BAB I.PENDAHULUAN
3.1. Pendahuluan
Bagaimana peranan Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari
pendapat Henri Fayol, yang menyatakan bahwa ada enam fungsi dasar kegiatan pengelolaan suatu
perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi dan
manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut, maka Manajemen Risiko berkaitan dengan kegiatan
keamanan, yang bertujuan menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian yang
disebabkan oleh berbagai gangguan. Dengan demikian kegiatan Manajemen Risiko mencakup
semua tindakan untuk memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memberikan
ketenangan jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pemilik, pimpinan dan
karyawan perusahaan).
Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh Manajer Risiko antara lain dengan : melakukan
inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa
semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan
menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena jumlah
pasokan yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada
saat penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah
proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan
kerugian karena barang rusak/hilang dalam penyimpanan, penipuan/kecurangan dari penyalur dan
sebagainya.
c. Memilih teknik/cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat
guna menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu :
mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari.
Dimana tugas dari Manajer Risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk
menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk
menanggulangi risiko.
b. Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan
terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan
cash-flow.
2. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau
investasi baru.
3. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan
sebagai jaminan.
c. Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak
luar/pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik
2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu
Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam
rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Adanya peringatan/slogan pada mobil pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam
yang berbunyi “Utamakan Selamat”.
d. Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang
Kecelakaan Kerja dan sebagainya.
e. Bagian Maintenance :
Bagian ini adalah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perawatan gedung, pabrik serta
peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi
maupun kegawatan dari suatu kerugian/peril.
f. Bagian Personalia :
Bagian ini memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko terhadap diri
karyawan. Misalnya : program keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi dan administrasi program-
program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua
arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi diperlukan
adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa : “tanpa kerja sama
aktif dari departemen lain program Manajemen Risiko akan gagal”.
4.2.2. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diidentifikasi. Jika akan
mengidentifikasi risiko di bagian produksi, maka hal yang perlu diamati bagaimana proses produksi
itu berlangsung, selanjutnya mengidentifikasi dimana saja risiko dapat terjadi, kejadian apa saja yang
dapat menimpa dan apa penyebabnya. Demikian juga jika ingin melakukan identifikasi risiko di
bagian lainnya. Hal yang dilakukan adalah mengamati bagian tersebut, mencari tahu risiko apa saja
yang dapat terjadi pada bagian tersebut, kejadian apa yang bisa menimpa dan apa saja
penyebabnya.
4.2.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada orang-orang yang bekerja pada unit kerja yang
menjadi objek identifikasi risiko, meliputi manajemen, karyawan dan orang lain yang berhubungan
dengan unit kerja yang diidentifikasi. Mereka dianggap kompeten untuk memberikan informasi
tentang keberadaan risiko, termasuk kejadian-kejadian yang menimpa dan penyebabnya.
4.2.4. Pengacuan
Dilakukan dengan cara mencari informasi tentang risiko di tempat atau perusahaan lain, contohnya,
dari berita di media massa, dapat diketahui bahwa eskalator beresiko menyebabkan anak-anak
terjepit.
Dalam kaitannya dengan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa
pengertian harta di sini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula
sekumpulan hak, yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata, yang juga mempunyai
nilai ekonomis yang pasti. Hak tersebut dapat berupa berbagai bentuk yang dapat diperoleh dengan
berbagai cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan
memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada serta mengetahui bagaimana
cara menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian
harta dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita (subyek kerugian) tidak selalu
orang yang memiliki harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan
kepemilikan dan siapa yang bertanggung jawab atau menderita kerugian atas harta yang terkena
suatu peril.
1) Kepemilikan
Kepemilikan atas harta dapat diperoleh dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau
hasil-hasil dari kejadian yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan
menderita/bertanggung jawab atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya
memiliki sebagian dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian
tersebut.
2) Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak/bagian atas harta yang digunakan
sebagai jaminan. Oleh karena itu bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena terkena peril,
maka kreditur bisa menderita kerugian meskipun kreditur bukan pemilik dari harta tersebut.
3) Jual-beli bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat adalah
tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung
jawab dapat di pundak penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi
persyaratan kontrak jual-belinya.
4) Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril.
Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a) Berdasarkan hukum adat penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya,
yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b) Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta
kepada pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan
karena keusangan/keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.
5) Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara
berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh :
• Mobil yang direparasikan, untuk sementara berada di tangan pemilik bengkel.
• Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu
• Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut “bailee”
dan si pemilik barang disebut “bailor”, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut “bailments”.
Bila barang selama berada di tangan bailee terkena peril, tanggung jawab terhadap kerugian akibat
peril tersebut tergantung pada isi perjanjian bailmentsnya. Tetapi bagaimanapun juga bila kerugian
harta selama barang ada di tangannya diakibatkan oleh kecerobohannya, maka bailee bertanggung
jawab terhadap kerugian harta tersebut.
Kadang-kadang karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian atau
karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee
memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang
ada di tangannya, sekalipun kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak
demikian pada hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik dari hubungan bailments ini antara lain :
a) Identitas harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
b) Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
c) Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan
pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai sampai dimana tanggungjawab terhadap harta yang untuk sementara berada di bawah
kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
a) Bila penyerahan harta dalam bailments tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak
mendapatkan kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee
tidak bertanggung jawab atas kerugian harta tersebut.
Contoh :
Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut,
bila harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
b) Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee dapat meminjam dan
memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka
bailee bertanggungjawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh :
Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan
kepada pemiliknya dan pemilik tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya
disewakan), maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggungjawab pemilik bengkel.
c) Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah
pihak mendapatkan manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang
diserahkan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh :
Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik
mendapatkan bagian dari hasil persewaannya, maka bila mobil terkena peril, kerugiannya dipikul
bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
6) Easement
Easement adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak
penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta
tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh
melalui pengungkapan/pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui
sebuah perjanjian/akte (prescription).
Contoh :
Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya
untuk menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang
dagangan tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu
sendiri.
7) Lisensi
Lisensi adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk menggunakan
harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akibat penggunaan tersebut,
kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh :
Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan, kosmetik dan produk toiletris yang diperoleh
beberapa perusahaan di Indonesia.. Misalnya : hak PT. PZ. Cussons Indonesia untuk memproduksi
cream perawatan bayi milik PZ Cussons (Int) Ltd. England.
2) Kelalaian yang tidak disengaja (ceroboh), yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga
mengakibatkan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap
pinicilin, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati
pasiennya dengan pinicilin yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat segera
memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.
4.3.2.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa/tergugat dapat mengajukan atau
menunjukkan bahwa ia tidak ceroboh, sehingga dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membela diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3
hal, yaitu :
1) Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko
yang dihadapi berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan tergugat.
Contoh :
Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang
dikemudikan rusak karena tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut
ganti rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang
dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2) Membandingkan sumbangan dari kecerobohan terhadap kerugian. Hal ini berlaku bila diduga
bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya ceroboh, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam
menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya
untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3) Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban
mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam melakukan tugas
kewajibannya. Dalam perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya.
Jadi kadang-kadang tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya
pengadilan tata usaha negara (PTUN) menunjukkan bahwa petugas/lembaga pemerintah tidak serta-
merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya yang merugikan orang/pihak lain.
3) Tanggung jawab yang muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi Barang/jasa.
Adalah kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan
barang/jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/ kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan
pembeli/pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak
sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
c) Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang “terpaksa” (in-voluntary
unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan
salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang/karyawan.
Pengangguran dapat dibedakan ke dalam :
• Pengangguran menyeluruh (agregate unemployment), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh
sektor kehidupan ekonomi.
• Pengangguran selektif atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu
sektor/daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
• Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.
d) Pensiun
Kerugian finansial karena pensiun tidak sebesar kerugian finansial sebagai akibat kematian atau
pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi
meskipun demikian masalah ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir masa
kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati
masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua
orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena penghasilannya memang
terbatas (pas-pasan), sehingga tidak mungkin menabung : karena pola hidupnya yang boros pada
masa aktif bekerja dan sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Risiko berkaitan dengan kondisi terjadinya deviasi
yang menyebabkan kerugian. Dalam dunia usaha, kondisi ini
senantiasa ada dan menuntut perhatian manajemen untuk
mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan Manajemen
risiko meliputi identifikasi atas risiko yang ada, mengukur
beratnya risiko, dan menanganinya dengan pendekatan /
strategi tertentu.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas
manusia termasuk: Penilaianrisiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan
risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi
efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan
begitu saja, melainkan suatu upaya yang sistematik dan
terstruktur serta terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
http://tn.upi.edu/e-learning/course/info.php?id=70
http://managemenrisiko.webs.com/kesimpulan.htm
id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
www.tugu.com/understanding-insurance/risk-management.html
www.spexotics.com
http://adhityadwiputra.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-
resiko-tingkatan-dan-cara.html
Makalah Manajemen Resiko
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan
dimonitor secara berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu
kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).
2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di
lingkungan organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah,
manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai
institusi/departemen yang bersangkutan.
Resiko Operasional
Resiko Hazard
Resiko Finansial
Resiko Strategis
a. Mengidentifikasi resiko
1. Brainstorming
2. Survey
3. Wawancara
4. Informasi historis
5. Kelompok kerja
b. Menganalisa resiko
3. Monitoring resiko
Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard.
Peril merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya
suatu kerugian. Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi
yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.
Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja
suatu instansi berasal dari resiko rendahnya mutu pelayanan
kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber
daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti
keterbatasan fasilitas kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak
pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan
timbulnya ketidakpercayaan dari publik.
1. Resiko spekulatif
2. Resiko murni
Resiko spekulatif
Resiko murni
Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat
merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin
menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila
perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan
menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi
kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan
kerugian, bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada kesengajaan
untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni
adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak
terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara
menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan
demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya
resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat
diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama antara resiko
spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada
atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan
untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan
untung.
7. Analisis lingkungan
BAB 3
PEMBAHASAN
Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan
manusia. Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada
World Water Forum II di Denhaag, Belanda tahun 2000,
memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di
beberapa negara. Krisis air dapat saja terjadi di Indonesia apabila
pemerintah dan perusahaan air minum tidak dapat secara maksimal
mengelola asset utamanya.
a. Mengidentifikasi resiko
b. Menganalisis Resiko
c. Mengevaluasi Resiko
d. Menangani Resiko
e. Memantau Resiko
f. Mengkomunikasikan Resiko
BAB 4
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://bppk.depkeu.go.id
http://wikipedia.org
http://acc.dau.mil
http://ahds.ac.uk
http://jiscinfonet.ac.uk/infokits/risk-management
http://vibiznews.com
A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
4. Analisa Hasil
a. Menyusun dan memverifikasi hasil penelitian lapangan
kemudian dilakukan assessment value at risk, membandingkan
hasil pengolahan data untuk menentukan nilai risiko, peringkat
risiko, proses mitigasi dan pembiayaan, kemudian dilakukan
dengan validasi dengan wawancara dan proses audit oleh
pemilik risiko.
b. Menghitung risiko, tingkat risiko dan pengaruhnya pada
operasional usaha industri galangan kapal baru,
membandingkan pembiayaan risiko terhadap operasional
perusahaan secara keseluruhan (diambil studi kasus di PT. Dok
dan Perkapalan Surabaya).
c. Menyusun dan mengembangkan model manajemen risiko
usaha pada industri galangan kapal baru. Berdasarkan hasil
pengolahan data dan validasi, kemudian disusun model yang
cocok untuk pengembangan manajemen risiko di perusahaan
industri galangan kapal (diambil studi kasus di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya).
5. Simpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bagian-
bagiansebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
simpulansebagai berikut:
a. Dari studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
didapatkan risiko yang merupakan hasil identifikasi, yaitu: SDM,
Peralatan, Kontrak, Material, Keamanan dan kecelakaan,
Kepatuhan pada lingkungan, Reputasi dan kepuasan pelanggan,
Peraturan klasifikasi, Keuangan, Teknologi, Strategi bisnis,
Perubahan dan proses manajemen, Komitmen pimpinan,
Subkontraktor, Pemasaran, Proses produksi, Desain/rancang
bangun.
b. Dari risiko potensial yang teridentifikasi dan dengan
menggunakan matrik risiko, ada 21 kategori risiko potensial yang
didapatkan adalah: (i) Kategori risiko tinggi, meliputi ralat
pekerjaan; (ii) Kategori risiko moderat /menengah, meliputi skill
tenaga kerja; (iii) Kategori risiko rendah, meliputi: alah
memasukan order/laporan, waktu pengerjaan molor, tenaga
kerja kurang, alat dan lingkungan belum diverifikasi; (iv) Kategori
risiko sangat rendah, meliputi: informasi pekerjaan tidak lengkap,
material terlambat, proses produksi terganggu, kesalahan
pembuatan rambu/produk, verifikasi alat belum dilakukan,
banyak produk reject, tidak siap terhadap perubahan sistim,
Subkontraktor sulit mengikuti proses, penambahan material
/komponen, progress tidak sesuai rencana, alat rusak, salah
pemahaman, lingkungan kerja belum diverifikasi, dokumen tidak
lengkap dan software kadang eror.
c. Pembiayaan risiko (risk financing) dalam rangka proses
mitigasi risiko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
risk transfer melalui pemindahan ke perusahaan asuransi dan
risk retention dengan cara ditanggung sendiri oleh
perusahaan.Dengan analisis menggunakan Value at Risk yang
mendasarkan pada prinsip statistik untuk masingmasing tingkat
kepercayaan, maka dapat dianalisis dan diramalkan potensi
tingkat kerugian yang akan diderita oleh perusahaan industri
galangan kapal dalam proses bisnis pembangunan kapal baru.
d. Model manajemen risiko pada proses bangunan baru yang
dikembangkan dengan item urutan sebagai berikut: identifikasi
risiko, analisis peta risiko, pengukuran risiko, rangking risiko
potensial, matrik risiko, pengendalian dan pemindahan risiko,
penilaian biaya dan klausal kontrak, final kontrak.