Anda di halaman 1dari 50

HUBUNGAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) DENGAN

RISIKO LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2


DI RS SANTA MARIA
PEKANBARU

PROPOSAL PENELITIAN

MURGIYATI
163120016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018
HUBUNGAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) DENGAN
RISIKO LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI RS SANTA MARIA
PEKANBARU

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan

MURGIYATI
163120016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018

ii
iii

HUBUNGAN ANKLE BRACHIAL INDEX(ABI) DENGAN


RISIKO LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI RS SANTA MARIA
PEKANBARU

MURGIYATI
163120016

Proposal ini telah disetujui


Tanggal Maret 2018

Pembimbing

Ns. Sri Yanti , M.Kep, Sp. KMB


NIDN : 1001058102

Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Ns. Sri Yanti, M.Kep, Sp.KMB


NIDN : 1001058102

iii
iv

HUBUNGAN ANKLE BRACHIAL INDEX(ABI) DENGAN


RISIKO LUKA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI RS SANTA MARIA
PEKANBARU

Proposal ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan


Tim Penguji Proposal Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru

MURGIYATI
163120016

Pekanbaru, Maret 2018

Pembimbing Ketua Penguji Penguji

Ns. Sri Yanti,M.Kep, Sp.KMB Ns. Rizka Febtrina, M.Kep, Sp.KMB Ns. Angga Arfina, M.Kep
NIDN : 1001058102

Mengesahkan,
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Payung Negeri Pekanbaru
Ketua,

Ns. Hj. Deswinda, S.kep,M.Kes


NIDN : 1024027001

iv
v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Murgiyati
NIM : 163120016
Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Payung Negeri
Judul Proposal : Hubungan Ankle Brachial Index(ABI) dengan Risiko
Luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa Maria
Pekanbaru

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal penelitian yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa proposal penelitian ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Pekanbaru, Maret 2018


Yang membuat pernyataan

MURGIYATI
NIM: 16312001

v
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya
sehingga penyusunan proposal penelitian yang berjudul “Hubungan Ankle
Brachial Index(ABI) dengan Risiko Luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa
Maria Pekanbaru “ ini dapat terselesaikan. Proposal penelitian ini disusun penulis
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Payung Negeri Pekanbaru Program S1
Ilmu Keperawatan Tahun 2018.
Dalam penyusunan proposal penelitian ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ns. Hj Deswinda, S.Kep M.Kes, selaku ketua STIKes Payung Negeri
Pekanbaru yang telah memberikan izin untuk terlaksananya penyusunan
penelitian ini.
2. Ibu Ns. Sri Yanti, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB, selaku ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru dan selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
3. Ibu Ns. Rizka Febtrina, M.Kep, Sp.KMB selaku penguji I
4. Ibu Ns. Angga Arfina, M.Kep selaku dosen penguji II.
5. Seluruh staf dosen beserta karyawan dan karyawati STIKes Payung Negeri
Pekanbaru yang telah banyak memberi pengetahuan dan bimbingan kepada
peneliti selama mengikuti pendidikan di STIKes Payung Negeri Pekanbaru.
6. Dr Arifin selaku direktur RS Santa Maria Pekanbaru yang telah mengizinkan
dan memberikan data serta informasi untuk penelitian ini.
7. Teristimewa kepada suami, anak-anak saya, kedua orang tua dan mertua yang
sangat saya cintai, karena selalu mendoakan dan memberikan dukungan
moril maupun materil, terima kasih juga untuk seluruh keluarga yang

vi
vii

memberikan semangat, dan doa untuk saya dalam menyelesaikan proposal


ini.
8. Teman-teman seperjuangan program B Santa Maria yang telah menjadi rekan
selama di STIKes Payung Negeri Pekanbaru.
9. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan motivasi dan dukungan doanya.
Penulis menyadari bahwa proposal yang dibuat ini belum sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam pencapaian
kesempurnaan penulisan Proposal Penelitian ini pada masa yang akan datang.

Pekanbaru, Maret 2018

Penulis

vii
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Diabetes Melitus (DM) ................................................... 7
2. Klasifikasi DM ............................................................................... 7
3. Etiologi DM ................................................................................... 9
4. Patofisiologi .................................................................................. 11
5. Manifestasi klinis .......................................................................... 13
6. Komplikasi .................................................................................... 14
7. Penatalaksanaan ............................................................................ 17
8. Ankle Brachial Index (ABI) .......................................................... 19
B. Penelitian Terkait ................................................................................. 22
C. Kerangka Konseptual
1. Kerangka teori ................................................................................ 24
2. Kerangka konsep ........................................................................... 24
D. Hipotesis............................................................................................... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 26

viii
ix

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 26


C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 27
D. Instrument Penelitian ........................................................................... 29
E. Defenisi Operasional ............................................................................ 29
F. Etika Penelitian .................................................................................... 30
G. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 32
H. Pengelolaan dan Analisa Data .............................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35

ix
x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Rekomendasi Diagnosis DM ........................................................ 13


Tabel 2.2 : Interpretasi nilai ABI .................................................................... 21
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................. ........ 27
Tabel 3.2 : Definisi Operasional .................................................................... 30
Tabel 3.3 : Tabel Chi square ........................................................................... 34

x
xi

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Kerangka Teori ........................................................................... 24


Skema 2.2 : Kerangka Konsep ....................................................................... 24

xi
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Gambar lokasi pemeriksaan ABI .............................................. 20

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3. Lembar Konsul

Lampiran 4. Formulir Persetujuan seminar Proposal

Lampiran 5. Bukti Kehadiran Seminar Proposal/Hasil Tugas Akhir

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya (American Diabetes
Association (ADA), 2017). Berdasarkan ADA tahun 2017, DM diklasifikan
menjadi empat tipe yaitu DM tipe 1 yaitu DM yang tergantung insulin, DM
tiep 2 yaitu DM yang tidak tergantung insulin, DM gestasional dan DM tipe
lain. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2016,
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering ditemukan dibandingkan
dengan DM tipe lainnya yaitu mencapai 85% sampai 95% dari seluruh
penderita DM dan sering terjadi pada usia 40-59 tahun ( WHO 2017).
Penderita DM tipe 2 memiliki risiko komplikasi yang tidak jauh
berbeda dengan DM tipe 1, komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
DM sangat komplek karena dapat menyerang organ-organ vital tubuh.
Komplikasi DM secara umum di bagi menjadi dua, yaitu komplikasi akut
yaitu hipoglikemi, hiperglikemia ketoasidosis dan hiperglikemia
hyperosmolar nonketotik dan komplikasi kronis yaitu penyakit jantung
koroner (PJK), penyakit serebrovaskular, hipertensi, infeksi, penyakit vaskular
parifer, penyakit arteri parifer, neuropati, retinopati, dan ulkus kaki diabetik.
Komplikasi terjadi dalam kurun waktu 5-10 tahun setelah diagnosis di
tegakkan ( Black & Hawks, 2009).
Pasien DM sangat berisiko terhadap kejadian luka kaki dan merupakan
jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Sebuah studi di United
State menggabarkan bahwa 75% pasien diabetes memiliki masalah pada kaki
dan hampir 44% pasien harus menjalani perawatan (Resenquist 1984 dalam
Gitarja, 2008). DM adalah penyakit kronik yang dapat mempercepat
aterosklerosis dan menurut sejumlah penelitian, ini adalah penyebab utama
2

terjadinya Peripheral Arterial Disease(PAD) yaitu kondisi dimana terdapat


plak di pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran darah dalam arteri yang
mensuplai darah ke otak, organ tubuh dan anggota tubuh menjadi terbatas
(Resnick et al., 2014). Karena aliran darah dalam arteri terbatas, sehingga
perfusi darah ke periferjuga terbatas, hal tersebut sebagai salah satu faktor
risiko terjadi luka diabetik pada pasien DM tipe 2. Arteri perifer yang sering
terganggu ialah arteri tibialis dan arteri peroneal atau arteri fibula, terutama
daerah antara lutut dan sendi kaki (Gerhard & Herman et al., 2017) .
Sirkulasi darah kaki adalah aliran darah yang dipompakan jantung
keseluruh tubuh salah satunya kaki yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
viskositas (kekentalan darah), panjang pembuluh darah dan diameter
pembuluh darah. DM merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tekanan aliran darah karena faktor viskositas akibat penumpukan gula darah.
Kekentalan darah mengakibatkan aliran darah terganggu ke seluruh tubuh dan
menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan tubuh. Penurunan perfusi yang
terberat adalah pada daerah distal atau kaki apabila keadaan ini
berlangsung lama dapat menimbulkan komplikasi seperti PAD dan pada
DM adalah dapat menyebabkan luka ganggren (Wahyuni, 2016).
Peningkatan enzim seperti reduktase aldose dan sorbitol
redehidrogenase yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah,
mengakibatkan perubahan glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa sehingga
gula menumpuk pada pembuluh darah. Kondisi tersebut akan
menyebabkan pembuluh darah perifer menjadi lebih mudah mengalami
penebalan dan sklerotik yang memicu terjadinya penyakit pembuluh darah
perifer (Gerhard & Herman et al., 2017). PAD pada penyandang DM
kejadiannya 4 kali lebih sering dibandingkan pasien non-DM. PAD adalah
salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian pasien
DM dan penyebab terbesar tingginya biaya perawatan pasien DM (Potier, et
al, 2011).
3

Pada penelitian yang dilakukan oleh Potier, et al (2011)disimpulkan


bahwa pemeriksaan non invasif untuk mengevaluasi PAD dan
direkomendasikan pada penderita DM usia >50 tahun adalah pemeriksaan
Ankle Brachial Index(ABI). Nilai ABI dianggap normal apabila 0,9-1,3,
nilai ABI < 0.9 tidak normal dan ABI >1,3 adalah tanda kalsifikasi
pembuluh darah, dari hasil ABI dapat membantu menegakkan diagnosis
PAD. Semakin rendah nilai ABI maka akan meningkatkan risiko tinggi
penyakit vascular (Kirsner, 2010). Pada kondisi tersebut pasien
seringkali mengeluhkan klaudikasio (nyeri pada ekstremitas), sementara itu
jika indeks sudah mencapai <0.5, penderita biasanya sudah
mengalami klaudikasio pada saat istirahat.
Berdasarkan data dari International Diabetes Ferderation (IDF) tahun
2015 penderita DM dunia di tahun 2015 berjumlah 415 juta jiwa dan
diperkirakan meningkat menjadi sekitar 642 juta penderita DM pada tahun
2040. Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia menempati urutan ke
tujuh yang mencapai 10,2 juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi
21,3 juta pada tahun 2040. Sedangkan data dari World Health Organization
(WHO) tahun 2016 penderita DM sudah mencapai 422 juta dan 1,5 juta
jiwa meninggal karena DM.
Berdasar data dari Riset Data Kesehatan ( Riskesdas) tahun 2013
penderita diabetes melitus di Riau nomor empat tertinggi di Indonesia setelah
Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yaitu sekitar 41.071. Berdasarkan
Profil Provinsi Riau tahun 2015, jumlah pasien rawat jalan pasien DM tipe 2
menduduki peringkat ke lima yaitu 12.315 pasien begitu juga dengan pasien
rawat jalan di pemberi pelayanan kesehatan (PPK1) sebanyak 883 dan ini
merupakan peringkat ke empat dari sepuluh penyakit terbanyak yang
melakukan kunjungan ke PPK1(Profil Kesehatan Riau, 2015).
RS Santa Maria sebagai salah satu RS swasta besar di Pekanbaru, tahun
2015 jumlah pasien rawat inap dengan diagnosa DM adalah 615 pasien, rawat
jalan adalah 188 pasien. Total pasien DM adalah 803 pasien. Tahun 2016
jumlah pasien rawat inap naik menjadi 779 pasien dan rawat jalan 647 pasien
4

total pasien 1426 pasien. Terdapat kenaikan sebanyak 459 pasien rawat jalan
atau 244 % dari tahun 2015 sampai tahun 2016. Sedangkan, jumlah pasien
rawat inap tahun 2015 sampai 2016 meningkat 164 pasien atau 26,7% (Rekam
Medis,2016 ). Berdasarkan data dari bagian rekam medis RS Santa Maria
jumlah pasien rawat inap bulan Januari 2018 dengan diagnosa DM sebanyak
19 pasien dan pasien DM dengan luka diabetik sebanyak 2 pasien atau 10,5%
dan pada bulan Februari 2018 pasien DM yang dirawat mengalami
peningkatan yang cukup tinggi sebanyak 28 pasien dengan jumlah pasien DM
dengan luka diabetik mencapai 5 pasien atau 17,8%.
RS Santa Maria adalah RS swasta dengan pasien DM yang cukup tinggi
dan meningkat setiap tahun. Berdasar wawancara dengan manager
keperawatan, saat ini RS Santa Maria mempunyai 7 dokter spesialis penyakit
dalam dan belum ada dokter khusus endokrin. Dokter penyakit dalam yang
ada saat ini belum ada yang menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ABI
pada pasien DM tipe 2 guna mendeteksi komplikasi PAD. Sedangkan
pemeriksaan ABI sangat berguna untuk mendeteksi risiko PAD pada pasien
DM guna mendeteksi salah satu faktor risiko terjadinya luka diabetik. Pasien
dengan luka diabetik membutuhkan perawatan dan pengobatan yang lama dan
biaya mahal, sehingga penting bagi perawat untuk mampu membantu pasien
terhindar dari risiko luka diabetik (Gitarja, 2008).
Berdasar wawancara dari pihak managemen keperawatan RS Santa
Maria, sampai saat ini belum ada prosedur tetap pemeriksaan ABI pasien
DM dan secara umum perawat di RS Santa Maria belum mengetahui cara
melakukan pemeriksaan ABI. Sedangkan dengan jumlah pasien DM yang
cukup tinggi seharusnya perawat mengetahui cara memeriksa ABI untuk
mendeteksi dini PAD sebagai salah satu faktor risiko terjadinya luka diabetik
pada pasien DM. Berdasar hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan Ankle Brachial Index(ABI) dengan
risiko luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa Maria Pekanbaru.
5

B. Rumusan Masalah
Diabetes melitus dikenal memiliki banyak komplikasi, salah satunya
adalah PAD, biasanya komplikasi akan muncul pada kurang lebih 10 tahun.
Akibat dari lama menderita panyakit diabetes melitus dapat mengakibatkan
penebalan pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan aliran darah mudah
tersumbat hingga mengakibatkan mudah terjadinya luka terutama pada
ekstremitas pada pasien DM. PAD dapat dideteksi dengan melakukan
pemeriksaan nilai ABI. Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Adakah hubungan Ankle
Brachial Index (ABI) dengan risiko luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS Santa
Maria Pekanbaru?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Ankle
Brachial Index(ABI) dengan risiko luka pada Pasien DM Tipe 2 Di RS
Santa Maria Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai ABI pasien DM tipe 2 di RS Santa Maria
b. Mengetahui risiko luka diabetik pada pasien DM tipe 2 di RS
Santa Maria
c. Mengetahui hubungan Ankle Brachial Index(ABI) dengan risiko
luka pada Pasien DM Tipe 2 di RS Santa Maria Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pelayanan
kesehatan dalam upaya pencegahan komplikasi, seperti PAD, CAD, ulkus
dan penyakit kardiovaskular lainnya pada penderita DM tipe 2 secara dini
dengan melakukan pemeriksaan ABI
6

2. Institusi pendidikan keperawatan


Sebagai tambahan pengetahuan tentang hubungan ABI dengan risiko luka
pada Pasien DM Tipe 2 dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam mata kuliah medikal bedah.
3. Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan
terkait tindakan untuk menjaga nilai ABI dalam batas normal pada pasien
DM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Diabetes Melitus (DM)


Menurut American Diabetes Association (ADA), DM merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
DM juga disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara
relatif maupun absolute. Insulin adalah hormon yang dihasilkan pankreas
yang berfungsi untuk mengubah glukosa dari makanan, sehingga glukosa
bisa masuk dalam sel dan dapat digunakan sebagai energi bagi otot dan
jaringan untuk melakukan fungsinya. Sebagai akibatnya pasien dengan
DM tidak mampu menyerap glukosa dengan tepat sehingga glukosa
tertumpuk dalam pembuluh darah dan menyebabkan hiperglikemia
(ADA, 2017).
DM merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia karena defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM dapat diasosiasikan dengan
terjadinya kerusakan jangka panjang, disfungsi serta kegagalan multi
organ terutama otak, mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah(IDF, 2011).

2. Klasifikasi
Setelah disepakati, klasifikasi DM diperkenalkan oleh ADA dan telah
disahkan oleh World Health Organization (WHO, 2017) dan telah
dipakai di seluruh dunia, yaitu :
a. Diabetes tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan Insulin Dependent
Diabetes Melitus (IDDM)
DM tipe 1 merupakan diabetes tergantung insulin, terjadi karena
kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel
beta telah mencapai 80-90 % maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada
dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe I mempunyai antibodi
yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak
terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1
idiophatic. Sebagian besar (75 %) kasus terjadi sebelum usia 30
tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
b. DM tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
DM ini merupakan 90 % dari kasus DM , pada tipe ini terjadi
penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin
resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance (penurunan daya kerja insulin tersebut). Kedua hal ini
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal
yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan kegemukan sering
berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia
> 45 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi,
sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
c. Gestasional Diabetes Melitus (GDM) adalah kehamilan yang disertai
dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM diantaranya
riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glukosuria. GDM ini
meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,
polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu
GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang
pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3-5 %
dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di
masa mendatang.
d. Diabetes spesifik karena sebab yang lain misalnya karena kelainan
genetik fungsi sel beta, kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas seperti pada kistik fibrosis dan diabetes yang
dicetuskan akibat obat atau bahan kimia seperti pada terapi AIDS
atau setelah transplantasi organ

3. Etiologi DM
a. DM tipe 1 atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes tipe ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan lingkungan diperkirakan
turut menimbulkan destruksi sel beta, diabetes ini biasanya terjadi
pada usia kurang dari 30 tahun.
1) Faktor Genetika
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi diabetes type I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik ke arah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor Imunologi
Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses
autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya
tanda-tanda klinis diabetes type I.
3) Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan
nitrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta
pankreas.
b. DM tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
DM tipe 2 adalah tipe DM yang paling umum dan biasanya terjadi
pada orang dewasa. Faktor herediter memainkan peran yang sangat
besar. Menurut ADA 2017, selain itu terdapat faktor resiko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya DM Type II yaitu usia,
obesitas, dan kelompok etnik tertentu.
1) Usia
Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia >45 tahun.
Meningkatnya usia merupakan faktor resiko yang menyebabkan
fungsi pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin
oleh sel beta pankreas juga ikut terganggu.
2) Obesitas
Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor
determinan yang menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80%
klien NIDDM adalah individu dengan masalah kegemukan atau
obesitas (20% diatas BB ideal) dan index massa tubuh (IMT)
> 25 kg/m2 dan IMT > 23 kg/m2 untuk orang Asia Amerika
karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin sehingga
akan timbul kegagalan toleransi glukosa(Permenkes, 2013).
3) Riwayat Keluarga
Klien dengan riwayat keluarga menderita DM akan berisiko
lebih besar. Seseorang yang menderita DM diduga mempunyai
gen diabetes dan diduga bahwa sifat diabetes adalah gen resesif.
4) Kelompok Etnik
Misalnya penduduk di Amerika Serikat, dimana golongan
Hispanik, Amerika-India, Asia-Amerika serta penduduk asli
Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-
Afrika.
5) Kurang aktivitas fisik
Gaya hidup kurang aktivitas fisik turut mempengaruhi
patogenesis kegagalan dalam toleransi glukosa dan merupakan
faktor risiko terjadinya DM tipe 2.
6) Pola makan yang salah
Pola konsumsi makanan yang manis, berlemak dan asin
meningkatkan risiko terjadi DM tipe 2(Sumangkrut, Supit, &
Onibala, 2013).

4. Patofisiologi
Penderita DM tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Menurut PERKENI 2015 pada DM tipe 2 terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada
reseptor khusus di permukaan sel. Akibat dari terikatnya insulin tersebut
maka, akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel tersebut. Resistensi insulin pada DM tipe II dapat disertai
adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal – hal
tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa oleh
jaringan tersebut. Dalam mengatasi resistensi insulin atau untuk
pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan .
Defronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa terdapat 8 organ
penting dalam gangguan toleransi glukosa, yaitu:
a. Kegagalan sel beta pankreas
Fungsi sel beta pankreas yang berkurang
b. Liver
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan
basal oleh liver meningkat.
c. Otot
Gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat
gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transpor
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesi glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
d. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak
bebas dalam plasma (FFA: Free Fatty Acid). FFA menggangu
sekresi insulin dan merangsang proses glukoneogenesis.
e. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan intravena. Saluran pencernaan
mempunyai peran menyerap karbohidrat melalui kinerja enzim alfa
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida
yang kemudian diserap usus dan meningkatkan glukosa darah
meningkat setelah makan.
f. Sel alpha pankreas
Sel alpha berfungsi dalam sintesi glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di plasma akan meningkat.
g. Ginjal
Penderita DM tipe 2 terjadi peningkatan SGLT 2(sodium glukosa
co-transport) yang mampu menyerap 90% glukosa terfiltrasi dalam
urine.
h. Otak
Insulin adalah penekan nafsu makan yang kuat. Pada pasien obesitas
didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan kompensasi resistensi
insulin. Pada golongan ini nafsu makan meningkat akibat resistensi
insulin yang juga terjadi di otak (Defronzo, n.d.2009)

5. Manifestasi klinis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM seperti tersebut di bawah ini (PERKENI, 2015):
a. Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa : poliuri, polidipsi,
polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita.

Tabel 2.1
Rekomendasi diagnosis
No Kriteria Nilai
1. Gejala klasik DM + GDS ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
3. GD2PP pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
4. HbA1c ≥ 6,5%
(Sumber : WHO (2016)
Ket : GDS : Gula darah sewaktu, GDP : Gula darah puasa, GD2PP :
gula darah 2 jam post prandial (setelah makan), TTGO : tes
toleransi glukosa oral.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosa DM. Diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (puasa
karbohidrat selama 8 jam), kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mg/dl
(PERKENI, 2015).
Pada Juli 2009, The International Expert Committee
merekomendasikan kriteria diagnostik tambahan dari hasil HbA1C ≥
6,5% untuk DM dengan faktor yang mempengaruhinya adalah
anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan hemoglobinopati.
Pemantauan dengan menggunakan HbA1C merupakan “standar
emas” pemeriksaan gula darah dibanyak sentral, tes ini memberikan
masukan yang penting untuk profesional perawatan kesehatan dan
pasien(Nathan et al., 2009) .

6. Komplikasi
IDF tahun 2015 menjelaskan komplikasi utama diabetes adalah:

a. Mata (retinopathy)
Pasien diabetes akan berkembang menjadi penyakit mata atau
retinopathy yang dapat menjadi tanda bahaya dan menyebabkan
kebutaan. Gula darah tinggi yang menetap bersamaan dengan tekanan
darah tinggi dan kolesterol tinggi menyebabkan retinophaty.
b. Kesehatan mulut
Diabetes dapat menyebabkan gangguan mulut seperti gingivitis atau
radang gusi karena kontrol gula darah yang kurang. Radang gusi
menyebabkan kehilangan gigi dan berisiko menyebabkan penyakit
kardiovaskuler.
c. Jantung dan pembuluh darah koroner (coroner heart disease)
Jenis penyakit kardiovaskuler yang sering menyertai diabetes adalah
angina, infark miocardial, stroke, peripheral artery disease(PAD) dan
gagal jantung. Pasien dengan DM dan memiliki kolesterol tinggi,
tekanan darah tinggi dan gula darah tinggi memiliki risiko mengalami
penyakit jantung dan pembuluh darah.
d. Ginjal (nephropathy)
Nephropaty disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil yang
menyebabkan penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal. Gula darah
dan tekanan darah normal dapat mengurangi risiko nephropaty.
e. Sistem saraf perifer ( neuropathy)
Gula darah dan tekanan darah yang terlalu tinggi dapat merusak saraf
pada tubuh. Kerusakan saraf disebut neuropati dan dapat
menyebabkan rasa nyeri, perasaan geli atau kehilangan sensasi
sentuh. Kehilangan rasa sentuh menyebabkan luka tanpa disadari,
luka infeksi, kaki diabetik dan amputasi.
f. Anggota badan bagian bawah (perineal vaskular disease)
Gula darah yang tinggi meneybabkan aliran darah ke perifer tidak
lancar dan menyebabkan risiko tinggi terjadi gangguan alirah darah
perifer. Biasa terjadi pada anggota gerak bagian bawah(IDF, 2011).
g. Luka diabetik
1) Pengertian Luka Diabetik
Luka diabetik adalah luka pada pasien diabetes yang disebabkan
gangguan aliran darah atau kerusakan saraf perifer (IDF, 2011).
Pasein diabetes berisiko mengalami luka pada kaki dan
merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya
( Litzelman,1993 dalam Gitarja, 2008)
2) Etiologi
Penyebab luka diabetik pada kaki adalah kaki yang sulit bergerak
terutama pada pasien obesitas atau neuropathi sensorik sehingga
tidak sadar kakinya terluka atau iskhemik pada klien perokok
berat, sehingga proses penyembuhan luka terhambat akibat
konstruksi pembuluh darah(Gitarja, 2008).
3) Pengkajian luka diabetik
Pengkajian luka diabetik meliputi:
a) Lokasi dan letak luka
b) Stadium luka
Stadium Wagner untuk luka kaki diabetik(Gitarja, 2008):
(1) Superficial ulcers
Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, terdapat
tulang kaki yang menonjol.
Derajat 1 = hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan
kadang tampak tulang menonjol.
(2) Deep ulcer
Derajat 2 = luka dalam sampai menembus tendon atau
tulang
Derajat 3 = luka dalam dengan abses, osteomielitis atau
sepsis persendian
(3) gangrene
Derajat 4 = Gangren sebagian, menyebar hingga ke
sebagian jari kaki, kulit sekitar selulitis,
gangren lembab.
Derajat 5 = seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan
gangren.
c) Luas luka
d) Status vaskuler
Pengkajian status vaskuler meliputi palpasi, capillari refill,
edema, dan temperatur kulit.
e) Status neurologik
f) Infeksi
Infeksi luka ditandai dengan erithema, edema, cairan berubah
purulent, nyeri sensitive, peningkatan temperatur tubuh,
peningkatan jumlah leukosit, timbul bau khas.
4) Risiko luka kaki diabetik
Saat ini telah dikembangkan alat skreening risiko luka kaki
diabetik yang mudah dan sederhana serta hanya membutuhkan
waktu 60 detik dalam melakukan pemeriksaan. Dengan
terdeteksinya risiko kaki diabetik sejak awal, maka penanganan
bisa dilakukan lebih dini untuk mencegah terjadinya
komplikasi lanjutan. Alat deteksi ini dikembangkan oleh Inlow
tahun 2004 untuk mendeteksi penderita DM yang berisiko tinggi
mengalami luka kaki diabetes. Alat ini terdiri dari 12 item
penilaian yaitu :
a) Kulit :utuh, kering, terdapat kalus, ada luka terbuka atau
riwayat luka
b) Kuku : posisi baik, kasar atau tidak terawat, tebal atau rusak
c) Deformitas : ada kelainan bentuk atau tidak.
d) Penggunaan alas kaki : alas kaki sesuai atau tidak.
e) Temperatur dingin : kaki hangat atau dingin
f) Temperatur panas : kaki hangat atau dingin.
g) Rentang sendi : gerakan sendi bebas, terbatas, sulit bergerak
h) Sensasi dengan tes monofilamen
i) Sensasi dengan 4 pertanyaan : apakah merasa mati rasa,
apakah menggelelayar, rasa terbakar, terasa di lewati
serangga.
j) Nadi dorsalis pedis/posterior tibia : teraba atau tidak
k) Bengkak kaki
l) Kemerahan atau eritema (Kale et al., 2015).
5) Edukasi perawatan kaki
Edukasi perawatan kaki menurut PERKENI (2015) diberikan
secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati
perifer atau PAD:
(a) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan
air
(b) Periksa kaki setiap hari dan laporkan dengan dokter bila ada
luka
(c) Periksa alas kaki dari benda asing sebelum dipakai
(d) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, kering dan
mengoles pelembab pada kulit kering
(e) Potong kuku secara teratur
(f) Keringkan kaki setelah dari kamar mandi
(g) Gunakan kaos kaki dari bahan katun dan tidak menyebabkan
lipatan pada ujung jari kaki
(h) Jika ada kalus atau mata ikan tipiskan secara teratur
(i) Gunakan alas kaki khusus bila ada kelainan bentuk kaki
(j) Sepatu tidak boleh longgar atau sempit, hindari hak tinggi
(k) Hindari menggunakan bantal atau botol berisi air panas untuk
menghangatkan kaki.

7. Penatalaksanaan
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia
Tahun 2015 (PERKENI):, terdapat empat pilar penatalaksanaan DM,
yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi
pasien dan untuk mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
b. Terapi nutrisi medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Prinsip pengaturan makanan penyandang
diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada pasien diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Diet pasien
DM yang utama adalah pembatasan karbohidrat kompleks dan lemak
serta peningkatan asupan serat.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga
secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik seperti jalan
kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang. Latihan jasmani
disesuaikan dengan usia dan status kesehatan.
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makanan
dan latihan jasmani. Terapi berupa suntikan insulin dan obat
hipoglikemik oral, diantaranya adalah metformin dan gibenklamid.
Metformin adalah obat golongan biguanid yang berfungsi
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin. Selain itu, metformin
juga mencegah terjadinya glukoneogenesis sehingga menurunkan
kadar glukosa dalam darah. Masa kerja metformin adalah 8 jam
sehingga pemberiannya 3 kali sehari atau per 8 jam. Metformin
digunakan untuk menjaga kadar glukosa sewaktu tetap
terkontrol. Glibenklamid adalah golongan sulfonilurea yang
mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal ataupun kurang. Penggunaan obat golongan
sulfonilurea lebih efektif untuk mengontrol kadar gula 2 jam
setelah makan.

8. Ankle Brachial Index (ABI)


a. Pengertian ABI
ABI adalah test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah
sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Potier et al disimpulkan bahwa
pengukuran ABI dianggap sebagai metode noninvasif yang paling
akurat dalam mengevaluasi Peripheral Arterial Disease (PAD) dan
direkomendasikan pada penderita DM usia >50 tahun. PAD
merupakan kondisi yang ditandai adanya penyempitan arteri perifer
akibat proses aterosklerosis dan umumnya terjadi pada arteri di
kaki (Potier et al., 2011).
b. Manfaat ABI pada pasien DM tipe 2
ABI adalah cara mudah untuk mendeteksi PAD dan mengevaluasi
prognosa gangguan kardiovaskuler pada umumnya. Gejala klasik
dari PAD ini yaitu klaudikasio intermiten atau nyeri ekstremitas
bawah ,pasien umumnya mengeluh nyeri saat beraktifitas, nyeri
berkurang jika beristirahat, gangguan saat berjalan, iskemik saat
istirahat, nadi ekstremitas bawah abnormal, bruit vaskuler, luka
ekstremitas bawah sulit sembuh, gangren ekstremitas bawah, dan
tanda lain sepeti pucat saat ditinggikan atau bengkak saat kaki
tergantung. PAD umumnya tidak terdiagnosis dan kurang mendapat
perawatan optimal (Gerhard & Herman et al., 2017).
c. Cara mengukur ABI menurut Potier, et al tahun 2011
1) Letakkan pasien pada posisi supinasi kurang lebih selama 5
sampai 10 menit sebelum pemeriksaan dilaksanakan.
2) Ukur tekanan darah bagian ekstrimitas atas atau lengan atas
sebelah kanan dengan memasang manset tensimeter pada lengan
pasien di area brachial, lakukan hal yang sama pada lengan kiri.

Gambar 1
Lokasi Pemeriksaan ABI
3) Catat hasil pengukuran tekanan sistol brachial tertinggi dari
kedua lengan.
4) Kemudian ukur tekanan sistol pada kaki (ankle) kanan dengan
memasang manset di kaki bagian bawah 2,5 cm di atas mata
kaki (meleolus), tekanan diukur pada arteri dorsalis pedis dan
tibia posterior menggunakan dopler vaskuler dan kemudian
ukur tekanan sistol pada kaki kiri dengan tehnik yang sama.
5) Catat hasil pengukuran tekanan sistol ankle tertinggi dari kedua
kaki
6) Kalkulasi ABI sesuai rumus
P ankle
ABI =
P brachial
Keterangan:
P ankle = tekanan sistolik tertinggi pada ankle (arteri
dorsalis pedis atau arteri posterior tibial)
P brachial = tekanan sistolik tertinggi pada lengan (arteri
brachialis)
d. Interpretasi ABI

Tabel 2.2
Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
Interprestasi
Nilai ABI
ABI 0,91 – 1,3 Batas normal

ABI 0,7 – 0,9 Oklusi ringan

ABI 0,4 - 0,69 Oklusi sedang

ABI < 0,4 Oklusi berat

ABI > 1,3 Arteri tidak dapat terkompresi/kalsifikasi

(Sumber : Potier et al.(2011)


Keterangan: Kalsifikasi arteri adalah penumpukan kalsium
dalam arteri

B. Penelitian Terkait
1. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Pratomo tahun 2014 dengan
judul gambaran nilai ankle brachial index (ABI) penderita dm tipe 2
di Puskesmas Kotabumi II, Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten
Lampung Utara. Subyek penelitian diambil sebanyak 98 orang dengan
tehnik total populasi. Analisis data menggunakan analisis univariat
dengan hasil didapatkan bahwa 76 responden (77,5 %) memiliki ABI
normal dengan jumlah terbanyak pada perempuan yaitu 49 orang
(79,0 %), sebanyak 22,5 % penderita DM tipe 2 di Puskesmas
Kotabumi II memiliki interpretasi ABI borderline perfusion(Pratomo,
et al., 2014)
2. Senam kaki diabetik efektif meningkat ABI pada pasien DM 2
(Wahyuni, 2016)
Hasil penelitian senam kaki diabetik pada pasien DM tipe 2
didapatkan mean sebelum senam kaki diabetik adalah 0.62 artinya
dalam kategori nilai ABI berada pada obstruksi sedang dan nilai ABI
sesudah senam kaki diabetik adalah 0.93 yang artinya rata-rata
pasien sesudah senam diabetik nilai ABI dalam keadaan normal .
Selisih rata-rata nilai ABI sebelum dan sesudah melakukan senam
diabetik adalah 0,31. Pada uji statistik lebih lanjut menggunakan
Wilcoxon test didapatkan hasil ada perbedaan yang signifikan antara
nilai ABI sebelum dan sesudah senam kaki diabetic. Kesimpulan hasil
uji lebih lanjut menggunakan Wilcoxon test didapatkan hasil bahwa
senam kaki diabetik efektif meningkatkan nilai ABI
3. Hubungan ABI dengan keparahan ulkus DM (Kristiani et al., 2016)
Proporsi penderita kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner yang
terbanyak ialah yang dengan ulkus derajat 4 (10 pasien - 26,3%),
diikuti grade 1 (9 pasien - 23,7%), grade 2 dan 3 masing- masing
sebanyak 8 pasien (21,05%), dan terakhir grade 5 (3 pasien -
7,9%). Hasil Nilai ABI normal didapatkan paling banyak yaitu
pada 22 pasien (57,9%), diikuti oleh obstruksi vaskular sedang
(8 pasien - 21,1%), iskemi ringan (7 pasien (18,4%), dan hanya 1
pasien (2,6%) dengan obstruksi vaskular berat. Pada penelitian ini
nilai ABI normal banyak didapatkan pada ulkus derajat 1 dan 3
(77,8% dan 75%), sedangkan obstruksi vaskular berat hanya
didapatkan pada ulkus derajat 5. Kesimpulannya terdapat hubungan
bermakna antara ABI dengan keparahan ulkus. Semakin rendah nilai
ABI keparahan ulkus semakin tinggi.
C. Kerangka Konseptual

1. Kerangka teori

Nilai ABI Risiko luka diabetik :


1. Kondisi kulit
ABI 0,91-1,3 = normal 2. Kondisi kuku
3. Deformitas atau kelainan
ABI 0,7-0,9 = oklusi ringan bentuk
ABI 0,4 - 0,69 = oklusi sedang 4. Alas kaki
5. Suhu kaki
ABI < 0,4 = oklusi berat 6. Rentang gerak sendi
7. Nadi ekstremitas bawah
ABI > 1,3 =kalsifikasi 8. Bengkak kaki
pembuluh darah 9. merah

Peripheral Arterial
Disease (PAD)

1. Klaudikasio intermiten
2. Nyeri ekstremitas saat
istirahat Risiko luka kaki
3. Gangguan saat berjalan, diabetik
4. Iskemik saat istirahat
5. Nadi ekstremitas bawah
abnormal
6. Bruit vaskuler
7. Luka ekstremitas bawah
sulit sembuh
8. Gangren ekstremitas
bawah
9. Pucat saat ditinggikan atau
bengkak saat kaki
tergantung

Sumber : (Kale et al., 2015) dan Gerhard-Herman et al., 2017)


2. Kerangka konsep

Variabel independen variabel dependen

Nilai ABI

ABI 0,91-1,3 = normal

ABI 0,7-0,9 = oklusi ringan Risiko Luka diabetik

ABI 0,4 - 0,69 = oklusi sedang

ABI < 0,4 = oklusi berat

ABI > 1,3 =kalsifikasi pembuluh


darah

D. Hipotesis
1. Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai ankle brachial indexI(ABI)
dengan kejadian luka pada penderita DM tipe 2 di RS Santa Maria
Pekanbaru
2. Ha: Terdapat hubungan antara nilai ankle brachial indexI(ABI)
dengan kejadian luka pada penderita DM tipe 2 di RS Santa Maria
Pekanbaru
oklusi ringan

ABI 0,4 - 0,69 = oklusi sedang

ABI < 0,4 = oklusi berat

ABI > 1,3 =kalsifikasi


pembuluh darah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan berdasarkan tujuannya
termasuk penelitian asosiatif karena penelitian ini bertujuan menganalisis
hubungan antar variabel dependen dan variabel independen( Dharma, 2011).
Desain penelitian adalah cross sectional atau potong lintang, dimana peneliti
melakukan pengukuran variabel satu saat tertentu yang artinya tiap subyek
hanya dioberservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada
saat pemeriksaan ( Sastroasmoro & Ismael, 2011).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi penelitian
Ruang rawat inap, rawat jalan dan kelompok senam DM di RS Santa
Maria.
2. Waktu penelitian
Penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyusunan
hasil, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Uraian Kegiatan Tahun 2018
Mar April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan (Pengajuan Judul
1
Skripsi)
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar Proposal Skripsi
Pelaksanaan, pengumpulan
4
dan pengolahan data
5 Penyusunan laporan skripsi
6 Seminar hasil skripsi
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 1426 pasien DM tipe 2 tahun 2016
di ruang rawat inap dan rawat jalan di RS Santa Maria.

2. Sampel
a. Prosedur pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dengan consecutive sampling yaitu
memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria
pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi
(Dharma,2011). Prosedur pengambilan sampel adalah pasien DM tipe
2 di RS Santa Maria yang ditentukan berdasar kriteria inklusi dan
eksklusi.
1) Kriteria inklusi
a) Pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami luka diabetik
b) Pasien bersedia menjadi responden
2) Kriteria eksklusi
a) Pasien DM tipe 2 yang mengalami luka diabetik
b) Edema kaki yang berat sehingga mengganggu pemeriksaan
ABI.
c) Pasien mengidap acute deep vein thrombosis(acute DVT).
d) Pasien yang sesak napas sehingga sulit untuk berbaring 5-10
menit
b. Jumlah sampel
Rumus yang digunakan untuk mengukur sampel, digunakan rumus
Slovin yakni ukuran sampel yang merupakan perbandingan dari
ukuran populasi dengan presentasi kelonggaran ketidaktelitian,
karena dalam pengambilan sampel dapat ditolerir atau diinginkan
(Sugiyono, 2013). Dalam pengambilan sampel ini digunakan taraf
kesalahan sebesar 10%. Adapun rumus yang digunakan yaitu
sebagai berikut :
N
n=
1 + Ne2

n = Ukuran Sampel

N = Jumlah populasi

E = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang


dapat ditolerir (e = 0,1%).

Dalam mendapatkan populasi (N), maka dilakukan perhitungan


dengan menggunakan rata-rata pasien tahun 2016 yaitu sebanyak
1426 pasien rawat inap dan rawat jalan di RS Santa Maria dibagi
12 bulan yaitu sebanyak 118,8 dibulatkan 119 pasien . Berdasarkan
rumus Slovin, maka ukuran sampel adalah:

n=
1+ Ne2
119
n=
1 + 119(0.1)2

119
n=
2,19

n= 54,3
n= 55 (dibulatkan)
Jumlah sampel adalah 55 pasien DM tipe 2.

D. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data ini berupa lembar observasi
yang berisi data karakteristik pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, lama
menderita DM, riwayat pernah mengalami luka DM, status kulit dan nilai
ABI. Nilai ABI diperoleh dengan cara melakukan pengukuran tekanan darah
sistolik kedua ekstremitas pada ankle dan brachial menggunakan tensimeter
dan dopler vaskuler 5 MHz untuk mempermudah mendeteksi nadi pada ankle.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional ini bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran
atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
pengembangan variable terhadap alat ukur (Notoatmo djo, 2012). Adapun
dalam penelitian ini, variable yang akan didefinisikan secara operasional dapat
dijelaskan, sebagai berikut:
Tabel 3.2
Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur skala
Operasional ukur pengukuran
Variabel ABI adalah Tensime Mengukur 1. ABI 0,91-1,3 = normal ordinal
independen: rasio tekanan - ter dan tekanan darah 2. ABI 0,7-0,9 = oklusi
Nilai Ankle darah sistolik dopler sistol lengan ringan
Brachial index kaki (ankle) vasku dan kaki 3. ABI 0,4 - 0,69 = oklusi
(ABI) dengan tekanan ler 5 sedang
darah sistolik MHz 4. ABI < 0,4 = oklusi berat
lengan 5. ABI > 1,3 = kalsifikasi
(brachial) pembuluh darah

Variabel Pasien DM yang - Screening risiko 1. Berisiko mengalami ordinal


dependen: berisiko luka diabetik luka jika nilai ABI
Risiko luka mengalami luka dan PAD yaitu : abnormal dan terdapat
diabetik diabetik. 1. Kondisi kulit satu dari tanda gejala
2. Kondisi kuku PAD dan gangguan
3. Deformitas kondisi kulit
4. Alas kaki 2. Tidak berisiko
5. Suhu kaki mengalami luka jika
6. Rentang nilai normal ABI dan
gerak sendi tidak ditemukan tanda
7. Nadi PAD dan gangguan
ekstremitas kondisi kulit
bawah
8. Bengkak
kaki
9. Merah
10. Nyeri
ekstremitas
F. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian. Dalam
penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk meminta
kesediaan menjadi partisipan penelitian.
Peneliti akan meminta persetujuan dari pihak RS Santa Maria. Setelah
mendapat persetujuan selanjutnya peneliti akan melakukan penelitian. Prinsip
Dasar etik menurut Milton dalam Dharma, 2011):
1. Menghormati harkat dan martabat manusia
Peneliti harus menghormati hak asasi atau kebebasan untuk responden
menentukan pilihan. Hal ini akan tertuang dalam informed consent.
Informed consent adalah persetujuan sebagai subyek penelitian setelah
mendapatkan penjelasan. Tujuan informed consent adalah agar partisipan
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika
partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak partisipan.
2. Menghormati Privasi dan kerahasiaan
Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengndung makna bahwa penelitian
dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara
profesional.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Prinsip penelitian bahwa peneliti harus mempertimbangkan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi subyek dan populasi dimana penelitian dilakukan.
Kemudian meminimalisir kerugian bagi subyek penelitian.

G. Prosedur Pengumpulan Data


1. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan tehnik pengukuran
(Dharma, 2011), yaitu mengukur tekanan darah sistol kedua ekstremitas
pada area brachial dan ankle penderita DM tipe 2 yang dirawat di RS
Santa Maria sebanyak 55 pasien. Pengukuran dilakukan oleh peneliti dan
perawat lain yang kompeten dan memenuhi syarat sebagai observer dan
terlatih dalam melakukan pengukuran. Setelah itu, peneliti mencatat
tekanan darah sistolik tertinggi dari kedua ekstremitas pada brachial dan
ankle dalam lembar observasi.
Kriteria perawat yang bisa melakukan pengukuran ABI adalah :
a. Perawat minimal lulusan S1 Keperawatan atau perawat yang dalam
masa studi S1 Keperawatan dan sudah pernah mendapat pelajaran cara
mengukur ABI
b. Bersedia melakukan pengukuran ABI dan mengisi lembar observasi
secara lengkap

2. Cara pengukuran
a. Alat pengukuran
1) Tensimeter anaroid yang sudah dikalibrasi
2) Stetoskop
3) Dopler vaskuler 5 MHz
4) Jelly
b. Cara pengukuran
Sebelum pengukuran ABI dilakukan, responden diminta berbaring
pada posisi supinasi selama 5-10 menit, kemudian peneliti mengukur
tekanan darah responden pada lengan (brachial) kanan kemudian pada
lengan kiri menggunakan tensimeter dan mencatat tekan sistolik pada
masing-masing lengan. Setelah itu, peneliti mengukur tekanan darah
pada kaki (ankle) kanan kemudian kaki kiri menggunakan tensimeter
dan dopler vaskuler dan mencatat tekanan sistolik pada masing-masing
kaki. Data tekanan darah sistolik pada ankle dan brachial yang telah
terkumpul dalam lembar observasi, kemudian diaplikasikan dalam
rumus penghitungan ABI yaitu dengan membagi tekanan sistolik
tertinggi dari kedua ekstremitas pada area ankle dengan sistol tertinggi
pada area brachial sehingga hasilnya dapat diinterpretasikan.

H. Pengolahan data dan analisa Data

1. Pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2012) setelah data terkumpul agar analisis
penelitian menghasilkan informasi yang benar harus melalui empat tahap
dalam pengolahan data, yaitu :
a. Editing
Editing merupakan tahap mengumpulkan dan memeriksa data lembar
observasi yang ada, lalu diperiksa apakah data sudah sesuai jumlah
sampel dan apakah cara pengisiannya sudah benar atau terdapat
kekeliruan atau tidak.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Kode yang diberikan dalam
penelitian ini adalah 1 = normal, 2 = oklusi ringan, 3 = okluasi sedang,
4 = oklusi berat dan 5=kalsifikasi pembuluh darah.
c. Processing
Processing merupakan kegiatan memproses data agar data yang sudah
dimasukkan dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara
mengisi data tekanan darah sistolik pada kolom yang telah ditentukan
kemudian diaplikasikan dalam rumus perhitungan ABI dan dari hasil
nilai ABI dianalisis dengan risiko terjadinya luka diabetik.
d. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak

2. Analisa data
a. Analisa Univariat
Menurut Notoatmodjo (2012) menjelaskan, analisa univariat bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentasi dari setiap variabel. Pada penelitian
analisis univariat yang diteliti adalah nilai ABI pasien DM 2.
b. Analisa Bivariat
Menurut Notoatmodjo (2012) menjelaskan, analisa bivariat yaitu
analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini di lakukan pada
variabel independen yaitu nilai Ankle Brachial Index(ABI) terhadap
variabel dependen yaitu risiko luka diabetik. Teknik analisis data
pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square untuk menguji
tingkat kemaknaan statistik antara nilai ankle brachial index dengan
kejadian diabetic foot ulcer pada penderita DM tipe 2. Data yang
sudah diperoleh pada penelitian ini akan diolah secara komputerisasi
( Dharma, 2011).
Tabel 3.3
Tabel Uji Chi Square
Risiko luka N P
Tidak Risiko luka Value
berisiko
ABI luka
ABI 0,9-1,3 =normal
ABI 0,7- 0,9=oklusi ringan

ABI 0,4-0,69 = oklusi sedang


ABI < 0,4 = oklusi berat
ABI>1,3=kalsifikasi
pembuluh darah

Keterangan:
N = total pasien
P Value = nilai p
DAFTAR PUSTAKA

Berbasis, D., Dan, L., Sebagai, E., & Monitoring, A. (2016). Jurnal ipteks
terapan, 1, 199–209. https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i2.440
Defronzo, R. A. (n.d.).2009. From the Triumvirate to the Ominous Octet : A New
Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus, 773–795.
https://doi.org/10.2337/db09-9028
Gerhard-Herman, M. D., Gornik, H. L., Barrett, C., Barshes, N. R., Corriere, M.
A., Drachman, D. E., … Walsh, M. E. (2017). 2016. AHA/ACC Guideline
on the Management of Patients With Lower Extremity Peripheral Artery
Disease: Executive Summary: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines. Journal of the American College of Cardiology, 69(11), 1465–
1508. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2016.11.008
Gitarja, W. S. (2008). Perawatan Luka Diabetes. (T. W. Publishing, Ed.) (Seri
Peraw). bogor: WOCARE INDONESIA.
Huang, Y., Ogurtsova, K., Fernandes, R., Cavan, D., Makaroff, L. E., Shaw, J., &
Cho, N. H. (2015). IDF Diabetes Atlas estimates for the global diabetes
prevalence of adults aged 18 to 99 years, (1671), 1671.
International Diabetes Federation (IDF). 2011. IDF Diabetes Atlas Fifth edition
(Januari 2011).
Ilmiah, K. T., Kesehatan, K., Indonesia, R., Kesehatan, P., Tanjungkarang, K.,
Studi, P., & Kotabumi, K. (2014). Gambaran Nilai Ankle Brachial Index (
Abi ) Penderita Dm Tipe 2 Di Puskesmas Kotabumi Ii Kabupaten Lampung
Utara Tahun 2014 Oleh : Imam Budi Pratomo, 1–37.
World Health Organization (WHO). 2017. Diabetes On The Rise. ( Januari 2017).
(pp. 1–2).
J.M. Black & J.H. Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive out comes. (eight edit). Singapore: Elsevier
Saunders.
Kale, E. D., Akoit, E. E., Risiko, A., Kaki, L., Pada, D., Dm, P., & Poliklinik, D.
(2015). Analisis risiko luka kaki diabetik pada penderita dm di poliklinik dm
dan penyakit dalam. Jurnal Info Kesehatan, 14(Dm), 1006–1018.
Kelana Kusuma Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (edisi revi).
Jakarta: Trans Info Media.
Kesehatan, P., & Riau, P. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Riau.
Kristiani, A. L., Sumangkut, R. M., Limpeleh, H. P., Bedah, B., Bagian, S.,
Vaskuler, B., & Prof, R. (n.d.). Hubungan Ankle Brachial Index Dengan
Keparahan Ulkus Pada Penderita Kaki Diabetik, (Dm), 171–177.
Medis, R. (n.d.). RS Santa Maria 2016. Pekanbaru.
Nathan, D. M., Balkau, B., Bonora, E., Borch-Johnsen, K., Buse, J. B., Colagiuri,
S., … Kahn, R. (2009). International expert committee report on the role of
the A1C assay in the diagnosis of diabetes. Diabetes Care, 32(7), 1327–
1334. https://doi.org/10.2337/dc09-9033
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Of, S., & Carediabetes, M. (2017). STANDARDS OF MEDICAL CARE IN
DIABETES — 2017 Standards of Medical Care in Diabetes d 2017,
40(January).
Pasien, I., & Melitus, D. (2016). Jurnal ipteks terapan, 2, 155–164.
RISET KESEHATAN DASAR. Penelitian, B., & Pengembangan, (2013).
PERKENI. (2015). Konsensus Pencegahan dan pengelolaan diabetes.
Permenkes. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa
Indonesia. Menkes RI, 1–10.
Potier, L., Khalil, C. A., Mohammedi, K., & Roussel, R. (2011). Use and Utility
of Ankle Brachial Index in Patients with Diabetes. European Journal of
Vascular & Endovascular Surgery, 41(1), 110–116.
https://doi.org/10.1016/j.ejvs.2010.09.020
Resnick, H. E., Lindsay, R. S., Mcdermott, M. M., Devereux, R. B., Jones, K. L.,
Fabsitz, R. R., & Howard, B. V. (2014). Relationship of High and Low Ankle
Brachial Index to All-Cause and Cardiovascular Disease Mortality.
https://doi.org/10.1161/01.CIR.0000112642.63927.54
RS Kirsner, M. F. (2010). the Standard of care for evaluation and treadment of
diabetic foot ulcers.
Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan Ismael. (2011). Dasar-dasar Metodologi
Penelitilian Klinis (Edisi ke 4). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kuantitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumangkrut, S., Supit, W., & Onibala, F. (2013). Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Poli Interna BLU. RSUP.
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp), 1(1), 1–6.
Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2235/1792
World Health Organization (WHO). (2016). GLOBAL REPORT ON
DIABETES.

Anda mungkin juga menyukai