PDT Neonatus
PDT Neonatus
10
DIVISI
PERINATOLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA
1. Resusitasi Neonatus
2. Kejang pada Neonatus
3. Asfiksia Neonatorum
4. Ikterus Neonatorum
5. Sepsis Neonatorum
6. Hipoglikemia
7. Hipotermi
8. Apnea pada Neonatus
9. Bayi Besar masa Kehamilan (BMK)
10. Bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK)
11. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
12. Nutrisi Enteral
13. Nutrisi Parenteral
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2
1. RESUSITASI NEONATUS
Dalam keadaan normal bayi biasanya aktif saat dilahirkan dan segera sesudah tali pusat dijepit
bayi akan menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120 sampai 140 kali permenit dan sianosis menghilang dengan cepat.
Beberapa bayi mengalami depresi pernapasan saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala
tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar.
Bayi-bayi ini dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup
untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Faktor penyebab terjadinya kegagalan pernapasan pada
bayi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Faktor ibu.
a. Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesi yang terlalu dalam akan menimbulkan hipoksia pada janin dengan segala
akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering
ditemukan pada beberapa keadaan, misalnya akibat gangguan kontraksi uterus
(hipotonia, hipertonia, tetania uterus), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklampsia, dll.
2. Faktor plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dll.
3. Faktor janin.
Kompresi umbilikus akan menyebabkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, dll.
4. Faktor neonatus.
Depresi pusat pernafasan pada bayi yang baru dilahirkan dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya :
a. Pemakaian obat anestesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu, secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.
c. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru, dll.
Akibat gangguan pertukaran oksigen dan CO2 karena beberapa faktor yang tersebut diatas,
akan menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik
karena mengalami metabolisme anaerob dan juga dapat terjadi hipoglikemia.
III. TUJUAN RESUSITASI NEONATUS
Resusitasi neonatus bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat vital
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3
lainnya. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia
progresif. Agar tindakan resusitasi dapat dilakukan secara cepat dan efektif, maka sebelumnya
harus memperhatikan dua faktor utama, yaitu mengantisipasi pentingnya melakukan resusitasi
dengan memperhatikan riwayat antepartum dan intrapartum serta mempersiapkan alat dan
sumber daya manusianya yaitu tenaga kesehatan yang siaga dan trampil.
Urutan langkah awal resusitasi pada setiap neonatus adalah sebagai berikut :
1. Mencegah kehilangan panas dengan meletakkan bayi terlentang dibawah alat pemancar
panas, mengeringkan seluruh tubuh bayi dari air ketuban dan mengganti kain pengering
yang basah dengan yang kering. Cara lain untuk mengurangi kehilangan panas adalah
dengan meletakkan bayi yang kering di kulit dada/ perut ibu dengan menggunakan sumber
panas dari tubuh ibu.
2. Membuka jalan nafas bayi, dimulai dengan meletakkan bayi dalam posisi yang benar
(terlentang atau miring pada salah atu sisi dan kepala pada posisi netral atau posisi ekstensi
ringan) dan menghisap lendir yang terdapat pada mulut dan hidung bayi. Pemakaian
tekanan negatif tidak boleh melebihi 100 mmHg. Bila lendir terlalu banyak, kepala bayi
dimiringkan ke samping, kemudian lendir dihisap dari jalan napas. Bila cairan ketuban
tercampur mekonium diperlukan penghisapan langsung dari trakea. Sebaiknya penghisapan
lendir yang tercampur mekonium telah dilakukan pula sesegera mungkin pada saat kepala
bayi lahir (intrapartum).
3. Rangsang taktil. Pengeringan dan penghisapan lendir merupakan stimulasi untuk memulai
pernapasan yang efektif pada bayi baru lahir. Bila tidak terjadi pernapasan spontan atau
pernapasan yang efektif setelah dilakukan pengeringan atau penghisapan lendir, maka
diperlukan rangsang taktil singkat dalam usaha untuk merangsang pernafasan. Ada dua
cara yang benar untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki dan dengan menggosok punggung. Mengelus punggung, ekstremitas
atau kepala dapat digunakan untuk menambah usaha bernafas bayi yang telah bernafas.
4. Menilai bayi. Perlu diperhatikan pernafasan, frekuensi jantung serta warna kulit bayi untuk
menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi lebih lanjut.
Hipoksia hampir selalu didapatkan pada bayi baru lahir yang membutuhkan
resusitasi. Pemberian oksigen 100% diberikan pada keadaan seperti sianosis, bradikardi dan
adanya distres pernapasan selama masa stabilisasi.
Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai keadaan normoksia yang
dapat dilihat dari warna pink pada membran mukosa.
Pemberian oksigen dapat menggunakan sungkup muka ( masker), sungkup
oksigen dan sebagainya. Oksigen yang diberikan yang diberikan minimal 5 liter permenit.
Kunci sukses resusitasi pada neonatus adalah ventilasi yang adekuat. Perbaikan
keadaan hipoksia, asidosis dan bradikardia tergantung inflasi paru-paru yang adekuat
dengan oksigen
Pada sebagian besar bayi baru lahir yang memerlukan ventilasi tekanan positif
(VTP), penggunaan kantung dan sungkup dapat memberikan ventilasi yang adekuat.
Indikasi pemberian VTP diantaranya adalah bila bayi mengalami apnea atau
gasping, denyut jantung kurang dari 100 kali permenit dan sianosis sentral yang menetap
walaupun sudah diberikan oksigen 100%.
Kecepatan ventilasi sebaiknya dilakukan 40-60 pernapasan permenit (30 kali
pernapasan bila disertai penekanan dada).
Bila frekuensi denyut jantung diatas 100 X/menit berarti bayi mempunyai frekuensi
denyut jantung mendekati normal. Bila bayi mulai bernafas spontan, maka VTP dihentikan
untuk membantu ventilasi yang adekuat, sediakan periode oksigen aliran bebas dan bila
perlu lakukan rangsangan taktil.
Bila frekuensi denyut jantung antara 60-100 X/menit kemudian meningkat, maka
ventilasi dilanjutkan.
Bila frekuensi denyut jantung antara 60-100 X/menit dan tidak meningkat, maka
ventilasi dilanjutkan dan lakukan penekanan dada bila frekuensi jantung dibawah 80 X/
menit.
Bila frekuensi denyut jantung dibawah 60 X/menit, maka ventilasi dilanjutkan dan
lakukan penekanan dada.
Ukuran pipa ET
Kedalaman : BB + 6 cm
Pemeriksaan untuk menentukan bahwa posisi tube benar setelah intubasi adalah bila
gerakan dinding dada simetris, suara napas sama (khususnya didaerah aksila dan tidak
terdengar di lambung), tidak didapatkan inflasi lambung serta terdapat perbaikan denyut
jantung, warna kulit dan aktivitas bayi.
Indikasi penekanan dada secara umum adalah bila denyut jantung kurang dari 60 kali
permenit walaupun sudah dilakukan ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% selama
30 detik.
Sediakan alas yang keras untuk menopang bagian belakang.
Lokasi penekanan adalah pada 1/3 bagian bawah sternum (dibawah garis yang
menghubungkan kedua puting susu bayi).
Kedalaman penekanan dada adalah 1/3 – ½ dari ukuran anteroposterior dada.
Rasio penekanan dada dan ventilasi yang dilakukan adalah 3:1 ( 90 penekanan dada dan 30
ventilasi dalam 1 menit).
Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
3. Natrium Bikarbonat :
Indikasi : (1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. (2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan
asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah
dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4,2%) atau 1 ml /kgbb (7,4%)
Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO 2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak.
4. Nalokson :
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan.
Indikasi : (1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik
4 jam sebelum persalinan. (2) Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan
stabil. (3) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
XII. PEMANTAUAN
1. Terapi
Keberhasilan resusitasi bila telah terjadi pernapasan spontan dan teratur serta kulit
kemerahan.
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan
resusitasi secara efektif selama 20 menit.
2. Tumbuh kembang
Pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia berat, setelah pulang dari rumah sakit
perlu pemantauan selanjutnya di Poliklinik Perinatologi selama bulan pertama dan
selanjutnya di Poliklinik Tumbuh Kembang untuk memantau tumbuh kembang selama
masih bayi maupun balita.
Pasca perawatan bayi yang mendapatkan terapi ventilasi mekanik terutama yang lebih
dari 2 minggu, rujuk ke dokter mata/RS mata untuk mengetahui ada/tidaknya
komplikasi di retina (retinopathy of prematury)
Bayi-bayi yang ada gejala sisa neurologis, rujuk ke unit rehabilitasi medis, untuk
fisioterapi.
1. Bayi prematur
- Insiden depresi perinatal lebih banyak terjadi pada bayi prematur karena lebih banyak
komplikasi yang timbul berkaitan dengan persalinannya, imaturitas fisiologis dan labilitas
bayi prematur.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7
- Faktor yang menyebabkan lebih sulitnya resusitasi pada bayi prematur adalah akibat
kurangnya compliance paru, otot dan gerak pernapasan, sulitnya mempertahankan
kestabilan suhu tubuh serta mudahnya terjadi perdarahan intrakranial dan hipoksia.
- Tindakan awal yang perlu dilakukan pada bayi prematur ekstrim (usia kehamilan kurang
dari 28 minggu adalah oksigenasi melalui sungkup atau nasal prong. Sebagian ahli
menganjurkan untuk melakukan intubasi elektif awal.
Penghentian upaya resusitasi dilakukan bila resusitasi pada bayi yang telah mengalami henti
jantung napas tidak menghasilkan sirkulasi dalam 15 menit. Resusitasi pada bayi baru lahir
yang mengalami asistol 10 menit jarang hidup atau hidup dengan kecacatan yang berat.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8
PERKIRAAN
WAKTU
BAYI LAHIR
TIDAK
30 DETIK
Berikan kehangatan
Posisikan, bersihkan jalan napas *
(bila perlu)
Keringkan, rangsang, posisikan
lagi
Beri Oksigen (bila perlu)
Bernapas
Evaluasi pernapasan
Perawatan suportif
Frekuensi jantung
Warna kulit
FJ > 100 &
kemerahan
Bernapas
Berikan VTP * Perawatan lanjut
FJ < 60 FJ >60
Berikan VTP *
Lakukan kompresi dada
30 DETIK
FJ < 60
Berikan Epinefrin *
Divisi Perinatologi
* Buku panduan resusitasi neonatus
* Pada beberapa langkah pertimbangkan penggunaan ET
I. BATASAN
Adalah gerakan-gerakan abnormal pada bayi baru lahir oleh karena adanya gangguan fungsi
sistem neuron.
Kejang terjadi akibat pelepasan elektrik secara berlebihan karena depolarisasi neuron-neuron
susunan saraf pusat.
II. ETIOLOGI
1. Komplikasi perinatal
- Neonatal ensefatopati
- Trauma susunan saraf pusat dan perdarahan intrakranial
2. Gangguan metabolisme
- Hipoglikemia
- Hipokalsemia
- Hipomagnesemia
- Hiponatremia atau hipernatremia
- Hiperbilirubinemia
- Ketergantungan atau defisiensi piridoksin
3. Infeksi - Meningitis
- Ensefalitis
- Abses otak
- Sepsis
4. Spasme Ú Tetanus neonatorum
5. Kelainan kongenital
- Porensefali
- Hidransefali
- Agenesis sebagian dari otak
6. Gangguan vaskular
- Perdarahan akibat anoksia dan asfiksia intraserebral/ intraventrikuler
- Defisiensi vitamin K
- Perdarahan akibat trauma langsung
- Trombosis
- Sindrom hiperviskositas
7. Gangguan perkembangan
8. Infark fokal
9. Ensefalopati hipertensif
10. Obat-obatan atau toksin
11. Familial
12. Tidak diketahui
Kejang klonik fokal : hentakan klonis yang bersifat fokal dan tidak disertai penurunan
kesadaran, berlangsung lambat dan sering terjadi pada sebelah lengan atau satu sisi wajah
dan mungkin menyebar kebagian tubuh lain pada satu sisi yang sama.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10
Kejang klonik multifokal : gerakan klonis pada satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah-pindah dari satu ke yang lain (sering terlihat pada bayi lahir kurang dari 34
minggu).
Kejang tonik : gerakan bersifat fokal atau umum dan dapat menyerupai posisi dekortikasi
atau deserebrasi, sering berupa deviasi mata, gerakan klonis atau apnea. Sering terjadi
pada bayi kurang bulan.
Kejang mioklonik : gerakan menyentak yang sinkron, single atau multipel pada tangan,
kaki atau keduanya. Sering dikaitkan dengan kelainan susunan saraf pusat.
Kejang subtle : mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata, gerakan mulut dan
lidah berupa menghisap-hisap, mengunyah dan menguap, posisi ekstremitas tonik dan
apnea.
Jittery : merupakan gerakan tremor kasar dengan amplitudo sama. Dapat terjadi pada bayi
dari ibu penderita diabetes melitus, bayi yang kecil untuk masa kehamilan serta pada bayi
normal dalam keadaan lapar atau hipoglikemia. Jittery sering dikaburkan dengan kejang pada
neonatus. Perbedaan Jittery dari kejang adalah sebagai berikut :
Jittery Kejang
Abnormalitas gerakan bola mata/ ekstraokuler. Tidak ada ada
Dapat timbul dengan rangsang ada tidak ada
Gerakan dominan tremor ‘jerking’
Dapat dihentikan dengan fleksi pasif ada tidak ada
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan gejala klinis serta ditunjang dengan hasil
pemeriksaan laboratorium/ penunjang diagnosis. Diagnosis banding sesuai dengan etiologi.
VI. PENATALAKSANAAN
a. Fenobarbital : dosis awal 20 mg/kgBB, im/iv. Jika setelah 60 menit kejang masih ada,
dapat diberikan dosis kedua 10 mg/kgBB, im/iv. Dosis rumatan 4 - 5 mg/kgBB, dosis
tunggal atau 2 kali sehari, im/po. Bila dengan fenobarbital tidak memberikan respon,
sebaiknya diberikan fenitoin.
b. Fenitoin : loading dose 15-25 mg/kgBB diberikan dalam NaCl fisiologis perinfus dengan
kecepatan tidak melebihi 0,5-1 mg/kgBB/ menit. Dosis rumatan 4-8 mg/kgBB/ hari,
dibagi 2-3 dosis, iv/po.
d. Diazepam : 0,1-0,3 mg/kgBB, diencerkan 5 kali dengan NaCl fisiologis, diberikan secara
iv pelan-pelan sampai kejang berhenti.
VII. PROGNOSIS
3. ASFIKSIA NEONATORUM
I. BATASAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir sehingga terjadi hipoksia yang progresif, akumulasi
karbondioksida (hiperkapnia) dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada bayi asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin dan merupakan
penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
II. ETIOLOGI
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 12
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh semua keadaan yang mengakibatkan gangguan
pertukaran oksigen dan CO2, sehingga terjadi kekuragan oksigen dalam darah (hipoksia)
dan penimbunan karbondioksida (hiperkapnea). Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Faktor predisposisi terjadinya asfiksia meliputi :
- Faktor antepartum : misalnya ibu berusia lebih dari 35 tahun, ibu menderita diabetes,
hipertensi kehamilan, anemia/ isoimunisasi, infeksi pada ibu, ketuban pecah sebelum
waktunya, kehamilan ganda, dll.
- Faktor intrapartum : misalnya persalinan seksio sesaria, kelainan letak, persalinan kurang
bulan persalinan lama, ketuban mekonial, prolaps tali pusat, plasenta previa, dll.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang
sangat penting untuk keselamatan bayi.
Pernapasan terganggu, detik jantung menurun, refleks/ respon bayi melemah, tonus otot
menurun, warna kulit biru atau pucat.
Analisis gas darah : didapatkan asidosis metabolik/ respiratorik, PO2 menurun, PCO2
meningkat.
Pemeriksaan elektrolit : hipokalsemia
Pemeriksaan kadar glukosa : hipoglikemia
X-foto dada : pembesaran jantung, bendungan vena paru, edema paru
USG kepala : ischemic injury (terlihat pada minggu pertama)
V. DIAGNOSIS
Pada metode lama, diagnosis asfiksia neonatorum dibuat dengan menilai skor apgar menit
pertama, seperti yang tersebut pada tabel dibawah ini.
Klinis 0 1 2
1. Frekuensi detik jantung tidak ada < 100 X/ menit > 100 X/ menit
2. Usaha pernafasan tidak ada lambat, tidak teratur menangis kuat
3. Refleks waktu jalan tidak ada menyeringai, gerakan batuk/ bersin/
napas dibersihkan sedikit menangis
4. Tonus otot lunglai ekstremitas fleksi ekstremitas fleksi
sedikit/ lemah kuat , gerak aktif
5. Warna kulit biru/ pucat tubuh kemerahan, tubuh & ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 13
Anamnesis :
- Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, V.E /F.E .
- Lahir tidak bernafas/menangis.
- Air ketuban bercampur mekonium.
Pemeriksaan fisis :
- Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
- Denyut jantung kurang dari 100X/menit
- Kulit sianosis, pucat.
- Tonus otot menurun.
VI. KOMPLIKASI
Edema otak
Perdarahan otak
Anuria atau oliguria
Hiperbilirubinemia
Kejang sampai koma
Obstruksi usus fungsional
Pneumotoraks (komplikasi akibat resusitasi)
VII. PENATALAKSANAAN
Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia
progresif.
Skor Apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak
menunggu hasil penilaian Apgar satu menit. Meskipun demikian, skor Apgar dapat
membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan
efektifitas upaya resusitasi.
Penanganan pasca resusitasi asfiksia berat :
1. Penanganan umum :
- Bila tekanan darah menurun dan terjadi hipovolemia dapat diberikan plasma/
albumin/ darah 10 ml/kgBB selama 2 jam.
2. Penanganan khusus :
a. Mengantisipasi dan mengatasi timbulnya cedera hipoksia - iskemia jaringan otak
dengan cara :
- Mempertahankan PO2 50-80 mmHg dengan pemberian oksigen dan ventilasi
yang adekuat.
- Mempertahankan tekanan sistemik minimal 40-50 mmHg.
- Koreksi glukosa untuk mempertahankan glukosa darah 75-100 mg/dl.
- Mempertahankan suhu tubuh yang optimal (36,5 - 37,5’ C).
- Mempertahankan kadar kalsium darah > 7 mg/dl.
- Mengatasi kejang dengan luminal, jika tidak berhasil dapat diberikan bersama
dilantin.
b. Penanganan terhadap jantung akibat asfiksia, dengan pemberian ventilasi yang
adekuat serta obat-obatan bila diperlukan (dopamin, dobutamin, isoproterenol).
c. Penangan terhadap ginjal dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi yang
adekuat, mencegah hipovolemia dan pemberian obat inotropik bila diperlukan untuk
menjaga agar tekanan sistemik tetap pada batas normal.
d. Penanganan terhadap saluran pencernaan, khususnya bila dicurigai terjadi
enterokolitis nekrotikans (akibat iskemia saluran pencernaan), dengan cara
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 14
mempuasakan bayi selama 5-7 hari atau paling tidak sampai bising usus terdengar
jelas dan feses tidak mengandung darah.
3. Pencegahan :
Pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap
setiap kelainan yang terjadi dapat mencegah asfiksia yang mungkin timbul selama masa
kehamilan.
VIII. PROGNOSIS
4. IKTERUS NEONATORUM
I. BATASAN
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Pada ikterus neonatorum, kadar bilirubin yang diperhitungkan terutama adalah bilirubin
indirek.
Nilai patologis kadar bilirubin indirek dalam darah pada neonatus adalah lebih dari 12 mg%
untuk bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg% untuk bayi kurang bulan (prematur) atau
secara umum bila terdapat peningkatan kadar bilirubin indirek 0,2 mg/jam atau 4 mg/hari.
• Polisitemia
• Sekuester darah (bruising, hematom)
• Infeksi
Ikterus Fisiologis :
- Tampak pada hari ketiga- keempat
- Bayi tampak sehat (normal)
- Kadar bilirubin indirek kurang dari 12 mg/dl
- Menghilang paling lambat 10-14 hari
- Tidak didapatkan faktor resiko
- Didasari oleh proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)
Ikterus Patologis :
- Timbul pada bayi umur kurang dari 36 jam
- Ikterus cepat berkembang
- Bisa disertai anemia
- Menghilang lebih dari 2 minggu
- Didapatkan faktor resiko
- Didasari oleh proses patologis.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 16
Langkah Diagnostik
Langkah evaluasi yang harus dilaksanakan
1. Pemeriksaan golongan darah (ABO dan rhesus) ibu pada saat kehamilan dan
bayi pada saat kelahiran.
2. Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat
pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
3. Bila didapatkan riwayat keluarga menderita defisiensi G6PD, dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar enzim G6PD dalam darah.
4. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam
pertama kelahiran.
5. Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan
menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus muncul pertama di daerah
wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan ekstremitas. Pemeriksaan penunjang
kadar bilirubin serum total saat tanda klinis ikterus pertama ditemukan sangat
berguna untuk data dasar mengamati penjalaran ikterus ke arah kaudal tubuh.
6. Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea,
suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit utama
disamping keadaan hiperbilirubinemianya saja.
7. Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus dilakukan
setelah bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca kelahiran.
8. Bila ikterus menetap sampai minggu ke 3 pasca kelahiran, ditambah adanya
warna urine yang gelap, dianjurkan untuk pemeriksaan kadar billirubin serum
total dan direk, serta kadar bilirubin dalam urin.
VI. KOMPLIKASI
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 17
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 18
< 24 * * * *
24 – 48 > 12 (170) > 15 (260) >20 (340) > 25 (430)
48 – 72 > 15 (260) > 18 (310) > 25 (430) > 30 (510)
> 17 (290)
> 72 > 20 (340) > 25 (430) > 30 (510)
* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan
perlu evaluasi ketat
Bagan 2
VIII. PROGNOSIS
Bila tanpa komplikasi prognosis baik.
ALGORITMA:
1. Penilaian
tidaksehat
neonatus
2. Ditemukan adanya gejala
letargi, apnea/ takipnea, suhu ya 3. Keluarkan dari
tubuh labil, keadaan umum buruk, algoritma dan evaluasi
hepatospenomegali, muntah, tersendiri.
Tidak, ke kotak 4
gangguan minum
4. Apakah usia 5. Keluarkan dari Divisi Perinatologi
gestasi < 37 minggu algoritma dan
evaluasi tersendiri.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 19
ya
tidak
ya
6. Apakah golongan darah/ rhesus 7. Apakah golongan darah
ibu sudah diketahui
tidak Ya,ibu O/rhesus
ke kotak positif
9 dan 10
8. Periksa golongan darah ibu 9. Ambil darah tali
(ABO/Rh) dan tes coombs pusat, simpan di
direk lewat darah tali pusat/ bank darah untuk
vena bayi
tidak pemeriksaan
lanjutan mendatang
ya
10. Tes Coombs 11. Keluarkan dari algoritma
direk positif
tidak dan tatalaksana tesendiri
untuk penyakit hemolisis isoimun
13. Lakukan
ya pemeriksaan sediaan
12. Adakah faktor risiko
apus darah tepi,
penyakit hemolisis non isoimun
tidak Ya ke
jumlah retikulosit,
G6PD, analisis Hb, kotak
menunjukkan penyakit 15
hemolisis.
14. Ikterus pada < 24 tidak
jam paska kelahiran
15. Keluarkan dari
ya
tidak algoritma, periksa
laboratorium ke arah
hemolisis isoimun
16. Pantau ikterus secara
ya 17 Periksa kadar
klinis, bila pada tindak
lanjut didapatkan ikterus bilirubin serum
Ke kotak 22total
Ke kotak
secara18klinis
ya
18. Apakah ikterus menetap 19. Adakah tanda klinis lain seperti
lebih dari 2 minggu urine berwarna gelap, feses pucat
ya
20. Kemungkinan tidak 21. Lakukan
ikterus karena ASI pemeriksaan
penunjang kearah
ikterus kolestasis
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 20
5. SEPSIS NEONATORUM
I. BATASAN
Suatu sindroma klinis yang diakibatkan adanya kuman di dalam darah sehingga menyebabkan
gangguan fungsi organ-organ dalam tubuh.
Berdasarkan waktu timbulnyqa dibagi menjadi 3:
1. Early Onset (dini): terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis
yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai
system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat): timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai
adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang
timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Patofisiologi :
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum
1. Antenatal, melalui plasenta atau sebelum persalinan melalui darah atau cairan amnion
yang terinfeksi (air ketuban keruh, mekoneal/ berbau)
2. Selama persalinan
3. Postnatal
Bayi yang cukup bulan mempunyai resiko timbulnya sepsis karena:
1. Immaturitas sistem imun
2. Adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktus urogenitalis ibu
a. Infeksi ascending melalui cairan amnion
b. Melalui penularan transplasental
3. Faktor persalinan
a. trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan
b. alat electrode yang dipasang di kepala bayi atau tindakan obstetrik yang invasif
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 21
d. kulit
5. Adanya paparan terhadap mikroorganisme postnatal
Faktor yang menyebabkan bayi prematur lebih peka terhadap infeksi:
1. Faktor imunologis yang belum sempurna
a. berkurangnya maternal Ig G yang ditransfer melalui plasenta, makin muda umur
kehamilan makin berkurang transfer Ig G maternal
b. mekanisme semua system imun yang relative imatur
2. Adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu.
Salah satu penyebab kelahiran premature adalah infeksi chorioamnionitis
3. Tindakan invasif
a. pemasangan pipa endotrakheal/nasogastreal
b. kateter intravaskuler
c. drain thorax
4. Adanya paparan yang meningkat terhadap mikroorganisme postnatal
5. Pertahanan pada permukaan tubuh yang jelek
Struktur kulit yang tipis mudah mengalami trauma, lecet
6. Meningkatnya factor resiko untuk timbulnya sepsis
a. artificial ventilasi yang berkepanjangan
b. pemberian cairan atau nutrisi melalui intravena
7. Penggunaan antibiotika yang berlebihan
a. adannya mikroorganisme yang resisten
b. infeksi jamur
1. Keadaan umum
Menurun (“not doing welll”), malas minum (“poor feeding”), hipertermia/ hipotermia,
letargis atau lunglai, aktivitas berkurang atau mengantuk.
2. Sistem susunan saraf pusat
Hipotoni, irritable, kejang, kesadaran menurun, tremor, fontanela cembung, high-
pitched cry. kaku kuduk.
3. Sistem saluran pernafasan
Pernafasan tidak teratur, apnea, takipnea (> 60/menit), sesak, merintih, retraksi,
sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler
Takikardia (> 160x/menit), bradikardi (< 100x/menit), akral dingin, hipotensi, syok.
5. Sistem saluran pencernaan
Retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, perut kembung.
6. Sistem hematologi
Kuning, pucat, splenomegali, petechiae, purpura, perdarahan.
Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan septic work up yaitu dengan melakukan
pemeriksaan:
1. Kultur darah, cairan serebrispinal, urine dan feses (atas indikasi)
2. Pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (juml;ah sel, kimia, pengecatan
Gram)
3. Foto thorax
4. Darah lengkap
Kenaikan jumlah lekosit tidak spesifik pada sepsis neonatorum, karena nilai normalnya
berubah sesuai umurnya. Penurunan trombosit bisanya merupakan gejala yang lambat
dan tidak spesifik, serta dipengaruhi oleh factor maternal. Rasio stab dan netrofil (IT
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 22
ratio = rasio netrofil imatur/ total) lebih dari 0,2 serta jumlah lekosit kurang dai
5000/mm3 dapat membantu diagnosa.
5. Urine lengkap
6. Feses lengkap
7. Pemeriksaan serum CRP kuantitatif
8. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
IV. DIAGNOSIS
Gejala dan manifestasi klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala klinis sepsis ini sangat
bervariasi yang mungkin disebabkan karena faktor kuman penyebabnya yang berbeda dan
faKtor predisposisi lainnya. Diagnosa sepsis neonatorum dibuat berdasarkan gejala klinis.
Diagnosa sepsis neonatorum dikategorikan menjadi:
1. Dugaan/suspect sepsis
- Tidak ditemukan riwayat intrauteri
- Ditemukan 1 katagori A dan 1 atau 2 katagori B
2. Kecurigaan besar sepsis
a. Bayi umur sampai 3 hari :
- Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
ketuban pecah dini (>18 jam) atau
- Bayi mempunyai 2 atau lebih katagori A atau 3 atau lebih katagori B
a. Bayi umur > 3 hari :
- Bayi mempunyai 2 atau lebih katagori A atau 3 atau lebih katagori B
Diagnosa Banding
Kelainan bawaan jantung, paru, dan organ-organ lain
VI. KOMPLIKASI
Meningitis bakterialis
Enterokolitis nekrotikans (NEC)
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
Syok septik
VII. PENATALAKSANAAN
Perawatan umum :
- Rawat dalam ruang isolasi/ inkubator.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 23
Pencegahan :
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi dengan menggunakan sabun dan
air yang mengalir atau campuran alcohol dan gliserin.
2. Memberikan ASI secara eksklusif
3. Memulangkan bayi sedini mungkin, perawatan lanjutan di rumah untuk bayi kecil
dengan metode kangguru.
6. HIPOGLIKEMIA
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 24
Penanganan Hipoglikemia
Dg gejala
Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan
Bolus glukosa 10% 2 ml / kg pelan-pelan selama 5 menit
Periksa glukosa darah pada :
1 jam setelah bolus
dan tiap 3 jam
I. BATASAN
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah kurang dari 40 mg/dl pada bayi cukup bulan atau bayi
kurang bulan.
Penggunaan glukosa yang meningkat, antara lain bayi dengan ibu diabetes mellitus dan
eritroblastosis.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 25
Berkurangnya cadangan glukosa, antara lain bayi kurang bulan, pertumbuhan intrauterin
yang terlambat.
Penggunaan glukosa yang meningkat dan atau produksi yang berkurang atau sebab-sebab
lain, antara lain stress perinatal, defisienasi endokrin, transfusi tukar.
Bayi dengan resiko hipiglikemia, diantaranya adalah :
1. Makanan cadangan yang sedikit : bayi prematur (kurang bulan), bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK), bayi yang mengalami asfiksia neonatorum.
2. Bayi hiperinsulinisme sementara : bayi dari ibu penderita diabetes melitus,
erythroblastosis foetalis setelah transfusi tukar.
3. Keadaan sakit : sepsis, syok, hipotermi, puasa yang lama.
Hipoglikemia tidak selalu disertai dengan gejala klinis. Bila ada gejala biasanya tidak khas,
timbul beberapa jam atau hari serta tidak nyata. Gejala yang sering ditemukan adalah bayi
tampak lemah, apatis, tidak aktif, tremor atau jittery, kejang umum, pucat, apnea, sianosis,
koma, keringat banyak, tangis lemah, malas minum ( poor feeding).
Pemeriksaan glukosa darah : seharusnya dilakukan secara rutin pada bayi dengan resiko
meskipun tidak ada gejala (bisa dengan menggunakan Dextrostix).
Pada bayi prematur dan kecil masa kehamilan, tiga hari pertama perlu rutin pemeriksaan
glukosa darah. Bayi dengan ibu diabetes melitus perlu pengawasan ketat pada hari pertama
kelahiran, Dextrostix diperiksa segera setelah lahir, kemudian 1-2 jam sekali sampai kadar
glukosa stabil pada 50 mg/dl, selanjutnya tiap 4 jam dan bila tetap stabil tiap 12 jam serta
dihentikan bila kadar glukosa tetap baik.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium (glukosa darah).
VI. PENYULIT
Hipoglikemia sering menyebabkan nekrosis difus kortikal neuron dan kerusakan pada sel otak.
Berat ringannya kerusakan pada sel otak akan mempengaruhi perkembangan motorik dan
mental.
VII. PENATALAKSANAAN
Hipoglikemia asimtomatik :
a. Kadar glukosa < 25 mg/dl ( Dextrostix) atau < 20 mg/dl (glukosa serum) : infus glukosa
6 mg/kgBB/menit (Dekstrosa 10% 86,4 ml/kgBB/hari), kadar glukosa diperiksa tiap 30
menit sampai stabil.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 26
b. Kadar glukosa < 25-45 mg/dl (Dextrostix) atau < 20-40 mg/dl (glukosa serum) : Bila
keadaan bayi stabil dan tidak mempunyai resiko hipoglikemia dapat diberikan minum
dini (early feeding) dekstrosa 5% atau susu formula, kadar glukosa diperiksa tiap 30
menit sampai stabil kemudian tiap 4 jam. Bila kadar glukosa tetap rendah, diberikan
infus glukosa 6 mg/kgBB/menit.
Hipoglikemia simtomatik :
Berikan glukosa 25% bolus intravena 0,5-1 mg/kgBB (atau glukosa 10% 2-4 ml/kgBB)
secara cepat, diteruskan dengan infus glukosa 6-8 mg/kgBB/menit. Kecepatan ditambah
sampai kadar glukosa 50-100 mg/dl. Kadar glukosa diperiksa tiap 30 menit sampai stabil.
Usahakan pemberian minum peroral dan bila berhasil kurangi infus secara bertahap. Jangan
sekali-kali menghentikan pemberian cairan glukosa secara mendadak.
Hipoglikemia persisten :
Pemberian infus glukosa ditingkatkan sampai 16-20 mg/kgBB/menit. Bila tetap rendah dicari
penyebabnya dan terapi selanjutnya tergantung penyebab hipoglikemia.
VIII. PROGNOSIS
Bila kadar glukosa darah tetap < 20 mg/ dl disertai kejang, maka 30% bayi akan mengalami
masalah neurologis yaitu cerebral palsy dan gangguan intelektual.
7. HIPOTERMI
I. BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi dibawah suhu optimal (suhu tubuh optimal bayi baru lahir
adalah 36,5’C – 37,5’C).
Bayi baru lahir dapat mengalami stres dingin ( cold stresss) bila suhu tubuh turun 36,4’C – 36’C.
Dikatakan hipotermi sedang bila suhu bayi baru lahir antara 35,9’C – 32’C dan dikatakan
hipotermi berat bila suhu bayi baru lahir dibawah 32’C.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 27
Stres dingin (cold stresss) : pada perabaan kaki terasa dingin, bayi tampak letargis,
aktivitas berkurang, tangis lemah dan kemampuan menghisap lemah.
Klinis hipotermi : bayi makin lemah, malas minum, suara tangis makin lemah dan parau,
aktivitas melemah sampai menghilang, pernafasan lambat dan tak teratur, bradikardi, kulit
berbercak sampai mengeras kemerahan (sklerema), sianosis, muntah dan distensi
abdomen, oliguria, serangan apnea, perdarahan hidung, mulut, paru-paru, otak dan
abdominal.
V. DIAGNOSIS
VI. PENYULIT
Penyulit hipotermi pada bayi dapat menyebabkan kematian, diantaranya adalah infeksi
sistemik, gagal ginjal, serangan apnea dan perdarahan (paru-paru, otak).
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipotermi :
a. Di rumah/ di puskesmas :
- Dengan metode kanguru.
- Ditempatkan di kamar yang hangat.
- Ditempatkan di kamar tidur hangat.
- Ditempatkan dibawah lampu sorot/ pemanas.
Prosedur penghangatan kembali dilanjutkan sampai suhu tubuh bayi mencapai optimal
(36,5’C – 37,5’C), selanjutnya diawasi tiap 15-30 menit.
b. Di rumah sakit :
- Bila ada fasilitas, dapat digunakan matras pemanas yang dikontrol dengan termostat
pada suhu 37-38’C untuk mengurangi kehilangan panas.
- Menggunakan inkubator.
Adapun lingkungan termonetral bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 28
Dalam menghangatkan kembali pada bayi baru lahir harus dicegah terjadinya
hipertermi, sebab baik hipotermi maupun hipertermi berbahaya bagi bayi baru lahir.
- Memenuhi kebutuhan cairan dan energi, diantaranya dengan menyusui secara dini.
I. BATASAN
Apnea adalah tidak adanya aliran udara pernapasan selama 20 detik dengan atau tanpa disertai
bradikardia atau sianosis.
Apnea dapat diklasifikasikan sebagai apnea sentral, apnea obstruktif dan apnea campuran
sentral dan obstruktif.
Penyakit atau kelainan organ yang dapat menyebabkan apnea diantaranya adalah :
- Kepala dan sistem saraf pusat : asfiksia perinatal, perdarahan intraventrikular, meningitis,
hidrosefalus dengan peningkatan tekanan intrakranial, kejang.
- Saluran pernapasan : hipoksia, obstruksi jalan napas, penyakit paru-paru, ventilasi yang
tidak adekuat.
- Sistem kardiovaskular : gagal jantung kongestif, penyakit jantung kongenital.
- Saluran pencernaan : enterokolitis nekrotikans (EKN), refluks gastroesofageal.
- Sistem hematologi : anemia, polisitemia.
- Penyakit dan kelainan lain : hipotermi/ hipertermi, sepsis, kelainan metabolik dan
elektrolit, refleks vagal, obat-obatan (fenobarbital dosis tinggi, diazepam, pengaruh obat
ibu misalnya magnesium sulfat, anestesi umum).
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 29
Faktor resiko : bayi kurang bulan (prematur), adanya saudara dengan riwayat SIDS
(Sudden infant death syndrome) dan kelainan neurologis.
Bayi tidak bernapas atau tidak ada aliran udara pernapasan selama 20 detik dengan
atau tanpa disertai bradikardia atau sianosis.
Waspadai bayi yang sudah menunjukkan gejala letargi, hipotermi, tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial, kejang, distensi abdomen, dll.
Darah : darah rutin (gambaran darah tepi, hitung jenis dan trombosit), elektrolit, glukosa
dan analisa gas darah.
Radiologi : X-foto dada (atelektasis, pneumonia), X-foto abdomen (EKN), USG kepala
(perdarahan intrakranial), CT scan (infark serebri) bila ada fasilitas.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis apnea, ditunjang dengan anamnesis adanya faktor
resiko dan hasil pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan penunjang.
VI. PENATALAKSANAAN
I. BATASAN
Bayi dengan berat badan lahir lebih dari 90 persentil untuk umur kehamilannya(lihat grafik
Lubchenko).
II. ETIOLOGI
Ibu menderita diabetes melitus (DM), terjadi hiperglikemia yang akan meningkatkan
produksi insulin. Adanya peningkatan insulin merangsang pertumbuhan dan penyimpanan
lemak.
Beckwith syndrome, merupakan suatu kelainan kromosom, terdapat hipertrofi sel beta
pankreas, sehingga terjadi peningkatan insulin yang akan merangsang pertumbuhan dan
penyimpanan lemak.
Nesidioblastosis, yaitu kelainan primer perkembangan sel beta pankreas yang ditandai
dengan adanya proliferasi sel beta pankreas sehingga menyebabkan terjadinya hiperinsulin.
Secara konstitusional besar dengan orang tua yang ukuran badannya besar.
III. PEMERIKSAAN
Pengukuran berat badan dan usia kehamilan. Penentuan usia kehamilan berdasarkan
hari pertama haid terakhir (HPHT) dan/ atau berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis
(lihat skor Dubowitz).
IV. DIAGNOSIS
V. KOMPLIKASI
VI. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 31
I. BATASAN
Bayi dengan berat badan dibawah 10 persentil untuk umur kehamilannya (lihat grafik
Lubchenko) atau lebih dari 2 standar deviasi dibawah berat badan rata-rata sesuai
masa kehamilan.
II. ETIOLOGI
Faktor bayi :
- Genetik : ras, etnik, jenis kelamin, dll.
- Kelainan kromosom
- Kelainan kardiovaskuler
- Infeksi kongenital
Faktor ibu :
- Penurunan aliran arah uteroplasenta : preeklamsi/ eklamsi, hipertensi kronis.
- Kurang gizi (malnutrisi)
- Kehamilan kembar (gemelli)
- Obat : alkohol, rokok, heroin, kokain
- Menderita hipoksemia : hemoglobinopati
- Postur tubuh pendek
- Umur kurang dari 18 tahun
- Grande multipara atau primipara.
- Infeksi, misalnya TORCH (Toxoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes simpleks)
Faktor plasenta :
- Insufisiensi plasenta
- Kelainan anatomi
III. PEMERIKSAAN
- Kadar hormon ibu : kadar estriol dan human placental lactogen rendah.
- USG
Penilaian bayi baru lahir :
- Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan.
- Penentuan masa kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) dan/
atau berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis (lihat skor Dubowitz).
IV. DIAGNOSIS
V. KOMPLIKASI
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 32
Asfiksia
Hipertensi pulmoner yang persisten
Aspirasi mekonium
Hipotermi
Gangguan metabolik : hipoglikemia dan hipokalsemia
Polisitemia
Enterokolitis nekrotikans (EKN)
Perdarahan paru
VI. PENATALAKSANAAN
CATATAN :
1. Untuk mementukan masa kehamilan sewaktu bayi dilahirkan dapat digunakan beberapa
cara, diantaranya adalah :
Lampiran
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 33
TANDA SKOR
NEUROLOGIS 0 1 2 3 4 5
Sikap
Dorsofleksi kaki
Rekoil lengan
Rekoil tungkai
Sudut popliteal
Tanda Skarf
Suspensi ventral
KRITERIA 0 1 2 3 4
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 34
MASA KEHAMILAN
(MINGGU)
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 35
44
43
42
41
40
39
38
37
36
35
34
33
32
31
30
29
28
27
26
0 10 20 30 40 50 60
SKOR DUBOWITZ TOTAL (KRITERIA NEUROLOGIS + KRITERIA EKSTERNAL)
GRAFIK LUBCHENKO
BERAT BADAN
BAYI (GRAM)
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 36
4000
90 %tile
3800
3600 75 %tile
3400
50 %tile
3200
3000 25 %tile
2800
10 %tile
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 37
I. BATASAN
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram.
Berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram, biasanya disertai ukuran panjang
badan yang tidak lebih dari 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm dan lingkaran
kepala kurang dari 33 cm.
Tampak luar sangat tergantung pada maturitas ataupun masa gestasi.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat sesuai dengan batasan bayi berat badan lahir rendah.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 38
VI. KOMPLIKASI
Asfiksia
Pneumonia aspirasi
Penyakit membran hialin atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Apnea rekuren
Perdarahan paru
Hipotermi
Perdarahan periventrikuler/ intraventrikuler
Enterokolitis nekrotikans (EKN)
Hiperbilirubinemia
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Polisitemia
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 39
I. BATASAN
Nutrisi enteral adalah suatu cara pemberian nutrisi kedalam saluran pencernaan bayi
(lambung, duodenum atau yeyenum melalui pipa makanan)
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, maka bayi harus
mendapatkan cairan, kalori, karbohidrat, protein, lemak, elektrolit, mineral dan vitamin,
jumlah kebutuhan sehari sebagai berikut :
Kontra indikasi:
- Obstruksi saluran pencernaan
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 41
2. Menggunakan sendok
Indikasi :
- Pada kondisi ibu tidak dapat menyusui
- Tidak mempunyai kelainan neuromuskular dengan berat badan >1600 gram
dan masa gestasi >34 minggu serta mempunyai refleks menghisap yang
baik.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 42
Secara umum nutrisi enteral baik melalui sonde maupun sendok dapat diberikan
dengan jumlah pemberian sebagai berikut :
- Hari pertama : 60 ml/kgBB/hari
- Hari ke-2 : 90 ml/kgBB/hari
- Hari ke-3 : 120 ml/kgBB/hari
- Hari ke-4 : 150 ml/kgBB/hari
- Hari ke-5 : 180 ml/kgBB/hari
- Hari ke-6 dst : 200 ml/kgBB/hari
Jenis formula :
1. Untuk bayi kurang bulan (prematur) :
- Berat badan < 1000 gram : ASI atau susu formula bayi prematur, untuk
sementara diencerkan bila usia masih kurang dari seminggu, untuk usia
selanjutnya tanpa diencerkan
- Berat badan > 1000 gram : ASI atau susu formula bayi prematur tanpa
diencerkan
- Diharapkan pada minggu pertama kebutuhan kalori telah tercapai 115-130
kkal/kgBB/hari.
2. Untuk bayi cukup bulan (aterm) :
- Diberikan ASI atau susu formula bayi cukup bulan.
- Diharapkan pada minggu pertama kebutuhan kalori telah tercapai 100-120
kkal/kgBB/hari.
Catatan : Jadwal dan jumlah pemberian nutrisi enteral dapat dirubah sesuai dengan
kemampuan bayi.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 43
I. BATASAN
Nutrisi parenteral total (NPT) adalah pemberian energi dan nutrisi secara intravena
yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi.
Cairan
Kebutuhan cairan inisial pada neonatus sesuai berat badan dan usia adalah sebagai
berikut (Cloherty, 1998):
Elektrolit
Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatus adalah sebagai berikut
(Cloherty, 1998) :
Kalium 1 – 4 meq
Natrium 2 – 5 meq
Klorida 1 – 5 meq
Kalsium 3 – 4 meq
Magnesium 0,3 – 0,5 meq
Fosfor 1 – 2 mmol
Kalori
Umumnya bayi baru lahir untuk dapat tumbuh memerlukan kalori 100-120
kkal/kgBB/hari.
Karbohidrat
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 44
Protein
Pemberian protein biasanya dimulai dalam 48 jam pemberian nutrisi parenteral dan
diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Dosis yang dianjurkan adalah sebagai
berikut :
a. Neonatus dengan BB < 1000 gram : dosis awal 0,5 – 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan
0,25 – 0,5 g/kgBB/hari sampai mencapai 2,5 – 3,5 g/kgBB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 gram : dosis awal 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan 1
g/kgBB/hari sampai mencapai 2,5 – 3,5 g/kgBB/hari.
Lemak
Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah sebagai berikut :
a. Neonatus dengan BB < 1000 gram : dosis awal 0,5 g/kgBB/hari, ditingkatkan
0,25 – 0,5 g/kgBB/hari sampai mencapai 2 – 2,5 g/kgBB/hari.
a. Neonatus dengan BB > 1000 gram : dosis awal 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan 1
g/kgBB/hari sampai mencapai 3 g/kgBB/hari.
Harus dilakukan monitoring kadar trigiserida darah, pemberian harus dikurangi bila
kadar trigliserida > 150 mg/dl. Hati-hati pemberian lemak pada bayi dengan
penyakit paru dan hati. Pemberian lemak harus dihentikan bila terjadi sepsis,
asidosis (pH < 7,25), hiperbilirubinemia, trombositopenia (< 50.000/mm3).
NPT PERIFER
Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/l. Maksimum konsentrasi
dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl kalsium
glukonas. Prosedur pemberiannya adalah sebagai berikut :
Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan melalui infus dengan
kateter plastik nomor 22 atau 24F.
Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian dihubungkan
dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22 um.
Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas dari T-
connector atau Y-connector.
Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan agar tetap konstan.
Infus set diganti tiap 3 hari, kecuali untuk lipid diganti tiap 24 jam. Sebaiknya jarum
intravena dipindah ke tempat lain tiap 48 jam.
Obat tidak boleh diberikan melalui cairan NPT. Boleh diberikan setelah kateter
dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
Dapat ditambahkan vitamin dan mineral.
Dapat digunakan emulsi lemak 10% atau 20%.
NPT SENTRAL
Osmolaritas cairan yang diberikan dapat diatas 900 mosm/l, konsentrasi dekstrose 15-
25%. Prosedur pemberiannya adalah sebagai berikut :
Kateter dipasang melalui vena seksi pada V. antekubiti, V. saphena, V. jugularis
interna dan eksterna, V. subklavia atau V. femoralis.
Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama
dengan pemberian perifer.
Tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat atau transfusi.
Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 U/ml cairan.
V. KOMPLIKASI
Mekanik.
Pada NPT sentral dapat terjadi sindroma vena cava superior, aritmia atau
tamponade jantung, trombus intrakardial, efusi pleura, emboli paru atau
hidrosefalus sekunder terhadap trombosis vena jugularis.
Pada NPT perifer, ekstravasasi cairan infus dapat menyebabkan nekrosis jaringan.
Infeksi.
Sepsis sering isebabkan oleh Stafilokokus epidermidis, Streptokokus viridans, E. coli,
Pseudomonas spp dan Kandida albikans. Kejadian ini bisa dikurangi dengan
digunakannya kateter karet silikon perkutaneus.
Metabolik.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 46
Pada bayi berat lahir amat sangat rendah bisa terjadi hiperglikemia. Pada bayi
kurang bulan dapat terjadi azotemia, hiperammonia. Kelainan metabolik yang
berhubungan dengan pemberian lipid diantaranya adalah kolestatik, hiperlipidemia
dan hiperkolesterolemia.
Divisi Perinatologi