Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, penurunan
kerja insulin, atau akibat dari keduanya (American Diabetes Association (ADA),
2017). Berdasarkan ADA tahun 2017, DM diklasifikan menjadi empat tipe yaitu
DM tipe 1 yaitu DM yang tergantung insulin, DM tiep 2 yaitu DM yang tidak
tergantung insulin, DM gestasional dan DM tipe lain. Berdasarkan laporan World
Health Organization (WHO) tahun 2016, DM tipe 2 merupakan tipe DM yang
paling sering ditemukan dibandingkan dengan DM tipe lainnya yaitu mencapai
85% sampai 95% dari seluruh penderita DM dan sering terjadi pada usia 40-59
tahun ( WHO, 2017).
Penderita DM tipe 2 memiliki risiko komplikasi yang tidak jauh berbeda
dengan DM tipe 1, komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita DM sangat
komplek karena dapat menyerang organ-organ vital tubuh. Komplikasi DM
secara umum di bagi menjadi dua, yaitu komplikasi akut yaitu hipoglikemi,
hiperglikemia ketoasidosis dan hiperglikemia hyperosmolar nonketotik dan
komplikasi kronis yaitu penyakit jantung koroner (PJK), penyakit
serebrovaskular, hipertensi, infeksi, penyakit vaskular parifer, penyakit arteri
parifer, neuropati, retinopati, dan ulkus kaki diabetik. Komplikasi terjadi dalam
kurun waktu 5-10 tahun setelah diagnosis di tegakkan ( Black & Hawks, 2009).
Pasien DM sangat berisiko terhadap kejadian luka kaki dan merupakan jenis
luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Sebuah studi di United State
menggabarkan bahwa 75% pasien diabetes memiliki masalah pada kaki dan
hampir 44% pasien harus menjalani perawatan (Resenquist 1984 dalam Gitarja,
2008). DM adalah penyakit kronik yang dapat mempercepat aterosklerosis dan
menurut sejumlah penelitian, ini adalah penyebab utama terjadinya Peripheral
Arterial Disease (PAD) yaitu kondisi dimana terdapat plak di pembuluh darah

1
2

sehingga menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke otak,
organ tubuh dan anggota tubuh menjadi terbatas (Resnick et al., 2014). Karena
aliran darah dalam arteri terbatas, sehingga perfusi darah ke perifer juga terbatas,
hal tersebut sebagai salah satu faktor risiko terjadi luka diabetik pada pasien DM
tipe 2. Arteri perifer yang sering terganggu ialah arteri tibialis dan arteri peroneal
atau arteri fibula, terutama daerah antara lutut dan sendi kaki (Gerhard & Herman
et al., 2017) .
Sirkulasi darah kaki adalah aliran darah yang dipompakan jantung keseluruh
tubuh salah satunya kaki yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu viskositas
(kekentalan darah), panjang pembuluh darah dan diameter pembuluh darah. DM
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan aliran darah karena
faktor viskositas akibat penumpukan gula darah. Kekentalan darah mengakibatkan
aliran darah terganggu ke seluruh tubuh dan menyebabkan penurunan perfusi ke
jaringan tubuh. Penurunan perfusi yang terberat adalah pada daerah distal atau
kaki apabila keadaan ini berlangsung lama dapat menimbulkan komplikasi
seperti PAD dan pada DM adalah dapat menyebabkan luka ganggren (Wahyuni,
2016).
Peningkatan enzim seperti reduktase aldose dan sorbitol redehidrogenase
yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah, mengakibatkan perubahan
glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa sehingga gula menumpuk pada pembuluh
darah. Kondisi tersebut akan menyebabkan pembuluh darah perifer menjadi
lebih mudah mengalami penebalan dan sklerotik yang memicu terjadinya penyakit
pembuluh darah perifer (Gerhard & Herman et al., 2017). PAD pada penyandang
DM kejadiannya 4 kali lebih sering dibandingkan pasien non-DM. PAD
adalah salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian pasien
DM dan penyebab terbesar tingginya biaya perawatan pasien DM (Potier, et al,
2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Potier, et al (2011)disimpulkan bahwa
pemeriksaan non invasif untuk mengevaluasi PAD dan direkomendasikan pada
penderita DM usia >50 tahun adalah pemeriksaan Ankle Brachial Index(ABI).
Nilai ABI dianggap normal apabila 0,9-1,3, nilai ABI < 0.9 tidak normal dan
3

ABI >1,3 adalah tanda kalsifikasi pembuluh darah, dari hasil ABI dapat
membantu menegakkan diagnosis PAD. Semakin rendah nilai ABI maka akan
meningkatkan risiko tinggi penyakit vascular (Kirsner, 2010). Pada kondisi
tersebut pasien seringkali mengeluhkan klaudikasio (nyeri pada ekstremitas),
sementara itu jika indeks sudah mencapai <0.5, penderita biasanya
sudah mengalami klaudikasio pada saat istirahat.
Berdasarkan data dari International Diabetes Ferderation (IDF) tahun 2015
penderita DM dunia di tahun 2015 berjumlah 415 juta jiwa dan diperkirakan
meningkat menjadi sekitar 642 juta penderita DM pada tahun 2040. Jumlah
penderita diabetes melitus di Indonesia menempati urutan ke tujuh yang mencapai
10,2 juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2040.
Sedangkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2016 penderita
DM sudah mencapai 422 juta dan 1,5 juta jiwa meninggal karena DM.
Berdasar data dari Riset Data Kesehatan ( Riskesdas) tahun 2013 penderita
diabetes melitus di Riau nomor empat tertinggi di Indonesia setelah Aceh,
Sumatera Utara dan Sumatera Barat yaitu sekitar 41.071. Berdasarkan Profil
Provinsi Riau tahun 2015, jumlah pasien rawat jalan pasien DM tipe 2
menduduki peringkat ke lima yaitu 12.315 pasien begitu juga dengan pasien
rawat jalan di pemberi pelayanan kesehatan (PPK1) sebanyak 883 dan ini
merupakan peringkat ke empat dari sepuluh penyakit terbanyak yang
melakukan kunjungan ke PPK1(Profil Kesehatan Riau, 2015).
RS Santa Maria sebagai salah satu RS swasta besar di Pekanbaru, tahun 2015
jumlah pasien rawat inap dengan diagnosa DM adalah 615 pasien, rawat jalan
adalah 188 pasien. Total pasien DM adalah 803 pasien. Tahun 2016 jumlah
pasien rawat inap naik menjadi 779 pasien dan rawat jalan 647 pasien total pasien
1426 pasien. Terdapat kenaikan sebanyak 459 pasien rawat jalan atau 244 % dari
tahun 2015 sampai tahun 2016. Sedangkan, jumlah pasien rawat inap tahun 2015
sampai 2016 meningkat 164 pasien atau 26,7% (Rekam Medis,2016 ).
Berdasarkan data dari bagian rekam medis RS Santa Maria jumlah pasien rawat
inap bulan Januari 2018 dengan diagnosa DM sebanyak 19 pasien dan pasien DM
dengan luka diabetik sebanyak 2 pasien atau 10,5% dan pada bulan Februari 2018
4

pasien DM yang dirawat mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebanyak 28


pasien dengan jumlah pasien DM dengan luka diabetik mencapai 5 pasien atau
17,8%.
RS Santa Maria adalah RS swasta dengan pasien DM yang cukup tinggi dan
meningkat setiap tahun. Berdasar wawancara dengan manager keperawatan, saat
ini RS Santa Maria mempunyai 7 dokter spesialis penyakit dalam dan belum ada
dokter khusus endokrin. Dokter penyakit dalam yang ada saat ini belum ada yang
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ABI pada pasien DM tipe 2 guna
mendeteksi komplikasi PAD. Sedangkan pemeriksaan ABI sangat berguna untuk
mendeteksi risiko PAD pada pasien DM guna mendeteksi salah satu faktor risiko
terjadinya luka diabetik. Pasien dengan luka diabetik membutuhkan perawatan
dan pengobatan yang lama dan biaya mahal, sehingga penting bagi perawat untuk
mampu membantu pasien terhindar dari risiko luka diabetik (Gitarja, 2008).
Berdasar wawancara dari pihak managemen keperawatan RS Santa Maria,
sampai saat ini belum ada prosedur tetap pemeriksaan ABI pasien DM dan secara
umum perawat di RS Santa Maria belum mengetahui cara melakukan
pemeriksaan ABI. Sedangkan dengan jumlah pasien DM yang cukup tinggi
seharusnya perawat mengetahui cara memeriksa ABI untuk mendeteksi dini PAD
sebagai salah satu faktor risiko terjadinya luka diabetik pada pasien DM.
Berdasar hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan Ankle Brachial Index(ABI) dengan risiko luka pada Pasien DM
Tipe 2 Di RS Santa Maria Pekanbaru.

B. Rumusan Masalah
Diabetes melitus dikenal memiliki banyak komplikasi, salah satunya adalah
PAD, biasanya komplikasi akan muncul pada kurang lebih 10 tahun. Akibat dari
lama menderita panyakit diabetes melitus dapat mengakibatkan penebalan
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan aliran darah mudah tersumbat
hingga mengakibatkan mudah terjadinya luka terutama pada ekstremitas pada
pasien DM. PAD dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan nilai ABI.
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah dalam
5

penelitian ini yaitu “Adakah hubungan Ankle Brachial Index (ABI) dengan risiko
luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa Maria Pekanbaru?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Ankle Brachial
Index (ABI) dengan risiko luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa Maria
Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai ABI pasien DM tipe 2 di RS Santa Maria
b. Mengetahui risiko luka diabetik pada pasien DM tipe 2 di RS Santa Maria
c. Mengetahui hubungan Ankle Brachial Index(ABI) dengan risiko luka pada
Pasien DM Tipe 2 di RS Santa Maria Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pelayanan
kesehatan dalam upaya pencegahan komplikasi, seperti PAD, CAD, ulkus
dan penyakit kardiovaskular lainnya pada penderita DM tipe 2 secara dini
dengan melakukan pemeriksaan ABI

2. Institusi pendidikan keperawatan


Sebagai tambahan pengetahuan tentang hubungan ABI dengan risiko luka
pada Pasien DM Tipe 2 dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam mata kuliah medikal bedah.

3. Penelitian keperawatan selanjutnya


Penelitian ini dapat sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan terkait
tindakan untuk menjaga nilai ABI dalam batas normal pada pasien DM salah
satunya dengan senam kaki DM.

Anda mungkin juga menyukai