Dosen Pembimbing:
Erni Dwi Widyana, SST., M.Kes
Disusun Oleh:
Putri Prasetya Ichsalikah
P17312195042
Blighted ovum adalah suatu keadaan hasil konsepsi yang tidak mengandung janin.
Blighted Ovum (BO) sering terjadi di awal kehamilan namun tidak semua kasus bisa
didiagnosis dengan Blighted Ovum. Diperkirakan di seluruh dunia blighted ovum
merupakan 60% dari penyebab kasus keguguran, di ASEAN mencapai 51%, di Indonesia
ditemukan 37% dari setiap 100 kehamilan (WHO, 2012). Keguguran awal, keguguran, atau
aborsi spontan pada trimester pertama sering dijadikan sebagai istilah blight ovum (ACOG,
2015). Keguguran awal adalah keguguran spontan sebelum usia kehamilan mencapai 13
minggu (AAFP, 2011).
Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik adalah keadaan dimana seorang
wanita merasa hamil tetapi tidak ada bayi di dalam kandungan. Dalam kasus ini kantong
kehamilan tetap terbentuk. Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada
janin di dalamnya. Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan
terjadi abortus spontan (Sarwono, 2009). Seorang wanita yang mengalaminya juga
merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada
awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut,
bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun
positif (Yoshie, 2013).
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun akibat
berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang
sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian plasenta
tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG
(humanchorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung
telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di
dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti
mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes
kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon
yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan (Fika, 2011).
Blighted ovum atau kehamilan kosong ini, kadang di sebagian masyarakat ada yang
menghubungkannya dengan hal-hal mistik. Ada yang mengatakan kehamilannya hilang di
bawa oleh makhluk halus atau bayinya dipindahkan ke orang lain, dan lain-lain. Karena
memang kesannya bayinya menghilang, padahal ibu hamil yang mengalami blighted ovum
mengalami tanda-tanda dan perubahan-perubahan tubuh layaknya kehamilan normal,
namun ketika di cek USG janinnya tidak ada atau tidak berkembang. Oleh sebab itu
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya blighted ovum sangat diperlukan (Wisudanti, 2013).
B Etiologi
Penyebab paling umum dari blighted ovum adalah genetik. Ini sering disebabkan oleh
cacat kromosom dari sperma atau sel telur yang berkualitas rendah (terlalu banyak atau
terlalu sedikit kromosom di dalamnya). Namun, di India, selain penyebab genetik,
penyebabnya meliputi infeksi (TBC) atau cacat struktural rahim. Menurut (Dwi W., 2013)
faktor-faktor penyebab blighted ovum sebagai berikut :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan
imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan
terjadinya blighted ovum.
Menurut Larsen et al., ada banyak komplikasi terkait kehamilan terkait dengan
obesitas, termasuk keguguran. Sebuah meta-analisis (2008) termasuk studi utama
pada populasi infertil menunjukkan peningkatan angka keguguran secara signifikan
pada wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih besar atau sama dengan 25 kg /
m2 dibandingkan dengan wanita dengan BMI kurang dari 25 kg / m2. Kecenderungan
ini juga telah ditunjukkan pada wanita dengan pernikahan berulang meskipun harus
ditekankan bahwa peningkatan risiko keguguran lain secara signifikan hanya
ditunjukkan pada wanita gemuk yaitu, BMI ≥30 kg / m2.
3. Faktor usia.
Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak jumlah anak yang
dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya kehamilan kosong. Ibu yang
berumur kurang dari 20 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya belum siap untuk
menerima kehamilan dan cenderung kurang perhatian terhadap kehamilannya. Ibu
yang berumur 20- 35 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk
menerima dan diharapkan untuk memerhatikan kehamilannya. Ibu yang berumur
lebih dari 35 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya fungsinya sudah menurun dan
kesehatan tubuh ibu tidak sebaik saat berumur 20-35 tahun sesuai dengan penelitian
Raudhatun dan Eva tahun 2015 yaitu hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72
responden dan dari 36 responden kelompok kasus yang mengalami Blighted ovum
pada ibu hamil terdapat 27 (75%) responden yang tidak beresiko pada usia 20-35
tahun dan 9 (25%) nya lagi beresiko terjadinya Blighted ovum pada usia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda & gejala klinis, tes kehamilan, dan USG.
1. Tanda dan Gejala Klinisnya adalah kram perut, vagina bercak atau pendarahan dan
biasanya lebih banyak dari biasanya.
2. Tes kehamilan dapat dilakukan menggunakan Urine atau Serum. Ada sebuah
peningkatan serum dan hCG urin dan indikator kehamilan test kit menunjukkan positif
lemah (biasanya warna merah muda, bukan merah).
D Patofisiologi
Pada saat pembuahan sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun
dengan berbagai penyebab diantaranya kualitas sperma atau telur yang tidak bagus atau
terdapat infeksi TORCH, maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi
ini akan tetap tertanam di dalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan
mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah
terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Horon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut
akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainnya yang lazim
dialami ibu hamil pada umumnya.
E Penatalaksanaan
Meskipun tidak ada pencegahan untuk kasus-kasus sel telur yang rusak (kebanyakan
seringkali merupakan kejadian sekali seumur hidup), langkah dapat diambil untuk
meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan berdasarkan etiologi multifaktorialnya.
Menurut Mathew, Tripthi M dan Mary Job (2018) terdapat beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya blighted ovum kembali :
1. Diet kesuburan
Karena Blighted Ovum memiliki etiologi multifaktorial, secara keseluruhan kesehatan,
dan kesejahteraan pasien harus dipertimbangkan. Untuk hamil salah satu hal yang
ditekankan oleh seorang Ahli Kebidanan dan Kandungan adalah melakukan diet
seimbang dengan semua asupan nutrisi dan harian yang diperlukan dan
direkomendasikan menjaga berat badan yang sehat. Diet harus kaya semua elemen
yang direkomendasikan (misalnya Tembaga, Asam Folat, Besi dan lain-lain)
diperlukan untuk persiapan kehamilan.
2. Melakukan imunisasi pada ibu untuk menghindari masuknya virus rubella ke dalam
tubuh. Selain imunisasi ibu juga harus menjaga kebersihan dan lingkungan tempat
tinggalnya.
3. Pengujian dan konseling genetik.
Pengujian genetik (Karyotype) dan konseling direkomendasikan jika keguguran
berulang ada di riwayat pasangan seperti disebutkan sebelumnya di bagian etiologi,
keguguran berulang karena Blighted ovum secara signifikan lebih tinggi (68,5% vs
31,5%) sehingga untuk mempersiapkan kehamilan pasangan suami istri harus
melakukan pemeriksaan untuk mencegha terjadinya blighted ovum lagi.
4. Tidak hanya ibu, calon ayah pun juga disarankan untuk menghentikan kebiasaan
merokok dan memulai hidup sehat saat prakonsepsi
5. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan apabila mempunyai riwayat
blighted ovum lebih dari dua kali, untuk mengetahui masalah yang mengganggu
kehamilan sehingga dapat dilakukan terapi atau pemantauan untuk mencegah
keguguran selanjutnya.
6. Riwayat kehamilan blighted ovum mempunyai risiko terjadinya blighted ovum lagi
sehingga ibu harus mempersiapkan mental untuk menerima hal-hal yang terjadi pada
kehamilan selanjutnya dan tetap berpikiran positif.
DAFTAR PUSTAKA
Nuzul, Raudhatun dan Eva Rosdiana. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
blighted ovum (BO) pada ibu hamil di Rumah Sakit dr. Zaunoel Abidin Kota Banda
Aceh Tahun 2015. Journal of Healthcare Technology and Medicine Volume 2 Nomor
2 Oktober 2016.
Nurlelawati, Ella; Kursih Sulastriningsih; dan Nur Hafizah Aryani. 2017. Faktor-Faktor
yang berhubungan dengan terjadinya Blighted Ovum pada ibu hamil di RSUD pasar
Rebo Tahun 2017. Journal Scientific Solutem, Volume 2 Nomor 1 tahun 2019.
Chaudhry, Khalid dan Marco A. Siccardi. 2019. Blighted Ovum (Anembryonic Pregnancy).
J Obstet Gynaecol. 2019 Mar 27; 1-5.
Sulistyowati, Sri; Febri Rahardian; Supriyadi Hari Respati; dan Soetrisno. 2017. Blighted
ovum : roles of human leukocyte antigen-E and natural killer cells. Bali Medical
Journal (Bali Med J) 2017, Volume 6, Number 2: 381-385.
Mathew, Tripthi M dan Mary Job. 2018. To Goulash or not to goulash : A Case Report on
Blighted Ovum. Medcina Intern, Volume 1 Number 2 : 50-54.
LEMBAR KONSULTASI