TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
2. Klasifikasi
Setelah disepakati, klasifikasi DM diperkenalkan oleh ADA dan telah
disahkan oleh World Health Organization (WHO, 2017) dan telah dipakai di
seluruh dunia, yaitu :
a. Diabetes tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM)
DM tipe 1 merupakan diabetes tergantung insulin, terjadi karena kerusakan
sel beta pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai
80-90 % maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat
6
7
3. Etiologi DM
a. DM tipe 1 atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes tipe ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetik, imunologi, dan lingkungan diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta, diabetes ini biasanya terjadi pada usia kurang dari 30
tahun.
1) Faktor Genetika
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor Imunologi
Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi
pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya
tanda-tanda klinis diabetes type I.
3) Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,
sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang
terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
4. Patofisiologi
Penderita DM tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes type I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Menurut PERKENI 2015 pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel.
Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka, akan terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa dalam sel tersebut. Resistensi insulin pada DM tipe
II dapat disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal –
hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa oleh jaringan
tersebut. Dalam mengatasi resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya
glukosa dalam darah, maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel
untuk disekresikan .
Defronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa terdapat 8 organ penting
dalam gangguan toleransi glukosa, yaitu:
a. Kegagalan sel beta pankreas
Fungsi sel beta pankreas yang berkurang
b. Liver
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
meningkat.
c. Otot
Gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan
fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transpor glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesi glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
d. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas dalam plasma
11
(FFA: Free Fatty Acid). FFA menggangu sekresi insulin dan merangsang
proses glukoneogenesis.
e. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan intravena. Saluran pencernaan mempunyai peran menyerap
karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap usus dan
meningkatkan glukosa darah meningkat setelah makan.
f. Sel alpha pankreas
Sel alpha berfungsi dalam sintesi glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di plasma akan meningkat.
g. Ginjal
Penderita DM tipe 2 terjadi peningkatan SGLT 2(sodium glukosa co-
transport) yang mampu menyerap 90% glukosa terfiltrasi dalam urine.
h. Otak
Insulin adalah penekan nafsu makan yang kuat. Pada pasien obesitas
didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan kompensasi resistensi insulin.
Pada golongan ini nafsu makan meningkat akibat resistensi insulin yang juga
terjadi di otak (Defronzo, n.d.2009)
5. Manifestasi klinis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti tersebut di bawah ini (PERKENI, 2015):
a. Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa : poliuri, polidipsi, polifagi,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
12
Tabel 2.1
Rekomendasi diagnosis
No Kriteria Nilai
1. Gejala klasik DM + GDS ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
4. GD2PP pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
4. HbA1c ≥ 6,5%
(Sumber : WHO (2016)
Ket : GDS : Gula darah sewaktu, GDP : Gula darah puasa, GD2PP :
gula darah 2 jam post prandial (setelah makan), TTGO : tes
toleransi glukosa oral.
6. Komplikasi
IDF tahun 2015 menjelaskan komplikasi utama diabetes adalah:
a. Mata (retinopathy)
Pasien diabetes akan berkembang menjadi penyakit mata atau retinopathy
yang dapat menjadi tanda bahaya dan menyebabkan kebutaan. Gula darah
tinggi yang menetap bersamaan dengan tekanan darah tinggi dan kolesterol
tinggi menyebabkan retinophaty.
13
b. Kesehatan mulut
Diabetes dapat menyebabkan gangguan mulut seperti gingivitis atau radang
gusi karena kontrol gula darah yang kurang. Radang gusi menyebabkan
kehilangan gigi dan berisiko menyebabkan penyakit kardiovaskuler.
c. Jantung dan pembuluh darah koroner (coroner heart disease)
Jenis penyakit kardiovaskuler yang sering menyertai diabetes adalah angina,
infark miocardial, stroke, peripheral artery disease(PAD) dan gagal jantung.
Pasien dengan DM dan memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi dan
gula darah tinggi memiliki risiko mengalami penyakit jantung dan pembuluh
darah.
d. Ginjal (nephropathy)
Nephropaty disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil yang
menyebabkan penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal. Gula darah dan
tekanan darah normal dapat mengurangi risiko nephropaty.
e. Sistem saraf perifer ( neuropathy)
Gula darah dan tekanan darah yang terlalu tinggi dapat merusak saraf pada
tubuh. Kerusakan saraf disebut neuropati dan dapat menyebabkan rasa nyeri,
perasaan geli atau kehilangan sensasi sentuh. Kehilangan rasa sentuh
menyebabkan luka tanpa disadari, luka infeksi, kaki diabetik dan amputasi.
f. Anggota badan bagian bawah (perineal vaskular disease)
Gula darah yang tinggi meneybabkan aliran darah ke perifer tidak lancar dan
menyebabkan risiko tinggi terjadi gangguan alirah darah perifer. Biasa terjadi
pada anggota gerak bagian bawah (IDF, 2011).
g. Luka diabetik
1) Pengertian Luka Diabetik
Luka diabetik adalah luka pada pasien diabetes yang disebabkan
gangguan aliran darah atau kerusakan saraf perifer (IDF, 2011). Pasien
diabetes berisiko mengalami luka pada kaki dan merupakan jenis luka
kronis yang sangat sulit penyembuhannya ( Litzelman,1993 dalam
Gitarja, 2008)
14
2) Etiologi
Penyebab luka diabetik pada kaki adalah kaki yang sulit bergerak
terutama pada pasien obesitas atau neuropathi sensorik sehingga tidak
sadar kakinya terluka atau iskhemik pada klien perokok berat, sehingga
proses penyembuhan luka terhambat akibat konstruksi pembuluh darah
(Gitarja, 2008).
3) Pengkajian luka diabetik
Pengkajian luka diabetik meliputi:
a) Lokasi dan letak luka
b) Stadium luka
Stadium Wagner untuk luka kaki diabetik (Gitarja, 2008):
(1) Superficial ulcers
Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, terdapat tulang kaki
yang menonjol.
Derajat 1 = hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang
tampak tulang menonjol.
(2) Deep ulcer
Derajat 2 = luka dalam sampai menembus tendon atau tulang
Derajat 3 = luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis
persendian
(3) gangrene
Derajat 4 = Gangren sebagian, menyebar hingga ke sebagian
jari kaki, kulit sekitar selulitis, gangren lembab.
Derajat 5 = seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangren.
c) Luas luka
Dihitung dari luas, lebar dan kedalaman luka diabetik.
d) Status vaskuler
Pengkajian status vaskuler meliputi palpasi, capillari refill, edema,
dan temperatur kulit.
e) Status neurologik
f) Infeksi
15
b) Periksa kaki setiap hari dan laporkan dengan dokter bila ada luka
c) Periksa alas kaki dari benda asing sebelum dipakai
d) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, kering dan mengoles
pelembab pada kulit kering
e) Potong kuku secara teratur
f) Keringkan kaki setelah dari kamar mandi
g) Gunakan kaos kaki dari bahan katun dan tidak menyebabkan lipatan
pada ujung jari kaki
h) Jika ada kalus atau mata ikan tipiskan secara teratur
i) Gunakan alas kaki khusus bila ada kelainan bentuk kaki
j) Sepatu tidak boleh longgar atau sempit, hindari hak tinggi
k) Hindari menggunakan bantal atau botol berisi air panas untuk
menghangatkan kaki.
7. Penatalaksanaan
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia
Tahun 2015 (PERKENI):, terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi dibutuhkan
untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi pasien dan untuk
mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien.
b. Terapi nutrisi medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Prinsip pengaturan makanan penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
pasien diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Diet pasien DM yang
17
Gambar 1
Lokasi Pemeriksaan ABI
Sumber : Potier,et.al(2011)
19
Keterangan:
P ankle = tekanan sistolik tertinggi pada ankle (arteri dorsalis pedis
atau arteri posterior tibial)
P brachial = tekanan sistolik tertinggi pada lengan (arteri brachialis)
d. Interpretasi ABI
Tabel 2.2
Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
Interprestasi
Nilai ABI
ABI 0,91 – 1,3 Batas normal
B. Penelitian Terkait
1. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Pratomo tahun 2014 dengan judul
gambaran nilai ankle brachial index (ABI) penderita dm tipe 2 di Puskesmas
Kotabumi II, Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara.
Subyek penelitian diambil sebanyak 98 orang dengan tehnik total populasi.
Analisis data menggunakan analisis univariat dengan hasil didapatkan bahwa
76 responden (77,5 %) memiliki ABI normal dengan jumlah terbanyak pada
perempuan yaitu 49 orang (79,0 %), sebanyak 22,5 % penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Kotabumi II memiliki interpretasi ABI borderline perfusion
(Pratomo, 2014)
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ulkus kaki diabetik di poliklinik kaki
diabetik (Nurhanifah, 2017)
Risiko infeksi pada kaki pasien diabetes mellitus meliputi durasi diabetes
lebih dari 10 tahun, usia lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan
denyut nadi perifer, penurunan sensasi, deformitas anatom atau area tekan
(misalnya bunion, callus, hammer toes). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan durasi diabetes, ada
hubungan usia, tidak ada hubungan denyut nadi perifer, ada hubungan
sensasi, dan tidak ada hubungan deformitas anatomi dengan ulkus kaki
diabetik di Poliklinik Kaki Diabetik BLUD Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor durasi diabetes > 10 tahun,
umur > 40 tahun, dan penurunan sensasi berhubungan dengan ulkus kaki
diabetik
3. Hubungan ABI dengan keparahan ulkus DM (Kristiani et al., 2016)
Proporsi penderita kaki diabetik berdasarkan klasifikasi Wagner yang
terbanyak ialah yang dengan ulkus derajat 4 (10 pasien - 26,3%), diikuti
grade 1 (9 pasien - 23,7%), grade 2 dan 3 masing- masing sebanyak 8
pasien (21,05%), dan terakhir grade 5 (3 pasien - 7,9%). Hasil Nilai ABI
normal didapatkan paling banyak yaitu pada 22 pasien (57,9%), diikuti
oleh obstruksi vaskular sedang (8 pasien - 21,1%), iskemi ringan (7 pasien
(18,4%), dan hanya 1 pasien (2,6%) dengan obstruksi vaskular berat. Pada
21
penelitian ini nilai ABI normal banyak didapatkan pada ulkus derajat 1 dan
3 (77,8% dan 75%), sedangkan obstruksi vaskular berat hanya didapatkan
pada ulkus derajat 5. Kesimpulannya terdapat hubungan bermakna antara
ABI dengan keparahan ulkus. Semakin rendah nilai ABI keparahan ulkus
semakin tinggi.
C. Kerangka Konseptual
1. Kerangka teori
Nilai ABI
Peripheral Arterial
Disease (PAD)
Gejala PAD:
1. Klaudikasio intermiten
2. Nyeri ekstremitas saat Risiko Luka
istirahat Diabetik
3. Nadi dorsalis pedis atau
posterior tibialis tidak
teraba/lemah
4. Riwayat luka yang sulit
sembuh
5. Pucat
2. Kerangka konsep
D. Hipotesis
1. Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai ankle brachial index (ABI)
dengan kejadian luka pada penderita DM tipe 2 di RS Santa Maria
Pekanbaru
2. Ha: Terdapat hubungan antara nilai ankle brachial index (ABI) dengan
kejadian luka pada penderita DM tipe 2 di RS Santa Maria Pekanbaru
oklusi ringan