1
Latar Belakang
• Jamu sudah digunakan secara turun temurun
• Indonesia kaya sumber daya genetik dan
indigenous knowledge
• Data Riskesdas 2010: penduduk 15 tahun ke
atas 50% menggunakan jamu
• Arahan Presiden: jamu “brand” Indonesia
• PerMenkes 003/2010: Saintifikasi Jamu
• KepMenkes No. 1334/2010: Komisi Nasional
Saintifikasi Jamu
2
Jamu sebagai Obat Asli
Indonesia (1)
Dapat dilihat pada Relief
Karmawibhangga Candi Borobudur
Minum Jamu (Jampi): Bahasa Jawa, dapat
Jamu ditemukan pada naskah kuno, seperti
Ghatotkacasraya (Mpu Panuluh)
Naskah Jamu berikutnya: Serat
Centhini (1814), Serat Kawruh Bab
Jampi-Jampi Jawi (1831)
3
Jamu sebagai Obat Asli
Indonesia (2)
Naskah Jamu oleh Orang Eropa (era kolonial)
Historia Naturalist et Medica Indiae (Yacobus Bontius,
1627)
Herbarium Amboinense (Gregorius Rhumpius)
Het Javaansche Receptenboek (Buku Resep
Pengobatan Jawa) (Van Hien, 1872)
Indische Planten en Haar Geneeskracht (Tumbuhan
Asli dan Kekuatan Penyembuhannya) (Kloppenburg-
Versteegh, 1907)
De Nuttige Planten van Indonesie (K. Keyne, 1913)
Heilkunde und Volkstum auf Bali (W. Weck, 1937)
4
Data Riskesdas 2010 terkait Jamu
Persentase
penduduk 15 tahun
ke atas yang minum
jamu
Bentuk
sediaan jamu
yang diminum
5
RKD 2013: Proporsi RT Memanfaatkan
Yankestrad dan Jenisnya
RKD 2013: Proporsi RT berdasarkan Alasan
Memanfaatkan Yankestrad
8
PENGGUNAAN JAMU DAN AREA PENELITIAN
POM
JAMU sbg
OBAT
?
MPE FITO- KEMKES
KOS
MET
RIN)
JAM
(KE
FARMAKA KEM-PERIN
IK
U
POM
KREATIF)
EKONOM
PARIWIS
ATA DAN
ERIAN
TESTANDAR
SPA
JAMU sbg
dan Alternatif Minuman
JAMU Suplemen
SIMPLISIA (POM)
9
Jalur Saintifikasi Djamoe
Tanaman
Obat
Yankes komplementer
Rumah Sakit
djamoe
Yankes Tradisional
(non-dokter)
10
Amanah UU No. 36 tahun 2009
Pasal 48: “Pelayanan kesehatan tradisional
merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya
kesehatan”. [pengobatan tradisional merupakan
bagian dari upaya kesehatan]
Pasal 101: “Sumber obat tradisional yang sudah
terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam
pencegahan, pengobatan, perawatan, dan atau
pemeliharaan kesehatan, tetap dijaga
kelestariannya. [litbang obat tradisional
mencakup: promotif, preventif, kuratif, paliatif]
11
UU No 29 tahun 2004: Praktik Kedokteran
Pasal 44: “Dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi”
Pasal 51 ayat (a): “Dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien”
14
Peran Komnas SJ (1)
1.Membina pelaksanaan saintifikasi jamu
2.Meningkatkan pelaksanaan penegakan etik penelitian jamu
3.Menyusun pedoman nasional berkaitan dengan pelaksanaan
saintifikasi jamu
4.Mengusulkan kepada Kepala Badan Litbangkes bahan jamu,
khususnya segi budi daya, formulasi, distribusi dan mutu serta
keamanan yang layak digunakan untuk penelitian
5.Melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga penelitian dan
universitas serta organisasi profesi dalam dan luar negeri,
pemerintah maupun swasta di bidang produksi jamu,
6.Membentuk jejaring dan membantu peneliti dokter atau dokter gigi
dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan praktik jamu dalam
seluruh aspek penelitiannya,
7.Membentuk forum antar tenaga kesehatan dalam saintifikasi jamu,
15
Peran Komnas SJ (2)
8.Memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang aspek
etik, hukum dan metodologinya perlu ditinjau secara khusus kepada pihak
yang memerlukannya,
9.Melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi pembentukan dewan dosen,
penentuan dan peleksanaan silabus dan kurikulum serta sertifikasi
kompetensi,
10.Mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil penelitian
pelayanan termasuk perpindahan metode / upaya antara kuratif dan non
kuratif hasil penelitian pelayanan praktik/ klinik jamu,
11.Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi,
integrasi dan rujukan pelayanan jamu kepada Menteri melalui Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
12.Membina Komisi Daerah Saintifikasi Jamu di Provinsi atau
Kabupaten/Kota
13.Memberikan rekomendasi perbaikan dan keberlanjutan program
Saintifikasi Jamu kepada Menteri,
16
Tantangan pengembangan jamu
1. Regulasi dan kebijakan nasional (Jamu:
kasta sudra??)
2. Penyediaan bahan baku yang berkualitas
Perlu
Riset
3. Mutu, keamanan, dan manfaat (khasiat).
(Litbang) 4. Akses thd jamu yang aman dan berkhasiat
5. Penggunaan jamu yang rasional
17
Visi
• Visi Komite Nasional Saintifikasi Jamu
adalah menjadikan jamu sebagai “brand
Indonesia” dan mengembangkan jamu
sebagai bagian dari Sistem Pengobatan
Tradisional Indonesia (PTI) yang
terintegrasi dalam sistem peyanan
kesehatan formal
18
Misi
1. Mengembangkan jejaring penelitian jamu
berbasis pelayanan dengan asosiasi profesi
pelayanan kesehatan (Ikatan Dokter Indonesia,
Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan
Apoteker Indonesia)
2. Meningkatkan penelitian dan pengembangan
jamu untuk mendapatkan bukti ilmiah tentang
keamanan dan khasiat jamu
3. Mengembangkan buku-buku pedoman terkait
“lityan” dalam pelayanan kesehatan holistik
melalui penggunaan jamu
19
Nilai-Nilai
1. Nasionalisme
2. Kesetaraan
3. Evidence based
4. Multidisiplin
5. Pendekatan holistik (Kedokteran
Integratif)
20
Sasaran strategis
1. Tercapainya kebijakan nasional dan kerangka regulasi
dalam rangka mengangkat jamu sebagai “brand
Indonesia”.
2. Terbentuknya sistem dalam rangka penyediaan bahan
baku yang berkualitas
3. Terbentuknya sistem penelitian dan pengembangan
dalam rangka menjamin kualitas, keamanan dan khasiat
jamu
4. Terbentuknya sistem pelayanan jamu yang mampu
menjamin akses masyarakat terhadap jamu yang aman,
berkualitas, dan berkhasiat
5. Terbentuknya sistem pendidikan dan pelatihan dalam
pendidikan formal (PTI)
21
Menjamin keamanan, mutu dan manfaat
1. Penelitian
dan pengembangan (litbang) terkait
keamanan, mutu, dan efikasi (manfaat) jamu dalam
upaya promotif, preventif, kuratif, dan paliatif:
2. Bagaimana pendekatannya?
Mendapatkan bukti ilmiah terkait PENGGUNAAN JAMU
(Studi etnomedisin, studi epidemiologi, studi pelayanan
kesehatan (health system research)
Mendapatkan bukti ilmiah terkait EFIKASI JAMU
1. Uji Pre-klinik (Toksisitas akut, toksisitas sub-kronik, uji
farmakodinamik)
2. Uji Klinik Formula baru (Uji Klinik Fase 1, Uji Klinik Fase 2, Uji
Klinik Fase 3)
3. Untuk Formula turun temurun (Uji klinik Fase 2, Uji Klinik fase
3)
4. Systematic review hasil uji klinis
22
Meningkatkan akses masyarakat terhadap jamu yang
berkualitas, aman, dan berkhasiat
1. Menjamin ketersediaan tanaman obat dan jamu, khususnya
obat herbal (jamu) esensial
2. Memasukkan jamu dalam formularium RS (obat
Jamkesmas?)
3. Pengembangan Klinik Obat Tradisional (Klinik Jamu ) di RS
(pemerintah dan swasta) Klinik SJ
4. Pengembangan “KlinikJamu” di Puskesmas Klinik SJ
5. Pengembangan TOGA di tingkat rumah tangga untuk
pertolongan pertama pada penyakit ringan (common
diseases)
6. Pembinaan produsen jamu tentang Cara Pembuatan Jamu
yang Baik (GMP)
23
Meningkatkan penggunaan jamu yang
rasional melalui riset
1. Mengembangkan Farmakope Herbal Indonesia (FHI)
2. Mengembangkan pedoman pengobatan herbal (jamu)
(Vademecum Herbal)
3. Diklat kepada dokter spesialis, dokter umum, dokter
puskesmas tentang Saintifikasi Jamu (Dokter SJ)
4. Diklat kepada Apoteker terkait Saintifikasi Jamu (Apoteker
SJ)
5. Melakukan systematic review terhadap hasil-hasil
penelitian jamu
24
Pendekatan riset jamu?
Ada masalah dengan metodologi
25
Evidence Based medicine
Evidence-based medicine (EBM) or
Evidence-based practice (EBP) adalah
praktik pengobatan yang memperhatikan
keseksamaan dalam menggunakan bukti
ilmiah terbaik (the best available evidence
from scientific methods) dalam
pengambilan keputusan klinis.
26
Prinsip Holistic Medicine
Dokter
Pasien Modalitas
Terapi
Jamu
31
Endpoint Measurement?
To balance between objective parameters (laboratory,
physical measurements) and subjective parameters
(patient’s opinion about his/ her illness)
Objective parameters
Physical measurement (Blood pressure, Lung capacity, etc)
Laboratory tests (Lipid profile, Radiologic examanitaion, etc)
Subjective parameters
Quality of Life
Disease score (Rheumatoid Arthritis score, dispesia
score, haemorrhoid score, etc)
Narrative data from in-depth interview (qualitative)
32
METODOLOGI SAINTIFIKASI JAMU
•Riskesdas
•Ristoja
•Mapping
dokter
herbal
Uji klinik
Di Dokter SJ
dan Poli
CAM
34
Komitmen dengan pihak IDI
MOU dengan IDI bahwa pelayanan jamu (herbal)
adalah pelayanan dalam rangka penelitian (dual
system)
Perhimpunan seminat kompelementer alternatif
(PDHMI, PDPKT, PKKAI, PDAI) dalam satu
payung dalam program “Saintifikasi Jamu”
Riset jamu diarahkan pada evaluasi keamanan dan
kemanfaatan (efikasi, efektivitas)
Metologi: uji klinik, observasi klinik, “jamu registry”
(untuk percepat evidence) ➔ program
Yankestradkom
Belum dilepas dalam model pelayanan secara
umum
35
FRAMEWORK PENELITIAN SAINTIFIKASI JAMU
• Studi etnomedisin
• Studi pra-klinik jamu
• Studi klinik jamu
• Randomized Trials OUTCOME KLINIK:
• Observasi klinik • Parameter obyektif
• Laporan kasus (case report) (tensi, kadar asam
• Systematic review (meta- urat, kadar gula,
analisis, meta-sintesis) kadar cholesterol)
• Parameter subyektif
(Quality of Life, skor
JAMU
keluhan dan gejala,
pandangan dan
perasaan pasien dg
PARADIGMA: HOLISTIK (naturopathy) indepth interview)
• Body
• Mind
• Spirit
36
Kesimpulan
1. Tantangan pengembangan jamu mencakup isu:
kebijakan (regulasi), penyediaan bahan baku,
manfaat dan keamanan, akses, dan penggunaan
rasional
2. SJ: upaya terobosan utk mengangkat jamu
3. Kegiatan SJ: litbang, body of knowledge, pedoman
metodologi, bahan baku, regulasi, dan promosi
4. Peran apoteker SJ alternatif proliferasi Babe
TOOT dalam rangka penyediaan formula bahan uji
42
TERIMA KASIH
43
dr. Hadi Siswoyo, M.Epid