Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

RISIKO, bagi sebagian orang merupakan satu kata yang menakutkan. Respon pertama
terhadap risiko adalah HINDARI. Tidak ada yang salah terhadap respon tersebut karena
secara naluri manusia cenderung menginginkan hasil yang baik dan menghindari akibat yang
buruk.

Masalahnya adalah manusia dalam mempertahankan eksistensi kehidupannya harus


melakukan aktivitas. Tanpa aktivitas, tidak mungkin diperoleh hasil yang baik. Sebaliknya,
pada setiap aktivitas terkandung risiko terjadinya akibat yang buruk. Sebagai contoh, untuk
memperoleh kehidupan yang baik seseorang harus bekerja. Aktivitas bekerja memberikan
keuntungan finansial, karir, prestise pada gilirannya membutuhkan sesuatu yang dikorbankan,
seperti hilangnya waktu untuk bersenang-senang, gangguan kesehatan, hingga kemungkinan
hilangnya pekerjaan. Pengorbananan yang mungkin diderita itulah yang disebut sebagai
risiko. Dalam hal ini risiko merupakan konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan.

Risiko diawali dengan adanya ketidaksempurnaan informasi atas berbagai aspek dalam
proses pengambilan keputusan dan hasilnya. Sehingga, dikatakan bahwa “risk comes from
not knowing what you are doing” ketidak sempurnaan informasi akan mendatangkan ketidak
pastian. Bahkan, ketidak pastian itu sendiri melekat pada hidup dan kehidupan kita didunia.
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi besok bukan hanya masalah untung atau rugi didunia,
bahkan kepastian apakah akan masuk surga sebagai puncak keberuntungan manusia atau
masuk neraka sebagai puncak kerugian pun juga tidak ada yang tahu. Tidak ada jaminan
bahwa usaha atau ikhtiyar pasti selalu mendatangkan keuntungan. Pasti ada setelah terjadi.
Ketika belum terjadi, yang ada adalah ketidakpastian. Dengan pemahaman ini, maka benarlah
bahwa “risiko adalah takdir Allah”, hanya Allah semata yang mengetahui apa yang akan
terjadi besok. “setiap manusia harus menyadari bahwa risiko dan ketidakpastian yang
menyebabkan terjadinya risiko adalah bagian dari rahasia Allah Ta’ala.

Penjelasan tentang risiko, gharar dan maysir diharapkan akan memberikan pencerahan
dalam bersikap untuk menghadapi resiko. Oleh karena itu kami membuat makalah ini dengan
judul “risiko, gharar dan maysir” agar mampu meberikan manfaat bagi pembaca.

1
B. Rumusan Masalah

Dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam menyusun makalah ini,
maka kami membatasi rumusan masalah dalam materi ini sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksuddenganRISIKO?


2. Apa yang dimaksuddengan GHARAR?
3. Apa yang dimaksuddengan MAYSIR?

C. Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini meliputi :

1. Mengetahui definisi singkat risiko, gharar, maysir


2. Dapat membedakan antara risiko, gharar, maysir
3. Mengetahui manfaat mempelajari risiko, gharar, maysir

2
PEMBAHASAN

A. Risiko
a. Pengertian Resiko

Risiko merupakan bahaya: resiko adalah ancaman atau perlindungan suatu tindakan
atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Resiko juga merupakan peluang: resiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk
mencapai tujuan.

Kata kuncinya adalah “tujuan” dan “dampak/sisi yang berlawanan” Penjelasannya


adalah sebagai berikut: guna mempertahankan eksistensi kehidupan, maka diperlukan suatu
tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan tindakan atau aktivitas. Aktivitas memiliki resiko
jika dampaknya berlawanan. Sebaliknya, aktivitas memberikan peluang untuk memperoleh
hasil yang diinginkan1.

Menurut PBI No. 13/25/PBI/2011 tentang penerapan manajemen resiko bagi BUS dan
UUS. Resiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya peristiwa tertentu. Sementara itu,
resiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai konsekuensi langsung atau tidak
langsung dari kejadian resiko. Kerugian itu bisa berbentuk finansial dan nonfinansial.2

Pembahasan selanjutnya adalah keterkaitan antara risiko dengan organisasi.Setiap


organisasi pasti memiliki tujuan berupa visi dan misi yang ingin dicapai. Tujuan tersebut
berpeluang untuk dicapai, tetapi derdapat juga risiko untuk tidak tercapai.Pembahasan risiko
tidak terlepas dari pembahasan tentang tingkat kemungkinan risiko terjadi (frequency of risk
events) dan tingkat dampak kerugian dari resiko yang terjadi (impct/severity of risk losses).

Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak
diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan
adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya
risiko. Dan jika kita kaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena berbagai
sebab, antara lain:

1 Ferry N. Idroes, MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011. Hal. 4

2 Bambang Rianto Rustam, Manajrmen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia, 2013: Salemba Empat
3
 Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
 Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
 Keterbatasan pengetahuan/ keterampilan/ teknik mengambil keputusan.
 Dan sebagainya.3

a. Jenis-jenis Risiko

Pengelompokan risiko menjadi sangat penting, karena setiap kegiatan usaha baik
perseorangan sebagai suatu badan akan selalu berhadapan dengan risiko tersebut. Secara
umum risiko dapat dikelompokkan menjadi risiko spekulatif (speculative risk) dan risiko
murni (pure risk).

Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan, yaitu


kemungkinan yang menguntungkan utau kemingkinan yang merugikan. Risiko ini biasanya
berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. Contoh: perjudian, pembelian saham, pembelian
valuta asing, saving dalam bentuk emas, perubahan tingkat suku bunga perbankan. Risiko
murni adalah risiko yang hanya mengendung satu kemungkinan, yaitu kemungkinan rugi
saja. Contoh: bencana alam seperti babjir, gempa, gunung meletus, tsunami, tanah longsor,
topan, kebakaran, resesi ekonomi dan sebagainya.

Risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab terjadinya atau dampak yang


ditimbulkannya. Berdasarkan penyebab terjadinya, risiko dibagi menjadi dua, yakni risiko
nonbisnis dan risiko bisnis. Risiko nonbisnis muncul dari berbagai faktor yang yang tidak
terkait dengan bisnis yang dijalankan, namun dampaknya akan mempengaruhi bisnis, seperti
kebakaran, banjir, dll. Risiko jenis ini termasuk risiko jenis murni. Sedangkan risiko bisnis
muncul karena proses bisnis yang dilakukan, seperti kesalahan saat membuat perencanaan,
kurangnya informasi saat pengambilan keputusan atau kurang optimalnya pengelolaan.

Sementara itu, berdasarkan dampaknya, risiko dibagi menjadi dua. Pertama, risiko
yang dampaknya hanya ditanggung oleh proyek atau bank atau instansi tertentu, terisolasi
dan tidak merembet pada proyek atau institusi lain. Risiko ini disebut dengan risiko unik,
risiko nonsistematis (unsystematic risk). Risiko ini terjadi akibat faktor yang ada dan terjadi
pada bank atau institusi atau proyek tertentu, dan tidak ada selainnya. Kedua, risiko yang
dampaknya menyebabkan terjadinya efek domino, yakni menyeret proyek atau proses atau
institusi atau sektor atau bahkan negara lain untuk terkena dampak risiko tersebut, atau

3 Drs. Herman Darmawan, MANAJEMEN RISIKO, Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Hal. 21
4
berdampak pada keseluruhan pasar atau sistem yang ada. Risiko ini muncul sebagai akibat
adanya faktoe risiko bersama di pasar dan terjadinya hubungan interdependensi antar-unit
atau institusi atau sektor ekonomi. Faktor risiko ini umumnya terkait dengan variabel makro-
ekonomi atau kondisi sektoral atau geografis atau indikator pasar lainnya. Risiko ini disebut
risiko pasar karena risiko ini berdampak pada semua institusi atau proyek yang ada dalam
cakupan pasar atau sektor atau geografis tertentu, risiko ini tidak mungkin dapat dihilangkan
dengan pendekatan diversifikasi portofolio investasi, kecuali jika keluar dari cakupan
tersebut. Karenanya, risiko pasar ini disebut dengan risiko yang tidak diversifikasi
(undiversifikasi risk), risiko sistematis (systemic risk).4

b. Faktor-faktor Risiko

Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya peristiwa yang menyimpang dari apa yang
diharapkan. Tetapi, penyimpangan ini baru akan nampak bilamana sudah berbentuk suatu
kerugian. Jika tidak ada kemungkinan kerugian, maka hal ini tidak ada risiko. Jadi faktor
yang menyebabkan terjadinya suatu kerugian adalah penting dalam analisis risiko.

Terdapat dua faktor yang bekerja sama menimbulkan kerugian adalah becana (perils) dan
bahaya (hazards). Bencana adalah penyebab penyimbangan peristiwa sesungguhnya dari
yang diharapkan. Bencana ini merupakan penyebab langsung terjadinya kerugian.
Kehadirannya menimbulkan risiko yang menyebabkan teejadinya kemungkinan
penyimpangan yang tidak diharapkan. Lingkungan kita selalu dihadapkan dengan bencana-
bencana, seperti: banjir, tanah longsor, gempa, gelombag laut yang tinggi, gunung meletus,
kebakaran, pencurian, perampokan, lematian dan masih banyak yang lainnya.

Bahaya adalah keadaan yanng melatar belakangi terjadinya kerugian oleh bencana
tertentu. Bahaya meningkatkan risiko kemungkinan terjadinya kerugian. Keadaan-keadaan
tertentu disebut bahaya, misalnya: mengendarai mobil di jalan raya terlalu kencang,
mendirikan bangunan yang tinggi tanpa dilengkapi dengan alat pengaman, kondisi hujan
badai dan sambaran petir.

Bahaya dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: bahaya fisik (physical hazard),
adalah aspek fisik dari harta yang terbuak dari risiko. Misalnya, lokasi sebuah gedunng
mempengaruhi kepekaannya terhadap kerugian, karena terbakar atau terkena gempa. Bahaya
moral (moral hazard) juga mempengaruhi kemungkinan kerugian, contoh: ketidakjujuran

4 Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2013. Hal. 4-5
5
adalah bahaya moral yang dapat meningkatkan kemungkinan risiko. Bahaya morale (morale
hazard) adalah bahaya yang ditimbulkan oleh sikap ketidak hati-hatian dan kurangnya
perhatian sehingga meningkatkan terjadinya kerugian, seperti membuang putung rokok
sembarangan sehingga dapat menimbulkan kebakaran. Bahaya karena hukum atau peraturan
(legal hazard), yaitu suatu bahaya yang timbul karena mengabaikan undang-undang atau
peraturan yang telah ditatapkan.

c. Sumber-sumber Risiko

Risiko sosial, yang sumber utamanya adalah masyarakat. Artinya, tindakan orang-orang
mencipkatan kejadian yang menyebabkan penyimpangan kerugian. Misalnya: pencurian,
vandalisme, huru-hara, peperangan, dan sebagainya.

Risiko fisik, yang sumber utamanya sebagian merupakan fenomena alam dan sebagian
karena tingkah laku manusia. Kebakaran adalah penyebab utama cidera fisik, kematian
maupun keruakan harta. Kebakaran dapat disebabkan leh petir, konsluiting kabel, gesekan
benda maupun kecerobohan manusia.

Risiko ekonomi, misalnya: inflasi, resesi, fluktuasi harga dan lain-lain. Selama periode
inflasi daya beli uang merosot. Para pensiunan dan mereka yang berpenghasilan tetap, tidak
mungkin lagi dapat mempertahankan tingkat hidup sebagaimana biasanya. Bahkan pada
periode ekonomi yang relatif stabil, daerah-daerah tertentu mungkin mengalami boom arau
resesi. Keadaan ini menempatkan orang-orang dan pengusaha pada risiko yang sama dengan
risiko pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi.5

d. Risiko sebagai fitrah bisnis

Islam merupakan agama fitrah yang komplit dan menyeluruh. Oleh karena itu, tidak ada
satupun urusan fitrah manusia yang luput dari perhatian agama islam. Tidak ada sesuatu pun,
dalam urusan dunia maupun akhirat, kecuali Islam telah menjelaskan perkaranya. Islam
adalah agama yang lengkap dan sempurna mengatur segala aspek kehidupan manusia.
Syariatnya mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala, hubungan manusia dengan
pribadinya sendiri, keluarganya, dan sesama manusia dalam bentuk muamalah (sosial) demi
kemasylahatan hidup mereka.

5 Drs. Kasidi, M.Si, Manajemen Risiko, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Hal. 5-8
6
Kegiatan bisnis merupakan salah satu fitrah dari manusia karena dengan berniaga
menusia dapat memenuhi berbagai kebutuhannya. Dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
bisnis adalah keuntungan dan kerugian, dengan demikian risiko itu sendiri merupakan fitrah
yang senantiasa melekat dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, Islam tidak mengenal
adanya transaksi bisnis yang bebas risiko.

Para ulama telah bersepakat bahwa terdapat dua kaidah penting yang harus diperhatikan
dalam menjalani bisnis dan setiap transaksi usaha, yaitu kaidah al-kharaj bidh dhaman
(pendapatan adalah imbalan atas tanggungan yang diambil) dan al-ghunmu bil ghurmi
(keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian). Maksud dari kedua kaidah
tersebut adalah orang yang berhak mendapatkan keuntungan adalah orang yang punya
kewajiban menanggung kerugian (jika hal itu terjadi). Keuntungan merupakan kompensasi
yang pantas atas kesediaan seseorang menanggung seluruh risiko terkait barang dagangannya
(kerusakan barang sebelum terjual, kehilangan barang dagang, tidak laku, dan lain
sebagainya).

e. Pendekatan dalam mengakui risiko

Sebagian respon atas suatu risiko adalah fobia dan semaksimal mungkin menghindari
berbagai faktor pemicu risiko tersebut. Sebagian merasa tidak mungkin aman dari risiko.
Mereka hidup bersama risiko. Maksimal yang mereka bisa lakukan adalah memitigasi
keterjadian dan dampak yang ditimbulkannya. Berbagai pendekatan dilakukan mulai dari
pencegahan, mitigasi dampak, mentransfer risiko, membagi risiko dan menerima risiko.

Mencegah dan meminimalkan risiko dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem


pengendalian internal, mengubah proses bisnis, atau mengganti elemen yang berbahaya
(termasuk melakukan rotasi pegawai). Berikut adalah manfaat jika mapu mengelola risiko
dengan andal dan profesional:

 Dapat terhindar dari berbagai kerugian yang tidak diperlukan, menghemat


biaya, terjaminnya kestabilan laba yaang diharapkan, dan terhindarnya dari
kegagalan bisnis dan kebangkrutan usaha.
 Keberlangsungan bisnis lebih terjamin, terciptanya pertumbuhan yang
berkelanjutan, penggunaan terbaik (best use) atas sumber daya, dan
memungkinkan fokus pada pemberian layanan yang terbaik dan inovasi.

7
 Proses bisnis berjalan sesuai rencana, jika terjadi penyimpangan dan gangguan
operasi, dapat segera mengantisipasi dan memberikan solusi tepat waktu dan tepat
guna.
 Terbangunnya reputasi positif di mata masyarakat.6

B. Gharar
a. Pengertian Gharar

Secara bahasa gharar barmakna “khatar”, yakni mengandung bahaya, atau bisa juga
bermakna “ khida”, yakni menipu. Secara terminologi, definisi gharar merujuk pada
ketidakpastian yang dapat menyakibatkan seseorang berada dalam bahaya. Maksud ketidak
pastian dalam transaksi muamalah ialah “terdapat sesuatu yang ingin disembunyikan oleh
sebelah pihak dan hanya boleh menimbulkan rasa ketidak adilan serta penganiayaan kepada
pihak lain. Menurut Ibn Rush maksut al-gharar ialah “kurangnya maklumat tentang keadaan
barang (objek), wujud keraguan pada kewujudan barang, kuantiti, dan maklumat yang
lengkap terhubungnya dengan harga. Ibnu tamiyah menyatakan al-gharar itu ialah apabila
satu pihak mengambil haknya dan satu pihak lagi tidak menerima apa yang sepatutnya dia
dapatkan.

Al-gharar ditaqrifkan dalam kitab Qalyubi wa Umairah menyatakan madhab Imam Al-
Shaffi mendefinisikan Gharar sebagai, “suatu (aqad) yang akibatnya tersembunyi daripada
kita atau perkara diantara dua kemungkinan dimana yang paling kerab berlaku ialah yang
paling ditakuti”. Syaiful Azhar Rosly menyatakan, “Gharar yang dimaksut resiko dan ketidak
pastian yang puncak dari perbuatan manipulasi manusia mengakibatkan kemudharatan keatas
pihak yang di dzalimi. Umpamanya dalam jual beli mobil bekas, pembeli tidak dibertau
tentang keadaan sebenarnya kendaraan tersebut. Setelah selesai perjanjian jual beli, Gharar
dalam objek jual beli itu boleh dijadikan alasan membatalkan kontrak. Ini karena Gharar itu
berasal dari perbuatan dzalim yang disengaja.

Gharar secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana salah satu pihak
mempunyai informasi memadai tentang berbagai elemen subjek dan objek akad. Gharar
adalah semua jual beli yang mengandung ketidak jelasan atau keraguan tentang adanya

6 Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2013. Hal. 14-18
8
komoditas yang menjadi objek akad, Ketidak jelasan akibat dan bahaya yang mengancam
antara untung dan rugi ( pertaruhan / perjudian).

Dalam al-Quran tidak ada nash secara khusus yang mengatakan tentang hukum gharar
akan tetapi secara umum dapat dimasukan dalam surat al-Baqarah yang artinya;

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian dari yang lain diantara kamu
dengan yang batil. (Q.S. Al-Baqarah: 188)

Mengenai dilarangnya jual beli gharar oleh Rasulullah didapati hadis yang berhubungan
dengan hal tersebut yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat antara lain;

Dari Abi Hurairah berkata: Rasullulah telah melarang jual beli hasah dan jual beligharar.7

b. Konsepsi gharar.

Konsep dasar yang berkaitan dengan konsep gharar antara lain: (1) Game, Sebuah
pertukaran yang melibatkan dua pihak untuk tujuan tertentu yang dalam terminologi fiqh
lebih dikenal dengan mu’awadhah bi qash al-ribh (transaksi dengan keuntungan). (2) Zero
sum game (permainan dengan hasil bersih nol)

Konsep permainan yang hanya menghasilkan output win- lose (menang-kalah).


Kemenangan yang diperoleh satu pihak atau secara terbalikkkerugian bagi pihak lain. Hasil
yang diperoleh satu pihak tidak akan naik tanpa mengurangi hasil pihak lain. Menurut
Friedman (1990 h.20-21 ) bahwa zero sum-game adalah permainan dengan hasil pareto
optimal. Tidak ada hasil yang mengakomodasi kedua belah pihak pihak yang tidak ada kerja
sama. Disinilah terletak adanya unsur Gharar sifat dari kontrak berjangka yang zero sum-
game (pasti ada yang untung disebabkan pasti ada yang rugi) juga mendukung transaksi ini
lebih mendekatkan transaksi menjadi maysir ketika transaksi pertukaran dari kontrak tersebut
sangat berubah-ubah (volatile) pertukarannya dan sulit untuk ditebak pergeraannya
(khususnya pada kontrak berjangka valuta asing). Keuntungan dan kerugian bahkan bisa
tidak terbatas jumlahnya membuat kntrak ini bisa berubah menjadi sekedar a game of chance
(perjudian) yang jelas mendorong perilaku spekulatif. Disampig itu terlihat juga bahwa
memakan uang dari pihak lain mengimplikasikan ketidak seimbangan antara hak dan
kewajiban setiap pihak.8

7 http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-gharar-dalam-jual-beli.html

8 M. Nur Riyanto, Dasar-Dasar EKONOMI ISLAM, Solo: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA, 2011. Hal. 104-106
9
c. Pembagian Gharar.

Gharar dalam sighat akad (bentuk transaksi), yaitu Gharar dalam sighat akad (bentuk
transaksi) mempunyai arti bahwa akad atau transaksi yang terselanggara didalamnya terdapat
gharar. Atau dalam artian gharar tersebut berhubungan langsung dengan akad tidak pada
benda yang diakadkan. Adapun macam-macam gharar dalam sighat akad atau gharar yang
terdapat dalam bentuk transaksi antara lain meliput : Dua jual beli dalam satu jual beli, Jual
beli Urban, Jual beli Munabazah, Jual beli Hasah, Jual beli Mulamasah, Aqad yang
digantungkan dan akad yang disandarkan.

Gharar dalam benda yang berlaku padanya akad/benda yang ditransasikan. Gharar
didalam barang yang dijual atau mahalul aqdi termasuk juga harga maka dapatlah
dikembalikan jika: Ketidakjelasan Pada Zat Yang Ditransaksikan, Ketidakjelasan Pada Jenis
Benda Yang Ditransaksikan, Ketidakjelasan pada macam barang yang ditransaksikan,
Ketidakjelasan pada sifat benda yang ditransaksikan, Ketidakjelasan pada kadar benda yang
ditransaksikan, Ketidakjelasan pada tempo penentuan harga, Tidak adanya kemampuan
menyerahkan benda yang ditransaksikan, Transaksi pada benda yang tidak ada, tidak bisa
melihat benda yang ditransaksikan.9

Ditinjau dari hukum keharaman dan kehalalanya, Macam-macam gharar dalam jual beli
terbagi menjadi tiga: (1) Bila kuantitas banyak, hukumnya dilarang berdasarkan ijma’.
Seperti menjual ikan masih dalam air dan burung yang masih diudara. (2) Bila jumlahnya
sedikit, hukumnya dibolehkan menurut ijma’ seperti pondasi rumah (dalam transaksi jual beli
rumah) isi bagian dalam pakaian dan sejenisnya. (3) Bila kuantitasnya sedang-sedang saja,
hukumnya masih diperrdebatkan. Namun parameter untuk mengetahui banyak sedikit
kuantitas, dikembalikan kepada kebiasaan.10

d. Gharar dan Tadlis.

Gharar biasanya merujuk pada muamalah antar manusia, misalnya dalam berinteraksi jual
beli (bai’), utang-piutang (qard), sewa-menyewa (ijarah) wakalah dan syirkah.
Ketidaksempurnaan informasi ini bisa muncul secara alami dan tidak ada unsur kesengajaan
dari pihak yang bertransaksi. Inilah definisi gharar. Jika terdapat unsur kesengajaan dari salah
satu pihak untuk memanipulasi informasi atau menyembunyikannya maka ini disebut dengan

9 http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain-gdl-s1-2004-muhamadhar-331-BAB+II+2-4.pdf

10 Karim, W. A. (2004). Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.hal385-396


10
tadlis (penipuan) islam melarang adanya gharar dan tadlis dalam ransaksi. Gharar dan tadlis
pasti berujung pada kezaliman dan ketidakadilan. Islam datang untuk memerangi keduanya.
Jika ada transaksi yang mengamdung unsur gharar atau tadlis, maka transaksi tresebut akan
menjadi rusak atau batal.

Terkait dengan unsur kesengajaan ini, sebagian orang membagi risiko menjadi dua , yakni
risiko alamiah (natural risk) dan risiko sintetis (synthetic risk). Dalam konteks di atas, risiko
alamiah merujuk pada gharar yang tetap melekat pada kontrak, meskipun telah berusaha
dihilangkan, dan kalaupun dihilangkan dapat mendatangkan kenudaratan tebih besar
dibandingkan membiarkan gharar tersebut tetap ada. Lazimnya, ini unttuk gharar yang
bersifat ringan dan dapat diabaikan. Namun, bila gharar tersebut bersifat berat dan dapat
dihilangkan dalam konrrak, namun sengaja dibiarkan, maka ini termasuk dalam risiko
sintetis.11

e. Perbedaan Gharar dengan Ghurm/Risiko

Gharar (ketidakjelasan) danGhurm (risiko) adalahduaelemen yang berbeda. Gharar


adalah elemen yang diharamkan dalam jual beli sementara ghurm adalah salah satu
justifikasi kenapa keuntungan dalam jual beli itu sesuatu yang baik. Dalam kaedah fiqh
dikenali stilah (Al-ghunmu bil ghurmi) setiap keuntungan mesti diikuti sebuah risiko.

Penjelasan lanjutan tentang Ghurm dilengkapkan dengan firman Allah SWT :12

ْ‫ف ققلرييِإِش‬
‫ف فليِإِلل ف‬

‫ف‬
‫صيي ف‬ ‫إفيِإِللفففهيم فريحللةل ال ش‬
‫شلتاَفء لوال ص‬

‫ب لهٰلذا ايلبليي ف‬
‫ت‬ ‫فليليليعبققدوا لر ص‬

‫الصفذيِ أليطلعلمقهيم فمين قجوُ ع‬


‫ع لوآَلمنلقهيم فمين لخيوُ ع‬
‫ف‬

Bermaksud, "Untuk kebiasaan kaum Quraisy, Yaitu kebiasaan mereka dengan perjalanan
pada musim dingin dan musim panas, hendaklah mereka menyembah Tuhan Rumah ini,
yang menyediakan mereka makanan untuk melawan kelaparan, dan dengan keamanan
terhadap takut bahaya"

11 Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2013. Hal: 6-7

12 Al-Quran, surah Quraisy, ayat 1-4


11
Pada zaman itu, ada dua jenis kontrak komersial yang dapat diamalkan di dalam
perdagangan yang dilakukan kabilah Quraisy, yaitu mudarabahdan al-bay’. Pada kontrak
yang pertama, orang-orang Mekah selalu menunggu kedatangan kabilah dengan
harapan penuh pada keuntungan dalam perdagangan melalui mudarabah al-Qirad.

Perdagangan yang dilakukan kabilah tersebut tidaklah mudah dan selalu mengalami
kerugian. Barang dagangan kadang-kadang hancur sebelum sampai kepasaran. Ribut pasir,
penyakit dan rompakan di jalan serta masalah-masalah yang timbul menjejaskan
lagi perjalanan kabilah tersebut dan mengangu kelancaran perniagaan mereka. Hal-hal
tersebut adalah risiko perdagangan yang tidak mampu dihindari. Risiko seperti inilah
yang disebut Al-ghurm. Sedangkan gharar muncul jika terdapat ketidakjelasan dalam jenis
barang yang diperdagangkan, atau ketidakjelasan harga suatu barang atau servis.

keterangan Risiko gharar

Pandangan islam Diperbolehkan dengan kaedah Dilarang berdasarkan Hadis


fiqh Al ghurmu bil ghunm dan dalil-dalil syari’i

contoh Risiko didalam usaha perniagaan Tidak adanya penetapan

Harga dan spesifikasi dalam

Kontrak jualbeli

Kesan Menumbuhkan semangat Menimbulkan perselisihan

Wirausaha dan sikap yang

Produktif

12
C. MAYSIR
a. Konsep maysir.

Halyang dilarang dalam islam selain gharar adalah maysir. Maysir atau qimar secara
harfiah bermakna judi (spekulasi). Secara teknis adalah setiap permainan yang di dalamnya di
syaratkan adanya sesuatu (berupa materi) yang diambil dari pihak yangkalah untuk pihak
yang menang. Definisi judi (maysir atau qimar) menurut Ibrahim Anis dkk. Dalam al-
mu’jam al-wasith hal. 758, judi adalah setiap permainan yang di dalamnya disyaratkan
adanya sesuatu (berupa materi) yang di ambil dari pihak yang kalah kepada pihak yang
menang. Menurut Muhamad Ali biAsh-Sabuni dalam kitab tafsirnya rawa’i Al-Bayan fi
Tafsir Ayat Al-Ahkam ( 1/279), judi adalah setiap permainan yang menimbulkan keutungan
(ribh) bagi satu pihak dan kerugian (khasarah) bagi pihak lainnya.

Beberapa definisi tersebut sebenarnya saling melengkapi, sehingga dapat disimpulkan


sebuah definisi judi yang menyeluruh, yaitu judi merupakan segala permainan yang
mengandung unsur taruhan (harta atau materi) dimana pihak-pihak yang menang mengambil
harta atau materi dari pihak yang kalah. Untuk bisa dikatagorikan sebagai judi harus ada tiga
unsur yang harus dipenuhi :

1. Adanya taruhan harta atau materi yang berasal dari kedua belah pihak yang
berjudi.
2. Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang dan
yang kalah.
3. Pihak yang menang mengambil harta ( sebagian atau seluruhnya) yang
menjadi taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.

Judi ini bisa dilakukan dengan bandar (penyelenggara) atau tanpa bandar. Baik
penyelenggara pihak swasta ( misalnya bandar judi kapal pesiar untuk judi ), maupun
pemerintah (misalnya Departemen Sosial). Sama saja apakah dana yang terkumpul untuk
tujuan pembangunan, olahraga, sosial, atau yang lainya

Istilah lain dari judi adalah spekulasi, hal ini bisa terjadi dalam bursa saham. Setiap
menitnya selalu saja terjadi transaksi spekulasi yang sangat merugikan si penerbit saham.
Setiap perusahaan yang memiliki right issue selalu didatangi para spekulan. Ketika harga
saham suatu badan usaha sedang jatuh maka spekulan buru-buru membeliya sedangkan
ketika harga naik para spekulan menjualnya kembali atau melepas kepasar saham. Hal ini
13
sering membuat indeks harga saham gabungan menurun dan memperburuk perekonomian
bangsa.13

b. Dalil-dalil Pengharaman Maisir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫ إفنصلماَ يِإِقفريِإِقد‬.‫طاَفن لفاَيجتلنفقبوُهق لللعلصقكيم تقيفلفقحوُلن‬


‫شيي ل‬
‫س شمين لعلمفل ال ص‬ ‫ب لوالليزللقم فريج س‬ ‫صاَ ق‬
‫لن ل‬‫سقر لوا ل‬‫ليِإِاَ ألييِإِلهاَ الصفذيِإِلن آَلمقنوُيا إفنصلماَ ايللخيمقر لوايللميي ف‬
‫صللفة فللهيل لأنقتم يمنتلقهوُلن‬ ‫اف لولعفن ال ص‬ ‫صصدقكيم لعن فذيكفر ا‬ ‫سفر لويِإِل ق‬ ‫طاَقن لأن قيِإِوُقفلع بليينلقكقم ايللعلدالوةل لوايلبليغ ل‬
‫ضاَء ففيِ ايللخيمفر لوايللميي ف‬ ‫شيي ل‬‫ال ص‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maisir, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
(QS. Al-Ma`idah : 90-91)

Dan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersada :

‫شييِعء‬
‫ق بف ل‬ ‫صاَفحبففه تللعاَلل أقلقاَفميرلك فليليلتل ل‬
‫صصد ي‬ ‫لمين لقاَلل لف ل‬

“Siapa yang berkata kapada temannya : “Kemarilah saya berqimar denganmu”, maka
hendaknya ia bershodaqah.”

Qimar menurut sebagian ulama sama dengan maisir, dan menurut sebagian ulama lain
qimar hanya pada mu’amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan. Dan hadits di atas
menunjukan haramnya qimar/maisir dan ajakan melakukannya dikenakan kaffarah (denda)
dengan bershodaqoh.14

c. Perbedaan antara al-Maisir (Perjudian) dan al-Qimaar

Para ulama berselisih dalam masalah ini dalam dua pendapat: pertama, Al-maisir
(perjudian) dan al-qimar adalah sinonim. Pendapat kedua, Keduanya tidak sinonim.
Perbedaannya adalah:Al-qimar adalah saling mengalahkan dan spekulatif pada harta. Al-

13 M. Nur Riyanto, Dasar-Dasar EKONOMI ISLAM, Solo: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA, 2011. Hal. 108-110

14 http://al-atsariyyah.com/tidak-boleh-ada-maisir.html
14
maisir (perjudian) mencakup semua jenis mukhatharah (spekulasi), baik dalam pertukaran
(mu’awadhah) atau bukan.

Terkadang, ada pertukaran harta dan terkadang tidak ada. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim
rahimahullahu-–mengikuti pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah–, menyatakan,
‫طوُا ايلمماَمل رفيِ ايلممييرسرر‬
‫ٍ مولميم يميشتمرر ط‬،‫ف مكاَنطيوُا يطمعبلطريومن رباَلمممييرسرر معين طكلل مماَ فرييره طممخاَطممرةة طممحرَرممةة‬
‫مالرَسلم ط‬

Para salaf dahulu, mengungkapkan semua yang ada mukhatharah (spekulasi) yang
diharamkan dengan ungkapan al-maisir (perjudian), dan mereka tidak mensyaratkan adanya
harta dalam al-maisir (perjudian).

d. Perbedaan antara al-Maisir (Perjudian) dengan al-Gharar.

Definisi al-gharar dan al-maisir (perjudian) tampak sekali hampir sama. Oleh karena itu,
para ulama menyebut keduanya adalah sinonim atau salah satunya bagian dari yang lain.
Namun kesamaan ini tidak berarti sama dalam pengertian keduanya. Hal itu karena sebagian
jenis al-gharar tidak dapat dinamakan al-maisir (judi). Karenanya, kata al-maisir (‫ )الميسر‬lebih
khusus dari kata al-gharar (‫)الغرر‬. Dengan demikian, setiap al-maisir adalah al-gharar, dan
tidak semua al-gharar adalah al-maisir. Sebuah muamalah yang mengandung gharar
terkadang tidak mengandung unsur judi.

Dr. adh-Dharir menyatakan, “Contohnya adalah: muamalah yang berhubungan dengan


ketidakjelasan pondasi tembok atau buah yang belum jadi. Ini semua termasuk al-gharar,
namun bukan al-maisir.”15

15 http://www.alsofwah.or.id/cetakekonomi.php?id=130&idjudul=1
15
PENUTUP

A. Kesimpulan

Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak
diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan
adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya
risiko.

Ketidaksempurnaan informasi ini bisa muncul secara alami dan tidak ada unsur
kesengajaan dari pihak yang bertransaksi. Inilah definisi gharar. Jika terdapat unsur
kesengajaan dari salah satu pihak untuk memanipulasi informasi atau menyembunyikannya
maka ini disebut dengan tadlis (penipuan) islam melarang adanya gharar dan tadlis dalam
transaksi.

Maysir atau qimar secara harfiah bermakna judi (spekulasi). Secara teknis adalah setiap
permainan yang di dalamnya di syaratkan adanya sesuatu (berupa materi) yang diambil dari
pihak yang kalah untuk pihak yang menang. Setiap al-maisir adalah al-gharar, dan tidak
semua al-gharar adalah al-maisir. Sebuah muamalah yang mengandung gharar terkadang
tidak mengandung unsur judi.

Islam mengajarkan kaidah “la darara wa la dirara”. Kita tidak diperbolehan untuk
melibatkan diri kita dalam suatu kemudaratan yang akan merugikan atau membinasakan diri
kita sendiri tanpa adanya usaha untuk meminimalkan kemudaratan tersebut. Bahkan dalam
surat Al Baqarah ayat 95, Allah berfirman, “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan”. Kaidah ini mendorong untuk lebih berhati-hati dalam mengelola
kegiatan usaha sehingga setiap risiko yang belekat pada kita dapat diminimalisasi dan
dikelola dengan baik.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran,

Darmawan, Herman. 2013. MANAJEMEN RISIKO, Jakarta: Bumi Aksara.

Idroes, Ferry N. 2011. MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN, Jakarta: PT


RAJAGRAFINDO PERSADA.

Karim, W. A. (2004). Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.Riyanto,

Kasidi. 2010. Manajemen Risiko, Bogor: Ghalia Indonesia.

M. Nur. 2011. Dasar-Dasar EKONOMI ISLAM, Solo: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA.

Rustam, Bambang Rianto.2013. Manajrmen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia, Jakarta:


Salemba Empat.

Wahyudi, Imam. 2013. Manajemen Risiko Bank Islam, Jakarta: Salemba Empat.

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain-gdl-s1-2004-muhamadhar-331-
BAB+II+2-4.pdf

http://al-atsariyyah.com/tidak-boleh-ada-maisir.html

http://www.alsofwah.or.id/cetakekonomi.php?id=130&idjudul=1

http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-gharar-dalam-jual-beli.html

18

Anda mungkin juga menyukai