2.1 Tujuan
1. Mempelajari tentang hukum kirchoff
2. Mempelajari hubungan arus dan tegangan pada hubungan bintang (Y)
dan hubungan delta (∆) pada rangkaian tiga fasa.
ε (+) ➔
Gambar 2.3 Arah Tanda Tegangan Gaya Gerak Listrik Positif
2. Jika arah kuat arus listrik searah dengan arah loop dan kuat arus listrik
bertemu dengan kutub (-) potensial tegangan terlebih dulu, maka tanda
tegangan gerak gaya listrik adalah (-).
ε (-) ➔
Gambar 2.4 Arah Tanda Tegangan Gaya Gerak Listrik Negatif
Terdapat perjanjian tanda untuk arah kuat arus listrik (I) pada penurunan potensial
tegangan (I.R):
1. Jika arah kuat arus listrik searah dengan arah loop, maka tanda kuat arus
listrik adalah (+).
I (+) ➔
Gambar 2.5 Arah Tanda Aruh Positif
2. Jika arah kuat arus listrik berlawanan arah dengan arah loop, maka tanda kuat
arus listrik adalah (-).
I(-) ➔
Gambar 2.6 Arah Tanda Aruh Negatif
Agar dapat memahami hukum tegangan kirchhoff (KVL) dan hukum arus
kirchhoff (KCL) dibawah ini sudah tersedia soal.
1. Perhatikanlah susunan kuat arus pada rangkaian listrik di bawah ini!
Karena rangkaian seri, maka arus yang mengaliri semua komponen adalah sama.
Maka dissipasi daya pada resistor 20 ohm
P20Ω = i2(20) = (0,13)2 (20) = 0,338 W = 338mW
V20 Ω = (-0,13A) (20Ω) = -2,6 V
V25 Ω = (-0,13A) (25Ω) = -3,25 V
V10 Ω = (-0,13A) (10Ω) = -1,3 V
Maka rangkaiannya seperti dibawah ini (perhatikan polaritas tegangan tiap
komponen dan arah arus)
Dengan menggunakan fasa sebagai sebuah acuan, system tiga fasa dapat
digambarkan dengan persamaan :
Va = V∠00, Vb = V∠-1200, Vc = V∠-2400 ................. (2.11)
2.3.3 Hubungan Bintang (Y)
Pada bagian akhir system 3 fasa dihubungkan secara bersamaan dengan
netral. Seperti pada gambar dibawah ini
4. Dari arus yang diukur, dievaluasi ke keakuratannya dari ER1 dan ER2
diperoleh pada langkah ke 3.
C. Percobaan dari Mesh Dengan Sumber Lebih dari Satu Sumber
Tegangan
1. Atur output power supply ke 12V dan 8V dan hubungkan output pada E1
dan E2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.15. Berhati- hatilah
dengan kutub output DC . Ukur dan catat nilai-nilai ER1, ER2 dan ER3.
Untuk memperoleh nilai 𝐼𝑅1 , dan 𝐼𝑅2 dengan nilai parameter yang telah
ditentukan dapat dihitung sebagai berikut:
1 1 1
= 𝑅 + 𝑅 ............................................................. (2.17)
𝑅𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 1 2
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 −𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% Kesalahan = | × 100%| ................ (2.21)
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
𝑅𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 33.33 Ω
a. Untuk EB = 15 V, R1 = 50Ω dan R2 = 100Ω
EB EB EB
= R1 + R2
R total
15 15 15
= 50 + 100
33,33
3. Persentase Kesalahan
Dari tabel 2.9 dapat dicari persentase kesalahan (|%E|) dengan
menggunakan persamaan 2.21
a. Untuk EB = 15 V, R1 = 50Ω dan R2 = 100Ω
0,3−0,3
% Kesalahan IR1 = | 𝑥100%| = 0 %
0,3
0,15−0,148
% Kesalahan IR2 = | 𝑥100%| = 1,33 %
0,15
5. Analisa Grafik
Berdasarkan table 2.10 perbandingan nilai hukum Kirchhoff tegangan
berdasarkan pengukuran dengan nilai perhitungan secara teori dapat dibuat grafik sebagai
berikut:
(a) (b)
Gambar 2.15 Grafik (a) IR1 terhadap Eb (b) IR2 terhadap Eb
Pada grafik 2.15 terlihat bahwa besarnya IR1 dan IR2, hasil pengukuran
dan IR1, dan IR2, teori sudah hampir mendekati kesamaan. Dimana garis pada setiap
grafik tersebut sama – sama meningkat apabila tegangan EB dinaikan. Pada grafik
diatas terlihat perbedaan antara data hasil percobaan dengan data secara teori, hal
ini dikarenakan adanya kesalahan oleh praktikan pada saat pengamatan
menggunakan alat ukur maupun kesalahan pada alat ukurnya karena kurang
kalibrasi atau faktor umur dari alat ukur yang digunakan.
3. Persentase Kesalahan
Dapat dicari persentase kesalahan (|%E|) dengan menggunakan
persamaan 2.21.
Untuk EB = 15 V, R1 = 10Ω dan R2 = 20Ω
0,5−0,5
% Kesalahan I =| 𝑥100%|= 0 %
0,5
5−5,07
% Kesalahan ER1 =| 𝑥100%| = 1,4 %
5
10−9,94
% Kesalahan ER2 =| 𝑥100%| = 0,6 %
10
a) b)
c)
Gambar 2.16 Grafik a) ER1 Terhadap Eb (b) ER2 Terhadap Eb (c) I Terhadap Eb
Pada grafik 2.16 terlihat bahwa besarnya ER1, ER2, dan I hasil pengukuran
dan ER1, ER2, dan I teori sudah hampir mendekati kesamaan. Dimana garis pada
setiap grafik tersebut sama – sama meningkat apabila tegangan EB dinaikan. Pada
grafik diatas terlihat perbedaan antara data hasil percobaan dengan data secara
teori, hal ini dikarenakan adanya kesalahan oleh praktikan pada saat pengamatan
menggunakan alat ukur maupun kesalahan pada alat ukurnya karena kurang
kalibrasi atau faktor umur dari alat ukur yang digunakan.
2.6.3 Hukum Kirchoff Dengan Dua Sumber Tegangan Berbeda
1. Perhitungan Dua Sumber Tegangan Dengan Teori
Pada hukum Kirchhoff dengan dua sumber berbeda rangkaian III konsep
dasar yang sama dengan rangkaian I (Gambar 2.13) tapi menggunakan 2 loop
seperti gambar berikut.
Gambar 2.17 Ilustrasi Hukum Kirchhoff dengan Dua Sumber Tegangan Berbeda
Nilai IR1, IR2, IR3, ER1, ER2, ER3 rangkaian diatas dapat dicari dengan
perhitungan sebagai berikut :
E1 - R1.I1 - R3.(I1+I2) = 0 .................................................................................. (2.25)
E2 - R2 . I2 - R3.(I1 + I2) = 0 ............................................................................... (2.26)
Untuk E1 = 12 V, E2 = 8 V, R1 = 12Ω, R2 = 4Ω dan R3 = 6Ω
a. Mencari Nilai IR1 dan IR2
E1 - R1.I1 - R3.(I1 + I2) = 0
12 – 12 I1 – 6 (I1 + I2) = 0
-18I1 - 6I2 = -12 …..(1)
E2 - R2.I2 - R3(I1 + I2) =0
8 – 4 I2 - 6(I1 + I2) =0
-6I1 - 10I2 = -8 ……(2)
Eliminasi persamaan 1 dan persamaan 2 didapat IR2 :
-18I1 - 6I2 = -12 x1 -18I1 - 6I2 = -12
-6I1 - 10I2 = -8 x3 -18I1 - 30I2 = -24_
24I2 = 12
IR2 = 0,5 A
Substitusi nilai IR2 ke persamaan 1 didapat IR1
-18I1 - 6I2 = -12
-18I1 - 6(0,5) = -12
-18I1 - 3 = -12
-18I1 = -9
IR1 = 0,5 A
b. Mencari Nilai ER1, ER2 dan ER3
ER1 = I1.R1 = 0,5.12 =6V
ER2 = I2.R2 = 0,5.4 =2V
ER3 = R3(I1 + I2) = 6(0,5 + 0,5) = 6 V
c. Mencari Nilai IR3
ER3 = I3.R3 = 6 = I3.6
IR3 =1A
5. Analisa Grafik
(a) (b)
(c)
Gambar 2.18 Grafik (a) ER1 Terhadap E1 (b) ER2 Terhadap E1 (c) ER3 Terhadap E1
Pada gambar 2.18 dapat dilihat grafik ER1, ER2 dan ER3 terhadap E1 dimana E1
menyesuaikan pada data hasil percobaan. Pada grafik diatas terlihat bahwa besarnya ER1,
ER2 dan ER3 hasil pengukuran dan ER1, ER2 dan ER3 data secara teori terlihat memiliki
perbedaan dimana ditunjukkan dengan posisi ketiga garis yang tidak berhimpit sama
persis. Ketiga garis pada setiap grafik tersebut sama – sama meningkat untuk kenaikan
tegangan E1. Perbedaan antara data hasil percobaan dengan data secara teori dikarenakan
adanya kesalahan praktikan dalam membaca skala hasil pengukuran dank arena kurang
presisinya alat ukur yang digunakan.
(a) (b)
(c)
Gambar 2.19 Grafik (a) IR1 Terhadap E2 (b) IR2 Terhadap E2 (c) IR3 Terhadap E2
Pada gambar 2.19 dapat dilihat grafik ER1, ER2 dan ER3 terhadap E2 dimana E2
menyesuaikan pada data hasil percobaan. Pada grafik diatas terlihat bahwa besarnya ER1,
ER2 dan ER3 hasil pengukuran dan ER1, ER2 dan ER3 data secara teori terlihat memiliki
perbedaan dimana ditunjukkan dengan posisi ketiga garis yang tidak berhimpit sama
persis. Ketiga garis pada setiap grafik tersebut sama – sama meningkat untuk kenaikan
tegangan E2. Perbedaan antara data hasil percobaan dengan data secara teori dikarenakan
adanya kesalahan praktikan dalam membaca skala hasil pengukuran dan karena kurang
presisinya alat yang digunakan.
2) Untuk ∆ dan Y
380 − 369,7
% Kesalahan = | | × 100 % = 2,71 %
380
3) Untuk Y dan Y
380 − 368,8
% Kesalahan = | | × 100 % = 2,94 %
380
4) Untuk Y dan ∆
380 − 368,2
% Kesalahan = | | × 100 % = 3,10 %
380
Primer Sekunder R-S S-T T-R R-S S-T T-R R-S S-T T-R
∆ ∆ 380 380 380 372.1 376.7 382.1 2,84 1,28 0,94
∆ Y 380 380 380 371.4 376.1 381.8 2,71 0,94 0,92
Y Y 380 380 380 371.5 376.1 382.6 2,94 0,97 0,94
Y ∆ 380 380 380 371.4 376.4 382.7 3,10 0,94 1
Berdasarkan tabel 2.19 dapat dilihat bahwa pada konfigurasi input/output
(∆-∆) besarnya persentase kesalahan pada tegangan primer dengan hubungan R-S
adalah 2,84%, pada hubungan S-T adalah 1,28 % dan pada hubungan T-R adalah
0,94 %. Pada konfigurasi input/output (∆-Y) besarnya persentase kesalahan pada
tegangan primer dengan hubungan R-S adalah 2,71 %, pada hubungan S-T adalah
0,94 % dan pada hubungan T-R adalah 0,92 %. Pada konfigurasi input/output (Y-
Y) besarnya persentase kesalahan pada tegangan primer dengan hubungan R-S
adalah 2,94%, pada hubungan S-T adalah 0,97 % dan pada hubungan T-R adalah
0,94 %. Pada konfigurasi input/output (Y-∆) besarnya persentase kesalahan pada
tegangan primer dengan hubungan R-S adalah 3,10 %, pada hubungan S-T adalah
0,94 % dan pada hubungan T-R adalah 1 %. Persentase kesalahan terbesar
terdapat pada hubungan R-S pada konfigurasi input/output (Y-∆) dengan besar
persentasenya adalah 2,78 %.
6. Analisa Grafik
Berdasarkan tabel 2.19 dapat dibuat grafik perbandingan antara
perhitungan tegangan sekunder secara teori dengan hasil pengukuran sebagai
berikut :
(a) (b)
(c)
Gambar 2.20 Grafik Perbandingan Teori dan Percobaan (a) Fase R-S (b) Fase S-T
(c) Fase T-R
Pada grafik 2.20 dapat dilihat bahwa garis yang berwarna merah
menunjukkan besarnya tegangan primerhasil pengukuran sedangkan garis yang
berwarna biru menunjukkan besarnya tegangan primer hasil perhitungan secara
teori. Berdasarkan grafik 2.20 besarnya tegangan primer berdasarkan hasil
pengukuran dengan perhitungan secara teori sudah hampir mendekati kesamaan,
dimana kedua garis pada setiap grafik tersebut sama – sama meningkat
berdasarkan nilai konfigurasi input/outputnya. Terdapat perbedaan antara data
hasil percobaan dengan data secara teori yang tidak terlalu signifikan dimana
perbedaan data hasilini dikarenakan kurangnya ketelitian praktikan pada saat
pengamatan menggunakan alat ukur dan disebabkan karena umur alat yang sudah
tua.
2. Tabel Perhitungan
Dari perhitungan diatas, maka akan didapatkan tabel hasil perhitungan
tegangan sekunder secara teori sebagai berikut:
Tabel 2.21 Hasil Perhitungan Tegangan Sekunder Teori
Konfigurasi input/output Tegangan Sekunder Teori (V)
Primer Sekunder R-S S–T T–R
∆ ∆ 380 380 380
∆ Y 658,17 658,17 658,17
Y Y 380 380,0 380
Y ∆ 219,39 219,39 219,39
367.
∆ ∆ 380 380 380 360.1 358 5,44 4,36 6,26
4
658,1 658,1 658,1
∆ Y 643 625 625 2,45 5,49 5,64
7 7 7
Y Y 380 380 380 368 370 378.9 3,76 2,92 0,55
219,3 219,3 219,3 213.
Y ∆ 215.7 216.4 2,22 4,09 1,36
9 9 9 4
6. Analisa Grafik
Berdasarkan tabel 2.23 dapat dibuat grafik perbandingan antara
perhitungan tegangan sekunder secara teori dengan hasil pengukuran sebagai
berikut :
(a) (b)
(c)
Gambar 2.21 Grafik Perbandingan Teori dan Percobaan (a) Fase R-S (b) Fase S-T
(c) Fase T-R
Pada grafik 2.21 dapat dilihat bahwa garis yang berwarna merah
menunjukkan besarnya tegangan sekunderhasil pengukuran sedangkan garis yang
berwarna biru menunjukkan besarnya tegangan sekunder hasil perhitungan secara
teori. Berdasarkan grafik 2.21 besarnya tegangan sekunder berdasarkan hasil
pengukuran dengan perhitungan secara teori sudah hampir mendekati kesamaan,
dimana kedua garis pada setiap grafik tersebut sama – sama meningkat
berdasarkan nilai konfigurasi input/outputnya. Terdapat perbedaan antara data
hasil percobaan dengan data secara teori yang tidak terlalu signifikan dimana
perbedaan data hasil ini dikarenakan kurangnya ketelitian praktikan pada saat
pengamatan menggunakan alat ukur dan disebabkan karena umur alat yang sudah
tua.
(VLL) karena adanya perbedaan sudut sebesar −30° antara tegangan fase ke netral
dengan tegangan antar fase yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
VLL
VLN = ∠ − 30° ................................................... (2.16)
√3
B. Fase V-N
VLL 376
VLN = = = 217,1 V
√3 √3
C. Fase W-N
VLL 379,1
VLN = = = 218,9 V
√3 √3
2. Tabel Perhitungan
Berdasarkan hasil perhitungan secara teori, maka akan didapatkan tabel
hasil perhitungan tegangan fase ke netral transformator sekunder pada hubungan
Y-Y secara teori sebagai berikut.
Tabel 2.24 Hasil Perhitungan Tegangan Fase ke Netral Transformator Sekunder (Y-Y)
Konfigurasi Perhitungan
Input/Output Tegangan Fase (V)
Primer Sekunder R-S S-T T-R
Y Y 213,9 217,6 218,5
6 Analisis Grafik
Berdasarkan tabel 2.25 dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Gambar 2.22 Grafik Perbandingan Tegangan Fase Netral Teori dan Percobaan
Berdasarkan grafik 2.22 terlihat garis berwarna biru yang merupakan
nilai dari tegangan transformator sekunder fase netral berdasarkan hasil
perhitungan sedangkan garis warna merah menunjukkan nilai dari tegangan
transformator sekunder fase netral berdasarkan hasil percobaan dimana nilai data
hasil pengukuran sudah mendekati nilai data hasil perhitungan secara teori.
2.7 Simpulan
1. Pada Hukum Kirchhoff Tegangan, arus yang mengalir melalui rangkaian
hambatan yang disusun secara seri adalah sama, tetapi tegangan pada setiap
hambatan adalah berbeda. Besarnya tegangan pada hambatan tergantung
pada besarnya nilai hambatan yang digunakan. Semakin besar hambatan dan
arus yang mengalir pada rangkaian maka akan semakin besar tegangan yang
mengalir pada rangkaian tersebut.
2. Pada Hukum Kirchhoff Arus, tegangan pada rangkain hambatan yang
disusun secara paralel adalah sama, tetapi arus yang mengalir pada setiap
hambatan tidaklah sama. Besarnya arus yang mengalir pada hambatan
tergantung pada kecilnya hambatan yang digunakan dibandingkan dengan
hambatan tetangganya. Semakin kecil hambatan yang digunakan dan
semakin besar selisih antara hambatan yang digunakan dengan hambatan
tetangganya, maka semakin besar arus yang mengalir ke hambatan tersebut
3. Pada analisa node salah satu node dipilih sebagai node referensi yang
tegangan diasumsikan nol dan tegangan node lainnya dinyatakan
sehubungan dengan simpul node referensi. Pada percobaan Hukum
Kirchhoff dengan dua sumber berbeda dapat diselesaikan dengan metode
analisa mesh dan dengan metode analisa node dimana pada percobaan
dengan menggunakan metode analisa mesh, semakin besar jumlah tegangan
dalam suatu rangkaian maka akan semakin besar arus yang dihasilkan pada
rangkaian tersebut.
4. Terdapat perbedaan data hasil pengukuran dengan data hasil perhitungan
secara teori, dimana perbedaan data hasil ini disebabkan karena kurangnya
ketelitian praktikan dalam pengamatan selama percobaan serta kesalahan
pada alat ukur yang disebabkan karena perubahan nilai tahanan dalam alat
ukur akibat adanya faktor usia dari alat ukur tersebut.
5. Nilai hasil pengukuran pada saat praktikum dan nilai hasil perhitungan
secara teori sudah hampir hal tersebut dapat dibuktikan dengan perhitungan
secara teori.
6. Pada percobaan tegangan antar fase pada transformator sisi primer dapat
diketahui bahwa tegangan dari hasil pengukuran nilainya mendekati nilai
perhitungan secara teori yaitu 380 V pada semua konfigurasi sehingga
memiliki persentase kesalahan yang kecil pada fase R-S, S-T dan T-R.
7. Pada percobaan tegangan antar fase pada transformator sisi sekunder dapat
diketahui bahwa tegangan dari hasil pengukuran nilainya mendekati nilai
perhitungan secara teori. Pada saat konfigurasi ∆-Y fase sekunder, secara
teori tegangannya bernilai 658,17 V sehingga dapat dikatakan bahwa
hubungan ∆-Y merupakan transformator jenis step up. Sedangkan pada saat
konfigurasi Y-∆ dengan perhitungan secara teori tegangannya bernilai
219,39 V sehingga hubungan Y-∆ masuk ke dalam jenis transformator step
down.
8. Pada percobaan tegangan fase ke netral transformator sekunder pada
hubungan Y-Y dapat disimpulkan bahwa tegangan hasil dari pengukuran
nilainya mendekati 219 V. Hal ini sesuai dengan persamaan 2.2.6, dimana
besarnya tegangan antar fase pada transformator sisi sekunder dibagi dengan
√3 atau 1,732. Karena nilai hasil pengukuran mendekati nilai teori maka
nilai persentase kesalahan pada fase R-S, S-T, T-R yang dimiliki kecil.
DAFTAR PUSTAKA