Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Sindroma lobus frontalis adalah gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti


impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan mengatur mood.
(1)

Insiden neoplasma primer dan metastasis pada sistem saraf pusat adalah 15/100.000 per
tahun. Sekitar 85% dari semua neoplasma sistem saraf pusat terjadi di intrakranial dan sisanya di
intraspinal. Dari semua neoplasma intrakranial, meningioma terhitung sekitar 40%, sebagian
mempunyai lokasi di lobus frontalis dan menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Tumor
lobus frontal menyebabkan perubahan status mental dan personaliti pada 90%
kasus.Meningioma sering tidak diketahui oleh si penderita, dan baru diketahui setelah otopsi.(1)
Trauma, neoplasma, infeksi, gangguan demielinisasi, lesi vaskular, dapat menyebabkan
suatu sindroma lobus frontalis tergantung dari lokasi dan kelainan di daerah serebral dengan
manifestasi yang berbeda-beda. Kejadian meningioma pada wanita dua kali lebih tinggi daripada
pria. Sekitar 20% terletak di lobus frontalis dapat menyebabkan sindroma lobus frontal.(2)
Selanjutnya akan dibahas suatu kasus sindroma lobus frontalis pada meningioma.

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita 44 tahun dengan keluhan utama nyeri kepala terutama di puncak kepala
hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu.
Dari anamnesis (auto & alloanamnesis): Sejak 6 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri
berdenyut di puncak kepala. Nyeri kepala dirasakan saat bangun tidur pagi. Berkurang bila
istirahat dan minum obat sakit kepala.
Sekitar tiga bulan SMRS keluhan nyeri kepala semakin berat diikuti perubahan perilaku
seperti berbicara lebih lamban, menjadi pendiam, sering marah, dalam keadaan sedih atau marah
pasien mengungkapkan dengan menangis kemudian tertawa.
Satu bulan SMRS pasien mengalami kelemahan tubuh sebelah kanan. Kelemahan
dirasakan bersamaan dan beratnya kelemahan lengan dan tungkai kanan sama, sehingga bila
berjalan harus diseret disertai kesemutan sisi tubuh kanan. Nyeri kepala semakin memberat,
sering (setiap saat) , jangka waktu semakin lama, dan bertambah berat. Muntah 3 kali selama
sebulan, menyemprot, berisi cairan makanan tidak disertai dengan mual. Keluhan kejang,
demam, gangguan penciuman, gangguan penglihatan, mulut mencong, gangguan makan dan
minum, bicara pelo tidak ada. Riwayat penurunan kesadaran disangkal. Riwayat penurunan berat
badan disangkal
Pasien tidak mempunyai riwayat trauma. Riwayat darah tinggi dan kencing manis
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg,
frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi nafas 18 x/menit, suhu afebris.
Dari pemeriksaan neurologis, GCS : E4M6V5 = 15, pupil bulat isokor, diameter 4 mm,
RCL/RCTL +/+. Tidak ditemukan tanda rangsang meningeal, tidak ditemukan paresis saraf
kranial, motorik 4444/5555 untuk ekstremitas atas dan 4444/5555 untuk ekstremitas bawah.
Refleks fisiologis +++/++. Tidak ditemukan refleks patologis, sensibilitas hemihipestesi dekstra,
fungsi koordinasi baik, otonom baik. Funduskopi ODS : papil batas kabur, hiperemis, cupping
tidak ada, A:V = 1:3, terdapat perdarahan dan eksudat.
Pemeriksaan penunjang didapatkan Laboratorium : Hb 12.4 g/dL, Ht 35,3 %, eritrosit
4,11 juta/uL, leukosit 10.200/uL, trombosit 360.000/uL, gula darah sewaktu 174 mg/dL, ureum
30 mg/dL, kreatinin 0,4 mg/dL, natrium 137 mEq/L, kalium 3,8 mEq/L. Foto thorax :
kardomegali (CTR = 56%). CT sken kepala dengan kontras : tampak lesi isodens kiri di
frontoparietal yang menyangat setelah pemberian kontras, batas relatif tegas dengan perifokal
edema berbentuk finger print disekitarnya, mengobliterasi ventrikel lateralis kiri, kanan, dan
ventrikel III. Sulci menyempit, gyri mendatar. Tampak pergeseran garis tengah ke kanan. Kesan
: massa frontoparietal kiri sangat mungkin meningioma.

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja tumor intrakranial.


Penatalaksanaan pada penderita dilakukan secara umum berupa KIE kepada pasien & keluarga
tentang penyakit pasien, direncanakan konsul neuroophtalmologi, fungsi luhur, bagian
pulmonologi, kardiologi, bedah saraf. Neurorestorasi/rehabilitasi medik paska operasi.
Hasil konsul Neuro-ophtalmologi didapatkan visus ODS = 6/7, RCL/RCTL +/+, Marcus
Gunn -/-, Funduskopi ODS : papil batas kabur, cupping -/-, hiperemis, A:V = 1 :3, perdarahan +/
+, eksudat +/+, dengan kesimpulan papiledema bilateral ec. tekanan intrakranial meningkat SOL
intrakranial.
Pada pemeriksaan Fungsi luhur menggunakan Strubb & Black tgl 1/2/2005 didapatkan
gangguan konsentrasi, bahasa (transkortikal sensorik), fungsi visuospasial, memori baru
auditorik dan visual, fungsi eksekutif, dengan gangguan neuropsikiatri disinhibisi, (forced
crying, forced laughing).
Selain itu dilakukan juga konsul pulmonologi dan kardiologi untuk persiapan operasi
dengan hasil : pulmonologi kesan tumor serebri frontal parasagital dan tidak ada kontraindikasi
untuk operasi (resiko operasi sedang).
Pada konsul kardiologi didapatkan masalah tumor frontal parasagital kiri V1-V4, old
infark, CAD aterior dan menyarankan ISDN 3 x 5 mg, Aspilet 1 x 80 mg, resiko operasi sedang.
Bedah Saraf : alih rawat untuk direncanakan operasi dan tanggal 7/2/2005 dilakukan
operasi kraniotomi removal tumor dan ligasi arteri Carotis eksterna kiri.
Follow up pasien pada hari ke 2, kesadaran CM, TD 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit,
nafas 24 x/menit, suhu afebris.Diberikan terapi Ceftriaxone 2 x 1 gr, fenitoin 3 x 1 ampul,
dexamethason 3 x 5 mg, ranitidin 2 x 1 ampul, ketoprofen 3 x 1 ampul. Pada hari ke-3 – 15 tidak
ada nyeri kepala,muntah,dan kesemutan, kekuatan tubuh sisi kanan bertambah, perbaikan
perubahan perilaku, kesadaran CM, tanda vital stabil. Terapi tetap diteruskan, dilakukan
mobilisasi dari ½ duduk – berjalan, selanjutnya direncanakan konsul radioterapi. Pada hari ke
16-20 didapatkan kesadaran CM dan tanda vital stabil.Kekuatan anggota gerak tubuh sisi kanan
semakin membaik, nyeri kepala tidak ada. Pasien telah menjalani radioterapi yang ke 5 dan
diperbolehkan untuk pulang.
Pada konsul radioterapi akan dilakukan sinar tgl 22/2/05 untuk sklerosing pembuluh
darah.
Dari pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan meningioma angiomatosa dengan bercak-
bercak sel bersifat “chordoid”/ “clear cells”.
Unit Rehabilitasi Medik menyarankan konsul psikiatri untuk ekspresif terapi, post op
chest therapy (chest expansi exercise, deep breathing exercise, abdominal breathing exrcise),
latihan LGS keempat ekstremitas secara volunter  strengthening bertahap terutama utuk trisep,
eksternal/internal strengthening, pronator / supinator, wrist extensor, strengthening otot
abdominal upper / lower, gluteal setting exercise.
Evaluasi ulang fungsi luhur tgl 28/2/2005 menunjukkan perbaikan pada atensi,
konsentrasi dan visual memori setelah 27 hari. Modalitas kognitif lainnya belum jelas perbaikan.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis: perubahan perilaku disertai nyeri kepala, muntah, hemiparesis dan
hemihipestesi kanan, papiledema bilateral.
Diagnosis Topis: lobus frontalis kiri bagian dorsolateral-prefrontal, orbitofrontal –
prefrontal, dan cingulatum anterior
Diagnosis Etiologi: tumor ekstraparenkim
Diagnosis Patologis: meningioma

PROGNOSIS
Ad vitam ad bonam, ad functionam ad bonam, ad sanationam ad bonam

DISKUSI
Sindroma lobus frontalis terjadi bila terdapat gangguan pada daerah korteks prefrontal
lobus frontalis yang terdiri dari 3 regio yaitu dorsolateral, orbitofrontal, dan singulatum anterior.
(1,2,4)

Pada penderita terdapat gejala gangguan perubahan perilaku seperti berbicara lamban,
menjadi pendiam, sering marah, dalam keadaan sedih atau marah pasien mengungkapkan dengan
menangis kemudian tertawa. Hal ini sesuai dengan gejala sindroma lobus frontalis yang sering
ditemukan pada penderita meningioma.(1) Sindroma lobus frontalis yang terjadi disebabkan oleh
karena penekanan progresif dari meningioma itu sendiri ataupun oleh edema yang berhubungan
dengan efek massa tumor yang terletak di lobus frontalis.(1,5)
Pada anamnesis pasien menderita nyeri kepala berdenyut di puncak kepala sejak 6 bulan
yang lalu, disusul 3 bulan penderita mengalami gangguan perilaku seperti berbicara lamban,
menjadi pendiam, dan sering marah. Sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini. Satu bulan
kemudian didapatkan tekanan intrakranial yang meningkat ( nyeri kepala yang memberat,
semakin sering dan jangka waktu semakin lama, muntah proyektil, dan terdapat papil edema
bilateral).
Pada pemeriksaan umum dan neurologis terdapat tanda fokal hemiparesis dekstra disertai
papil edema bilateral. Adanya hemiparesis dekstra sesuai dengan kerusakan pada area motorik
korteks primer lobus frontalis.
Gangguan neurobehavioral dan defisit motorik yang ditemukan pada pasien
menunjukkan luasnya daerah yang terlibat yaitu seluruh regio di korteks prefrontal sampai
korteks motor primer.
Hasil pemeriksaan neurobehavioral Strub & Black sebelum dilakukan tindakan operatif
menunjukkan gangguan konsentrasi, bahasa (transkortikal sensorik), fungsi visuospasial, memori
baru auditorik dan visual, fungsi eksekutif. Hal ini sesuai dengan kerusakan pada regio
dorsolateral prefrontal. Pada pasien juga terlihat adanya gangguan neuropsikiatri yang sesuai
dengan letak kerusakan di regio orbitofrontal prefrontal. Sedangkan perubahan perilaku pasien
menjadi pendiam menunjukkan adanya gangguan pada regio cingulatum anterior. Perbaikan
neurobehavioral terlihat setelah dilakukan tindakan operatif, dengan asumsi proses penekanan
oleh meningioma sudah tidak ada.
Secara anatomis, setiap bagian lobus frontalis dibagi menjadi 3 daerah, yaitu kortek
motor primer , kortek premotor dan kortek prefrontal . Limbik terletak medial dalam lobus
frontalis.(3,4)
Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan volunter . Kerusakan pada daerah
ini akan menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan . Kortek premotor
berhubungan dengan kortek motor primer dan penting untuk integrasi dan program gerakan yang
berurutan . Korteks pre frontal dibagi menjadi 3 regio yaitu , regio orbito-frontal ( anterior lobus
frontal ) , regio dorsolateral, serta cingulum anterior. Kerusakan pada masing- masing sirkuit
dapat menimbulkan gejala neuropsikiatri.
Setiap sirkuit mempunyai serabut proyeksi ke struktur striata ( nucleus caudatus,
putamen, dan striatum anterior ) , dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia
nigra , proyeksi ke nucleus thalamus dan kembali ke lobus frontal .
Sirkuit dorsolateral dimulai dari korteks pre frontal dorsolateral  nucleus kaudatus
dorsolateral  globus pallidus dorsomedial lateral  nucleus thalamus dorsomedial dan
anteroventral  regio dorsolateral pre frontal . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan
gangguan fungsi eksekutif , diantaranya kesulitan mempelajari informasi baru , gangguan
program gerakan motor, gangguan kelancaran verbal dan non verbal , gangguan untuk menyusun
kembali bentukyang kompleks . Sirkuit ini menerima impuls dari serabut afferent area prefrontal
4,6 dan area parietal 7a yang berperan dalam proses penglihatan. Serabut aferen dari sistim
limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari substansia nigra.
Sirkuit orbitofrontal dimulai dari kortek orbitolateral  nucleus caudatus ventromedial
 globus pallidus dorsomedial medial  nucleus thalamus ventroanterior dan mediodorsal 
kortek orbitolateral . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan disinhibisi , berupa
gangguan perilaku berupa mudah marah , emosi yang labil
dan obsesif kompulsif . Sirkuit ini menerima serabut aferen dari area temporal 22 dan orbito
frontal 12 yang terdiri dari bagian sensorik heteromodal dan para limbik .
Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior  nucleus akumbens
 globus pallidus rostrolateral  thalamus medio dorsal  kortek cingulatum anterior .
Kerusakan pada sirkuit ini ditandai dengan apati, penurunan kemauan dan tidak adanya emosi .
Sirkuit ini menerima serabut afferent hipokampus , area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35.
Selain sirkuit sirkuit diatas , juga terdapat jalur langsung dan jalur tidak langsung yang
turut berperan dalam fungsi lobus frontalis .(1)

Tabel 1. Jalur langsung dan tak langsung sirkuit neuron ganglia basalis

Sindroma lobus frontal menyebabkan perubahan personaliti dan status mental pada 90%
kasus, juga menunjukkan penemuan beberapa neurologi fokal. Apatis, disinhibisi atau impulsif
merupakan tanda keterlibatan regio frontal. Eforia atau depresi, irritabilitas, gangguan
konsentrasi, poor adjusment, disorientasi, dan gangguan atensi merupakan tambahan awal yang
sering ditemukan. Pasien dengan tumor frontal kanan menunjukkan lebih eforia, sedangkan
pasien dengan tumor frontal kiri menunjukkan lebih depresi. (5,6,7,8,9,10)
Pasien dengan gangguan lobus frontal sering memperlihatkan kombinasi dari gejala
kognitif, psikiatri, dan perilaku. Neoplasma sistem saraf pusat banyak merubah fungsi otak.
Invasi dan kompresi langsung akan menyebabkan defisit fokal neurologis seperti afasia,
hemiparesis, amnesia, atau defisit lapang pandang. Edema vasogenik pada otak dihasilkan pada
banyak neoplasma yang merupakan sekunder dari kebocoran kapiler melaui defek blood –brain
barrier. Edema ini berhubungan dengan efek massa tumor yang sering menyebabkan tekanan
intrakranial. Gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah nyeri kepala, mual,
muntah, papiledema, palsi nervus enam, dan perubahan status mental. Evaluasi neuropsikiatri
sering menunjukkan gangguan atensi, gangguan kognisi, irritabilitas, emosi yang labil, dan
retardasi psikomotor. Suatu saat, peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan
bradikardia, hipertensi, dan sindrom herniasi.(1,5)
Neoplasma intrakranial terdiri dari sel tumor yang berkembang cepat, tumor yang
berhubungan dengan pembuluh darah, dan jaringan nekrotik. Meningioma berasal dari sel
arachnoid, piamater, dan duramater otak.(2)
Lumbal pungsi umumnya dihindari karena resiko herniasi bila terdapat massa pada otak.
Tetapi apabila LCS dapat diambil, biasanya akan menggambarkan pleositosis ringan,
peningkatan protein dan glukosa yang normal. EEG pada pasien tumor otak biasanya abnormal.
Angiografi pada meningioma sering menunjukkan suplai darah meningen dan pembuluh darah
tertentu. MRI dan CT menggambarkan kejadian proses massa, edema, pergeseran garis tengah,
hidrosefalus, dan perdarahan.(2)
Penanganan neoplasma otak ditentukan oleh lokasi dan tipe neoplasma. Korikosteroid
berguna untuk mengurangi edema sekunder neoplasma sistem saraf pusat karena itu bertujuan
untuk mengurangi tekanan intrakranial yang meningkat. Antikonvulsan diberikan untuk
mencegah kejang. Penanganan gejala neuropsikiatri sebaiknya dihindari yang dapat
memperberat defisit kognitif. Meningioma dapat diangkat secara komplit pada hampir 90%
kasus tetapi mempunyai rata-rata kejadian berulang yang tinggi. Rata-rata kejadian meningioma
dalam lima tahun adalah 60%.(2)
Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis adalah dengan mengatasi gejala - gejala yang
timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, dan kemudian dilakukan terapi konvensional
ataupun tindakan pembedahan. Beberapa penulis selain mengatakan bahwa terapi dari keadaan
ini adalah tidak spesifik , namun yang harus diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga
pasien , karena keluarga mereka yang sekarang mengalami sindroma ini sifat, perilaku, bahkan
keseharian mereka, sedikit banyak telah berubah.(1,7,8,9,10)

KESIMPULAN
Sindroma lobus frontalis yang disebabkan oleh karena proses penekanan oleh
meningioma pada daerah korteks prefrontal lobus frontalis setelah dilakukan tindakan kraniotomi
didapatkan adanya perbaikan pada pemeriksaan neurobehavioral. Hal ini diasumsikan bahwa
proses penekanan oleh meningioma sudah tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA
1. Miller BL,Cummings JL.The Human Frontal Lobes.In:Nakawatase,editor.Frontal Lobe
Tumors.New York:The Guilford Press;1999.p.436-445.
2. Miller BL,Cummings JL.The Human Frontal Lobes.In:Kaufer DI,Lewis DA,
editors.Frontal lobe anatomy and cortical connectivity.New York:The Guilford
Press;1999.p.27-44.
3. Wen PY,Black PM. Neurologic Clinics. In:Black PM,editor. Benign Brain Tumors.
Philadelphia:W.B.Saunders company;1995.p.927-952.
4. Waxmann SG. Clinical Neuroanatomy. 25thed. Connecticut: McGraw-Hill,2003.p.267.
5. Coffey CE,Cummings JL.Textbook of Geriatric Neuropsychiatry.2 thed.In:Scharre
DW,editor. Neoplastic, Demyelinating, Infectious, and Inflammatory Brain
Disorders.Washington,DC:American Psychiatric Press;2000.p.669-697.
6. Coffey CE, Cummings JL. Textbook of Geriatric Neuropsychiatry.2 thed. In:D’Esposito
M,editor.Neurobehavioral Syndrome.Washington,DC:American Psychiatric
Press;2000.p.729-745.
7. Manes F,Sahakian B,Clark L,Rogers R,Antoun N,Aitken M,et al.Decision- making
processes following damage to the prefrontal cortex.Brain 2002;125:624-639.
8. Phillips LE,Frankenfeld CL,drangsholt M,Koepsell TD,Belle GV,Longstreth
WT.Intracranial meningioma and ionizing radiation in medical and occupational
settings.Neurology 2005;64:350-352.
9. Rowe AD,Bullock PR,Polkey CE,Morris RG.’Theory of mind’ impairments and their
relationship to executive functioning following frontal lobe excisions.Brain
2001;124:600-616.
10. Bechara A,Tranel D,Damasio H.Characterization of the decision making deficit of
patients with ventromedial prefrontal cortex lesions.Brain 2000;123:2189-2202.
11. Schmidtke K,Manner H,Kaufmann R,Schmolk H.Cognitive Procedural Learning in
Patients With Fronto-Striatal Lesions.Learning&Memory 2002;9:419-429.
Sindroma Lobus Frontalis

Fritz Sumantri Usman Sr

Neurologist & Interventional Neurologist

Abstrak :

Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari otak kita yang berhubungan dengan aspek tingkah laku .

Sindroma lobus frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan personality yang terjadi

akibat kerusakan otak bagian depan . Kejadian yang dapat menyebabkan sindroma ini diantaranya

adalah cedera kepala, sindroma vascular, tumor, dementia frontotemporal, dan akibat pembedahan

karena aneurisma. Manifestasi klinis yang timbul amat beragam namun berinti pada ketidakmampuan

untuk mengatur perilaku . Terapi yang kita lakukan sampai saat ini adalah mengobati penyakit yang

mendasari dari terjadinya sindroma lobus frontalis tersebut , konselling keluarga , dan pembedahan bila

diperlukan .

Kata kunci : sindroma lobus frontalis - penatalaksanaan

Abstract :

Frontal lobe is the biggest lobe from our brain , and related to behavior aspect . Frontal lobe syndrome is

behavioral changes, emotion, and personality, caused by frontal lobe damage . Several caused could

make frontal lobe syndrome like a traumatic brain injury, tumours, fronto temporal dementia, or post

surgery aneurism. Clinical manifestation have various type, but based on unable to manage behavioral.

Therapy for this syndrome stress on its underlying desease, family councelling, and surgery .

Keywords : Frontal lobe syndrome – management


Pendahuluan

Fungsi lobus frontalis berhubungan dengan aspek tingkah laku dan berpengaruh dalam

mewujudkan kepribadian dan adaptasi sosial . Suatu trauma kepala sering kali menimbulkan sindroma

lobus frontalis dan memberikan manifestasi klinis yang bermacam macam sehingga sulit untuk

membuat diagnosa klinis .(1,3) Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik . Pasien

dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering menimbulkan gejala yang samar ; diperlukan

pemahaman tentang fungsi lobus frontalis dan sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi suatu

keadaan sindroma lobus frontalis, karena gangguan status mental berupa gangguan memori, gangguan

atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi control dan eksekusi , merupakan gejala yang penting

pada lobus frontalis, selain gangguan akibat kenaikan tekanan intracranial. (1,2,3,4,5)

Etiologi dan patofisiologi

Sindroma lobus frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan personality yang

terjadi akibat kerusakan otak bagian depan . Kejadian yang dapat menyebabkan sindroma ini diantaranya

adalah cedera kepala, sindroma vascular, tumor, dementia frontotemporal, dan akibat pembedahan

karena aneurisma .(1)

Faktor penyebab utama dari sindroma lobus frontalis sampai saat ini masih cedera kepala .

Walaupun angka insidens yang pasti sulit didapat , namun para penulis cukup sepakat akan hal tersebut .

(1,3,4)

.
Lobus frontalis merupakan sepertiga bagian dari kortek serebri manusia . Setiap bagian lobus

frontalis dibagi menjadi 3 daerah, yaitu kortek motor primer , kortek premotor dan kortek prefrontal .

(1,2,6)

Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan voluntary . Kerusakan pda daerah ini akan

menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan . Kortek premotor berhubungan dengan

kortek motor primer dan penting untuk integrasi dan program program gerakan yang berurutan . Kortek

pre frontal dibagi menjadi 3 regio yaitu , region orbito-frontal ( anterior lobus frontal ) , region

dorsolateral, serta cingulum anterior .

Terdapat lima sirkuit yang diketahui , yaitu : sirkuit motorik pada area motorik, sirkuit

okulomotor pada lapangan penglihatan frontal, dan tiga sirkuit pada daerah kortek pre frontal ; yaitu

sirkuit dorsolateral pre frontal, sirkuit orbitofrontal pre frontal, serta cingulatum anterior . Setiap sirkuit

mempunyai serabut proyeksi ke struktur striata ( nucleus caudatus, putamen, dan striatum anterior ) ,

dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia nigra , proyeksi ke nucleus thalamus dan

kembali ke lobus frontal .

Sirkuit dorsolateral dimulai dari korteks pre frontal dorsolateral - nucleus kaudatus

dorsolateral - globus pallidus dorsomedial lateral - nucleus thalamus dorsomedial dan anteroventral

- regio dorsolateral pre frontal . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan fungsi eksekutif ,

diantaranya kesulitan mempelajari informasi baru , gangguan program gerakan motor, gangguan

kelancaran verbal dan non verbal , gangguan untuk menyusun kembali bentukyang kompleks . Sirkuit ini

menerima inpuls dari serabut afferent area prefrontal 4,6 dan area parietal 7a yang berperan dalam

proses penglihatan. Serabut aferen dari sistim limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari substansia

nigra.
Sirkuit orbitofrontal dimulai dari kortek orbitolateral - nucleus caudatus ventromedial -

globus pallidus dorsomedial medial - nucleus thalamus ventroanterior dan mediodorsal - kortek

orbitolateral . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan disinhibisi , berupa gangguan perilaku

berupa mudah , emosi yang labil dan obsesif kompulsif . Sirkuit ini menerima serabut aferen dari area

temporal 22 dan orbito frontal 12 yang terdiri dari bagian sensorik heteromodal dan para limbic .

Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior - nucleus akumbens -

globus pallidus rostrolateral - thalamus medio dorsal - kortek cingulatum anterior . Kerusakan pada

sirkuit ini ditandai dengan apati, penurunan kemauan dan tidak adanya emosi . Sirkuit ini menerima

serabut afferent hipokampus , area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35. (1)

Selain sirkuit sirkuit diatas , juga terdapat jalur langsung dan jalur tidak langsung yang turut

berperan dalam fungsi lobus frontalis .(1)

Manifestasi klinis

Sindroma lobus frontalis adalah berupa gejala gejala ketidakmampuan untuk mengatur perilaku seperti

impulsive, tidak ada motivasi, apati, disorganisasi, deficit memori dan atensi , disfungsi eksekutif,

ketidakmampuan mengatur mood-nya, mudah lupa, perkataan yang sering menyakitkan hati ataupun

kotor, malas / tidak mau mengerjakan aktivitas apapun juga , sulit diatur, selalu merasa paling benar .

(1,2,3)

Pemeriksaan klinis
Diagnosa klinis suatu sindroma lobus frontalis cukup sulit ; karena disfungsi lobus prefrontal

sering tidak terdeksi pada pemeriksaan neurology standar, maupun pemeriksaan status mental serta tes

neuropsikologi konvensional . Ada beberapa pemeriksaan klinis , tes status mental dan skala

neurobehavior yang harus digunakan pada keadaan ini (1)

1. kontrol dan program gerakan motor :

a. penekanan pada impuls motorik dan reflek :

- reflek menggenggam

- tes go / no go

b. gerakan motorik cepat: rhytm tapping

c. gerakan serial yang kompleks

- Luria’s hand sequences

- Alternating pattern

2. kontrol mental :

a. trial making test

b. kemampuan mengulang secara terbalik kata, hari, bulan

3. kelancaran dan kreativitas dengan five point test

4. memori dengan rentang digit dan word list learning

5. tingkah laku dan emosi ; 12 items dari neurobehavioral rating yang meliputi : gangguan emosi,

depresi, gerakan yang lambat , afek tumpul, mood yang labil, disinhibisi, tidak dapat bekerja

sama, kegembiraan yang berlebihan , perhatian yang kurang , perencanaan yang kurang,

penilaian diri sendiri yang kurang tepat .


Terapi

Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis , adalah dengan mengatasi gejala gejala yang timbul

sesuai dengan underlying desease yang diketahui, dan kemudian dilakukan terapi konvensional ataupun

tindakan pembedahan. Beberapa penulis selain mengatakan bahwa terapi dari keadaan ini adalah tidak

spesifik , namun yang harus diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga pasien , karena keluarga

mereka yang sekarang mengalami sindroma ini bukanlah keluarga mereka yang dahulu, dalam artikata

sifat, perilaku, bahkan keseharian mereka, sedikit banyak telah berubah. (1,2,3,4,5)

Kesimpulan

Sindroma lobus frontalis merupakan suatu sindroma yang diakibatkan oleh terganggunya fungsi

lobus frontal . Banyak macam kejadian yang dapat menyebabkan hal tersebut , namun faktor tersering

adalah trauma kepala . Diperlukan anamnesa dan pemeriksaan klinis khususnya pemeriksaan fungsi

luhur yang sangat teliti agar kasus kasus seperti ini dapat dideteksi . Terapi yang dilakukan pada saat ini

masih membutuhkan kesabaran dan kerjasama yang baik antara pasien, dokter , dan keluarga pasien

agar didapatkan hasil pengobatan yang optimal .

Daftar Pustaka

1. Cummings JL, Miller BL . The human Frontal Lobe ; function and disorder 1 st ed.
New York : The Guilford Press : 1999.

2. Cummings JL, Vinters H, Felix J. The neuropsychiatry of Alzheimer disease and

related dementia .1st ed. United Kingdom : Martin Dunitz Press: 2003 p 217-20

3. Thimble MH. Psychopathology of frontal lobe syndrome . Seminars in Meurology ;

vol.10, No.3 Benraska : September 1990

4. Frontal loce syndrome .Available at : htt;://rickets.unl.edu/tbi/frontal/

5. Davies S. Frontal lobe syndrome – a behavioral problem . Seminars in Neurology :

Pittsburg : vol 5, No. 8 Februari 2001 .

6. Waxman SG. Correlative neuroanatomy.23 ed.New York: Lange Med. Publ: 1996 p

195-200

Anda mungkin juga menyukai