Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI REFERAT

PALM-COEIN

Penyusun :

Chrismicel (11 2011 212)

Pembimbing :

Dr. Hendra Gunawan, Sp.OG

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA – RS RAJAWALI

BANDUNG, 2012
Kata Pengantar

Puji Syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Saya juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada dr. Hendra Gunawan, Sp.OG sebagai pembimbing yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Referat ini disusun sebagai
sarana diskusi dan pembelajaran mengenai PALM COEIN, serta diajukan guna memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi di rumah sakit Rajawali, Bandung.
Dalam makalah ini membahas megenai PALM COEIN. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi informasi kepada para pembaca.

Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga lebih baik pada penyusunan makalah berikutnya. Terima kasih.

Bandung, Oktober 2012

Penyusun
PENDAHULUAN
Banyak mahasiswa kedokteran, pendaftar / penduduk, dokter perawatan primer dan
spesialis ginekologi bahkan berjuang ketika dihadapkan dengan pasien dengan perdarahan
uterus abnormal (AUB) di tahun-tahun reproduksi.Ini tidak mengherankan karena keduanya
penyelidikan dan pengelolaan AUB abnormal pada wanita tersebut telah terhambat oleh
nomenklatur membingungkan dan tidak konsisten diterapkan dan kurangnya metode standar
untuk penyelidikan dan kategorisasi penyebab potensial berbagai masalah. (1, 2) Ketentuan
seperti "menorrhagia" dan "perdarahan uterus disfungsional" sering memiliki arti yang
berbeda dalam lingkungan yang berbeda, sering mengakibatkan salah tafsir pasien, kolega,
dan buku atau literatur medis. Selain itu, sementara penyebab banyak potensi AUB tidak
terlihat seperti cacat endometrium atau koagulopati, entitas rahim banyak yang discernable,
seperti adenomyoais, leiomioma, dan polip endometrium, sering tanpa gejala.
Keadaan ini menimbulkan kesulitan bagi semua orang yang terlibat dalam bidang
AUB. Pada tingkat penyelidikan ilmiah sulit bagi para ilmuwan untuk menciptakan dasar
model laboratorium bermakna, dan peneliti klinis ditantang untuk menemukan populasi
homogen dari pasien mengalami AUB. Selain itu, sulit untuk membandingkan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti yang berbeda atau kelompok penelitian karena populasi
penelitian biasanya belum didefinisikan menggunakan kriteria yang sama. Akibatnya, kinerja
metaanalisis dirusak, dan, dalam beberapa kasus, membuat kontraproduktif karena
kesimpulan yang tidak akurat dapat mengakibatkan.Ajaran mahasiswa kedokteran dan
panitera atau penduduk juga dipengaruhi oleh inkonsistensi dalam terminologi dan oleh
variasi dalam pendekatan klinis untuk penyelidikan. Akhirnya, pada tingkat pasien, dan, tidak
mengejutkan seseorang, wanita yang menderita AUB sering dihadapkan dengan
membingungkan pilihan dan opini yang bertentangan sering.
Sebagai hasil di atas, sebuah sistem yang diterima secara universal nomenklatur dan
klasifikasi tampaknya langkah penting dalam evolusi penelitian kolaboratif, pendekatan
aplikasi berbasis bukti untuk praktek klinis dan untuk pendidikan yang konsisten dan tepat
komprehensif penyedia layanan kesehatan dan pasien.Pengembangan sistem tersebut dibuat
agak lebih kompleks karena berbagai penyebab potensial dapat hidup berdampingan dalam
individu tertentu. Untungnya, pada bulan November tahun 2010, FIGO (Federation
Internationale de Gynécologie et d'Obstétrique) sistem klasifikasi penyebab AUB di tahun-
tahun reproduksi secara resmi diadopsi, dan akan resmi diterbitkan akhir tahun ini. Namun,
sistem ini sudah terintegrasi ke dalam desain Perdarahan buku Abnormal rahim, diterbitkan
oleh Cambridge Medis Tekan pada tahun 2010. (3)
Sistem ini disajikan dalam konteks sistem nomenklatur baru untuk gejala yang telah
menjadi subyek dari publikasi tahun sebelumnya, dan yang membuang sering
membingungkan istilah-istilah seperti menorrhagia, metrorrhagia dan perdarahan uterus
disfungsional (3, 4) Hal ini didasarkan pada. mnemonic "PALM-COEIN" yang merupakan
singkatan dari polip, adenomiosis, leiomyoma, keganasan - koagulopati, gangguan ovulasi,
endometrium cacat, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. Pendekatan terstruktur, namun
tepat rinci untuk penilaian masing-masing komponen merupakan bagian integral dari proses
klasifikasi untuk setiap individu yang mengalami gangguan tersebut. Bagi mereka merancang
dan menafsirkan studi klinis perempuan mengalami AUB, evaluasi kompulsif dari masing-
masing komponen harus membantu dalam identifikasi pasien yang sama dan harus
menghasilkan hasil yang lebih dapat diandalkan dan dapat dibandingkan. Sama pentingnya,
dokter yang memberikan kerangka untuk penyelidikan yang dirancang untuk memudahkan
identifikasi pilihan terapi yang paling tepat untuk menangani masalah AUB.
ISI

Perdarahan uterus abnormal pada wanita tidak hamil di usia reproduktif memiliki
patologi yang sangat luas. Ada banyak sekali terminologi yang digunakan baik untuk
mendeskripsikan gejala maupun mengenai gangguannya sendiri sehingga dirasa cukup
membingungkan dalam manajemen klinis dan dalam menerjemahkan sebuat riset dan uji
klinis.

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah
maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan
perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding sedangkan perdarahan uterus
abnormal yang disebabkan oleh faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium
dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan
uterus disfungsional (PUD)

Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi :

1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak
sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah.
Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa
riwayat sebelumnya.
2. Perdarhan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus
abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan
penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi
diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga
terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk mengganti
terminologi metroragia.

Sistem klasifikasi PALM COEIN

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat


9 kategori utama disusu sesuai dengan akronim “PALM COEIN” yakni ; polip, adenomiosis,
leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,
iatrogenik, dan not yet classified.

Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai
teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok “COEIN” merupakan
kelinan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat
memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA.

A. Polip (PUA-P)

Definisi :

- Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun
tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan
dilapisi oleh epitel endometrium\

Gejala :

- Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.


- Lesi umumnya jinak, namun sebagian kevcil atipik atau ganas.

Diagnostik :

- Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi,


dengan atau tanpa hasil histopatologi.
- Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang
memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium

B. Adenomiosis (PUA-A)

Definisi :

- Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan


miometrium

Gejala :
- Nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang
air besar, atau nyeri pelvik kronik
- Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal.

Diagnostik :

- Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada


hasil histopatologi
- Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRI
dan USG
- Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis
adenomiosis
- Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan
sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.
- Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium
ektopik pada jaringan miometrium.

C. Leiomioma (PUA-L)

Definisi :

- Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium

Gejala :

- Perdarahan uterus abnormal


- Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen

Diagnostik :

- Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab
tunggal PUA
- Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma
uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma uteri.

Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :

a. Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri


b. Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri
submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.
c. Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Definisi :

- Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium

Gejala :

- Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

- Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan


penyebab penting PUA
- Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan
WHO
- Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi.

E. Coagulopathy (PUA-C)

Definisi :

- Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus

Gejala :

- Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

- Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang terkait


dengan PUA
- Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan
hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von
Willebrand

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Definisi :

- Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus

Gejala :

- Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

- Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi


perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi
- Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
- Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga
perdarahan haid banyak
- Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,
hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau
olahraga berat yang berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)

Definisi :

- Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya
perdarahan uterus.

Gejala :

- Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :

- Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur
- Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis lokal
endometrium
- Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1
dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas fibrinolitik
- Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut
akibat gangguan hemostasis lokal endometrium
- Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid
yang berovulasi

H. Iatrogenik (PUA-I)
- Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti
penggunaan estrogen, progestin, AKDR.
- Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin
dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding.
- Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang
disebabkan oleh sebagai berikut :
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan
( warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam
klasifikasi PUA-C

I. Not yet classified (PUA-N)


- Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi
- Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau
malformasi arteri-vena
- Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA

Penulisan

Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu dibuat sistem
penulisan
- Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien
- Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien
- Tada tanya : belum dilakukan penilaian

Panduan Investigasi

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus,
faktor risiko kelainan tiroid,penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta
riwayatkelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya (Rekomendasi B). Perlu
ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdaraha
nuterus abnormal
Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata
meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan
untuk mengidentifikasi penyakit von willebrand
Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhan dan
obat-obat lain yang diperkirakan menggangu koagulasi
Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf atau “skor
perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk diagnosis dan menilai kemajuan
pengobatan PUA
Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis dengan
sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan
hasil penapisan positif
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian antikoagulan dimasukkan
ke dalam klasifikasi PUA-C1.

Pertanyaan Untuk Menapis Kelainan Hemostatis Pada Pasien Dengan Perdarahan


Haid Banyak
1. Perdarahan haid banyak sejak menars
2. Terdapat minimal 1 (satu) keadaan dibawah ini
- Perdarahan pasca persalinan
- Perdarahan yang berhubungan dengan operasi
- Perdarahan yang berhubungan dengan perawatan gigi
3. Terdapat minimal 2 (dua) keadaan dibawah ini :
- Memar 1-2x/bulan
- Epistaksis 1-2x/bulan
- Perdarahan gusi yang sering
- Riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan
Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelianan hemostasis

Diagnosis banding PUA


Keluhan dan Gejala Masalah
Nyeri pelvik Abortus, kehamilan ektopik
Mual, peningkatan frekuensi berkemih hamil
Peningkatan berat badan, fatigue, Hipotiroid
gangguan toleransi terhadap dingin
Penurunan berat badan, banyak keringat, Hipertiroid
palpitasi
Riwayat konsumsi obat antikoagulan dan Koagulopati
gangguan pembekuan darah
Riwayat hepatitis, ikterik Penyakit hati
Hirsutisme,akne,akantosis nigricans, Sindrom ovarium polikistik
obesits
Perdarahan pasca koitus Displasia serviks, polip endoserviks
Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang Tumor hipofisis
pandang

2. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasala dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea,
gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpuran dan ekimosis wajib
diperiksa.
3. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap smear.
Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
4. Penilaian ovulasi
Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis perdarahan PUA-O bersifat
ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan progesteron serum fase lutela mayda atau USG transvaginal bila
diperlukan.
5. Penilaian endometrium
Pengam bilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien PUA
Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada :
 Perempuan umur > 45 tahun
 Terdapat faktor risiko genetik
 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium
 Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas, nulipara
 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur
saat diagnosis antara 48-50 tahun.
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahna uterus abnormal
yang menetap (tidak respon terhadap pengobatan)
Beberapa teknik pengambilan sample endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan.

6. Penilaian kavum uteri


Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri
submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus
dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai terdapat polip endometrium
atau mioma uteri submukosum disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi.
Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat
dilakukan bersamaan
7. Penilaian miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina, transrektal dan abdominal), SIS,
histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih ungguk
dibandingkan USG transvaginal.

Manifestasi Klinis
Perdarahan uterus abnormal akut :
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau Hb
< 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan transfusi
darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per oral
setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM setiap 4-6 jam
(untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A) atau anti inflamasi non
steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk pasien dirawat, dapat
dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15
ml, dipertahankan 12-24 jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam alkukan dilatasi dan kuretase. (rek B)
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral kombinasi
(KOK) (rek B) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari), 2x1 tablet
perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK
siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3 siklus atau LNG-IUS (rek A)
g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat (MPA) 10 mg
perhari (7 hari) (rek A) siklik selama 3 bulan
h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin releasing
hormone (GnRH) agonis (rek A) dapat diberikan bersamaan dengan pemberian KOK
untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3 siklus dengan interval 4
minggu.
i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab
perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal (rek B), periksa
darah perifer lengkap (DPL) (rek C), hitung trombosit (rek C), prothrombin time (PT)
(rek C), activated partial thromboplastin time (aPTT) (rek C) dan thyroid stimulating
hormone (TSH). Saline Infused Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika
endometrium yang terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau
mioma submukosim.
j. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat
dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium (rek A), miomektomi,
polipektomi, histerektomi. (rel A)
Perdarahan uterus abnormal kronik
a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau
lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan
terakhir.
b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan dfarah perifer lengkap
wajib dilakukan.
c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut\
d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu PUA dan
lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika terdapat indikasi
e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan
f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan yang
mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat
menetuka penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan
darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid,
prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis
Penanganan perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebab
A. Polip
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
o Reseksi secara histeroskopo
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
B. Adenomiosis
o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog GnRH +
addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada pasien
yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan

C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila pasien
menginginkan kehamilan
 Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm
 Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1
 Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan dilakukan bila respon pengobatan
tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan untuk
mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan embolisasi
arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan.
D. Malignancy and hyperplasia
o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian
histopatologi
o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan
o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K dilanjutkan
dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi merupakan
pilihan
o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi pada akhir
bulan ke 6 pengobatan
o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi
E. Coagulopathy
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang
berkaitan dengan PUA.
o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-
progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil yang sama bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi
o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur pasien
o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
willebrand
F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh
hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi
o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tatalaksana
infertilitas
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3x
siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau di
stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau progestin dosis
tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis
maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert
sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan
endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi
endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan
ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus
dengan ukuran < 10 minggu.
G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai kavum
uteri
o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke
point 4
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka pilihan lini
pertama dalam tatalaksana menoragia
o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama
siklus menstruasi
o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan
preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat.
Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum
segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan
progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal atau
terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka
dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan
ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin
mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus
haidnya dengan baik dan memantau kadar HB
H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap selama > 3
bulan lanjutkan ke point 5
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif
berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK
secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen jika usia pasien
lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk
menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama

- Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin


o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point 2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4
o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7. Jika
tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
 Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
 Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada kontraindikasi)
 Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7 hari) yang
dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metoda kontrasepsi lain

- Perdarahan karena efek samping AKDR


o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke point 2
o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada
penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika ridak ada
perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR
o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama
lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5
o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika setelah 6
bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati lanjutkan ke point 5
o Berikan PKK untuk 1 siklus
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium

Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)


Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen akan
diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin degradation
product (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini
akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak
menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku
dari arteriol spinal endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai
mekanisme penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit
kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari awal
perdarahan hingga 4 hari.
Obar anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat.
AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan menurunkan sintesa
prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan
terlibat dalam respon inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak
perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek
samping : gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus
peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.

Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)


Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian
EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti
promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan.
Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung
dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara
mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek
samping berupa gejala akibat defek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus,
mastodinia dan retensi cairan

PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet
selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet
selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7
hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama
3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut
dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan
lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan jantung.

Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga
estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan
estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang
menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun
kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan dosis
obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari
pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara
siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke,
riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara
ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin
yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg,
didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis progestin dapat
dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan
kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin
secra kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat
beberapa pilihan yaitu :
- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
- Pemberian DMPA setiap 12 minggu
- Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang,
sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi

Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-etinil
tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan produksi
estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogewn di
endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari
dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat
menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya
dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis
lebih dari 400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75%
pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan suara.

Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)


Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis melalui
mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan
mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya
ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat
penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4
minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan
demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan
tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping
biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita
menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis
(terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan GnRH agonis lebih dari 6 bulan).
Daftar Pustaka

1. Malcom G munor, Geffen David. 2011. Abnormal uterine Bleeding. Diunduh dari
http://cambridgemedicine.wordpress.com/2011/02/15/907/, 1 Oktober 2012.
2. Malcom G Munro, Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser. 2011.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine
Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. Diunduh dari
http://gineteca.com/app/download/5784622793/FIGO+classification+system+(PA
LM-COEIN)+for+causes+of+abnormal+uterine+bleeding.pdf. 1 Oktober 2012.
3. Baziad, Ali; Hestiantoro,Andon; Wiweko,Budi. Panduan Tatalaksana Perdarahan
Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta.2011
4. Perdaraha Uterus Abnormal. 2012. Diunduh dari
http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/. 1 Oktober
2012.

Anda mungkin juga menyukai