BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan sehari-hari setiap orang tentu dipengaruhi oleh komunikasi diri sendiri
dengan orang lain, bahkan oleh pesan yang berasal dari orang yang tidak kita kenal. Karena
komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat kompleks, dan oleh sebab itu banyak para
ahli yang mengatakan bahawa sulit untuk didefinisikan. Sementara itu, menurut Everett M.
Rogers yang dikutip oleh Suranto A. W (2005), bahwa komunikasi ialah proses yang di
dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan
tujuan untuk merubah perilakunya.
Komunikasi dapat ditentukan berhasil atau tidaknya tergantung bagaimana
komunikator dapat mempengaruhi komunikan, sehingga komunikan dapat bersikap dan
perilaku atau bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Namun,
permasalahannya adalah komunikator sangat perlu mengetahui pesan, dan saluran yang
bagaimana yang dapat mengubah sikap dan perilaku komunikan.
Komunikasi adalah pertukaran informasi, sehingga setiap individu yang berinteraksi
dapat dengan mudah dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Namun, berbeda bagi yang
memiliki keterbatasan kemampuan secara fisik maupun mental yang demikian, serta
kecacatan pendengaran seperti tuna rungu. Bahkan ada kalanya orang yang memiliki
keterbatasan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang (Kartini Kartono, 2011)
Penyandang tuna rungu yang mempunyai keterbatasan pendengaran adalah orang
yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Dan tuna rungu berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa verbal dan isyarat pada umumnya, akan tetapi kebanyakan bahasa
verbal yang digunakan didorong dengan bahasa nonverbal yaitu bentuk isyarat (simbol).
Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu
komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikan, sehingga bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson (Mulyana,
2005) komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai
tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui
transmisi beberapa pesan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan persuasif?
3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi persuasif?
4. Apa yang dimaksud dengan kaum difable dengan tuna rungu?
5. Bagaimana komunikasi persuasif pada kaum difable dengan tuna rungu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi
2. Untuk mengetahui pengertian persuasif
3. Untuk mengetahui pengertian komunikasi persuasif
4. Untuk mengetahui pengertian kaum difable dengan tuna rungu
5. Untuk mengetahui komunikasi persuasif pada kaum difable dengan tuna rungu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi
Edward Depari mengemukakan pendapatnya bahwa komunikasi adalah penyampaian
gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti,
dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Kemudian hal ini
ditegaskan oleh Everett M. Rogers yang dikutip oleh Suranto A. W (2005), bahwa
komunikasi ialah proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari
sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya.
Dalam buku Teori Komunikasi (Littlejohn & Foss, 2009), komunikasai adalah sebuah
sistem (misalnya telepon atau telegraf) untuk menyampaikan informasi dan perintah.
3
B. Pengertian Persuasi
4
D. Tuna Rungu
1. Pengertian Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui
indera pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan
oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama
(Sutjihati Somantri, 2007).
Terdapat beberapa definisi mengenai tunarungu yang dikutip Somantri,
diantaranya : (Dwidjosumarto di dalam Sutjihati Soemantri, 2007) mengemukakan bahwa
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu.
Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya pada perkembangan bicara
dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai
dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
ekspresi wajah hingga kuku. Pastikan bahwa penampilan fisik dan segala
sesuatu yang akan digunakan.
5) Pertanyaan dan observasi
Maksud dari pertanyaan dan observasi ini yakni, kita dapat mudah untuk
mengetahui mood seseorang dalam memulai percakapan, misalnya kita
dapat menanyakan kabar terlebih dahulu. Lalu perhatikan jawabannya
seperti, apa dia sedang relaks atau pun dia ingin langsung saja
membicarakan intinya saja. Jangan anggap bahwa orang selalu ingin
berbasa-basi atau bicara bisnis dan bukan masalah lainnya. Keadaan bisa
berubah, dan kita sebagai komunikator harus memberikan respons sesuai
dengan keadaan.
8) Niat baik
Memulai sesuatu dengan niat baik mungkin sedikit memkana biaya dan
waktu namun langkah ini bisa membuat suasana lebih menjadi lebih baik.
9) Reputasi
Didalam reputasi ini ada 4 cara untuk mengetahui apa yang penting bagi
lawan bicara, yakni:
a) Berpikir, mendengar, melihat dan mengambil keputusan
Telah dinyatakan agar tidak terlalu banyak membuat asumsi,
dengan kehati-hatian kebutuhan akan dapat terungkap lebih jelass.
b) Mengajukan pertanyaan
Intinya dalam mengajukan pertanyaan kita sebagai komunikan
kepada komunikator harus dengan cara yang lebih sopan dan beretika.
10
bagaimana cara menggunakan dasi yang baik, jadi bilamana diperlukan, berilah
gambaran, contoh dan ilustrasi. Lalu ada bahasa, nahasa yang digunakan
sedemikian rupa agar lawan bicara bisa mengerti, sebisa mungkin hindari kata-
kata atau ungkapan yang dapat menimbulkan kerancuan.
2) Menjadikan ide menarik
Mengapa kita harus menciptakan atau menjadikan ide itu menarik, karena
di dalam komunikasi persuasive ide yang menarik itu penting karena untuk
mempengaruhi komunikan agar komunikan tersebut tertarik dengan apa yang
komunikator bicarakan.
3) Menjadikan ide meyakinkan
Dalam hal ini ada tiga cara untuk menjadikan ide ini meyakinkan:
a) Memberitahu orang apa yang perlu mereka lakukan dan bagaimana cara
melakukannya agar mendapatkan keuntungan.
b) Menyebutkan cirri-cirinya
c) Mengutip contoh-contohnya
Dalam langkah kedua ini juga bisa diterapkan pada saat melakukan komunikasi
dengan kaum tunarungu. Komunikasi bisa disesuaikan dengan isyarat antara
komunikator dengan komunikan pada kaum tuna rungu.
c. Menangani bantahan
berikutnya kita akan melihat penanganan bantahan secara terinci. Pertama, kita
akan melihat alasannya mengapa bantahan itu timbul:
1) Tidak mengidentifikasi kebutuhan
2) Terlalu cepat menawarkan ide
3) Berbicara tentang ciri-ciri dan bukan keuntungan
4) Keuntungan yang dikemukakan terlalu umum atau terlalu banyak
5) Gagal dalam mendapatkan atau mengenali umpan balik
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak bantahan yang tidak jujur, ini
disebabkan oleh cara mengemukakan kasus. Kita dapat mengurangi frekuensi dan
intensitas bantahan dengan komunikasi yang baik, namun memang dari waktu ke waktu
tentu akan muncul perbedaan.
Hal pertama yang perlu diketahui adalah bahwa kebanyakan bantahan mempunyai
dasar emosional dan rasional. Secara emosional, orang dapat menjadi defensive atau
agresif. Secara rasional, orang membutuhkan jawaban yang logis terhadap bantahan
tertentu yang sudah diutarakannya. Untuk dapat mengontrolnya dengan baik perlu
menangani sefi emosional dan rasional secara terpisah dan berurutan.
12
Mengendalikan diri cukup mudah bila kita menematkan diri pada posisi orang
tersebut pada saat ia mengemukaan kelemahan di dalam tawarannya. Bila kita berperan
sebagai dia, tentu kita ingin agar kita mendengarkan pokok pandangan kita,
mempertimbangkannya, dan menyadari bahwa pokok yang diajukan memang masuk akal
bahkan sebelum dia menjawabnya. Selain itu kita juga dapat menerapkan hal yang sama
jika timbul bantahan, tetaplah kendalikan diri, biarkan dia mempertimbangkan jawaban
kita dengan tenang dan rasional. Kemudian adapun juga bantahan yang diajukan, hanya
ada tiga hal yang dapat dilakukan, dengan mengingat analogi pertimbangan yakni:
1) Jelaskan bahwa bantahan ini keliru atau tidak tepat dan hilangkan kekurangan dari
sisi keseimbangan minus.
2) Jelaskan bahwa dia memberikan efek yang berlebihan dan kurangi kekurangan
pada segi minus.
3) Setuju, namun pada bantahan ini seringkali banyak yang berbohong atau berpura-
pura setuju. Bila bantahan nya jujur maka dia tidak akan menanyakan hal yang
lain, namun jika bantahan itu mengada-ngada, maka dia harus memikirkan alasan
lain untuk tidak setuju.
Dalam langkah ketiga ini juga bisa diterapkan pada saat melakukan komunikasi
dengan kaum tunarungu. Komunikasi bisa disesuaikan dengan isyarat antara
komunikator dengan komunikan pada kaum tuna rungu.
Usaha untuk mencapai komitmen tanpa lebih dulu menciptakan minat terhadap
tawaran, biasanya akan dilihat sebagai taktik penekanan . semakin besar keputusan
yang harus diambil, semakin besar tekanan dan semakin besar pula sikap
bertahannya. Tidak ada yang senang dipaksa untuk menyetujui apa yang dianggapnya
kurang baik.
Meminta perseujuan tidak berarti menyebabkan terjadinya persetujuan. Melainkan
hanya mengungkapkan hasrat untuk disetujui dan keengganan untuk ditolak. Akan
tetapi, sekalipun hasrat tersebut itu tinggi komitmen positif belum tentu terjadi. Sama
seperti orang mungkin ingin memberikan komitmen, namun komitmen itu sendiri ada
beberapa bentuk dan ternyata kita menghendaki bentuk tertentu.
Dalam situasi seperti inilah keterampilan kita diuji untuk dapat mendorong niat
bertindak. Meskipun demikian pada semua kasus , komunikator yang berhasil tahu
bahwa manusia bertindak karena ingin memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Oleh
karenanya mereka berkonsentrasi pada keuntungsn yang dapat diberikan oleh
keputusan yang positif dan bukan oleh eputusan itu sendiri.
Pada tahap dimana pertanyaan harus diajukan, pertama-tama kita harus
mengetahui bahwa tahap ini telah dicapai dengan melihat isyarat-isyarat sebagai
pertanda dan yang kedua, menggunakan teknik-teknik yang berbeda untuk
mengajukan pertanyaan akhir, sesuai dengan lawan bicara. Kemudian di dalam
keputusan untuk bertindak kita harus mengetahui mengetahui tanda-tanda persetujuan
Cepat atau lambat, lawan bicara aka mencapai tahap bertanya pada diri sendiri.
Yang terburuk adalah komunikan menolak tawaran komunikator. Bila demikian kita
sebagai komunikator harus mengetahui mengapa dan bertindak dengan keadaan.
Akan tetapi, biasanya lebih sering komunikan menunjukkan perhatian dan kita
sebagai komunikator bisa melihatnya dari tindakan atau kata-kata, isyarat yang
mencakup:
a) Nada suara, postur, dian sejenak, anggukan kepala.
b) Pertanyaan secara rinci menandakan pada pinsipnya setuju
c) Komentar yang mengekspresikan perhatian positif, ketertarikan dan
sebagainya.
Dalam hal komunikasi pada kaum tuna rungu, persetujuan atau penolakan bisa
ditandai dengan anggukan atau gelengan kepala serta ekspresi perhatian
positif/negatif, ketertarikan, dan sebagainya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adler, R. B., & Rodman, G. (1995). Understanding Human Communication. New York: The
Dryden Press.
Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi: Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Devito, J. A. (2010). Komunikasi Antarmanusia. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.
Forsyth, P. (1993). Komunikasi Persuasif yang Berhasil. Jakarta: Arcan.
Karlinda, Diastu. 2013. Teknik Komunikasi Persuasif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Kelas X Program Keahlian Administrasi Perkantoran Di SMK Muhammadiyah 2
Yogyakarta. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Administrasi Perkantoran Universitas
Negeri Yogyakarta.
Kartini Kartono, (2011) Psikologi Anak. Bandung : PT. Bandar Maju
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
17
Somantri, Sujihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama
W., Suranto. A. (2005). Komunikasi Perkantoran: Prinsip Komunikasi untuk Meningkatkan
Kinerja Perkantoran. Yogyakarta: Media Wacana.
Widjaja, H. A. (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi
Aksara.