlu diamati bagaimana proses produksi
itu berlangsung, selanjutnya mengidentifikasi dimana saja risiko dapat terjadi, kejadian apa saja yang
dapat menimpa dan apa penyebabnya. Demikian juga jika ingin melakukan identifikasi risiko di
bagian lainnya. Hal yang dilakukan adalah mengamati bagian tersebut, mencari tahu risiko apa saja
yang dapat terjadi pada bagian tersebut, kejadian apa yang bisa menimpa dan apa saja
penyebabnya.

4.2.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada orang-orang yang bekerja pada unit kerja yang
menjadi objek identifikasi risiko, meliputi manajemen, karyawan dan orang lain yang berhubungan
dengan unit kerja yang diidentifikasi. Mereka dianggap kompeten untuk memberikan informasi
tentang keberadaan risiko, termasuk kejadian-kejadian yang menimpa dan penyebabnya.
4.2.4. Pengacuan
Dilakukan dengan cara mencari informasi tentang risiko di tempat atau perusahaan lain, contohnya,
dari berita di media massa, dapat diketahui bahwa eskalator beresiko menyebabkan anak-anak
terjepit.

4.2.5. Pendapat Tenaga Ahli


Mencari informasi dari ahli di bidang risiko tertentu, contohnya dari bertanya pada dokter, dapat
diketahui bahwa orang dengan tingkat kolesterol tinggi beresiko kena penyakit jantung

4.3. Klasifikasi Kerugian Potensial


Seluruh kerugian potensial yang dapat menimpa bisnis pada pokoknya dapat diklasifikasikan
kedalam :
a. Kerugian atas harta kekayaan/property losses
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain/liability losses
c. Kerugian personil/personnil losses.
4.3.1. Kerugian Atas Harta
4.3.1.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta adalah kerugian yang menimpa harta milik perusahaan. Untuk kepentingan
penanggulangan risiko, harta dibagi ke dalam :
1) Benda tetap, yaitu harta yang terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya
2) Barang bergerak, yaitu barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya dapat
dibagi lagi ke dalam :
• Barang-barang yang digunakan untuk melakukan aktivitas produksi, misal bahan baku, peralatan,
suku cadang dan sebagainya.
• Barang-barang yang akan dijual, misal : hasil produksi, barang dagangan, surat-surat berharga,
uang, dan sebagainya.

4.3.1.2. Penyebab Kerugian Atas Harta


Penyebab kerugian terhadap harta dibedakan ke dalam :
1) Bahaya fisik, yaitu bahaya yang ditimbulkan karena kekuatan alam, seperti kebakaran, angin
topan, gempa bumi.
2) Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul karena :
a) Adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari norma-norma kehidupan yang wajar, misal :
pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.
b) Adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh manusia secara kelompok, misal :
pemogokan, kerusuhan, dan sebagainya.
3) Bahaya Ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, baik internal
perusahaan maupun eksternal perusahaan, misal : mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan
harga, persaingan dan sebagainya.

4.3.1.3. Macam-macam Kerugian atas Harta


Kerugian yang menimpa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam : 1) kerugian
langsung, 2) kerugian tidak langsung dan 3) kerugian pendapatan bersih (net income).
1) Kerugian langsung
Kerugian langsung adalah kerugian yang langsung terkait dengan peril yang menimpa harta tersebut,
yaitu kerugian yang diderita karena rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril, misalnya
gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama
dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang bersangkutan.
2) Kerugian tidak langsung
Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang disebabkan oleh berkurangnya nilai, terjadinya
kerusakan atau tidak berfungsinya barang lain selain yang terkena peril secara langsung. Kerugian
tidak langsung dapat juga dikatakan kerugian yang timbul lebih lanjut yang disebabkan adanya harta
yang terkena peril yang menimbulkan kerugian langsung.
Contoh :
• Makanan, minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah
disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya terbakar),
sehingga tidak bisa dilakukan pengaturan temperatur dan kelembaban. Jadi dalam hal ini kerugian
langsungnya adalah biaya perbaikan gardu listrik, sedangkan kergian tidak langsungnya adalah
terjadinya kerusakan makanan dan minuman akibat tidak berfungsinya alat pengatur temperatur.
• Harta yang terdiri dari dua komponen atau lebih, apabila salah satu komponennya rusak, maka
komponen-komponen yang lain jadi tidak bisa berfungsi, sehingga nilainya ikut menjadi berkurang,
meskipun sebetulnya tidak rusak.
• Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya masih ada bagian-bagian yang
tidak mengalami kerusakan dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya.
Kerugian tidak langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali bagian gedung yang
sebetulnya tidak rusak.
• Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan beberapa karyawan terpaksa harus menganggur
untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah/gajinya. Kerugian tidak
langsungnya adalah gaji/upah karyawan yang harus nganggur tersebut.

3) Kerugian Net Income


Kerugian net income, yaitu kerugian yang terjadi karena menurunnya pendapatan bersih suatu
perusahaan, yang disebabkan oleh hilangnya/berkurangnya manfaat suatu harta yang terkena peril,
baik sebagian maupun seluruhnya, sampai harta tersebut diganti atau dipulihkan seperti semula.
Karena suatu harta terkena peril mengakibatkan pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak
biayanya naik.
Sumber kerugian net income, terdiri dari dua hal, yaitu : pendapatan yang menurun dan biaya yang
meningkat
a) Pendapatan yang menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan, yang
disebabkan antara lain :
- Kerugian uang sewa
Jika suatu harta yang disewakan rusak/hancur terkenal peril, selanjutnya menimbulkan gangguan
terhadap operasi perusahaan, yaitu harta tersebut untuk sementara dalam perbaikan ataupun
seterusnya tidak dapat disewakan, sehingga perusahaan kehilangan pendapatan sewa.
- Bila suatu perusahaan hartanya terkena peril, selanjutnya terpaksa menghentikan atau
mengurangi volume operasinya, maka akan mengakibatkan:
o Keuntungan yang seharusnya diterima akan hilang
o Biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun operasi perusahaan mengalami gangguan.
- Gangguan tak terduga di dalam bisnis, yang dialami pemasok atau penyalur dari perusahaan.
- Hilangnya laba dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak karena kerusakan alat
produksi atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
- Bila karena peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi lebih sulit,
sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
- Perusahaan yang terkena peril biasanya perhatiannya lebih dicurahkan pada penyelamatan
operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga aktivitas pengumpulan piutang
akan menurun dan hasilnya juga akan turun.

b) Biaya yang meningkat.


Bila suatu perusahaan terkena peril dapat meningkatkan kenaikan beberapa jenis biaya, antara lain :
- Kenaikan biaya sewa
Karena terjadi kerusakan bangunan/peralatan, maka untuk melanjutkan operasinya perusahaan
terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain.
- Seringkali diperlukan biaya ekstra untuk meneruskan operasi perusahaan secara normal demi
menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
- Meningkatnya biaya perbaikan untuk barang-barang yang rusak.

4.3.1.4. Subyek Kerugian Harta

Dalam kaitannya dengan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa
pengertian harta di sini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula
sekumpulan hak, yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata, yang juga mempunyai
nilai ekonomis yang pasti. Hak tersebut dapat berupa berbagai bentuk yang dapat diperoleh dengan
berbagai cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan
memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada serta mengetahui bagaimana
cara menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian
harta dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita (subyek kerugian) tidak selalu
orang yang memiliki harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan
kepemilikan dan siapa yang bertanggung jawab atau menderita kerugian atas harta yang terkena
suatu peril.
1) Kepemilikan
Kepemilikan atas harta dapat diperoleh dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau
hasil-hasil dari kejadian yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan
menderita/bertanggung jawab atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya
memiliki sebagian dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian
tersebut.
2) Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak/bagian atas harta yang digunakan
sebagai jaminan. Oleh karena itu bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena terkena peril,
maka kreditur bisa menderita kerugian meskipun kreditur bukan pemilik dari harta tersebut.
3) Jual-beli bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat adalah
tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung
jawab dapat di pundak penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi
persyaratan kontrak jual-belinya.
4) Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril.
Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a) Berdasarkan hukum adat penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya,
yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b) Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta
kepada pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan
karena keusangan/keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.

5) Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara
berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh :
• Mobil yang direparasikan, untuk sementara berada di tangan pemilik bengkel.
• Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu
• Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut “bailee”
dan si pemilik barang disebut “bailor”, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut “bailments”.
Bila barang selama berada di tangan bailee terkena peril, tanggung jawab terhadap kerugian akibat
peril tersebut tergantung pada isi perjanjian bailmentsnya. Tetapi bagaimanapun juga bila kerugian
harta selama barang ada di tangannya diakibatkan oleh kecerobohannya, maka bailee bertanggung
jawab terhadap kerugian harta tersebut.
Kadang-kadang karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian atau
karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee
memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang
ada di tangannya, sekalipun kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak
demikian pada hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik dari hubungan bailments ini antara lain :
a) Identitas harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
b) Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
c) Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan
pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai sampai dimana tanggungjawab terhadap harta yang untuk sementara berada di bawah
kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
a) Bila penyerahan harta dalam bailments tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak
mendapatkan kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee
tidak bertanggung jawab atas kerugian harta tersebut.
Contoh :
Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut,
bila harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
b) Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee dapat meminjam dan
memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka
bailee bertanggungjawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh :
Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan
kepada pemiliknya dan pemilik tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya
disewakan), maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggungjawab pemilik bengkel.
c) Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah
pihak mendapatkan manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang
diserahkan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh :
Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik
mendapatkan bagian dari hasil persewaannya, maka bila mobil terkena peril, kerugiannya dipikul
bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
6) Easement
Easement adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak
penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta
tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh
melalui pengungkapan/pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui
sebuah perjanjian/akte (prescription).
Contoh :
Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya
untuk menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang
dagangan tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu
sendiri.

7) Lisensi
Lisensi adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk menggunakan
harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akibat penggunaan tersebut,
kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh :
Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan, kosmetik dan produk toiletris yang diperoleh
beberapa perusahaan di Indonesia.. Misalnya : hak PT. PZ. Cussons Indonesia untuk memproduksi
cream perawatan bayi milik PZ Cussons (Int) Ltd. England.

4.3.2. Tanggung jawab atas kerugian pihak lain


4.3.2.1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (Liability Loss Exposures) adalah tanggung jawab yang
timbul karena adanya kemungkinan aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil
pihak lain, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
4.3.2.2. Jenis Tanggung jawab kepada pihak lain
Tanggung jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Tanggung jawab sipil/perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya
dilakukan oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah.
Dimana keputusan hukumnya berupa : pengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan
(penggugat). Dimana pengadilan memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang berperkara
dan atas biaya mereka sendiri.
2) Tanggung jawab umum/pidana, berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan
diajukan oleh petugas pelaksana hukum (Jaksa Penuntut Umum) atas nama
masyarakat/umum/Negara terhadap individu maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung
jawab atas kerugian yang terjadi. Keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus
dibayar/dijalani oleh tersangka. Bila ancaman hukumannya cukup berat dan tersangka tidak mampu
membayar pengacara, maka pengacara disediakan dan dibayar oleh pemerintah.

4.3.2.3. Sumber tanggung jawab Sipil


Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul karena berbagai
sebab/sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul karena pelanggaran atau pembatalan atas
kontrak yang telah disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kecerobohan, yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, misalnya berupa : pelanggaran, salah tangkap, penyerangan,
memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akibat dari tindakan yang ceroboh, misalnya : memasang
strum pada pagar.
3. Subyek kecerobohan yang menimbulkan tanggung jawab seperti berupa gangguan pribadi,
kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan, misalnya : keringanan keputusan dari yang
seharusnya, kekurangan penggantian kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang lain, seperti : kebangkrutan, penyitaan, perwalian
dan sebagainya.

4.3.2.4. Cara Menentukan Tanggung jawab Sipil


Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada prinsip : “perlindungan
hukum hanya diberikan pada orang-orang yang dapat membuktikannya”.
Karena prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani kepentingannya sendiri
atau menggunakan pengacara yang profesional, agar dapat membuktikan bahwa dialah yang
memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan, ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang
yang berperkara dapat menang.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan/hukum tidak akan memberikan keadilan secara khusus, artinya pengadilan
akan memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk dapat “menentukan/membuktikan
sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa “dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan mengajukan
permohonan untuk itu. Jadi pengadilan tidak serta menentukan siapa yang berhak tanpa ada
permohonan untuk itu.
3. Ada batas “kadaluarsa”, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara memuaskan agar
berhasil gugatannya, dengan “jumlah bukti yang lebih besar” dari pada bukti yang diajukan oleh
tergugat., karena dalam penentuan hak ini dianut azas “Res Ipsa Loquitur” (= “Sesuatu yang
berbicara pada dirinya sendiri”).
4.3.2.5. Sifat Kerugian
Kerugian/kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan tanggung jawab yang
sah pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat “khusus/spesial”, yang biasanya mudah diketahui, misalnya kehilangan
hak milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat “umum”, yang biasanya tidak langsung dapat diketahui pada saat
peristiwa terjadi; misalnya : suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak dapat
diukur secara langsung, seperti : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian
immaterial)
Dalam proses hukum penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut dapat dinilai
sebelum proses pemeriksaan di pengadilan. Dalam
hal ini termasuk juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.

4.3.2.6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian


Lalai atau “tort” berasal dari kata “tortus”, yang artinya “membelit”, yaitu tingkah laku yang berbelit dan
tidak jujur. Salah/lalai atau tort adalah kesalahan sipil yang dapat diperbaiki dengan tindakan
pemberian “ganti rugi”.
Lalai adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak terjangkau oleh hukum
pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan pelanggaran hak milik dan
sebagainya.
1) Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku yang disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan
konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang pramuniaga mendemonstrasikan obat serangga berupa cairan yang
disemprotkan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu saja hal itu akan
mengakibatkan penderitaan orang yang ditawari.

2) Kelalaian yang tidak disengaja (ceroboh), yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga
mengakibatkan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap
pinicilin, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati
pasiennya dengan pinicilin yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat segera
memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.

4.3.2.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa/tergugat dapat mengajukan atau
menunjukkan bahwa ia tidak ceroboh, sehingga dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membela diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3
hal, yaitu :
1) Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko
yang dihadapi berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan tergugat.
Contoh :
Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang
dikemudikan rusak karena tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut
ganti rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang
dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2) Membandingkan sumbangan dari kecerobohan terhadap kerugian. Hal ini berlaku bila diduga
bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya ceroboh, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam
menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya
untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3) Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban
mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam melakukan tugas
kewajibannya. Dalam perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya.
Jadi kadang-kadang tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya
pengadilan tata usaha negara (PTUN) menunjukkan bahwa petugas/lembaga pemerintah tidak serta-
merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya yang merugikan orang/pihak lain.

4.3.2.8. Tanggung jawab yang berhubungan dengan perbuatan orang lain.


Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang seakan-akan
dilakukan sendiri mencakup :
1) Tanggung jawab yang timbul karena tindakan karyawannya sendiri.
Sampai seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung pada
tingkat pengawasan yang dapat dilakukan perusahaan/majikan terhadap tindakan karyawannya
tersebut.
2) Tanggung jawab yang timbul karena hubungan kontrak/kerjasama antara pelaku dan
perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya : kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek yang
ditanganinya.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada karyawannya sendiri
yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
a) kegagalannya dalam memilih kontraktor yang tepat,
b) yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan
kontraktor itu merupakan kerjasama.

4.3.2.9. Tanggung jawab terhadap kontrak


Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan sebagai
“pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga
menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

4.3.2.10. Tanggung jawab menurut Undang-undang/Peraturan


Semua negara tentu membuat peraturan/undang-undang tentang tanggung jawab dari tindakan-
tindakan tertentu yang dapat merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain :
1) Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga atas penjualan barangnya.
Contoh :
Penjual minuman keras bertanggung jawab atas kerugian orang lain akibat ulah pembelinya yang
mabuk.
2) Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan anaknya.
Pada prinsipnya orang tua tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku/ kenakalan anaknya.
Dalam praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang tua bertanggung jawab
terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
3) Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang peliharaannya,
terutama hewan peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila hewan peliharaannya berupa
binatang jinak/ternak (misalnya: anjing, kucing, ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus
dibuktikan terlebih dahulu ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.

4.3.2.11. Seluk-beluk tanggung jawab dan masalahnya.


1) Tanggung jawab yang muncul dari kepemilikan Real Estate
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung
pada status dari pengunjung pada saat melakukan kunjungan, yang dapat dibedakan ke dalam :
a) Pelanggar : yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa
diundang. Dalam hubungan ini hukum mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa
aman dan damai di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik
real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut.
b) Pemilik ijin : yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan
kontrak/bisnis dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah pihak.
Dalam keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan pemilik ijin.
c) Pengunjung : yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate.
Dalam kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang diderita
pengunjung sebagai akibat kondisi real estatenya.
Contoh :
Seorang yang datang berbelanja ke sebuah toko kepeleset, sehingga mengalami patah tulang
disebabkan lantai toko yang kurang bersih, maka pemilik toko bertanggung jawab penuh atas
kerugian tersebut.
2) Tanggung jawab yang muncul dari gangguan terhadap pribadi atau masyarakat
Perusahaan dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau masyarakat
akibat dari real estate miliknya tidak dapat melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya
perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi :
a) Gangguan Publik : misalnya pembuatan konstruksi jalan yang tidak aman oleh kontraktor,
kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian
ini menimbulkan tanggung jawab yang bersifat kriminal/pidana.
b) Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan kerugian pada seseorang,
yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh :
Peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa saluran air dan
sebagainya yang dapat mengganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam kasus yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung jawab
secara mutlak.

3) Tanggung jawab yang muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi Barang/jasa.
Adalah kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan
barang/jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/ kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan
pembeli/pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak
sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.

Hal ini meliputi :


a) Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang mencakup :
• Garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
• Kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau dapat mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli
dapat memenuhi tujuan pokoknya,
• Jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, misalnya bebas dari cacat yang tersembunyi.
b) Tanggung jawab yang muncul dari kecerobohan.
Contoh :
Kerugian yang timbul karena kecerobohan perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga
produknya mengandung zat-zat yang merusak.
c) Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul karena produknya yang merusak, yang bukan
karena kecerobohannya.
Contoh :
Perusahaan asbes bertanggung jawab atas sakit “Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang
diakibatkan oleh mengumpulnya debu-debu asbes dalam saluran pernafasan.

4) Tanggung jawab yang muncul dari Hubungan Fiducier


Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang
diembannya.
Contoh :
• Tanggung jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang
saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan/ loyalitas.
• Tanggung jawab dari para manajer terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat oleh
panitia/pimpinan.
5) Tanggung jawab para profesional
Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai hasil
keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung jawab terhadap kerugian
akibat dari penerapan keahlian mereka.
Contoh : Dalam dunia kedokteran : kerugian karena “malpraktek”.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, karena :
a) Tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
b) Perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada beberapa waktu yang lalu
belum tentu benar pada saat sekarang.

6) Tanggung jawab yang muncul karena penggunaan kendaraan bermotor


Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan kendaraan bermotor
(termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa :
a) Pengemudi : yaitu bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila kecelakaan itu akibat
kecerobohannya.
b) Pemilik kendaraan/Majikan : yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan pengemudi bertindak
atas suruhan dari pemilik/majikan.
Kesulitan yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi adalah kemampuan
keuangannya untuk membayar ganti rugi, karena umumnya para pengemudi kemampuan
keuangannya sangat terbatas.
Di Indonesia masalah ini dicoba diatasi dengan adanya lembaga asuransi sosial, yang khusus
memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang dikelola PT. Jasa Raharja.

4.3.3. Tanggung Jawab Atas Kerugian Personil


Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (Personnel Loss
Exposures) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan yang bersangkutan.
Kerugian tersebut mencakup kerugian karena karyawan atau keluarganya mengalami kecelakaan,
meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit atau kehilangan pekerjaan karena berbagai sebab. Dalam
peristiwa-peristiwa yang demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas
kerugian tersebut, maka adalah wajar bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus
memberikan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun yang menimpa
keluarganya. Jadi dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus memperhitungkan risiko yang
demikian ini. Maka dari itu Business Risk Management mencakup pula Family Risk Management.

4.3.3.1. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil


Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami karyawan
maupun keluarganya antara lain adalah :
1) Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2) Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan
3) Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan/ organisasi
karyawan, yaitu yang menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan
4) Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistem perpajakan yang berkaitan dengan
pemberian jaminan sosial
5) Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, di luar gaji/upah yang diberikan
6) Untuk membangun citra baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber daya
manusia/karyawan
7) Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan
8) Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut-sertakan karyawannya dalam
program asuransi sosial tenaga kerja (Asuransi Tenaga Kerja = Astek).

4.3.3.2. Hubungan Majikan dengan Karyawan


Perhatian yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansial) yang diderita oleh
karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk memelihara dan membina hubungan
yang baik/harmonis antara majikan/perusahaan dengan karyawannya. Dengan kebijaksanaan
tersebut diharapkan antara lain akan dapat : menarik karyawan baru yang berkualitas tinggi,
meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan, dapat mengurangi Labour turn over,
pemogokan dan sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan dapat : meningkatkan
produktivitas kerja karyawan karena dengan demikian mereka terbebas akan rasa was-was terhadap
risiko yang dapat menimpanya, termasuk bila nanti harus berhenti bekerja karena usia maupun
karena ketidakmampuan. Jadi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan
keuntungan perusahaan, sebab mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan
yang pesat, terutama sesudah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1) Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak Perang Dunia II langsung ditujukan kepada
masalah kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi ketenaga-kerjaan (employment).
2) Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan “harga” sebagai
kekuatan alasan organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah. Artinya kenaikan harga
tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut kenaikan upah.
3) Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memberikan sebagian keuntungan
perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang
dapat diperhitungkan sebagai unsur biaya dan dapat mengurangi sisa pendapatan kena pajak.

4.3.3.3. Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil


Tanggung jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1) Kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan.
2) Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak langsung dengan
aktivitas perusahaan.
1) Kerugian Personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan
Tanggung jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas
perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap karyawan yang
melaksanakan pekerjaan yang dia bebankan. Tanggung jawab tersebut biasanya akan terlihat pada
ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a) Harus bertanggung jawab terhadap kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh kecerobohannya
dalam bekerja.
b) Terpaksa menderita secara phisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja
Sebaliknya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan/perusahaan :
a) Harus tunduk kepada undang-undang tentang hubungan perburuhan, jaminan sosial dan
keselamatan kerja
b) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana maupun
perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik majikan/perusahaan juga
berkewajiban :
a) Melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga keselamatan kerja
yang layak
b) Memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan kerja
c) Menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, misalnya melatih karyawan untuk
menanggulangi keteledoran.
Pada pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan/perusahaan
terhadap karyawan, yaitu :
a) Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
dilakukan.
b) Santunan terhadap cacat yang diderita karyawan, akibat dari kecelakaan kerja
c) Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal karena kecelakaan kerja
d) Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diperlukan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan
yang menurun akibat kecelakaan kerja.

2) Kerugian Personil yang tidak berkaitan dengan aktivitas perusahaan


Karyawan termasuk keluarganya juga menghadapi risiko kerugian potensial dari menurunnya
kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang tidak
terduga, sebagai akibat seorang karyawan : meninggal dunia, kesehatan yang menurun, menganggur
maupun karena usia tua.
a) Meninggal Dunia
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang meninggal dalam usia muda
(premature death) adalah hilangnya sumber penghasilan (earning power). Berapa besar kerugian
finansial yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan dapat diestimasikan dengan cara melakukan
perkiraan penghasilan bersih yang diterima setiap bulan/tahun seandainya dia tidak meninggal
sampai masa pensiun dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk memelihara kehidupan/
kemampuannya selama itu. Selanjutnya dihitung “present value” dari sisanya.

b) Kesehatan yang menurun


Adalah suatu hal yang wajar bila seseorang karena sesuatu hal pada suatu ketika kondisi
kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita, yaitu :
1. Berkurang atau hilangnya sumber penghasilan karena ketidakmampuan atau berkurangnya
kemampuan
2. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila ketidakmampuannya bersifat tetap/selamanya maka kerugiannya akan sama dengan karena
kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama kemampuannya belum
pulih kembali.

c) Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang “terpaksa” (in-voluntary
unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan
salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang/karyawan.
Pengangguran dapat dibedakan ke dalam :
• Pengangguran menyeluruh (agregate unemployment), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh
sektor kehidupan ekonomi.
• Pengangguran selektif atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu
sektor/daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
• Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.
d) Pensiun
Kerugian finansial karena pensiun tidak sebesar kerugian finansial sebagai akibat kematian atau
pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi
meskipun demikian masalah ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir masa
kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati
masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua
orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena penghasilannya memang
terbatas (pas-pasan), sehingga tidak mungkin menabung : karena pola hidupnya yang boros pada
masa aktif bekerja dan sebagainya.

4.3.3.4. Kerugian yang menimpa perusahaan itu sendiri


Seorang Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensial yang diderita
oleh perusahaan itu sendiri sebagai akibat peril yang menimpa seseorang, yaitu kematian atau
ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik perusahaan.
Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan kedalam :
1) Key-Person Losses
Yaitu kerugian akibat kematian atau ketidakmampuan seseorang yang mempunyai posisi “kunci”
dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan.
Contoh :
Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang mempunyai posisi
kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang tersebut akan mempengaruhi kepercayaan
kreditur tersebut.
2) Credit Losses
Bagi perusahaan perbankan dan perusahaan lain yang menjual produknya secara kredit,
menghadapi resiko tidak lancarnya pengembalian/pembayaran kredit. Kelancaran pembayaran kredit
tersebut antara lain tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan penerima
kredit. Jadi apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu bekerja tentu akan
sangat mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang/kredit.
3) Business-Discontinuation Losses
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak mampu
melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan perusahaan untuk
sementara tidak beroperasi.
makalah manajemen resiko
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Benarkah kebanyakan orang ingin mengelakan risiko ?
Karena selalu ingin aman dan hidup tentram, maka memang
kebanyakan orang takut menanggung resiko. Namun semua
tahap kehidupan kita mengandung resiko. Kemanapun kita
mengelak atau lari dari resiko, makaa disitupun kita akan
menemukan risiko yang lainnya. Resiko merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan. Bahkan ada orang yang
mengatakan , bahwa tak ada hidup tanpa resiko
sebagaimana tak ada hidup tanpa maut. Jadi dengan
demikian setiap hari kita menghadapi resiko, baik sebagai
perorangan, maupun sebagai perusahaan. Orang berusaha
melindungi diri tehadap resiko, demikian pula badan usaha
pun harus berusaha melindungi diri terhadap resiko.
Agar resiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan,
maka seharusnyalah itu dimanajemeni dengan sebaik-
baiknya. Namun benarkah para pengusaha Indonesia kurang
memperhatikan manajemenn resiko?Program Manajemen
Resiko pertama-tama bertugas mengidentifikasikaan resiko-
resiko yang dihadapi, sesudah itu mengukur atau
menentukan besarnya resiko itu dan kemudian barulah
dapat dicarikan jalan untuk menghadapi ataau menangani
resiko itu. Ini berarti orang harus menyusun strategi untuk
memperkecil ataupun mengendalikannya.
Pendeknya dengan progran itu, dapatlah dilindungi
keefektifan operasi perusahaan yang bersangkutan. Jadi
pernyataan yang harus dicari jawabannya oleh manajer
resiko antara lain adalah : Resiko apa saja yang dihadapi
perusahaannya. Bagaimana dampak resiko itu terhadap
kehidupan bisnis perusahaannya. Resiko mana yang harus
dihadapi sendiri, mana yang harus dipindahkan kepada
asuransi. Metode mana yang cocok dan efisien untuk
menghadapinya.
B. Rumusan Masalah
Didalam makalah ini akan dibahas meliputi :
1. Pengertian resiko dan manajemen resiko
2. Macam-macam resiko
3. Upaya penanggulangan resiko
4. Konsep resiko
5. Manfaat manajemen resiko
6. Langkah-langkah manajemen resiko
7. Sumbangan manajemen resiko
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai
tugas mata kuliah pengantar ilmu manajemen, penulis
berharap dengan makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pemakalah khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian resiko dan manajemen resiko


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Resiko adalah
kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan
perusahaan.
Vaugan (1978), mengemukakan beberapa definisi resiko
sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut :
1. Risk is the chance of loss ( Resiko adalah kerugian )
Chance of loss berhubungan dengan
suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk
menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi
tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena
terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat
kerugian. Dalam halchance of loss 100%, berarti kerugian
adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
2. Risk is the possibility of loss ( Resiko adalah kemungkinan
kerugian )
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu
peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini
kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3. Risk is uncertainty ( Resiko adalah ketidakpastian )
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective.
Subjective uncertainty merupakan penilaian individu
terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan
dan sikap individu yang bersangkutan.
4. Risk is the dispersion of actual from expected result ( Resiko
merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang
diharapkan)
Sedangkan Manajemen risiko adalah suatu sistem
pengawasan risiko dan perlindungan harta benda, hak milik
dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas
kemungkinan timbulnya kerugian karena adanya suatu
risiko.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas
manusia termasuk: Penilaianrisiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan
risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi
efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh
penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran,
kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di
sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan
menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah
untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan
dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat
diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai
jenis ancaman yang disebabkan
oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik.
Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala
cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas
manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
B. Macam-macam Resiko
Menurut sifatnya dibedakan ke dalam :
1. Risiko murni, risiko yang terjadi pasti akan menimbulkan
kerugian dan terjadinya tanpa sengaja. Misal : kebakaran,
bencana alam, pencurian, penggelapan, dan sebagainya.
2. Risiko spekulatif, risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang
bersangkutan agar memberikan keuntungan bagi pihak
tertentu. Misal: utang piutang, perdagangan berjangka, dan
sebagainya.
3. Risiko fundamental, risiko yang penyebabnya tidak dapat
dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita cukup
banyak. Misal : banjir, angin topan, dan sebagainya. Risiko
khusus, risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri
dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal
kAndas, pesawat jatuh, dan sebagainya. Risiko dinamis,
risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan
masyarakat di bidang ekonomi, ilmu, dan teknologi, seperti
risiko penerbangan luar angkasa.
Menurut sumber/penyebab timbulnya :
1. Risiko intern, risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu
sendiri, seperti kerusakan aktiva karena kesalahan karyawan,
kecelakaan kerja.
2. Risiko ekstern, risiko yang berasal dari luar perusahaan,
seperti pencurian, persaingan dalam bisnis, fluktuasi harga,
dan sebagainya.
Untuk garis besarnya ada bermacam-macam risiko dalam
berusaha dan upaya untuk menghindari atau memperkecil
risiko, yaitu :
1. Risiko teknis
Risiko ini terjadi akibat kekurangmampuan manajer atau
Wirausaha dalam mengambil keputusan. Risiko yang sering
terjadi:
a. Biaya produksi yang tinggi (inefisien),
b. Pemakaian sumber sumber daya yang tidak seimbang
(tenaga kerja terlalu banyak),
c. Terjadi pencurian, akibat pengawasan yang kurang baik,
d. Terjadi kebakaran, akibat keteledoran dan kurang
kecermatan,
e. Terus menerus rugi karena biaya yang terus membengkak
serta harga jual tak berubah,
f. Penempatan tenaga kerja yang kurang tepat sehingga
produktivitas kerja menurun, Perencanaan dan desain yang
salah, sehingga sulit dioperasionalkan, serta hal-hal yang
berhubungan dengan ketatalaksana-an perusahaan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dapat ditempuh
upaya-upaya sebagai berikut,
a. Manajer atau Wirausaha menambah pengetahuan tentang:
1) Keterampilan teknis (technological skill), terutama yang
berkaitan dengan proses produksi yang dihasilkan.
Diupayakan dengan memakai metode yang dapat
menurunkan biaya produksi (efisien). Misalnya yang semula
dengan teknologi tradisional diganti dengan teknologi tepat
guna atau teknologi modern.
2) Keterampilan mengorganisasi (organizational skiil), yaitu
kemampuan meramu yang tepat dari factor produksi dalam
usaha, mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya modal. Ibarat membuat kue, bagaimana
agar rasanya enak, murah, dan disenangi pembeli.
3) Keterampilan memimpin (managerial skill), yaitu
kemampuan untuk mencapai tujuan usaha dan dapat
dikerjakan dengan baik dan serasi oleh semua orang yang
ada pada organisasi. Untuk ini, setiap pimpinan dituntut
membuat konsep kerja yang baik (conceptional skill).
b. Membuat strategi usaha yang terarah untuk masa depan,
yang meliputi strategi produksi, strategi keuangan, strategi
sumber daya manusia, strategi operasional, strategi
pemasaran, dan strategi penelitian dan pengembangan.
Tujuan strategi ada tiga, yaitu tetap memperoleh
keuntungan, hari depan lebih baik dari sekarang (usaha
berkembang) dan tetap bertahan (survive). Upaya yang
dilakukan ialah kepAndaian menganalisis dan memprognosa
keadaan di dalam dan di luar lingkup organisasi.
c. Mengalihkan kerugian pada perusahaan asuransi, dengan
konsekuensi setiap saat harus membayar premi asuransi
yang merupakan pengeluaran tetap.
2. Risiko pasar
Risiko ini terjadi akibat produk yang dihasilkan kurang laku
atau tidak laku di pasar. Produk telah menjadi kuno
(absolensence) yang diperoleh terus menurun dan terjadi
kerugian. Akibatnya penerimaan (revenue) yang diperoleh
terus menurun dan terjadi kerugian. Hal ini akan menjadi
bencana usaha yang berakibat usahanya sampai di terminal
alias gulung tikar. Upaya yang dapat ditempuh pengusaha
adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan inovasi (product innovation), yaitu membuat
desain baru dari produk yang disenangi calon pembeli.
b. Mengadakan penelitian pasar (market research) dan
memperoleh informasi pasar secara berkesinambungan.
3. Risiko kredit
Adalah risiko yang ditanggung kreditor akibat debitor tidak
membayar pinjaman sesuai waktu yang telah disepakati.
Sering terjadi produsen menaruh produknya lebih dulu dan
dibayar kemudian. Atau debitor meminjam uang untuk
usaha tetapi usahanya gagal, akibatnya timbul kredit macet.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut diantaranya sebagai
berikut:
a. Berikan kredit pada seseorang yang minimal memenuhi
syarat sebagai berikut:
1) Dapat dipercaya (character), yaitu watak dan reputasi yang
telah diketahui.
2) Kemampuan untuk membayar (capacity). Hal ini dapat
dilihat dari kemampuan/hasil yang diperoleh dari usahanya.
3) Kemampuan modal sendiri yang ditempatkan dalam usaha
(capital) sehingga merupakan net personal assets.
4) Keadaan usahanya selama ini (conditions) apakah
menunjukkan trend naik mendatar atau menurun.
b. Jangan memberikan pinjaman yang terlalu besar sambil
mengevaluasi kredibilitas debitor.
c. Memperhatikan pengelolaan dana debitor bila yang
bersangkutan memiliki perusahaan. Yang perlu diperhatikan
adalah lembaran neraca, laporan laba-rugi tahunan dan
aliran dana setiap tahun.
4. Risiko alam
Risiko ini terjadi di luar pengetahuan manusia, misalnya
gempa bumi, banjir, angin puyuh, dan kemarau panjang.
Karena kemungkinan terjadi sangat kecil risiko ini dapat
dianggap tidak ada. Tetapi, bila takut menhadapi risiko
tersebut, ada perusahaan asuransi yang berani menanggung
risiko tersebut.
C. Upaya Penanggulangan Resiko
Upaya penanggulangan risiko berdasar pada sifat dan objek
yang terkena risiko ada beberapa cara untuk menanggulangi
atau meminimumkan risiko, sebagai berikut:
1. Mengadakan pencegahan dan penanggulangan terhadap
kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan
kerugian
2. Melakukan retensi artinya mentolerir terjadinya kerugian,
dengan membiarkan terjadinya kerugian dan untuk
mencegah terganggunya operasi dengan menyediakan dana
untuk penanggulangannya.
3. Melakukan pengendalian terhadap risiko, seperti melakukan
perdagangan berjangka
4. Mengalihkan/memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu
dengan cara mengadakan kontrak pertangguhan (asuransi)
dengan perusahaan asuransi terhadap risiko tertentu.
D. Konsep Resiko
Konsep dasar semua risiko mengandung ketidak-
pastian. Sebagian dari risiko tersebut dapat dialihkan kepada
asuransi, namun tidak semua risiko dapat diasuransikan.
Ketidak-pastian yang terdapat dalam setiap risiko
mencakup dua hal, yaitu ketidak-pastian mengenai :
1. Terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang menimbulkan
kerugian.
2. Besar kecilnya kemungkinan kerugian jika terjadi peristiwa
yang menimbulkan kerugian tersebut.
Pada umumnya masyarakat mempersamakan pengertian
resiko, hazard, peril dan losser. Padahal ketiga hal tersebut
berbeda. Maka dari itu hal ini harus dibedakan secara jelas
dan tegas.
Hazard → Peril →Losser
1. Hazard adalah keadaan bahaya yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya peril (bencana).
2. Peril adalah suatu peristiwa/kejadian yang dapat
menimbulkan kerugian atau bermacam kerugian.
3. Losser adalah kerugian yang diderita akibat kejadian yang
tidak diharapkan tapi ternyata terjadi.
E. Manfaat Manajemen Resiko
1. Membantuperusahaanmenghindarisemaksimalmungkinbiay
a-biaya yang terpaksaharusdikeluarkan.
2. Membantumanajemenuntukmemutuskanapakah resiko yang
dihadapiperusahaanakandihindariataudiambil.
3. Jikapenaksiran
risikodilakukansecaraakuratmakadapatmemaksimalkankeunt
unganperusahaan.
F. Langkah-langkah Manajemen Resiko
1. Mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko yang mungkin
akan dialami oleh perusahaan
2. Mengevaluasi atas masing-masing risiko ditinjau dari severity
(nilai risiko) dan frekuensinya
3. Mengendalikan risiko, secara fisik (risiko dihilangkan, risiko
diminimalisir) dan ataupun secara finansial (risiko ditahan,
risiko ditransfer)
4. Menghilangkan risiko berarti menghapuskan semua
kemungkinan terjadinya kerugian, misalnya dalam
mengendarai mobil di musim hujan, kecepatan kendaraan
dibatasi maksimum 60 km/jam
5. Meminimalisasi risiko dilakukan dengan upaya-upaya untuk
meminimumkan kerugian, misalnya dalam produksi, peluang
terjadinya produk gagal dapat dikurangi dengan pengawasan
mutu (quality control)
6. Menahan sendiri risiko berarti menanggung keseluruhan
atau sebagian dari risiko, misalnya dengan cara membentuk
cadangan dalam perusahaan untuk menghadapi kerugian
yang bakal terjadi (retensi sendiri)
7. Pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan
memindahkan kerugian atau risiko yang mungkin terjadi
kepada pihak lain, misalnya perusahaan asuransi
G. Sumbangan Manajemen Resiko
1. Terhadap perusahaan
a. Manajemen resiko dapat mencegah perusahaan dari
kegagalan
b. Oleh karena laba dapat ditingkatkan melalui pengurangan
pengeluaran, maka Manejem Resiko menunjang secara
langsung peningkatan laba tersebut.
c. Manajemen Resiko dapat menyumbang secara tidak
langsung laba sedikitnya dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Jika sebuah perusahaan dapat memanajeri resiko murninya
dengan berhasil, maka manajer akan bersifat tenang dan
percaya diri, dan membuka pikiran untuk menyelidiki resiko
spekulatif.
2) Dengan membebaskan manajer umum dari aspek resiko
murni dari proyek yang bersifat spekulatif, maka manajemen
resiko dalam hal ini menunjang peningkatan kualitas
keputusan yang diambil.
3) Bila keputusan telah diambil untuk menerima pokok yang
bersifat spekulatif, maka penanganan resiko spekulatif lebih
efisien.
4) Manajemen resiko dapat mengurangi fluktuasi laba tahunan
dan aliran kas.
5) Melalui persiapan sebelumnya, manajemen resiko dalam
banyak hal dapat membuat perusahaan melanjutkan
kegiatannya walaupun telah mengalami kerugian. Jadi,
dengan demikian mencegah langganan pindah kesaingan.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan
oleh adanya perlindungan terhadap resiko murni,
merupakan harta non material bagi perusahaan
e. Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko
murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih
menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak
langsung menolong meningkatkan public image.
2. Terhadap keluarga
a. Manajemen resiko dapat mempersiapkan keluarga dengan
kelima faedah tersebut diatas.
b. Manajemen resiko yang sehat mungkin menyanggupkan
suatu keluarga untuk mengurangi pengeluaran untuk
asuransi tanpa mengurangi sifat perlindungannya.
c. Jika suatu keluarga telah dilindungi terhadap kematian atau
kesehatan, kehilangan atau kerusakan harta bendanya, maka
keluarga itu mungkin akan berani untuk menanggung resiko
dalam berinvestasi atau persetujuan mengenai karier.
d. Suatu keluarga dapat disembuhkan dari tekanan fisik dan
mental.
e. Keluarga mungkin memetik faedah dari program
manajemen resiko yang menolong orang-orang lain.
3. Terhadap Masyarakat
a. Manajemen resiko membuat masyarakat sekitar perusahaan
akan ikut menikmati, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap hasil penanggulangan risiko yang
dilakukan perusahan, misalnya masyarakat tidak terganggu
akibat pemogokan kerja, demo karyawan serta terhindar
dari pencemaran lingkungan
b. Dan Masyarakat juga dapat memetik faedah dari makin
efisiennya manajemen resiko menangangi perusahaan dan
keluarga akan mengurangi beban masyarakat ( social cost ).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Risiko berkaitan dengan kondisi terjadinya deviasi
yang menyebabkan kerugian. Dalam dunia usaha, kondisi ini
senantiasa ada dan menuntut perhatian manajemen untuk
mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan Manajemen
risiko meliputi identifikasi atas risiko yang ada, mengukur
beratnya risiko, dan menanganinya dengan pendekatan /
strategi tertentu.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas
manusia termasuk: Penilaianrisiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan
risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi
efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan
begitu saja, melainkan suatu upaya yang sistematik dan
terstruktur serta terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

http://tn.upi.edu/e-learning/course/info.php?id=70
http://managemenrisiko.webs.com/kesimpulan.htm
id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
www.tugu.com/understanding-insurance/risk-management.html
www.spexotics.com

http://adhityadwiputra.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-
resiko-tingkatan-dan-cara.html
Makalah Manajemen Resiko
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata “Resiko”


dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh
kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja
individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti
resiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena
banjir di musim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita
menanggung kerugian jika resiko-resiko tersebut tidak kita antisipasi
dari awal. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau
keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Sebagaimana kita pahami dan sepakati bersama bahwa
tujuan perusahaan adalah membangun dan memperluas
keuntungan kompetitif organisasi.

Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena


kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang
akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian
yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan
istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang
menimbulkan akibat yang merugikan disebut dengan istilah resiko
(risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen resiko menjadi
trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan
kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen
resiko dalam bisnis pada masa kini.

Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang


dihadapi seseorang atau perusahaan di mana terdapat
kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang
dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar, dan
walaupun mengalami kerugian sangat kecil sekali. Misalnya
membeli lotere. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang
sangat besar, tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan
membeli lotere relatif kecil. Apakah ini juga tergolong resiko?
Jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama
mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko.

Mengapa resiko harus dikelola? Jawabannya tidak sulit ditebak,


yaitu karena resiko mengandung biaya yang tidak sedikit.
Bayangkan suatu kejadian di mana suatu perusahaan sepatu yang
mengalami kebakaran. Kerugian langsung dari peristiwa tersebut
adalah kerugian finansial akibat asset yang terbakar (misalnya
gedung, material, sepatu setengah jadi, maupun sepatu yang siap
untuk dijual). Namun juga dilihat kerugian tidak langsungnya, seperti
tidak bisa beroperasinya perusahaan selama beberapa bulan
sehingga menghentikan arus kas. Akibat lainnya adalah macetnya
pembayaran hutang kepada supplier dan kreditor karena terhentinya
arus kas yang akhirnya akan menurunkan kredibilitas dan hubungan
baik perusahaan dengan partner bisnis tersebut.

Resiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen


resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat
mengantisipasi lingkungan cepat berubah, mengembangkan
corporate governance, mengoptimalkan strategic management,
mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan
mengurangi reactive decision making dari manajemen puncak.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manajemen Resiko

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa


manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi
dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman;
suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko,
pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko
dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko
kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif
resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko
tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko
yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam
atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).

Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses


mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk
mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang
dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain,
menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan
menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari resiko
tertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management)
dapat diartikan sebagai “a process, effected by an entity’s board of
directors, management and other personnel, applied in strategy
setting and across the enterprise, designed to identify potential
events that may affect the entity, manage risk to be within its risk
appetite, and provide reasonable assurance regarding the
achievement of entity objectives.

Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen


semua perusahaan. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai
metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu
aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari
semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah
identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk
menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable)
organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan
downside dari semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi
organisasi. Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses,
mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam
memimpin keseluruhan sasaran organisasi.

Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan


mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi
organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen
resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu
permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam
melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa
kini dan masa depan.

Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi


dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin
beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus
diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran
operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta
kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi,
di mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko
sebagai bagian dari deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung
akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward,
mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan.

Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat


dijabarkan lebih lanjut berdasarkan kata kunci sebagai berikut:

1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan
dimonitor secara berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu
kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).

2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di
lingkungan organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah,
manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai
institusi/departemen yang bersangkutan.

3. Applied in strategy setting


Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi
organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan
penggunaan manajemen resiko, strategi yang disiapkan disesuaikan
dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari
organisasi.

4. Applied across the enterprised


Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko
diaplikasikan dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh
bagian/unit pada organisasi. Mengingat resiko masing-masing
bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan
penentuan resiko oleh masing-masing bagian.

5. Designed to identify potential events


Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau
keadaan yang secara potensial menyebabkan terganggunya
pencapaian tujuan organisasi.

6. Provide reasonable assurance


Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan
jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat
berlangsung secara optimal.

7. Geared to achieve objectives


Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk


mengurangi resiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan
bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi, dan
politik. Di sisi lain, pelaksanaan manajemen resiko melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya entitas
manajemen resiko (manusia, staff, organisasi).

Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam


manajemen resiko dapat diklasifikasi menjadi:

Resiko Operasional
Resiko Hazard
Resiko Finansial
Resiko Strategis

Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan


manajemen resiko terintegrasi korporasi (enterprise risk
management). Manajemen resiko dimulai dari proses identifikasi
resiko, penilaian resiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi.

a. Mengidentifikasi resiko

Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam


suatu aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks
sangatlah vital dalam manajemen resiko. Salah satu aspek penting
dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang mungkin
terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan
dalam identifikasi resiko antara lain:

1. Brainstorming
2. Survey
3. Wawancara
4. Informasi historis
5. Kelompok kerja

b. Menganalisa resiko

Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah


pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi
terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko
tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah
subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa
resiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk
memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi.
Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan
dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan
dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko.

Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan


kemungkinan terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak
selalu tersedia untuk beberapa resiko tertentu. Selain itu,
mengevaluasi dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit
untuk asset immaterial.

3. Monitoring resiko

Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko


merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek.
Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini saja.
Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan
suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai
penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk selalu
memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan
pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah
dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun
berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang
dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

2.2 Konsep Resiko

Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena


kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang
akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko memiliki beberapa
definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau
keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Menurut Vaughan (1978) mengemukakan beberapa
definisi resiko sebagai berikut:

Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian)

Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan)


terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance
dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti
kerugian adalah pasti sehingga resiko tidak ada.

- Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan


kerugian).

Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada


di antara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai
dalam analisis secara kuantitatif.

- Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian).


Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective
uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko
yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang
bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua
definisi resiko berikut.

- Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko


merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan).

Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan


sesuatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-
rata.

- Risk is the probability of any outcome different from the one


expected (resiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda
dengan outcome yang diharapkan)

Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu


kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa outcome yang
berbeda dari yang diharapkan. Dari berbagai definisi di atas, resiko
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk
(kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata
lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian.

Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard.
Peril merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya
suatu kerugian. Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi
yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.

Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:

1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada


karakteristik secara fisik dari objek yang dapat memperbesar
terjadinya kerugian.

2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari


orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan
kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.

3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa


sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan
sehingga memungkinkan timbulnya peril.

4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu


peraturan atau perundang-undangan yang bertujuan melindungi
masyarakat sehingga memperbesar terjadinya peril.

Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari


institusi yang bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam, operasional,
manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan
manajemen dari organisasi.

Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja
suatu instansi berasal dari resiko rendahnya mutu pelayanan
kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber
daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti
keterbatasan fasilitas kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak
pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan
timbulnya ketidakpercayaan dari publik.

Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor


publik yang menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan
dana yang terbatas, resiko yang dihadapi instansi Pemerintah akan
semakin bertambah dan meningkat. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan
prioritas strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi.

2.2.1 Kategori Resiko

Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :

1. Resiko spekulatif

2. Resiko murni

Resiko spekulatif

Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan


yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan
kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah
resiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan
dananya di suatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah
investasinya merugikan. Resiko yang dihadapi seperti ini adalah
resiko spekulatif.

Resiko murni
Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat
merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin
menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila
perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan
menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi
kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan
kerugian, bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada kesengajaan
untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni
adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak
terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara
menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan
demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya
resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat
diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama antara resiko
spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada
atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan
untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan
untung.

Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan.


Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan
maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka
dikatakan resiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko
spekulatif adalah resiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan
kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer
resiko tugas utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani
risiko spekulatif, kecuali jika adanya resiko spekulatif memaksanya
untuk menghadapi resiko murni tersebut.

Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi


cara penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai
resiko sosial, resiko fisik, dan resiko ekonomi.

Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau


ketidakpastian dapat dibagi sebagai berikut:

1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan

2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri

2.3 Mengidentifikasi resiko

Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk


menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko
(kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh karena
itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam
menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem
pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian
hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain
(liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses).
Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan resiko dan
menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu
perusahaan.

Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan


dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk
mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan adalah
sebagai berikut:

1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire)

2. Metode laporan Keuangan (financial statement method)

3. Metode peta aliran (flow-chart)

4. Inspeksi langsung pada objek

5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan

6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu

7. Analisis lingkungan

Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin,


peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya,
manajer resiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard.
Oleh karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi resiko
tergantung pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain
yang terkait dalam perusahaan.

Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses


mengidentifikasikan resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau
konsultan manajemen resiko. Hal ini tentunya memiliki kelemahan,
di mana mereka membatasi proses hanya pada resiko yang
diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen
untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok
dengan situasi yang dihadapi.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Kasus Manajemen Asset Berbasis Resiko pada Perusahaan Air


Minum

Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan
manusia. Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada
World Water Forum II di Denhaag, Belanda tahun 2000,
memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di
beberapa negara. Krisis air dapat saja terjadi di Indonesia apabila
pemerintah dan perusahaan air minum tidak dapat secara maksimal
mengelola asset utamanya.

Berbagai permasalahan yang dihadapi perusahaan air minum saat


ini, seperti: tingginya tingkat kebocoran air yang diproduksi,
kapasitas produksi yang belum terpakai, biaya
operasional/pemeliharaan untuk menghasilkan air bersih setiap
meter kubiknya masih lebih tinggi atau sama dengan harga jual air
setiap meter kubiknya, belum dapat terpenuhinya kebutuhan
masyarakat akan air minum bersih, baik secara kuantitas maupun
kualitas, konflik perebutan air baku yang melintasi dua atau lebih
pemerintah daerah, adanya daerah yang tidak menyediakan
pengaturan air baku, adanya penggundulan hutan di kawasan
daerah aliran sungai, kesulitan keuangan, terbelit hutang yang
cukup besar dan tidak mampu membayar hutang sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan, bahkan tidak sedikit dari perusahaan
air minum yang ada, jika ditinjau dari posisi keuangan perusahaan
sudah dalam keadaan pailit mencerminkan belum maksimalnya
pengelolaan asset utama perusahaan air minum.

Bagi perusahaan air minum, infrastruktur air minum merupakan


asset utama yang nilainya signifikan. Oleh karena itu, harus dikelola
secara baik mulai sejak perencanaan kebutuhan, penyediaan dana,
pengadaan asset, pengoperasian, pemeliharaan, hingga pada
pemusnahan asset.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, manajemen asset


merupakan asset merupakan suatu proses untuk menghasilkan nilai
maksimal bagi semua stakeholder perusahaan dari pengelolaan
asset fisik yang dimiliki perusahaan, baik untuk kepentingan bisnis
maupun kepentingan umum, dengan menyeimbangkan kinerja
operasional dari asset dengan biaya siklus hidup dan profil
resikonya. Manajemen berbasis resiko lebih menekankan pada
proses mengelola asset fisik yang sangat besar dan berhubungan
dengan resiko-resiko yang melekat pada proses tersebut dengan
melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset
utama perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab
utama kegagalan pencapaian sasaran perusahaan. Penerapan
proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh aktivitas
bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih menekankan
pada aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap aktivitas
lifecycle asset management). Tujuan dari diterapkannya proses
manajemen resiko adalah tidak hanya untuk memberikan
perlindungan dan kesinambungan aktivitas bisnis inti dan jasa yang
penting, tetapi juga memenuhi kewajiban hukum; menjaga
kesehatan pekerja dan masyarakat; perlindungan lingkungan;
beroperasinya dan perlindungan asset pada biaya rendah; dan
rencana kontijensi untuk situasi darurat bila terjadi rencana alam.

Proses manajemen resiko meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi resiko

Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan


perusahaan. Seluruh resiko yang mungkin terjadi dan berdampak
negative bagi perusahaan secara signifikan harus terlebih dahulu
diidentifikasi. Pada perusahaan air minum resiko yang mungkin
terjadi adalah:

Ketidaktersediaan air di sumber air dapat terjadi karena kegagalan


pada struktur sumber air, kekeliruan dalam memperkirakan
hasil/kapasitas penyimpanan, kualitas sumber air yang tidak
memenuhi syarat, dan kegiatan operasional yang tidak tepat.
Kehilangan air yang sebenarnya (real loss) dapat terjadi karena
adanya penguapan air di tempat penyimpanan (storage
evaporation), dan kebocoran (leakage) seperti kebocoran pada pipa
jaringan distribusi, dan tempat penyimpanan air/reservoir.
Kehilangan air yang jelas terlihat (apparent loss) dapat terjadi
karena adanya pengukuran meteran yang tidak akurat (inaccurate
metering) seperti alat kalibrasi meteran yang tidak akurat, alat
meteran yang sudah tua, alat meteran yang berputar rendah, dan
adanya pemakaian air yang tidak terukur dengan meteran
(unmetered usage) seperti pemakaian yang tidak dibenarkan
(pemakaian untuk irigasi yang tidak illegal, pemakaian hidran yang
tidak illegal, sambungan pipa yang tidak illegal) dan pemakaian
yang dibenarkan (pemadam kebakaran, pekerjaan jalan, dan
taman).
Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena pembuangan air
limbah yang tidak terkendali dari kegiatan pemeliharaan atau
kegagalan jaringan pipa.
Terganggunya keselamatan dan kesehatan masyarakat pengguna
air minum dapat terjadi karena kerusakan peralatan dan
tercemarnya sumber air minum/produksi air minum selama
pembangunan, pemeliharaan, atau pengoperasian infrastruktur
penyedia air.
Kenaikan harga asset infrastruktur penyedia air dapat terjadi karena
kenaikan tingkat inflasi, kenaikan nilai tukar mata uang asing
terhadap rupiah, dan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman dapat terjadi karena kondisi
perekonomian nasional yang tidak baik.

Sedangkan resiko pada tingkatan proses/aktivitas lifecycle asset


management yang mungkin terjadi dapat dilihat pada table 1.

b. Menganalisis Resiko

Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran


tingkat kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko
dilakukan setelah mempertimbangkan pengendalian resiko yang
ada. Pengukuran resiko dilakukan menggunakan criteria
pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif, atau kuantitatif
tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian peristiwa dan
dampak kerugian yang ditimbulkannya.

c. Mengevaluasi Resiko

Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka


disusunlah urutan prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat
resiko tertinggi, sampai dengan resiko terendah. Resiko yang tidak
termasuk dalam resiko yang dapat diterima/ditoleransi merupakan
resiko yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah
diketahui besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko, maka perlu
disusun peta resiko.

d. Menangani Resiko

Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan


rencana tindakan untuk meminimalisir kemungkinan dampak
terjadinya resiko dan personel yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani resiko berupa
memindahkan resiko melalui asuransi dan kontrak kerja kepada
pihak ketiga, mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya resiko
dengan cara menambah/meningkatkan kecukupan pengendalian
internal yang ada pada proses bisnis perusahaan, dan
mengeksploitasi resiko bila tingkat resiko dinilai lebih rendah
dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa yang akan
terjadi. Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya dan manfaat, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan rencana tindakan lebih rendah
daripada manfaat yang diperoleh dari pengurangan dampak
kerugian resiko.

Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan


ditangani dimasukkan ke dalam register resiko yang memuat
informasi mengenai nama resiko, uraian mengenai indikator resiko,
faktor pencetus terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak
kerugian bila resiko terjadi, pengendalian resiko yang ada, ukuran
tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko setelah
mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana tindakan
untuk meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko,
serta personil yang bertanggung jawab melakukannya.

e. Memantau Resiko

Perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan menimbulkan


resiko baru bagi perusahaan, mengubah tingkat
kemungkinan/dampak terjadinya resiko, dan cara penanganan
resikonya. Sehingga setiap resiko yang teridentifikasi masuk dalam
register resiko dan peta resiko perlu dipantau perubahannya.

f. Mengkomunikasikan Resiko

Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan


penanganan resiko dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang
berkepentingan terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan
untuk memastikan bahwa tujuan manajemen resiko dapat tercapai
sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak yang
berkepentingan berasal dari internal perusahaan (manajemen,
karyawan) dan eksternal perusahaan (pemasok, pemerintah
daerah/pusat, masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, dan
konsumen air bersih).

Walaupun penerapan proses manajemen resiko pada perusahaan


air minum di Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum
belum ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko
merupakan praktik terbaik (best practice), maka seharusnya sudah
mulai diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada
setiap aktivitas bisnis perusahaan air minum, khususnya pada
aktivitas manajemen asset.
Agar manajemen resiko dapat diterapkan dengan baik, maka perlu
disiapkan segala infrastruktur manajemen resiko antara lain:
pedoman manajemen resiko (kebijakan, pedoman umum, prosedur,
dan formulir), struktur organisasi manajemen resiko (tugas,
wewenang, tanggung jawab personil untuk melaksanakan
manajemen resiko), dan sistem informasi pelaporan/pemantauan
pelaksanaan manajemen resiko.

BAB 4

SIMPULAN

4.1 Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah


sebagai berikut:

Manajemen asset merupakan aktivitas yang dilakukan oleh


manajemen yang tidak terlepas dari resiko. Manajemen asset
berbasis resiko lebih menekankan pada proses mengelola asset
fisik yang sangat besar dan berhubungan dengan resiko yang
melekat pada proses tersebut dengan melibatkan penerapan proses
manajemen resiko terhadap asset utama perusahaan untuk
mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama kegagalan
pencapaian sasaran perusahaan.

Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh


aktivitas bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih
menekankan pada aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap
aktivitas lifecycle asset management).

Walaupun penerapan manajemen resiko pada perusahaan air


minum di Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum belum
ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko
merupakan praktik terbaik (best practice) maka seyogyanya sudah
mulai dapat diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat
pada setiap aktivitas bisnis perusahaan air minum, khususnya pada
aktivitas manajemen asset sehingga tujuan manajemen asset dapat
tercapai.

Manajemen asset berbasis resiko kiranya dapat menjadi salah satu


solusi dalam rangka memaksimalkan pengelolaan asset perusahaan
air minum.

DAFTAR PUSTAKA
http://bppk.depkeu.go.id
http://wikipedia.org
http://acc.dau.mil
http://ahds.ac.uk
http://jiscinfonet.ac.uk/infokits/risk-management
http://vibiznews.com

AS/NZS 4360:2004, Australian/New Zealand Standard Risk


Management, Joint Technical Committee OB-007 Risk
Management, 31 Agustus 2004.

Artikel “Landasan Teori Asset Manajemen”, Website Manajemen


Asset, 2007.

Artikel “Lifecycle Asset Management” Website Manajemen Asset,


2007.

Artikel “Risk Based Enterprise Asset Management”, Capgemini,


Website 2007.

Artikel “Sumber Daya Air”, Website Bappenas.

Artikel “Sumbang Pikir dalam PDAM Rescue”, Kepala Bidang


Rencana dan Evaluasi Pusat Pengembangan Investasi BAPEKIN,
Website 2007.

Artikel “Water Infrastucture”, Website GAO, Maret 2004.

Slide “Pengantar Pengelolaan Asset (Infrastruktur)”, Gary Mc Lay,


Website, 2 Juni 2006.

Darmawi, Herman. Manajemen Resiko. Bumi Aksara, 2005.

Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June


2003

Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway


Commission. What is COSO: Background and Events Leading to
Internal Control-Integrated Framework. 1992

Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor,


December 1997 The Institute of Internal Auditors. Internal C

Vaughan, Emmet. Fundamental of Risk and Insurance. 2nd, John


Willey, 1978
Makalah Manajemen Resiko
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari


perkiraan (expectation) ke salah satu dari dua arah, artinya, ada
kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula
penyimpangan yang merugikan. Menurut Wideman,
ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan
dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan
ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan
dikenal dengan istilah risiko (risk). Sedangkan kerugian adalah
penyimpangan yang tidak diharapkan karena mengandung
risiko. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian terjadi karena
kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang
akan terjadi. Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu
keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana
terdapat kemungkinan yang merugikan. Begitupun dalam bidang
agrobisnis, segala kegiatan didalamnya juga mengandung risiko
yang harus ditangani agar tidak menimbulkan kerugian yang
fatal. Untuk menangani risiko tersebut bisa dilakukan dengan
manajemen risiko.
Menurut Smith : 1990, manajemen risiko didefinisikan sebagai
proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari
sebuah risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari
sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Dengan
kata lain, manajemen risiko adalah suatu cara dalam
mengorganisir suatu risiko yang akan dihadapi baik itu sudah
diketahui maupun yang belum diketahui atau yang tak
terpikirkan yaitu dengan cara memindahkan risiko kepada pihak
lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan
menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko juga bisa disebut suatu pendekatan terstruktur
dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan
ancaman.
Oleh karena itu, melalui manajemen risiko, diharapkan kerugian
yang ditimbulkan dari ketidakpastian dapat dikurangi bahkan
dihilangkan untuk kelangsungan kegiatan di bidang agrobisnis.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui manajemen risiko secara umum.
2. Untuk mengetahi macam-macam manajemen risiko.
3. Untuk mendeskripsikan aplikasi manajemen risiko di bidang
agrobisnis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Risiko dalam Agribisnis

Agribisnis tidak terlepas dari faktor risiko (risk) dan


ketidakpastian (uncertainty). Risiko merupakan kejadaian yang
telah diketahui probabilitasnya, misalnya kematian pada
budidaya tanaman obat-obatan sekitar 4%, kematian pada
pengangkutan buah ke pasar sekitar 2%, penyusutan pada
pengangkutan ternak potong ke luar daerah mencapai 10-20%
dan sebagainya. Probabilitas kejadian pada ketidakpastian tidak
diketahui sebelumnya, seperti wabah penyakit dalam bencana
alam. Ada lima macam risiko yang dihadapi oleh manajer
agribisnis, meliputi risiko produksi (production risk), risiko
pemasaran (marketing risk), risiko keuangan (financial risk ),
risiko hukum (legal risk), dan risiko sumber daya manusia
(human resources risk). Untuk menghadapi kelima risiko
tersebut terdapat lima cara yang dapat ditempuh, yaitu
dipertahankan (retain), digeser (shift), dikurangi (reduce),
diasuransikan (insure), dan dihindari (avoid) (Sutawi, 1999).
Aktivitas pada manajemen risiko meliputi identifikasi risiko,
pengukuran risiko, dan penanganan risiko. Identifikasi risiko
merupakan aktivitas awal yang akan menghasilkan output daftar
risiko. Dalam identifikasi risiko terdapat stakeholder yang
meliputi pemegangan saham, kreditur, pemasok, karyawam,
pemain industri yang sama, pemerintah, manajemen itu sendiri,
masyarakat, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya
perusahaan. Metode dalam identifikasi risiko meliputi analisis
data historis, pengamatan dan survei, dan pendapat ahli.
Analisis kontrak dalam manajemen risiko bertujuan untuk
melihat risiko yang muncul karena kontak tertentu.
Pengukuran risiko dapat dilihat dengan besar kecilnya risiko
yang akan berdampak bagi perusahaan dan dengan melakukan
prioritas risiko dapat mempermudah serta dapat menghasilkan
output berupa peta risiko. Terdapat 4 cara dalam penanganan
risiko yaitu penghindaran risiko (risk avoidance), pengukuran
risiko yang dapat dilakukan dengan metode pencegahan,
diversifikasi atau lindung nilai alamiah (natural heging),
pemindahan risiko (risk transfer) dan penahanan risiko (risk
retention).

B. Macam- Macam Manajemen Risiko dalam Agribisnis


Macam- macam manajemen risiko dalam agribisnis
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Risiko berdasarkan sifatnya
a. Risiko Spekulatif
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi
perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat
memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal
pula dengan istilah risiko bisnis (business risk). Seseorang yang
menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya
menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko
yang dihadapi seperti adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif
adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Jenis risiko spekulatif adalah risiko yang sengaja ditimbulkan
oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian
memberikan peluang keuntungan kepadanya. Umumnya tidak
bisa diasuransikan. Contoh dari risiko ini adalah : kita
menggunakan modal untuk membuka usaha rumah makan, atau
digunakan untuk investasi membangun pembangkit baru. Dalam
membuka usaha baru ini pasti akan ada kemungkinan risiko
rugi, tapi juga ada peluang untuk memperoleh keuntungan.
b. Risiko Murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat
berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak
mungkin menguntungkan. Salah satu contohnya adalah
kebakaran, apabila perusahaan mengalami kebakaran, maka
perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. Kemungkinan
yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian
kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan
keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan
maksud-maksud tertentu.
Salah satu cara menghindari risiko murni adalah dengan
asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat
diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni dapat dikenal dengan
istilah risiko yang dapat diansuransikan (insurable risk).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni
adalah kemungkinan untuk ada atau tidak, untuk risiko spekulatif
masih terdapat kemungkinan untung, sedangkan untuk risiko
murni tidak dapat keuntungan.
Maka kita sebagai masyarakat, terlebuh pengusaha harus
mempelajari manajemen resiko karenasasarandari pelaksanaan
manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-
beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada
tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a. Risiko yang dapat dialihkan
Risiko yang dapat dialihkan yaitu risiko yang dapat
dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada
perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan
(beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan,
Risiko yang tidak dapat dialihkan yaitu semua risiko yang
termasuk dalam risiko spekulatif yang tidak dapat
dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya
a. Risiko Internal
Risiko Internal yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan
itu sendiri. Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada
proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko
mismanagement, dan sebagainya.
b. Risiko Eksternal
Risiko Eksternalyaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan
atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian,
penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
C. Aplikasi Manajemen Risiko Di Industri
Sangat banyak pengaplikasian manajemen risiko di Industri,
salah satunya yaitu pada industri galangan kapal PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya. Tujuan utama dari manajemen risiko ini
adalah menyusun dan mengembangkan model manajemen
risiko usaha bangunan baru pada industri galangan kapal
dengan langkah mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menganalisis pengaruh tingkat risiko usaha terhadap cost yang
harus ditanggung oleh industri galangan kapal untuk bangunan
baru. Industri galangan kapal adalah industri yang padat modal
dan tingkat pengembaliannya yang cukup lama (slow
yielding),sehingga dalam operasionalnya harus menggunakan
prinsip kehati-hatian.
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi beberapa permasalahan manajemen risiko pada
industri galangan kapal dan yang berpotensi merugikan
perusahaan, antara lain:
a. Bagaimana implementasi manajemen risiko pada industri
galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan
Surabaya), kondisi ini dilihat pada keadaan sebelum penerapan
manajemen risiko dan sesudah penerapan manajemen risiko.
b. Pengaruh manajemen risiko terhadap operasional
perusahaan galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya).
c. Assessment value at risk manajemen risiko pada industri
galangan kapal untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan
Surabaya), bagaimana menilai risiko melalui penerapan
manajemen risiko pada perusahaan, penerapan konsep Value at
Risk untuk menilai risiko dan potensi losess yang akan
ditimbulkan.
d. Model pengembangan manajemen risiko usaha pada
industri galangan kapal untuk bangunan baru.
2. Inventaris Data Lapangan
Data lapangan dengan menggunakan sampel pada proses
pembangunan kapal baru yang telah dibangun di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya pada lima tahun sebelumnya. Data-data
tersebut meliputi: data pembangunan kapal, jumlah, macam-
macam risiko yang dihadapi, bobot tiap risiko, frekuensi kejadian
selama lima tahun sebelumnya. Proses pencarian data
dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan
checklist, wawancara dilakukan terhadap sekurang-kurangnya
30 senior manager yang berkecimpung dalam proses bisnis
bangunan baru.
3. Assessment Value at Risk
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi hazard (list semua skenario kejadian yang
relevan dengan faktor penyebab dan dampak yang potensial)
pada proses pembangunan kapal baru, mulai tahap tender
sampai kapal jadi (delivery).
b. Penilaian risiko (evaluasi faktor-faktor risiko);
1) Fokus pada skenario yang penting, didasarkan pada
identifikasi risiko pada tahap sebelumnya. Kemudian di masukan
pada tool database manajemen sistim.
2) Ukur risiko pada setiap skenario, dengan metode statistik
menggunakan asas perkalian, data hasil wawancara kemudian
dimasukan dalam tool database manajemen sistim pada
masing-masing kelompok risiko.
3) Analisa darimana risiko datang, fokus perhatian pada
penyebab, menganalisis dari mana penyebab masing-masing
risiko, siapa pemilik risiko, cari akar masalah dengan validasi
wawancara lebih mendalam, dengan audit risiko.
4) Identifikasi faktor yang berhubungan yang mempengaruhi
tingkatan risiko, bobot risiko danfrekeunsi sering tidaknya terjadi
risiko dari hasil wawancara dengan menggunakan isian checklist
menjadi tolok ukur nilai indeks risiko atau nilai risiko yang pada
akhirnya akan menentukan tingkatan risiko. Kemudian disusun
dalam tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Penilaian Risiko


c. Pilihan untuk mengontrol risiko (aturan untuk mengukur,
mengontrol dan mengurangi risikoyang teridentifikasi);
1) Fokus perhatian pada faktor yang berkontribusi pada risiko
yang tertinggi, dengan mengetahuinilai risiko atau indeks risiko,
maka nilai tersebut dimasukan dalam matrik risiko. Indeks
risikountuk masing-masing tingkatan risiko dikelompokan
sebagai berikut: (i) kelompok sangat rendah dengan indeks
risiko 2 sampai 3, (ii) kelompok rendah dengan indeks risiko 4
sampai 5, (iii) kelompok menengah dengan indeks risiko 6, (iv)
kelompok tinggi dengan indeks risiko 7 sampai 8, (v) kelompok
sangat tinggi dengan indeks risiko 9 sampai 10. Dari matrik
risiko dapatdiketahui tingkatan masing-masing risiko kemudian
disusun seperti tabel 2 berikut:

Tabel 2. Peringkat Risiko


2) Identifikasi pengukuran untuk mengontrol risiko, dari
tingkatan risiko yang diperoleh dari matrik risiko, untuk
menurunkan nilai indeks risiko harus dilakukan dengan
penerapan proses mitigasi risiko, disamping itu juga perlu
dilakukan apakah risiko tersebut dihindari atau ditahan.
3) Evaluasi untuk antisipasi pengurangan risiko dengan
menerapkan beberapa pengukuran. Prosesmitigasi risiko untuk
masing-masing tingkatan risiko bisa dilakukan dengan cara
menganalisfaktor penyebab risiko, frekuensi terjadinya risiko dan
bagaimana cara menurunkan risiko tersebut dan disusun dalam
tabel 3 seperti berikut:

Tabel 3. Mitigasi Risiko


d. Evaluasi risiko dan tingkat risiko dengan pendekatan Value
at Risk dengan menggunakanmetode statistik. Pendekatan
evaluasi risiko dengan metode Value at Risk dapat
dilakukandengan perumusan sebagai berikut:
VaR = α.σ L……………….(1)
α = nilai variabel normal baku
L σ = volatilitas kerugian (loss)
VaR = α.χ .σ …………(2)
χ = eksposur
σ = volatilitas faktor risiko dalam persen
Nilai variabel normal baku (α ) untuk masing tingkat kepercayaan
dapat dilihat dalam tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Nilai Variabel Normal Baku (α )


e. Penilaian biaya (mendapatkan biaya yang efektif untuk
setiap pilihan risiko yang terkontrol);
1) Definisikan biaya dan keuntungan untuk setiap risiko yang
terkontrol dan terpilih yang teridentifikasi. Dari setiap proses
mitigasi risiko tentunya memerlukan berapa biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan (proses mitigasi risiko dilakukan
dengan risk transfer dan risk retention). Penilaian biaya untuk
masing-masing risiko, tingkatan risiko disusun dalam tabel 5
sebagai berikut:

Tabel 5. Penilaian Biaya Risiko


2) Bandingkan biaya yang efektif dari setiap pilihan risiko yang
terkontrol, dari masing-masing penilaian biaya seperti pada tabel
diatas, kemudian ditentukan prioritas biaya yang akan dipakai
untuk proses mitigasi risiko, yang disusun seperti tabel 6
sebagai berikut:

Tabel 6. Prioritas Pembiayaan dan Jumlah Biaya


f. Rekomendasi kepada pembuat keputusan/pembuat
kebijakan (informasi mengenai hazards, beberapa risiko dan
alternatif biaya yang efektif untuk mengontrol risiko yang dipilih);

4. Analisa Hasil
a. Menyusun dan memverifikasi hasil penelitian lapangan
kemudian dilakukan assessment value at risk, membandingkan
hasil pengolahan data untuk menentukan nilai risiko, peringkat
risiko, proses mitigasi dan pembiayaan, kemudian dilakukan
dengan validasi dengan wawancara dan proses audit oleh
pemilik risiko.
b. Menghitung risiko, tingkat risiko dan pengaruhnya pada
operasional usaha industri galangan kapal baru,
membandingkan pembiayaan risiko terhadap operasional
perusahaan secara keseluruhan (diambil studi kasus di PT. Dok
dan Perkapalan Surabaya).
c. Menyusun dan mengembangkan model manajemen risiko
usaha pada industri galangan kapal baru. Berdasarkan hasil
pengolahan data dan validasi, kemudian disusun model yang
cocok untuk pengembangan manajemen risiko di perusahaan
industri galangan kapal (diambil studi kasus di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya).

5. Simpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bagian-
bagiansebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
simpulansebagai berikut:
a. Dari studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
didapatkan risiko yang merupakan hasil identifikasi, yaitu: SDM,
Peralatan, Kontrak, Material, Keamanan dan kecelakaan,
Kepatuhan pada lingkungan, Reputasi dan kepuasan pelanggan,
Peraturan klasifikasi, Keuangan, Teknologi, Strategi bisnis,
Perubahan dan proses manajemen, Komitmen pimpinan,
Subkontraktor, Pemasaran, Proses produksi, Desain/rancang
bangun.
b. Dari risiko potensial yang teridentifikasi dan dengan
menggunakan matrik risiko, ada 21 kategori risiko potensial yang
didapatkan adalah: (i) Kategori risiko tinggi, meliputi ralat
pekerjaan; (ii) Kategori risiko moderat /menengah, meliputi skill
tenaga kerja; (iii) Kategori risiko rendah, meliputi: alah
memasukan order/laporan, waktu pengerjaan molor, tenaga
kerja kurang, alat dan lingkungan belum diverifikasi; (iv) Kategori
risiko sangat rendah, meliputi: informasi pekerjaan tidak lengkap,
material terlambat, proses produksi terganggu, kesalahan
pembuatan rambu/produk, verifikasi alat belum dilakukan,
banyak produk reject, tidak siap terhadap perubahan sistim,
Subkontraktor sulit mengikuti proses, penambahan material
/komponen, progress tidak sesuai rencana, alat rusak, salah
pemahaman, lingkungan kerja belum diverifikasi, dokumen tidak
lengkap dan software kadang eror.
c. Pembiayaan risiko (risk financing) dalam rangka proses
mitigasi risiko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
risk transfer melalui pemindahan ke perusahaan asuransi dan
risk retention dengan cara ditanggung sendiri oleh
perusahaan.Dengan analisis menggunakan Value at Risk yang
mendasarkan pada prinsip statistik untuk masingmasing tingkat
kepercayaan, maka dapat dianalisis dan diramalkan potensi
tingkat kerugian yang akan diderita oleh perusahaan industri
galangan kapal dalam proses bisnis pembangunan kapal baru.
d. Model manajemen risiko pada proses bangunan baru yang
dikembangkan dengan item urutan sebagai berikut: identifikasi
risiko, analisis peta risiko, pengukuran risiko, rangking risiko
potensial, matrik risiko, pengendalian dan pemindahan risiko,
penilaian biaya dan klausal kontrak, final kontrak.

D. Aplikasi Manajemen Risiko di Industri Pangan


Salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan di
industri pangan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat
memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman
bagi konsumen adalah HACCP. Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya
pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses
produksi. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri
pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga
dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi
tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem
pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai
produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena
itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko
komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan.
Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing
kompetitif.
Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC)
terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di
dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem
HACCP menurut CAC adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana
HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan
semua komponen dalam industri yang terlibat dalam
menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP
sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang
pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki
keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya
ahli mikrobiologi, ahli mesin/engineer, ahli kimia, dan lain
sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam
mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat
diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli
dapat diperoleh dari luar.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi
atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana
HACCP-nya. Deskripsi produk yang dilakukan berupa
keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,
komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara
distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk.
Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk
melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Identifikasi Kelompok Konsumen yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen
yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan
penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir
produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum
atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita
atau bayi, kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada
kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok populasi pada
masyarakat beresiko tinggi.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan
dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku
sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada
beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses
sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal
tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan
HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mungkin
mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi,
maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.
Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk
menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir
proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam
melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman
bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan
verifikasinya.
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai
dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus
meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan
serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata
diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna,
maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah
dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
6. Analisa Bahaya (Prinsip HACCP 1)
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting
dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan
rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan,
maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan
pencegahan harus diidentifikasi. Bahaya (hazard) adalah suatu
kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia,
dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip HACCP 2)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik,
langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan
dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau
diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap
bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya,
maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu
bahaya dapat dikendalikan. Suatu CCP dapat digunakan untuk
mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu
CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk
mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
8. Penetapan Critical Limit (Prinsip HACCP 3)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang
harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang
ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai
batas aman. Batas ini akan memisahkan antara yang diterima
dan yang ditolak, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP.
Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat
dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat
dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut
digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan
batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur,
regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun
kimia, CODEX dan lain sebagainya.
9. Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip HACCP 4)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan
pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses
mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut
menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh
personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan
berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan.
Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang
direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu
pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada
tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara
pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu
dipantau dan siapa orang yang melakukan pemantauannya.
10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip HACCP 5)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan
terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi ini sangat
tergantung pada tingkat resiko produk pangan. Pada produk
pangan beresiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa
penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan
diuji keamanannya.
11. Verifikasi (Prinsip HACCP 6)
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan
rencana yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan
bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa
efektifitaspelaksanaannya dapat dijamin.
12. Dokumentasi (Prinsip HACCP 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis
seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat
diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu
tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai
CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang
dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi
dan sebagainya. oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan
kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit
eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam
manajemen risiko di industri pangan tidak hanya risiko hazard
saja. Risiko lain yang mungkin saja terjadi diantaranya adalah
risiko operasional, yaitu suatu risiko kerugian yang disebabkan
karena tak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia
dan sistem, serta oleh peristiwa eksternal; risiko finansial, yaitu
resiko yang mengarah ke finansial suatu proyek misalnya proyek
yang menghasilkan untung lebih sedikit daripada keuangan yang
telah terpakai; dan risiko strategik, yaitu risiko terjadinya
serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi
kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya
secara signifikan.
BAB III .KESIMPULAN
Manajemen risiko adalah suatu cara dalam mengorganisir suatu
risiko yang akan dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang
belum diketahui atau yang tak terpikirkan yaitu dengan cara
memindahkan risiko kepada pihak lain,menghindari risiko,
mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau
semua konsekuensi risiko tertentu.Macam-macam manajemen
risiko dalam agribisnis dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
risiko berdasarkan sifatnya, yang terdiri atas risiko spekulatif dan
risiko murni, risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan, yang
terdiri atas risiko yang dapat dialihkan dan risiko yang tidak
dapat dialihkan, serta risiko berdasarkan asal timbulnya, yang
terdiri atas risiko internal dan risiko eksternal.
Pengaplikasian manajemen risiko yang dikembangkan di industri
dilakukan dengan cara berbeda-beda, tergantung dari kebijakan
industri tersebut. Contohnya pada industri pangan, salah satu
bentuk manajemen resiko yang dikembangkan di industri
pangan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi
konsumen adalah HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point).
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. Manajemen Resiko. 2012.
http://www.anneahira.com/manajemen-resiko.htm [Terhubung
Berkala] (10 Maret 2012)
Siagian, Faira dan Sekarsari, Jane. 2001, Penerapan Model
Manajemen Risiko pada Proyek Konstruksi Joint Venture di
Indonesia Suatu Studi Kasus. Universitas Trisakti, Jakarta.
Basuki, Minto. 2008. Studi Pengembangan Manajemen Risiko
Usaha BangunanBaru Pada Industri Galangan Kapal.
Jurnal.journal.uii.ac.id/index.php/Teknoin/article/view/2106[Terhu
bung Berkala](9 Maret 2012)
Nasution Zulfikar. 2011. Standar Keamanan Pangan Global.
http://zulkiflinasution.blogspot.com/2011/01/standar-keamanan-
pangan-global.html [Terhubung Berkala] (29 Februari 2012)
Sutawi. 1999. Kemitraan sebagai Strategi Manajemen
Risiko.[Online]. Tersedia:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=manajemen%20resiko
%20agribisnis&source=web&cd=1&ved=0CCcQFjAA&url=http%
3A%2F%2Flambertus-
ahen.blogspot.com%2F2009%2F03%2Fmanajemen-risiko-
agribisnis-
disampaikan.html&ei=vG1QT6mwPITirAf_zMy6DQ&usg=AFQjC
NEpsAOLovk3kJJH1Y68p7V8CWZA6g [2 Maret 2012].
- See more at: http://ilmu27.blogspot.co.id/2012/08/makalah-
manajemen-resiko.html#sthash.0sm6LTAM.dpuf

Anda mungkin juga menyukai