Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT , karena berkat rahmat serta hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep komunikasi persuasi”
dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi. Meskipun banyak hambatan
dan kendala dalam proses pengerjaannya,tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca sebagai masukan bagi kami. Akhir
kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Jambi, 03 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu aspek kehidupan manusia yang paling mendasar, penting,
dan kompleks. Kehidupan sehari-hari kita sangat dipengaruhi oleh komunikasi kita sendiri
dengan orang lain, bahkan oleh pesan yang berasal dari orang yang kita tidak tahu (we can
not not communication).
Karena kekompleksan komunikasi, maka Little John mengatakan, komunikasi adalah
sesuatu yang sulit untuk didefinisikan. Sementara itu, menurut ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain, agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
Dalam proses komunikasi, ada lima elemen dasar yang dikemukakan oleh Harold
Lasswell dengan istilah “Who Says What in Which Channel to Whom with What
Effect”. Kelima elemen dasar tersebut adalah Who(sumber atau komunikator), Says
What (pesan), in Which Channel (Saluran), to Whom (Penerima), with What Effect (Efek
atau dampak). Lima elemen dasar dari komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Laswell di
atas akan bisa membantu para komunikator dalam menjalankan tugas mulianya.
Berhasil tidaknya suatu komunikasi tergantung dari kelima elemen dasar tersebut.
Bagaimana komunikator bisa mempengaruhi komunikannya, sehingga bisa bertindak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh komunikator, bahkan bisa merubah sikap dan perilaku dari
komunikan tersebut. Namun, komunikator, pesan, saluran yang bagaimana yang akan bisa
merubah sikap dan perilaku komunikan.
Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu
komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi
persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah
keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa pengertian komunikasi persuasif?
b. Bagaimana prinsip komunikasi persuasif?
c. Bagaimana tahap atau proses komunikasi persuasif?
d. Bagaimana teknik komunikasi persuasif?
1.3 TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian komunikasi persuasif.


b. Untuk mengetahui prinsip komunikasi persuasif.
c. Untuk mengetahui tahap atau proses komunikasi persuasif.
d. Untuk mengetahui teknik-teknik komunikasi persuasif
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Persuasif

2.1.1 Pengertian Komunikasi


Edward Depari mengemukakan pendapatnya bahwa komunikasi adalah penyampaian
gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti,
dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Kemudian hal ini
ditegaskan oleh Everett M. Rogers yang dikutip oleh Suranto A. W (2005, p. 15), bahwa
komunikasi ialah proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari
sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya.

Dalam buku Teori Komunikasi (Littlejohn & Foss, 2009, p. 4), komunikasai adalah
sebuah sistem (misalnya telepon atau telegraf) untuk menyampaikan informasi dan perintah.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian suatu informasi, baik berupa pesan, simbol, ide atau gagasan yang dilakukan
oleh komunikator atau pengirim pesan kepada komunikan atau penerima pesan.

Dari pengertian komunikasi yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa unsur
yang menjadi prasyarat terjadinya suatu komunikasi. Adapun unsur-unsur komunikasi
menurut H. A. W. Widjaja dalam sebuah skripsi (Karlinda D., 2013) adalah sebagai berikut.

1) Sumber (Source)
Sumber dasar yang digunakan dalam rangka penyampaian pesan, yang digunakan
dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Sumber dapat berupa orang,
lembaga, buku dan sejenisnya.
2) Komunikator
Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis, kelompok
orang, organisasi komunikasi seperti radio, surat kabar dan lain sebagainya.
Dalam penyampaian pesan terkadang komunikator dapat menjadi komunikan dan
begitu pula sebagainya.
3) Komunikan
Komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu personal,
kelompok dan massa.
4) Pesan
Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan oleh komunikator.
Pesan seharusnya mempunyai inti pesan (tema) sebagai perintah di dalam usaha
mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan.
5) Saluran (Channel) atau media
Saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat diterima melalui
panca indera atau menggunakan media.
6) Hasil (Effect)
Effect adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku
orang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan. Jadi apabila sikap atau tingkah
laku orang lain tersebut sesuai dengan keinginan kita, berarti komunikasi dapat
dikatakan berhasil demikian pula sebaliknya.

Dari unsur-unsur komunikasi di atas, dapat dikatakan berlangsungnya proses


komunikasi yang dilakukan oleh komunikan dan komunikator, komunikator menyampaikan
pesan atau keinginan kepada komunikan yang mempengaruhi komunikan sehingga
komunikan menyampaikan tanggapan atau feedback. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam
proses komunikasi terdapat unsur-unsur yang mendukung terjadinya proses komunikasi
antara lain yaitu sumber, komunikator, komunikan, pesan, saluran dan hasil.

2.1.2 Pengertian Persuasi


Persuasi merupakan suatu teknik mempengaruhi manusia dengan
memanfaatkan/menggunakan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan
yang hendak dipengaruhi (Devito, 2010, p. 387).

Persuasion is the act of convincing someone, through communication to change a


particular believe, attitude, or behaviour. (Adler & Rodman, 1995, p. 350). Sedangkan
Ronald L. Applbaum dan Karl W.E. Anatol (Littlejohn & Foss, 2009, p. 12), mendifinisikan
Persuasi sebagai ”complex process of communication by which one individual or group a
specific response from another individual or group” (Persuasi adalah proses komunikasi yang
kompleks ketika individu atau kelompok mengungkapkan pesan (sengaja atau tidak sengaja)
melalui cara-cara verbal dan non verbal untuk memperoleh respons tertentu dari individu atau
kelompok lain).

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa persuasi merupakan usaha
untuk mengubah sikap melalui penggunaan pesan, berfokus terutama pada karakteristik
komunikator dan komunikan.
Persuasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang mengubah sikap, opini, dan
perilaku. Karena persuasi merupakan suatu proses, maka persuasi akan berhasil jika
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan seluruh komponen komunikasi mulai
dari komunikator, pesan, saluran, hingga komunikan. Setiap bagian yang ikut andil di
dalamnya merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat dihilangkan salah satunya.
Pesan merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam proses persuasi, karena
untuk membuat komunikan terpersuasi dengan baik, komunikan harus dapat memahami
dengan baik mengenai pesan yang disampaikan persuader atau komunikator. Dengan kata
lain, tingkat pengetahuan komunikan berperan sebagai kontrol atas komunikasi persuasi.

2.1.3 Pengertian Komunikasi Persuasif


H. A. W. Widjaja dalam bukunya (Widjaja, 2010, p. 66) mengungkapkan pengertian
komunikasi persuasif sebagai berikut: Komunikasi persuasif berasal dari istilah persuation
(Inggris). Sedangkan istilah persuasion itu sendiri diturunkan dari bahasa Latin "persuasio",
kata kerjanya adalah to persuade, yang dapat diartikan sebagai membujuk, merayu,
meyakinkan dan sebagainya.

Menurut Deddy Mulyana, komunikasi persuasif adalah suatu proses komunikasi


dimana terdapat usaha untuk meyakinkan orang lain agar publiknya berbuat dan bertingkah
laku seperti yang diharapkan komunikator dengan cara membujuk tanpa memaksanya.
Sedangkan menurut K. Andeerson, komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku
komunikasi. yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau
kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan (Mulyana, 2005, p. 115).

Uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan


komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi
kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang melalui penggunaan pesan sehingga bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.

Pada dasarnya komunikasi persuasi bertujuan menguatkan atau mengubah sikap dan
perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasional harus bersifat
memperkuat tujuan persuasifnya. Kita perlu memahami kemampuan melakukan kominikasi
persuasif dengan membayangkan bagaimana hidup kita tanpa kemampuan untuk mempanguri
atau membujuk orang lain.

Salah satu contoh dari implementasi komunikasi persuasi adalah di dalam kegiatan
proses pembelajaran di sekolah. Dalam kegiatan mengajar, seorang guru melakukan
komunikasi dengan teknik persuasi agar setiap materi yang disampaikan kepada peserta didik
mampu dimengerti dan mengakibatkan perubahan sikap, pendapat, dan perilaku peserta
didik.

Dalam buku (Cangara, 2008, p. 217) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keefektivan komunikasi persuasif, yaitu sebagai berikut.

1) Kejelasan tujuan

Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau


perilaku sasaran persuasi atau komunikan. Apabila bertujuan untuk mengubah
sikap maka persuader atau komunikan, maka proses persuasi harus berkaitan
dengan aspek afektif. Jika akan bertujuan mengubah pendapat sasaran persuasi
atau komunikan, maka proses persuasi harus berkaitan dengan aspek kognitif.
Sedangkan mengubah perilaku sasaran persuasi atau komunikan, maka proses
persuasi harus berkaitan dengan aspek motorik.

Pembicaraan persuasif mengetengahkan pembicaraan yang sifatnya


memperkuat, memberikan ilustrasi, dan menyodorkan informasi kepada khalayak.
Akan tetapi tujuan pokoknya adalah menguatkan atau mengubah sikap dan
perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasional harus
bersifat memperkuat tujuan persuasifnya.

2) Memikirkan secara cermat orang yang dihadapi

Sasaran persuasi atau komunikan memiliki berbagai keragaman yang cukup


kompleks. Keragaman tersebut dapat dilihat dari karakteristik demografis, jenis
kelamin, level pekerjaan, suku bangsa, hingga gaya hidup. Sehingga, sebelum
melakukan komunikasi persuasif sebaiknya persuader mempelajari dan
menelusuri aspek-aspek keragaman sasaran persuasi terlebih dahulu. Dengan
demikian persuader dapat dengan mudah menyampaikan pesan persuasi dan
menghadapi atau mengatasi berbagai macam respon yang diberikan oleh sasaran
persuader.

3) Memilih strategi komunikasi yang tepat

Strategi komunikasi persuasif merupakan perpaduan antara perencanaan


komunikasi persuasif dengan manajemen komunikasi. Hal yang perlu
diperhatikan menetukan strategi seperti siapa sasaran persuasi, tempat dan waktu
pelaksanaan komunikasi persuasi, pesan apa yang harus disampaikan, hingga
mengapa pesan harus disampaikan.

2.2 Prinsip Komunikasi Persuasif

Dalam melakukan komunikasi persuasif tentu tidak sebebas dalam melakukan proses
komunikasi biasa, komunikator perlu memahami dan menerapkan asas yang dijadikan
sebagai landasan dalam proses berkomunikasi, karena komunikasi persuasif memiliki tujuan
tersendiri dilihat dari kata persuasi itu sendiri.

Terdapat empat prinsip utama yang dapat dimanfaatkan dalam komunikasi persuasif.
Prinsip tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk keberhasilan mengubah sikap,
kepercayaan, dan mengajak sasaran persuasi untuk berbuat sesuatu sesuai yang dikehendaki
persuader.

Menurut Littlejohn dan Jabusch (Devito, 2010, p. 447) mengungkapkan bahwa


prinsip persuasif terdiri dari:

1. Prinsip Pemaparan Selektif


Prinsip ini menerangkan bahwa para pendengar (seluruh khalayak) mengikuti hukum
pemaparan selektif. Hukum ini setidaknya memiliki dua bagian.
a. Pendengar akan secara aktif mencari informasi yang mendukung opini, kepercayaan,
nilai, keputusan dan perilaku mereka.
b. Pendengar akan secara aktif menghindari informasi yang bertentangan dengan opini,
kepercayaan, sikap, nilai dan perilaku mereka yang sekarang.

Apabila informasi yang didapatkan khalayak sesuai dengan yang mereka harapkan,
maka khalayak akan cenderung tertarik dengan pesan persuasif yang disampaikan
persuader. Begitu pula sebaliknya, apabila khalayak mendapatkan informasi yang
bertolak belakang dengan yang mereka harapkan, maka sasaran persuasif tidak akan
tertarik bahkan menolak pesan persuasi dari komunikator atau persuader.

2. Prinsip Partisipasi Khalayak


Khalayak yang dimaksudkan disini adalah sasaran persuasi atau komunikan.
Komunikasi persuasif akan lebih efektif apabila khalayak turut berpartisipasi dalam
proses komunikasi. Persuasi bersifat transaksional dimana pembicara dan pendengar
saling terlibat. Dengan demikian, komunikasi persuasif dapat dikatakan berhasil apabila
pesan persuasif yang disampaikan oleh persuader mendapatkan berbagai respon positif
dari sasaran persuasi, kemudian persuader dapat melayani respon-respon tersebut
sehingga akan terjadi interaksi yang melibatkan kedua belah pihak karena adanya
partisipasi aktif dari khalayak.
3. Prinsip Inokulasi
Prinsip ini berbicara tentang menghadapi sasaran persuasi yang terinokulasi sasaran
yang telah mengetahui posisi persuader dan telah menyiapkan senjata berupa argumen
untuk menentangnya (persuader). Sasaran persuasi memiliki berbagai macam karakter
yang berbeda-beda. Dengan kata lain , persuader memiliki kemungkinan besar
menghadapi khalayak yang terinokulasi baik secara disengaja ataupun tidak. Apabila
seoarang persuader menghadapi sasaran persuasi yang terinokulasi, maka persuader
memerlukan persiapan yang matang, seperti beberapa argumen yang dapat membalas atau
menjawab argumen dari sasaran persasi yang bersifat menentang dalam proses
komunikasi yang akan dilakukan.
4. Prinsip Besaran Perubahan
Prinsip ini mengatakan bahwa semakin besar dan semakin penting perubahan yang
diinginkan persuader, maka semakin besar tantangan dan tugas persuader untuk mencapai
tujuan persuasi, yaitu mengubah sikap, opini, atau perilaku sasaran persuasi. Sehingga
persuasi diarahkan untuk melakukan perubahan kecil atau sedikit demi sedikit terlebih
dahulu dan diperlukan untuk periode yang cukup lama.

Keempat prinsip tersebut mempunyai peran penting dalam proses persuasi karena
akan membantu keefektivan mempengaruhi khalayak. Prinsip-prinsip diatas menitikberatkan
kepada kepentingan sasaran persuasi yang harus diperhatikan oleh persuader dalam
melakukan komunikasi persuasif.

Sedangkan dalam skripsi (Karlinda D., 2013) terdapat 5 (lima) prinsip komunikasi
persuasif, diantaranya:

1. Membujuk demi konsistensi


Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan
yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai sat ini. Sikap didefenisikan
sebagai predisposisi mengenai suka atau tidak suka. Nilai sebagai pernyataan terakhir
yang lebih abadi dari eksistensi atau mode yang luas dari perilaku. Kepercayaan adalah
tingkat keyakinan.
2. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil
Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan
yang dianjurkan khalayak merupakan perubahan kecildan bukan perubahan besar perilaku
mereka.

3. Membujuk demi keuntungan

Khalayak lebih mungkin mengubah perilakunya apabila perubahan yang disarankan


akan menguntungkan mereka lebih dari biaya yang akan mereka keluarkan.

4. Membujuk demi pemenuhan kebutuhan

Khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang
disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

5. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual

Bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan


pembicara dalam kehidupan mereka. Pendekatan gradual menganjurkan yang lebih
memungkinkan untuk bekerja dibandingkan pendekatan yang meminta khalayak untuk
segera berubah perilakunya.

Kelima prinsip tersebut memang sedikit berbeda dengan prinsip menurut Littlejohn
dan Jabusch, namun pada dasarnya kedua pendapat tersebut memiliki konsep dan tujuan yang
sama dalam kaintannya dengan proses mempengaruhi khalayak.

Dalam jurnal yang berjudul “Efektifitas Komunikasi dalam Dakwah Persuasif


(Slamet, 2009, pp. 185-186), terdapat empat prinsip dasar dalam komunikasi persuasif yang
dapat menentukan efektivitas dan keberhasilan proses komunikasi, yakni:

1. Prinsip Pemaparan yang Selektif (The Selective Exposure Principle)


Prinsip ini menyatakan bahwa pada dasarnya audiensakan mengikuti hukum
pemaparan selektif (the law of selective exposure), yang menegaskan bahwa audiens akan
secara aktif mencari informasi yang sesuai dan mendukung opini, keyakinan, nilai,
keputusan dan perilaku mereka dan sebaliknya audiens akan menolak atau menghindari
informasi-informasi yang berlawanan ini, keyakinan, nilai, keputusan dan perilaku
mereka.
2. Prinsip Partisipasi Audiens (The Audience Participation Principle)
Prinsip ini menyatakan bahwa daya persuasif suatu komunikasi akan semakin efektif
manakala audiens berpartisipasi secara aktif dalam proses komunikasi tersebut. Bentuk
partisipasi dapat dalam berbagai bentuk dan aktivitas, seperti dalam menentukan tema,
dalam presentasi, membuat slogan, dan lain-lain.
3. Prinsip Suntikan (The Inoculation Principle)
Prinsip ini meyatakan bahwa apabila audien telah memiliki pendapat dan keyakinan
tertentu, maka tehnik pembicaraan biasanya dimulai dengan memberikan pembenaran dan
dukungan atas keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki audiens.
4. Prinsip Perubahan yang Besar (The Magnitude if Change Principle)
Prinsip ini menyatakan bahwa semakin besar, semakin, cepat dan semakin penting
perubahan yang ingin dicapai, maka seorang persuader mempunyai tugas dan kerja yang
lebih besar, sehingga komunikasi yang dilakukan membutuhkan perjuangan yang lebih
besar pula.
Prinsip tersebut sama persis dengan prisip yang telah dikemukakan oleh Littlejohn
dan Jabusch sebelumnya, bahwa dalam melakukan dakwah yang menggunakan teknik
komunikasi yaitu persuasif ternyata ke-empat prinsip persuasif tersebut digunakan dalam
pelaksanaan dakwah yang penyampaiannya bersifat persuasif.

Kemudian dalam buku Opini Publik (Olii & Erlita, 2011, p. 63), dijelaskan bahwa
beberapa tahun terakhir sebagai hasil penelitian eksperimental ilmu-ilmu sosial, diketahui
empat prinsip persuasi sebagai berikut.

1. Prinsip Indentifikasi
Pesan yang harus disampaikan harus disusun dengan memperhatikan kepentingan
khalayak. Kebanyakan orang mengabaikan ide, opini, atau sudut pandang orang lain,
sekalipun diketahui akan mempengaruhi hasrat, rasa takut, dan harapan pribadi seseorang.
2. Prinsip Tindakan
Jarang orang menerima gagsan yagn terpisah dari tindakan, baik tindakan oleh
penganjur ide maupun ide yang diyakini bisa membuktikan kebenaran ide itu. Walaupun
saran tindakan yang diberikan, orang cenderung menganggap enteng himbauan untuk
mengerjakan tindakan itu.
3. Prinsip Familiaritas dan Kepercayaan
Kita hanya menerima ide yang disampaikan orang yang kita percaya atau organisasi
yang kita anggap terperecaya. Sekalipun pendengar mempercayai pembicara,dia mungkin
tidak mendengar dan mempercayai informasi yang disampaikannya.
4. Prinsip Kejelasan
Untuk berkomunikasi kita harus menggunakan kata-kata atau simbol yang dipahami
dan mendapat respons pendengar.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai prinsip-prinsip yang telah disebutkan di


atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan komunikator dalam mengubah sikap dan
dalam mengajak komunikan untuk berbuat sesuatu akan bergantung pada pemanfaatan
prinsip-prinsip persuasif. Oleh sebab itu, dalam melakukan komunikasi persuasif seorang
komunikator atau persuader perlu memahami dengan baik dan mengimplementasikan semua
prinsip-prinsip komunikasi persuasif.

Dengan demikian, komunikator dapat menentukan strategi-strategi yang akan


digunakan untuk menghadapi sasaran persuasi sebagai komunikan dengan baik ketika proses
komunikasi persiasi berlangsung, karena prinsip-prinsip tersebut berperan sangat penting bagi
berlangsungnya interaksi komunikasi demi tercapainya tujuan komunikasi persuasif yang
efektif.

2.3 Tahap Komunikasi Persuasif

2.3.1 Tahap-tahap Persuasif

Menurut (Forsyth, 1993) tahap komunikasi di bagi menjadi 4 tahap, yaitu :

1. Permulaan, saat kita bermaksud untuk meneruskan

Sikap pendengar saat komunikasi dimulai akan berbeda-beda, mulai dari yang ramah
sampai menunjukan kebencian. Dengan mengingat tahap-tahap pengambilan keputusan
seperti telah disebutkan sebelumnya, ada 2 tujuan penting yang harus kita ketahui dulu:

1) Membuat lawan bicara merasa penting dan menciptakan hubungan yang tepat.
2) Mencari tahu (jika belum jelas ) apa hubungannya.

Dengan demikian, kita harus memilih dan memakai tata krama dengan hati-hati. Seperti
halnya perangkat lain, sifatnya netral. Cara penerapannya lah yang menimbulkan hasil positif
dan negative. Untuk itu ada teknik-teknik yang dapat kita gunakan adalah:

a. Perilaku secara umum

Dalam hal ini berarti penampilan dan perilau kita. Penampilan kita termasuk pakaian
dan semua aspek penampilan fisik kita, mulai dari ekspresi wajah hingga kuku.
Pastikan bahwa penampilan fisik dan segala sesuatu yang akan digunakan.

b. Pertanyaan dan observasi


Maksud dari pertanyaan dan observasi ini yakni, kita dapat mudah untuk mengetahui
mood seseorang dalam memulai percakapan, misalnya kita dapat menanyakan kabar
terlebih dahulu. Lalu perhatikan jawabannya seperti, apa dia sedang relaks atau pun
dia ingin langsung saja membicarakan intinya saja. Jangan anggap bahwa orang selalu
ingin berbasa-basi atau bicara bisnis dan bukan masalah lainnya. Keadaan bisa
berubah, dan kita sebagai komunikator harus memberikan respons sesuai dengan
keadaan.

c. Perhatian yang sama

Salah satu cara untuk membentuk ikatan dengan orang yang masih asing adalah
dengan mencari tahu minat yang sama, seperti hobi, tempat-tempat yang pernah
dikunjungi, berita TV sebelumnya dan lain-lain. Dalam situasi persuasive, minat yang
sama baik dlam hal bisnis maupun yang bersifat sosial bisa digunakan untuk membina
hubungan dengan orang tersebut.

Dalam konteks bisnis hati-hati dalam mengangkat permasalahan sosial. Misalnya,


walaupun benar bahwa transaksi bisnis seringkali tercipta dilapangan golf, tidak
semua pegolf mau membicarakan ulasan pertandingan golf didalam diskusi bisnis.

d. Ucapan pujian

Sebagian besar manusia ingin dikenal dan dikaitkan dengan suatu keberhasilan, jadi
dengan demikian, kita sebagai komunikan atau komunikator memberikan pujian
asalkan sunguh-singguh dan bukan sekedar basa-basi dan sifatnya khas, bahkan akan
lebih baik jika dikaitkan dengan hubungan kita sebegai komunikator kepada
komunikan.

e. Niat baik

Memulai sesuatu dengan niat baik mungkin sedikit memkana biaya dan waktu namun
langkah ini bisa membuat suasana lebih menjadi lebih baik.

f. Reputasi

Didalam reputasi ini ada 4 cara untuk mengetahui apa yang penting bagi lawan bicara,
yakni:

1) Berpikir, mendengar, melihat dan mengambil keputusan


Telah dinyatakan agar tidak terlalu banyak membuat asumsi, dengan kehati-
hatian kebutuhan akan dapat terungkap lebih jelass.

2) Mengajukan pertanyaan

Intinya dalam mengajukan pertanyaan kita sebagai komunikan kepada


komunikator harus dengan cara yang lebih sopan dan beretika. Karena dalam
mengajukan pertanyaan dengan tidak memakai etika maka akan membuat kesan
komunikator menjadi tidak baik kepada kita.

3) Cara mengajukan pernyataan

Bila komunikan telah mengenal komunikator atau mengenali situasinya dengan


baik, mungkin dari kontaksebelumnya, atau bila hanya ingin tahu tentang
interprestasi, pernyataan apapun bisa mempunyai lanjutan yang mempunyai
pengaruh langsung. Sebagai contoh:

Bagaimanakah bentuk 20 piringan satelit bila dilihat dari dekat? 20 piringan


satellite yang kesemuanya berbentuk bulat dan terletak berdekatan, tentu tidak
tampak menarik.

4) Perpaduan pertanyaan dengan pernyataan

Langkah ini bisa menghindarkan serangkaian pertanyaan yang terdengar seperti


menyelidik. Sebuah pertanyaan dan pernyataan tentang kesimpulan.

2. Memaparkan ide secara persuasive

Di dalam memaparkan ide secara persuasive terdiri atas 3 point, yang berarti harus
menganggap ide itu menarik, meyakinkan dan dapat dimengerti. Sebagai tambahannya, jika
ingin meyakinkan bahwa seseorang menganggap ide itu menarik, meyakinkan dan dapat
dipahami, berarti dperlukan umpan balikyang memastikan hal ini. Karena sebuah pencapaian
pengertian bisa dianggap sebagai dasar proses, maka akan sangat sukur untuk membujuk
sesorang untuk melakukan tindakan yang tidak mereka pahami.

a. Menjadikan ide-ide dapat dipahami

Untuk memastikan bahwa ide-ide mempunyai kesempatan terbaik untuk diterima


dengan antusias, maka kita perlu mengingat sejumlah cara yang dapat meningkatkan
pemahaman. Hal ini dapat tampak sederhana namun bisa mempunyai pengaruh yang
tidak berimbang, misalnya sekuens dan struktur. Keduanya berjalan dengan seiring
menurut logika, sejumlah point yang berkaitan dnegan cara seseorang memandang
permasalahan dan memberi isyarat terlebih dahulu.

Kemudian jika ide-ide lebih dapat dipahami kita harus menggunakan alat bantu
yang namanya audio visual yang dimana agar seseorang lebih paham dengan apa yang
dijelaskan atau dibicarakan. Misalnya kita memberitahu bagaimana cara
menggunakan dasi yang baik, jadi bilamana diperlukan, berilah gambaran, contoh dan
ilustrasi. Lalu ada bahasa, nahasa yang digunakan sedemikian rupa agar lawan bicara
bisa mengerti, sebisa mungkin hindari kata-kata atau ungkapan yang dapat
menimbulkan kerancuan.

b. Menjadikan ide menarik

Mengapa kita harus menciptakan atau menjadikan ide itu menarik, karena di
dalam komunikasi persuasive ide yang menarik itu penting karena untuk
mempengaruhi komunikan agar komunikan tersebut tertarik dengan apa yang
komunikator bicarakan.

c. Menjadikan ide meyakinkan

Dalam hal ini ada tiga cara untuk menjadikan ide ini meyakinkan:

1) Memberitahu orang apa yang perlu mereka lakukan dan bagaimana cara
melakukannya agar mendapatkan keuntungan.
2) Menyebutkan cirri-cirinya
3) Mengutip contoh-contohnya
3. Menangani bantahan

Seberapa pun baiknya kita menyajikan, tentu bodoh jika beranggapan bahwa
persetujuan dengan mudah tercapai, karena pihak lawan sebagai bagian dari proses
pembelian, secara otomatis akan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
kerugian. Ini merupakan respons naluri manusia terhadap segala situasi yang
membutuhkan tindakan.

Dengan demikian, berikutnya kita akan melihat penanganan bantahan secara


terinci. Pertama, kita akan melihat mengapa bantaian itu timbul. Kedua, kita akan
mengetahui bagaimana mengendalikannya bila timbul. Ketiga, kita akan mempelajari
teknik-teknik tertentu untuk menangani berbagai jenis bantahan.

a. Mengapa timbul bantahan


Seperti telah kita ketahui, biasanya orang tidak akan bertindak tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya. Mereka mungkin punya kebutuhan yang
bertentangan, seperti misalnya tamu dalam suatu pesta yang tak mau menyinggung
perasaan tuan rumah, sehingga mereka tetap mengenakan jas walaupun sangat panas
dan tidak nyaman. Namun selain itu ada alasannya mengapa bantahan itu timbul:

1) Tidak mengidentifikasi kebutuhan


2) Terlalu cepat menawarkan ide
3) Berbicara tentang ciri-ciri dan bukan keuntungan
4) Keuntungan yang dikemukakan terlalu umum atau terlalu banyak
5) Gagal dalam mendapatkan atau mengenali umpan balik

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak bantahan yang tidak jujur, ini
disebabkan oleh cara mengemukakan kasus. Kita dapat mengurangi frekuensi dan
intensitas bantahan dengan komunikasi yang baik, namun memang dari waktu ke
waktu tentu akan muncul perbedaan.

b. Bagaimana cara mengontrolnya

Hal pertama yang perlu diketahui adalah bahwa kebanyakan bantahan mempunyai
dasar emosional dan rasional. Secara emosional, orang dapat menjadi defensive atau
agresif. Secara rasional, orang membutuhkan jawaban yang logis terhadap bantahan
tertentu yang sudah diutarakannya. Untuk dapat mengontrolnya dengan baik perlu
menangani sefi emosional dan rasional secara terpisah dan berurutan. Perlunya
mengendalikan kontrol dapat ditunjukkan dengan banyaknya program-program radio
dan televisi yang ditunjukkan untuk menghentikan perdebatan. Bila kita melihat lebih
cermat, kita akan melihat bahwa kesulitann dimulai ketika satu partisipan mengatakan
sesuatu yang dibantah oleh pihak lain. ia tidak mengendalikan emosi dan menangani
pokok permasalahan dengan jelas dan logis, melainkan saling mengkritik akhirnya
tentu sudah dapat kita duga sendiri.

Mengendalikan diri cukup mudah bila kita menematkan diri pada posisi orang
tersebut pada saat ia mengemukaan kelemahan di dalam tawarannya. Bila kita
berperan sebagai dia, tentu kita ingin agar kita mendengarkan pokok pandangan kita,
mempertimbangkannya, dan menyadari bahwa pokok yang diajukan memang masuk
akal bahkan sebelum dia menjawabnya. Selain itu kita juga dapat menerapkan hal
yang sama jika timbul bantahan, tetaplah kendalikan diri, biarkan dia
mempertimbangkan jawaban kita dengan tenang dan rasional. Kemudian adapun juga
bantahan yang diajukan, hanya ada tiga hal yang dapat dilakukan, dengan mengingat
analogi pertimbangan yakni:

1) Jelaskan bahwa bantahan ini keliru atau tidak tepat dan hilangkan kekurangan dari
sisi keseimbangan minus.
2) Jelaskan bahwa dia memberikan efek yang berlebihan dan kurangi kekurangan
pada segi minus.
3) Setuju, namun pada bantahan ini seringkali banyak yang berbohong atau berpura-
pura setuju. Bila bantahan nya jujur maka dia tidak akan menanyakan hal yang
lain, namun jika bantahan itu mengada-ngada, maka dia harus memikirkan alasan
lain untuk tidak setuju.
c. Jenis bantahan

Disini kita membicarakan jenis-jenis bantahan yang mungkin kita hadapi serta
pendekatan-pendekatan spesifik dalam penanganannya. Diantaranya yaitu:

1) Ketakutan
Masalahnya, lawan bicara percaya bahwa ide-ide kita mempunyai kelemahan.
Maka dari itu kita harus menujukan bahwa ketakutan seperti itu dapat dipahami
namun tidak beralasan.
Jalan keluarnya, tekankan unsur yang akan menghilangkan ketakutan. Catat
contoh-contoh situasi serupa di mana ketakutan timbul namun tak terbukti.
2) Kebiasaan
Masalahnya, bertindak berdaarkan kebisaan memang menyenangkan karena
tidak perlu banyak berpikir. Orang tidak akan mengubah kebiasaan mereka
kecuali mereka dapat melihat manfaatnya. Oleh karena itu tujuannya tentu saja
adalah member alasan dari sudut pandangnya sehingga dia merasa perlu
mempertimbangkan ulang. Jalan keluarnya, tekankan keuntungan tawaran kita.
Kemudian ikuti dengan menunjukkan keuntungan tawaran kita untuk
memperlihatkan bahwa kebutuhannya akan lebih dapat terpenuhi.
3) Informasi yang keliru
Masalahnya, lawan bicara mendapat informasiyan keliru atau salah pengertian
dalam memahami penjelasan mengenai sebagian aspek ide sehingga perlu
dikoreksi tanpa membuatnya tampak bodoh. Jalan keluarnya, jangan buat lawan
bicara nya itu malu. Tak ada ruginya memberikan pendekatan ini, sehingga ketika
kemudian kita mendengarkan tanpa merasa jengkel.
4) Rincian
Masalahnya, lawan bicara tampak dapat menerima prinsip tawaran kita tetapi
melihat permasalahan dalam penerapannya. Jalan keluarnya, cari tahu apakah
alasan itu jujur atau tidak. Tunjukkan bagaimana dia dapat mengurangi seminimal
mungkin masalah penempatan. Tawarkan bantuan, berikan contoh apa yang sudah
dilakukan
di lain tempat untuk menunjukan bagaimana rintangan dengan mudah dapat
diatasi.
5) Ide yang lebiih baik
Masalahnya, implikasinya adalah bahwa sesuatu, mungkin ide orang lain
dirasakan lebih baik atau dengan kata lain, perubahan di lain waktu akan lebih
baik. Tugas kita adalah mencari tahu alasannya dan menangani alasan sebenarnya
di balik komentar itu. Ini mungkin termasuk kategori ketakutan, kebiasaan atau
lainnya.
Jalan keluarnya, tanyakan mengapa kemudian, tergantung jawabannya, gunakan
pendekatan yang sesuai untuk menjawab pokok permasalahan yang
sesungguhnya.
6) Pihak yang berwenang
Masalahnya, ini mungkin terjadi bila melibatkan sejumlah orang dan kita
mungkin tidak berbicara pada orang yang tepat. Jalan keluarnya, kita harus
mempengaruhi orang tersebut baik secara langsung atau secara tidak langsung.
7) Biaya
Masalahnya, dalam hal ini tawaran dianggap tidak sesuai dengan biaya atau
upaya yang harus dikeluarkan. Jalan keluarnya, kita harus menjelaskan apa yang
dimaksud dengan ‘nilai’ bagi si pembeli, sehingga kita dapat memuaskan
perhatian pada kebutuhan yang sesungguhnya.
8) Keluhan
Kategori bantahan ini agak berbeda, karena didasarkan pada keluhan di masa lalu
dan bukan tawaran yang sekarang. Keluhan seperti ini perlu ditangani secara
berbeda. Masalahnya, lawan bicara merasa bahwa dia pernah menderita, jengkel,
menginginkan tindakan, dan berharap kita bisa melakukan sesuatu. Jalan
keluarnya, jangan mencari-cari alasan atau menyalahkan orang lain, karena hanya
akan membuat mereka semakin kesal.
4. Keputusan untuk bertindak

Dalam komunikasi kita tidak selalu mengejar tujuan akhir, seperti yang sudah dikatakan
sebelumnya bahwasannya kita harus selalu mengejar tujuan kearah langkah yang lebih benar.
Sebagai akibatnya mungkin kita mendapatkan 2 tujuan yakni tujuan akhir atau tujuan
sementara.

Apapun tujuannya bila lawan bicara bersedia menerima usulan kita, maka tidak perlu
meminta persetujuan untuk bertindak. Mereka cenderung akan bertindak demikian bila dalam
pertemuan awal kita telah mengidentifikasi, mencari tahu dan menyetujui kebutuhan mereka,
kemudian dalam mengutarakannya, kita mengemukakan ide-de dengan cara yang lebih
menarik misalnya, meyakinkan dapat dipahami, dan bila timbul bantahan kita harus bisa
mengendalikan diri dan memberikan jawaban yang memuaskan lawan bicara.

Usaha untuk mencapai komitmen tanpa lebih dulu menciptakan minat terhadap tawaran,
biasanya akan dilihat sebagai taktik penekanan . semakin besar keputusan yang harus
diambil, semakin besar tekanan dan semakin besar pula sikap bertahannya. Tidak ada yang
senang dipaksa untuk menyetujui apa yang dianggapnya kurang baik.

Meminta perseujuan tidak berarti menyebabkan terjadinya persetujuan. Melainkan hanya


mengungkapkan hasrat untuk disetujui dan keengganan untuk ditolak. Akan tetapi, sekalipun
hasrat tersebut itu tinggi komitmen positif belum tentu terjadi. Sama seperti orang mungkin
ingin memberikan komitmen, namun komitmen itu sendiri ada beberapa bentuk dan ternyata
kita menghendaki bentuk tertentu.

Dalam situasi seperti inilah keterampilan kita diuji untuk dapat mendorong niat bertindak.
Meskipun demikian pada semua kasus , komunikator yang berhasil tahu bahwa manusia
bertindak karena ingin memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Oleh karenanya mereka
berkonsentrasi pada keuntungsn yang dapat diberikan oleh keputusan yang positif dan bukan
oleh eputusan itu sendiri.

Pada tahap dimana pertanyaan harus diajukan, pertama-tama kita harus mengetahui
bahwa tahap ini telah dicapai dengan melihat isyarat-isyarat sebagai pertanda dan yang
kedua, menggunakan teknik-teknik yang berbeda untuk mengajukan pertanyaan akhir, sesuai
dengan lawan bicara. Kemudian di dalam keputusan untuk bertindak kita harus mengetahui
terlebih dahulu mengenai:
a. Tanda-tanda persetujuan

Cepat atau lambat, lawan bicara aka mencapai tahap bertanya pada diri
sendiri. Yang terburuk adalah komunikan menolak tawaran komunikator. Vila
demikian kita sebagai komunikator harus mengetahui mengapa dan bertindak dengan
keadaan. Akan tetapi, biasanya lebih sering komunikan menunjukkan perhatian dan
kita sebagai komunikator bisa melihatnya dari tindakan atau kata-kata, isyarat yang
mencakup:

 Nada suara, postur, dian sejenak, anggukan kepala.


 Pertanyaan secara rinci menandakan pada pinsipnya setuju
 Komentar yang mengekspresikan perhatian positif, ketertarikan dan sebagainya.

Seringkali, bila seseorang memberikan persetujuan mereka mengambil resiko. Mereka


tidak yakin apakah mereka melakukan tindakan yang benar. Jadi kita sebagai komunikator
dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka sebagai komunikan pada tahap ini dengan
senantiasa menekankan keuntungannya. Kalau tidak, komunikator hanya tinggal bertanya.
Sesungguhnya tahap ini bisa kita hindari. Kemudian ada saat-saat yang terasa canggung pada
waktu kita menghindari tahap ini, yakni disaat kita tidak bisa berkata apa-apa lagi kecuali
meminta persetujuan. Satu-satunya yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara yang benar
untuk mrngajukan pertanyaan.

Komunikasi persuasif dilakukan dengan menggunakan cara-cara halus dan manusiawi


sehingga komunikan dapat menerima dan melaksanakan dengan sukarela sesuai dengan
pesan-pesan yang disampaikan. Dalam hal ini, seorang guru dalam berkomunikasi harus
menggunakan cara-cara yang luwes dengan pendekatan kemanusiaan. Untuk keberhasilan
komunikasi persuasif terdapat tahap-tahap yang harus diperhatikan. Hal ini ditegaskan Onong
U. Effendi (Effendy, Dinamika Komunikasi, 2008, p. 25) yang mengatakan bahwa: Tahapan
tersebut dikenal dengan A-A procedure atau from attention to action procedure melalui
formula AIDDA singkatan dari Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat),
Decision (keputusan), dan Action (tindakan).

Dalam rangka upaya agar komunikan melakukan kegiatan sebagaimana diharapkan


komunikator, hanya pengekspresian kesanggupan sudah dapat dijadikan pegangan oleh
komunikator. Cara membuat komunikan menyatakan sesuatu secara verbal sering dilakukan
dalam gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership). Dalam suatu situasi
komunikasi kelompok untuk memecahkan suatu masalah, diupayakan agar setiap orang yang
hadir mengekspresikan sesuatu, kalau perlu hanya mengucapkan kata ‘Ya’ sebagai
pernyataan setuju terhadap gagasan komunikator atau gagasan rekan lain. dengan pernyataan
itu ia merasa dibebani tanggung jawab untuk menyukseskan hasil keputusan pertemuan itu.

Dari tahapan-tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap dalam


komunikasi persuasif dimulai dari membangkitkan perhatian, menumbuhkan minat,
kemudian munculah hasrat, mengambil keputusan sampai melakukan tindakan.

2.4 Teknik Komunikasi Persuasif

Dalam buku (Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, 2007, pp. 23-24) Teknik
komunikasi persuasif merupakan suatu teknik komunikasi yang dilakukan agar orang lain
bersedia menerima suatu paham atau keyakinan , melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
dan lain sebagainya.

Teknik ini berlangsung dengan personal contact yang memungkinkan komunikator


mengetahui, memahami dan menguasai. Terdapat beberapa teknik komunikasi persuasif,
yaitu:

1. Teknik Asosiasi

Teknik ini merupakan teknik yang menyajikan pesan dengan cara menumpangkannya
pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Teknik ini secara
umum sering dilakukan oleh kalangan pebisnis atau para politikus. Popularitas figur-figur
tertentu dimanfaatkan dalam kerangka pencapaian tujuan-tujuan tertentu.

2. Teknik Integrasi

Teknik ini adalah menyatukan diri antara komunikator dengan komunikan. Penggunaan
kata-kata verbal yang menyatakan satu dengan komunikan. Contoh pada penggunaan kata
kita bukan kata saya atau kami. Kata kita berarti saya dan anda.Hal ini mengandung makna
bahwa yang diperjuangkan komunikator bukan kepentingan diri sendiri melainkan juga
kepentingan komunikan.

3. Teknik Ganjaran

Teknik ganjaran (pay-of technique) adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain
dengan cara mengiming-imingi hal yang menguntungkan atau yang menjanjikan harapan
tertentu. Teknik ini sering dipertentangkan dengan teknik pembangkitan rasa takut (fear
arousing technique), yakni cara-cara yang bersifat menakut-nakuti atau menggambarkan
konsekuensi yang buruk.
Jadi, jika pay-of technique menjanjikan ganjaran (rewarding), fear arousing technique
menunjukan hukuman (punishment).Sehingga teknik ganjaran dapat menimbulkan
kegairahan emosional, sedangkan fear arousing dapat menimbulkan ketegangan emosional.

4. Teknik Red - Herring

Istilah red herring sulit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebab red herring adalah
nama ikan yang tersebar di Samudera Atlantik Utara. Jenis ikan ini terkenal dengan
kebiasaanya dalam membuat gerak tipu daya ketika diburu oleh binatang lain atau manusia.
Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif adalah seni komunikator untuk meraih
kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakan argumentasi yang lemah untuk kemudian
mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yanng dikuasinya guna dijadikan senjata
ampuh untuk menyerang lawan. Jadi teknik ini digunakan komunikator ketika berada dalam
posisi yang terdesak. Untuk itu, syarat yang tidak boleh dilupakan adalah pada penguasaan
materi yang didiskusikan atau diperdebatkan.

5. Teknik Tataan

Yang dimaksudkan dengan tataan disini adalah upaya menyusun pesan komunikasi
sedemikian rupa sehingga enak didengar, atau enak dilihat atau enak dibaca dan orang
memiliki kecenderungan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pesan tersebut. Teknik
tataan (icing technique) dalam kegiatan komunikasi persuasif adalah seni menata pesan
dengan imbauan-imbauan sedemikian rupa sehingga lebih dapat menarik sasaran persuasi.

Menurut Dedy Mulyana (Mulyana, 2005, p. 67) sebelum melakukan teknik


komunikasi persuasif, kita harus mengetahui berbagai strategi yang diperlukan supaya
persuasi yang kita lakukan menjadi lebih efektif. Sebenarnya ada berbagai teori mengenai
strategi persuasi yang tepat .

Beberapa strategi yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kesan Pertama

Kesan pertama hanya bisa dihadirkan satu kali, karenanya seseorang harus bisa
menciptakan kesan pertama yang baik bagi orang yang ditemuinya.Kesan pertama
merupakan faktor yang sangat penting dalam komunikasi persuasif. Kesan yang
dimunculkan komunikator dalam perjumpaan pertamanya dengan komunikan akan sangat
memengaruhi bagaimana komunikan dapat menerima pesan persuasi yang disampaikan
oleh komunikator.
Umumnya, kesan pertama didapatkan komunikan dari berbagai panca indera yang ada
pada dirinya. Misalnya, melalui indera penglihatan, komunikan akan dapat menangkap
kesan pertama komunikator dari penampilan wajah, pakaian, hingga tatanan rambutnya.
Contohnya, seorang dokter yang berbicara dalam seminar kesehatan akan lebih dipercaya
oleh para audiences jika ia memiliki penampilan yang rapi dibandingkan penampilan yang
berantakan. Hal ini disebabkan karena penampilan yang rapi cenderung memberikan kesan
sehat dibandingkan penampilan yang berantakan.

2. Menarik Empati

Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mau mendengarkan. Dengan
mendengarkan, seorang komunikator akan tahu bagaimana karakteristik, keluhan, dan
kebutuhan komunikan. Komunikator yang memahami komunikan akan lebih mampu
memengaruhi emosi dan alam bawah sadar komunikannya. Sebagai akibatnya, komunikan
akan melihat komunikator sebagai seorang yang benar-benar peduli pada permasalahan
dan kebutuhan-kebutuhannya serta dapat diandalkan untuk memberikan solusi dari
problema yang dihadapi oleh komunikan tersebut.

3. Membangun Kreadibilitas

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kredibilitas mengacu pada tiga komponen
yakni keahlian, kepercayaan, dan eksistensi.Untuk bisa membangun kredibilitas, seorang
komunikator harus bisa mengembangkan tiga komponen tersebut.Untuk membangun
kredibilitas, langkah pertama seorang komunikator adalah mengembangkan keahlian. Jika
komunikator menjadi seorang yang lebih ahli dalam suatu bidang, maka komunikan akan
bisa lebih terpengaruh ketika sang komunikator melakukan persuasi terkait bidang
keahliannya tersebut.

4. Memotivasi

Strategi terakhir yang bisa dilakukan seorang komunikator untuk mempersuasi


komunikan adalah dengan menerapkan teknik motivasi. Umumnya, teknik motivasi yang
mendasar adalah dengan menggunakan kompensasi dan insentif. Melalui teknik ini,
komunikator dapat menciptakan “perasaan berhutang” pada diri komunikannya.
Komunikan yang telah mendapatkan banyak hal dari komunikator, secara otomatis akan
merasa berkewajiban untuk membalasnya. Insentif yang diberikan oleh seorang
komunikator kepada komunikannya dapat berbentuk apa saja. Mulai dari hadiah,
mentraktir makanan, atau bahkan waktu yang diberikan komunikator untuk sekadar
mendengarkan keluhan-keluhan komunikan. Melalui strategi ini, komunikan biasanya
akan mau menuruti harapan komunikator tanpa perlu lagi dipaksa.

Didalam strategi berkomunikasi terdapat etika dalam berkomunikasi yang baik dan
benar (Santoso, 2010, pp. 56-57). Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah
lepas dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali,
komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau non verbal,
entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi.

Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang
memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita,
walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk
sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama
yang kemudian disebut sebagai kebudayaan.

Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan
mengatur tata cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan menjunjung
tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang
pemakaian sesuatu yang kita anggap sebuah etika dapat berakibat pada sesuatu yang tidak
menyenangkan dan menimbulkan kesalahpahaman antar sesama.Mengapa hal itu bisa terjadi?
Padahal tujuan kita menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak.

Pemakaian etika dalam konteks komunikasi antar pribadi memiliki paradoks


tersendiri. Di lain pihak, hal ini dapat menjadi hal yang positif namun terkadang sesuatu yang
negatif dan cenderung merusak dan memperburuk keadaan juga dapat terjadi. Berbagai hal
dinilai bertanggung jawab atas hal ini. Dari mulai cara kita berkomunikasi antar sesama
sampai pada saat kita menggunakan etika dalam berinteraksi.

Banyak orang beranggapan bahwa dalam sebuah pembicaraan, kita harus


menggunakan etika untuk menghargai dan menghormati lawan bicara. Ada sebuah teori yang
mendefinisikan etika sebagai, “sebuah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma, moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya”. Dalam teori ini, etika
memiliki 3 tujuan, yaitu:

 Membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan
 Membantu manusia mengambil sikap dan tindakan secara tepat dalam hidup ini
 Tujuan akhir untuk menciptakan kebahagiaan.
Terlepas setuju atau tidaknya kita dengan teori diatas, namun ada hal yang bisa kita
sepakati bahwa etika berhubungan dengan moral,”sistem tentang bagaimana kita harus hidup
secara baik sebagai manusia.” Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap
bentuk komunikasi antar pribadi sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi benar-
salah, melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain, sehingga komunikator secara
sadar memilih tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dan cara-cara komunikasi guna
mencapai tujuan tersebut. Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi,
meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada orang lain,
menawarkan nilai-nilai yang penting, memperlihatkan eksistensi dan relevansi suatu
persoalan sosial, memberikan sebuah jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian dan
persoalan etika yang potensial terpadu dalam upaya-upaya simbolik sang komunikator.
Demikianlah keadaannya pada sebagian besar komunikasi pribadi, baik komunikasi antara 2
orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan sosial maupun dalam hubungan
masyarakat.

Orang akan bersandar pada berbagai macam pembenaran:

1) Setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu
dibahas;
2) Karena yang penting dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah
etika tidak relevan.
3) Penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu secara pribadi sehingga tak ada
jawaban pasti; dan
4) Menilai etika orang lain itu menunjukkan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.

Secara potensial timbul ketegangan antara ” kenyataan” dan “keharusan”, antara yang
aktual dan yang ideal. Mungkin terdapat ketegangan antara apa yang dilakukan setiap orang
dengan apa yang menurut kita harus dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin terdapat konflik
antara komunikasi yang kita pandang berhasil dan penilaian teknik tersebut tidak boleh
digunakan karena cacat menurut etika.Kita mungkin terlalu menekankan pemahaman tentang
sifat dan efektivitas teknik, proses dan metode komunikasi dengan mengorbankan perhatian
pada masalah etika tentang penggunaan teknik-teknik seperti itu. Kita harus menguji bukan
hanya bagaimana, melainkan juga apakah kita secara etis harus , memakai berbagai macam
metode dan pendekatan.
Bagaimana para peserta dalam sebuah transaksi komunikasi pribadi menilai etika dari
komunikasi itu, atau bagaimana para pengamat luar menilai etikanya, akan berbeda-beda
tergantung pada standar etika yang mereka gunakan. Sebagian diantara bahkan mungkin akan
memilih untuk tidak mempertimbangkan etika. Namun demikian, masalah etika yang
potensial tetap ada meskipun tidak terpecahkan atau tidak terjawab.

Dalam prakteknya, saat komunikasi persuasif dilakukan maka komunikator tidak


diperkenankan untuk:

1. Menggunakan data palsu, data yang sengaja dirancang untuk menonjolkan kesan tertentu,
data yang dengan sengaja diejawantahkan secara salah, dibelokkan, atau bukti yang benar
tapi tidak ada hubungannya untuk mendukung suatu pernyataan atau mengesahkan
sesuatu.
2. Tidak diperkenankan secara sengaja menggunakan alasan yang meragukan atau tidak
masuk diakal (tidak logis).
3. Tidak diperkenankan menyatakan diri sebagai ahli pada subyek tertentu, padahal bukan
ahlinya. Tidak diperkenankan juga mengaku telah diberi informasi oleh ahlinya padahal
tidak.
4. Tidak diperkenankan untuk mengajukan hal-hal yang tidak berkaitan untuk mengalihkan
perhatian dari isu yang sedang menjadi perhatian. Di antara hal-hal yang paling sering
digunakan untuk mengalihkan perhatian adalah perilaku sengaja menyerang karakter
individu yang menjadi lawannya, pembelaan dengan menggunakan kebencian dan
(bigotry) sebagai alasan.(Innuendo), penggunaan istilah "Tuhan" atau "setan" yang dapat
menyebabkan/ mengundang keadaan tegang namun tidak mencerminkan reaksi positif
atau negatif yang sebenarnya.
5. Tidak diperkenankan untuk meminta kepada target sasaran (pembaca/ pemirsa) untuk
mengaitkan ide atau proposal yang diajukan dengan nilai-nilai yang emosional, motif-
motif tertentu, atau tujuan-tujuan yang sebenarnya tidak ada kaitannya.
6. Tidak diperkenankan untuk menipu khalayak dengan menyembunyikan tujuan
sebenarnya, atau kepentingan pribadi/ kelompok yang diwakilkan, atau menggunakan
posisi pribadi sebagai penasehat saat memberikan sisi pandang tertentu.
7. Jangan menutup-nutupi, membelokkan, atau sengaja menafsirkan dengan salah angka,
istilah, jangkauan, intensitas, atau konsekuensi logis yang mungkin diakibatkan di masa
depan.
8. Tidak diperkenankan untuk menggunakan pembelaan emosional yang tidak disertai bukti,
latar belakang, atau alasan yang tidak dapat diterima apabila target penerima memiliki
kesempatan dan waktu untuk menyelidiki subyek tersebut sendiri kemudian menemukan
sesuatu yang lain/ bertentangan.
9. Tidak diperkenankan untuk menyederhanakan sebuah situasi yang yang sebenarnya
kompleks, sehingga terlihat sebagai hitam dan putih saja, hanya memiliki dua pilihan atau
pandangan, dan (polar views).
10. Tidak diperkenankan untuk mengaku sebuah kepastian sudah dibuat padahal situasinya
masih sementara, dan derajat kemungkinan situasi masih dapat berubah sebenarnya lebih
akurat.
11. Tidak diperkenankan menganjurkan sesuatu yang kita secara pribadi sebenarnya juga
tidak percaya.
BAB III

PENERAPAN KOMUNIKASI PERSUASI


BAB IV

KESIMPULAN

3.1 Simpulan

Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau


memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang melalui penggunaan pesan
sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.

Proses komunikasi persuasif dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek


diantaranya adalah prinsip yang dijadikan landasan dalam melakukan persuasi, tahap-tahap
berlangsungnya persuasi dengan menggunakan model-model dalam proses persuasi, dan
penggunaan teknik serta strategi yang tepat dalam komunikasi persuasi. Akan tetapi proses
persuasi tidak akan berhasil jika persuader tidak mampu mengatasi hambatan-hambatan yang
terjadi dalam komunikasi persuasi. Dengan menerapkan aspek-aspek yang telah disebutkan
sebelumnya, maka persuader dapat mencapai tujuan komunikasi persuasi yang efektif.

Perencanaan dan pengembangan pesan persuasif perlu dilakukan dalam komunikasi


persuasi, karena pesan persuasi merupakan unsur yang sangat berperan penting dalam proses
persuasi. Kemudian pengimplementasian komunikasi persuasi dapat dikaitkan dengan
hubungan masyarakat dalam kegiatannya yang memerlukan adanya proses persuasi untuk
mempengaruhi khalayak.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, disarankan kepada pembaca khususnya yang


berkepentingan dalam bidang komunikasi untuk lebih memahami bagaimana prinsip, tahap,
teknik, hambatan dalam komunikasi persuasif agar dapat dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dalam pencapaian
tujuan komunikasi persuasi yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai